lembar tugas mandiri

12
Lembar Tugas Mandiri Manajemen Cardiac Arrest Nindia Latwo Septipa (1306376282) Pendahuluan Penyakit jantung masih merupakan penyabab utama dari kematian di banyak negara, sebut saja Amerika Serikat, dengan estimasi 3000.000 sampai 500.000 kematian tiap tahunnya. Sedangkan di Indonesia sendiri data dari Riskesdas tahun 2014 menyatakan bahwa penyakit jantung khususnya penyakit jantung koroner menempati angka prevalensi 1,5% di Indonesia 1,4 . Meninggal mendadak didahului kejadian henti jantung terlebih dahulu, dimana penanganan henti jantung ini mayoritas terjadi di luar rumah sakit, sehingga hal ini semakin memperkecil angka keberhasilan dari penanganan. Penanganan dari henti jantung ini adalah dengan memberikan bantuan hidup dasar (BHD) kepada pasien. BHD menjadi penting karena pasien yang mengalami henti jantung, bila tidak diberikan penanganan berupa BHS maka setiap menitnya kemampuan survival pasien akan menurun 7-10% 4 . Bagi seorang dokter umum apalagi, keterampilan melakukan BHS sudah termasuk kompetensi IVA, sehingga sangat penting bagi kita tahu dan terampil dalam melakukan BHS yang kemudian akan coba saya bahas dalam tulisan ini. Isi Dalam tulisan ini, manajeman henti jantung sendiri akan difokuskan pada guideline yang berasal dari American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resucitation and Emergency Cardiovascular Care tahun 2010. Bantuan hidup dasar merupakan tindakan dasar untuk menyelamatkan hidup pasien yang mengalami henti jantung, atau lebih lengkapnya adalah suatu tindakan yang mempertahankan suatu patensi jalan napas dan pemberian napas bantuan untuk mempertahankan sirkulasi tanpa menggunakan alat bantu kecuali alat pelindung diri. Sebelumnya henti jantung ini disebabkan oleh gangguan irama jantung yakni : fibrilasi ventrikel ( VF) , takikardia ventrikel tanpa nadi ( VT), aktivitas elektrikal tanpa nad (PEA) dan asistol 4 . VF dan VT tanpa nadi , keduanya menyebabkan tidak adanya aliran darah ke pembuluh darah, sedangkan PEA adalah irama elektik darijantung yang heterogen dimana tidak ada aktivitas mekanikal dari ventrikel atau aktivitas mekanikal ini tidak cukup untuk menghasilkan nadi yang bisa dideteksi 4 . Asistol merupakan tidak adanya aktivitas elektrik dari ventrikel yang terdeteksi. Pada keadaan henti jantung, jantung berhenti memompa darah ke seluruh tubuh, sehingga perfusi menurun drastis dan orang tersebut bisa langsung pingsan, sehingga peran dari BHD ini adalah untuk mengembalikan sirkulasi sampai ke sirkulasi spontan orang tersebt (ROSC/return of spontaneus circulation) 4 . BHD berisi rantai keselamatan ( chain of survival ) yang menjadi pedoman untuk melakukan BHD ini, meliputi : 1. Pengenalan dini terhadap tanda henti jantung mendadak dan meminta pertolongan

Upload: nindya-septipa

Post on 08-Nov-2015

95 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kv

TRANSCRIPT

  • Lembar Tugas Mandiri

    Manajemen Cardiac Arrest Nindia Latwo Septipa (1306376282)

    Pendahuluan

    Penyakit jantung masih merupakan penyabab utama dari kematian di banyak negara, sebut

    saja Amerika Serikat, dengan estimasi 3000.000 sampai 500.000 kematian tiap tahunnya.

