lembar tugas mandiri
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kvTRANSCRIPT
-
Lembar Tugas Mandiri
Manajemen Cardiac Arrest Nindia Latwo Septipa (1306376282)
Pendahuluan
Penyakit jantung masih merupakan penyabab utama dari kematian di banyak negara, sebut
saja Amerika Serikat, dengan estimasi 3000.000 sampai 500.000 kematian tiap tahunnya.
Sedangkan di Indonesia sendiri data dari Riskesdas tahun 2014 menyatakan bahwa penyakit
jantung khususnya penyakit jantung koroner menempati angka prevalensi 1,5% di
Indonesia1,4
. Meninggal mendadak didahului kejadian henti jantung terlebih dahulu, dimana
penanganan henti jantung ini mayoritas terjadi di luar rumah sakit, sehingga hal ini semakin
memperkecil angka keberhasilan dari penanganan. Penanganan dari henti jantung ini adalah
dengan memberikan bantuan hidup dasar (BHD) kepada pasien. BHD menjadi penting karena
pasien yang mengalami henti jantung, bila tidak diberikan penanganan berupa BHS maka
setiap menitnya kemampuan survival pasien akan menurun 7-10%4. Bagi seorang dokter
umum apalagi, keterampilan melakukan BHS sudah termasuk kompetensi IVA, sehingga
sangat penting bagi kita tahu dan terampil dalam melakukan BHS yang kemudian akan coba
saya bahas dalam tulisan ini.
Isi
Dalam tulisan ini, manajeman henti jantung sendiri akan difokuskan pada guideline yang
berasal dari American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resucitation and
Emergency Cardiovascular Care tahun 2010.
Bantuan hidup dasar merupakan tindakan dasar untuk menyelamatkan hidup pasien yang
mengalami henti jantung, atau lebih lengkapnya adalah suatu tindakan yang mempertahankan
suatu patensi jalan napas dan pemberian napas bantuan untuk mempertahankan sirkulasi
tanpa menggunakan alat bantu kecuali alat pelindung diri. Sebelumnya henti jantung ini
disebabkan oleh gangguan irama jantung yakni : fibrilasi ventrikel ( VF) , takikardia ventrikel
tanpa nadi ( VT), aktivitas elektrikal tanpa nad (PEA) dan asistol4. VF dan VT tanpa nadi ,
keduanya menyebabkan tidak adanya aliran darah ke pembuluh darah, sedangkan PEA adalah
irama elektik darijantung yang heterogen dimana tidak ada aktivitas mekanikal dari ventrikel
atau aktivitas mekanikal ini tidak cukup untuk menghasilkan nadi yang bisa dideteksi4.
Asistol merupakan tidak adanya aktivitas elektrik dari ventrikel yang terdeteksi. Pada
keadaan henti jantung, jantung berhenti memompa darah ke seluruh tubuh, sehingga perfusi
menurun drastis dan orang tersebut bisa langsung pingsan, sehingga peran dari BHD ini
adalah untuk mengembalikan sirkulasi sampai ke sirkulasi spontan orang tersebt
(ROSC/return of spontaneus circulation) 4
.
