tugas mandiri farmasi
Embed Size (px)
DESCRIPTION
nbTRANSCRIPT

TUGAS MAKALAH
INFEKSI SALURAN KEMIH
Disusun Oleh :
Dwi Septiadi Badri
G99141147
KEPANITERAAN KLINIK LAB/UPF FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET/RSUD
Dr MOEWARDI SURAKARTA
2014
1

BAB I
PENDAHULUAN
ISK (Infeksi Saluran Kemih) adalah adanya bakteri pada urin yang disertai
dengan gejala infeksi. Ada pula yang mendefinisikan ISK sebagai gejala infeksi
yang disertai adanya mikroorganisme patogenik pada urin, uretra, kandung kemih,
atau ginjal.
Infeksi saluran kemih sering terjdi pada wanita. Salah satu penyebabnya
adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah
melewati jalur ke kandung kemih. Faktor lain yang berperan adalah
kecenderungan untuk menahan urin serta iritasi kulit lubang uretra sewaktu
berhubungan kelamin. Uretra yang pendek meningkatkan kemungkinan
mikroorganisme yang menempel dilubang uretra sewaktu berhubungan kelamin
memiliki akses ke kandung kemih. Wanita hamil mengalami relaksasi semua otot
polos yang dipengaruhi oleh progesterone, termasuk kandung kemih dan ureter,
sehingga mereka cenderung menahan urin dibagian tersebut. Uterus pada
kehamilan dapat pula menghambat aliran urin pada keadaan-keadaan tertentu.
Faktor protektif yang melawan infeksi saluran kemih pada wanita adalah
pembentukan selaput mukus yang dependen estrogen di kandung kemih. Mukus
ini mempunyai fungsi sebagai antimikroba. Pada menopause, kadar estrogen
menurun dan sistem perlindungan ini lenyap sehingga pada wanita yang sudah
mengalami menopause rentan terkena infeksi saluran kemih. Proteksi terhadap
infeksi saluran kemih pada wanita dan pria, terbentuk oleh sifat alami urin yang
asam dan berfungsi sebagai antibakteri.
Infeksi saluran kemih pada pria jarang terjadi, pada pria dengan usia yang
sudah lanjut, penyebab yang paling sering adalah prostatitis atau hyperplasia
prostat. Prostat adalah sebuah kelenjar seukuran kenari yang terletak tepat di
bawah saluran keluar kandug kemih. Hiperplasia prostat dapat menyebabkan
obstruksi aliran yang merupakan predisposisi untuk timbulnya infeksi dalam
keadaan normal, sekresi prostat memiliki efek protektif antibakteri.
2

Pengidap diabetes juga berisiko mengalami infeksi saluran kemih berulang
karena tingginya kadar glukosa dalam urin, fungsi imun yamg menurun, dan
peningkatan frekuensi kandung kemih neurogenik. Individu yang mengalami
cedera korda spinalis atau menggunakan kateter urin untuk berkemih juga
mengalami peningkatan risiko infeksi.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi akibat
terbentuknya koloni kuman di saluran kemih. Beberapa istilah penting yang sering
dipergunakan dalam klinis mengenai ISK adalah:
1. ISK sederhana, yaitu ISK pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi
maupun kelainan struktur saluran kemih.
2. ISK kompleks, yaitu ISK yang terjadi pada pasien yang menderita
kelainan anatomis/ struktur saluran kemih, atau adanya penyakit
sistemik. Kelainan ini akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh
antibiotika.
3. First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection, yaitu ISK
yang baru pertama kali diderita atau infeksi yang didapat setelah
sekurangkurangnya 6 bulan bebas dari ISK.
4. Infeksi berulang, yaitu timbulnya kembali bakteriuria setelah
sebelumnya dapat dibasmi dengan pemberian antibiotika pada infeksi
yang pertama. Timbulnya infeksi berulang ini dapat berasal dari re-
infeksi atau bakteriuria persisten. Pada re-infeksi kuman berasal dari
luar saluran kemih, sedangkan bakteriuria persisten bakteri penyebab
berasal dari dalam saluran kemih itu sendiri.
II. Etiologi
Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang
biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram
negatif tersebut, ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian
diikuti oleh Proteus sp., Klebsiella sp., Enterobacter sp., dan Pseudomonas sp.
Jenis penyebab ISK non-bakterial adalah biasanya adenovirus yang dapat
menyebabkan sistitis hemoragik. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK
melalui cara hematogen adalah brusella, nocardia, actinomises, dan
4

