skenario a blok 9 (malaria)

23
A. SKENARIO Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-mual. Setelah berkonsultasi ke dokter Puskesmas, ia diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis lainnya serta dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal. Walaupun telah minum obat klorokuin sesuai petunjuk dokter, namun gejala-gejalanya tidak berkurang. Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan Plasmodium falciparum (+++). B. KLARIFIKASI ISTILAH 1. Transmigran: Orang yang berpindah dari satu daerah ke daerah lain. 2. Demam: Suhu badan lebih tinggi dari normal (37 o C) karena sakit. 3. Klorokuin: Obat anti amuba dan anti-inflamasi yang dipakai dalam pengobatan malaria, giardiasis, amebiasis ekstraintestinal, lupus eritematosus, dan arthritis rematoid; juga dipakai dalam bentuk garam hidroklorida dan garam fosfat. 4. Mual: Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium dan abdomen, dengan kecendrungan untuk muntah.

Upload: denis-puja-sakti

Post on 30-Oct-2014

228 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

A. SKENARIO Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-mual. Setelah berkonsultasi ke dokter Puskesmas, ia diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis lainnya serta dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal. Walaupun telah minum obat klorokuin sesuai petunjuk dokter, namun gejala-gejalanya tidak berkurang. Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan Plasmodium falciparum (+++). B. KLARIFIKASI ISTILAH 1. Transmigran: Orang yang berpindah dari satu daerah ke daerah lain. 2. Demam: Suhu badan lebih tinggi dari normal (37oC) karena sakit. 3. Klorokuin: Obat anti amuba dan anti-inflamasi yang dipakai dalam pengobatan malaria, giardiasis, amebiasis ekstraintestinal, lupus eritematosus, dan arthritis rematoid; juga dipakai dalam bentuk garam hidroklorida dan garam fosfat. 4. Mual: Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium dan abdomen, dengan kecendrungan untuk muntah. 5. Pemeriksaan Apusan Darah: Pemeriksaan darah yang menilai berbagai unsure sel darah seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit serta mencari adanya parasit. 6. Pemeriksaan Apusan Darah Tipis: Preparat membutuhkan sedikit darah dengan melihat perubahan pada eritrosit. 7. Pemeriksaan Apusan Darah Tebal: Preparat darah dengan melihat darah secara keseluruhan. 8. Plasmodium falciparum: Suatu parasit protozoa yang menyebabkan malaria pada manusia, bersifat parasit pada sel darah manusia. 9. Menggigil: Tubuh bergetar secara involunter. 10. Obat Simptomatis: Obat yang mengatasi gejala-gejala yang muncul.

C. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-mual. 2. Tuan Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis tapi gejala tidak berkurang walau obat telah diminum sesuai petunjuk dokter. 3. Dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal dengan hasil Plasmodium falciparum (+++). No. 1. Kenyataan Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-mual. 2. Tuan Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis tapi gejala tidak berkurang walau obat telah diminum sesuai petunjuk dokter. 3. Dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal dengan hasil Plasmodium falciparum (+++). TSH TSH Kesesuaian TSH Konsen

D. ANALISIS MASALAH Masalah 1 Tuan Budi, usia 30 tahun, seorang transmigran asal Jawa Tengah, baru 1 bulan tinggal di daerah Amaroppa Papua mengeluh demam dan menggigil, berkeringat disertai sakit kepala dan mual-mual. 1. Jelaskan mekanisme dari demam dan menggigil! (sesuai skenario) 2. Jelaskan mekanisme dari berkeringat! (sesuai skenario) 3. Jelaskan mekanisme dari sakit kepala! (sesuai skenario) 4. Jelaskan mekanisme dari mual-mual! (sesuai skenario)

5. Apa hubungan letak geografis suatu daerah dan kondisi lingkungannya dengan gejala penyakit yang dialami Tuan Budi? (Misal: Papua adalah daerah endemic malaria) Jawab:

Masalah 2 Tuan Budi diberi obat antimalaria klorokuin dan obat simptomatis tapi gejala tidak berkurang walau obat telah diminum sesuai petunjuk dokter. 1. Bagaimana mekanisme kerja obat klorokuin? Jawab: Klorokuin berikatan pada DNA dan RNA sehingga menghambat polimerase DNA dan RNA, mempengaruhi metabolisme dan kerusakan haemoglobin oleh parasit, menghambat efek prostaglandin, klorokuin mempengaruhi keasaman cairan sel parasit dan menaikkan pH internal sehingga menghambat pertumbuhan parasit, berpengaruh terhadap agregasi feriprotoporpirin IX pada reseptor kloroquin sehingga merusak membran parasit dan juga berpengaruh pada sintesis nukleoprotein. Mekanisme kerja antimalaria :

