laporan skenario a blok 8

128
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A blok 8 sebagai tugas kompetensi kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. Allah SWT. 2. Kedua orang tua yang memberi dukungan materil maupun spiritual. 3. Dr. Nyayu Fitriani 4. Teman-teman sejawat dan seperjuangan. 5. Semua pihak yang membantu penulis. SKENARIO A BLOK VIII 2

Upload: bungaananda

Post on 26-Oct-2015

164 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

skenario kejang demam blok 8 2012

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Skenario a Blok 8

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-

Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A blok 8 sebagai tugas

kompetensi kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita,

Nabi Besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga

akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan

di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak

mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Allah SWT.

2. Kedua orang tua yang memberi dukungan materil maupun spiritual.

3. Dr. Nyayu Fitriani

4. Teman-teman sejawat dan seperjuangan.

5. Semua pihak yang membantu penulis.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang

diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan

tutorial ini bermanfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk orang lain dalam

perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Palembang, September 2013

Penulis

2

Page 2: Laporan Skenario a Blok 8

DAFTAR ISI

Cover......................................................................................... 1

Kata Pengantar ............................................................................................ 2

Daftar Isi ..................................................................................................... 3

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 4

1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................... 4

BAB II Pembahasan

2.1 Data Tutorial ........................................................................ 5

2.2 Skenario ................................................................................... 5

2.3 Seven Jump Steps

2.3.1 Klarifikasi Istilah ............................................................... 7

2.3.2 Identifikasi Masalah .......................................................... 8

2.3.3 Analisis Masalah ............................................................... 9

2.3.4 Kesimpulan ………………………………………............ 51

2.3.5 Kerangka Konsep............................................................... 52

2.3.6 Sintesis…………………………………………………… 54

Daftar Pustaka……………………………………………………………… 87

3

Page 3: Laporan Skenario a Blok 8

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Blok Neuromusculoskeletal adalah blok 8 pada semester 3 dari

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan

pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan

datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai seorang anak

berusia 4 tahun yang mengalami kejang demam berulang.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode

analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami

konsep dari skenario ini.

4

Page 4: Laporan Skenario a Blok 8

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Nyayu Fitriani

Moderator : Monda Darma

Sekretaris meja : Bunga Rezeki Ananda

Sekretaris papan : Rachmi Arhyun Thama

Waktu : 1. Senin, 23 September 2013

Pukul: 08.00 – 10.00 WIB

2. Rabu, 25 September 2013

Pukul: 08.00 – 10.00 WIB

Peraturan turorial :

1. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.

2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan pendapat dan pertanyaan yang

relevan.

3. Izin saat akan keluar ruangan.

4. Dilarang makan dan minum.

5. Saling menghargai pendapat peserta lain dan tetap tenang serta tidak ribut.

2.2 Skenario Kasus

Vicky, anak Laki-laki, 4 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSMP dengan keluhan

kejang yang terjadi 2 jam yang lalu, lama kejang ± 15 menit, frekuensi kejang 2

kali, interval antar kejang 4 jam , Vicky sadar sebelum dan sesudah kejang.

Kejang hampir seluruh badan tangan dan kaki tegang lurus, mata mendelik ke

atas. Saat tiba di IGD, Vicky kejang kembali, lama kejang ±5menit, bentuk

kejang sama seperti kejang sebelumnya. Sejak 1 hari sebelum masuk RS, Vicky

5

Page 5: Laporan Skenario a Blok 8

panas disertai batuk pilek. Panas makin lama makin tinggi. Tiga jam setelah

mengalami panas tinggi, Vicky mengalami kejang. Vicky belum pernah kejang

sebelumnya. Ayah Vicky pernah kejang saat bayi. Vicky lahir spotan ditolong

bidan, lebih bulan, tidak langsung menangis.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : kesadaran kompos mentis,

Tanda vital : nadi 120x/menit( isi dan tegangan cukup), frek nafas 28x/menit.

Suhu 39,5EC

Keadaan spesifik

Kepala : mata; pupil isokor, refleks cahaya (+), hidung : rinorea (+/+), faring :

hiperemis, tonsil : Tl/Tl, detritus (+)

Leher : tidak ada kaku kuduk

Thorax : simetris, retraksi tidak ada, jantung : BJ I dan II normal, bising jantung

(-), Paru : vesikuler normal, ronki tidak ada

Abdomen : bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba

Extremitas : akral hangat, kaku sendi tidak ada

Status neurologis

Nn. Craniales : tidak ada kelainan

Fungsi motorik :

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - - - -

Refleks

fisiologis

Normal Normal Normal Normal

Refleks

patologi

- - - -

Fungsi sensorik : tidak ada kelainan

6

Page 6: Laporan Skenario a Blok 8

Gejala rangsang meningeal : tidak ada

2.3 Klarifikasi Istilah

1. Kejang : gangguan lepas muatan listrik yang berlebihan dari sinkrom

pada sekelompok sel neuron otak . (Dorlan,eds 28)

2. Rinorea : sekresi mucus encer dari hidung. (Dorlan,eds 28)

3. Pupil isokor : kesamaan ukuran pupil kedua mata. (Dorlan,eds 28)

4. Detritus : bahan partikulat yang dihasilkan atau tersisa setelah

pengausan atau disintegrasi substansi atau jaringan. ( Dorlan,eds 28 )

5. Kaku kuduk : kesukaran melakukan fleksi kepala karena adanya spasma

otot-otot leher. (Dorlan,eds 28)

6. Eutoni : tonus otot yang normal. (Dorlan,eds 28)

7. Klonus : serangkaian kontraksi dan relaksasi otot involunter yang

bergantian secara cepat. (Dorlan,eds 28)

8. Tonus : kontraksi otot yang ringan dan terus-menerus,yang pada otot-

otot rangka membantu dalam mempertahankan postur dan pengembalian

darah ke jantung. (Dorlan,eds 28)

9. Refleks fisiologis : Suatu gerakan involunter yang dilakukan oleh

tubuh akibat rangsangan tertentu. (Dorlan,eds 28 )

10. Refleks patologis : Suatu gerakan involunter yang dilakukan oleh tubuh

akibat rangsangan tertentu akibat gangguan fungsi saraf. (Dorlan,eds 28 )

11. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

rektal > 38 derajat celcius disebabkan oleh proses ekstracranial. (Kapita

Selekta Kedokteran )

7

Page 7: Laporan Skenario a Blok 8

2.4 Identifikasi Masalah

1. Vicky, anak Laki-laki, 4 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSMP dengan

keluhan kejang yang terjadi 2 jam yang lalu, lama kejang ± 15 menit,

frekuensi kejang 2 kali, interval antar kejang 4 jam , Vicky sadar sebelum

dan sesudah kejang. Kejang hampir seluruh badan tangan dan kaki tegang

lurus, mata mendelik ke atas.

2. Saat tiba di IGD, Vicky kejang kembali, lama kejang ±5menit, bentuk

kejang sama seperti kejang sebelumnya.

3. Sejak 1 hari sebelum masuk RS, Vicky panas disertai batuk pilek. Panas

makin lama makin tinggi. Tiga jam setelah mengalami panas tinggi, Vicky

mengalami kejang.

4. Vicky belum pernah kejang sebelumnya. Ayah Vicky pernah kejang saat

bayi. Vicky lahir spotan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung

menangis.

5. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : kesadaran kompos mentis,

28x/menit. Suhu 39,5EC

6. Keadaan spesifik

Kepala : mata; pupil isokor, refleks cahaya (+), hidung : rinorea (+/+),

faring : hiperemis, tonsil : Tl/Tl, detritus (+)

Leher : tidak ada kaku kuduk

Thorax : simetris, retraksi tidak ada, jantung : BJ I dan II normal, bising

jantung (-), Paru : vesikuler normal, ronki tidak ada

Abdomen : bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba

Extremitas : akral hangat, kaku sendi tidak ada

7. Status neurologis

8

Page 8: Laporan Skenario a Blok 8

Nn. Craniales : tidak ada kelainan

Fungsi motorik :

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - - - -

Refleks

fisiologis

Normal Normal Normal Normal

Refleks

patologi

- - - -

Fungsi sensorik : tidak ada kelainan

Gejala rangsang meningeal : tidak ada

2.5 Analisis Masalah

1. Vicky, anak Laki-laki, 4 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSMP dengan

keluhan kejang yang terjadi 2 jam yang lalu, lama kejang ± 15 menit,

frekuensi kejang 2 kali, interval antar kejang 4 jam , Vicky sadar

sebelum dan sesudah kejang. Kejang hampir seluruh badan tangan dan

kaki tegang lurus, mata mendelik ke atas.

a. Sistem apa saja yang terlibat pada kasus ini ?

Jawab :

1. System Saraf :

a) Sistem Saraf Pusat, terdiri dari:

1) Otak

2) Medulla spinalis

2. System Saraf Tepi

9

Page 9: Laporan Skenario a Blok 8

a) 12 pasang saraf cranialis

b) 31 pasang saraf spinalis

(Neuroanatomi Klinik, 2006)

b. Bagaimana mekanisme dari kejang ?

Jawab :

Kejang adalah manifestasi klinis yang berlangsung secara intermitten

dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik

dan otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan

di neuron otak.

Mekanisme dasar terjadi kejang adalah peningkatan aktivitas listrik

yang berlebihan pada neuron – neuron dan mampu merangsang neuron

lain secara bersama – sama melepaskan muatan listriknya.

Hal tersebut diduga disebabkan :

1. Kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk

melepaskan muatan listrik yang berlebihan

2. Berkurangnya inhibisi GABA

3. Meningkatnya eksitasi sinaptik olrh transmitter asam glutamat

dan aspartat

Gangguan pompa Na-K/Gangguan membran sel → Gangguan

kesimbangan ion → Depolarisasi → Potensial aksi → Pelepasan

neurotransmitter di ujung akson → Reseptor GABA & Asam Glutamat →

Ekstinasi > Inhibisi → Depolarisasi post sinap → Kejang

(sumber : Nia Kania, dr. Sp A, Mkes. Kejang pada anak)

10

Page 10: Laporan Skenario a Blok 8

c. Bagaimana anatomi dari sistem yang terlibat ?

Jawab :

Anatomi

Batang otak terletak di bagian bawah otak berfungsi untuk sis-

tem kendali tubuh seperti bernapas, denyut jantung, tidur dan

tekanan darah.

Serebellum merupakan bagian kedua terbesar yang berfungsi

untuk mengkoordinasi pergerakan otot dan mengontrol kese-

imbangan.

Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang berfungsi un-

tuk berpikir, berbicara, mengingat, menerima sensor dan perg-

erakan. serebrum di bagi atas empat bagian yang masing-mas-

ing mempunyai tugas khusus.

Frontal lobe terletak di belakang kepala berfungsi untuk

berpikir, belajar, emosi dan pergerakan.

Occipital lobe berfungsi untuk memproses objek atau untuk

penglihatan (17,18)

Pariental lobe terletak di bagian atas otak yang berfungsi un-

tuk merasakan sensai pada tubuh seperti sentuhan, temperatur

dan rasa sakit.

Temporal lobe berfungsi untuk memproses suara yang masuk

dan juga daya ingat.

Left hemisphere (hemisfer kiri) atau lebih di kenal dengan

otak kiri berfungsi untuk berhitung, analisa dan bahasa.

Right hemisphere (otak kanan) berfungsi untuk menghailkan

pikiran-pikiran kreatif.