    Sedangkan di Indonesia sendiri data dari Riskesdas tahun 2014 menyatakan bahwa penyakit

    jantung khususnya penyakit jantung koroner menempati angka prevalensi 1,5% di

    Indonesia1,4

    . Meninggal mendadak didahului kejadian henti jantung terlebih dahulu, dimana

    penanganan henti jantung ini mayoritas terjadi di luar rumah sakit, sehingga hal ini semakin

    memperkecil angka keberhasilan dari penanganan. Penanganan dari henti jantung ini adalah

    dengan memberikan bantuan hidup dasar (BHD) kepada pasien. BHD menjadi penting karena

    pasien yang mengalami henti jantung, bila tidak diberikan penanganan berupa BHS maka

    setiap menitnya kemampuan survival pasien akan menurun 7-10%4. Bagi seorang dokter

    umum apalagi, keterampilan melakukan BHS sudah termasuk kompetensi IVA, sehingga

    sangat penting bagi kita tahu dan terampil dalam melakukan BHS yang kemudian akan coba

    saya bahas dalam tulisan ini.

    Isi

    Dalam tulisan ini, manajeman henti jantung sendiri akan difokuskan pada guideline yang

    berasal dari American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resucitation and

    Emergency Cardiovascular Care tahun 2010.

    Bantuan hidup dasar merupakan tindakan dasar untuk menyelamatkan hidup pasien yang

    mengalami henti jantung, atau lebih lengkapnya adalah suatu tindakan yang mempertahankan

    suatu patensi jalan napas dan pemberian napas bantuan untuk mempertahankan sirkulasi

    tanpa menggunakan alat bantu kecuali alat pelindung diri. Sebelumnya henti jantung ini

    disebabkan oleh gangguan irama jantung yakni : fibrilasi ventrikel ( VF) , takikardia ventrikel

    tanpa nadi ( VT), aktivitas elektrikal tanpa nad (PEA) dan asistol4. VF dan VT tanpa nadi ,

    keduanya menyebabkan tidak adanya aliran darah ke pembuluh darah, sedangkan PEA adalah

    irama elektik darijantung yang heterogen dimana tidak ada aktivitas mekanikal dari ventrikel

    atau aktivitas mekanikal ini tidak cukup untuk menghasilkan nadi yang bisa dideteksi4.

    Asistol merupakan tidak adanya aktivitas elektrik dari ventrikel yang terdeteksi. Pada

    keadaan henti jantung, jantung berhenti memompa darah ke seluruh tubuh, sehingga perfusi

    menurun drastis dan orang tersebut bisa langsung pingsan, sehingga peran dari BHD ini

    adalah untuk mengembalikan sirkulasi sampai ke sirkulasi spontan orang tersebt

    (ROSC/return of spontaneus circulation) 4

    .

    BHD berisi rantai keselamatan ( chain of survival ) yang menjadi pedoman untuk melakukan

    BHD ini, meliputi :

    1. Pengenalan dini terhadap tanda henti jantung mendadak dan meminta pertolongan

  • 2. Resusitasi jantung paru sedini mungkin dengan penekanan pada kompresi jantung

    yang berkualitas

    3. Defibrilasi segera sesuai indikasi

    4. Bantuan hidup lanjut (BHL) yang efektif

    5. Perawatan pasca henti jantung yang terintegrasi

    Gambar 1. Chain of Survival

    AHA. Chain of Survival [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available from:

    http://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-

    Survival_UCM_307516_Article.jsphttp://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-

    Survival_UCM_307516_Article.jsp -

    Permasalahan dilapangan adalah pada kasus henti jantung, banyak orang awam bahkan

    petugas penyelamat juga banyak yang tidak bisa mengenali apakah pasien tersebut

    mengalami henti jantung. padahal keterlambatan mengenali ini sudah menghabiska waktu

    dan semakin menurunkan tingkat keselamatan pasien. Intinya baik orang awam apalagi

    petugas penyelamat harus bisa dengan cepat mengenali orang yang mengalami henti jantung

    dan butuh BHD segera, dan langsung mengaktifkan sistem tanggap darurat2. Sistem tanggap

    darurat ini bisa dilakukan untuk dengan menghubungi 118 dan kemudian sebutkan :

    a. Nama penolong b. Lokasi tempat kejadian c. Informasi mengenai korban ( identitas baik nama, usia, jenis kelamin ; status baik

    sadar atau tidak sadar

    d. Perkiraan napas korban e. Tanyakan bantuan kira kira akan sampai

    Bila penolong adalah petugas kesehatan, maka lanjutkan dengan memberikan kompresi dada

    sebagai pengganti CPR pada pasien2. Namun bila penolong adalah orang awam, maka saat

    menghubungi bantuan, tanyakan hal apa yang dapat dilakukan pada korban2.

