tugas mandiri 3 respirasi

24
Tugas Mandiri Nama : Irfan Arif Z NPM : 1102013140 LI 1 : Memahami dan Menjelaskan Asma Bronkial LO 1.1 : Definisi Definisi Asma menurut GINA (Global Institute For Asthma) adalah gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan antara lain, sel mast, eosinofil, dan Limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, seak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada waktu malam atau dini hari. Sumber : AP Akib Arwin dkk, 2010. Buku ajar Alergi-Imunologi Anak Ed.2. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia LO 1.2 : Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma a. Faktor predisposisi • Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. b. Faktor presipitasi Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1.Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi 2. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan 3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

Upload: irfanarifzulfikar

Post on 21-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tahun ajaran 2014/2015

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Mandiri 3 Respirasi

Tugas Mandiri

Nama : Irfan Arif ZNPM : 1102013140

LI 1 : Memahami dan Menjelaskan Asma Bronkial LO 1.1 : Definisi Definisi Asma menurut GINA (Global Institute For Asthma) adalah gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan antara lain, sel mast, eosinofil, dan Limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, seak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada waktu malam atau dini hari.Sumber : AP Akib Arwin dkk, 2010. Buku ajar Alergi-Imunologi Anak Ed.2. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia

LO 1.2 : Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya

serangan asma a. Faktor predisposisi • Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana

cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi • Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :1.Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi 2. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan 3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan • Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.

Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

• Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa

memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi

Page 2: Tugas Mandiri 3 Respirasi

nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

• Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini

berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

• Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas

jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.Sumber : http://library.usu.ac.id/

LO 1.3 : Klasifikasi KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) membagi asma menurut perjalanan penyakitnya dan berdasarkan parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru menjadi 3 derajat penyakit yaitu :

Asma Episodik Jarang (asma ringan) Asma Episodik sering (asma sedang) Asma persisten (asma berat)

Parameter Klinis, Kebutuhan obat dan faal Paru

Asma episodic jarang (Asma ringan)

Asma episodic sering (Asma sedang)

Asma persisten (Asma berat)

1. Frekuensi serangan

< 1 x / bulan > 1 x / bulan sering

2. Lama serangan < 1 minggu > 1 minggu Hampir sepanjang tahun

3. Intensitas serangan

biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat

4. Di antara serangan

Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang & malam

5. Tidur dan Aktivitas

Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

6. pemeriksaan fisis di luar serangan

Normal (tidak ditemukan kelainan)

Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)

Tidak pernah normal

7. Obat Pengendali (anti infalamsi)

Tidak perlu Perlu, non-steroid

Perlu, steroid

8. Uji Faal paru (di luar serangan)

PEF / FEV1 > 80%

PEF / FEV1 60-80%

PEF / FEV1 < 60%

Page 3: Tugas Mandiri 3 Respirasi

9. Variabilitas faal paru (bila ada serangan)

Variabilitas < 20%

Variabilitas 20-30%

Variabilitas > 30%

Klasifikasi derajat serangan asma Asma yang dinilai berdasarkan derajat seraangan dan dibagi atas serangan ringan, sedang, berat. Seorang penderita asma persisten sedang atau berat dapat mengalami seranga ringan saja, sebaliknya seorang penderita tergolong episodik jarang (asma ringan) dapat mengalami serangan berat, bahkan ancaman henti nafas, tetapi pada umumnya anak dengan asma persisten serimg akan mnegalami serangan asma berat atau sebalinya.Sumber : AP Akib Arwin dkk, 2010. Buku ajar Alergi-Imunologi Anak Ed.2. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.

LO 1.4 : Epidemiologi Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari. Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia prevalensi asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7% pada tahun 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%, penelitian di Menado, Pelembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8%. Penelitian epidemiologi asma juga dilakukan pada siswa SLTP di beberapa tempat di Indonesia, antara lain: di Palembang, dimana prevalensi asma sebesar 7,4%; di Jakarta prevalensi asma sebesar 5,7% dan di Bandung prevalensi asma sebesar 6,7%. Belum dapat disimpulkan kecenderungan perubahan prevalensi berdasarkan bertambahnya usia karena sedikitnya penelitian dengan sasaran siswa SLTP, namun tampak terjadinya penurunan (outgrow) prevalensi asma sebanding dengan bertambahnya usia terutama setelah usia sepuluh tahun. Hal ini yang menyebabkan prevalensi asma pada orang dewasa lebih rendah jika dibandingkan dengan prevalensi asma pada anak.Sumber : http://eprints.undip.ac.id/