Mekanisme kerja antimalaria yang pasti belum diketahui. Klorokuin dapat bekerja dengan menghambat sintesis enzimatik DNA dan RNA pada mamalia dan sel protozoa atau dengan membentuk suatu kompleks dengan DNA yang mencegah replikasi atau transkripsi ke RNA. Dalam parasit, obat ini berkumpul dalam vakuola dan meningkatkan pH organela ini, yang mempengaruhi kemampuan parasit untuk memetabolisme dan menggunakan Hb sel darah merah. Gangguan dengan metabolism fosfolipid dalam parasit pernah dicoba. Toksisitas selektif terhadap parasit malaria bergantung pada mekanisme yang mengumpulkan klorokuin dalam sel yang terinfeksi. Konsentrasi klorokuin dalam eritrosit normal adalah 10-20 kali dalam plasma, dalam eritrosit yang terinfeksi, konsentrasinya kira-kira 25 kali eritrosit normal.

Resistensi : Parasit yang resisten terhadap klorokuin tampaknya mengeluarkan klorokuin melalui suatu membrane pompa P-glikoprotein yang mirip dengan resistensi sel kanker terhadap banyak obat. Pompa dapat dihambat dan resistensi dapat diubah (in vitro) oleh beberapa obat, termasuk verapamil dan desipramin. 2. Bagaimana dosis pemberian atau cara pemakaian obat klorokuin? 3. Mengapa setelah minum obat, gejala tidak berkurang? 4. Bagaimana proses yang terjadi sehingga parasit tersebut menjadi resisten terhadap obat secara genetic? (Gen dan Kromosom) 5. Jelaskan efek samping konsumsi obat klorokuin! 6. Apa pengaruh pengkonsumsian obat klorokuin dan obat simptomatis secara besamaan?

Masalah 3

Dilakukan pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal dengan hasil Plasmodium falciparum (+++). 1. Jelaskan mekanisme pemeriksaan apusan darah perifer tipis dan tebal! Jawab: Yang menjadi Gold standar sari pmeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa malaria : Pemeriksaan Mikroskopik Konvensional Malaria Preparat Darah Tebal Diwarnai dengan meggunakan pewarnaan Giemsa atau Fieldstain Preparat ini digunakan untuk melihat plasmodia atau untuk melihat ada/ tidaknya gametosit Preparat Darah Tipis Diwarnai dengan menggunaka pewarnaa Wright atau Giemsa Preparat ini di gunakan untuk melihat perubahan bentuk eritrosit dan identifikasi spesies plasmodium Alat: 1. Preparat tipis/ thin filmboleh difiksasi dengan methanol 2. Preparat Tebal ( Thick Film)Tidak boleh difiksasi tetapi harus dengan hemoluse ( Rbc dihancurkan dengan H2O/ ledeng 1 cc/ 20 Tetes jadi terlihat pucat sehingga parasit dan leukosit saja yang hanya kelihatan inti jadi mudah dilihat 3. Jarum special/ khusus 4. Giemsa: Buffer = 1 tetes , Ph= 7,2 (giemsa tahan 20- 24 jam) Cara Kerja 1. Ambil salah satu jari pasien ( tangan kiri, jari telunjuk/tengah/manis) hindari jempol 2. Antiseptic/ alcohol 70% 3. Pijat jari agar konstriksi 4. Tekan jari dan tusuk dengan jarum special/khusus 5. Saat darah keluar, buang darah pertama yang keluar karena mengandung jaringan yang ikut sehingga dikhawatirkan akan merusak preparat , jadi tetesan darah yang kedua yang diambil kemudian diteteskan dipreparat 6. Tetesan ke 2 jadikan 1/3 usap denagan preparat lainnya secara proksimal kedistal sehingga membentuk preparat tipis/ thin