    Indikasi diperlukannya BHD adalah pada seseorang yang mengalami :

    1. Hilang kesadaran ( dapat dicek dengan AVPU A : Alert ( goyang goyangkan

    badan); V : Voice ( memanggil korban); P: Pain ( menggerus sternum ); U :

    unresponsive2

    2. Tidak ada respons2

    3. Tidak bernapas, atau adanya napas yang tidak normal seperti gasping2

    Biasanya bila melihat seseorang kolaps untuk menentukan seseorang terseut membutuhkan

    BHD atau tidak, akan dilakukan juga pengecekan nadi, namun hal ini memakan waktu,

  • padahal waktu yang diperbolehkan untuk pengecekan nadi sendiri adalah 10 sekon, dan

    selanjutnya harus bergegas melakukan kompresi dada2. Oleh karena itu, pengecekan nadi bisa

    tidak dilakukan bila penyelamat menemukan seseorang tersebut telah mengalami tiga indikasi

    di atas. Namun jangan sampai dilupakan, bahwa keselamatan penolong juga yang utama,

    sehingga sebelum kita menolong seseorang yang mengalami indikasi di atas, kita harus

    mengamankan lokasi dan amankan diri bisa menggunakan alat pelindung diri2.

    CPR

    CPR sendiri terdiri dari Compression, Airway dan Breathing (CAB) . Bila menilik pada

    guideline AHA pada tahun 2005, dapat dilihat perbedaan yang mencolok dalam tahap yang

    dilakukan dalam BHD ini, dimana pada tahun 2005, AHA lebih mengutamakan untuk

    mengamankan jalan napas dan pernapasan ( Airway , Breathing) dari seseorang dulu, baru

    kompresi dada ( Compression) 2

    . Namun sekarang kompresi dada merupakan hal yang utama

    dilakukan, dengan alasan bahwa menjaga perfusi darah ke jaringan lebih penting, dan juga

    pasien dengan henti jantung penyebab utamanya biasanya VT atau VF sehingga

    membutuhkan kompresi dada terlebih dahulu.

    Gambar 2. CPR.

    AHA. Chain of Survival [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available from:

    http://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-

    Survival_UCM_307516_Article.jsphttp://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovas

    cularCareECC/Chain-of-Survival_UCM_307516_Article.jsp -

    Kompresi dada

    Kompresi dada harus dilakukan sesegera mungkin, dan haruslah dilakukan dengan benar

    serta harus PUSH HARD dan PUSH FAST. Kompresi dada pada korban yang dewasa

    dilakukan sebanyak 30 kali kemudian diikuti nafas buatan 2 kali, 30: 2 ini disebut satu siklus

    dan ini terus dilakukan sampai korban mendapatkan defibrilasi dalam 2 menit, penyelamat

    harus bisa melakukan lima siklus dan kemudian setiap dua menit dilakukan pengecekan ritme

    pasien2. Namun bila korban adalah anak anak usia 1- 8 tahun maka kompresi dilakukan

    dengan dua tangan atau satu tangan dengan mempertimbangkan besar tubuh si anak . pada

  • bayi usia 1-12 bulan, kompresi dada dilakukan dengan dua jari di tengah dada dan ditekan

    sedalam 4 cm2.

    Kompresi dada ini memegang peranan penting dan harus berhasil karena bila tidak, maka

    perfusi ke otak dan jaringan tubuh tidak ada, sehingga tingkat keselamatan pasien malah akan

    semakin menurun2.

    Keberhasilan BHD, bergantung pada kompresi dada yang berkualitas, denga2 syarat :

    a. Minimal 100 kali kompresi harus dilakukan per menitnya2

    b. 5cm adalah kedalaman kompresi 2

    c. Membiarkan dinding dada untuk recoil sempurna di antara kompresi2

    d. Meminimalkan interupsi kompresi2

    Bantuan napas

    Pemberian bantaun napas dapat dilakukan dengan napas buatan dan ini memenuhi bagian

    Airway dan Breathing. Namun seperti yang dikatakan sebelumnya, dalam BHD kompresi

    adalah yang utama, dan jika penolong hanya satu orang dan tidak mampu melakukan napas

    buatan, penolong boleh hanya melakukan kompresi dada.