LO 1.5 : Patofisiologi Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edem mukosa karena inflamasi saluran napas, dan sumbatan mukus. Sumbatan yang terjadi tidak seragam/merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan napas menyebabkan peningkatan tahanan jalan napas, terperangkapnya udara, dan distensi paru berlebihan (hiperinflasi). Perubahan tahanan

Page 4: Tugas Mandiri 3 Respirasi

jalan napas yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-perfusion mismatch).Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran napas yang menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran napas, sehingga meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus. Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan kerja napas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk meng-kompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan napas yang berat, akan terjadi kelelahan otot napas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal napas. Selain itu dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot napas.Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal, namun jarang terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokonstriksi dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan risiko terjadinya atelektasis. Bagan berikut ini dapat menjelaskan patofisiologi asma.

Pemicu / Pemacu / Pencetus

Bronkokonstriksi, edem mukosa, sekresi berlebihan

Obstruksi jalan napas

Ventilasi tidak seragam Hiperinflasi paru

Atelektasis ventilasi-perfusi tidak padu padan Gangguan Compliance

Page 5: Tugas Mandiri 3 Respirasi

Hipoventilasi alveolar Peningkatan kerja napas

Penurunan surfaktan

Asidosis

Vasokonstriksi pulmonal

Sumber : http://saripediatri.idai.or.id/

LO 1.6 : Manifestasi Klinis

Pada serangan asma ringan: Anak tampak sesak saat berjalan. Pada bayi: menangis keras. Posisi anak: bisa berbaring. Dapat berbicara dengan kalimat. Kesadaran: mungkin irritable. Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). Mengi sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi. Biasanya tidak menggunakan otot bantu pernafasan. Retraksi interkostal dan dangkal. Frekuensi nafas: cepat (takipnea). Frekuensi nadi: normal. Tidak ada pulsus paradoksus (< 10 mmHg) SaO2 % > 95%. PaO2 normal, biasanya tidak perlu diperiksa. PaCO2 < 45 mmHg

Pada serangan asma sedang: Anak tampak sesak saat berbicara. Pada bayi: menangis pendek dan lemah, sulit menyusu/makan. Posisi anak: lebih suka duduk. Dapat berbicara dengan kalimat yang terpenggal/terputus. Kesadaran: biasanya irritable. Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). Mengi nyaring, sepanjang ekspirasi ± inspirasi. Biasanya menggunakan otot bantu pernafasan. Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya sedang. Frekuensi nafas: cepat (takipnea).

PaCO2

PaO2

Page 6: Tugas Mandiri 3 Respirasi

Frekuensi nadi: cepat (takikardi). Ada pulsus paradoksus (10-20 mmHg) SaO2 % sebesar 91-95%. PaO2 > 60 mmHg. PaCO2 < 45 mmHg

Pada serangan asma berat tanpa disertai ancaman henti nafas: Anak tampak sesak saat beristirahat. Pada bayi: tidak mau minum/makan. Posisi anak: duduk bertopang lengan. Dapat berbicara dengan kata-kata. Kesadaran: biasanya irritable. Terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). Mengi sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan inspirasi. Menggunakan otot bantu pernafasan. Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas cuping hidung. Frekuensi nafas: cepat (takipnea). Frekuensi nadi: cepat (takikardi). Ada pulsus paradoksus (> 20 mmHg) SaO2 % sebesar < 90 %. PaO2 < 60 mmHg. PaCO2 > 45 mmHg

 Pada serangan asma berat disertai ancaman henti nafas:

Kesadaran: kebingungan. Nyata terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). Mengi sulit atau tidak terdengar. Penggunaan otot bantu pernafasan: terdapat gerakan paradoks torakoabdominal. Retraksi dangkal/hilang. Frekuensi nafas: lambat (bradipnea). Frekuensi nadi: lambat (bradikardi). Tidak ada pulsus paradoksus; tanda kelelahan otot nafas.