7. Tetesan ke3 ambil jadikan melingkar searah jarum jam, melebar. Sebarkan namun tidak ada ruangan kosong dan terbentuk preparat tebal 8. Tunggu 5 menit, biarkan kering sambil mengerjakan giemsa 9. Masukkan Buffer ph=7,2. 3 cc/ 60 tetes dan giemsa 3 tetes pada tabung reaksi karena masing-masing preparat akan diberi 1 cc/ 20 tetes 10. Tutup tabung reaksi dan aduk 7 kali supaya homogen dan jangan dikocok karena akan muncul gelembung 11. Setelah 5 menit tadi preparat thin/ tipis kita fiksasi dengan methanol sebanyak 15-20 tetes sampai tertutup semua 12. Sedangkan preparat thick/tebal kita hemoluse deng H2O/ ledeng/ aquades 15-20 tetes sampai tertutup semua 13. Masing-massing tunggu 20 menit lagi. 14. Kemudian tumpahkan isi dengan campuran (giemsa+buffer) tadi yang dalam tabung reaksi 15. Cuci kedua preparat 16. Preparat bisa diamati dibawah mikroskop Note: jaukan dari sinar matahari, pastikan preparat bersih dengan cara dibakar terlebih dahulu

Dari pemeriksaan mikroskopik tersebut dapat di bedakan morfologi dari spesies Plasmodium Plasmodium Vivax Eritrosit membesar pucat dan mengandung Schaffnerdot, trofozoid muda berbentuk ameboid ( bentuk vivax) hemozoin terdapat berkelompok di tengah tfozoit. Skizon yang matang membagi dirinya menjdai 14-24 merozit. Bias juga ditemukan bentuk-bentuk gametosit jantan dan gametosit betina yang tampak oval. Hamper menutup -3/4 eritrosit yang dihuninya. Plasmodium Malariae Eritrosit tidak membesar trfozoit matang berbentuk pita atau komet, kadang terdapat Ziemanns dot dalam eritrosit skizon dengan 6-12 merozoit dan

merozoit tersebut tersusun roset. Juga bisa dijumpai gametoit jantan dan betina dengan sitoplasma yang hampir bulat. Plasmodium falciparum Eritrosit tidak membesar, trofozoid muda( bentuk cincin) banyak sekali didapat bentuk-bentuk accole (seperti cincin atau seperti burung terbang di tepi eritrosit) dan infeksi multiple, pigmen hemozoin (pigmen parasit) tampak padat bewarna coklat tua. Skizon muda dan tua/matang jarang didapat didaerah darah tepi terdapat 20-32 merozoit.

2. Jelaskan interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium! 3. Jelaskan siklus hidup Plasmodium falciparum! 4. Bagaimana proses perkembangbiakan plasmodium falciparum dalam tubuh manusia? 5. Jelaskan mekanisme penginfeksian Plasmodium falciparum ke dalam tubuh manusia! 6. Jelaskan epidemiologi Plasmodium falciparum! Jawab:

E. KETERKAITAN ANTAR MASALAHTuan Budi, 30 tahun bertransmigrasi dari Jawa Tengah ke Amaroppa Papua

Terinfeksi Plasmodium falciparum

Terkena Malaria

Muncul gejala seperti demam dan menggigil, berkeringat, sakit kepala dan mual-mual

Pemeriksaan Apusan Darah

Minum obat antimalaria klorokuin dan Obat simptomatis lainnya

Plasmodium falciparum (+++)

Gejala tidak berkurang

F. IDENTIFIKASI TOPIK PEMBELAJARAN (LEARNING ISSUE) 1. Malaria (Vindi, Zaila) 2. Plasmodium falciparum (Diva, Dwi Novia) 3. Mutasi Gen dan Resistensi (Terry, Fatty, Riski Miranda) 4. Pemeriksaan Apusan Darah (Cahyo P, Meuthia, Rizki Febrina) 5. Klorokuin (Farida, Denis)

G. SINTESIS Malaria Plasmodium falciparum Mutasi Gen dan Resistensi Pemeriksaan Apusan Darah Klorokuin Nama generik : Klorokuin Nama dagang di Indonesia: Riboquin (Dexa Medica) dan Nivaquine (Rhone Poulenc Rorer Indonesia). Klorokuin telah menjadi obat pilihan untuk pengobatan dan kemoprofilaksis malaria yang disebabkan P. vivak, P. malaria, P. ovale, dan P. falcifarum yang sensitif (P. falcifarum yang tidak resisten terhadap Klorokuin). Kloroluin dengan depat mengakhiri demam (dlam