    Napas buatan yang diberikan akan lebih baik diberikan tidak berlebihan. Manuver yang

    digunakan dalam memberikan bantuan napas adalah dengan head tilt chin lift ( bila tidak ada

    curiga cedera servikal), dan jaw thrust ( bila curiga ada cedera servikal).

    Gambar 3 (kiri) . Head tilt chin lift. ; gambar 4( kanan ). Jaw thrust Head tilt chin lift [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available from: http://www.firstaidreference.com/what-does-a-head-tilt-chin-lift-do/43/

    Penyelamat bisa memberikan napas buatan memalui mulut ke mulut atau bag mask atau dari

    mulut ke hidung pada bayi , yang tujuannya adalah untuk memberikan oksigenasi dan

    ventilasi, dengan cara :

    1. Memberikan satu tiupan napas dalam satu detik2

    2. Pemberian napas buatan ini harus sampai dinding dada terangkat ke atas sedikit. 2

  • Berikut algoritma yang biasa diterapkan pada BHD

    Gambar 5. Algoritma sederhana BHD Algorithm of BLS [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available from: 1. AHA. Chain of Survival [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available from:

    http://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-

    Survival_UCM_307516_Article.jsphttp://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-

    Survival_UCM_307516_Article.jsp

    CPR akan terus dilakukan sampai penyelamat atau petugas kesehatan memiliki defibrilator.

    Saat defibrilator telah ada, maka kita akan masuk ke tahap Bantuan Hidup Lanjut bagi pasien.

    Bantuan Hidup Lanjut (BHL)

    Bantuan hidup lanjut (BHL) dilakukan setelah bantuan hidup dasar dilakukan, yang

    tujuannya adalah untuk mendapatkan curah jantung yang adekuat kembali.

    Tatalaksana bantuan hidup lanjut ini sendiri adalah sesuai dengan algoritma dibawah ini

    (bagian yang diberi kotak merah adalah rangkain BHL):

  • Gambar 6. Algoritma BHL untuk petugas kesehatan ACLS Cardiac Arrest Algorithm [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available from: http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S729.extract

    Dari algoritma BHL diatas, dapat dilihat bahwa saat memasang defibrilator pada seseorang,

    maka kita sekalian bisa memeriksa irama jantung pasien, dimana terdapat dua :

    1. Shockable : yang termasuk shoakable adalah fibrilasi ventrikel (VF) dan takikardia ventrikel

    tanpa denyut nadi (pulseless VT)3

    2. Non Shockable: dalam hal ini adalah asistol dan pulseless electrical activity (PEA) 3.

    Sebelumnya perlu diketahui bahwa penggunaan defibrilator harus dilakukan dengan hati hati,

    sebelumn menggunakan harus pastikan dulu area sekitar dan penolong bebas, dan juga

    defibrilator ini penggunaannya bergantung pada jenis alat yang tersedia, yakni :

    a. Defibrilator monofasik : berikan 360 J untuk sekali kejutan3

    b. Defibrilator bifasik : berikan 120 200 J sekali kejutan. Pada kejutan selanjutnya daya harus

    lebih besar3

  • Pada seseorang yang termasuk shockable:

    Diberi 1 kali kejutan menggunakan defibrilator lalu kita berikan CPR selama 2 menit

    cek irama jantung bila masih seperti irama awal lanjutkan berikan kejut berikan

    CPR 2 menit, kemudian seseorang tersebut bisa diberi epinefrin sebanyak 1 mg setiap 3-5

    menit ) lewat jalur IV/IO kemudian cek irama jantung bila masih seperti irama awal

    berikan CPR selama 2 mnit ( dan bisa diberikan amiodaron secara IV atau IO, sebanyak 300

    mg untuk dosis pertama dan 150 mg untuk dosis kedua. Selanjutnya ini adalah siklus yang

    terus dilakukan sampai irama jantung sampai pasien kembali ke pernapasan spontannya

    (ROSC/Return of Spontaneus Circulation) Kita tahu seseorang tersebut masuk ke ROSC

    apabila denyut nadi orang dan tekanan darah orang tersebut kembali dan peningkatan

    Tekanan Parsial End Tidal CO2 (PETCO2) secara cepat biaanya diatas 40 mmHg lalu

    masuk ke tahap post cardiac arrest care3

    Namun apabila tidak kembali ke ROSC, maka hal yang dilakukan adalah hal yang sama

    seperti tindakan pada irama jantung yang non shockable.