Sumber : Suardi, Adi Utomo, dkk. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : IDAI

LO 1.7 : Diagnosis & Diagnosis BandingDiagnosis episode batuk dan atau wheezing berulang hiperinflasi dada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ekspirasi memanjang dengan suara wheezing yang dapat didengar respons baik terhadap bronkodilator.Sumber : http://www.ichrc.org/

Pemeriksaan fisik

Page 7: Tugas Mandiri 3 Respirasi

Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukan anamnesis secara rinci,

menentukan adanya episode gejala dan obstruksi saluran napas. Pada pemeriksaan

fisis pasien asma, sering ditemukan perubahan cara bernapas, dan terjadi perubahan

bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapat ditemukan; napas cepat, kesulitan

bernapas, menggunakan otot napas tambahan di leher, perut dan dada. Pada auskultasi

dapat ditemukan mengi, ekspirasi memanjang. Perkusi ditemukan Hipersonor, Palpasi

ditemukan Fremitus vokal kanan sama dengan kiri.

Pemeriksaan penunjang

1. Spirometer.

Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis

juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

2. Peak Flow Meter/PFM.

Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat

tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru.

Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan

diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau

PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena; PFM tidak

begitu sensitif dibanding FEV. untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM

mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan

bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita

yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

3. X-ray dada/thorax.

Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma

4. Pemeriksaan IgE.

Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi

IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan

mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan

penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara

radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat

dilakukan (pada dermographism).

Page 8: Tugas Mandiri 3 Respirasi

5. Petanda inflamasi.

Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak

berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis

dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-

kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru,

pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang

dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan

hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP)

dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan

transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau

sulit dilakukan di luar riset.

6. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB.

Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat

dibuktikan dengan berbagai tes provokasi. Provokasi bronkial dengan

menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan

obstruksi saluran napas pada penderita yang sensitif. Respons sejenis

dengan dosis yang lebih besar, terjadi pada subyek alergi tanpa asma. Di

samping itu, ukuran alergen dalam alam yang terpajan pada subyek alergi

biasanya berupa partikel dengan berbagai ukuran dari 2 um sampai 20 um,

tidak dalam bentuk nebulasi. Tes provokasi sebenarnya kurang

memberikan informasi klinis dibanding dengan tes kulit. Tes provokasi

nonspesifik untuk mengetahui HRB dapat dilakukan dengan latihan

jasmani, inhalasi udara dingin atau kering, histamin, dan metakolin.

Sumber : http://indonesia.digitaljournals.org/

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari

kristal eosinofil

Page 9: Tugas Mandiri 3 Respirasi

Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)

dari cabang bronkhus

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya

bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat

mucus plug

Pemeriksaan Darah

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula

terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas

15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi

Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE

pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan

Sumber : Sudoyo, Aru W,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Diagnosis Banding

Diagnosis banding asma antara lain sbb :

Dewasa Penyakit Paru Obstruksi Kronik Bronkitis kronik Gagal Jantung Kongestif Batuk kronik akibat lain-lain Disfungsi larings Obstruksi mekanis (misal tumor) Emboli Paru

Anak Benda asing di saluran napas Laringotrakeomalasia Pembesaran kelenjar limfe Tumor Stenosis trakea BronkiolitisSumber : http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html

Page 10: Tugas Mandiri 3 Respirasi

LO 1.8 : TatalaksanaTatalaksana Medikamentosa Untuk tata laksana asma Konsensus Internasional III, masih menggunakan alur yang sama (Bagan 2). Secara umum Konsensus Nasional juga masih menggunakan alur seperti terlihat pada bagan 2. Secara umum Konsensus Nasional juga masih menggunakan alur tersebut dengan beberapa perubahan dan penambahan. Dalam alur tersebut terlihat bahwa jika tata laksana dalam suatu derajat penyakit asma sudah adekuat namun responsnya tetap tidak baik dalam 6-8 minggu, maka derajatnya berpindah ke yang lebih berat. Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka derajatnya beralih ke yang lebih ringan.