11

Page 11: Laporan Skenario a Blok 8

(area brodman)

Lobus Frontalis : Kedutan pada otot tertentu

Lobus oksipitalis : Halusinasi kilauan cahaya

Lobus parietalis : Mati rasa atau kesemutan di

bagian tubuh tertentu

Lobus temporalis : Halusinasi gambaran danperilaku

repetitif yang

komplek, mis jalan berputar-putar

Lobus temperolis anterior : Gerakan mengunyah

Lobus temperolis anterior : Halusinasi bau, baik yg

menyenangkan maupun tidak sebelah dalam.

( anatomi fisiologi otak,saifuddin 2007,EGC )

12

Page 12: Laporan Skenario a Blok 8

d. Bagaimana fisiologi dari sistem yang terlibat ?

Jawab :

Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

1. Cerebrum (Otak Besar)

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut

dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum

merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan hewan.

Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,

logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan

visual dan kecerdasan intelektual atau IQ.

Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut

Lobus, yaitu :

Lobus Frontal, berhubungan dengan kemampuan membuat

alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian

masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan,

kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

Lobus Parietal, berhubungan dengan proses sensor perasaan

seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

Lobus Temporal, berhubungan dengan kemampuan

pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk

suara.

Lobus Occipital, berhubungan dengan rangsangan visual yang

memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi

terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.

2. Cerebellum (Otak Kecil)

13

Page 13: Laporan Skenario a Blok 8

Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung

leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,

diantaranya : mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol

keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh.

 

3. Brainstem (Batang Otak)

Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau

rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang

punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur

fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur

suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber

insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat

datangnya bahaya. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu :

Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain)

berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan

mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan

pendengaran.

Medulla oblongata mengontrol fungsi otomatis otak, seperti

detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.

Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke

pusat otak bersama dengan formasi reticular

4. Limbic System (Sistem Limbik)

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang

otak. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,

hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi

menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara

homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,

metabolisme dan juga memori jangka panjang. Sistem limbik

menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Sistem

14

Page 14: Laporan Skenario a Blok 8

limbic disebut sebagai otak emosi atau tempat terjadinya perasaan dan

kejujuran. (Sherwood,2001)

e. Bagaimana histologi dari sistem yang terlibat ?

Jawab :

Otak besar tersusun atas dua belahan (cerebral hemisphere) kiri

dan kanan. Di bagian tepi luar (korteks) terdapat substansia grisea, lalu

semakin ke dalam dibatasi dengan substansia alba, dan di bagian

paling dalam terdapat nukelus yang merupakan substansia grisea.

Lapisan yang menyusun otak besar berlekuk-lekuk, membentuk

struktur sulkus dan girus. Lapisan ini jika ditinjau secara mikroskopik

akan terlihat bahwa tersusun atas enam lapisan, yakni:

1) Lapisan molekular, merupakan lapisan terluar dan

terletak tepat di bawah lapisan pia. Terdapat sel

horizontal (cajal) yang pipih dengan denrit dan akson

yang berkontak dengan sel-sel di lapisan bawahnya (sel

piramid, sel stelatte).

2) Lapisan granular luar, sebagian besar terdiri atas sel

saraf kecil segitiga(piramid) yang dendritnya mengarah

ke lapisan molekular dan aksonnya ke lapisan di

bawahnya; sel granula (stelatte) dan sel-sel neuroglia.

3) Lapisan piramid luar, terdapat sel piramid yang

berukuran besar (semakin besar dari luar ke dalam).

Dendrit mengarah ke lapisan molekular; akson

mengarah ke substansia alba.

4) Lapisan granular dalam, merupakan lapisan tipis yang

banyak mengandung sel-sel granul (stellate), piramidal,

15

Page 15: Laporan Skenario a Blok 8

dan neuroglia. Lapisan ini merupakan lapisan yang

paling padat.

5) Lapisan piramidal dalam, suatu lapisan yang paling

jarang, banyak mengandung sel-sel piramid besar dan

sedang, selain sel stelatte dan Martinotti. Sel Martinotti

adalah sel saraf multipolar yang kecil, dendritnya

mengarah ke lapisan atas dan aksonnya ke lateral.

6) Lapisan sel multiform, adalah lapis terdalam dan

berbatasan dengan substansia alba, dengan varian sel

yang banyak (termasuk terdapat sel Martinotti) dan sel

fusiform.

Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi

informasi, inisiasi gerakan motorik, dan merupakan pusat

integrasi informasi yang diterima.

Cerebellum

1) Lapisan molekular, lapisan terluar dan langsung

terletak di bawah lapisan pia dan sedikit mengandung

16

Page 16: Laporan Skenario a Blok 8

sel saraf kecil, serat saraf tak bermielin, sel stelata, dan

dendrit sel Purkinje dari lapisan di bawahnya.

2) Lapisan Purkinje, disebut lapisan ganglioner, banyak

sel-sel Purkinje yang besar dan berbentuk seperti botol

dan khas untuk serebelum. Dendritnya bercabang dan

memasuki lapisan molekular, sementara akson

termielinasi menembus substansia alba.

3) Lapisan granular, lapisan terdalam dan tersusun atas

sel-sel kecil dengan 3-6 dendrit naik ke lapisan

molekular dan terbagi atas 2 cabang lateral.

Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan

jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari

pia meter, lapisan araknoid dan durameter.

a) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta

melekat erat pada otak.

b) Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan

mengandung sedikit pembuluh darah. Runga araknoid

memisahkan lapisan araknoid dari piameter dan mengandung

17

Page 17: Laporan Skenario a Blok 8

cairan cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan

penghubung serta selaput yang mempertahankan posisi

araknoid terhadap piameter di bawahnya.

c) Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri

dari dua lapisan. Lapisan ini biasanya terus bersambungan

tetapi terputus pada beberapa sisi spesifik. Lapisan periosteal

luar pada durameter melekat di permukaan dalam kranium dan

berperan sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak.

Lapisan meningeal dalam pada durameter tertanam sampai ke

dalam fisura otak dan terlipat kembali di arahnya untuk

membentuk falks serebrum, falks serebelum, tentorium

serebelum dan sela diafragma. Ruang subdural memisahkan

durameter dari araknoid pada regia cranial dan medulla

spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial antara perioteal

luar dan lapisan meningeal dalam pada durameter di regia

medulla spinalis. (Junqueira, dkk. 2007)

f. Bagaimana kejang berdasarkan proses terjadinya ?

Jawab :

1. Kelainan intrakranium

a) Meningitis

b) Ensefalitis

c) Infeksi subdural dan epidural

d) Abses otak

e) Trauma kepala

18

Page 18: Laporan Skenario a Blok 8

f) Stroke dan AVM

g) Cytomegalic inclusion disease

2. Kelainan ekstrakranium

a) Hipoglikemi

b) Defisiensi vitamin B-6

c) Gangguan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia,

porfiria

d) Keracunan

(sumber : Nia Kania, dr. Sp. A, Mkes, Kejang pada anak)

g. Bagaimana hubungan usia dengan keluhan ?

Jawab :

Kejang demam banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan rentang

usia 6 bulan sampai 5 tahun. Anak yang mengalami kejang demam dalam

usia <12 bulan mempunyai kesempatan mengalami kejang demam berulang

sebesar 50% , sedangkan anak yang mengalami kejang demam dalm usia >12

bulan akan mengalami kejang demam berulang sebesar 30% tetapi tidak pasti

apakah akan berlanjut menjadi epilepsi.

Pada anak dibawah 5 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh

tubuh dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu

tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron

dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion kalium maupun ion natrium

akibatnya terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian

besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel

dengan bantuan neurotransmitter

19

Page 19: Laporan Skenario a Blok 8

(sumber : Nia Kania, dr. Sp. A, Mkes, Kejang pada anak)

h. Apa saja jenis-jenis kejang ?

Klasifikasi Karakteristik

Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah; fokus di

satu bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain.

Parsial Sederhana Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal uni-

lateral), sensorik (merasakan, membaui,

mendengar sesuatu yang abnormal), autonomik

(takikardia, brakikardia, takipnu, kemerahan,

rasa tidak enak di epigastrium), psikik (disfa-

gia, gangguan daya ingat).

Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.

Parsial Kompleks Dimulai sebagai kejang parsial sederhana; berkembang

menjadi perubahan kesadaran yang disertai oleh:

Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme

(mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah,

menarik-narik baju)

Beberapa kejang parsial kompleks mungkin

berkembang menjadi kejang generalisata

Biasanya berlangsung 1-3 menit

Generalisata Hilangnya kesadaran; tidak ada awitan fokal; bilateral

dan simetrik; tidak ada aura

Tonik-Klonik Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia urin dan alvi;

menggigit lidah; fase pascaiktus

Absence Sering salah didiagnosis sebagai melamun

20

Page 20: Laporan Skenario a Blok 8

Menatap kosong, kepala sedikit lunglai,

kelopak mata bergetar, atau berkedip secara

cepat; tonus postural tidak hilang

Berlangsung beberapa detik

Mioklonik Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas di

beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat

Atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai

lenyapnya postur tubuh (drop attacks)

Klonik Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan

tunggal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso

Tonik Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,

kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan

dan ekstensi tungkai

Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi

Dapat menyebabkan henti napas

(Price & Wilson, 2012. “Patofisiologi” hal 1159)

i. Termasuk jenis kejang apakah yang dialami oleh Vicky ?

Jawab :

Berdasarkan Sylvia, 2006, kejang yang di alami oleh Vicky ini

adalah jenis Kejang Generalisata dalam bentuk kejang Tonik, karena

pada kasus telah dijelaskan bahwa hampir seluruh badan tangan dan

kaki Vicky tegang lurus, mata mendelik ke atas. (Price & Wilson,

2012. Patofisiologi)

21

Page 21: Laporan Skenario a Blok 8

j. Apa etiologi dari kejang ?

Jawab :

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor

otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan

elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia,

overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan

idiopati (tidak diketahui etiologinya).

Hal yang menyebabkan kejang yaitu demam tinggi, vaksinasi, cedera

kepala, infeksi virus, hidrosefalus & shunt, displasia kortikal fokal, defek waktu

lahir, kesulitan proses persalinan, keracunan, infeksi otak dan sistem saraf pusat,

hipoglikemi, tumor otak, angioma kavernosa dan pesudoepilepsi. ( Dewanto,

2009)

1. Intrakranial

Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik

Trauma (perdarahan) : Perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra

ventrikular

Infeksi : Bakteri, virus, parasit

Kelainan bawaan : Disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom

Smith – Lemli – Opitz.

2. Ekstrakranial

Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia,

gangguan elektrolit (Na dan K)

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.

Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino,

ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.

3. Idiopatik

22

Page 22: Laporan Skenario a Blok 8

Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)

Etiologi Demam

- infeksi - toksemia

- imunisasi - keganasan

- menurunnya imunitas tubuh - pemakaian obat obatan

- dehidrasi - faktor psikogenik

( Dewanto, 2009)

k. Apa makna sebelum dan sesudah kejang vicky masih tetap sadar ?

Jawab :

Maknanya: belum terjadinya kerusakan di Sistem Saraf Pusat

(Otak). Dijelaskan bahwa Kejang Demam itu adalah bangkitan kejang

yang terjadi pada kenaikan suhu rektal > 38 derajat celcius disebabkan

oleh proses ekstracranial.

(Sumber : fisiologi Guyton,2007)

l. Apa makna kejang hampIr seluruh badan tangan dan kaki tegak

lurus,mata mendelik keatas ?