    Pada seseorang yang termasuk non shockable:

    CPR selama 2 menit , kemudian pertimbangkan untuk memberi epinefrin /adrenalin IV /IO

    dengan dosis 1mg setiap 3-5 menit dan juga jangan lupa untuk alat bantu napas lanjutan (

    dengan intubasi endotrakeal, ) cek irama jantung kembali bila irama jantung menjadi

    shockable, maka kembali ke algoritma 5 atau 7 , namun bila tidak lakukan CPR 2 selama 2

    menit bila kembali menjadi ROSC lalu masuk ke tahap post cardiac arrest care3.

    Note : alat bantu napas yang bisa diberikan berupa intubasi atau alat bantu supraglotik, dan

    ketiak sudah terpasang maka bisa diberikan ventilasi ( bantuan napas ) sebanyak 8-10 kali per

    menit dengan tetap melakukan CPR3.

    Saat tercapai nya ROSC, maka hal hal yang harus dilakukan adalah , pemeriksaan EKG 12

    sadapan, pastikan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat, jaga tempratur tubuh dan terapi

    perfusi / reperfusi.

    Pada saat melakukan BHL, penolong harus mempertimbangkan penyebab apa yang

    menyebabkan henti jantung pada seseorang tersebut, agar dapat diberikan terapi definitif atau

    obat yang sesuai. Penyebab tersering dari henti jantung ini disingkat dengan 5T dan 5H3.

    - Toksin

    - Tamponade

    - Tension pneumothorax

    - Trombosis paru

    - Trombosis pembuluh koroner jantung

    - Hipoksia

    - Hipovolemia

    - Hidrogen ion ( asidosis )

    - Hipo/hiperkalemia

  • - Hipotermia

    Setelah penanganan pasien membutuhkan perawatan intensif dengan tujuan untuk mencegah

    henti jantung berulang.

    FARMAKOTERAPI PADA BHL

    Selain epinefrin dan amiodaron yang biasanya dipakai pada pasien henti jantung, ada obat

    obat lain yang efeknya yang dapat digunakan4. Namun perlu diperhatikan bahwa sejauh ini,

    obat yang digunakan dalam kasus seperti ini adalah obat golongan vasopresor dan

    antiaritmia. Berikut adalah obat lain yang digunakan selama BHL.

    Vasopresor

    a. Epinefrin 4

    Digunakan dengan dosis pada dewasa 1g IV /IO atau 2-5 mg IV dengan endotrakeal

    tube, diberikan setiap 3- menit. Penggunaan epinefrin ini adalah untuk meningkatkan

    perfusi ke miokardium dan ke otak dengan meningkatkan resistensi perifer dari

    pembuluh darah.

    b. Vasopresin4

    Digunakan dengan dosis 4o unit secara IV. Penggunaan vasopresin ini dapat

    menggantikan dosis pertama dan kedua epinefrin,diberikan 10 menit dari pemberian

    epinefrin. Penggunaan vasopresin ini adalah untuk meningkatkan resistensi perifer

    dari pembuluh darah yang tujuannya adalah untuk meningkatkan curah jantung.

    c. Norepinefrin 4

    Merupakan agen adrenergik yang memberi efek pada reseptor adrenergik di

    pembuluh darah dan adrenergik di jantung yang kemudian akan memberi dampak

    pada vasokontriksi perifer dan peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas. Obat ini

    biasanya digunakan pasa seseorang yang mengalami shock berat dan sangat

    direkomendasikan ketika tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg ( hipotensi )

    d. Dobutamin

    Digunakan untuk pasien yang mengalami hipotensi yang memberi efek inotropik

    sehingga meningkatkan kontraktilitas dari jantung.