BHD berisi rantai keselamatan ( chain of survival ) yang menjadi pedoman untuk melakukan
BHD ini, meliputi :
1. Pengenalan dini terhadap tanda henti jantung mendadak dan meminta pertolongan
-
2. Resusitasi jantung paru sedini mungkin dengan penekanan pada kompresi jantung
yang berkualitas
3. Defibrilasi segera sesuai indikasi
4. Bantuan hidup lanjut (BHL) yang efektif
5. Perawatan pasca henti jantung yang terintegrasi
Gambar 1. Chain of Survival
AHA. Chain of Survival [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available from:
http://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-
Survival_UCM_307516_Article.jsphttp://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-
Survival_UCM_307516_Article.jsp -
Permasalahan dilapangan adalah pada kasus henti jantung, banyak orang awam bahkan
petugas penyelamat juga banyak yang tidak bisa mengenali apakah pasien tersebut
mengalami henti jantung. padahal keterlambatan mengenali ini sudah menghabiska waktu
dan semakin menurunkan tingkat keselamatan pasien. Intinya baik orang awam apalagi
petugas penyelamat harus bisa dengan cepat mengenali orang yang mengalami henti jantung
dan butuh BHD segera, dan langsung mengaktifkan sistem tanggap darurat2. Sistem tanggap
darurat ini bisa dilakukan untuk dengan menghubungi 118 dan kemudian sebutkan :
a. Nama penolong b. Lokasi tempat kejadian c. Informasi mengenai korban ( identitas baik nama, usia, jenis kelamin ; status baik
sadar atau tidak sadar
d. Perkiraan napas korban e. Tanyakan bantuan kira kira akan sampai
Bila penolong adalah petugas kesehatan, maka lanjutkan dengan memberikan kompresi dada
sebagai pengganti CPR pada pasien2. Namun bila penolong adalah orang awam, maka saat
menghubungi bantuan, tanyakan hal apa yang dapat dilakukan pada korban2.
Indikasi diperlukannya BHD adalah pada seseorang yang mengalami :
1. Hilang kesadaran ( dapat dicek dengan AVPU A : Alert ( goyang goyangkan
badan); V : Voice ( memanggil korban); P: Pain ( menggerus sternum ); U :
unresponsive2
2. Tidak ada respons2
3. Tidak bernapas, atau adanya napas yang tidak normal seperti gasping2
Biasanya bila melihat seseorang kolaps untuk menentukan seseorang terseut membutuhkan
BHD atau tidak, akan dilakukan juga pengecekan nadi, namun hal ini memakan waktu,
-
padahal waktu yang diperbolehkan untuk pengecekan nadi sendiri adalah 10 sekon, dan
selanjutnya harus bergegas melakukan kompresi dada2. Oleh karena itu, pengecekan nadi bisa
tidak dilakukan bila penyelamat menemukan seseorang tersebut telah mengalami tiga indikasi
di atas. Namun jangan sampai dilupakan, bahwa keselamatan penolong juga yang utama,
sehingga sebelum kita menolong seseorang yang mengalami indikasi di atas, kita harus
mengamankan lokasi dan amankan diri bisa menggunakan alat pelindung diri2.
CPR
CPR sendiri terdiri dari Compression, Airway dan Breathing (CAB) . Bila menilik pada
guideline AHA pada tahun 2005, dapat dilihat perbedaan yang mencolok dalam tahap yang
dilakukan dalam BHD ini, dimana pada tahun 2005, AHA lebih mengutamakan untuk
mengamankan jalan napas dan pernapasan ( Airway , Breathing) dari seseorang dulu, baru
kompresi dada ( Compression) 2
. Namun sekarang kompresi dada merupakan hal yang utama
dilakukan, dengan alasan bahwa menjaga perfusi darah ke jaringan lebih penting, dan juga
pasien dengan henti jantung penyebab utamanya biasanya VT atau VF sehingga
membutuhkan kompresi dada terlebih dahulu.
Gambar 2. CPR.
AHA. Chain of Survival [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available from:
http://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-
Survival_UCM_307516_Article.jsphttp://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovas
cularCareECC/Chain-of-Survival_UCM_307516_Article.jsp -
Kompresi dada
Kompresi dada harus dilakukan sesegera mungkin, dan haruslah dilakukan dengan benar
serta harus PUSH HARD dan PUSH FAST. Kompresi dada pada korban yang dewasa
dilakukan sebanyak 30 kali kemudian diikuti nafas buatan 2 kali, 30: 2 ini disebut satu siklus
dan ini terus dilakukan sampai korban mendapatkan defibrilasi dalam 2 menit, penyelamat
harus bisa melakukan lima siklus dan kemudian setiap dua menit dilakukan pengecekan ritme
pasien2. Namun bila korban adalah anak anak usia 1- 8 tahun maka kompresi dilakukan
dengan dua tangan atau satu tangan dengan mempertimbangkan besar tubuh si anak . pada
-
bayi usia 1-12 bulan, kompresi dada dilakukan dengan dua jari di tengah dada dan ditekan
sedalam 4 cm2.
