lapfix skenario a blok 15

35
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A blok 15 sebagai tugas kompetensi kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. Allah SWT. 2. Kedua orang tua yang memberi dukungan materil maupun spiritual. 3. Dra. Enny Kususmastuti, Apt, M.Kes 4. Teman-teman sejawat dan seperjuangan. 5. Semua pihak yang membantu penulis. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk orang lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. 1

Upload: snowers

Post on 07-Aug-2015

182 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapfix Skenario a Blok 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A blok 15 sebagai tugas kompetensi

kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Besar

Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa

mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,

bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan

terima kasih kepada :

1. Allah SWT.

2. Kedua orang tua yang memberi dukungan materil maupun spiritual.

3. Dra. Enny Kususmastuti, Apt, M.Kes

4. Teman-teman sejawat dan seperjuangan.

5. Semua pihak yang membantu penulis.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan

kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan tutorial ini

bermanfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk orang lain dalam perkembangan ilmu

pengetahuan di masa yang akan datang.

Palembang, November 2012

Penulis

1

Page 2: Lapfix Skenario a Blok 15

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ 1

Daftar Isi ..................................................................................................... 2

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ...........................................................................

1.2 Maksud dan Tujuan ...................................................................

3

3

BAB II Pembahasan

2.1 Data Praktikum ........................................................................

2.2 Skenario ...................................................................................

2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah ...............................................................

II. Identifikasi Masalah ..........................................................

III. Analisis Masalah ...............................................................

IV. Kerangka Konsep ………………………………………..

V. Hipotesis ............................................................................

VI. Learning Issues dan Keterbatasan Pengetahuan ...............

4

4

5

6

6

18

19

19

BAB III Sintesis

3.1 Anatomi : Otot-otot ekstraokular dan persarafannya ..............

3.2 Fisiologi : Fusi ........................................................................

3.3 Refleks fusi .................................………….............................

20

21

22

Daftar Pustaka.............................................................................................. 23

2

Page 3: Lapfix Skenario a Blok 15

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Blok Sistem Neurosensory adalah blok 15 pada semester 5 dari Kurikulum

Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran

untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis

memaparkan kasus yang diberikan mengenai seorang anak berusia 10 tahun yang

mengalami mata kanan juling ke dalam.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis

dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari

skenario ini.

BAB II

3

Page 4: Lapfix Skenario a Blok 15

PEMBAHASAN

2.1 Data Praktikum

Tutorial 1 Blok 15

Tutor : Dra. Enny Kususmastuti, Apt, M.Kes

Moderator : Achmad Ridho Fatchur Rohman

Notulis : Fitri Zelia Lizanty

Sekretaris : Rizka Apresia

Waktu : Senin, 12 November 2012

Rabu, 14 November 2012

Peraturan tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan.

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat

dengan cara mengacungkan tangan terlebih dahulu dan

apabila telah dipersilahkan oleh moderator.

3. Tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama proses

tutorial berlangsung.

4. Tidak diperbolehkan makan dan minum.

2.2 Skenario A Blok 15

Seorang anak laki-laki berumur 10 tahun dibawa oleh ibunya ke klinik dengan keluhan

mata kanannya juling ke dalam. Keluhan ini muncul sejak mengalami kecelakaan lalu

lintas 6 bulan yang lalu. Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan penderita

sempat kehilangan kesadaran selama lebih dari 30 menit.

Bersamaan dengan itu penderita mengeluh mata kanan sulit digerakkan ke arah

temporal kanan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke temporal

kanan.

Pemeriksaan Oftalmologi :

AVOD : 6/6 E

AVOS : 6/6 E

Hischberg : ET 150

ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan

4

Page 5: Lapfix Skenario a Blok 15

Duction & Vertion :

WFDT ( Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat

kesisi mata nondominan

FDT : (Forced Duction Test) : Tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan

pinset.

2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah

1. Juling : Deviasi mata yang tidak dapat dikompensasi oleh penderitanya.

2. Temporal kanan : Pelipis kanan.

3. Penglihatan ganda : Persepsi dua gambar dalam satu objek dikarenakan gangguan

pergerakan otot bola mata sehingga tidak sinkron.