    Antiaritmia

    a. Adenosine 4

    Digunakan dengan dosis 6 mg IV, yang merupakan first line drug untuk paroxymal

    supraventricular tachicardia ( SPVT) .

    b. Amiodaron4

    Digunakan dengan dosis 300 mg ( hanya untuk VF dan VT tanpa denyut nadi ), dapat

    diberikan 2 dosis sebanyak 150 mg. Obat ini termasuk spektrum luas karena dapat

    memberikan efek sebagai potasium chanel blocker, sodium chanel blocker, blocker,

    dan calcium chanel blocker , sehingga berguna dalam menghadapi kasus

    supraventrikular dan ventrikular takikardi.

  • Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di tabel di bawah ini:

    Tabel 1. Farmakoterapi dalam BHL Doherty G. Current diagnosis & treatment. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2010.

    Drug Name Adult Dose Pediatri

    c Dose

    Indications Frequency Effects

    Epinephrine 1 mg IV

    OR

    2-5 mg IV

    via ETT

    0.01

    mg/kg

    IV or

    10

    OR

    0.1

    mg/kg

    via

    ETT

    Any pulseless

    rhythms

    Every 3-5

    min

    Increases

    perfusion to

    myocardium

    and to brain by

    increasing

    peripheral

    vascular

    resistance

    Vasopressin 40 units IV Not

    indicat

    ed

    VF, pulseless

    VT

    Single dose,

    may be

    followed at

    10 min by

    epinephrin

    e

    Increases

    peripheral

    vascular

    resistance

    Amiodarone For VF or

    pulseless

    VT: 300

    mg IV

    push

    For VF

    or

    pulsele

    ss VT:

    5

    mg/kg

    IV

    push

    VF, pulseless

    VT, VT with

    a pulse, SVT

    May use

    second

    dose of

    150 mg for

    recurrent

    VF/VT. In

    children

    may be

    repeated in

    5 mg/kg

    doses to a

    total of 15

    mg/kg

    Predominately

    class III

    antiarrhythmic,

    but has sodium,

    potassium

    channel, and and receptor blockade

    Lidocaine 1.0-1.5

    mg/kg IV

    push

    Same VF, pulseless

    VT, VT with

    a pulse

    Second and

    subsequent

    doses of

    0.75 mg/kg

    every 5

    min to a

    total dose

    of 3 mg/kg

    Class IB

    antiarrhythmic;

    suppresses

    ventricular

    automatically

    and electrical

    conduction

    Magnesium 1-2 g IV

    slow push

    25-50

    mg/kg

    IV

    slow

    push

    Torsade de

    pointes,

    known

    hypomagnese

    mia

    Single dose Can cause

    cutaneous

    flush, apnea,

    and

    hyporeflexia, if

    given too

  • quickly

    Procainamide 17 mg/kg

    IV slow

    bolus at

    maximum

    rate of 50

    mg/min

    15

    mg/kg

    IV

    load; 3-

    6

    mg/kg

    over 5

    min,

    not to

    exceed

    100

    mg/dos

    e

    VT with a

    pulse

    Continue

    infusion (4

    mg/min)

    until QRS

    widening

    >50%,

    dysrhythmi

    a

    terminated,

    onset of

    hypotensio

    n; or 17

    mg/kg

    infused

    Decreases

    myocardial

    excitability and

    conduction

    velocity

    Atropine Perfusing

    patients:

    0.5 mg IV

    push q 5

    min, to

    maximum

    of 3 mg

    Pulseless

    patients:

    1.0 mg IV

    push q 5

    min, to

    maximum

    of 3 mg

    0.02

    mg/kg:

    minim

    um

    dose of

    0.1 mg

    Bradycardia,

    asystole

    May be

    repeated

    once up to

    maximum

    dose of 3

    mg

    Parasympatholyt

    ic, eliminates

    vagal tone

    Adenosine 6 mg rapid

    IV push

    through

    proximal

    peripheral

    line;

    central

    line dose

    is one-

    half

    0.1

    mg/kg

    rapid

    IV

    push;

    maxim

    um

    dose, 6

    mg

    SVT If needed,

    second

    dose of 12

    mg

    (pediatric,

    double

    initial dose

    up to 12

    mg); third

    dose of 12-

    18 mg

    Endogenous

    nucleoside

    causing brief

    asystole

    allowing

    dominant

    pacemaker to

    resume

    function

    Diltiazem 0.25 mg/kg

    to a

    maximum

    dose of 20

    mg IV

    push over

    2 min

    Same SVT Second dose

    of 0.35

    mg/kg,

    maximum

    dose of 25

    mg, at 15

    min; after

    conversion,

    start

    diltiazem

    Calcium channel

    blocker

  • drip at 5-

    15 mg/h

    Esmolol 500 ug/kg

    bolus over

    1 min

    100-500

    ug/kg

    bolus

    over 1

    min

    SVT May give

    another

    bolus if

    desired

    effect is

    not

    achieved;

    start drip

    50

    ug/kg/min

    -Blocker (short acting)

    Atenolol 5 mg IV

    over 5

    min

    Not

    indicat

    ed

    SVT,

    myocardial

    infarction

    Repeat in 10

    min, then

    give 50-mg

    oral load

    -Blocker (1 selective)

    Metoprolol 5 mg IV

    push

    Not

    indicat

    ed

    SVT,

    myocardial

    infarction

    Repeat twice

    at 5-min

    intervals,

    then give

    50-mg oral

    load

    -Blocker (1 selective)

    Dopamine 2-20

    ug/kg/min

    Same Hypotension Low doses

    are

    predomina

    ntly ; higher

    doses

    become

    predomina

    ntly

    Inotropic

    agent/vasopress

    or (combined

    - and -agonists)

    Dobutamine 2-20

    ug/kg/min

    Same Hypotension Titrate to

    effect

    Inotropic agent

    (-agonist) Norepinephri

    ne

    Start at 8-

    12

    ug/min,

    then

    titrate to

    2-4

    ug/min

    for

    maintenan

    ce;

    maximum

    dose of 30

    ug/min if

    hypotensi

    on

    unrespons

    ive to

    0.05-2

    ug/kg/

    min

    Hypotension Titrate to

    effect

    Vasopressor

    (predominately

    an -agonist)

  • lower

    doses

    Phenylephrin

    e

    100-500 ug

    bolus IV

    0.1-0.5

    ug/kg/

    min

    Hypotension Every 5 min

    until

    desired

    effect, then

    continuous

    infusion of

    40-180

    ug/min

    Vasopressor

    (pure -agonist)

    ETT, endotracheat tube; IO, intraosseoulsy; IV, intravenously; SVT, supraventricular

    tachycardia; VF, ventricular fibrillation; VT, ventricular tachycardia. *Agents are listed from most effective (and most commonly used) to least.

    Penutup dan Hubungan dengan Pemicu

    Pada pemicu, hasil EKG pasien saat resusitasi termasuk dalam ventrikel takikardi, sehingga

    algoritmannya termasuk dalam bagian Shockable. Pada bagian shockable, farmakoterapi

    yang dapat digunakan adalah epinefrin dan amiodaron

    Daftar Pustaka

    1. Riskesdas 2014 [Internet]. 1st ed. Jakarta: DEPKES RI; 2015 [cited 5 April 2015].

    Available from:

    http://www.depkes.go.id/resources/download/.../Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

    2. Berg RA, Hemphill R, Abella BS, Aufderheide TP, Cave DM, Hazinki MF, dkk. Part

    5 : Adult basic life support:2010 American Heart Association and Emergency

    Cardiovascular Care.Circulation.2010;122(suppl 3):S685-705

    3. Neumar RW, Otto CW , Link MS, Kronick SL, Shuster M, Callaway CW,dkk. Part 8:

    adult advanced cadiovascular life support:2010 American Heart Association and

    Emergency Cardiovascular Care.Circulation.2010;122(suppl 3):S729-67

    4. Doherty G. Current diagnosis & treatment. New York: Lange Medical

    Books/McGraw-Hill; 2010.