Kompresi dada ini memegang peranan penting dan harus berhasil karena bila tidak, maka
perfusi ke otak dan jaringan tubuh tidak ada, sehingga tingkat keselamatan pasien malah akan
semakin menurun2.
Keberhasilan BHD, bergantung pada kompresi dada yang berkualitas, denga2 syarat :
a. Minimal 100 kali kompresi harus dilakukan per menitnya2
b. 5cm adalah kedalaman kompresi 2
c. Membiarkan dinding dada untuk recoil sempurna di antara kompresi2
d. Meminimalkan interupsi kompresi2
Bantuan napas
Pemberian bantaun napas dapat dilakukan dengan napas buatan dan ini memenuhi bagian
Airway dan Breathing. Namun seperti yang dikatakan sebelumnya, dalam BHD kompresi
adalah yang utama, dan jika penolong hanya satu orang dan tidak mampu melakukan napas
buatan, penolong boleh hanya melakukan kompresi dada.
Napas buatan yang diberikan akan lebih baik diberikan tidak berlebihan. Manuver yang
digunakan dalam memberikan bantuan napas adalah dengan head tilt chin lift ( bila tidak ada
curiga cedera servikal), dan jaw thrust ( bila curiga ada cedera servikal).
Gambar 3 (kiri) . Head tilt chin lift. ; gambar 4( kanan ). Jaw thrust Head tilt chin lift [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available from: http://www.firstaidreference.com/what-does-a-head-tilt-chin-lift-do/43/
Penyelamat bisa memberikan napas buatan memalui mulut ke mulut atau bag mask atau dari
mulut ke hidung pada bayi , yang tujuannya adalah untuk memberikan oksigenasi dan
ventilasi, dengan cara :
1. Memberikan satu tiupan napas dalam satu detik2
2. Pemberian napas buatan ini harus sampai dinding dada terangkat ke atas sedikit. 2
-
Berikut algoritma yang biasa diterapkan pada BHD
Gambar 5. Algoritma sederhana BHD Algorithm of BLS [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available from: 1. AHA. Chain of Survival [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available from:
http://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-
Survival_UCM_307516_Article.jsphttp://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-
Survival_UCM_307516_Article.jsp
CPR akan terus dilakukan sampai penyelamat atau petugas kesehatan memiliki defibrilator.
Saat defibrilator telah ada, maka kita akan masuk ke tahap Bantuan Hidup Lanjut bagi pasien.
Bantuan Hidup Lanjut (BHL)
Bantuan hidup lanjut (BHL) dilakukan setelah bantuan hidup dasar dilakukan, yang
tujuannya adalah untuk mendapatkan curah jantung yang adekuat kembali.