24 48 jam) dan membersihkan parasitemia (48 72 jam) yang disebabkan oleh parasit yang sensitif. Selain untuk pengobatan Klorokuin juga merupakan agen kemoprofilaksis yang lebih disukai pada wilayah malaria tanpa malaria falcifarum yang resisten.Klorokuin merupakan kontraindikasi pada pasien dengan psoriasis atau porfuria, karena berpotensi mencetuskan serangan akut dari penderita tersebut. Secara umum, sebaiknya Klorokuin tidak digunakan pada pasien dengan kelainan retina atau miopati. Agen antidiare kaolin dan antasida yang mengandung kalsium dan magnesium menganggu penyerapan Klorokuin dan sebaiknya tidak diberikan bersama-sama Klorokuin. Klorokuin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg dan 150 mg. berikut ini akan dijabarkan mengenai dosis Klorokuin yang digunakan sebagai profilaksis dan serangan akut. 1. Profilaksis a. Anak Klorokuin basa 5 mg/kg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya (tidak lebih dari 300 mg Klorokuin basa/dosis). Pemberian ini dimulai 1-2 minggu sebelum berada di daerah endemik, dilanjutkan 4-6 minggu setelah berada di daerah endemik. b. Dewasa Klorokuin basa 300 mg/minggu pada hari yang sama disetiap minggunya. Pemberian ini dimulai 1-2 minggu sebelum berada di daerah endemik, dilanjutkan 4-6 minggu setelah berada di daerah endemik. 2. Serangan Akut a. Anak Dosis awal Klorokuin basa 10 mg/kg, dilanjutkan dengan dosis tunggal sebesar 5 mg/Kg yang diberikan setelah 6 jam, kemudian dosis tunggal sebesar 5 mg/Kg/hari selama 2 hari. b. Dewasa Dosis awal Klorokuin basa 600 mg, dilanjutkan 6 jam kemudian dengan 300 mg, selanjutkan 300 mg/hari selama 2 hari (dosis kumulatif rata-rata 25 mg/kg Klorokuin basa).

Efek samping yang timbul karena penggunaan Klorokuin adalah gangguan saluran cerna, sakit kepala, kejang, depigmentasi atau rambut rontok, reaksi kulit (ruam, pruritis). Pemberian obat setelah makan dapat mengurangi beberapa efek yang tidak diinginkan seperti gangguan saluran pencernaan. Reaksi yang jarang terjadi meliputi hemolisis pada pasien yang mengalami defisiensi Glucase 6-Phosphate

Dehidrogenase (G6PD), dan hipotensi. Pemberian dosis tinggi dalam jangka panjang pada penderita rematik akan menimbulkan ototoksisitas irreversible, retinopati, miopati, dan neuropati perifer. Abnormalitas ini jarang dijumpai bila diberikan dengan dosis standar mingguan untuk profilaksis. Penggunaan Klorokuin pada penderita gangguan fungsi ginjal sebaiknya dihindari atau dosisnya dikurangi karena Klorokuin diekskresi lewat urin. Dosis bagi pasien gagal ginjal sebesar 50% dari dosis dewasa. Penggunaan Klorokuin pada wanita hamil masuk dalam kategori C. Penggunaan Klorokuin tersebut, dilihat dari rasio risk and benefit. Dosis lazim untuk dewasa dapat diberikan pada wanita hamil yang menderita malaria ringan. Tetapi terapi radikal untuk infeksi P. ovale dan P. vivak dengan menggunakan Primaquin harus ditunda sampai kehamilan berakhir. Sedangkan Klorokuin harus diteruskan dengan dosis 600 mg tiap minggu selama kehamilan. Klorokuin dapat diekskresi ke air susu, sehingga penggunaan Klorokuin pada ibu menyusui tidak direkomendasikan. Deskripsi - Nama & : Struktur Kimia C18H26ClN3 - Sifat Fisikokimia Serbuk kristal berwarna putih atau kekuningan, tidak berbau, titik leleh antara 87-92C.Sangat sedikit larut dalam air, larut dalam : kloroform, dalam eter dan larutan asam. Simpan dalam suhu kamar 25C. - Keterangan :Golongan/Kelas Terapi Anti Infeksi Nama Dagang - Avloclor - Resochin - Nevaquine Indikasi Digunakan untuk profilaksis malaria yang disebabkan oleh P.Malariae, P.Ovale, P.Vivax, dan strain tertentu dari P.Falciparum. Terapi kuratif malaria yang disebabkan oleh P.Malariae, P.Ovale, P.Vivax, dan strain tertentu dari P.Falciparum pengobatan amoebiasis ekstraintestinal, Reumathoid Arthritis dan Lupus Erythematosus. Infeksi parasit lain