Asma episodik jarang (asma ringan) Asma episodik jarang cukup diobati dengan bronkodilator beta-agonis hirupan kerja pendek bila perlu saja, yaitu jika ada gejala/serangan. Anjuran ini tidak mudah dilakukan berhubung obat tersebut mahal dan tidak selalu tersedia di semua daerah. Di samping itu pemakaian obat hirupan (metered dose inhaler) memerlukan pelatihan yang benar (untuk anak besar), dan membutuhkan alat bantu (untuk anak kecil/bayi) yang juga tidak selalu ada dan mahal harganya.Bila obat hirupan tidak ada/tidak dapat digunakan maka beta-agonis diberikan peroral. Sebenarnya kecenderungan saat ini teofilin makin kurang perannya dalam tata laksana asma karena batas keamanannya sempit. Namun mengingat di Indonesia obat betaagonis oral tidak selalu ada maka dapat digunakan teofilin dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya efek samping. Di samping itu penggunaan beta-agonis oral tunggal dengan dosis besar seringkali menimbulkan efek samping berupa palpitasi. Hal ini dapat dikurangi dengan mengurangi dosisnya serta dikombinasi dengan teofilin. Konsensus Internasional III dan juga Konsensus Nasional seperti terlihat dalam klasifikasi asmanya tidak mengajurkan pem-berian anti-inflamasi untuk asma ringan.Di lain pihak, untuk asma intermiten (derajat 1 dari 4) GINA menganjurkan penggunaan kromoglikat sebelum aktivitas fisis atau pajanan dengan alergen. Bahkan untuk asma persisten ringan (derajat 2 dari 4) GINA sudah menganjurkan pemberian obat pengendali (controller) berupa anti-inflamasi yaitu steroid hirupan dosis rendah, atau kromoglikat hirupan.1 Sebagai catatan, GINA menggunakan istilah obat pengendali (controller) untuk istilah profilaksis yang digunakan oleh Konsensus Internasional. Obat pengendali diberikan tiap hari, ada atau tidak ada serangan / gejala. Sedangkan obat yang diberikan saat serangan disebut obat pereda (reliever). Konig menemukan bukti bahwa dengan mengikuti panduan tata laksana yang lazim, yaitu hanya memberikan bronkodilator tanpa anti-inflamasi pada asma ringan, ternyata dalam jangka panjang (+8 tahun) pada kelompok tersebut paling sedikit yang mengalami perbaikan derajat asma. Di lain pihak, asma sedang yang mendapat kromoglikat, dan asma berat yang mendapat steroid hirupan, menunjukkan perbaikan derajat asma yang lebih besar. Perbaikan yang dimaksud adalah

Page 11: Tugas Mandiri 3 Respirasi

menurunnya derajat asma, misalnya dari berat ke sedang atau ringan, bahkan sampai asmanya asimtomatik.

Asma episodik sering (asma sedang) Jika penggunaan beta-agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu (tanpa menghitung penggunaan pra aktivitas fisis), atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan antiinflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi.2 Antiinflamasi lapis pertama yang digunakan adalah kromoglikat, dengan dosis minimal 10 mg 3-4 kali perhari. Obat ini diberikan selama 6-8 minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma sudah terkendali, pemberian kromoglikat dapat dikurangi menjadi 2-3 kali perhari. Sampai sekarang, obat ini tetap paling aman untuk pengendalian asma anak, dan efek sampingnya ringan, yaitu sesekali menyebabkan batuk.2 Nedokromil merupakan obat satu golongan dengan kromoglikat yang lebih poten dan tidak menyebabkan batuk. Di luar negeri obat ini sudah diijinkan pemakaiannya untuk anak >2 tahun. Namun untuk di Indonesia saat ini ijin yang ada untuk anak >12 tahun. Untuk asma persisten ringan (derajat 2 dari 4) GINA menganjurkan pemberian steroid hirupan (utama) atau kromoglikat hirupan (alternatif) sebagai obat pengendali. Sedangkan untuk asma persisten sedang (derajat 3 dari 4) GINA merekomendasikan steroid hirupan tanpa memberi tempat untuk kromoglikat.1 Menurut hemat kami, seyogyanya untuk obat pengendali tetap dimulai dengan kromoglikat dahulu. Jika tidak berhasil baru diganti dengan steroid hirupan. Mengenai obat antihistamin baru non-sedatif (misalnya ketotifen), penggunaannya dapat dipertimbangkan pada anak balita dan/atau asma tipe rinitis.

Asma persisten (asma berat) Jika setelah 6-8 minggu kromoglikat gagal mengendalikan gejala, dan beta-agonis hirupan tetap diperlukan >3x tiap minggu maka berarti asmanya termasuk berat. Sebagai obat pengendali pilihan berikutnya adalah obat steroid hirupan. Cara pemberian steroid hirupan apakah dari dosis tinggi ke rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya dari dosis rendah ke tinggi hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan sampai optimal.2 Steroid hirupan biasanya efektif dengan dosis rendah. Dalam penggunaan beklometason atau budesonid dengan dosis 200 mg/hari, belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang. Dosis yang masih dianggap aman adalah 400 mg/hari. Di atas itu dilaporkan adanya pengaruh sistemik minimal, sedangkan dengan dosis 800 mg/hari agaknya mulai berpengaruh terhadap poros hipotalamus-hipofisisadrenal sehingga dapat berdampak terhadap pertumbuhan. Efek sistemik steroid hirupan dapat dikurangi dengan penggunaan alat bantu berupa perenggang (spacer) yang akan meningkatkan deposisi obat di paru dan mengurangi deposisi di daerah orofaringeal sehingga mengurangi absorbsi sistemik.2 Setelah dengan pemberian steroid

Page 12: Tugas Mandiri 3 Respirasi

hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau klinis perbaikan yang mantap selama 1-2 bulan, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap sehingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan beta-agonis sebagai obat pereda tetap diteruskan.