Jawab :

Kejang yang dialami Vicky merupakan kejang tonik. Pada

kejang ini terdapat peningkatan mendadak tonus otot (menjadi

kaku,kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan

ekstensi tungkai .

23

Page 23: Laporan Skenario a Blok 8

Mata Mendelik

N.occulomotorius

Depolarisasi neuron

M. Superior rectus

KontraksiM. Superior rectus

Bola mata berputarke atas

1 = Annulus tendineus communis2 = Superior rectus muscle3 = Inferior rectus muscle4 = Medial rectus muscle5 = Lateral rectus muscle6 = Superior oblique muscle7 = Trochlea of superior oblique8 = Inferior oblique muscle9 = Levator palpebrae superioris muscle10 = Eyelid11 = Eyeball12 = Optic nerve

Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi

Dapat menyebabkan henti nafas

(Patofisiologi.Sylvia A.Prince dan Lorraine M. Wilson.2012)

m. Bagaimana mekanisme mata mendelik keatas ?

Jawab :

Jawab :

2. Saat tiba di IGD, Vicky kejang kembali, lama kejang ±5menit, bentuk

kejang sama seperti kejang sebelumnya.

24

Page 24: Laporan Skenario a Blok 8

a. Apa penyebab kejang berulang yang dialami Vicky ?

Jawab :

Kejang yang dialami vicky dapat terjadi kembali karena ada beberapa

faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kejang yang berulang antara lain :

- Usia < 15 bulan saat kejang pertama

- Riwayat kejang dalam keluarga

- Kejang terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif nor-

mal

- Riwayat demam yang sering

- Kejang pertama adalah complex febrile seizure

Selain itu, kejang yang terjadi berulang juga dapat dikarenakan adanya

faktor pencetus lain yaitu peningkatan suhu, dimana peningkatan suhu itu dapat

mempengaruhi peningkatan metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan

Oksigen 20% (jika suhu tubuh naik 1o). Akibatnya terjadi perubahan

keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari

Ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, sehingga terjadi lepasnya

muatan listrik. (Soetomenggolo, Taslims. 2000)

3. Sejak 1 hari sebelum masuk RS, Vicky panas disertai batuk pilek. Panas

makin lama makin tinggi. Tiga jam setelah mengalami panas tinggi,

Vicky mengalami kejang.

a. Apa hubungan panas,batuk dan pilek dengan kejang ?

Jawab :

Batuk dan pilek itu tanda infeksi dan merupakan respon fisiologis

tubuh..

25

Page 25: Laporan Skenario a Blok 8

Virus/ bakteri masuk kedalam tubuh manusia pirogen

eksogen baik berupa toksik / yang lainnya menstimulasi sel leukosit

(monosit, limfosit, Neutrofil) leukosit akan mengeluarkan pirogen

endogen (IL – 1, IL – 6, TNF alfa, IFN) pirogen endogen

merangsang pembentukan prostaglandin meningkatnya pusat

termoregulasi hipotalamus demam

Karena demamnya T = 39,5*C terjadi kejang

(Sumber : fisiologi Guyton,2007)

b. Bagaimana mekanisme kejang demam ?

Jawab :

Ispa(terjadi infeksi mikroba masuk ke dalam tubuh)

Demam

Pirogen endogen

Mengganggu termoregulator

kenaikan suhu tubuh

metabolisme basal meningkat

kebutuhan akan glukosa dan O2 meningkat

perubahan keseimbangan membran sel neuron ( Na+, K+ ATP)

neurotransmitter tidak seimbang (depolarisasi)

26

Page 26: Laporan Skenario a Blok 8

eksitasi ˃ inhibisi

pelepasan GABA menurun

Kejang

c. Apa yang menyebabkan panas makin lama makin tinggi ?

Jawab :

Hipertermia akibat Kegagalan termoregulasi terjadi ketika tubuh

menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas dari pada mengeluarkan

panas.

Infeksi/peradangan + makrofag (pelepasan) pirogen endogen +

prostaglandin peningkatan titik patokan hipotalamus inisiasi”respon

dingin”peningkatan produksi panas;penurunan pengeluaran

panaspeningkatan suhuh tubuh ke titik patokan baru=demam.

infeksi Miko Organisme mengeluarkan toksin (pirogen eksogen)

tubuh mengaktifkan makrofag dan sel NK memproduksi interferon tipe 1

(α, β dan γ) untuk membunuh virus, namun virus secara terus menerus

bereplikasi dalam tubuh produksi interferon meningkat panas terus

menerus. (sherrwod hal.717 edisi 6 :)

d. Mengapa setelah panas tinggi selama 3 jam Vicky baru mengalami

kejang ?

Jawab :

27

Page 27: Laporan Skenario a Blok 8

Karena pada saat demam metabolisme basal akan meningkat

sekitar 10-20% dan juga kebutuhan oksigen kan meningkat

menyebabkan perubahan neurologis pada membran sel saraf yang

memnyebabkan difusi membran sel yaitu k dan na, dimana akan

mengeluarkan neurotrasmitter yang berfungsi untuk kontraksi, apabila

neurotransmiter tidak terkendali akan menyebabkan kontraksi trus

menerus(kejang). (Soetomenggolo, Taslims. 2000)

e. Apa saja jenis-jenis kejang demam ?

Jawab :

1. Kejang demam sederhana ( harus semua kriteria)

Berlangsung singkat

Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu <15

menit

Bangkitan kejang tonik, tonik – klonik tanpa gerakan fokal

Tidak berulang dalam waktu 24 jam

(Sumber : IDAI 2004)

2. Kejang demam komplek ( salah satu saja bisa dikatakan KDK)

Kejang berlangsung lama >15 menit

Kejang fokal / parsial satu sisi, atau kejang umum

didahului dengan kejang parsial

Kejang berulang 2x/ lebih dalam 24 jam, anak sadar

kembali diantara bangkitan kejang

28

Page 28: Laporan Skenario a Blok 8

(Sumber : IDAI 2004)

3. Kejang demam berulang

Diagnosisnya :

Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam

(Soetomenggolo, 1995)

4. Vicky belum pernah kejang sebelumnya. Ayah Vicky pernah kejang saat

bayi. Vicky lahir spotan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung

menangis.

a. Apa makna riwayat kejang dalam keluarga ?

Jawab :

Hubungannya adalah adanya faktor predisposisi yaitu

apabila ada keluarga dekat (orangtua atau saudara) yang ketika

kecil mengalami kejang demam maka kemungkinan untuk

mengalami kejang demam meningkat.

Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung

berikutnya untuk mendapat kejang demam ialah 10%. Namun bila

satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula mengalami

kejang demam, kemungkinan ini meningkat menjadi 50%.

Riwayat kejang keluarga yang kuat pada saudara kandung

dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik. (Behrman,

2000)

b. Apa makna dari Vicky belum pernah kejang sebelumnya ?

29

Page 29: Laporan Skenario a Blok 8

Jawab :

Berarti Vicky mengalami kejang akibat terinfeksi virus atau

bakteri, bukan dari adanya kerusakan dari susunan sistem saraf pusat

dengan ditemukannya infeksi pada saluran pernafasan atas.

Kejang pertama pada usia 4 tahun, pada saat ini rentan terjadi

kejang karena jaras motorik belum matur dan adanya factor predopsisi.

Pada penegakan diagnosis meningitis dan infeksi saluran kemih harus

disingkirkan. (Hull, 2005)

c. Apakah ada hubungan riwayat kelahiran dengan kejang ?

Jawab :

Bayi yang dilahirkan lewat waktu yaitu lebih dari 42 minggu

merupakan bayi postmatur. Pada keadaan ini akan terjadi proses

penuaan plasenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen akan

menurun. Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi lahir postmatur

adalah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia dan kelainan neurologik.

Dan berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian kejang demam.

Post mature (lahir lebih bulan ) asfiksia hipoksia dan

iskemik terjadi lesi di hipocampus, rusaknya faktor inhibisi dan

meningkatnya fungsi neuron eksitasi (ACH) mudah kejang bila ada

rangsangan seperti demam.

(dr. Tjipta, bahtera Faktor genetik sebagai faktor resiko kejang

demam berulang dari )

5. Pemeriksaan Fisik

30

Page 30: Laporan Skenario a Blok 8

Tanda vital : nadi 120x/menit( isi dan tegangan cukup), frek nafas

28x/menit. Suhu 39,5<C

a. Apa intepretasi dan mekanisme pada pemeriksaan fisik tanda vital ?

Jawab :

Denyut nadi: 120x/menit Dalam batas normal

Tabel Laju Nadi Normal pada Bayi dan Anak

UMUR Laju (denyut/ menit)

Istirahat (bangun)

Istirahat (tidur) Aktif/ demam

Baru lahir 100 – 180 80 – 60 Sampai 220

1 minggu – 3 bulan

100 – 220 80 – 200 Sampai 220

3 bulan – 2 tahun

80 – 150 70 – 120 Sampai 200

2 tahun – 10 tahun

70 – 140 60 – 90 Sampai 200

>10 tahun 70 – 110 50 – 90 Sampai 200

Respiration rate : 32x per menit Dalam batas normal

UMUR RENTANG RATA-RATA WAKTU TIDUR

Neonatus 30-60 35

1 bulan – 1 tahun 30-60 30

1 tahun – 2 tahun 25-50 25

3 tahun – 4 tahun 20-30 22

31

Page 31: Laporan Skenario a Blok 8

5 tahun – 9 tahun 15-30 18

10 tahun atau lebih

15-30 15

  Suhu Tubuh : Febris

Normal: 360 C - 37,50 C 

hypopirexia/hypopermia :  < 360 C

Demam : 37,50 C – 380 C

Febris : 380 C – 400 C

Hypertermia : > 400 C

Mekanisme  Febris :

Agen infeksi toksin dan mediator inflamasi => monosit/makrofag

sel-sel endotel dan jenis sel-sel lain sebagai pertahanan utama =>

sitokin-sitokin pirogenik (IL1, TNF, IL6, IFN) => Hipotalamus

anterior => Peningkatan PGE2 => peningkatan titik termoregulasi

yang sudah ditentukan => aksi antipiretik => peningkatan

konservasi panas => peningkatan produksi panas => demam

 

6. Keadaan spesifik

Kepala : mata; pupil isokor, refleks cahaya (+), hidung : rinorea (+/+),

faring : hiperemis, tonsil : Tl/Tl, detritus (+)

a. Apa intepretasi dan mekanisme pada keadaan spesifik ?

32

Page 32: Laporan Skenario a Blok 8

Jawab :

Hidung : Rinorea (+/+) Rhinositis

Faring : Hiperemis Faringitis Akut

Tonsil : T1/T1 ada,tapi normal.

Detritus (+) Tonsil mengalami radang

Jadi, dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa Vicky mengalami

Rhinofaringitis.

7. Status neurologis

Nn. Craniales : tidak ada kelainan

Fungsi motorik :

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - - - -

Refleks

fisiologis

Normal Normal Normal Normal

Refleks

patologi

- - - -

Fungsi sensorik : tidak ada kelainan

Gejala rangsang meningeal : tidak ada

33

Page 33: Laporan Skenario a Blok 8

a. apa saja jenis-jenis dan fungsi dari Nn.Craniales ?

Jawab :

34

Page 34: Laporan Skenario a Blok 8

(Sherwood, Lauralee. 2001)

b. bagaimana cara pemeriksaan status neurologi ?