4. AVOD : Acies Visus Ocular Dextra / Visus mata kanan.

5. AVOS : Acies Visus Ocular Sinistra / Visus mata kiri.

6. Hischberg : Tes skrining yang digunakan untuk melihat apakah ada juling atau tidak

dengan melihat refleks sinar pada kornea.

7. Uncrossed diplopia : Diplopia bayangan mata kanan muncul di kanan mata kiri.

8. Shifting : Perubahan/ penyimpangan.

5

Page 6: Lapfix Skenario a Blok 15

II. Identifikasi Masalah

1. Seorang laki-laki berusia 10 tahun mengeluh mata kanannya juling ke dalam yang

muncul sejak kecelakaan lalu lintas 6 bulan yang lalu.

2. Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan penderita kehilangan kesadaran

selama lebih dari 30 menit. Penderita juga mengeluh mata kanan sulit digerakkan ke

arah temporal kanan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke

temporal kanan.

3. Pemeriksaan Oftalmologi :

AVOD : 6/6 E

AVOS : 6/6 E

Hischberg : ET 150

ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan

Duction & Vertion :

WFDT ( Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat

kesisi mata nondominan

FDT : (Forced Duction Test) : Tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan

pinset.

III. Analisis Masalah

1. a. Bagaimana anatomi mata? (otot dan persafaran)

Nama otot Nervus yang

mempersarafi

Fungsi

primer

Fungsi

sekunder

Fungsi

tersier

Rectus medialis III Aduksi

Rectus lateralis VI Abduksi

Rectus superior III Elevasi Intorsi Aduksi

Rectus inferior III Depresi Ekstorsi Aduksi

Obliqus superior IV Intorsi Depresi Abduksi

Obliqus inferior III Ekstorsi Elevasi Abduksi

Yang terjadi gangguan adalah m. rectus lateralis yang dipersarrafi n.VI

6

Page 7: Lapfix Skenario a Blok 15

b. Bagaimana fisiologi mata?

Pergerakan otot bola mata sudah dijelaskan pada tabel anatomi bola mata dan

selengkapnya di sintesis. Selain pergerakan otot bola mata fisiologi yang penting

adalah fusi. Fusi bola mata adalah persatuan, peleburan, dan penggabungan di otak

yang berasal dari 2 bayangan mata sehingga secara mental berdasarkan kemampuan

otak didapatkan suatu pengelihatan tunggal, yang berasal dari sensasi (penghayatan)

masing-masing mata.

Untuk menghindari agar tidak terjadi bayangan yang berasal dari titik yang tidak

sefaal, maka terjadi pergerakan refleks vergen (konvergen & divergen)

Diperlukan beberapa syarat agar pengelihatan binokular terjadi :

Bayangan benda yang jatuh pada kedua fovea sama dalam semua gradasi

Bayangan benda selalu terletak pada kedua fovea sentral

Bayangan yang diteruskan ke dalam sususnan saraf pusat dapat menilai kedua

bayangan menjadi tunggal

Bayi yang baru lahir, faal penglihatan belum normal, visus hanya dapat

membedakan terang dan gelap saja. Adanya perkembangan umur, visus juga ikut

berkembang. Pada usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang

pesat mulai saat kelahiran sampai tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali

refraksi/kekeruhan media/kelainan retina maka visus tetap sampai hari tua. Tajam

penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal sehingga mampu

membedakan:

7

Page 8: Lapfix Skenario a Blok 15

bentuk benda

warna

intensitas cahaya

Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan

binokularitasnya. Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi ke 6

pasang otot penggerak bola mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya sanggup

menfusi dua gambar yang diterima oleh retina mata kanan dan kiri maka ada

kesempatan untuk membangun penglihatan binokular tunggal stereoskopik.

Refleks fusi

Usaha mata mempertahankan letak mata se arah atau sejajar. Sifatnya automatis tapi

memerlukan perhatian pengelihatan. Refleks ini dirangsang ketika terdapatnya

bayangan satu pada 2 titik retina yang tidak sekoresponden. Supresi, dimana otak

mengabaikan bayangan benda mata yang lainnya untuk mencegah diplopia.

