skenario a blok as27

80
SKENARIO A BLOK 27 dr. Thamrin dokter RSUD yang terletak sekitar 40 km dari Palembang. Sekitar 100 meter dari RSUD, terjadi kecelakaan lalu lintas. Mobil minibus yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak pohon beringin. Bagian depan mobil hancur, kaca depan pecah. Sang sopir, satu-satunya apenumpang mobil terlempar keluar melalui kaca depan. dr. Thamrin yang mendengar tabrakan langsung pergi ke tempat kejadian dengan membawa peralatan tatlaksana trauma seadanya. Di tempat kejadian, terlihat sang sopir, laki-laki 28 tahun, tergeletak dan merintih, mengeluh dadanya sesak, nyeri di dada kanan dan nyeri paha kiri. Melalui pemeriksaan sekilas, didapatkan gambaran: - Pasien sadar tapi terlihat bingung, cemas dan kesulitan bernafas - Tanda vital: Laju respirasi: 40x/menit, Nadi: 110x/menit; lemah, TD: 90/50 mmHg - Wajah dan bibir terlihat kebiruan - Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin - Terlihat deformitas di paha kiri - GCS: 13 (E: 3, M: 6, V: 4) Setelah melakukan penanganan seadanya, dr. Salim langsung membawa sang sopir ke UGD, setelah penanganan awal di UGD RSUD, pasien dipersiapkan untuk dirujuk ke RSMH. Informasi Tambahan: Kepala

Upload: -

Post on 10-Dec-2015

46 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

as

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario a Blok as27

SKENARIO A BLOK 27

dr. Thamrin dokter RSUD yang terletak sekitar 40 km dari Palembang. Sekitar 100

meter dari RSUD, terjadi kecelakaan lalu lintas. Mobil minibus yang melaju dengan

kecepatan tinggi menabrak pohon beringin. Bagian depan mobil hancur, kaca depan pecah.

Sang sopir, satu-satunya apenumpang mobil terlempar keluar melalui kaca depan.

dr. Thamrin yang mendengar tabrakan langsung pergi ke tempat kejadian dengan

membawa peralatan tatlaksana trauma seadanya. Di tempat kejadian, terlihat sang sopir, laki-

laki 28 tahun, tergeletak dan merintih, mengeluh dadanya sesak, nyeri di dada kanan dan

nyeri paha kiri.

Melalui pemeriksaan sekilas, didapatkan gambaran:

- Pasien sadar tapi terlihat bingung, cemas dan kesulitan bernafas

- Tanda vital: Laju respirasi: 40x/menit, Nadi: 110x/menit; lemah, TD: 90/50 mmHg

- Wajah dan bibir terlihat kebiruan

- Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin

- Terlihat deformitas di paha kiri

- GCS: 13 (E: 3, M: 6, V: 4)

Setelah melakukan penanganan seadanya, dr. Salim langsung membawa sang sopir ke UGD,

setelah penanganan awal di UGD RSUD, pasien dipersiapkan untuk dirujuk ke RSMH.

Informasi Tambahan:

Kepala

Inspeksi: Luka lecet di dahi dan pelipis kanan diameter luka 2-4 cm. Pemeriksaan lain dalam

batas normal.

Leher

Trakea bergeser ke kiri, vena jugularis distensi.

Thoraks

Inspeksi: Gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal, ada memar di sekitar dada kanan

bawah sampai ke samping, RR: 40x/menit.

Palpasi: Nyeri tekan pada dada kanan bawah sampai ke samping sampai lokasi memar.

Krepitasi costae 9,10,11 kanan depan.

Page 2: Skenario a Blok as27

Perkusi: kanan hipersonor, kiri sonor.

Auskultasi: Bunyi nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas, bunyi jantung

terdengar jelas cepat frekuensi 100x/menit.

Abdomen

Inspeksi: dinding perut datar

Auskultasi: bising usus normal

Palpasi: tidak ada nyeri tekan

Ekstremitas Bawah Kiri

Inspeksi: tampak deformitas tertutup , memar positif, hematom pada paha tengah kiri.

Palpasi: ada nyeri tekan, tidak dilakukan pemeriksaan krepitasi

ROM: Aktif dan pasif: ada limitasi gerakan.

Klarifikasi Istilah

Minibus : Kendaraan bus yang ukurannya lebih kecil dari bus pada

umumnya.

Trauma : Cidera fisik yang mengacu kepada cidera serius atau kritis,

luka, atau syok.

Merintih : Mengerang kesakitan.

Sesak : Kesulitan atau distress pernapasan yang bersifat subjektif.

Nyeri : Perasaan menderita atau distress akibat stimulasi pada ujung

saraf.

GCS : Glasgow Coma Scale yaitu skala yang dipakai untuk

menentukan atau menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari

kesadaran penuh hingga keadaan koma.

Deformitas : Perubahan bentuk tubuh atau bagian tubuh secara umum.

UGD : Salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan

oenanganan awal bagi pasien yang menderita sakit, cidera, dan

yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.

Pelipis : Bagian kepala diujung kiri kanan dahi diantara mata dan

telinga.

Lecet : Luka superfisial tanpa melibatkan robekan ke kulit yang lebih

Page 3: Skenario a Blok as27

dalam.

Krepitasi : Suara berderap seperti bila kita menggesekan ujung – ujung

tulangyang patah.

Distensi : Melebar atau dilatasi.

Memar : Akumulasi darah karena pembuh darah yang pecah di bawah

kulit disertai perubahan warna kulit karena adanya ekstravasasi

darah ke jaringan yang mendasarinya.

Hematom : Terkumpulnya darah secara local biasanya membentuk

bekuan darah di organ, interstitial biasanya karena kerusakan

didnding pembuluh darah.

Hipersonor : Suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong.

Identifikasi Masalah

1. dr. Thamrin dokter RSUD yang terletak sekitar 40 km dari Palembang. Sekitar 100

meter dari RSUD, terjadi kecelakaan lalu lintas. Mobil minibus yang melaju dengan

kecepatan tinggi menabrak pohon beringin. Bagian depan mobil hancur, kaca depan

pecah. Sang sopir, satu-satunya apenumpang mobil terlempar keluar melalui kaca

depan.

2. dr. Thamrin mendengar tabraengan membawa peralatankan lamgsung pergi ke

tempat kejadian dengan membawa peralatan tatalaksana trauma seadanya. Di tempat

kejadian, terlihatvsang sopir, laki – laki 30 tahun, tergeletak dan merintih, mengeluh

dadanya sesak, nyeri di dada kanan dan nyeri paha kiri.

3. Pemeriksaan sekilas.

4. Pemeriksaan kepala.

5. Pemeriksaan leher dan thorax.

6. Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas.

Analisis Masalah

1. dr. Thamrin dokter RSUD yang terletak sekitar 40 km dari Palembang. Sekitar 100

meter dari RSUD, terjadi kecelakaan lalu lintas. Mobil minibus yang melaju dengan

kecepatan tinggi menabrak pohon beringin. Bagian depan mobil hancur, kaca depan

pecah. Sang sopir, satu-satunya penumpang mobil terlempar keluar melalui kaca

depan.

Page 4: Skenario a Blok as27

a Bagaimana karakteristik trauma terkait kasus?

Trauma yang terjadi dalam kasus ini dapat berupa trauma tajam dan tumpul.

Mekanisme trauma bertujuan mencari cedera lain yang saat ini belum tampak

dengan mencari tahu:

a. Dimana posisi penderita saat kecelakaan: pengemudi

b. Posisi setelah kecelakaan: terlempar keluar, tergeletak di jalan

c. Kerusakan bag luar kendaraan: bag depan hancur, kaca depan pecah,

d. Kerusakan bag dalam mobil: tidak di jelaskan

e. Sabuk pengaman, jarak jatuh, ledakan dll: tidak di jelaskan

Dari skenario diketahui.

Mobil minibus mengalami benturan frontal dengan pohon beringin

sehingga menyebabkan kaca depan pecah dan sopir ejeksi ke luar mobil hal

ini dapat meningkatkan kemungkinan trauma hingga 300% (American

College of Surgeons, 2004).

Luka lecet di dahi dan pelipis kanan menunjukkan luka ringan di

kepala akibat benturan atau dapat juga disebabkan oleh pecahan kaca mobil.

Kemungkinan trauma yang terjadi pada Sopir yaitu trauma kepala,

trauma thoraks dan trauma femur.

b Bagaimana edukasi yang dapat diberikan kepada pasien terkait kasus?

Selalu gunakan sabuk pengaman

Berpindah Jalur Jalan

Ketika Anda hendak berpindah jalur, sangat penting untuk memberi tanda

ke arah yang anda tuju bagi pengendara lain dengan menyalakan lampu

sein 3 detik sebelumnya. Pengendara harus memperhatikan kaca spion,

terutama memeriksa kendaraan di belakangnya sebelum pindah jalur.

Menyusul Kendaraan Lain

Dalam mengambil tikungan, usahakan mengambil jalur luar tikungan

(jalur kiri saat menikung ke kanan dan jalur kanan saat menikung ke kiri)

agar pandangan kondisi jalur berlawanan lebih luas. Dalam menyusul

kendaraan lain, jangan memaksakan diri menyusul kendaraan, terutama

kendaraan panjang (truk, bus, trailer) bila kondisi di depan kendaraan

yang disusul belum diketahui. Pastikan pandangan tidak terhalang dan

pastikan kondisi di depan kendaraan yang disusul aman dan tidak ada

kendaraan lain yang searah maupun berlawanan arah di lajur yang hendak

kita pakai.

Page 5: Skenario a Blok as27

Melewati Rintangan di Jalan

- Batu, kerikil, tanah atau lumpur dan pasir

Batu, kerikil, tanah atau lumpur dan pasir membuat permukaan jalan

sangat licin dan dapat menyebabkan sepeda motor tergelincir dan jatuh.