Jawab :

35

Page 35: Laporan Skenario a Blok 8

1. Fungsi Cerebral

Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan

dengan Glasgow Coma Scala (GCS) :

• Refleks membuka mata (E)

4 : Membuka secara spontan

3 : Membuka dengan rangsangan suara

2 : Membuka dengan rangsangan nyeri

1 : Tidak ada respon

• Refleks verbal (V)

5 : Orientasi baik

4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.

3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik

2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang

1 : Tidak keluar suara

• Refleks motorik (M)

6 : Melakukan perintah dengan benar

5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan

benar

4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi

36

Page 36: Laporan Skenario a Blok 8

3 : Hanya dapat melakukan fleksi

2 : Hanya dapat melakukan ekstensi

1 : Tidak ada gerakan

2. Fungsi nervus cranialis

Cara pemeriksaan nervus cranialis :

a) N.I : Olfaktorius (daya penciuman) : Pasiem memejamkan

mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi,

tembakau, alkohol,dll)

b) N.II : Optikus (Tajam penglihatan): dengan snelen card,

funduscope, dan periksa lapang pandang

c) N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas,

kontriksi pupil, gerakan otot mata): Tes putaran bola mata,

menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan

inspeksi kelopak mata.

d) N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):

sama seperti N.III

e) N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah,

lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip):

menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan

mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi

nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu

dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh

permukaan kornea dengan kapas

f) N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) : sama sperti

N.III

37

Page 37: Laporan Skenario a Blok 8

g) N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3

anterior lidah ): senyum, bersiul, mengerutkan dahi,

mengangkat alis mata, menutup kelopak mataa dengan

tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula

dengan garam

h) N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan

keseimbangan ) : test Webber dan Rinne

i) N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):

membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam)

j) N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) : menyentuh

pharing posterior, pasien menelan ludah/air, disuruh

mengucap “ah…!”

k) N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan

sternocleidomastoideus) palpasi dan catat kekuatan otot

trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan

tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi

dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh

pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh

pasien melawan tahan.

l) N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah): pasien suruh

menjulurkan lidah dan menggrakan dari sisi ke sisi. Suruh

pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan

perintahkan pasien melawan tekanan tadi.

3. Fungsi motorik

a. Otot

38

Page 38: Laporan Skenario a Blok 8

Ukuran : atropi / hipertropi

Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan

Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.

Derajat kekuatan motorik :

5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas

4 : Ada gerakan tapi tidak penuh

3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi

2 :Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan

gravitasi bumi.

1 : Hanya ada kontraksi

0 : tidak ada kontraksi sama sekali

b. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test

4. Fungsi sensorik

Test : Nyeri, Suhu,Raba halus, Gerak, Getar, sikap,Tekan,

Refered pain.

5. Refleks

a. Refleks superficial

• Refleks dinding perut :

39

Page 39: Laporan Skenario a Blok 8

Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra

umbilikal, umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke

medial

Respon : kontraksi dinding perut

• Refleks cremaster

Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas

ke bawah

Respon : elevasi testes ipsilateral

• Refleks gluteal

Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal

Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral

b. Refleks tendon / periosteum

a) Refleks Biceps (BPR)

Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan

pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah

diketuk pada sendi siku.

Respon : fleksi lengan pada sendi siku

b) Refleks Triceps (TPR)

Cara : ketukan pada tendon otot triceps,

posisi lengan fleksi pada sendi siku dan

sedikit pronasi

Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi

siku

40

Page 40: Laporan Skenario a Blok 8

c) Refleks Periosto radialis

Cara : ketukan pada periosteum ujung

distal os radial, posisi lengan setengah

fleksi dan sedikit pronasi

Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku

dan supinasi krena kontraksi

m.brachiradialis

d) Refleks Periostoulnaris

Cara : ketukan pada periosteum prosesus

styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi

dan antara pronasi supinasi.

Respon : pronasi tangan akibat kontraksi

m.pronator quadratus

e) Refleks Patela (KPR)

Cara : ketukan pada tendon patella

Respon : plantar fleksi kaki karena

kontraksi m.quadrisep femoris

f) Refleks Achilles (APR)

Cara : ketukan pada tendon achille

Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi

m.gastroenemius

g) Refleks Klonus lutut

Cara : pegang dan dorong os patella ke arah

distal

41

Page 41: Laporan Skenario a Blok 8

Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep

femoris selama stimulus berlangsung

h) Refleks Klonus kaki

Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal,

posisi tungkai fleksi di sendi lutut.

Respon : kontraksi reflektorik otot betis

selama stimulus berlangsung

8. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ini ?

Jawab :

Cara menegakkan diagnosis

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis

kejang demam antara lain:

1) Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung

diagnosis ke arah kejang demam, seperti:

a) Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama

kejang, suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval

pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.

b) Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang

demam, seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang

disertai demam tinggi, serangan kejang pertama disertai

suhu dibawah 39° C.

c) Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang

demam berulang adalah usia< 15 bulan saat kejang demam

42

Page 42: Laporan Skenario a Blok 8

pertama, riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang

segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif normal,

riwayat demam yang sering, kejang demam pertama berupa

kejang demam akomlpeks

2) Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam

adalah:

a) Suhu tubuh mencapai 39°C

b) Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.

c) Kepala anak sering terlemar ke atas, mata mendelik, tungkai

dan lengan mulai kaku, baian tubuh anak menjadi

berguncang. Gejala kejang tergantung pada jenis kejang

d) Kulit pucat dan mungkin menjadi biru

e) Serangan terjadi bebrapa menit setelah anak itu sadar

3) Pemeriksaan fisik dan laboratorium

Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik

neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks,

dijumpai kelainan fisik neurologis berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan

EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang

tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostic,

walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan

gambaran EEG abnormal; EEG juga tidak dapat digunakan untuk

menduga terjadinya epilepsy dikemudian hari.

(Soetomenggolo, Taslims. 2000)

9. Apa different diagnosis pada kasus ini ?

43

Page 43: Laporan Skenario a Blok 8

Jawab :

Kejang Demam Meningitis Ensefalitis Tetanus Epilepsi Kasus

Azura

KDS KDK

Kejang + + + + + + +

Frekuen

si

kejang

dalam

24 jam

Tidak

berulang

Berulang

(> 2x)

berulang berulang Kejang bila

dirangsang

Tidak

berulang

Durasi

kejang

< 15

menit

> 15 menit > 1 jam 20 menit

Demam + + + + + - +

Kesadar

an

Kompos

mentis

Kompos

mentis

↓ ↓ sadar ↓ Kompos

mentis

Riwayat

Keluarg

a

+ + - - - + +

Kaku

kuduk

- - + + + - -

UUB normal normal cembung normal normal normal normal

LCS normal normal Keruh Jernih jernih Jernih Normal,

jernih

44

Page 44: Laporan Skenario a Blok 8

Pandy

test

- - + + - -

Jumlah

sel

dalam

LCS

normal ↑ ↑ Sedikit/- normal normal normal

Pancara

n LCS

Biasa biasa ↑ ↑ - Biasa Biasa

Kesan dari hasil pemeriksaan terhadap pasien ini:

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada pemeriksaan penunjang berupa

anamnesis, dan pemeriksaan fisik dapat terlihat indikasi ke arah kejang demam.

Dengan menyingkirkan:

- meningitis karena tidak adanya kaku kuduk

- ensepalofitis tidak dipilih karena lama kejang biasanya > 1 jam, dan

ukuran UUB membesar

- tetanus karena pada tetanus akan terjadi kejang apabila ada rangsangan

tertentu dan pada saat kejang, penderita dalam keadaan sadar.

- epilepsi karena umumnya epilepsi tidak disertai demam

sehingga kemungkinan yang terjadi pada vicky merupakan kejadian kejang demam,

dan tergolong kejang demam kompleks karena kejadian/frekuensi kejang terjadi 2x

24 jam.

10. Apa saja pemeriksaan penunjang pada kasus ini ?

Jawab :

45

Page 45: Laporan Skenario a Blok 8

a. pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi

sumber infeksi/ mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula darah)

(Berber & Benin, 1981).

b. pemeriksaan radiologi

Foto X-ray kepala dan neuropencitraan CT scan atau MRI tidak rutin

dan hanya dikerjakan atas indikasi (Berber & Benin, 1981).

c. pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)

Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk

menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil,

klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan

ketentuan sebagai berikut:

- bayi < 12 bulan : diharuskan

- bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan

- bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi

(Baumer JH, 2004).

d. pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau

memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam,

oleh sebab itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak

khas (misalnya pada kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau

kejang demam fokal) (IKA FK UNAIR, 2006)

46

Page 46: Laporan Skenario a Blok 8

11. Apa working diagnosis pada kasus ?

Jawab :

Kejang Demam Kompleks

12. Apa etiologi pada kasus ini ?

Jawab :

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang

menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang

paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan

atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi

saluran kemih ( Soetomenggolo,2000).

Tiga faktor utama yang berperan

a. Faktor Demam : infeksi saluran nafas, infeksi pencernaan,

infeksi sal kemih, raseola infatum, dan pasca

imunisasi

b. Umur : kejang demam 6 bulan – 6 tahun, kejang

demam 5-6 bulan kemunngkinan terjadinya

sistem saraf pusat

c. Gen : berperan dalam kejang demam, sekitar 7,5%

kejang demam keluarga risiko meningkat 5% bila

orang tua menderita dengan penurunan dominan,

ressessive, poligenic

13. Apa epidemiologi pada kasus ini ?

Jawab :

47

Page 47: Laporan Skenario a Blok 8

Menurut The American Academy of Pediatric, Kejang demam terjadi

pada anak berusia dalam usia antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun. Lebih

dari 90% penderita kejang terjadi di bawah usia 5 tahun. Terbanyak bangkitan

kejang terjadi pada usia antara 6 bulan hingga 22 bulan. Insiden demam

tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.

14. Apa manifestasi klinis pada kasus ini ?

Jawab :

No Klinis KD sederhana KD kompleks

1 Durasi <15 menit ±15 menit

2 Tipe kejang Umum Umum/fokal

3 Berulang dalam satu episode 1x >1x

4 Defisit neurologis - ±

5 Riwayat keluarga kejang

demam

± ±

6 Riwayat keluarga tanpa kejang

demam

± ±

7 Abnormalitas neurologis

sebelumnya

± ±

(Srinivasan, J., Wallace, K.A., Scheffer, L.E., 2005)

15. Bagaimana patofisiologi working diagnosis pada kasus ini ?

Jawab :

Demam metabolisme meningkat rusaknya GABA dan peningkatan

Asam Glutamat mobilisasi ion Na+ meningkat depolarisasi membran

terganggu merangsang neurotransmiter untuk merangsang retikulum

sarkoplasma mengeluarkan Ca2+ kontraksi yang lama kejang

(USU,2012 )

48

Page 48: Laporan Skenario a Blok 8

16. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini ?

Jawab :

Diberikan segera pada saat kejang terjadi

1) Oksigenisasi

Diberi larutan diazepam per rectal, Diazepam rektal sangat efektif, dan

dapatdiberikan di rumah, Dosis 0,3-0,5mg/kg

Untuk memudahkan:

5 mg untuk BB < 10 kg

10 mg untuk BB > 10 kg

2) Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi

risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat

bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.

Dosis Parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kg/kali

diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.

Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari

3) Antikonvulsan

Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat

demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60%

kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8

jam pada suhu >38,50 C.