Mycobacterium tubeculosa. Candida sp merupakan jamur yang paling sering
menyebabkan ISK terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin,
pasien dengan penyakit imunnocompromised, dan pasien yang mendapat
pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering
ditemukan adalah Candida albicans dan Candida tropicalis. Semua jamur
sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen.
Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu :
1. Bendungan aliran urin, terdiri atas:
a. Anomali kongenital
b. Batu saluran kemih
c. Oklusi ureter (sebagian atau total)
2. Refluks vesikoureter
3. Urin sisa dalam buli-buli karena :
a. Neurogenic bladder
b. Striktura uretra
4. Hygienitas
5. Instrumentasi
a. Kateter
b. Dilatasi uretra
c. Sitoskopi
III. Patogenesis dan Patofisiologi
Saluran kemih merupakan area yang seharusnya bebas dari
mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat
mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembangbiak di dalam
media urin. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari
flora normal usus dan hidup secara komensal di introitus vagina, prepusium
penis,kulit perineum, dan sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih
melalui 4 cara, yaitu:
1. Ascending;
2. hematogen;
5

3. limfogen;
4. langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau
eksogen sebagai akibat dari pemakaian intrumen.
Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending. Namun,
secara umum, infeksi paling sering terjadi dengan cara ascending, walaupun
infeksi secara hematogen dapat terjadi pada anak usia infant.
1. Infeksi Ascending
Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu:
a. Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina;
b. masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli;
c. multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih;
d. naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.
Gambar 1. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih.
(1)kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2)masuknya kumen melalui uretra ke buli-
buli, (3)penempelan kuman pada dinding buli-buli, (4)masuknya kumen melaui
ureter ke ginjal
.
Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan
antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel
saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena
pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agen yang
meningkat.
6

2. Hematogen
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada seseorang dengan daya tahan
tubuh rendah. Infeksi ini sering terjadi pada anak usia infant, anak dengan daya
tahan tubuh yang rendah karena menderita sesuatu penyakit kronis, atau pada
anak yang mendapatkan pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa
juga timbul akibat adanya fokus infeksi di tempat lain, misalnya infeksi S. aureus
pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tulang,
kulit, endotel, atau tempat lain. M. Tuberculosis, Salmonella sp., pseudomonas
sp., Candida albicans, dan Proteus sp termasuk jenis bakteri/ jamur yang dapat
menyebar secara hematogen. Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini
dapat mengakibatkan infeksi ginjal yang berat, misal infeksi Staphylococcus dapat
menimbulkan abses pada ginjal.
IV. Diagnosis
Gambaran Klinis
Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa
gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat. Gejala yang sering timbul
adalah disuria, polakisuria, dan urgensi yang biasanya terjadi bersamaan,disertai
nyeri suprapubik dan daerah pelvis. Pada bayi baru lahir, dapat terjadi ikterik.
Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi, yaitu:
1. Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri supra
pubik, disuria, frekuensi, hematuri, urgensi, dan stranguria.
2. Pada ISK bagian atas, dapat ditemukan gejala demam, kram, nyeri
punggung, muntah, dan penurunan berat badan. Pada ISK bagian atas,
terkadang dapat pula ditemukan skoliosis.
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang
menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih, antara lain:
7

1. Urinalisis
Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui
urin porsi tengah, pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak
laki-laki dan perempuan yang sudah bisa berkemih sendiri, maka cara
pengumpulan spesimen yang dapat dipilih adalah dengan cara urin porsi tengah.
Urin yang dipergunakan adalah urin porsi tengah (midstream). Untuk bayi dan
anak kecil, spesimen didapat dengan memasang kantong steril pada genitalia
eksterna. Cara terbaik dalam pengumpulan spesimen adalah dengan cara pungsi
suprapubik, walaupun tingkat kesulitannya paling tinggi dibanding cara yang lain
karena harus dibantu dengan alat USG untuk memvisualisasikan adanya urine
dalam vesica urinaria.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa
diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri
lapangan pandang minyak emersi.
b. Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk
memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna,
yaitu:
Tabel 1. Kriteria untuk diagnosis bakteriuria bermakna
Pengambilan spesimen Jumlah koloni bakteri per ml urin
Aspirasi supra pubik > 100 cfu/ml dari 1 atau lebih
organisme patogen
Kateter > 20.000 cfu/ml dari 1 organisme
patogen
Urine bag atau urin porsi tengah > 100.000 cfu/ml
8