Untuk menghindarinya, kurangi kecepatan sebelumnya (pada permukaan

jalan yang baik), hindari belok terlalu patah dan pengereman terlalu keras

saat melalui kondisi jalan seperti ini.

- Lubang di Jalan dan Perbedaan Ketinggian Pada Bahu Jalan

Waspadalah selalu untuk melihat permukaan jalan di depan anda, karena

ada beragam bentuk lubang di permukaan jalan dan perbedaan ketinggian

pada bahu jalan.

- Pejalan Kaki yang Menyeberang Jalan

Ketika berkendara di jalan, pengendara motor harus selalu hati-hati tidak

hanya pada pengendara yang lain di sekitarnya, tetapi juga perilaku dari

pejalan kaki dan hewan

Menggunakan air bag dalam mobil

c Bagaimana prinsip mekanisme trauma dan apa kemungkinan cedera yang

ditimbulkan?

Trauma yang terjadi dalam kasus ini dapat berupa trauma tajam dan

tumpul. Trauma tumpul adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka

pada permukaan tubuh oleh benda-benda tumpul. Hal ini disebabkan oleh

benda-benda yang mempunyai permukaan tumpul, seperti batu, kayu, dan

benda tumpul lainnya. Trauma tumpul dapat menyebabkan tiga macam luka

yaitu memar (contusio), luka lecet (abrasio) dan luka robek (vulnus

laceratum). Trauma tajam adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka

pada permukaan tubuh oleh benda-benda tajam. Trauma tajam dikenal dalam

tiga bentuk pula yaitu luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk

(vulnus punctum) atau luka bacok (vulnus caesum).

Mekanisme trauma bertujuan mencari tahu cedera lain yang belum

tampak. Mekanisme bisa diketahui dengan cara:

- Dimana posisi penderita saat kecelakaan: pengemudi

- Posisi setelah kecelakaan: terlempar keluar melalui kaca depan,

tergeletak di jalan

- Kerusakan bagian luar kendaraan: bagian depan mobil hancur, kaca

depan pecah

Page 6: Skenario a Blok as27

- Kerusakan bagian dalam mobil: tidak di jelaskan

- Sabuk pengaman, jarak jatuh, ledakan dll: tidak di jelaskan

Pada skenario, diketahui bahwa:

Mobil minibus melaju dengan kecepatan tinggi menabrak pohon

beringin bagian depan mobil hancur dan kaca depan pecah sopir

terlempar keluar melalui kaca depan multipel trauma (kemungkinan cedera

seluruh tubuh)

Luka lecet di dahi dan pelipis kanan menunjukkan luka ringan di

kepala akibat benturan atau dapat juga disebabkan oleh pecahan kaca mobil.

Kemungkinan trauma yang terjadi pada Tuan Sopir yaitu trauma

kepala, trauma thoraks dan trauma femur. Namun apabila dilihat dari

mekanisme terjadi kecelakaan, korban mengalami beberapa trauma:

- Kemungkinan lutut membentur dasbord: fraktur patela dan atau

luksasi sendi panggul, fraktur femur

- Kemungkinan benturan kaca mobil: trauma kepala, cedera otak,

fraktur servikal

- Dada terbentur kemudi: fraktur sternum, fraktur iga, cedera jantung,

cedera paru

- Kepala terbentur kaca: trauma muka, trauma mata

- Korban yang terlempar dari mobil ke aspal: fraktur servikal, fraktur

vertebra, fraktur lumbal dan semua jenis perlukaan dan meningkatkan

mortalitas

- Kemungkinan trauma benturan frontal lainya: fraktur sevikal, flail

chest anterior, kontusio mikard, pneumothorax, rupture aorta, rupture

lien dan hepar, fraktur/dislokasi coxae.

2. dr. Thamrin mendengar tabraengan membawa peralatankan lamgsung pergi ke

tempat kejadian dengan membawa peralatan tatalaksana trauma seadanya. Di tempat

kejadian, terlihat sang sopir, laki – laki 30 tahun, tergeletak dan merintih, mengeluh

dadanya sesak, nyeri di dada kanan dan nyeri paha kiri.

a Bagaimana anatomi thorax dan ekstremitas bawah?

ANATOMI TORAKS

Thorax dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di superior

oleh thoracic inlet dan inferior oleh thoracic outlet; dengan batas luar

adalah dinding thorax yang disusun oleh vertebra torakal, costae, sternum,

Page 7: Skenario a Blok as27

muskulus, dan jaringan ikat. Rongga thorax dibatasi dengan rongga

abdomen oleh diafragma. Rongga thorax dapat dibagi ke dalam dua bagian

utama, yaitu : paru-paru (kiri dan kanan) dan mediastinum. Mediastinum

dibagi ke dalam 3 bagian: superior, anterior, dan posterior. Mediastinum

terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan daerah tempat organ-

organ penting thorax selain paru-paru (yaitu: jantung, aorta, arteri

pulmonalis, vena cava, esofagus, trakhea, dll.).

ANATOMI FEMUR

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter

major dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua

pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk

articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea

capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah

untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang

pada fovea.

b Apa saja peralatan tatalaksana trauma yang sesuai dengan prosedur tetap?

Page 8: Skenario a Blok as27

Ditambah dengan:

1. Pelvic wrap

2. Spuit

c Apa saja kemungkinan penyebab dari :

a) Sesak

Kecelakaan lalu lintas dada tertekan setir trauma tumpul pada

thoraks udara dari dalam paru-paru bocor ke rongga pleura udara

tidak dapat keluar lagi dari rongga pleura (one-way valve) tekanan

Page 9: Skenario a Blok as27

intrapleural meningkat paru-paru kolaps pertukaran udara tidak

adekuat hipoksia kesulitan bernafas.

b) Nyeri di dada kanan

Nyeri pada dada kanan terjadi karena dua hal yaitu adanya fraktur

pada costae dan adanya tension pneumothorax. Fraktur costae akan

menyebabkan kerusakan jaringan sekitar fraktur dan rangsangan pada

saraf yang ada di sulkus costae. Kerusakan jaringan akan

menghasilkan stimulus noksius yang dapat merangsang nociceptor

sehingga menimbulkan nyeri. Ditambah lagi pada fraktur costa, saat

bernapas dapat terjadi peningkatan nyeri yang dirasakan

penderita.Tension pneumothorax terjadi akibat adanya cedera pada

pleura viseralis. Pleura viseralis dipersarafi oleh nervus autonom yang

dapat menimbulkan nyeri jika terjadi gangguan pada pleura visceral.

c) Nyeri paha kiri

Fraktur femur mengenai saraf-saraf sekitar femur nyeri paha kanan

d) Merintih

Merintih disebabkan penutupan glottis yang menghalangi jalan napas,

sehingga tejadi ekspirasi yang melawan obstruksi jalan napas yang

dapat meningkatkan tekanan akhir ekspirasi. Pada saat glottis terbuka

dan terjadi penghembusan udara secara cepat dapat mennyebabkan

grunting.

d Bagaimana mekanisme terjadinya : Aqil, Maureen

a) Sesak

Sesak pada dada disebabkan udara yang masuk ke dalam rongga

pleura secara terus menerus dan membuat mediastinum bergeser ke

arah kontralateral. Mediastinum yang bergeser ke arah kontralateral

akan menekan vena cava. Bersamaan dengan shunting ke paru

kontralateral dan obstruksi jalan napas, penekanan pada vena cava

akan menimbulkan gejala shock ataupun pre-shock.

b) Nyeri di dada kanan

Costae 9, 10 dan 11 dipersarafi oleh nervus intercostales yang terdapat

di intercotales, apabila terjadi fraktur nervus intercostales akan

menimbulkan rasa nyeri.

c) Nyeri paha kiri

Page 10: Skenario a Blok as27

Nyeri paha kiri yang terjadi bersamaan dengan ditemukannya

hematom di area femur kemungkinan terjadinya fraktur di regio femur

dan bahkan dapat sampai merobek pembuluh darah. Fraktur yang

terjadi merangsang rasa nyeri pada lokasi fraktur.

d) Merintih

Merintih yang terjadi akibat udara yang memaksa masuk melalui

glottis yang tertutup secara parsial, menutupnya glottis merupakan

kompensasi tubuh yang dilakukan untuk mempertahankan tekanan

akhir respirasi tetap positif dan menjaga alveoli tidak kolaps.

3. Pemeriksaan sekilas.

a Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan sekilas

yang didapat?

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

Kesadaran Pasien sadar

terlihat bingung,

cemas dan

kesulitan bernafas

Compos mentis

dan nafas

normal

Abnormal

Tanda Vital RR : 40x/menit

Nadi : 110x/menit,

lemah

TD : 90/50

RR:

16-24x/menit

Nadi: 60-

100x/menit

TD: 120/80

RR: Takipneu

Nadi: Takikardi

TD: Hipotensi

Kepala Wajah dan bibir

terlihat kebiruan

Tidak biru Abnormal

(Sianosis)

Kulit Pucat, dingin, dan

berkeringat dingin

Tidak pucat,

tidak dingin, dan

tidak

berkeringat

dingin

Abnormal

Ekstremitas Deformitas paha

kiri

Tidak ada

deformatis

Abnormal

GCS 13 (E: 3, M: 6,

V:9)

13-15: trauma

kepala ringan

9-12: trauma

Trauma kepala

ringan

Page 11: Skenario a Blok as27

kepla sedang

3-8: trauma

kepala berat

Mekaninsme:

Costae merupakan tulang pipih dan bersifat lentur, Trauma tumpul

akibat kecelakaanfraktur pada costae 9,10,11Ujung-ujung fraktur masuk

ke rongga thorax Robekan pada pleura tekanan negative membuat udara

luar dapat masuk ke rongga thorax udara pada rongga pleuraTekanan

intrapleura meningkatpenekanan terhadap paru-paru ipsilateral (collapse)

pengisian udara ke paru-paru tidak maksimal & penekanan pembuluh darah

di cavum thorax (v. cava inferior-superior, aorta, esophagus) gangguan

ventilasihipoksiamenurunkan venous returnpenurunan preload dan

afterload

- Mekanisme kompensasi untuk menstabilkan CO HR meningkat

- Respon aktivitas simpatisvasokontriksi di daerah periferperfusi

jaringan perifer berkurangpucat, dingin, keringat dingin

- Kurangnya oksigen ke jaringan wajah dan bibir kebiruan

Pada intinya, ketika venous return menurun, tetapi arteri pulmonalis

meningkat terdapat sumbatan di arteri pulmonalis dan vena pulomonalis

sehingga menyebabkan tekanan darah dan tekanan MAP turun jadi dapat

dikatakan syok walaupun selisih antara sistol dan diastole belum rapat karena

syok masih dapat terkompensasi. (Hukum Starling).

b Bagaimana tatalaksana awal trauma di tempat kejadian dan mobilisasinya?