Tatalaksana bantuan hidup lanjut ini sendiri adalah sesuai dengan algoritma dibawah ini
(bagian yang diberi kotak merah adalah rangkain BHL):
-
Gambar 6. Algoritma BHL untuk petugas kesehatan ACLS Cardiac Arrest Algorithm [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available from: http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S729.extract
Dari algoritma BHL diatas, dapat dilihat bahwa saat memasang defibrilator pada seseorang,
maka kita sekalian bisa memeriksa irama jantung pasien, dimana terdapat dua :
1. Shockable : yang termasuk shoakable adalah fibrilasi ventrikel (VF) dan takikardia ventrikel
tanpa denyut nadi (pulseless VT)3
2. Non Shockable: dalam hal ini adalah asistol dan pulseless electrical activity (PEA) 3.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa penggunaan defibrilator harus dilakukan dengan hati hati,
sebelumn menggunakan harus pastikan dulu area sekitar dan penolong bebas, dan juga
defibrilator ini penggunaannya bergantung pada jenis alat yang tersedia, yakni :
a. Defibrilator monofasik : berikan 360 J untuk sekali kejutan3
b. Defibrilator bifasik : berikan 120 200 J sekali kejutan. Pada kejutan selanjutnya daya harus
lebih besar3
-
Pada seseorang yang termasuk shockable:
Diberi 1 kali kejutan menggunakan defibrilator lalu kita berikan CPR selama 2 menit
cek irama jantung bila masih seperti irama awal lanjutkan berikan kejut berikan
CPR 2 menit, kemudian seseorang tersebut bisa diberi epinefrin sebanyak 1 mg setiap 3-5
menit ) lewat jalur IV/IO kemudian cek irama jantung bila masih seperti irama awal
berikan CPR selama 2 mnit ( dan bisa diberikan amiodaron secara IV atau IO, sebanyak 300
mg untuk dosis pertama dan 150 mg untuk dosis kedua. Selanjutnya ini adalah siklus yang
terus dilakukan sampai irama jantung sampai pasien kembali ke pernapasan spontannya
(ROSC/Return of Spontaneus Circulation) Kita tahu seseorang tersebut masuk ke ROSC
apabila denyut nadi orang dan tekanan darah orang tersebut kembali dan peningkatan
Tekanan Parsial End Tidal CO2 (PETCO2) secara cepat biaanya diatas 40 mmHg lalu
masuk ke tahap post cardiac arrest care3
Namun apabila tidak kembali ke ROSC, maka hal yang dilakukan adalah hal yang sama
seperti tindakan pada irama jantung yang non shockable.
Pada seseorang yang termasuk non shockable:
CPR selama 2 menit , kemudian pertimbangkan untuk memberi epinefrin /adrenalin IV /IO
dengan dosis 1mg setiap 3-5 menit dan juga jangan lupa untuk alat bantu napas lanjutan (
dengan intubasi endotrakeal, ) cek irama jantung kembali bila irama jantung menjadi
shockable, maka kembali ke algoritma 5 atau 7 , namun bila tidak lakukan CPR 2 selama 2
menit bila kembali menjadi ROSC lalu masuk ke tahap post cardiac arrest care3.
Note : alat bantu napas yang bisa diberikan berupa intubasi atau alat bantu supraglotik, dan
ketiak sudah terpasang maka bisa diberikan ventilasi ( bantuan napas ) sebanyak 8-10 kali per
menit dengan tetap melakukan CPR3.
Saat tercapai nya ROSC, maka hal hal yang harus dilakukan adalah , pemeriksaan EKG 12
sadapan, pastikan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat, jaga tempratur tubuh dan terapi
perfusi / reperfusi.
Pada saat melakukan BHL, penolong harus mempertimbangkan penyebab apa yang
menyebabkan henti jantung pada seseorang tersebut, agar dapat diberikan terapi definitif atau
obat yang sesuai. Penyebab tersering dari henti jantung ini disingkat dengan 5T dan 5H3.
- Toksin
- Tamponade
- Tension pneumothorax
- Trombosis paru
- Trombosis pembuluh koroner jantung
- Hipoksia
- Hipovolemia
- Hidrogen ion ( asidosis )
- Hipo/hiperkalemia
-
- Hipotermia
Setelah penanganan pasien membutuhkan perawatan intensif dengan tujuan untuk mencegah
henti jantung berulang.
FARMAKOTERAPI PADA BHL
Selain epinefrin dan amiodaron yang biasanya dipakai pada pasien henti jantung, ada obat
obat lain yang efeknya yang dapat digunakan4. Namun perlu diperhatikan bahwa sejauh ini,
obat yang digunakan dalam kasus seperti ini adalah obat golongan vasopresor dan
antiaritmia. Berikut adalah obat lain yang digunakan selama BHL.