Asma sangat berat Bila dengan terapi di atas selama 6-8 minggu asmanya tetap belum terkendali maka pasien dianggap menderita Asma sangat berat (bagian dari Asma persisten). Penggunaan beta-agonis (kerja pendek) hirupan >3x sehari secara teratur dan terus menerus diduga mempunyai peran dalam peningkatan morbiditas dan mortalitas asma. Oleh karena itu obat dan cara peng-gunaannya tersebut sebaiknya dihindari. Tetapi jika dengan steroid hirupan dosis sedang (400- 600 mg/hari) asmanya belum terkendali, maka perlu dipertimbangkan tambahan pemberian beta-agonis kerja panjang, atau beta-agonis lepas terkendali, atau teofilin lepas lambat.Dahulu beta-agonis dan teofilin hanya dikenal sebagai bronkodilator saja. Namun akhir-akhir ini diduga mereka juga mempunyai efek anti-inflamasi. Jika dengan penambahan obat tersebut asmanya tetap belum terkendali, obat tersebut diteruskan dan dosis steroid hirupan dinaikkan, bahkan mungkin perlu diberikan steroid oral. Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat.Untuk steroid oral sebagai dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari

Cara pemberian obat Cara pemberian obat asma harus di-sesuaikan dengan umur anak karena perbedaan kemampuan menggunakan alat inhalasi. Demikian juga kemauan anak perlu dipertimbangkan. Lebih dari 50% anak asma tidak dapat memakai alat hirupan biasa (metered dose inhaler). Perlu dilakukan pelatihan yang benar dan berulang kali. Tabel berikut memperlihatkan anjuran pemakaian alat inhalasi disesuaikan dengan usianya.6 lihat Tabel 2. Tabel 2. Jenis alat inhalasi disesuaikan dengan umur

Umur (tahun) Alat inhalasi<2 Nebuliser2-4 Nebuliser ; Alat hirupan

(MDI=metered dose inhaler ) dengan alat perenggang (spacer)

5-8 Nebuliser ; MDI dengan spacer ; Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler,

Rotahaler, Turbuhaler)>8 Nebuliser ; MDI ; Alat hirupan bubuk

; Autohaler

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek sistemik. Sebaliknya deposisi dalam paru lebih baik sehingga

Page 13: Tugas Mandiri 3 Respirasi

didapat efek terapetik yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah. Sebagian alat bantu yaitu spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler, Autohaler) dapat dimodifikasi dengan menggunakan gelas atau botol minuman bekas, atau menggunakan botol dengan dot yang telah dipotong untuk anak kecil dan bayi.Sumber : http://saripediatri.idai.or.id/

LO 1.9 : Komplikasi Komplikasi Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :

1. Pneumothoraks Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.

2. Pneumomediastinum Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana26 udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .

3. Atelektasis Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

4. Aspergilosis Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernap asan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.

5. Gagal napas Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.

6. Bronkhitis Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.

7. Fraktur iga Sumber : http://digilib.unimus.ac.id/

Page 14: Tugas Mandiri 3 Respirasi

LO 1.10 : Prognosis Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderita ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.Sumber : http://eprints.undip.ac.id/

LO 1.11 : Pencegahan Ada usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya serangan penyakit asma, antara lain :

Menjaga kesehatan Menjaga kebersihan lingkungan Menghindarkan faktor pencetus serangan penyakit asma Menggunakan obat-obat antipenyakit asma

Setiap penderita harus mencoba untuk melakukan tindakan pencegahan. Tetapi bila gejala-gejala sedang timbul maka diperlukan obat antipenyakit asma untuk menghilangkan gejala dan selanjutnya dipertahankan agar penderita bebas dari gejala penyakit asma.