(babesiosis). Penggunaan lain: pofiria cutanea tarda, polimorfis ringan, solar urticaria, sarcoidosis Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian 100 mg klorokuin fosfat setara dengan 60 mg klorokuin; 100 mg klorokuin hidroklorida setara dengan 80 mg klorokuin; Penyesuaian dosis pada gangguan ginjal: Clcr kurang dari 10 ml/menit: 50 % dosis haemodialisis. Pencegahan Malaria: Untuk tindakan profilaksis,terapi dimulai dari 1-2 minggu dari awal sampai terkena malaria,dilanjutkan 4 minggu setelah terkena malaria. Klorokuin sebaiknya diberikan satu kali seminggu pada hari yang sama tiap minggunya. Dosis dewasa: 300 mg 1x seminggu (500 mg klorokuin fosfat). Dosis pediatrik, oral : 5mg/kg BB,(8,3 mg/kg kloroquin phospat) 1x seminggu. Pada pasien yang intoleransi terhadap ESO di GI, pemberian obat bersama makanan, dalam 2 dosis terbagi pada hari yang berbeda. Dosis pediatrik tidak boleh lebih dari 300mg/hari. Jika dosis profilaksis tidak dimulai 2 minggu pada awal terkena malaria, maka pada orang dewasa diberi loading dose 600 mg, anak 10mg/kg dalam dua dosis terbagi selama 6 jam, dosis selajutnya seperti biasa. Pengobatan Malaria tanpa komplikasi : Dosis Dewasa: awal 600 mg (1 g klorokuin fosfat), dosis selanjutnya peroral 300 mg (500mg klorokuin fosfat)/6-8 jam. Dosis berikutnya 300mg tiap 24 jam selama 2 hari. Dosis totalnya 1,5 g dalam 3 hari. Alternatif lain : 600 mg dosis awal, hari kedua dan ketiga 300 mg. Dosis Pediatrik: awal 10 mg/kg diikuti dengan dosis 5 mg/kg 6 jam kemudian,5mg/kg 18 jam setelah dosis kedua dan 5mg/kg diberikan setelah dosis ketiga. Pengobatan Malaria berat: Dewasa : awal 160-200 mg IM, dosis bisa diulang setelah 6 jam jika diperlukan. Dosis parenteral tidak boleh melebihi 800 mg (1000 mg klorokuin hidroklorida) selama 24 jam pertama. Dosis parenteral sebaiknya digantikan parenteral secepatnya, total dosis 1,5 g selama 3 hari. Pemberian via parenteral mempunyai risiko direkomendasikan pemberiannya IM (5mg/kg). Ekstraintestinal amoebiasis: Dosis Dewasa : 600 mg kloroquin (1g kloroquin phospat) satu kali sehari selama 2 hari, dilanjutkan 300 mg 1x sehari 2-3 minggu. Dosis Anak-anak:10 mg/kg (16,7 mg/kg klorokuin fosfat) 1x sehari selama 2-3 minggu. tinggi bagi anak-anak sehingga