Vasopresor
a. Epinefrin 4
Digunakan dengan dosis pada dewasa 1g IV /IO atau 2-5 mg IV dengan endotrakeal
tube, diberikan setiap 3- menit. Penggunaan epinefrin ini adalah untuk meningkatkan
perfusi ke miokardium dan ke otak dengan meningkatkan resistensi perifer dari
pembuluh darah.
b. Vasopresin4
Digunakan dengan dosis 4o unit secara IV. Penggunaan vasopresin ini dapat
menggantikan dosis pertama dan kedua epinefrin,diberikan 10 menit dari pemberian
epinefrin. Penggunaan vasopresin ini adalah untuk meningkatkan resistensi perifer
dari pembuluh darah yang tujuannya adalah untuk meningkatkan curah jantung.
c. Norepinefrin 4
Merupakan agen adrenergik yang memberi efek pada reseptor adrenergik di
pembuluh darah dan adrenergik di jantung yang kemudian akan memberi dampak
pada vasokontriksi perifer dan peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas. Obat ini
biasanya digunakan pasa seseorang yang mengalami shock berat dan sangat
direkomendasikan ketika tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg ( hipotensi )
d. Dobutamin
Digunakan untuk pasien yang mengalami hipotensi yang memberi efek inotropik
sehingga meningkatkan kontraktilitas dari jantung.
Antiaritmia
a. Adenosine 4
Digunakan dengan dosis 6 mg IV, yang merupakan first line drug untuk paroxymal
supraventricular tachicardia ( SPVT) .
b. Amiodaron4
Digunakan dengan dosis 300 mg ( hanya untuk VF dan VT tanpa denyut nadi ), dapat
diberikan 2 dosis sebanyak 150 mg. Obat ini termasuk spektrum luas karena dapat
memberikan efek sebagai potasium chanel blocker, sodium chanel blocker, blocker,
dan calcium chanel blocker , sehingga berguna dalam menghadapi kasus
supraventrikular dan ventrikular takikardi.
-
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di tabel di bawah ini:
Tabel 1. Farmakoterapi dalam BHL Doherty G. Current diagnosis & treatment. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2010.
Drug Name Adult Dose Pediatri
c Dose
Indications Frequency Effects
Epinephrine 1 mg IV
OR
2-5 mg IV
via ETT
0.01
mg/kg
IV or
10
OR
0.1
mg/kg
via
ETT
Any pulseless
rhythms
Every 3-5
min
Increases
perfusion to
myocardium
and to brain by
increasing
peripheral
vascular
resistance
Vasopressin 40 units IV Not
indicat
ed
VF, pulseless
VT
Single dose,
may be
followed at
10 min by
epinephrin
e
Increases
peripheral
vascular
resistance
Amiodarone For VF or
pulseless
VT: 300
mg IV
push
For VF
or
pulsele
ss VT:
5
mg/kg
IV
push
VF, pulseless
VT, VT with
a pulse, SVT
May use
second
dose of
150 mg for
recurrent
VF/VT. In
children
may be
repeated in
5 mg/kg
doses to a
total of 15
mg/kg
Predominately
class III
antiarrhythmic,
but has sodium,
potassium
channel, and and receptor blockade
Lidocaine 1.0-1.5
mg/kg IV
push
Same VF, pulseless
VT, VT with
a pulse
Second and
subsequent
doses of
0.75 mg/kg
every 5
min to a
total dose
of 3 mg/kg
Class IB
antiarrhythmic;
suppresses
ventricular
automatically
and electrical
conduction
Magnesium 1-2 g IV
slow push
25-50
mg/kg
IV
slow
push
Torsade de
pointes,
known
hypomagnese
mia
Single dose Can cause
cutaneous
flush, apnea,
and
hyporeflexia, if
given too
-
quickly
Procainamide 17 mg/kg
IV slow
bolus at
maximum
rate of 50
mg/min
15
mg/kg
IV
load; 3-
6
mg/kg
over 5
min,
not to
exceed
100
mg/dos
e
VT with a
pulse
Continue
infusion (4
mg/min)
until QRS
widening
>50%,
dysrhythmi