Urutan prioritas tindakan pada penderita cedera adalah resutasi, kemudian

penanganan cedera yang mengancam jiwa, cedera tulang besar, tulang

belakang dan sendi, dan akhirnya cedera kulit, jaringan lunak, tendon dan

saraf. Pertolongan di luar rumah sakit terdiri dari trias resusitasi (A, B, C),

menghentikan perdarahan, menjamin perlindungan cedera tulang belakang,

dan membidai patah tulang ekstremitas.

1. Pemeriksaan kesadaran :

- Tanya nama pasien untuk menilai kesadaran

- Nilai cara bicara untuk assessment airway

- Lakukan peraba nadi (arteri radialis) sambil mengajukan pertanyaan

Page 12: Skenario a Blok as27

2. Evaluasi airway.

Lakukan control serviks.Pasang neck collar. Posisikan kepala pasien

dengan cara jaw trust karena ada kecurigaan trauma serviks. Lakukan

pemasangan OPA agar lidah tidak jatuh kebelakang dan menutup jalan

napas.

3. Breathing

Auskulatsi paru dan perkusi dada (menilai tension pneumotorak).

Berikan tambahan oksigen, dapat langsung menggunakan selang ke

hidung atau menggunakan masker. Needle dekompresi tension

pneumotoraks dengan tahapan:

- Tentukan intercostales 2 dengan palpasi

- Lakukan desinfeksi dengan larutan antiseptic

- Gunakan spet yang ditusuk pada intercostals 2

4. Circulation :

Lakukan pemeriksaan perdarahan ekstrenal. Bila terdapat perdarahan

eksternal lakukan control dengan balut tekan dan elevasi.

Lakukan pembidaian femur (dengan spalek atau teknik neighbouring

splint) atau traksi dengan menggunakan traction splint (penting untuk

mencegah terjadinya overriding tulang femur). Sebelum dan sesudah

memasang traction splint, lakukan perabaan arteri dorsalis pedis untuk

menilai apakah ikatan terlalu kuat.

Lakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan jumlah darah yang

hilang akibat perdarahan. Cairan yang digunakan adalah kristaloid seperti

ringer laktat dengan proporsi 3 in 1 (setiap perdarahan 3 ml diberikan

cairan sebanyak 1 ml).

5. Lakukan immobilisasi pasien

Persiapkan long spine board

Lakukan “penggulingan” korban (90°) dengan teknik logroll (teknik agar

tulang belakang, pelvis, dll tidak bergerak, membutuhkan min 3 orang)

6. Teknik transport pasien.

Page 13: Skenario a Blok as27

Jika ada ambulance, transport pasien dengan ambulance. Jika tidak ada

sebaiknya menggunankan alat transport lain untuk mencegah guncangan

bila dibawa tanpa alat transpor.

c Bagaimana tatalaksana yang dilakukan di UGD?

Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan

adalah mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway,

Breathing, Circulation, Disability Limitation, Exposure)

A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah

kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas

oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha untuk

membebaskan jalan nafasharus memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik

Jaw Thrust dapat digunakan. Setelah itu pasang collar brace.Lakukan

intubasi, yang berfungsi untuk mempertahankan jalan nafas dan menguangi

beban otot pernafasan.

B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus

menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru

paru yang baik, dinding dada dan diafragma. Pada kasus ini breathing dan

exposure dilakukan bersamaan yaitu membuka pakaian pakaian pasien dan

melakukan sesegera mungkin dekompresi jarum. Setelah itu lakukan

suplementasi oksigen dengan saturasi 100% karena pemberian terapi oksigen

100% dapat meningkatkan absropsi udara pada pleura, oksigen terapi 100%

diberikan untuk menurunkan tekanan alveolar terhadap nitrogen, sehingga

nitrogen dapat dikeluarkan dan oksigen dapat masuk melalui sistem vaskular,

terjadi perbedaan tekanan antara pembuluh kapiler jaringan dengan udara

pada rongga pleura, sehingga terjadi peningkatan absorpsi dari udara pada

rongga pleura.

C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan

di sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan

sering menjadi permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama patah

tulang terbuka. Patah tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah

dalam paha 3 – 4 unit darah dan membuat syok kelas III. Menghentikan

pendarahan yang terbaik adalah dengan imobilisasi fraktur. Fraktur femur

dilakukan imobilisasi sementara dengan traction splint. Traction splint

menarik bagian distal dari pergelangan kaki atau melalui kulit. Di proksimal

traction splint didorong ke pangkal paha melalui ring yang menekan bokong,

Page 14: Skenario a Blok as27

perineum dan pangkal paha.Imobilisasi fraktur yang baik dapat menurunkan

pendarahan secara nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan

pengaruh tamponade otot sekitar patahan. Penggantian cairan yang agresif

merupakan hal penting disamping usaha menghentikan pendarahan.Cairan

yang bisa diberikan berupa RL dan NaCl 0,9%.

D : Disability, menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi

singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat

kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera

spinal.

d Bagaimana penanganan ketika mobilisasi dari UGD RSUD ke RSMH?

Pasien harus distabilisasi lebih dulu sebelum diberangkatkan.

Prinsipnya pasien hanya ditransportasi untuk mendapat fasilitas yang lebih

baik dan lebih tinggi di tempat tujuan.

Perencanaan dan persiapan meliputi :

Menentukan jenis transportasi (mobil, perahu, pesawat terbang)

Menentukan tenaga kesehatan yang mendampingi pasien. Pasien yang

dirujuk harus didampingi oleh tenaga yang terlatih.

Menentukan peralatan dan persediaan obat yang diperlukan selama

perjalanan baik kebutuhan rutin maupun darurat

Menentukan kemungkinan penyulit.

Menentukan pemantauan pasien selama transportasi.

Apabila dimungkinkan dalam perjalanan merujuk, harus diberitahu

institusi yang dituju bahwa pasien sedang dalam perjalanan menuju

institusi yang bersangkutan. Ada komunikasi dengan RS dirujuk.

Persiapan administrasi: surat rujukan (termasuk tindakan apa yang telah

dilakukan) disampaikan kepada petugas penerima dan ditandatangani

oleh petugas yang merujuk.

Melibatkan keluarga

Persiapan biaya

PROTOKOL RUJUKAN

1. Sebelum melakukan rujukan harus melakukan komunikasi dengan

memberi informasi ke RS rujukan tentang:

Identitas pasien: nama, usia, jenis kelamin, dll

Hasil anamnesis penderita dan termasuk data pra RS

Penemuan awal pemeriksaan dengan respon terapi.

Page 15: Skenario a Blok as27

2. Informasi untuk petugas pendamping:

Pengelolaan jalan nafas

Cairan yang telah/akan diberikan

Prosedur khusus yang mungkin diperlukan

GCS, resusitasi, dan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam

perjalanan.

3. Dokumentasi : yang harus disertakan dengan penderita

Permasalahan penderita

Terapi yang telah diberikan

Keadaan penderita saat akan dirujuk

4. Sebelum rujukan: stabilkan dulu pasien.

5. Pengelolaan selama transport: petugas pendamping harus

Monitor: tanda-tanda vital dan bila tersedia pasang pulse oxymetry

Bantuan kardio respirasi bila diperlukan

Pemberian darah bila diperlukan

Pemberian obat-obatan sesuai instruksi dokter atau sesuai protap

Melakukan komunikasi dengan dokter selama transportasi

Dokumentasi

4. Bagaimana cara pemeriksaan GCS?

GCS meliputi:

1. Eye / Mata

Spontan membuka mata (poin 4)

Membuka mata dengan perintah(suara) (poin 3)

Membuka mata dengan rangsang nyeri (poin 2)

Tidak membuka mata dengan rangsang apapun (poin 1)

2. Verbal

Berorientasi baik (poin 5)

Bingung (bisa membentuk kalimat tapi arti keseluruhan kacau) (poin 4)

Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat (poin 3)

Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti (poin 2)

Tidak bersuara (poin 1)

3. Motorik

Menurut perintah (poin 6)

Dapat melokalisir rangsang nyeri (poin 5)

Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdrawal) (poin 4)

Page 16: Skenario a Blok as27

Menjauhi rangsang nyeri (poin 3)

Ekstensi spontan (poin 2)

Tak ada gerakan (poin 1)

5. Pemeriksaan kepala.

a Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksana kepala?

Luka lecet di dahi dan pelipis kanan diameter 2-4 cm

Interpretasi: Laserasi jaringan lunak, menunjukkan luka ringan di kepala

akibat benturan.

Mekanisme: Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan

dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing misalnya pada

kejadian kecelakaan lalu lintas, tubuh terbentur aspal jalan, atau sebaliknya

benda tersebut yang bergerak dan bersentuhan dengan kulit.

b Bagaimana cara pemeriksaan pada trauma kepala?