49

Page 49: Laporan Skenario a Blok 8

Jika kejang berulang, Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin

pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam

( Deliana , 2002)

17. Apa saja komplikasi pada kasus ini ?

Jawab :

Kompilkasi menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan:

kerusakan sel otak.

Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari

15 menit dan bersifat unilateral

Kelumpuhan

Epilepsy

Hemi paresis

(Taslim S. Soetomenggolo,2000)

18. Apa prognosis pada kasus ini ?

Jawab :

Dubia et bonam : jika ditangani dengan baik, dapat sembuh

Dubia et malam : apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam

dapat berkembang jadi

Kejang demam berulang

Epilepsi

Kelainan motorik

Gangguan mental dan belajar

kematian

50

Page 50: Laporan Skenario a Blok 8

19. Apa KDU pada kasus ini ?

Jawab :

Tingkat Kemampuan 4

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :

pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan

dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

(Konsil Kedokteran Indonesia. 2006)

20. Apa pandangan islam pada kasus ini ?

Jawab :

البخاري( ) رواه بالماء فأبردوها جهنم فيح من الحمى إن

”Sesungguhnya penyakit demam (panas) adalah berasal dari panas neraka

jahanam. Karena itu dinginkanlah (kompres) dengan air.” (HR. Imam al-

Bukhari rahimahullah)

مسلم( ) رواه الحديد خبث النار تنقى كما الذنوب تنقى فإنها تسبها ال

”Jangalah engkau mencelanya (demam), karena sesungguhnya ia

membersikan dosa sebagaimana api membersikan kotoran dari besi." (HR.

Muslim)

Telah terbukti bahwa ketika seseorang menderita demam dengan suhu panas

yang sangat tinggi hingga sampai 41 derajat Celcius, dan itu yang telah

disifati oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai luapan

51

Page 51: Laporan Skenario a Blok 8

(hembusan) dari neraka Jahanam, hal itu dapat menyebabkan gejolak dan

penurunan kondisi rubuh, kemudian koma dan terkadang dapat menyebabkan

kematian.

2.6 Kesimpulan

Vicky anak laki-laki 4 tahun mengalami kejang demam

komplek,dikarenakan riwayat keluarga,rhinofaringitis dan postmatur.

2.7 Kerangka Konsep

Demam

(T=39,5<C

Rhinofaringitis

Kejang demam kompleks

Factor risiko

52

Page 52: Laporan Skenario a Blok 8

2.8 Learning Issue

No Pokok

Bahasan

What I

know

What I don’t

know

I have to prove How will I

learn

1. Anatomi &

Histolgi Otak

Anatomi &

Histologi Otak

Anatomi otak - Text book

- Internet

2. Kejang Demam Pengertian Etiologi,

Epidemiologi,

Patofisiologi, DD,

Diagnosis,

Penatalaksanaan,

Komplikasi,

Prognosis

Penatalaksanaan - Text book

- Internet

Anak lahir postmatur

Asfiksia

Rhinofaringihipoksia

Rhinofaringi

Lesi dihipocampus,rusaknya factor

inhibisi dan meningkatnya

fungsi neuroneksitasi

Punya factor risiko 2-3X

terjadi bangkit kejang demam

Riwayat keluarga

(first degree relative )

53

Page 53: Laporan Skenario a Blok 8

3. Kejang Pengertian Macam-Macam,

Mekanisme,

Penyebab

Mekanisme - Text book

- Internet

4. Demam Pengertian Macam-Macam,

Mekanisme,

Penyebab

Mekanisme - Text book

- Internet

5. Paracetamol Pengertian Farmakodinamik

& Farmakokinetik

Farmakodinamik - Text book

- Internet

BAB III

SINTESIS

Kejang Demam

3.1 Etiologi dan batasan

Kejang Demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rectal >38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial (biasanya

didahului oleh infeksi bakteri atau virus). Kejang demam adalah suatu kejadian pada

bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun. Anak yang pernah

mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidaktermasuk

54

Page 54: Laporan Skenario a Blok 8

dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan

tidak termasuk dalam kejang demam.

Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam

sering disebabkan oleh :

infeksi saluran pernafasan atas,

otitis media,

pneumonia,

gastroenteritis, dan

infeksi saluran kemih.

Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang yang tidak

begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Penyebab lain kejang disertai demam

adalah penggunaan obat-obat tertentu seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik,

amfetamin, kokain, dan dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air-

elektrolit.

3.2 Gejala Klinis dan Tipe-tipe kejang demam

Gejala klinis yang terjadi pada penderita kejang demam yaitu :

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi

secaratiba-tiba)

Kejang tonik-klonik atau grand mal

Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi

padaanak-anak yang mengalami kejang demam)

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang

biasanyaberlangsung selama 10-20 detik)

Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama

biasanyaberlangsung 1-2 menit

Lidah atau pipinya tergigit

55

Page 55: Laporan Skenario a Blok 8

Gigi atau rahangnya terkatup rapat

Inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya)

Gangguan pernafasan

Apneu (henti nafas)

Kulitnya kebiruan

Setelah mengalami kejang biasanya:

 

Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1

jamatau lebih.

Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) maupun sakit kepala.

Mengantuk  

Linglung (sementara dan sifatnya ringan)

Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka

kemungkinanterjadinya cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala

klinis sebagai berikut :

• Kejang berlangsung singkat, < 15 menit

• Kejang umum tonik dan atau klonik

• Umumnya berhenti sendiri

• Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri-ciri gejala

klinis sebagai berikut :

• Kejang lama > 15 menit

• Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

parsial

• Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Secara singkat jenis-jenis kejang ialah sbb;

56

Page 56: Laporan Skenario a Blok 8

Klasifikasi Karakteristik

Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah, focus di satu

bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain

Parsial sederhana - Dapat bersifat motorik (bener, kelonjotan), sensorik

(iya,matanya mendelik keatas), autonomic (gangguan

yang terjadi pada saraf autonom misalnya kencing),

psikik.

- Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit (colek lebih

dari 1 menit)

Parsial kompleks Dimulai dari kejang parsial sederhana, berkembang menjadi

perubahan kesadaran yang disertai oleh :

- Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme

- Beberapa kejang parsial kompleks mungkin

berkembang menjadi kejang generalisata

- Biasanya berlangsung selama 1-3 menit

Generalisata Hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan

simetris.

Tonik – klonik Spasme tonik-klonok otot, inkontinensia urin, menggigit

lidah, fase pascaiktus

Absence Sering salah didiagnosa sebagai melamun

- Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak mata

bergetar atau berkedip secara cepat, tonus postural

tidak hilang

- Berlangsung beberapa detik

Mioklonik Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa

otot atau tungkai

Atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya

postur tubuh

Klonik Gerakan menyentak, repetitife, tajam, lambat, dan tunggal

57

Page 57: Laporan Skenario a Blok 8

atau multiple di tangan, tungkai atau torso

Tonik Peningkatan mendadak tonus otot, wajah dan tubuh bagian

atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai

- Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi

- Dapat menyebabkan henti nafas

3.3 Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan

suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak

yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen

disediakan melalui fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem

kardiovaskuler. Jadi sumber energy otak adalah glukosa yang melalui proses

oksidasi glukosa dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam

adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel

dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion

(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam

sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terjadi

sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka

terdapat perbedaan potensial yang disebut sebagai potensial membran dari sel neuron.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan

bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat di permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya perubahan

konsentrasi ion di ruang ekstraselular, rangsangan yang datangnya mendadak

misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, dan perubahan

patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan.

58

Page 58: Laporan Skenario a Blok 8

Demam adalah meningkatnya suhu tubuh diatas nilai normal (35,8-37,2)0C

dalam rentang waktu tertentu. Demam merupakan salah satu keluhan dan gejala yang

paling sering terjadi pada anak dengan penyebab berupa infeksi dan noninfeksi.

Paling sering penyebabnya adalah infeksi, dalam hal ini adalah infeksi saluran nafas

disusul dengan infeksi saluran cerna pada anak-anak.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10 celsius akan mengakibatkan

kenaikan metabolism basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat

20%. Pada anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

dibandingkan pada orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh

tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan

dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion K+ maupun ion Na+ melalui

membran tersebut, dengan akibat akan terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan

listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke sel-

sel tetangganya melalui bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.

Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda. Tergantung dari ambang

kejang yang dimilikinya, seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Pada anak yang memiliki ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 380

C dan pada anak yang memiliki batas ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi

pada suhu 400 C atau lebih. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya

kejang demam lebih sering tejadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam

penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang

3.4 Diagnosis banding

meningitis : kejangberulang, tingkat kesdaran somnolen, GRM (+)

encephalitis : tingkat kesdaran stupor

tetanus : kejang berulang, ada gangguan kesadaran

epilepsi : tidak diawali dengan demam

59

Page 59: Laporan Skenario a Blok 8

3.5 Cara diagnosis

Penegakan diagnosa kejang demam dapat diperoleh melalui beberapa langkah

yakni anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang terdiri dari

laboratorium dan pencitraan jika diperlukan.

Anamnesa

Anamnesa adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung

pada pasien (autoanamnesis) atau kepada orang tua atau sumber lain (aloanamnesis)

misalnya wali atau pengantar (Iskandar W dkk, 1991). Dalam anamnesa khususnya

pada penyakit anak dapat digali data – data yang berhubungan dengan kejang

demam meliputi:

a. Identitas

Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur

penndidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa. Sebagaimana

disebutkan sebelumnya, epidemiologi kejang demam lebih banyak terjadi pada

anak laki-laki pada usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun .(Iskandar W dkk, 1991)

b. Riwayat Penyakit

Pada riwayat penyakit perlu ditanyakan keluhan utama dan riwayat

perjalanan penyakit. Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang

menyebabkan pasien dibawa berobat. Pada riwayat perjalanan penyakit disusun

cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak

sebelum ada keluhan sampai anak dibawa berobat. Bila pasien mendapat

pengobatan sebelumnya, perlu ditanyakan kapan berobat, kepada siapa, obat

yang sudah diberikan, hasil dari pengobatan tersebut, dan riwayat adanya

reaksi alergi terhadap obat (Iskandar W dkk, 1991).

Pada kasus kejang demam, perlu digali informasi mengenai demam dan

kejang itu sendiri. Pada setiap keluhan demam perlu ditanyakan berapa lama

demam berlangsung; karakteristik demam apakah timbul mendadak, remitten,

intermitten, kontinou, apakah terutama saat malam hari, dsb. Hal lain yang

menyertai demam juga perlu ditanyakan misalnya menggigil, kejang, kesadaran

60

Page 60: Laporan Skenario a Blok 8

menurun, merancau, mengigau, mencret, muntah, sesak nafas, adanya manifestasi

perdarahan, dsb. Demam didapatkan pada penyakit infeksi dan non infeksi. Dari

anamnesa diharapkan kita bisa mengarahkan kecurigaan terhadap penyebab demam

itu sendiri (Iskandar W dkk, 1991).

Pada anamnesa kejang perlu digali informasi mengenai kapan kejang terjadi;

apakah didahului adanya demam, berapa jarak antara demam dengan onset kejang;

apakah kejang ini baru pertama kalinya atau sudah pernah sebelumnya (bila sudah

pernah berapa kali (frekuensi per tahun), saat anak umur berapa mulai muncul kejang

pertama); apakah terjadi kejang ulangan

dalam 24 jam, berapa lama waktu sekali kejang. Tipe kejang harus ditanyakan secara

teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal.