Supresi terjadi akibat :

- Juling kongenital

- Satu mata sering berdeviasi

- Mata deviasi berganti dimana tidak akan terjadi diplopia karena akan terjadi supresi

pada salah satu mata

8

Page 9: Lapfix Skenario a Blok 15

c. Apa saja klasifikasi strabismus?

Juling adalah suatu keadaan dimana kedudukan bola mata tidak normal dimana

kedudukan kedua bola mata tidak kesatu arah. Pada strabismus sumbu bola tidak

berpotongan pada satu titik benda yanag dilihat.

Klasifikasi :

Menurut manifestasinya

Heterotropia : strabismus manifes (sudah terlihat)

Heteroforia : strabismus laten (belum terlihat jelas)

Menurut arah deviasi bola mata :

Esotropia : Mata melenceng ke arah dalam

Eksotropia : Mata melenceng ke arah luar

Hipertropia : Mata melenceng ke arah atas

Hipotropia : Mata melenceng ke arah bawah

Menurut kemampuan fiksasi mata

Monokular : bila suatu mata yang berdeviasi secara konstan

Alternan : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian

Menurut usia terjadinya :

kongenital : usia kurang dari 6 bulan.

didapat : usia lebih dari 6 bulan.

Menurut sudut deviasi

Inkomitan (paralitik) : Sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan

kelumpuhan otot penggerak bola mata.

Komitan (nonparalitik) : Sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi, mengikuti gerak

mata yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.

Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder (deviasi pada

mata yang sehat).

Pada kasus penderita mengalami esotropia paralitik (inkomitan) yang didapat.

d. Apa penyebab strabismus?

Strabismus dapat disebabkan oleh ketidak-seimbangan tarikan otot yang

mengendalikan pergerakan mata, kelumpuhan otot, gangguan persyarafan atau

kelainan refraksi yang tidak dikoreksi. Anak-anak yang dilahirkan dari keluarga

yang mempunyai riwayat strabismus dalam keluarganya beresiko tinggi menderita

9

Page 10: Lapfix Skenario a Blok 15

strabismus juga. Namun pada kasus strabismus yang terjadi adalah akibat

kelumpuhan otot rectus lateralis bola mata yang dipersarafi n. VI

e. Bagaimana mekanisme strabismus pada kasus ini?

Kecelakaan benturan di kepala terkena N. VI = N. Abdusen tugas N.

Abdusen untuk menginervasi M. Rectus Lateralis menurun fungsi M. Rectus

Lateralis untuk mengarahkan bola mata ke temporal terganggu Strabismus

(Esotropia)

2. a. Apa hubungan antara keluhan yang dialami sekarang dengan kecelakaan yang

terjadi 6 bulan lalu?

Kecelakaan yang terjadi 6 bulan lalu adalah suatu bentuk trauma kapitis yang dapat

menyebabkan kerusakan pada sistem saraf otak. Trauma dari bagian depan dari

kepala bisa menimbulkan hematom di orbit dan fraktur tulang orbita. Keadaan

tersebut bisa menimbulkan gangguan pada saraf ketiga, keempat, dan keenam

secara tersendiri atau kombinasi. Perdarahan di tegemntum batang otak yang

menduduki daerah antara nukleus n. okulomotorius dan n. abducens bisa

menimbulkan oftalmoplegia internuklearis.

b. Bagaimana mekanisme hilang kesadaran akibat trauma pada kasus ini?

Secara garis besar kehilangan kesadaran adalah sebagai akibat dari pendarahan di

otak pada saat terjadi trauma berupa kecelakaan 6 bulan yang lalu. Mekanismenya

ialah :

Kecelakaan benturan di kepala terjadi gelombang kejut (akibat peningkatan

tekanan intrakranial tubuh mengkompensasi dengan mengubah volume cairan

dengan drastis) yang disebar ke seluruh otak mengubah tekanan jaringan

kerusakan jaringan otak gangguan metabolisme jaringan otak hipoksia

hilang kesadaran

c. Apa etiologi penglihatan ganda?