Sesuai prosedur ATLS untuk pemeriksaan pada trauma kepala meliputi tiga

tahapan penting. Yaitu survei primer, survei sekunder dan penatalaksanaan

dan evaluasi CT (American College of Surgeons, 2004).

a. Survei primer

Meliputi ABCDE, Imobilisasi dan stabilisasi servikal (pertahankan posisi

servikal) dan melakukan pemeriksaan neurologis singkat sseperti respon

pupil dan Nilai GCS.

b. Survei sekunder

Setelah dilakukan survei primer dilanjutkan dengan survei sekunder.

Langkah – langkah sbb:

i. Inspeksi keseluruhan kepala, termasuk wajah

Dilihat apakah terdapat laserasi pada kepala dan periksa lubang

hidung dan telinga apakah keluar cairan LCS.

ii. Palpasi keseluruhan kepala, termasuk wajah

Palpasi untuk meraba apakah terdapat fraktur pada tengkorak dan

laserasi dengan fraktur di bawahnya.

iii. Inspeksi seluruh laserasi kulit kepala

Pastikan telah melihat ke seluruh kulit kepala

iv. Nilai GCS dan respon pupil

Respon buka mata, motorik, respon verbal dan respon pupil.

v. Pemeriksaan vertebra servikal

Page 17: Skenario a Blok as27

Inspeksi untuk melihat apakah terdapat cedera spinal dan

palpasi untuk mencari adanya rasa nyeri bila perlu gunakan kolar

servikal. Bila perlu lakukan pemeriksaan foto ronsen vertebra

servikalis.

vi. Penilaian beratnya cedera

vii. Pemeriksaan ulang secara kontinyu-observasi tanda-tanda

perburukan

Frekuensi, parameter yang dinilai dan ulangi ABCDE.

6. Pemeriksaan leher dan thorax.

a Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksaan leher dan

thorax?

Trakea bergeser ke kiri

Interpretasi: Abnormal, tidak ada pergesaran trakea pada keadaan normal.

Mekanisme: Peningkatan tekanan udara intrepleura yang progresif

menekan paru bahkan bisa sampai menggeser trakea

Vena jugularis ditensi

Interpretasi: Abnormal, pada keadaan normal tidak ada ditensi pada vena

jugularis

Mekanisme: Peningkatan tekanan intrapleural yang progresif paru

ipsilateral kolaps mendorong mediastinum ke arah kontralateral sampai

menekan paru kontralateral menekuk vena kava mengganggu aliran

balik ke atrium kanan distensi vena jugularis

Dinding dada asimetris dan ada memar

Interpretasi: Abnormal

Mekanisme: Gerakan dinding dada yang asimetris disebabkan karena

perbedaan volume paru kanan dan kiri saat terjadi inspirasi dan ekspirasi. Dan

fraktur costae juga menyebabkan ekspansi dinding dada tidak maksimal.

Memar disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah disekitar daerah fraktur

akibat benturan keras.

Nyeri tekan dada kanan bawah dan krepitasi costae 9,10,11

Interpretasi: Abnormal

Page 18: Skenario a Blok as27

Mekanisme: Krepitasi merupakan tanda dari adanya fraktur, fraktur ini diduga

disebabkan oleh trauma keras pada saat kecelakaan. Rasa nyeri yang

dirasakan merupakan sensasi yang dirasakan karena adanya krerusakan

jaringan akibat fraktur

Perkusi dada kanan hipersonor

Interpretasi: Abnormal, pada keadaan normal akan terdengar sonor

Mekanisme: Pada pneumotoraks terjadi akumulasi udara bebas di ruang

intrapleura.

Auskultasi bunyi nafas kanan melemah dan bunyi jantung cepat >100x/menit

Interpretasi: Abnormal, pada keadaan normal bunyi nafas tidak melemah dan

denyut jantung 60-100x/menit

Mekanisme: Bunyi nafas kanan melemah karena terhambat oleh udara yang

berada di rongga pleura. Bunyi jantung terdengar jelas cepat frekuensi

100x/menit menandakan bahwa belum terjadi masalah dengan jantung, dan

takikardia yang terjadi merupakan salah satu penanda terjadinya syok.

7. Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas.

a Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksana abdomen dan

ekstremitas?

Pemeriksaan Kasus Interpretasi

Abdomen

Inspeksi Dinding perut datar

NormalAuskultasi Bising usus normal

Palpasi Tidak ada nyeri tekan

Ekstermitas paha kiri

inspeksi Tampak deformitas, memar,

hematom pada paha tengah

kananMenunjukkan

adanya fraktur

femurPalpasi Nyeri tekan, krepitasi (tidak

boleh diperiksa)

ROM Aktif dan pasif terbatas

Page 19: Skenario a Blok as27

b Apa saja macam – macam fraktur?

Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang

dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain:

a.Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen

tulang dan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.

Fraktur terbuka dibagi atas tiga derajat:

i. Derajat I

Luka <1 cm

Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk

Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan

Kontaminasi minimal

ii. Derajat II

Laserasi >1 cm

Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi

Fraktur kominutif sedang

Kontaminasi sedang

iii. Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,

otot,

dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka

derajat III terbagi atas:

Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,

meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur

segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma

berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.

Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang

terpapar atau kontaminasi masif.

Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki

tanpa melihat kerusakan jaringan lunak

Page 20: Skenario a Blok as27

Berdasarkan bentuk patahan tulang

a. Transversal

Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang

tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya

mudah dikontrol dengan pembidaian gips.

b. Spiral

Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi

ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit

kerusakan jaringan lunak.

c. Oblik

Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya

membentuk sudut terhadap tulang.

d. Segmental

Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak

dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai

darah.

e. Kominuta

Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan

jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.

f. Greenstick

Page 21: Skenario a Blok as27

Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana

korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis

ini sering terjadi pada anak – anak.

g. Fraktur Impaksi

Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang

berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.

h. Fraktur Fissura

Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti,

fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.

Page 22: Skenario a Blok as27

Berdasarkan lokasi pada tulang fisis

Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan,

bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis

pada anak – anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur

fisis juga kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas

olahraga. Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis

adalah klasifikasi fraktur menurut Salter – Harris :

Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan,

prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.

Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui

tulang metafisis , prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.

Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan

kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan.

Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan reduksi anatomi.

Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan

terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan

mempunyai resiko gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.

Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan

pertumbuhan lanjut adalah tinggi.

Page 23: Skenario a Blok as27

Hipotesis

Seorang sopi, laki – laki, 30 tahun, mengalami tension pneumothorax dan syok hemorragik

et causa fraktur femur dan costae 9, 10, dan 11.

Learning Isssue

ANATOMI THORAX DAN REGIO FEMUR

Anatomi Rongga Torax

Toraks adalah daerah pada tubuh manusia (atau hewan) yang berada di antara leher

dan perut (abdomen). Toraks dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di superior oleh

thoracic inlet dan inferior oleh thoracic outlet; dengan batas luar adalah dinding toraks yang

disusun oleh vertebra torakal, iga-iga, sternum, otot, dan jaringan ikat.

Sedangkan rongga toraks dibatasi oleh diafragma dengan rongga abdomen. Rongga

Toraks dapat dibagi kedalam dua bagian utama, yaitu : paru-paru (kiri dan kanan) dan

mediastinum. Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior, anterior, dan posterior.

Mediastinum terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan daerah tempat organ-

organ penting toraks selain paru-paru (yaitu: jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena cavae,

esofagus, trakhea, dll.).

Thoracic inlet merupakan "pintu masuk" rongga toraks yang disusun oleh:

permukaan ventral vertebra torakal I (posterior), bagian medial dari iga I kiri dan kanan

(lateral), serta manubrium sterni (anterior). Thoracic inlet memiliki sudut deklinasi sehingga

bagian anterior terletak lebih inferior dibanding bagian posterior. Manubrium sterni terletak

kira-kira setinggi vertebra torakal II.

Batas bawah rongga toraks atau thoracic outlet (pintu keluar toraks) adalah area yang

dibatasi oleh sisi ventral vertebra torakal XII, lateral oleh batas bawah iga dan anterior oleh

processus xiphoideus.

Diafragma sebagai pembatas rongga toraks dan rongga abdomen, memiliki bentuk

seperti kubah dengan puncak menjorok ke superior, sehingga sebagian rongga abdomen

sebenarnya terletak di dalam "area" toraks.

Anatomi Pleura

Page 24: Skenario a Blok as27

Pleura ( selaput paru ) adalah selaput tipis yang membungkus paru – paru :

Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ;

a. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru –paru.

b. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada.

Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong

tertutup yang disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit

cairan pleura yang diproduksi oleh selaput tersebut

Surface Anatomi

Pada garis tengah dibagian anterior terletak sternum yang terdiri dari 3 bagian,

manubrium, korpus, dan prosesus xiphoideus. Titik paling atas sternum dikenal sebagai

sternal notch atau insisura jugularis, yang tampak berupa lekukan antara kedua kaput

klavikula. Insisura ini setinggi batas bawah dari vertebra torakal ke-2.

Angulus ludovici adalah tonjolan yang terjadi oleh karena pertemuan bagian korpus

dan manubrium sterni yang membentuk sudut. Sudut ini tampak nyata pada orang yang

kurus. Angulus ludovici adalah penanda anatomi permukaan oleh karena terletak setinggi iga

ke-2 dan vertebra torakal 4-5. Setinggi angulus ini terdapat organ-organ penting: arkus aorta

dan karina.

Bagian terakhir sternum adalah processus xiphoideus yang dapat diraba sebagai

ujung bawah yang lunak dari sternum; kira-kira setinggi vertebra torakal 9.

Lateral terhadap sternal terdapat iga dan sela iga yang dapat dibedakan dan dihitung

melalui palpasi. Hampir seluruh iga tertutup oleh otot, tetapi hanya iga I yang tidak dapat

teraba oleh karena tertutup oleh klavikula.

Batas bawah rongga iga di sebelah anterior dibentuk oleh processus xiphoideus,

rawan kartilago dari iga VII-X, dan ujung kartilago dari iga XI-XII.