Ditanyakan pula lamanya serangan kejang, interval antara dua serangan,

kesadaran pada saat kejang dan setelah kejang. Gejala lain yang menyertai juga

penting termasuk panas, muntah, adanya kelumpuhan, penurunan kesadaran, dan

apakah ada kemunduran kepandaian anak. Pada kejang demam juga perlu dibedakan

apakah termasuk kejang demam sederhana atau kejang suatu epilepsi yang

dibangkitkan serangannya oleh demam (berdasarkan kriteria Livingstone) (Iskandar

W dkk, 1991).

c. Riwayat Kehamilan Ibu

Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya

penyakit, serta upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi penyakit. Riwayat

mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minuman keras, konsumsi makanan

ibu selama hamil (Iskandar W dkk, 1991).

d. Riwayat Persalinan

Perlu ditanyakan kapan tanggal lahir pasien, tempat kelahiran, siapa yang

menolong, cara persalinan, keadaan bayi setelah lahir, berat badan dan panjang badan

bayi saat lahir, dan hari-hari pertama setelah lahir. Perlu juga ditanyakan masa

kehamilan apakah cukup bulan atau kurang bulan atau lewat bulan. Dengan

mengetahui informasi yang lengkap tentang keadaan ibu saat hamil dan riwayat

persalinan anak dapat disimpulkan beberapa hal penting termasuk terdapatnya

61

Page 61: Laporan Skenario a Blok 8

asfiksia, trauma lahir, infeksi intrapartum,dsb yang mungkin berhubungan

dengan riwayat penyakit sekarang, misalnya kejang demam (Iskandar W dkk,

1991).

e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Perlu digali bagaimana status pertumbuhan anak yang dapat ditelaah dari

kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur. Data ini dapat

diperoleh dari KMS atau kartu pemeriksaan kesehatan lainnya. Status perkembangan

pasien perlu ditelaah secara rinci untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan. Pada

anak balita perlu ditanyakan perkembangan

motorik kasar, motorik halus, sosial-personal, dan bahasa (Iskandar W dkk, 1991).

f. Riwayat Imunisasi

Apakah penderita mendapat imunisasi secara lengkap, rutin, sesuai jadwal

yang diberikan. Perlu juga ditanyakan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi

(Iskandar W dkk, 1991).

g. Riwayat Makanan

Makanan dinilai dari segi kualitas dan kuantitasnya (Iskandar W dkk, 1991).

h. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

Pada kejang demam perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami

kejang dengan atau tanpa demam, apakah pernah mengalami penyakit saraf

sebelumnya (Iskandar W dkk, 1991).

i. Riwayat Keluarga

Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada keluarga lainnya

(ayah, ibu, atau saudara kandung), oleh sebab itu perlu ditanyakan riwayat

familial penderita (Iskandar W dkk, 1991).

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dibagi menjadi 2 yakni pemeriksaan umum dan

pemeriksaan sistematis. Penilaian keadaan umum pasien antara lain meliputi

kesan keadaan sakit pasien (tampak sakit ringan, sedang, atau berat); tanda –

tanda vital pasien (kesadaran pasien, nadi, tekanan darah, pernafasan, dan suhu

62

Page 62: Laporan Skenario a Blok 8

tubuh); status gizi pasien; serta data antropometrik (panjang badan, berat

badan, lingkar kepala, lingkar dada).

Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan sistematik organ dari

ujung rambut sampai ujung kuku untuk mengarahkan ke suatu diagnosis. Pada

pemerikasaan kasus kejang demam perlu diperiksa faktor faktor yang

berkaitan dengan terjadinya kejang dan demam itu sendiri. Demam merupakan

salah satu keluhan dan gejala yang paling sering terjadi pada anak dengan penyebab

bias infeksi maupun non infeksi, namun paling sering disebabkan oleh infeksi. Pada

pemeriksaan fisik, pasien diukur suhunya baik aksila maupun rektal. Perlu dicari

adanya sumber terjadinya demam, apakah ada kecurigaan yang mengarah pada

infeksi baik virus, bakteri maupun jamur; ada tidaknya fokus infeksi; atau adanya

proses non infeksi seperti misalnya kelainan darah yang biasanya ditandai dengan

dengan pucat, panas, atau perdarahan.

Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan apakah

kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita mendapatkan pasien

dalam keadaan kejang, perlu diamati teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik,

umum, atau fokal. Amati pula kesadaran pasien pada saat dan setelah kejang. Perlu

diperiksa keadaan pupil; adanya tanda-tanda lateralisasi; rangsangan meningeal (kaku

kuduk, Kernig sign, Brudzinski I, II); adanya paresis, paralisa; adanya spastisitas;

pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis.

Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan

neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti

berikut :

1) Usahakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang

multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan

adanya kelainan struktur otak.

2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi,

henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif,

dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan

intraventikular.

63

Page 63: Laporan Skenario a Blok 8

Skala Glasgow Coma Scale pada anak-anak

Eyes Opening

 Score >1 Year <1 year

4 Spontaneously Spontaneously

3 To verbal command To shout

2 To pain To pain

1 No response No response

Best Motor Response

Score >1 Year  <1 Year

6 Obeys Obeys

5 Localizes pain Localizes pain

4 Flexion-withdrawal Flexion-withdrawal

3 Flexion-abnormal

(decorticate rigidity)

Flexion-abnormal

(decerebrate rigidity)

2 Extension (decerebrate

rigidity)

Extension (decorticate

rigidity)

1 No response No response

Best Verbal Response

 Score >5 years 2–5 Years 0–23 Months

5 Oriented and converses Appropriate words and

phrases

Smiles, coos appropriately

4 Disoriented and

converses

Inappropriate words Cries, consolable

3 Inappropriate words Persistent cries and/or

screams

Persistent, inappropriate

crying and/or screaming

64

Page 64: Laporan Skenario a Blok 8

2 Incomprehensible

sounds

Grunts Grunts, agitated/restless

1 No response No response No response

Total: 3–15

3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang

disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol

menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh

pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran

menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel

enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang

mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.

5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau

subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural.

Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi

sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang

berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.

6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan

subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan

bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang terdiri dari:

a. pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber

infeksi/ mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula darah) (Berber & Benin,

1981).

65

Page 65: Laporan Skenario a Blok 8

Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula

dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap

terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.

Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu

1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara

berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.

2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen,

amonia dan analisis gas darah.

3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia.

Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan

supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi

terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah

pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal

4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia

5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga

diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang

menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam

multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai

prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai /

menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan

untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang

tidak dapat meramalkan prognosis.

6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan

diagnosis yang pasti yaitu mencakup :

a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic

b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella,

citomegalovirus dan virus herpes.

c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih

besar dari aturan baku

66

Page 66: Laporan Skenario a Blok 8

d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal,

pervertikular, dan vertikular

e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan

intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak

f) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi

positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.

b. pemeriksaan radiologi

Foto X-ray kepala dan neuropencitraan CT scan atau MRI tidak rutin dan

hanya dikerjakan atas indikasi (Berber & Benin, 1981).

c. pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)

Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk

menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis

meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan

sebagai berikut:

- bayi < 12 bulan : diharuskan

- bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan

- bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi (Baumer JH,

2004).

d. pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau

memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam, oleh

sebab itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas

(misalnya pada kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang

demam fokal) (IKA FK UNAIR, 2006)

Selain anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang perlu pula

dilakukan pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis.

67

Page 67: Laporan Skenario a Blok 8

Rangsang Selaput Otak (Iritasi Meningeal)

Bila selaput otak meradang (misalnya pada meningitis) atau di rongga

subarachnoid terdapat benda asing (misalnya darah, seperti pada perdarahan

subarachnoid), maka hal ini dapat merangsang selaput otak, dan terjadilah iritasi

meningeal atau rangsang selaput otak. Manifestasi subjektif dari keadaan ini ialah

keluhan yang dapat berupa sakit kepala, kuduk terasa kaku, fotofobia dan hiperakusis.

Gejala lain yang dapat dijumpai ialah: sikap tungkai yang cenderung mengambil

posisi fleksi, dan opistotonus, yaitu kepala dikedikkan ke belakang dan punggung

melengkung ke belakang, sehingga pasien berada dalam keadaan ekstensi karena

terakngsangnya otot-otot ekstensor kuduk dan punggung. Opistotonus ini lebih sering

kita jumpai pada bayi dan anak yang menderita meningitis, misalnya meningitits

tuberkulosa.

Selain itu, rangsang selaput otak dapat memberikan beberapa gejala,

diantaranya kaku duduk, tanda Lasegue, Kernig, Brudzinski I (Brudzinski’s neck

sign), dan Brudzinski II (Brudzinksi’s contralateral leg sign).

Kaku Kuduk (nuchal (neck) rigidity)

Kaku kuduk merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelainan rangsang

selaput otak. Kita jarang mendiagnosis meningitis tanpa adanya gejala ini. Untuk

memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan hal berikut: Tangan pemeriksa ditempatkan

di bawah kepala pasien yang sedang berbaring. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi)

dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan ini diperhatikan adanya

tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat

mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang

berat, kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang. Pada

keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu

menekukkan kepala.

68

Page 68: Laporan Skenario a Blok 8

Pada pasien yang pingsan (koma) kadang-kadang kaku kuduk menghilang

atau berkurang. Untuk mengetahui adanya kaku kuduk pada penderita dengan

kesadaran yang menurun, sebaiknya penekukan kepala dilakukan sewaktu pernafasan

pasien dalam keadaan ekspirasi, sebab bila dilakukan dalam keadaan inspirasi,

biasanya (pada keadaan normal)kita juga mendapatkan sedikit tahanan, dan hal ini

dapat mengakibatkan salah tafsir.

Selain dari rangsang selaput otak, kaku kuduk dapat disebabkan oleh miositis

otot kuduk, abses retrofaringeal, atau arthritis di servikal. Pada kaku kuduk oleh

rangsang selaput otak, tahanan didapatkan bila kita menekukkan kepala, sedangkan

bila kepala di rotasi, biasanya dapat dilakukan dengan mudah, dan umumnya tahanan

tidak bertambah. Demikian juga gerak hiperekstensi dapat dilakukan.

Hal ini mungkin tidak demikian pada kelainan lain tersebut di atas. Untuk

menilai adanya tahanan saat rotasi kepala, letakkan tangan anda pada dahi pasien

kemudian secara lembut dan perlahan-lahan anda putar kepalanya dari satu sisi ke sisi

lainnya, dan nilai tahanannya. Pada iritasi meningeal, pemutaran kepala dapat

dilakukan dengan mudah dan tahanan tidak bertambah. Untuk menilai keadaan

ekstensi kepala, angkat bahu pasien dan lihat apakah kepala dengan mudah jatuh ke

belakang. Pada keadaan iritasi selaput otak, tes rotasi kepala dan hiperekstensi kepala

biasanya tidak terganggu, sedangkan pada kelainan lain (misalnya miositis otot

kuduk, arthritis servikalis, tetanus, penyakit Parkinson) biasanya terganggu. Selain

itu, tanda Kernig positif pada rangsang selaput otak, namun tidak demikian pada

kelainan tersebut di atas.

Tanda Lasegue

Untuk pemeriksaan ini dilakukan hal berikut: Pasien yang sedang berbaring

diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus,

dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus

selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal, kita dapat

mencapai sudut 70˚ sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa

69

Page 69: Laporan Skenario a Blok 8

sakit dan tahanan sebelum kita mencapai 70˚, maka disebut tanda Lasegue positif.

Namun demikian, bila pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60˚.