3. Tes Kimiawi
Beberapa tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria,
diantaranya yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya
adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococci mereduksi nitrat.
4. Tes Plat – Celup (Dip-Slide)
Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan
plastik bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihan
padat khusus. Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan
digenangi urin. Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabung
plastik tempat penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37oC selama satu
malam. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola
pertumbuhan kuman yang terjadi dengan serangkaian gambar yang
memperlihatkan pola kepadatan koloni antara 1000 hingga 10.000.000 cfu per mL
urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat.
Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui.
b. Radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan radiologis pada ISK prinsipnya adalah untuk mendeteksi
adanya faktor predisposisi infeksi saluran kemih, yaitu hal – hal yang mengubah
aliran urin dan stasis urin, atau hal – hal yang menyebabkan gangguan fungsional
saluran kemih. Pemeriksaan tersebut antara lain berupa:
a. Foto polos abdomen
Dapat mendeteksi sampai 90% batu radio opak
b. Pielografi intravena (PIV)
Memberikan gambaran fungsi eksresi ginjal, keadaan ureter, dan distorsi
system pelviokalises. Untuk penderita: pria (anak dan bayi setelah episode
infeksi saluran kemih yang pertama dialami, wanita (bila terdapat
hipertensi, pielonefritis akut, riwayat infeksi saluran kemih, peningkatan
kreatinin plasma sampai < 2 mg/dl, bakteriuria asimtomatik pada
kehamilan, lebih dari 3 episode infeksi saluran kemih dalam setahun. PIV
9

dapat mengkonfirmasi adanya batu serta lokasinya. Pemeriksaan ini juga
dapat mendeteksi batu radiolusen dan memperlihatkan derajat obstruksi
serta dilatasi saluran kemih. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setelah
> 6 minggu infeksi akut sembuh, dan tidak dilakukan pada penderita yang
berusia lanjut, penderita DM, penderita dengan kreatinin plasma > 1,5
mg/dl, dan pada keadaan dehidrasi.
c. Sistouretrografi saat berkemih
Pemeriksaan ini dilakukan jika dicurigai terdapat refluks vesikoureteral,
terutama pada anak – anak.
d. Ultrasonografi ginjal
Untuk melihat adanya tanda obstruksi/hidronefrosis, scarring process,
ukuran dan bentuk ginjal, permukaan ginjal, masa, batu, dan kista pada
ginjal.
e. Pielografi antegrad dan retrograde
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat potensi ureter, bersifat invasive
dan mengandung factor resiko yang cukup tinggi. Sistokopi perlu
dilakukan pada refluks vesikoureteral dan pada infeksi saluran kemih
berulang untuk mencari factor predisposisi infeksi saluran kemih.
f. CT-scan
Pemeriksaan ini paling sensitif untuk menilai adanya infeksi pada
parenkim ginjal, termasuk mikroabses ginjal dan abses perinefrik.
Pemeriksaan ini dapat membantu untuk menunjukkan adanya kista
terinfeksi pada penyakit ginjal polikistik. Perlu diperhatikan bahwa
pemeriksaan in lebih baik hasilnya jika memakai media kontras, yang
meningkatkan potensi nefrotoksisitas.
g. DMSA scanning
Penilaian kerusakan korteks ginjal akibat infeksi saluran kemih dapat
dilakukan dengan skintigrafi yang menggunakan (99mTc)
dimercaptosuccinic acid (DMSA). Pemeriksaan ini terutama digunakan
untuk anak – anak dengan infeksi saluran kemih akut dan biasanya
10