Papilla mammae pada pria yang kurus berada di sekitar sela iga V kiri sedikit lateras

garis mid-klavikula.

Triangulus auskultatorius adalah area segitiga yang dibentuk oleh skapula di lateral,

superior oleh batas inferior m.trapezius dan inferior oleh batas superior m. latissimus dorsi

Page 25: Skenario a Blok as27

yang terjadi saat skapula tertarik ke lateral-anterior pada posis lengan melipat ke depan dada

dan ke depan. Area ini merupakan petunjuk klinis penting karena sela-sela iga di tempat ini

hanya tertutup oleh jaringan sub-kutan dan merupakan tempat yang baik untuk pemeriksaan

auskultasi toraks.

Klavikula dapat dengan mudah diraba atau dilihat karena hanya ditutupi oleh subkutis

dan kulit.

Skapula dapat diraba dari permukaan dengan margo vertebralis, angulus inferior, dan

spina.

Untuk vertebra, sebagai patokan hanya dapat diraba prosesus spinosus vertebra; pada

bagian atas yang terbesar dan paling menonjol adalah vertebra servikalis ke-7 dan

dibawahnya adalah vertebra torakalis pertama.

Garis-garis (imajiner) yang penting adalah linea midsternalis (midline), linea

parasternalis, dan midklavikularis. Di toraks lateral ada garis aksilaris anterior (sesuai sisi

lateral M.pektoralis mayor), linea aksilaris medius (sesuai dengan puncak aksila) dan linea

aksilaris posterior (sesuai dengan M.latissimus dorsi).

Biasanya otot yang diinsisi pada waktu melakukan torakotomi posterolateral hanya

otot latissimus dorsi. Bila diinginkan lebih lebar: ke posterior dapat dipotong muskulus

trapezius dan rhomboideus mayor dan minor; ke anterior dapat dipotong muskulus seratus

anterior di origonya (bagian depan otot) untuk menghidari kerusakan nervus torakalis

longus.

Untuk torakotomi anterior dilakukan pemotongan dari M.pektoralis

Area Pre-cordial adalah area proyeksi dari jantung ke dinding dada anterior, yaitu

daerah dengan :

- batas superior: iga II kiri

- batas inferior : pinggir bawah toraks (iga) kiri

- batas kanan : garis parasternal kanan

- batas kiri : garis mid-klavikula kiri

Dinding Torax

Page 26: Skenario a Blok as27

1. Costae

Rangka toraks terluas adalah iga-iga (costae) yang merupakan tulang jenis

osseokartilaginosa. Memiliki penampang berbentuk konus, dengan diameter

penampang yang lebih kecil pada iga teratas dan makin melebar di iga sebelah

bawah. Di bagian posterior lebih petak dan makin ke anterior penampang lebih

memipih.

Terdapat 12 pasang iga : 7 iga pertama melekat pada vertebra yang

bersesuaian, dan di sebelah anterior ke sternum. Iga VIII-X merupakan iga palsu

(false rib) yang melekat di anterior ke rawan kartilago iga diatasnya, dan 2 iga

terakhir merupakan iga yang melayang karena tidak berartikulasi di sebelah anterior.

Setiap iga terdiri dari caput (head), collum (neck), dan corpus (shaft). Dan

memiliki 2 ujung : permukaan artikulasi vertebral dan sternal.

Bagian posterior iga kasar dan terdapat foramen-foramen kecil. Sedangkan

bagian anterior lebih rata dan halus. Tepi superior iga terdapat krista kasar tempat

melekatnya ligamentum costotransversus anterior, sedangkan tepi inferior lebih bulat

dan halus.

Pada daerah pertemuan collum dan corpus di bagian posterior iga terdapat

tuberculum. Tuberculum terbagi menjadi bagian artikulasi dan non artikulasi.

Penampang corpus costae adalah tipis dan rata dengan 2 permukaan (eksternal

dan internal), serta 2 tepi (superior dan inferior). Permukaan eksternal cembung

(convex) dan halus; permukaan internal cekung (concave) dengan sudut mengarah ke

superior.

Diantara batas inferior dan permukaan internal terdapat costal groove, tempat

berjalannya arteri-vena-nervus interkostal.

Iga pertama merupakan iga yang penting oleh karena menjadi tempat

melintasnya plexus brachialis, arteri dan vena subklavia. M.scalenus anterior melekat

di bagian anterior permukaan internal iga I (tuberculum scalenus), dan merupakan

pemisah antara plexus brachialis di sebelah lateral dan avn subklavia di sebelah

medial dari otot tersebut.

Sela iga ada 11 (sela iga ke 12 tidak ada) dan terisi oleh m. intercostalis

externus dan internus. Lebih dalam dari m. intercostalis internus terdapat fascia

transversalis, dan kemudian pleura parietalis dan rongga pleura. Pembuluh darah dan

vena di bagian dorsal berjalan di tengah sela iga (lokasi untuk melakukan anesteri

blok), kemudian ke anterior makin tertutup oleh iga. Di cekungan iga ini berjalan

berurutan dari atas ke bawah vena, arteri dan syaraf (VAN). Mulai garis aksilaris

Page 27: Skenario a Blok as27

anterior pembuluh darah dan syaraf bercabang dua dan berjalan di bawah dan di atas

iga. Di anterior garis ini kemungkinan cedera pembuluh interkostalis meningkat pada

tindakan pemasangan WSD.

2. Vertebra

Untuk bedah toraks sebetulnya tidak banyak yang harus diketahui mengenai

vertebra kecuali bahwa persendiannya dengan kosta. Vertebra torakalis pertama (T1)

mempunyai satu persendian yang lengkap dengan iga I dan setengah persendian

dengan iga II. Selanjutnya T2-T8 mempunyai dua persendian, di atas dan di bawah

korpus vertebra (untuk iga II sampai dengan VIII). Sedang dari T9-T12 hanya

mempunyai satu persendian dengan iga. Semua ini penting untuk melepaskan iga dari

korpus vertebra pada waktu melakukan torakotomi.

Yang perlu juga diketahui adalah ligamentum longitudinalis anterior; di depan

ligamentum ini terdapat suatu ruangan (space) dengan susunan jaringan ikat yang

longgar dan merupakan "jalan" untuk descending infection dari daerah leher menuju

mediastinum.

Anatomi Femur

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major

dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan

berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada

pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan

Page 28: Skenario a Blok as27

ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan

sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke

bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita

sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu

diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.

Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan

batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di

depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya

terdapat tuberculum quadratum.

Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia

licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat

rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian

medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju

tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah

dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di

bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan

dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk

daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.

Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian

posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus

dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk

articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis.

Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.

Vaskularisasi femur 

Vaskularisasi femur berasal dari arteria iliaka komunis kanan dan kiri. Saat arteri inimemasuki

daerah femur maka disebut sebagai arteri femoralis. Tiap-tiap

arterifemoralis kana dan kiri akan bercabang menjadi arteri profunda

femoris, ramiarteria sirkumfleksia femoris lateralis asenden, rami arteria

sirkumfleksia femorislateralis desenden, arteri sirkumfleksia femoris medialis dan

arteria perforantes.Perpanjangan dari arteri femoralis akan membentuk arteri

yang memperdarahidaerah genus dan ekstremitas inferior yang lebih distal. Aliran

balik darah menuju jantung dari bagian femur dibawa oleh vena femoralis kanan dan

kiri. (Yokochidkk, 2006)

Page 29: Skenario a Blok as27

TENSION PNEUMOTHORAX

Cara Penegakan Diagnosis

1. Pengkajian Primer

a. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat

kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :

- Chin lift / jaw trust

- Suction / hisap

- Guedel airway

- Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.

b. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit

Page 30: Skenario a Blok as27

dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing, sonor, stidor/

ngorok, ekspansi dinding dada.

c. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi

jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,

sianosis pada tahap lanjut

d. Disability

Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau atau

sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang cukup

jelasa dan cepat adalah

Awake :A

Respon bicara :V

Respon nyeri :P

Tidak ada respon :U

e. Eksposure

Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang

mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi

in line harus dikerjakan

2. Pengkajian Sekunder

Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat

meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal, dan Event/

Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik dimulai dari

kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik.

DD

KONDISI PENILAIANTension pneumothorax •  Deviasi Tracheal

•  Distensi vena leher•  Hipersonor

Page 31: Skenario a Blok as27

•  Bisingnafas (-)Massive hemothorax •  ± Deviasi Tracheal

•  Vena leherkolaps•  Perkusi : dullness•  Bisingnafas (-)

 Cardiac tamponade •  Distensi vena leher•  Bunyi jantung jauh dan lemah•  EKG abnormal

WD

Tension Pneumothoraks.

Definisi

Tension pneumotorakx adalah bertambahnya udara dalam ruang pleura secara

progresif, biasanya karena laserasi paru-paru yang memungkinkan udara untuk masuk ke

dalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar atau tertahan didalam rongga pleura.

b Etiologi Rafiqy

Epidemiologi

Insidensi Tension Pneumotoraks di luar rumah sakit sulit untuk ditentukan. Dari

2000 insidens yang dilaporkan ke Australian Incident Monitoring Study ( AIMS ) , 17

merupakan penderita atau suspect pneumotoraks, dan 4 diantaranya didiagnosis sebagai

tension pneumotaraks. Data militer menunjukkan bahwa lebih dari 5% korban akibat

pertumburan dengan trauma dada mempunyai tension pneumotoraks.

Faktor Resiko

a. Trauma benda tumpul /tajamb. Pemasangan kateter vena sentral

Patogenesis dan patofiologi

Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan

pneumotoraks. Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh

jaringan ikat, pembuluh darah kapiler, dan pembuluh getah bening. Rongga pleura dibatasi

oleh 2 lapisan tipis sel mesotelial, terdiri dari pleura parietalis dan pleura viseralis.