Diplopia binokular yaitu penglihatan ganda terjadi apabila si pasien melihat

dengan kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Kondisi ini

disebabkan antara lain oleh gangguan pergerakan otot bola mata sehingga

10

Page 11: Lapfix Skenario a Blok 15

sudut kedua mata tidak sinkron (tahap awal seseorang yang akan menjadi

juling atau strabismus). Penyebab lainnya adalah kerusakan saraf yang

melayani otot otot bola mata. Kerusakan saraf ini disebabkan oleh stroke,

cidera kepala, tumor otak dan infeksi otak. Diplopia binokular juga bisa terjadi

pada pasien diabetes, miastenia gravis, penyakit graves, trauma atau cidera

pada otot mata dan kerusakan pada tulang penyangga bola mata.

Diplopia monokular yaitu diplopia yang hanya terjadi pada satu mata.

Penglihatan ganda muncul saat salah satu mata ditutup. Gangguan ini dapat

terjadi pada pasien dengan astigmatisme, gangguan lengkung kornea,

pterigium, katarak, dislokasi lensa mata, gangguan produksi air mata dan

beberapa gangguan pada retina.

Pada skenario diplopia yang terjadi adalah diplopia binokular. Mekanismenya

ialah pada penderita strabismus, terjadi gangguan fusi dimana kedua fovea

menerima bayangan yang berbeda. Objek yang terlihat pada salah satu fovea

dicitrakan pada daerah retina perifer di mata yang lain. Bayangan fovea

terlokalisasi tepat di depan sedangkan bayangan retina-perifer dari objek yang

sama di mata yang lain . Sehingga objek yang sama terlihat di dua tempat

(diplopia)

d. Mengapa penglihatan ganda bertambah parah bila penderita melihat ke kanan?

Bagaimana mekanismenya?

Trauma kepala kelumpuhan nervus abducens (kemungkinan bilateral)

kelumpuhan (paresis) m. rectus lateralis esotropia makin berat jika melihat ke

kanan dan ada sedikit atau tidak terjadi deviasi ke kiri diplopia makin berat jika

melihat ke kanan

3. a. Bagaimana cara pemeriksaan AVOD dan AVOS? Apa interpretasi pemeriksaan

AVOD dan AVOS pada kasus, jika abnormal bagaimana mekanismenya?

AVOD (Asies Visus Occuli Dextra) 6/6,  angka 6 berarti jarak antara penderita

dengan objek (pada Snellen Chart) dan angka 6 berarti jarak yang seharusnya objek

masih bisa terbaca/terlihat. Interpretasi pada kasus : normal.

11

Page 12: Lapfix Skenario a Blok 15

b. Bagaimana cara pemeriksaan Hischberg, ACT, dan Duction & Version? Apa

interpretasi pemeriksaan Hischberg, ACT, dan Duction & Version pada kasus, jika

abnormal bagaimana mekanismenya?

Hischberg

Tujuan : Mengidentifikasi adanya penyimpangan posisi bola mata dengan

memperhatikan kedudukan reflek cahaya pada kornea. Menentukan besaran

Heterotropia secara kuantitatif, dengan memperhatikan kedudukan reflek cahaya pada

kornea.

Tahapan :

Pada kedudukan mata normal yang diberikan maka akan terlihat refleks sentolop pada

sisi dan kedudukan yang sama pada kornea. Pada uji ini dari sentolop diberikan jarak

30 cm dari mata.

Bila terdapat desentri 1 mm berarti terdapat deviasi 7 derajat atau 15 prisma

dioptri.

Bila refleks sinar dekat tengah pupil dibanding tepi pupil diperkirakan juling 5-

6 derajat.

Bila refleks sinar berbeda yang satu ditengah sedang yang lain di tepi pupil

berarti kedudukan mata ini juling 15 derajat atau 30 prisma dioptri.

Bila refleks sinar berada antara tepi pupil dengan limbus, berarti deviasi 15

derajat pada tepi limbus berati juling 45 derajat atau 90 prisma.

Bila refleks diluar limbus deviasi 60-80 derajat.