ditunjang dengan sistoureterografi saat berkemih. Pemeriksaan ini 10 kali
lebih sensitif untuk deteksi infeksi korteks ginjal dibanding ultrasonografi.
V. Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah untuk eradikasi bakteri
penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai dan mengkoreksi kelainan
anatomis yang merupakan faktor predisposisi.
Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala,
mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi
risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang
sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal. Oleh karena itu, pola
pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan anatomi saluran kemih,
serta faktor-faktor penyerta lainnya. Tata cara pengobatan :
1. Menggunakan pengobatan dosis tunggal.
2. Menggunakan pengobatan jangka pendek antara 10-14 hari.
3. Menggunakan pengobatan jangka panjang antara 4-6 minggu.
4. Menggunakan pengobatan pencegaham (profilaksis) dosis rendah.
5. Menggunakan pengobatan supresif, yaitu pengobatan lanjutan jika
pemberantasan (eradikasi) bakteri belum memberikan hasil
Pemilihan antibiotik sangat dipengaruhi oleh bentuk resistensi lokal suatu
daerah. Amoksisilin secara tradisional merupakan antibiotik lini pertama untuk
ISK pada anak-anak. Namun, peningkatan angka resistensi E.coli terhadap
antibiotik ini menjadikan angka kegagalan kesembuhan ISK yang diterapi dengan
antibiotik ini menjadi tinggi. Uji sensitivitas antibiotik menjadi pilihan utama
dalam penentuan antibiotik yang dipergunakan. Antibiotik yang digunakan untuk
pengobatan infeksi saluran kemih terbagi dua, yaitu antibiotika oral dan
parenteral.
1. Antibiotika Oral
a. Sulfonamida
11

Antibiotika ini digunakan untuk mengobati infeksi pertama kali.
Sulfonamida umumnya diganti dengan antibiotika yang lebih aktif karena
sifat resistensinya. Keuntungan dari sulfonamide adalah obat ini harganya
murah.
b. Trimetoprim-sulfametoksazol
Kombinasi dari obat ini memiliki efektivitas tinggi dalam melawan
bakteri aerob, kecuali Pseudomonas aeruginosa. Obat ini penting untuk
mengobati infeksi dengan komplikasi, juga efektif sebagai profilaksis pada
infeksi berulang. Dosis obat ini adalah 160 mg dan interval pemberiannya
tiap 12 jam.
c. Penicillin
Ampicillin adalah penicillin standar yang memiliki aktivitas
spektrum luas, termasuk terhadap bakteri penyebab infeksi saluran
urin. Dosis ampicillin 1000 mg dan interval pemberiannya tiap 6
jam.
Amoxsicillin terabsorbsi lebih baik, amoxsicillin dikombinasikan
dengan clavulanat lebih disukai untuk mengatasi masalah resistensi
bakteri. Dosis amoxsicillin 500 mg dan interval pemberiannya tiap
8 jam. Sekitar 50% bakteri penyebab ISK resisten terhadap
amoxicillin.
d. Cephaloporin
Cephalosporin tidak memiliki keuntungan utama dibanding dengan
antibiotika lain yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih,
selain itu obat ini juga lebih mahal. Cephalosporin umumnya digunakan
pada kasus resisten terhadap amoxsicillin dan trimetoprim-
sulfametoksazol.
e. Tetrasiklin
Antibiotika ini efektif untuk mengobati infeksi saluran kemih tahap
awal. Sifat resistensi tetap ada dan penggunannya perlu dipantau dengan
12

tes sensitivitas. Antibotika ini umumnya digunakan untuk mengobati
infeksi yang disebabkan oleh chlamydial.
f. Quinolon
Asam nalidixic, asam oxalinic, dan cinoxacin efektif digunakan
untuk mengobati infeksi tahap awal yang disebabkan oleh bakteri E. coli
dan Enterobacteriaceae lain, tetapi tidak terhadap Pseudomonas
aeruginosa. Ciprofloxacin dan ofloxacin diindikasikan untuk terapi
sistemik. Dosis untuk ciprofloxacin sebesar 50 mg dan interval
pemberiannya tiap 12 jam. Dosis ofloxacin sebesar 200-300 mg dan
interval pemberiannya tiap 12 jam.
g. Nitrofurantoin
Antibiotika ini efektif sebagai agen terapi dan profilaksis pada
pasien infeksi saluran kemih berulang. Keuntungan utamanya adalah
hilangnya resistensi walaupun dalam terapi jangka panjang.
h. Azithromycin
Berguna pada terapi dosis tunggal yang disebabkan oleh infeksi
chlamydial.
i. Methanamin Hippurat dan Methanamin Mandalat
Antibiotika ini digunakan untuk terapi profilaksis dan supresif
diantara tahap infeksi.
2. Antibiotika Parenteral.
a. Amynoglycosida
Gentamicin dan Tobramicin mempunyai efektivitas yang sama,
tetapi gentamicin sedikit lebih mahal. Tobramicin mempunyai aktivitas
lebih besar terhadap pseudomonas memilki peranan penting dalam
pengobatan onfeksi sistemik yang serius. Amikasin umumnya digunakan
untuk bakteri yang multiresisten. Dosis gentamicin sebesar 3-5 mg/kg
berat badan dengan interval pemberian tiap 24 jam dan 1 mg/kg berat
badan dengan interval pemberian tiap 8 jam.
b. Penicillin
13