Dosis oral maksimal 300 mg/hari. Rheumatoid Artritis: Dosis Dewasa:150 mg (250 mg klorokuin fosfat)/hari. Jika respon klinik tidak muncul setelah 4-6 minggu, maka pengobatan dengan klorokuin dilanjutkan selama 4 bulan. Setelah fase remisi menunjukkan perbaikan maksimum, maka dosis dikurangi. Lupus Erythematosus: Dosis Dewasa : 150 mg (250 mg klorokuin fosfat)/hari. Jika manifestasi sistemik dan kutaneus LE sudah berkurang, maka dosis klorokuin diturunkan secara gradual selama beberapa bulan dan obat dihentikan perlahan. Cara pemberian: Klorokuin fosfat diberikan secara peroral, ketika pemberian peroral tidak memungkinkan maka klorokuin hidroklorida secara IM, akan tetapi pemberian IM harus diganti pemberian secara oral sesegera mungkin. Pada pasien asma berat dapat diberikan melalui infus i.v/s.c. Rekomendasi WHO: pemberian untuk pediatri yaitu dosis kecil IM/injeksi s.c. Pemberian bersama makanan dapat mengurangi ESO pada GI. Pemberian klorokuin fosfat pada anak-anak dengan dibuat pulveres dicampurdengan sirup rasa coklat/cherry. Farmakologi Absorbsi: Oral cepat (mendekati 89%). Distribusi: terdistribusi luas pada semua jaringan tubuh (mata, jantung, ginjal, hati dan paru-paru) dimana retensinya mengalami perpanjangan, menembus plasenta, disekresikan ke ASI. Metabolisme: hepatik parsial T eliminasi 3-5 hari. Durasi : sejumlah kecil obat tetap ditemukan di urine selama sebulan walaupun terapi sudah dihentikan. Ekskresi melalui urine (sekitar 70% sebagai obat utuh), pengasaman urine menaikkan eliminasi. T max serum 1-2 jam Stabilitas Penyimpanan Suspensi klorokuin 10 mg/ml dibuat dengan mencampur 500 mg klorokuin fosfat (=300 mg klorokuin/tablet) dengan air steril secara geometris, tambahkan sirup cherry, campur sampai homogen sehingga volume akhir 60 ml, stabil sampai 4 minggu ketika disimpan dalam refrigator atau suhu 29C. Klorokuin fosfat akan mengalami perubahan warna secara lambat jika terpapar matahari. Tablet klorokuin fosfat sebaiknya disimpan pada wadah tertutup pada suhu 25C, masih bisa stabil pada suhu 15-30C. Injeksi kloroquin hidroklorida sebaiknya disimpan pada suhu kurang dari 30C. yang bisa

Kontraindikasi Pasien yang hipersensitivitas dengan derivat 4-amino quinolin; Kontra indikasi pada pasien dengan gangguan retinal, segera hentikan klorokuin jika terjadi gangguan penglihatan. Klorokuin jangan digunakan pada pasien psoriasis karena klorokiun dilaporkan dapat menyebabkan eksaserbasi porfiria Efek Samping Efek okular : Gangguan penglihatan : Pandangan kabur, sulit berakomodasi pernah dilaporkan terjadi; Gangguan penglihatan parah bisa terjadi jika klorokuin digunakan jangka panjang dengan dosis lebih dari 150 mg perhari; Pengobatan jangka panjang dengan dosis tinggi menyebabkan: keratopathy, transient edema, adanya pengkerakan pada epitel kornea, jika sudah parah bisa terjadi kebutaan. Reaksi kulit dan sensitivitas : Pruritus, perubahan pigmen kulit, erupsi kulit membentuk panus liken, erupsi pleomorphic kulit, sindrom Stevens-Johnson dilaporkan pernah tejadi. Perubahan warna rambut pernah terjadi dalam terapi jangka panjang (2-5 bulan). Efek pada sistem syaraf : Sakit kepala ringan dan berat, fatigue, kecemasan, ansietas, apatis, iritabilitas, agitasi, agresivitas, kebingungan, perubahan personalitas, depresi dan stimulasi fisik bisa terjadi ketika menggunakan klorokuin; Neuritis perifer dan neuropathy jarang terjadi. Neuropathy bisa terjadi pada dosis 250 mg atau lebih perhari selama beberapa minggu, dan reversibel setelah obat dihentikan. Efek kardiovaskuler : Hipotensi dan perubahan ECG (jarang) ketika klorokuin digunakan sebagai profilaktik maupun terapi malaria. Penggunaan jangka panjang pada pasien LE/RA menyebabkan terjadinya AV blok derajat III; Kardiomyophati (jarang) pada penggunaan jangka panjang. Otic efek : Otto-toksisitas (jarang), nervedeafness (biasanya irreversible) pernah dilaporkan terjadi pada terapi klorokuin dosis tinggi jangka panjang; Tinitus dan berkurangnya pendengaran pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima 500 mg klorokuin 1x seminggu dalam beberapa bulan. Efek hematologi : Neutropenia, agranulositosis, neuplastik anemia, dan trombositopenia walaupun semuanya jarang terjadi. Efek lokal: Nyeri dan abses pada tempat suntikan Interaksi