Tanda Lasegue positif dijumpai pada kelainan berikut: rangsang selaput otak, isialgia,

dan iritasi pleksus lumbosakral (misalnya hernia nucleus pulposus lumbalis).

Tanda Kernig

Pada pemeriksaan ini, penderita yang sedang berbarng difleksikan pahanya

pada persendian panggul sampai membuat sudut 90˚. Setelah itu tungkai bawah

diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini

sampai sudut 135˚, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan

rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda Kernig positif.

Tanda Kernig positif terjadi pada kelainan rangsang selaput otak, dan iritasi akar

lumbosakral atau pleksusnya. Pada meningitis biasanya positif bilateral, sedangkan

pada HNP-lumbal dapat unilateral.

Tanda Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)

Untuk memeriksa tanda ini dilakukan hal berikut: dengan tangan yang

ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala

sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya

ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. Bila tanda

Brudzinski positif, maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai.

Sebelumnya perlu diperhatikan apakah tungkainya tidak lumpuh.

Tanda Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)

Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada persendian

panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Bila

tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi, maka disebut tanda Brudzinski II positif.

Sebagaimana halnya pada tanda Brudzinski I, perlu diperhatikan terlebih dahulu

apakah terdapat kelumpuhan pada tungkai.

70

Page 70: Laporan Skenario a Blok 8

3.6 Tatalaksana

Symptomatif

Penanganan pada saat kejang

Menghentikan kejang : Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5 mg/KgBB/dosis

IV

(perlahan-lahan) atau 0,4 – 0,6 mg/KgBB/dosis REKTAL

SUPPOSITORIA. Bila kejang masih belum teratasi dapat diulang dengan

dosis yang sama 20 menit kemudian.

Turunkan demam : Anti piretika Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO

atau Ibuprofen 5 – 10 mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3 – 4

kali per hari.

Kompres : suhu > 39° C dengan air hangat, suhu > 38° C dengan air

biasa.

Causatif

Antibiotika atau antiviral diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.

Suportif

Bebaskan jalan nafas.

Pemberian oksigen.

Menjaga keseimbangan air dan elektrolit, pertahankan

keseimbangan tekanan darah.

Preventif

Pencegahan berkala ( intermiten ) untuk kejang demam sederhana den-

gan

Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan anti piretika pada saat anak

menderita penyakit yang disertai demam.

71

Page 71: Laporan Skenario a Blok 8

Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam

Valproat 15– 40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 – 3 dosis.

Edukasi pada orang tua

Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat

kejang sebagian orang tuaberanggapan bahwa anaknya telah meninggal.

Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara diantaranya:

Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis

baik

Memberitahukan cara penanganan kejang

Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

Pemberian obat untuk pencegahan rekurensi memang efektif tetapi

harus diingat adanya efek samping obat.

3.7 Prognosis dan Komplikasi

Prognosis dapat ditegakkan berdasarkan :

Riwayat kejang demam dalam keluarga

Jika ada faktor genetik pada penderita kejang demam kemungkinan terjadinya

kejang demam berulang akan semakin buruk.

Usia kurang dari 12 bulan

Anak yang mengalami kejang pada usia kurang dari 12 bulan memiliki

kemungkinan yang lebih besar mengalami kejang demam berulang.

Temperatur yang rendah saat kejang

72

Page 72: Laporan Skenario a Blok 8

Semakin rendah suhu pada saat penderita mengalami kejang maka

kemungkinan timbulnya kejang berulang akan semakin besar.

Cepatnya kejang setelah demam

Semakin cepat waktu pada saat terjadinya kejang demam, maka kemungkinan

timbulnya kejang berulng akan semakin besar.

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik dan tidak

menyebabkan kematian. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam

dapat

berkembang menjadi :

• Kejang demam berulang

• Epilepsi

• Kelainan motorik

• Gangguan mental dan belajar

3.8 Kompetensi Dokter Umum

Kompetensi dokter umum dalam kasus colek yaitu :

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan klinik dan

pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan

laboratorium sederhana).

Dokter mampu memutuskan dan menangani problem itu secara mandiri dan

tuntas.

73

Page 73: Laporan Skenario a Blok 8

Merujuk pasien ke dokter ahli jika tidak mampu menangani / tindakan yang

akan dilakukan sudah diluar batasan kompetensi dokter umum.

3.9 Anatomi otak

1. System Saraf :

b) Sistem Saraf Pusat, terdiri dari:

1) Otak

Bagian-bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan ke

dalam berbagai cara berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi

fungsional, dan perkembangan evolusi. Pengelompokan tersebut

adalah :

a) Batang Otak, bagian ini mengontrol banyak proses untuk

mempertahankan hidup (fungsi vegetatif), misal bernapas,

sirkulasi, dan pencernaan.

b) Serebelum, pemeliharaan posisi tubuh dalam ruangyang

sesuai dan kordinasi bawah sadar aktivitas motorik (gerakan)

c) Otak Depan (forebrain)

a. Diensefalon

1. Hipotalamus

2. Talamus

b. Serebrum

1. Nukleus Basal, berperan dalam efek inhibisi

Menghambat tonus otot diseluruh tubuh ( tonus

otot yang sesuai biasanya dipertahankan oleh

keseimbangan oleh masukan inhibitorik dan ek-

sitatorik ke neuron2 yang mempersarafi otot

rangka)

74

Page 74: Laporan Skenario a Blok 8

Memilih dan mempertahankan aktivitas motorik

bertujuan sememntara menekan polagerakan

yang tidak berguna atau tidak diinginkan

Membantu memantau dan mengkoordinasi kon-

traksi-kontraksi menetap yang lambat, teruma

kontraksi yang berhubungan dengan postur dan

penunjang.

2. Korteks Serebrum, berperan penting dalam sebagian

besar fungsi tercanggih saraf, misal inisiasi volunteer

gerakan , persepsi sensorik akhir, berpikir sadar, ba-

hasa, sifat kepribadian, dan factor-faktor yang

berhubungan dengan intelektual.

75

Page 75: Laporan Skenario a Blok 8

Kontrol Gerak :

Diperankan oleh kerja sama antara Talamus, Nukleus Basal, dan Korteks

Serebrum.

Talamus secara positif meperkuata aktivitas motorik volunteer yang dimulai

oleh korteks serebrum. Nukleus Basal memodulasi aktivitas motorik volunter

yang mengeluarkan efek inhibisi pada thalamus dam menghambat neuron-

neuron batang otak yang mempengaruhi neuron motorik yang mempersarafi

otot rangka.

76

Page 76: Laporan Skenario a Blok 8

2) Medulla spinalis

Merupakan kelanjutan dari otak dimulai setinggi foramen

occipitalis magnum melanjutkan ke bawah di dalam canalis spinalis dan

beakhir pada conus medullaris setinggi V.Lumbalis I. Kemudian hanya

berupa serabut-serabut saraf yang disebut caudal aquina. Medulla spinalis

ini mempunyai bentuk seperti tabung silindris dan didalamnya terdapat

lubang atau canalis centralis. Bagian tepi atau cortex mengandung

serat-serat saraf (white matter) dan bagian tengahnya berwarna

gelap (grey matter) yang mengandung sel-sel body dan bentuknya

seperti kupu-kupu. Dari medulla spinalis ini keluar masuk serabut saraf

sebanyak 31 pasang yang melalui foramen intervertebralis.

Sebagaimana otak medulla spinalis juga dilapisi oleh selaput meningen

dan mengandung cairan otak.

Pada medulla spinalis terdapat rute utama pada setiap ketiga

columna alba. Pada tractus asendens terdiri atas tiga tractus yaitu:

1) Tractus spinothalamicus anterior atau ventralis

Meneruskan impuls taktil dan tekanan dari medulla ke thalamus.

Serabutnya dimulai pada collumna posterior substantia grisea dari sisi

berseberangan dan melintas diatas commisura alba anterior sebelum naik

pada columna alba anterior.

1. Tractus spinothalamicus lateralis

Membawa impuls sakit dan temperatur ke thalamus. Serabutnya

bergabung pada medulla dengan serabut dari tractus spinothalamicus

anterior untuk membentuk lemnicus spinalis. Serabut keluar dari sel

yang terletak pada cornu posterior subatantia grisea sisi

seberangannya dan terutama berjalan naik pada columna lateralis.

77

Page 77: Laporan Skenario a Blok 8

2. Tractus spinothalamicus anterior posterior atau ventralis dor-

salis

Meneruskan informasi ke cerebellum yang dapat membantu

koordinasi otot (aktivitas sinergik) dan tonus otot juga sentuhan dan

tekanan. Serabut-serabut saraf mulai keluar pada cornu posterius dari sisi

yang sama dan berjalan menuju columna alba lateralis.

T rac tus desendens t e rd i r i a t a s :

1. t rac tus cor t i cosp ina l i s a tau cerebrospinalis anterior atau

ventralis atau disebut juga tractus pyramidalis direk

Tersusun atas serabut-serabut yang berjalan turun melalui otak dari

cortex cerebri. Medulla terletak didekat fissura antero-media dan

berhubungan dengan kontrol voluntaris dari otot skeletal. Tractus

menjadi lebih kecil ketika berjalan naik dan hampir hilang pada regio

thoracis media karena pada ketinggian ini sebagian besar serabut

pembentuknya sudah menyeberang ke sisi berlawanan untuk

berakhir dengan cara membentuk sinaps di sekitar cornu anterior

dari neuron motoris inferior. Beberapa serabut yang masih tersisa

akan berakhir pada columna anterior substantia grisea pada sisi

chorda yang sama.

2. Tractus lateralis atau tractus pyramidalis transverse

Mengandung sejumlah besar serabut untuk mengontrol gerak otot

volunter. Serabutnya keluar pada cortex motoris dan melintang

diatas atau bergabung dengan tractus sisi seberangnya pada

medulla.

3. Tractus vestibulospinalis

Juga berjalan turun pada columna anterior substantia alba. Tractus

78

Page 78: Laporan Skenario a Blok 8

ini mempunyai hubungan dengan fungsi keseimbangan dan postur.

Serabut saraf mulai keluar pada medulla di sisi yang sama dari

gabungan sel-sel yang disebut nucleus vestibularis.

4. Tractus rubrospinalis

Terletak tepat di depan tractus corticospinalis lateralis,

serabutnya dimulai pada mesenchepalon dan berjalan turun untuk

berakhir di sekitar sel-sel cornu anterius. Berhubungan dengan kontrol

aksi otot dan merupakan bagian utama dari sistem extrapyramidal.

Tractus motoris dan sensoris merupakan tractus yang paling

penting di dalam otak dan medulla spinalis dan mempunyai

hubungan yang erat untuk gerakan motoris voluntaris, sensasi rasa

sakit, temperatur dan sentuhan dari organ-organ indera pada kulit dan

impuls propioseptif dari otot dan sendi.

Tractus corticospinalis atau pyramidalis atau motoris

berasal dari cortex motoriius precentralis, serabutnya berjalan turun

melalui capsula interna pada genu dan duapertiga anterior limbus

posterior.