Penicillin memilki spectrum luas dan lebih efektif untuk menobati
infeksi akibat Pseudomonas aeruginosa dan enterococci. Penicillin sering
digunakan pada pasien yang ginjalnya tidak sepasang atau ketika
penggunaan amynoglycosida harus dihindari.
c. Cephalosporin
Cephalosporin generasi kedua dan ketiga memiliki aktivitas
melawan bakteri gram negative, tetapi tidak efektif melawan
Pseudomonas aeruginosa. Cephalosporin digunakan untuk mengobati
infeksi nosokomial dan uropsesis karena infeksi pathogen.
d. Imipenem/silastatin
Obat ini memiliki spectrum yang sangat luas terhadap bakteri gram
positif, negative, dan bakteri anaerob. Obat ini aktif melawan infeksi yang
disebabkan enterococci dan Pseudomonas aeruginosa, tetapi banyak
dihubungkan dengan infeksi lanjutan kandida. Dosis obat ini sebesar 250-
500 mg ddengan interval pemberian tiap 6-8 jam.
e. Aztreonam
Obat ini aktif melawan bakteri gram negative, termasuk
Pseudomonas aeruginosa. Umumnya digunakan pada infeksi nosokomial,
ketika aminoglikosida dihindari, serta pada pasien yang sensitive terhadap
penicillin. Dosis aztreonam sebesar 1000 mg dengan interval pemberian
tiap 8-12 jam.
Obat-obatan seperti asam nalidiksat atau nitrofurantoin tidak digunakan
pada anak-anak yang dikhawatirkan mengalami keterlibatan ginjal pada ISK.
Selain itu nitrofurantoin juga lebih mahal dari cotrimoxazole dan memiliki efek
samping seperti mual dan muntah. Fluoroquinolon yang sering dipergunakan pada
pasien dewasa tidak pernah dipergunakan pada anak-anak karena mengganggu
perkembangan pada sistem muskuloskeletal dan sendi.
Lama pemberian antibiotik pada ISK umumnya masih menjadi
kontroversi. Pada pasien dewasa, pemberian antibiotik selama 1-3 hari telah
menunjukkan perbaikan berarti, namun dari berbagai penelitian, lamanya
antibiotik diberikan pada anak adalah sebaiknya 7-14 hari.
14

Jika tidak ada perbaikan dalam 2 hari setelah pengobatan, contoh urin
harus kembali diambil dan diperiksa ulang. Kultur ulang setelah 2 hari pengobatan
umumnya tidak diperlukan jika diperoleh perbaikan dan bakteri yang dikultur
sebelumnya sensitif terhadap antibiotik yang diberikan. Jika sensitivitas bakteri
terhadap antibiotik yang diberikan atau tidak dilakukan tes sensitivitas/resistensi
sebelumnya, maka kultur ulang dilakukan setelah 2 hari pengobatan.
Antibiotik profilaksis tidak dianjurkan diberikan pada anak penderita ISK.
Dalam penelitiannya, Conway et al menyatakan bahwa pemberian antibiotik
profilaksis berkaitan erat dengan meningkatnya risiko terjadinya resistensi dan
tidak adanya pengurangan dalam risiko terjadinya ISK berulang maupun renal
scarring. Pada anak penderita refluks vesiko-urinaria, antibiotik profilaksis tidak
memberikan efek berarti dalam pengurangan risiko terjadinya ISK berulang,
sehingga pemberian antibiotik profilaksis tidaklah diperlukan.
VI. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain batu
saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multisistem,
dan gangguan fungsi ginjal. Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi
ISK yang terjadi jangka panjang adalah terjadinya renal scar yang berhubungan
erat dengan terjadinya hipertensi dan gagal ginjal kronik.
VII. Prognosis
Prognosis infeksi saluran kemih adalah baik bila dapat diatasi faktor
pencetus dan penyebab terjadinya infeksi tersebut.
15