Pneumotoraks Spontan Primer (PSP)

Page 32: Skenario a Blok as27

PSP terjadi karena robeknya suatu kantong udara dekat pleura viseralis. Penelitian secara

patologis membuktikan bahwa pasien pneumotoraksspontan yang parunya direseksi tampak

adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam bentuk bleb dan bulla. Bulla merupakan suatu

kantong yang dibatasi sebagian oleh pleura fibrotik yang menebal, sebagian oleh jaringan

fibrosa paru sendiri dan sebagian lagi oleh jaringan paru emfisematous. Bleb terbentuk dari

suatu alveoli yang pecah melalui jaringan interstisial ke dalam lapisan fibrosa tipis pleura

viseralis yang kemudian berkumpul dalam bentuk kista. Mekanisme terjadinya bulla atau

bleb belum jelas, banyak pendapat menyatakan terjadinya kerusakan bagian apeks paru

berhubungang dengan iskemia atau peningkatan distensi pada alveoli daerah apeks paru

akibat tekanan pleura yang lebih negatif (Hisyam dan Budiono, 2009).

Manifestasi Klinis

Manifestasi Awal :

Nyeri dada, dipsneu, ansietas, takipneu, takikardi, hipersonor dinding dada dan tidak

ada suara nafas pada sisi yang sakit.

Manifestasi Lanjut :

Tingkat Kesadaran menurun, Trakea bergeser ke sisi kontralateral, hipotensi,

pembesaran pembuluh darah leher/vena jugularis, dan sianosis.

Tatalaksana

Bantuan hidup dasar yang diberikan, pertama, melihat lapang tidaknya jalan napas

(airway), dengan melakukan manuver head tilt, chin lift, dan jaw thrus jika korban dicurigai

mengalami cedera cervical. Disini dilihat apakah ada sumbatan jalan napas, yang diakibatkan

oleh trauma, dilihat pergerakan napas korban ada atau tidak, terdapat sumbatan atau tidak

dari jalan napas korban seperti benda asing atau cairan, sehingga sumbatan jalan napas dari

benda asing dapat dihilangkan. Setelah itu kita berlanjut pada breathing, disini kita evaluasi

dari pergerakan dada korban apakah simetris atau tidak, kita lihat juga distensi dari

pembuluh darah vena pada leher, luka yang terbuka, penderita biasanya akan terlihat gelisah

akibat kesulitan bernapas. Dari gejala-gejalanya kemungkinan mengarah ke pneumotoraks

terdesak (tension pneumothorax) yang merupakan suatu kegawat daruratan pada trauma

dada. Pemberian oksigen terapi sangat diperlukan pada keadaan ini, karena pemberian terapi

oksigen 100% dapat meningkatkan absropsi udara pada pleura, oksigen terapi 100%

diberikan untuk menurunkan tekanan alveolar terhadap nitrogen, sehingga nitrogen dapat

dikeluarkan dan oksigen dapat masuk melalui sistem vaskular, terjadi perbedaan tekanan

Page 33: Skenario a Blok as27

antara pembuluh kapiler jaringan dengan udara pada rongga pleura, sehingga terjadi

peningkatan absorpsi dari udara pada rongga pleura.Kemudian penanganan dengan jarum

dekompresi yang dilakukan pada intercostal 2 pada garis midklavikula, ini 14 merupakan

metode konvensional. Pada literatur American College Of Chest Physician (ACCP) dan

British Thoracic Society (BTS) dekompersi dapat dilakukan pada intercosta 5 pada garis

anterior aksila.Pengunaan pipa torakostomi digunakan pada pneumotoraks dengan gejala

klinis sulit bernapsa yang sangat berat, nyeri dada, hipoksia dan gagalnya pemasangan jarum

aspirasi dekompresi. Pada penggunaannya pipa torakostomi disambungkan dengan alat yang

disebut WSD (water seal drainage). WSD mempunyai 2 komponen dasar yaitu, ruang water

seal yang berfungsi sebagai katup satu arah berisi pipa yang ditenggelamkan dibawah air,

untuk mencegah air masuk kedalam pipa pada tekanan negatif rongga pleura dan ruang

pengendali suction. WSD dilepaskan bila paru-paru sudah mengembang maksimal dan

kebocoran udara sudah tidak ada. Pada sirkulasi (circulation) kita menilainya dengan meraba

denyut nadi, untuk mengevaluasi kemungkinan tanda-tanda syok pada korban (denyut nadi

cepat dan lemah, akral dingin, laju pernafasan dll) jika denyut nadi tidak teraba, langsung

berikan kompresi sebanyak 30 kali dengan memberikan 2 kali napas bantuan. Pemberian

terapi cairan secara intravena dilakukan untuk resusitasi awal pada penderita pneumotoraks

dengan keadaan syok, dengan pemasangan kateter intravena ukuran besar (minimum 16

gauge) dengan pemberian larutan elektrolit isotonik, untuk menstabilkan volume vasukuler

dengan mengganti cairan pada ruang interstisial dan intraseluler. Pada pneumotorak terbuka,

yang terdapat luka yang menganga pada dinding dada dan udara masuk melalui perlukaan

tersebut. Penanganan awal yang dapat kita lakukan adalah tutup luka tersebut dengan

menggunakan gaas steril ataupun kain yang bersih yang ditutup pada tiga sisinya. Fungsi

dari penutup ini sebagai katup, udara dapat keluar melaluin luka, tetapi tidak dapat masuk

melalui luka tersebut. Karena jika kita tutup pada ke empat sisinya, pneumotoraks terbuka ini

akan berubah menjadi pneumotoraks terdesak, akibat udara yang masuk tidak dapat keluar,

dan terperangkap di rongga pleura.

Rehabilitasi

o Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan pengobatan

secara baik untuk penyakit dasar (jika ada)

o untuk sementara waktu (dalam beberapa minggu), penderita dilarang

mengejan, mengangkat barang berat, batuk / bersin terlalu keras.

o bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian anti tusif, berilah laksan

ringan.

Page 34: Skenario a Blok as27

o Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk

sesak nafas.

Komplikasi

- Gagal napas akut (3-5%)

- Komplikasi tube torakostomi à lesi pada nervus interkostales

- Henti jantung-paru

- Infeksi sekunder dari penggunaan WSD

- Kematian

- Timbul cairan intra pleura

- Kehilangan darah (syok)

Prognosis

Mengingat kondisi pasien yang buruk dan jarak rumah sakit yang jauh, 60%

kemungkinan pasien tidak tertolong lagi, namun kemungkinan pasien bertahan hidup akan

meningkat apabila dilakukan tatalaksana awal penanganan trauma dengan cepat dan tepat.

Quo ad vitam : dubia et bonam

Quo ad funtionam : dubia et bonam

SKDI

Kompetensi Dokter Umum: 3B

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada

keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau

kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi

penanganan pasien selanjutnya.

SYOK HEMORRAGIK

Cara penegakan diagnosis

Memperoleh data yang lengkap mengenai tipe, jumlah, dan durasi perdarahan

sangatlah penting. Hallmark indicator klnis dari syok adalah adanya tanda vital yang

abnormal, seperti hipotensi, takikardi, berkurangnya jumlah urin, dan perubahan status

mental. Gejala ini merupakaa efek sekunder dari kegagalan sirkulasi.

Page 35: Skenario a Blok as27

Klinis seorang pasien dengan syok bisa bermacam-macam. Umumnya pasien terlihat

pucat atau diaphoresis. Keadaan ini bisa disertai dengan agitasi. Awalnya, nadi akan terasa

cepat. Pada keadaan syok terkompensasi tekanan darak sistolik masih berada dalam batas

normal.

Pemeriksaan Penunjang. Secara umum, pemeriksaan lab tidak membantu pada perdarahan

akut karena hasil pemeriksaan akan tetap normal. Redistribusi cairan intertisiel ke dalam

plasma darah terjadi setelah 8-12 jam. Hemoglobin dan hematocrit tetapi berada dalam batas

normal pada saat perdarahan terjadi. Setelah dilakukan resusistasi, nilai hematocrit akan

turun karena kristaloid yang diberikan akan menyebabkan reekuilibrasi cairan ekstraselular

ke intravascular. Analisa gas darah penting pada pasien dengan syok berat. Asidosis

merupakan indicator terbaik untuk menunjukkan adanya ketidak seimbangan oksigen pada

jaringan. Analisa gas darah dengan pH di bawah 7,25 dapat mengganggu aktivitas

katekolamin sehingga menyebabkan hipotensi yang tidak responsive pada inotropic.

Pemeriksaan golongan darah harus dilakukan secepatnya.

DD

Diagnosis syok dapat ditegakkan dengan gejala klinis sederhana, yang terpenting di

antaranya adalah kulit yang hangat, tekanan vena jugularis (JVP) (bila tidak terlihat diukur

dengan kateter vena sentral), dan tekanan darah postural. Selain tekanan darah yang rendah

(biasanya sistol <90 mmHg) dan takikardia, pasien syok juga memiliki tanda-tanda

malperfusi organ. Organ –organ yang bereaksi paling cepat pada penurunan suplai darah

adalah ginjal (UO <20ml/jam) dan otak (pusing). Aliran balik kapiler (CRT) bisa terganggu.

Untuk membedakan antara syok, Jika pasien tampak dingin, berkeringat, pucat

disertai aliran balik kapiler yang buruk, biasanya termasuk syok hipovolemik atau

kardiogenik. Pada syok kardiogenik, JVP meningkat sedangkan syok hipovolemik ditandai

oleh hipotensi postural dan JVP yang rendah. Jika pasien terasa hangat atau mukanya

memerah (flushed) dengan denyut nadi cepat, biasanya syok sepsis,terjadi karena

vasodilatasi, (disertai kenaikan suhu rendah) atau anafilaksis. Jika JVP rendah, pengisian

sirkulasi tidak adekuat bisa hipovolemia, sepsis, atau anafilaksis. Jika terdapat

hiperpigmentasi garis-garis telapak tangan (palmar crease) dan mukosa bukal merupakan

gejala penyakit Addison (krisis steroid) (jarang).