Tractus cortico ventralis mengendalikan neuron-neuron

motorik yang melayani otot-otot pada truncus termasuk

mm.intercostalis dan abdominalis. Semua neuron yang

menyalurkan impul-impuls motorik ke nuclei motorii di dalam batang

otak dan medulla spinalis dapat disebut sebagai neuron motor atas (upper

motor neuron). Impuls-impuls motorik ini dapat disalurkan melalui jalur-

jalur saraf yang termasuk dalam susunan pyramidal dan susunan

ekstrapyramidal oleh karena itu dalam area yang luas sel-sel neuron yang

membentuk jalur desendens pyramidal (tractus corticobulbaris

dan corticospinalis) dan ekstrapyramidal (tractus reticulospinalis dan

rubrospinalis) dapat disebut sebagai neuron motor atas sedangkan

79

Page 79: Laporan Skenario a Blok 8

neuron-neuron motorik di dalam nuclei motorii di dalam batang otak dan

medulla spinalis dapat disebut neuron motor bawah (lower motor neuron).

2. Sistem Saraf Tepi

- 12 pasang saraf cranialis

Neuroanatomi Nervi Craniales

1) N. I : Nervus Olfaktorius

2) N. II : Nervus Optikus

3) N. III : Nervus Okulamotorius

4) N. IV : Nervus Troklearis

5) N. V : Nervus Trigeminus

6) N. VI : Nervus Abducen

7) N. VII : Nervus Fasialis

8) N. VIII : Nervus Akustikus

9) N. IX : Nervus Glossofaringeus

10) N. X : Nervus Vagus

11) N. XI : Nervus Accesorius

12) N. XII : Nervus Hipoglosus.

- 31 pasang saraf spinalis

31 pasang saraf spinal yang meninggalkan medulla spinalis

melalui foramina intervertebralis pada columna vertebralis

dimana mereka ditemukan 8 saraf cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5

sacral dan 1 coccegeal.

Masing-masing saraf spinal dihubungkan dengan medulla

spinalis oleh 2 radix, radix anterior clan radix posterior. Radix

anterior terdiri atas berkas serabut saraf yang membawa impuls

saraf menjauhi susunan saraf pusat. Serabut saraf seperti ini

dinamakan serabut saraf efferens. Serabut efferens yang menuju ke

80

Page 80: Laporan Skenario a Blok 8

otot bercorak dan menyebabkan otot ini berkontraksi dinamakan

serabut motoris. Sel asalnya terletak pada cornu anterius medulla

spinalis. Radix posterior terdiri atas berkas serabut-serabut saraf

yang membawa impuls ke susunan saraf pusat dan dinamakan

serabut afferens. Karena serabut ini berkaitan dengan

penghantran informasi tentang substansi raba, nyeri, suhu dan vibrasi

maka disebut serabut sensoris. Badan selnya terletak pada suatu

pembesaran pada radix posterior yang disebut ganglion radix

posterior.

Pada setiap foramen intervertebralis radix anterior dan

posterior bersatu menjadi saraf spinalis. Di sini serabut motoris

dan sensoris bercampur menjadi satu sehingga saraf spinal

dibentuk oleh campuran serabut motoris dan sensoris. Waktu

keluar dari foramen saraf spinalis dibagi menjadi ramus ventralis

yang besar dan ramus dorsalis yang lebih kecil. Ramus

dorsalis berjalan ke posterior mengelilingi columna vertebralis

untuk mempersarafi otot-otot dan kulit punggung. Ramus ventralis

terus berjalan ke anterior untuk mempersarafi otot-otot dan kulit

sekitar dinding anterolateral tubuh dan semua otot dan

kulit ekstremitas. Dengan kata lain setiap saraf spinal memiliki pola

sebaran yang biasa disebut bersifat meruas atau sesuai dermatom.

Suatu dermatom adalah daerah kulit yang dipersarafi serabut

sensorik dari satu akar dorsal melalui cabang dorsal dan ventral

saraf spinal.

Pada pangkal ekstremitas rami ventralis satu sama

lainnya bersatu membentuk plexus saraf yang rumit. Pada

pangkal lengan atas terdapat plexus cervicalis dan brachialis dan

pada pangkal tungkai atas terdapat plexus lumbalis dan sacralis.

81

Page 81: Laporan Skenario a Blok 8

3.10. Fisiologi otak

Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

1) Cerebrum (Otak Besar)

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut

dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum

merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan hewan.

Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,

logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan

visual dan kecerdasan intelektual atau IQ.

Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut

Lobus, yaitu :

Lobus Frontal, berhubungan dengan kemampuan membuat

alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian

masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan,

kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

Lobus Parietal, berhubungan dengan proses sensor perasaan

seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

Lobus Temporal, berhubungan dengan kemampuan

pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk

suara.

Lobus Occipital, berhubungan dengan rangsangan visual yang

memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi

terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.

2) Cerebellum (Otak Kecil)

Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung

leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,

diantaranya : mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol

keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh.

 

82

Page 82: Laporan Skenario a Blok 8

3) Brainstem (Batang Otak)

Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau

rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang

punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur

fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur

suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber

insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat

datangnya bahaya. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu :

Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain)

berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan

mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan

pendengaran.

Medulla oblongata mengontrol fungsi otomatis otak, seperti

detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.

Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke

pusat otak bersama dengan formasi reticular

4) Limbic System (Sistem Limbik)

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang

otak. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,

hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi

menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara

homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,

metabolisme dan juga memori jangka panjang. Sistem limbik

menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Sistem

limbic disebut sebagai otak emosi atau tempat terjadinya perasaan dan

kejujuran. (Sherwood,2001)

83

Page 83: Laporan Skenario a Blok 8

3.11. Histologi otak

Otak besar tersusun atas dua belahan (cerebral hemisphere) kiri

dan kanan. Di bagian tepi luar (korteks) terdapat substansia grisea, lalu

semakin ke dalam dibatasi dengan substansia alba, dan di bagian

paling dalam terdapat nukelus yang merupakan substansia grisea.

Lapisan yang menyusun otak besar berlekuk-lekuk, membentuk

struktur sulkus dan girus. Lapisan ini jika ditinjau secara mikroskopik

akan terlihat bahwa tersusun atas enam lapisan, yakni:

1) Lapisan molekular, merupakan lapisan terluar dan

terletak tepat di bawah lapisan pia. Terdapat sel

horizontal (cajal) yang pipih dengan denrit dan akson

yang berkontak dengan sel-sel di lapisan bawahnya (sel

piramid, sel stelatte).

2) Lapisan granular luar, sebagian besar terdiri atas sel

saraf kecil segitiga(piramid) yang dendritnya mengarah

ke lapisan molekular dan aksonnya ke lapisan di

bawahnya; sel granula (stelatte) dan sel-sel neuroglia.

3) Lapisan piramid luar, terdapat sel piramid yang

berukuran besar (semakin besar dari luar ke dalam).

Dendrit mengarah ke lapisan molekular; akson

mengarah ke substansia alba.

4) Lapisan granular dalam, merupakan lapisan tipis yang

banyak mengandung sel-sel granul (stellate), piramidal,

dan neuroglia. Lapisan ini merupakan lapisan yang

paling padat.

5) Lapisan piramidal dalam, suatu lapisan yang paling

jarang, banyak mengandung sel-sel piramid besar dan

84

Page 84: Laporan Skenario a Blok 8

sedang, selain sel stelatte dan Martinotti. Sel Martinotti

adalah sel saraf multipolar yang kecil, dendritnya

mengarah ke lapisan atas dan aksonnya ke lateral.

6) Lapisan sel multiform, adalah lapis terdalam dan

berbatasan dengan substansia alba, dengan varian sel

yang banyak (termasuk terdapat sel Martinotti) dan sel

fusiform.

Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi

informasi, inisiasi gerakan motorik, dan merupakan pusat

integrasi informasi yang diterima.

Cerebellum

1) Lapisan molekular, lapisan terluar dan langsung

terletak di bawah lapisan pia dan sedikit

mengandung sel saraf kecil, serat saraf tak

bermielin, sel stelata, dan dendrit sel Purkinje dari

lapisan di bawahnya.

85

Page 85: Laporan Skenario a Blok 8

2) Lapisan Purkinje, disebut lapisan ganglioner,

banyak sel-sel Purkinje yang besar dan berbentuk

seperti botol dan khas untuk serebelum. Dendritnya

bercabang dan memasuki lapisan molekular,

sementara akson termielinasi menembus substansia

alba.

3) Lapisan granular, lapisan terdalam dan tersusun

atas sel-sel kecil dengan 3-6 dendrit naik ke lapisan

molekular dan terbagi atas 2 cabang lateral.

Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan

jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari

pia meter, lapisan araknoid dan durameter.

a) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis,

serta melekat erat pada otak.

b) Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter

dan mengandung sedikit pembuluh darah. Runga

araknoid memisahkan lapisan araknoid dari piameter

dan mengandung cairan cerebrospinalis, pembuluh

86

Page 86: Laporan Skenario a Blok 8

darah serta jaringan penghubung serta selaput yang

mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di

bawahnya.

c) Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan

terdiri dari dua lapisan. Lapisan ini biasanya terus

bersambungan tetapi terputus pada beberapa sisi

spesifik. Lapisan periosteal luar pada durameter

melekat di permukaan dalam kranium dan berperan

sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak.

Lapisan meningeal dalam pada durameter tertanam

sampai ke dalam fisura otak dan terlipat kembali di

arahnya untuk membentuk falks serebrum, falks

serebelum, tentorium serebelum dan sela diafragma.

Ruang subdural memisahkan durameter dari araknoid

pada regia cranial dan medulla spinalis. Ruang epidural

adalah ruang potensial antara perioteal luar dan lapisan

meningeal dalam pada durameter di regia medulla

spinalis. (Junqueira, dkk. 2007)

87

Page 87: Laporan Skenario a Blok 8

DAFTAR PUSTAKA

Anatomi fisiologi sistem saraf,pdf. 2012. http://staff.unila.ac.id diakses

pada 23 September 2013

Behrman, Kliegman, Arvin.2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15

Vol.3 . Jakarta : EGC.

Deliana,M. 2002. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak. Sari Pediatri,

Vol. 4, No. 2, September 2002: 59 – 62

Departemen Kesehatan. 2011. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di

RS .  Jakarta

Dewanto,G , dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana

Penyakit Saraf. Jakarta : EGC.

Ganiswarna, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FK UI

Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Guyton, AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :

EGC

Hull, D, Johnston, D.I. 2005. Dasar-dasar Pediatri edisi 3. Jakarta :EGC.

Ilmu kesehatan anak.FK USU/Rs.H.Adam Malik Medan.Kejang

demam.Pdf.2012

Junqueira, dkk. 2007. Histologi Dasar. Jakarta : EGC

88

Page 88: Laporan Skenario a Blok 8

Kamus saku kedokteran Dorland/ alih bahasa, Poppy Kumala; copy

editor edisi bahasa Indonesia, Dyah Nuswantari. – Ed.28 –

Jakarta:EGC, 1998.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter.

Jakarta : KKI

Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robins. Jakarta : EGC

Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta;

EGC

Sidharta, Priguna. 2008. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta :

Dian Rakyat

Snell R. Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. 5th ed.

Jakarta: EGC.

Soetomenggolo, Taslims. 2000. Buku Ajar NEUROLOGI ANAK.

Cetakan ke-2. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia

Srinivasan, J., Wallace, K.A., Scheffer, L.E., (2005), Febrile Seizures,

Australian Family Physician, Vol.34 No 12 :1021-1025

Staf Pengajar IKA FKUI, 1985, Kejang Demam dalam : Ilmu Kesehatan

Anak, Jilid II : hal; 883-885, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI,

Jakarta.

Tata Laksana Kejang Demam pada Anak , Melda Deliana Sari Pediatri,

Vol. 4, No. 2, September 2002: 59 – 62

89

Page 89: Laporan Skenario a Blok 8

90