BAB III
STATUS PENDERITA
1. Anamnesa
a. Identitas Penderita
Nama : Ny. A
Umur : 34 th
Jenis Kelamin : perempuan
Status pernikahan: kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : karyawan swasta
Alamat : palur, karanganyar
b. Keluhan Utama : sering anyang-anyangen
c. Riwayat Penyakit Sekarang : sejak 4 hari terekahir pasien
mengeluhkan sering anyang-anyangen, pasien juga mengeluhkan
nyeri perut bawah dan perasaan tidak nyaman di daerah panggul, nyeri
hilang timbul, dan sering ingin buang air kecil.Kadang-kadang pasien
merasa demam sumer-sumer. Pasien mengaku sering menahan
kencing karena urusan pekerjaan. Belum pernah diobati.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : pernah anyang-anyangen tapi
diabaikan karena belum merasa terganggu
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
e. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum jamu : disangkal
16

Riwayat minum minuman keras : disangkal
f. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Sakit ginjal : disangkal
g. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta,pasien sering
disibukkan dengan pekerjaannya, pasien mempunyai seorang suami
dan 2 orang anak. Pasien melakukan aktivitas seksual teratur.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik, kompos mentis, gizi cukup
b. Tanda vital
- Tensi : 120/80
- Nadi : 88
- Suhu : 37,9°C
- Frekuensi nafas : 20
c. Status Gizi
- BB : 50 kg
- TB : 1,55 m
- BMI : 20,8 kg/m2
d. Kulit : ikterik (-), turgor kurang (-), petechie (-), anemis (-)
e. Kepala : mesocephal, rambut warna hitam, luka (-)
f. Mata : konjunctiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), perdarahan
palpebra (-/-), pupil isokor dengan diameter (3mm/3mm), reflek
cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)
g. Telinga : membrane timpani intak, secret (-/-), nyeri tekan tragus
(-/-)
17

h. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-), epistaksis (-/-),
fungsi penghidu baik
i. Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah tremor
(-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-)
j. Leher : Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi
tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-)
k. Thorax
- Retraksi (-)
- Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
- Paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi :suara dasar (vesikuler / vesikuler), suara tambahan
(-/-)
l. Punggung
- Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis
(-)
- Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
- Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)
m. Abdomen
- Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
- Auskultasi : peristaltik (+) normal
- Perkusi : tympani
n. Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
18

o. Genitalurinari : secret (-), ulkus (-)
p. Ekstremitas
- atas : oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-), clubbing
finger (-/-), spoon nail (-/-)
- bawah : oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-), clubbing
finger (-/-), spoon nail (-/-)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Darah
Hb : 12,2 g/dL (12 – 15,6)
Hct : 36 % (33 – 45)
AL : 14,1. 103/µL (4,5 – 14,5)
AT : 208. 103/µL (150 – 450)
AE : 4,10 106/ µL (4,10 – 5,10)
GDS : 95 mg/dL (80 – 110)
GDP : 102 mg/dL (70 – 110)
Pemeriksaan Laboratorium Urin
Makroskopis
- Warna : kuning
- Kejernihan : agak keruh
Kimia urin
- Berat jenis :1.015 (1.003 – 1.030)
- pH : 6,5 (6 -7)
- leukosit : 3000/mm3 (2000/mL)
- nitrit : negatif (-)
- glukosa : negatif (-)
- protein : 25 mg/dL (20mg/dL)
- urobilinogen : positif (+)
- bilirubin : negatifl (-)
-
19