1. Menjaga KesehatanMenjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari pengobatan penyakit asma. Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja mudah terserang penyakit tetapi juga berarti mudah untuk mendapat serangan penyakit asma beserta komplikasinya.Usaha menjaga kesehatan ini antara lain berupa makan makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak, istirahat yang cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai. Penderita dianjurkan banyak minum kecuali bila dilarang dokter, karena menderita penyakit lain seperti penyakit jantung atau ginjal yang berat.Banyak minum akan mengencerkan dahak yang ada di saluran pernapasan, sehingga dahak tadi mudah dikeluarkan. Sebaliknya bila penderita kurang minum, dahak akan menjadi sangat kental, liat dan sukar dikeluarkan.Pada serangan penyakit asma berat banyak penderita yang kekurangan cairan. Hal ini disebabkan oleh pengeluaran keringat yang berlebihan, kurang minum dan penguapan cairan yang berlebihan dari saluran napas akibat bernapas cepat dan dalam.

2. Menjaga kebersihan lingkunganLingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi timbulnya serangan penyakit asma. Keadaan rumah misalnya sangat penting diperhatikan. Rumah sebaiknya tidak lembab, cukup ventilasi dan cahaya matahari.Saluran pembuangan air harus lancar. Kamar tidur merupakan tempat yang perlu

Page 15: Tugas Mandiri 3 Respirasi

mendapat perhatian khusus. Sebaiknya kamar tidur sesedikit mungkin berisi barang-barang untuk menghindari debu rumah.Hewan peliharaan, asap rokok, semprotan nyamuk, atau semprotan rambut dan lain-lain mencetuskan penyakit asma. Lingkungan pekerjaan juga perlu mendapat perhatian apalagi kalau jelas-jelas ada hubungan antara lingkungan kerja dengan serangan penyakit asmanya.

3. Menghindari Faktor PencetusAlergen yang tersering menimbulkan penyakit asma adalah tungau debu sehingga cara-cara menghindari debu rumah harus dipahami. Alergen lain seperti kucing, anjing, burung, perlu mendapat perhatian dan juga perlu diketahui bahwa binatang yang tidak diduga seperti kecoak dan tikus dapat menimbulkan penyakit asma.Infeksi virus saluran pernapasan sering mencetuskan penyakit asma. Sebaiknya penderita penyakit asma menjauhi orang-orang yang sedang terserang influenza. Juga dianjurkan menghindari tempat-tempat ramai atau penuh sesak.Hindari kelelahan yang berlebihan, kehujanan, penggantian suhu udara yang ekstrim, berlari-lari mengejar kendaraan umum atau olahraga yang melelahkan. Jika akan berolahraga, lakukan latihan pemanasan terlebih dahulu dan dianjurkan memakai obat pencegah serangan penyakit asma.Zat-zat yang merangsang saluran napas seperi asap rokok, asap mobil, uap bensin, uap cat atau uap zat-zat kimia dan udara kotor lainnya harus dihindari.Perhatikan obat-obatan yang diminum, khususnya obat-obat untuk pengobatan darah tinggi dan jantung (beta-bloker), obat-obat antirematik (aspirin, dan sejenisnya). Zat pewarna (tartrazine) dan zat pengawet makanan (benzoat) juga dapat menimbulkan penyakit asma.

4. Menggunakan obat-obat antipenyakit asma Pada serangan penyakit asma yang ringan apalagi frekuensinya jarang, penderita boleh memakai obat bronkodilator, baik bentuk tablet, kapsul maupun sirup. Tetapi bila ingin agar gejala penyakit asmanya cepat hilang, jelas aerosol lebih baik.Pada serangan yang lebih berat, bila masih mungkin dapat menambah dosis obat, sering lebih baik mengkombinasikan dua atau tiga macam obat. Misalnya mula-mula dengan aerosol atau tablet/sirup simpatomimetik (menghilangkan gejala) kemudian dikombinasi dengan teofilin dan kalau tidak juga menghilang baru ditambahkan kortikosteroid.Pada penyakit asma kronis bila keadaannya sudah terkendali dapat dicoba obat-obat pencegah penyakit asma. Tujuan obat-obat pencegah serangan penyakit asma ialah selain untuk mencegah terjadinya serangan penyakit asma juga diharapkan agar penggunaan obat-obat bronkodilator dan steroid sistemik dapat dikurangi dan bahkan kalau mungkin dihentikan.Sumber : http://medicastore.com/asma/pencegahan_asma.php

Page 16: Tugas Mandiri 3 Respirasi