WD

Syok hemorragik.

Page 36: Skenario a Blok as27

Definisi

Syok adalah ketidaknormalan dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan

perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Syok hemoragik terjadi karena

hilangnya darah dalam jumlah yang banyak dan memicu kompensasi tubuh untuk

menyediakan oksigenasi dan perfusi organ yang cukup.

Etiologi

Syok hemoragik biasanya disebabkan oleh berkurangnya volume darah sirkulasi dan

kapasitas penghantar oksigen. Etiologi klinis yang paling sering terjadi adalah trauma benda

tajam dan benda tumpul, perdarahan gastrointestinal, serta perdarahan obstetri.

Epidemiologi

Syok hemoragik ditolerir secara berbeda tergantung pada keadaan fisiologi yang

mendasari, contohnya saja umur. Anak kecil dan orang tua lebih rentan terhadap

dekompensasi setelah kehilangan volume darah sirkulasi.

Anak kecil memiliki volume darah yang lebih sedikit daripada orang dewasa, oleh

karena itu mereka berisiko utuk kehilangan darah dengan presentasi yang lebih besar. Ginjal

anak dengan usia kurang dari 2 tahun belum matang dengan sempurna, sehingga mereka

belum bisa menghemat volume darah sirkulasi seefektif orang dewasa. Selain itu, anak kecil

juga lebih cepat mengalami hipotermia, yang pada akhirnya bisa menyebabkan koagulopati.

Orang tua cenderung mengalami perubahan fisiologi dan memiliki kondisi klinis

yang dapat memperburuk kemampuan kompensasi mereka terhadap kehilangan darah.

Aterosklerosis dan menurunnya elastin menyebabkan pembuluh darah arteri kurang elastis

sehingga menyebabkan kompensasi yang tidak adekuat, menurunnya vasodilatasi arterioral

jantung, dan angina atau infark ketika kebutuhan oksigen otot jantung meningkat. Orang tua

juga mempunyai respon takikardi yang kurang baik karena stroke volume yang rendah akibat

berkurangnya reseptor β-adrenergik pada jantung dan berkurangnya miosit pada nodus

sinoatrial.

Ginjal pada orang tua telah mengalami atropi yang bersifat age-related dan

mengalami penurunan kemampuan pada creatinine clearance. PErubahan pada jantung,

pembuluh darah, dan gnijal ini dapat menyebabkan dekompensasi yang lebih awal.

Faktor Resiko

Page 37: Skenario a Blok as27

- Profesi yang rentan mengalami kecelakaan seperti pekerja bangunan, pekerja yang

pulang di malam hari.

- Pengemudi yang lelah, mengantuk, mabuk, atau tidak mematuhi peraturan lalu lintas

sehingga meningkatkan risiko mengalami kecelakaan. Termasuk pembalap.

- Penderita gangguan pembekuan darah misalnya hemofilia, def. Vitamin K.

- Pasien operasi bedah mayor.

Patogenesis dan patofiologi

Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem

fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem

neuroendokrin.

Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan

mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelelepasan

tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2

lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah

yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan

menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan

fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.

Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan

meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi

pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan

penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus,

arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon

dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot,

dan traktus gastrointestinal.

Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin

dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin

I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin

II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok

hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari

korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya

akan menyebabkan retensi air.

Page 38: Skenario a Blok as27

Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan

Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari

posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan

terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak

langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus

distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.

Patofisiologi dari syok hipovolemik itu telah tercakup pada apa yang ditulis

sebelumnya. Mekanisme yang rumit yang telah dijelaskan sebelumnya efektif dalam

memenuhi perfusi organ vital pada kehilangan darah yang berat. Tanpa resusitasi cairan dan

darah dan atau koreksi keadaan patologi yang mendasari perdarahan, perfusi jantung

akhirnya akan berkurang, dan kegagalan berbagai organ akan segera terjadi.

Manifestasi Klinis

1. Syok Hipovolemik

Manifestasi klinik dari syok adalah hipotensi, pucat, berkeringat dingin,

sianosis, kencing berkurang, oligouria, ganggua kesadaran, sesak nafas.

(Tambunan Karmel, dkk, 1990, hal 6).

2. Syok Septik/ Syok Bakteremik

1 Fase Hiperdinamik/ Syok panas (warm shock):

Gejala dini:

1) Hiperventilasi

2) Tekanan vena sentral meninggi

3) Indeks jantung naik

4) Alkalosis

5) Oligouria

6) Hipotensi

7) Daerah akral hangat

8) Tekanan perifer rendah

9) Laktikasidosis

2 Fase Hipodinamik:

1) Tekanan vena sentral menurun

2) Hipotensi

3) Curah jantung berkurang

4) Vasokonstriksi perifer

Page 39: Skenario a Blok as27

5) Daerah akral dingin

6) Asam laktat meninggi

7) Keluaran urin berkurang

3. Syok Neurogenik

Tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bradikardi, sesudah pasien menjadi

tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Pengumpulan darah di dalam arteriol,

kapiler, dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.

4. Syok Kardiogenik

a. Pasien tidak sadar atau hilangnya kesadaran secara tiba- tiba.

b. Sianosis akibat dari aliran perifer berhenti

c. Dingin (Skeet Muriel.,1995, 70) Tatalaksana

Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok menurut Alexander R

H, Proctor H J. Shock., (1993 ; 75 – 94)

1. Posisi Tubuh

a. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi

penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke

organ-organ vital.

b. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan

digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari

terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama

seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.

c. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita

tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk

memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan

jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah

meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya

asfiksia.

d. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala

agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh

lainnya.

e. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan

dengan posisi telentang datar.

f. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang

dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar

dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar

bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.

Page 40: Skenario a Blok as27

2. Pertahankan Respirasi

a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.

b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas

(Gudel/oropharingeal airway).

c. Berikan oksigen 6 liter/menit

d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa

sungkup (Ambu bag) atau ETT.

3. Pertahankan Sirkulasi

Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan

darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).

PENATALAKSANAAN SYOK BERDASARKAN JENISNYA

1. Penatalaksanaan Syok Anafilaktik

Penatalaksanaan syok anafilaktik menurut Haupt MT and Carlson RW (1989,

hal 993-1002) komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat

kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan,

adalah:

a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih

tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam

usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.

b. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:

1) Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas,

tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar,

posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang

menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan

ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.

2) Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada

tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung.

Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan

terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami

sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus

diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan

napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi

Page 41: Skenario a Blok as27

endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.

3) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis,

atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar

yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru. Thijs L G.

(1996 ; 1 – 4)

a. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau

0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat

diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan

pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit.

b. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi

respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang

diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.

c. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau

deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek

lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.

d. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk

koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai

tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan

meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat.

Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan

perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya

peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila

memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari

perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat

diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20– 40% dari volume plasma. Sedangkan

bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan

perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan

koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.

e. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik

dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa

dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus

semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi

penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi

telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.

f. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus

diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang

Page 42: Skenario a Blok as27

telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di

rumah sakit semalam untuk observasi.

2. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik

a. Mempertahankan Suhu Tubuh

Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita

untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali

memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.

b. Pemberian Cairan

1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual,

muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.

2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan

yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).

3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi

kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau

muntah.

4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama

dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler,

volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna

untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.

5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang

dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan

yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada

luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik.

Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan

isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid

memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila

menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah

perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat

yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah

lengkap.

6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan

yang berlebihan.

7) Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan

berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah

dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.

8) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat

pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk

(Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa

pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.

Page 43: Skenario a Blok as27

3. Penatalaksanaan Syok Neurogenik

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti

fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan

sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul

ditempat tersebut. Penatalaksanaannya menurut Wilson R F, ed.. (1981; c:1-42)

adalah

a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi

Trendelenburg).

b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan

menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang

berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.

Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika

terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga

Page 44: Skenario a Blok as27

dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan

oksigen dari otot-otot respirasi.

c. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.

Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per

infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap

tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap

terapi.

d. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat

vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti

ruptur lien) :

3 Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,

berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.

4 Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan

darah. Epinefrin. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya

terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa

pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat

menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok

neurogenik

5 Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh

menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah

melalui vasodilatasi perifer.

SIMPULAN

Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal gejala

syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera. Diagnosa

dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi

jaringan.

Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui

kemungkinan penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan

langsung dengan mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada

pasien trauma dan yang tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok

kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas

diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada sistem saraf

pusat serta medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-

pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan

Page 45: Skenario a Blok as27

Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian

infeksi, melakukan teknik aseptik yang cermat, melakukan debriden luka untuk

membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan

mencuci tangan dengan benar.

Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal

gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas

dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.

Komplikasi

Komplikasi primer yang dapat terjadi adalah kematian. Organ failure dapat terjadi

sebagai sekuele setelah dilakukan resusitasi pada syok hemoragik. Kaskade SIRS menjadi organ

failure syndrome terjadi pada 30-70% kasus pada pasien dengan syok hemoragik yang selamat

dengan initial resusitasi.

Prognosis

Dubia ad malam

SKDI

Kompetensi Dokter Umum: 3B

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada

keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau

kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi

penanganan pasien selanjutnya.