Mikroskopis
- eritrosit : 1-2/LPB
- leukosit : 6-8/LBP
- Epitel
Squamous : 6-8/LPK
Transisional : 1-2/LPK
Bulat : negative
- Kristal
Amorf : positif
4. Diagnosis
ISK
5. Tujuan Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah ISK bawah antara lain:
a. mencegah dan menghilangkan gejala
- anyang-anyangen, rasa tidak nyaman di daerah perut bagian
bawah, demam dengan Antibiotika dan Analgesik Antipiretik
b. mencegah bakteriemia dengan Antibiotika
c. mencegah dan mengurangi resiko kerusakan jaringan ginjal yang
mungkin timbul dengan terapi nonfarmakologis
6. Pengobatan
a. medikamentosa
R/ Bactrim tab mg 480 no XX
Ѕ 2 dd tab II
R/ Paracetamol tab mg 500 no XV
Ѕ prn 1-3 dd tab I
Pro: Ny. A (34 tahun)
20

b. nonmedikamentosa
- pasien diharapkan untuk mengubah kebiasan hidupnya, tidak
menunda waktu untuk berkemih
- minum air yang banyak ±8 gelas sehari
- menjaga kebersihan daerah genetalia eksterna, dengan
membersihkan alat genital dari arah depan ke belakang.
- Menghindari pemakaian celana ketat.
- Mengganti pakaian dalam setiap hari.
7. Pembahasan Obat
a. Bactrim
- Antibiotik digunakan untuk eradikasi kuman patogen penyebab
infeksi. Sebelum ada biakan dari hasil tes sensitivitas, pasien diberi
antibiotik yang efektif dan mempunyai efek samping kecil.
Pengobatan infeksi akut tergantung dari berat ringannya infeksi,
biasanya selama 5-7 hari. Jika belum tahu jenis bakterinya gunakan
Bactrim 2x2 (480 mg). Bactrim adalah nama paten yang merupakan
kombinasi sulfametosazol(400mg) dan trimetroprim(80mg)
(cotrimoksazol) merupakan plihan pertama pada isk dengan
komplikasi. Efektif untuk gram positif dan negative. Walaupun
keduanya hanya bersifat bakteristatik namun kombinasi berkhasiat
bakterisid. Keuntungannya timbulnya resistensi lebih lambat. Karena
bakteri yang resisten dengan satu komponen masih dapat dimusnahkan
dengan komponen lain. Kontraindikasinya : kerusakan parenkim hati,
gagal ginjal berat, hamil, hipersensitifitas. ISK akut tanpa komplikasi
3 tablet forte dosis tunggal(10 mg). Pada anak-anak diberikan bentuk
sirup 2 x sehari 6 mg-5 bln 2,5 ml, 6 bln-5 th 5 ml, 6 th -12 th 5-10 ml.
diberikan segera sesudah makan. Efek samping : mual, muntah, hilang
nafsu makan, kemerahan pada kulit.
21

b. Paracetamol
- Paracetamol diberikan untuk menghilangkan gejala demam yang
timbul akibat infeksi saluran kemih. Diminum bila demam timbul.
Untuk dewasa dosis Paracetamol adalah 500mg, untuk anak dosis
paracetamol dapat dihitung menurut berat badan atau usia.
- Keberhasilan pengobatan pada ISK simptomatik ini adalah hilangnya
gejala dan bukan hilangnya bakteri.
- Evaluasi ulang dengan kecurigaan adanya kelainan anatomi atau
struktural dapat mulai dipertimbangkan bila terjadi ISK berulang > 2
kali dalam waktu 6 bulan.
22

DAFTAR PUSTAKA
1. Naber KG, Bergman B, Bishop MC, Johansen TEB, Botto H, Lobel B
(ed). European Association of Urology : Guidelines on Urinary and Male
Genital Tract Infections. 2001.
2. Berger RE. Sexually Transmitted Disease: The Classic Disease. Dalam :
Walsh PC. Campbell`s Urology Vol 1. 8th edition. WB Saunders
Company. 2002 ; 671-92.
3. Johnson. CC, MD. Definitions, Classification and Clinical Presentation of
Urinary Tract Infections. Med. Clin of North Am 1991; 75:2. 241-52.
4. Tseng CC, et al. Role of Host and Bacterial Virulence Factors in the
Development of Upper Urinary Tract Infection Caused by E. Coli. Am J of
Kidney Dis 2002; 39:4. 744-752.
5. Jawetz E et al (eds) : Medical MIcrobiology, 19th ed , Appleton and
Lange, Norwalk, Connecticut/San Mateo Californiam 1991.
6. Jawetz. E , Melnick & Adelberg : Mikrobiologi Kedokteran, edisi 20 EGC
Jakarta 1996
23