Bila letak di tepi pupil nasal berarti mata juling ke luar sedang bila letaknya

ditepi pupil berarti juling ke dalam.

Pada Esotropia, kedudukan reflek cahaya pada kornea terletak dibagian temporal

kornea, Esotropia dinyatakan dengan inisial = ET

12

Page 13: Lapfix Skenario a Blok 15

Pada kasus terlihat gambar B yang interpretasinya esotropia (juling ke dalam).

c. Bagaimana cara pemeriksaan WFDT dan FDT? Apa interpretasi pemeriksaan

WFDT dan FDT pada kasus, jika abnormal bagaimana mekanismenya?

WFDT

Penderita memakai kaca mata dengan filter merah pada mata kanan dan filter

biru pada mata kiri dan melihat objek 4 titik dimana 1 berwarna merah, 2 berwarna

hijau, dan 1 putih. Lampu atau titik putih akan terlihat merah oleh mata kanan dan

lampu hijau hanya dapat dilihat oleh mata kiri.

Bila fusi baik maka akan terlihat 4 titik dan sedang lampu putih terlihat sebagai

warna campuran hijau dan merah. 4 titik juga akan dilihat oleh mata juling akan tetapi

telah terjadi korespodensi retina yang tidak normal. Bila terdapat supresi maka akan

terlihhat hanya dua merah bila mata kanan dominan atau 3 hijau bila mata kiri yang

dominan. Bila terlihat 5 titik 3 merah dan 2 hijau yang bersilangan berarti mata dalam

kedudukan eksotropia dan bila tidak bersilangan berarti berkedudukan esotropia.

Interpretasi : Esotropia

FDT (Forced Duction Test)

13

Page 14: Lapfix Skenario a Blok 15

Mata diberi anastesia lokal dipegang limbusnya dengan pinset. Penderita disuruh

melihat ke arah berlawanan dengan otot yang akan diperiksa. Pada saat pergerakan itu

pinset pemegang limbus membantu pergerakan itu, dengan bersamaan diraba apakah

ada tahanan. Bila tidak terdapat tahanan berarti pergerakan yang terganggu

diakibatkan otot paresis sedang bila terdapat tahanan berarti tahanan berasal dari

tarikan.

Interpretasi : abnormal

d. Apa saja pemeriksaan tambahan lain yang perlu dilakukan untuk mendiagnosis

penyakit pada kasus ini?

Pemeriksaan yang dilakukan pada skenario sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.

Namun ada beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan yaitu Maddox test dan uji

Krimsky

4. Apa diagnosis banding untuk kasus ini?

1. Esotropia ec kerusakan otot ekstraokuler

2. Pseudoesotropia

5. Bagaimana cara penegakan diagnosis kasus ini dan apa diagnosis kerjanya?

Anamnesis :

- Keluhan utama : mata kanan juling ke dalam (dibuktikan dengan inspeksi).

- Riwayat keluarga (-)

- Usia onset : saat penderita berusia 9 tahun, 6 bulan.

- Jenis onset : timbul setelah trauma.

- Riwayat pencetus : kecelakaan 6 bulan yang lalu.

- Keluhan tambahan : Diplopia ke arah temporal kanan.

Dari anamnesis kemungkinan penderita mengalami esotropia yang didapat bukan

kongenital.

Inspeksi :

- Mata kanan juling ke dalam

- Tidak ada data yang menunjukkan adanya jembatan hidung yang datar dan lebar

serta menonjolnya lipatan-lipatan epikantus yang menutupi sklera nasal

Dari inspeksi diagnosis banding pseudoesotropia dapat disingkirkan.