- Dengan Obat Lain : Efek sitokrom P450: menghambat CYP2D6, Dengan simetidin konsentrasi klorokuin dalam serum meningkat. Kaolin dan magnesium trisilikat : menurunkan absorbsi klorokuin. Etanol : meningkatkan iritasi GI. Perubahan ECG (jarang) ketika klorokuin digunakan sebagai profilaktik maupun terapi malaria

- Dengan Makanan : -

Pengaruh

- Terhadap Kehamilan :

Keamanan penggunaan klorokuin selama kehamilan belum pasti sehingga penggunaan klorokuin pada wanita hamil hanya jika benar-benar diperlukan. Studi pada tikus hamil menunjukkan pada klorokuin dapat menembus plasenta dan terakumulasi pada struktur melanin pada mata fetus dan tetap bertahan pada jaringan mata selama 5 bulan setelah obat habis tereliminasi dari tubuh. Penggunaan klorokuin selama kehamilan pada dosis 250 mg 2xsehari untuk terapi LE dapat mengakibatkan berkurangnya 8 fungsi syaraf, posterior colom defect dan retardasi mental pada beberapa anak, degenerasi retina juga dilaporkan pada 2 anak yang ibunya menerima kloroquin selama kehamilan akan tetapi kloroquin telah digunakan sebagai profilaksis dan terapi malaria pada wanita hamil tanpa terbukti mempunyai efek samping dan WHO, CDC dan sebagian dokter menyatakan bahwa manfaat pada wanita hamil lebih besar dibanndingkan resiko pada fetus. Infeksi malaria pada wanita hamil dapat menjadi parah dan menaikkan resiko prematur,aborsi,lahir cacat sehingga wanita hamil sebaiknya menghindari pada endemik malaria. Sejumlah kecil klorokuin dan desentilkloroquin terdistribusi dalam ASI. Dosis tunggal 300/600 mg per hari secara oral selama menyusui menghasilkan kadar obat dalam ASI sebasar 0,4-0,7 % sehinggga diperlukan penyesuaian dosis. - Terhadap Ibu Menyusui : -

- Terhadap Anak-anak : Anak-anak yang sensitif terhadap derivat 4- aminokuinolin dilaporkan mengalami akibat fatal pada pemberian klorokuin parental dosis kecil. Dosis oral untuk anak-anak harus dipantau secara ketat. Pemberian dosis untuk anak-anak harus ketat

- Terhadap Hasil Laboratorium : Parameter Monitoring Pemantauan CBC, oftalmologi secara periodik perlu dilakukan pada pasien yang menerima terapi jangka panjang. Perlu dilakukan test terhadap fungsi otot, lutut, siku Bentuk Sediaan Injeksi Klorokuin Hidroklorida 50 mg/ml Setara Dengan 40 mg Klorokuin. Tablet Salut Film 300 mg Klorokuin Peringatan Perlu perhatian pada pasien alkoholis dan obat hepatotoksik lain pada saat penggunaan klorokuin. Perlu perhatian pada pasien defisiensi G-6- phospat dehidrogenasi. Penggunaan obat ini dapat menyebabkan kekambuhan psoriasis, porfiria, dan retinopati. Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus -

Informasi Pasien Sebelum menggunakan obat; Kondisi yang mempengaruhi penggunaan, khususnya hipersensitifitas terhadap klorokuin maupun hidroklorokuin. Kehamilan dapat menyebabkan toksisitas pada janin saat diberikan pada ibu dalam dosis terapetik. Walaupun demikian klorokuin belum menunjukkan menyebabkan efek samping pada janin saat digunakan sebagai profilaksis malaria maupun amoebiasis hepatik. Penggunaan pada anak-anak, bayi dan anak sangat sensitif terhadap efek dari klorokuin. Masalah kesehatan lain, khususnya gagal fungsi hati, gangguan kelainan darah, gangguan kelainan neurologik atau adanya perubahan retina atau bidang visual. Kesesuaian penggunaan obat;gunakan bersama makanan atau susu utk mengurangi kemungkinan iritasi gastrointestinal.Jaga obat jauh dari jangkauan anakanak,kejadian fatal dilaporkan terjadi dimana 300 mg klorokuin basa(1 tablet)tertelan anak umur 12 tahun. Penting untuk tidak menggunakan obat melebihi jumlah yang dianjurkan. Penting untuk tidak lupa minum obat dan memakainya sesuai jadwal reguler. Saat lupa minum obat, maka jika jadwal minum obat adalah tiap 7 hari maka diminum sesegera mungkin. Jika tiap hari, diminum sesegera mungkin, jangan diminum jika terlupa sampai hari berikutnya atau jangan menggandakan dosis. Jika lebih dari sekali sehari, diminum segera jika teringat dalam jangka waktu antara 1 jam, jangan diminum jika telah terlewat/jangan menggandakan dosis. Kesesuaian penyimpanan obat. Untuk pencegahan malaria. Mulai pengobatan 1 sampai 2 minggu sebelum memasuki area malaria untuk memastikan respon pasien dan memberi waktu untuk mengganti obat lainnya bila reaksi terjadi. Lanjutkan pengobatan selama tinggal di area & selama 4 mgg setelah meninggalkan area,periksa ke dokter secepatnya bila terjadi demam selama perjalanan atau dalam jangka waktu 2 jam setelah meninggalkan area endemik. Perhatian selama menggunakan obat ini; Kunjungan berkala ke dokter untuk memeriksa adanya masalah darah, kelemahan otot, dan pengujian penglihatan selama atau setelah terapi jangka panjang. Periksa ke dokter jika tidak ada perubahan dalam beberapa hari (atau beberapa minggu atau beberapa bulan untuk artritis). Hati-hati bila pandangan kabur, kesulitan saat membaca maupun perubahan lainnya pada penglihatan. Minum obat dengan makanan untuk merunkan GI upset. Segera laporkan bila terjadi gangguan penglihatan atau kesulitan mendengar. Obat dapat menyebabkan diare, penurunan nafsu makan, mual, nyeri perut segera periksa ke dokter jika hal tersebut terjadi dan memburuk. Mekanisme Aksi Klorokuin berikatan pada DNA dan RNA sehingga menghambat polimerase DNA dan RNA, mempengaruhi metabolisme dan kerusakan haemoglobin oleh parasit, menghambat efek prostaglandin, klorokuin mempengaruhi keasaman cairan sel parasit dan menaikkan pH internal sehingga menghambat pertumbuhan parasit, berpengaruh terhadap agregasi feriprotoporpirin IX pada reseptor kloroquin sehingga merusak membran parasit dan juga berpengaruh pada sintesis nulkeoprotein. Monitoring Penggunaan Obat Hitung Darah Lengkap (CBCs) (dianjurkan secara periodik selama terapi harian diperpanjang dg klorokuin, bila gangguan darah diskrasia terjadi yg bukan merupakan bagian dari penyakit yg diobati, penghentian penggunaan chloroquine harus dipertimbangkan). Pengujian oftalmologi, termasuk ketajaman visual, expert slit-lamp, funduscopic, tes bidang visual. (dianjurkan sebelum dan setidaknya setiap 3 sampai 6 bulan selama terapi harian diperpanjang, sejak dilaporkan terjadi kerusakan retina yang irreversible pada terapi jangka

panjang atau dosis besar. Luka serius penglihatan diduga berkaitan dengan dosis total kumulatif lebih dari 150 mg atau 2,4 mg (basa) per kg per hari klorokuin mungkin merupakan faktor penentu yang paling penting. Setiap abnormalitas retina atau penglihatan tidak sepenuhnya dapat dijelaskan dikarenakan kesulitan pengumpulan atau opasitas kornea seharusnya dimonitor mengikuti penghentian dari terapi, sejak perubahan retina dan gangguan penglihatan dapat memburuk walaupun setelah penghentian terapi)

H. KERANGKA KONSEP I. KESIMPULAN

Pembagian Tugas: a. Vindy: M1 P1, M2 P2, M3 P2 b. Zaila: M1 P1, M2 P2, M3 P2 c. Diva: M1 P2, M2 P3, M3 P3 d. Dwi Novia: M1 P2, M2 P3, M3 P3 e. Terry: M1 P3, M2 P4, M3 P4 f. Fatty: M1 P3, M2 P4, M3 P4 g. Riski Miranda: M1 P4, M2 P5, M3 P5 h. Cahyo P: M1 P4, M2 P5, M3 P5 i. Meuthia: M1 P5, M2 P4, M2 P6 j. Rizki Febrina: M1 P5, M2 P6, M3 P4 k. Farida: M2 P1, M3 P1, M3 P6 l. Denis: M2 P1, M3 P1, M3 P6