a
terminated,
onset of
hypotensio
n; or 17
mg/kg
infused
Decreases
myocardial
excitability and
conduction
velocity
Atropine Perfusing
patients:
0.5 mg IV
push q 5
min, to
maximum
of 3 mg
Pulseless
patients:
1.0 mg IV
push q 5
min, to
maximum
of 3 mg
0.02
mg/kg:
minim
um
dose of
0.1 mg
Bradycardia,
asystole
May be
repeated
once up to
maximum
dose of 3
mg
Parasympatholyt
ic, eliminates
vagal tone
Adenosine 6 mg rapid
IV push
through
proximal
peripheral
line;
central
line dose
is one-
half
0.1
mg/kg
rapid
IV
push;
maxim
um
dose, 6
mg
SVT If needed,
second
dose of 12
mg
(pediatric,
double
initial dose
up to 12
mg); third
dose of 12-
18 mg
Endogenous
nucleoside
causing brief
asystole
allowing
dominant
pacemaker to
resume
function
Diltiazem 0.25 mg/kg
to a
maximum
dose of 20
mg IV
push over
2 min
Same SVT Second dose
of 0.35
mg/kg,
maximum
dose of 25
mg, at 15
min; after
conversion,
start
diltiazem
Calcium channel
blocker
-
drip at 5-
15 mg/h
Esmolol 500 ug/kg
bolus over
1 min
100-500
ug/kg
bolus
over 1
min
SVT May give
another
bolus if
desired
effect is
not
achieved;
start drip
50
ug/kg/min
-Blocker (short acting)
Atenolol 5 mg IV
over 5
min
Not
indicat
ed
SVT,
myocardial
infarction
Repeat in 10
min, then
give 50-mg
oral load
-Blocker (1 selective)
Metoprolol 5 mg IV
push
Not
indicat
ed
SVT,
myocardial
infarction
Repeat twice
at 5-min
intervals,
then give
50-mg oral
load
-Blocker (1 selective)
Dopamine 2-20
ug/kg/min
Same Hypotension Low doses
are
predomina
ntly ; higher
doses
become
predomina
ntly
Inotropic
agent/vasopress
or (combined
- and -agonists)
Dobutamine 2-20
ug/kg/min
Same Hypotension Titrate to
effect
Inotropic agent
(-agonist) Norepinephri
ne
Start at 8-
12
ug/min,
then
titrate to
2-4
ug/min
for
maintenan
ce;
maximum
dose of 30
ug/min if
hypotensi
on
unrespons
ive to
0.05-2
ug/kg/
min
Hypotension Titrate to
effect
Vasopressor
(predominately
an -agonist)
-
lower
doses
Phenylephrin
e
100-500 ug
bolus IV
0.1-0.5
ug/kg/
min
Hypotension Every 5 min
until
desired
effect, then
continuous
infusion of
40-180
ug/min
Vasopressor
(pure -agonist)
ETT, endotracheat tube; IO, intraosseoulsy; IV, intravenously; SVT, supraventricular
tachycardia; VF, ventricular fibrillation; VT, ventricular tachycardia. *Agents are listed from most effective (and most commonly used) to least.
Penutup dan Hubungan dengan Pemicu
Pada pemicu, hasil EKG pasien saat resusitasi termasuk dalam ventrikel takikardi, sehingga
algoritmannya termasuk dalam bagian Shockable. Pada bagian shockable, farmakoterapi
yang dapat digunakan adalah epinefrin dan amiodaron
Daftar Pustaka
1. Riskesdas 2014 [Internet]. 1st ed. Jakarta: DEPKES RI; 2015 [cited 5 April 2015].
Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/.../Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
2. Berg RA, Hemphill R, Abella BS, Aufderheide TP, Cave DM, Hazinki MF, dkk. Part
5 : Adult basic life support:2010 American Heart Association and Emergency
Cardiovascular Care.Circulation.2010;122(suppl 3):S685-705
3. Neumar RW, Otto CW , Link MS, Kronick SL, Shuster M, Callaway CW,dkk. Part 8:
adult advanced cadiovascular life support:2010 American Heart Association and
Emergency Cardiovascular Care.Circulation.2010;122(suppl 3):S729-67
4. Doherty G. Current diagnosis & treatment. New York: Lange Medical
Books/McGraw-Hill; 2010.