14

Page 15: Lapfix Skenario a Blok 15

Pemeriksaan oftalmologi :

- Visus : AVOD 6/6 E, AVOS 6/6 E = Normal

- Hischberg : ET 150 = Esotropia +

- ACT : Shifting (+) OS mata dominan = Esotropia dextra +

- Duction and version = abnormal

- WFDT : Uncrossed diplopia makin bertambah bila melihat ke sisi mata non dominan

= Esotropia dextra +

- FDT : Tidak terdapat tahanan dengan bantuan pinset = abnormal

Working diagnosis : Esotrofia inkomitan dextra post traumatic et causa kelumpuhan

pada nervus VI

6. Apa etiologi dan faktor resiko kasus ini?

Kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik). Kelumpuhan pada

otot mata bisa disebabkan oleh kerusakan saraf. Pada kasus etiologinya adalah kelumpuhan otot m.

rectus lateralis karena kerusakan n. VI. Faktor resikonya ialah trauma berupa kecelakaan yang

dialami penderita 6 bulan yang lalu.

Fraktur dinding medial orbita dengan penjepitan otot rektus medialis

Penyakit mata tiroid dengan kontraktur otot rektus medialis

Sindrom retraksi Duane

Tumor intrakranial

7. Bagaimana patofisiologi kasus ini?

Patofisiologinya sama seperti mekanisme strabismus dimana :

Kecelakaan benturan di kepala terkena N. VI = N. Abdusen tugas N.

Abdusen untuk menginervasi M. Rectus Lateralis menurun fungsi M. Rectus

Lateralis untuk mengarahkan bola mata ke temporal terganggu Strabismus

(Esotropia)

8. Apa manifestasi klinis kasus ini?

Ambilopia yaitu enurunan ketajaman penglihatan tanpa adanya kerusakan

struktur

Astenopia

Penglihatan kurang pada satu mata

15

Page 16: Lapfix Skenario a Blok 15

Lihat ganda atau diplopia

Sering menutup sebelah mata

9. Bagaimana tatalaksana kasus ini?

a. Ortoptik

1) Oklusi

Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan

merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara menutup mata

yang normal dengan plester mata khusus (eye patch).

2) Pleotik

3) Obat-obatan

b. Memanipulasi akomodasi

1) Lensa plus / dengan miotik

Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai

2) Lensa minus dan tetes siklopegik

Merangsang akomodasi pada anak-anak

c. Operatif

Prinsip operasinya :

- reseksi dari otot yang terlalu lemah

- resesi dari otot yang terlalu kuat

Tindakan operatip dilakukan apabila terpi lain telah gagal untuk memperbaiki

posisi bola mata. Preoperatif yang sudah cukup lama dilakukan, kira-kira 1 tahun,

tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi. Dan juga pada strabismus dengan

deviasi bola mata yang lebih dari 45º.

Namun pada kasus tatalaksana yang dapat dilakukan ialah :

Penutupan mata 2-4 jam sehari, penderita dipaksa untuk memakai matanya

yang berdeviasi. Biasanya ketajaman penglihatannya menunjukkan

perbaikan dalam 4-10 minggu. Penutupan ini mempunyai pengaruh baik

pada pola sensorisnya retina, tetapi tidak mempengaruhi deviasi. Jangan

dilakukan terlalu lama, karena takut menyebabkan ambliopia pada mata

yang sehat.

16

Page 17: Lapfix Skenario a Blok 15

Koreksi dengan kacamata tidak terlalu berpengaruh karena strabismus

bukan disebabkan kelainan refraksi

Tindakan operatif juga tidak dilakukan. Namun apabila dilakukan ialah

reseksi rectus lateralis dan resesi rektus medialis.

Segera merujuk penderita ke dokter spesialis mata.

10. Apa saja komplikasi kasus ini?

Apabila tidak ditangani cepat :

Penurunan visus disertai ambliopia

Gangguan pengelihatan binokular

Gangguan lapangan pandang

Gangguan pengelihatan stereoskopi

11. Bagaimana prognosis kasus ini?

Dubia. Tergantung dari penatalaksanaan dan cepat lambatnya tindakan, pada skenario

pasien sudah mengalami kerusakan saraf dan kelumpuhan otot yang cukup lama.

Keluhan-keluhan yang dialami seperti diplopia juga semakin memburuk.

Vitam : bonam, tidak ada data yang menunjukkan kelainan ini menyebabkan

kematian.

Fungsionam : dubia (?)

Secara keseluruhan prognosis kasus dubia et bonam.