FRAKTUR

Fraktur Costae

a. Definisi

Fraktur costae adalah adanya diskontinuitas pada satu atau lebih tulang iga

b. Etiologi

Page 46: Skenario a Blok as27

Fraktur iga merupakan cedera thoraks yang paling sering disebabkan oleh trauma tumpul

dinding dada, seperti pukulan, kontusio, atau penggilasan. Penyebab lain yang cukup sering

adalah kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau metastasis kanker.

c. Patofisiologi

Fraktur iga dapat menyebabkan gangguan ventilasi melalui berbagai cara, antara lain:

1. Nyeri dapat menyebabkan gangguan saat bernapas etelektasis, sampai pneumonia.

2. Fragmen fraktur dapat melakukan penetrasi sehingga menyebabkan hemothoraks atau

pneumotoraks

d. Manifestasi klinis

Pasien biasanya mengeluhkan nyeri saat inspirasi serta kesulitan bernapas. Apabila terdapat

insufisiensi napas dapat terlihat sianosis, takipnea, adanya retraksi, serta penggunaan obat

bantu napas pada pasien.

e. Diagnosis

1. Anamnesis

Mekanisme trauma perlu ditanyakan jika dicurigai disebabkan oleh traum. Selain itu,

tanyakan juga mengenai penyebab nontrauma, seperti batuk yang hebat. Keluhn yang

disebutkan pada bagian manifestasi klinis juga perlu dicari, seperti nyeri pada saat

inspirasi atau kesulitas bernapas.

2. Pemeriksaan fisik paru

- Inspeksi: tampak jejas luka, gerak pernapasan terbatas

- Palpasi: krepitasi, nyeri tekan pada tulang iga yang fraktur, adanya deformitas

- Perkusi dan auskultasi: perubahan posisi trakea dan jantung (pergeseran

mediastinum) dapat ditemukan pada tension pneumothoraks yang menyertai fraktur

iga

Lokasi fraktur biasa terletak pada sudut posterior karena tempat ini merupakan lokasi

terlemah (locus minoris) dari tulang iga. Pada iga pertama, locus minoris terletak pada

sulkus arteri subklavia. Apabila dicurigai fraktur pada sudut posterior, periksa

kemungkinan cedera organ intra-abdomen (jejas pada abdomen dan sudut kostovertebrae).

Fraktur iga posterior 9-11 memiliki kemungkinan cedera intra-abdomen yang paling besar.

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan rontgen thoraks dapat dilakukan untuk menyingirkan cedera thoraks lain.

Page 47: Skenario a Blok as27

f. Tatalaksana

Tatalaksana bergantung pada jumlah dan lokasi fraktur iga. Fraktur iga 11 dan 12 berhubungan

dengan cedera organ abdomen di dalamnya seperti limpa, hati, dan diafragma. Prinsip

pengobatan fraktur iga adalah pemberian analgesik dan relaksan otot. Pada cedera yanng lebih

hebat dengan keterlibatan gangguan pernapasa, dibutuhkan perawatan di rumah sakit untuk

analgesia dan pemantauan status pernapasan. Pada cedera ringan hingga sedang, dapat

diberikan analgesik opioid peroral, intravena, atau intramuskular. Sementara pada cedera yang

lebih berat dapat dilakukan analgesik epidural atau blok interkostal.

1. Flail chest

Fraktur iga multipel dapat menyebabkan ketidakstabilan dinding dada seingga terjadi

pergerakan paradoks segmen dinding dada selama proses inspirasi dan ekspirasi yang

disebut flail chest. Biasanya kelainan tersebut disebabkan oleh fraktur lebih dari dua

tulang iga dengan lebih dari satu garis fraktur pada iga yang sama.

Manifestasi klinis

Pada pasien dapat dijumpai pernapasan paradoks, yaitu pada saat inspirasi, segmen yang

bergerak bebas tersebut akan tertarik ke dalam rongga dada. Rongga pleura tidak dapat

mengembang sepnuhnya sehingga pertukaran gas di alveolus tidak efektif. Apabila hal ini

dibiarkan, maka akan terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan kolaps paru.

Tatalaksana

Tujuan terapi adalah ventilasi adekuat, salah satunya dengan pemberian analgesik pada

penanganan awal. Stabilisasi dinding dada dilakukan dengan allat fiksasi, seperti pin dan

plat, dengan dirujuk ke spesialis bedah thoraks. Intubasi endotrakeal dan ventilasi meianik

dengan tekanan positif terkadang dilakukan pada kelainan paru dengan takipnea, hipoksi,

dan hiperkarbia

Fraktur Femur

Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu bersendi dengan

asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini menjulur medial ke lutut dan

membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa tulang pipa dan mempunyai sebuah batang dan

dua ujung yaitu ujung atas, batang femur dan ujung bawah (Pearce, 1990).

Page 48: Skenario a Blok as27

a. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Rusaknya kontinuitas

tulang ini dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu

seperti degenerasi tulang / osteoporosis (Anonim, 2011).

Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan

oleh traumalangsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi

tulang/osteoporosis. Batang Femur dapat mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran,

atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas

(Mansjoer, 2000).

b. Jenis jenis fraktur

1. Fraktur komplit : garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua

korteks tulang.

2. Fraktur tidak komplit : garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang.

Page 49: Skenario a Blok as27

3. Fraktur terbuka : bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur

dengan udara luar atau permukaan kulit.

4. Fraktur tertutup : bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan

udara luar atau permukaan kulit (Rahmad, 1996).

KLASIFIKASI FRAKTUR BATANG FEMUR

Terdapat dua sistem klasifikasi fraktur femur yang umum dipakai, yaitu sistem AO/OTA dan

Winquist-Hansen (Browner et al, 2009).

Sumber: Browner, Bruce D, et al. (2009). Skeletal Trauma: Basic Science, Management, and

Reconstruction 4th Edition, Sauders Elsevier, Canada.

Page 50: Skenario a Blok as27

Penjelasan (Salminen, 2005)

A = Simple fracture (subdivisi: spiral, oblik, dan transversal)

B = wedge fracture (spiral, bending, fragmented)

C = complex fracture (spiral, segmental, extensive comminution)

b. Etiologi

Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut

kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas.

Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma

bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan

pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik

tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan (Rahmad, 1996 ).

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Cedera traumatik, dapat disebabkan oleh:

- Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah

secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan

pada kulit diatasnya.

- Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,

misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

- Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

2. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat

mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut:

- Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali

dan progresif.

- Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat

timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

- Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang

mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet,

tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh

karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

Page 51: Skenario a Blok as27

3. Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit

polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

c. Patofisiologi

Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan disekitarnya, seperti di

ligamen, otot tendon, persyarafan dan pembuluh darah, oleh karena itu pada kasus fraktur

harus ditangani cepat, dan perlu dilakukan tindakan operasi.

Tanda dan Gejala:

1. Nyeri hebat ditempat fraktur

2. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah

3. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti: fungsi berubah, bengkak, sepsis pada

fraktur terbuka dan deformitas

d. Diagnosis

1. Anamnesis

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan

terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi

pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk

meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada,

dan perut (Mansjoer, 2000).

2. Pemeriksaan Umum

Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel, fraktur pelvis,

fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi

(Mansjoer, 2000).

3. Pemeriksaan Fisik

Menurut Rusdijas (2007), pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur adalah:

- Look (inspeksi) : bengkak, deformitas, kelainan bentuk.

- Feel/palpasi : nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.

- Movement/gerakan : gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi.

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah “pencitraan” menggunakan

sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan

Page 52: Skenario a Blok as27

tulang, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi yaitu antero posterior (AP) atau AP

lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) atau indikasi

untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena adanya superposisi. Untuk fraktur baru

indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan kedudukan fraktur dan karenanya perlu

tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung persendian).

e. Penatalaksanaan Fraktur

Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang

supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga agar tulang tetap menempel

sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi

pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang biasanya

kuat dan kembali berfungsi (Corwin, 2010).

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan

pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi

(circulating), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi ,

baru lakukan amnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan

penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6

jam , bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisis secara cepat , singkat dan lengkap. Kemudian, lakukan foto radiologis.

Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan

yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto (Mansjoer,

2000).

Penatalaksanaan fraktur telah banyak mengalami perubahan dalam waktu sepuluh tahun

terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing mempunyai banyak kerugian karena

waktu berbaring lebih lama, meski pun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk

anak-anak. Oleh karena itu tindakan ini banyak dilakukan pada orang dewasa (Mansjoer,

2000).

Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat dimobilisasi dengan

salah satu cara dibawah ini:

1. Traksi

Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani

kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk menangani

Page 53: Skenario a Blok as27

fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan

mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk menahan anggota gerak

pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang digunakan. Traksi longitudinal yang

memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah

pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan.

Traksi pada anak-anak dengan fraktur femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang

gemuk memerlukan beban yang lebih besar.

2. Fiksasi interna

Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang

logampada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi interna merupakan pengobatan terbaik untuk

patah tulang pinggul danpatah tulang disertai komplikasi (Djuwantoro, 1997).

3. Pembidaian

Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/trauma sistem

muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami

cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang ditempatkan di daerah

sekeliling tulang (Anonim, 2010).

4. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan Orif

Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara keras

daerah yang mengalami patah tulang. Pemasangan gips bertujuan untuk menyatukan

kedua bagian tulang yang patah agar tak bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya

pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang patah tersebut (Anonim, 2010).

5. Penyembuhan Fraktur

Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang, sehingga

dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban secara lebih awal. Tujuan

ini tercakup dalam tiga keputusan yang sederhana: reduksi, mempertahankan dan lakukan

latihan.

Menurut (Carter, 2003) jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak di sekitarnya juga

rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat dan

bekuan darah akan terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan darah akan membentuk

jaringan granulasi didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) dan

berdiferensiasi menjadi krodoblas dan osteoblas. Krodoblas akan mensekresi posfat, yang

merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar lokasi fraktur.

Page 54: Skenario a Blok as27

Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen tulang

dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen terus berlanjut sehingga terbentuk trebekula

oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.

Kesimpulan

Sopir, laki – laki, 30 tahun mengalami multiple trauma berupa fraktur tertutup costae 9, 10, 11

dekstra dan femur sinistra akibat kecelakaan lalu lintas dengan komplikasi tension pneumothorax

dan syok hemorragik.