12. Apa KDU kasus ini?

2A. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta dokter. Dokter mampu merujuk

pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.

IV. Kerangka Konsep

17

Page 18: Lapfix Skenario a Blok 15

V. Hipotesis

18

Anak laki-laki, 10 tahun,

mata kanan juling ke dalam

Esotrofia inkomitan dextra post traumatic et

causa kelumpuhan pada nervus VI

Pemeriksaan oftalmologi :

Visus : AVOD 6/6 E, AVOS 6/6 E =

Normal

Hischberg : ET 150 = Esotropia +

ACT : Shifting (+) OS mata dominan =

Esotropia dextra +

Duction and version = abnormal

WFDT : Uncrossed diplopia makin

bertambah bila melihat ke sisi mata non

dominan = Esotropia dextra +

FDT : Tidak terdapat tahanan dengan

bantuan pinset = abnormal

Anamnesis :

Keluhan utama : mata kanan juling

ke dalam (dibuktikan dengan

inspeksi).

Riwayat keluarga (-)

Usia onset : saat penderita berusia 9

tahun, 6 bulan.

Jenis onset : timbul setelah trauma.

Riwayat pencetus : kecelakaan 6

bulan yang lalu.

Keluhan tambahan : Diplopia ke arah

temporal kanan.

Page 19: Lapfix Skenario a Blok 15

Seorang laki-laki berusia 10 tahun mengalami esotrofia inkomitan dextra post traumatic et

causa kelumpuhan pada nervus VI

VI. Learning Issues dan Keterbatasan Pengetahuan

Pokok bahasan What I know What I don’t know What I have to prove

How

will I

learn

Anatomi dan

fisiologi

binokularitas

● letak ● fungsi saraf dan otot apa

yang bekerja

Jurnal

dan

internet

Strabismus ● definisi

● klasifikasi

● mekanisme ● Hubungan

kecelakaan dengan

strabismus pada

kasus

Jurnal

dan

internet

Pemeriksaan

Oftalmologi

pada kasus

● macam-

macam

● Perbedaan

(kelebihan dan

kekurangan) tiap

pemeriksaan

● Melakukan

pemeriksaan

oftalmologi dengan

baik

Jurnal

dan

internet

BAB III

19

Page 20: Lapfix Skenario a Blok 15

SINTESIS

A. Anatomi dan Fisiologi Bola Mata

Otot-otot ekstraokular dan persarafannya

Otot oblik inferior

Oblik inferior mempunyai origo pada fossa lakrimal tulang lakrimal

berinsersio pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi

saraf okulomotor, bekerja untuk menggerakkan mata ke ke atas, abduksi dan

eksiklotorsi.

Otot oblik superior

Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala pava tulang sfenodi di atas

foramen optik, berjalan menuju troklea dan dikatrol balik dan kemudian

berjalan di atas otot rektus superior, yang kemudian berinsersi pada sklera

dibagian temporal belakang bola mata. Oblik superior dipersarafi oleh saraf ke

IV atau saraf troklear yang keluar dari bagian dorsal susunan saraf pusat.

Mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan

kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan searah atau mata

melihatt ke arah nasal. Berfungsi menggerakkan mata untuk depresi (primer)

terutama bila mata melihat ke arah nasal, abduksi dan insiklotorsi.

Otot Rektus inferior

Berorigo pada anulus Ziin, berjalan antara obliq inferior dan bola mata atau

sklera dan insersi 6mm di belakang limbus pada persilangan dengan oblik

inferior diikat kuat oleh ligamen Lockwood. Rectus inferior dipersarafi n. III.

Fungsinya untuk depresi (gerak primer), eksoklotorsi (gerak sekunder), aduksi

(gerak sekunder)

Otot Rektus superior

Berorigo pada anulus Ziin dekat fisura orbita superior beserta lapis dura saraf

optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakan bola mata bila

terdapat neuritis retrobulbar. Berinsersi 7 mm di belakang limbus dan

dipersarafi cabang superior n. III. Fungsinya untuk menggerakkan mata-elevasi

terutama bila mata melihat ke lateral, aduksi, insiklotorsi

Otot Rectus lateralis

Berorigo pada anulus Ziin di atas dan di bawah foramen optik. Dipersarafi oleh

nervus VI. Fungsinya untuk abduksi bola mata.

20

Page 21: Lapfix Skenario a Blok 15

Otot Rectus medialis

Berorigo pada anulus Ziin dan pembungkus dura saraf optik yang memberikan

rasa sakit pada neuritis retrobulbar, berinsersi 5 mm di belakang limbus.

Rektus medius merupakan otot mata yang paling tebal dan tendon terpendek.

Fungsinya untuk aduksi bola mata.

Fisiologi Fusi

Fusi bola mata adalah persatuan, peleburan, dan penggabungan di otak yang

berasal dari 2 bayangan mata sehingga secara mental berdasarkan kemampuan otak

didapatkan suatu pengelihatan tunggal, yang berasal dari sensasi (penghayatan)

masing-masing mata.

Untuk menghindari agar tidak terjadi bayangan yang berasal dari titik yang tidak

sefaal, maka terjadi pergerakan refleks vergen (konvergen & divergen)

Diperlukan beberapa syarat agar pengelihatan binokular terjadi :

Bayangan benda yang jatuh pada kedua fovea sama dalam semua gradasi

Bayangan benda selalu terletak pada kedua fovea sentral

Bayangan yang diteruskan ke dalam sususnan saraf pusat dapat menilai kedua

bayangan menjadi tunggal

Bayi yang baru lahir, faal penglihatan belum normal, visus hanya dapat

membedakan terang dan gelap saja. Adanya perkembangan umur, visus juga ikut

berkembang. Pada usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang

pesat mulai saat kelahiran sampai tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali

refraksi/kekeruhan media/kelainan retina maka visus tetap sampai hari tua. Tajam

penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal sehingga mampu

membedakan:

bentuk benda

warna

intensitas cahaya

Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan

binokularitasnya. Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi ke 6

pasang otot penggerak bola mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya sanggup

menfusi dua gambar yang diterima oleh retina mata kanan dan kiri maka ada

kesempatan untuk membangun penglihatan binokular tunggal stereoskopik.

21

Page 22: Lapfix Skenario a Blok 15

Refleks fusi

Usaha mata mempertahankan letak mata se arah atau sejajar. Sifatnya automatis tapi

memerlukan perhatian pengelihatan. Refleks ini dirangsang ketika terdapatnya

bayangan satu pada 2 titik retina yang tidak sekoresponden. Supresi, dimana otak

mengabaikan bayangan benda mata yang lainnya untuk mencegah diplopia.

Supresi terjadi akibat :

- Juling kongenital

- Satu mata sering berdeviasi

- Mata deviasi berganti dimana tidak akan terjadi diplopia karena akan terjadi supresi

pada salah satu mata

DAFTAR PUSTAKA

Snell, Richard S. 2000. Anatomi Klinik. Jakarta: EGC

22

Page 23: Lapfix Skenario a Blok 15

Kamus saku kedokteran Dorland/ alih bahasa, Poppy Kumala; copy editor edisi bahasa

Indonesia, Dyah Nuswantari. – Ed.25 – Jakarta:EGC, 1998.

Ilyas, Sidarta, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Mardjono, Mahar, dkk. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.

Laporan Tutorial

23

Page 24: Lapfix Skenario a Blok 15

Blok 15

Skenario A

Tutor : Dra. Enny Kususmastuti, Apt, M.Kes

Kelompok 2

1. Rizka Apresia : 41014010092. Mohammad Adriansyah : 41014010143. Hadi Nugraha Mustofa : 41014010334. Gieza Ferrani : 41014010345. Fitri Zelia Lizanty : 41014010396. Sri Fitri Yanti : 41014010407. Mutia Muliawati : 41014010418. Emelda : 41014010469. Achmad Ridho Fatchur R : 410140104810. Wenty Septa Aldona : 410140112911. Mohammad Areza Bin Boonie : 4101401132

MEDICAL FACULTY OF SRIWIJAYA UNIVERSITY

2010

24