blok 14 skenario a

70
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Blok Hematologi adalah blok ke 14 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai seorang anak perempuan berusia 9 tahun datang ke RSMH dengan keluhan pucat dan distensi abdominal. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari tutorial ini, yaitu : 1 Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. 2 Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3 Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini. 1

Upload: karina-attaya-suwanto

Post on 12-Jan-2016

53 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

Page 1: Blok 14 Skenario A

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Blok Hematologi adalah blok ke 14 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk

menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus

yang diberikan mengenai seorang anak perempuan berusia 9 tahun datang ke RSMH dengan

keluhan pucat dan distensi abdominal.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari tutorial ini, yaitu :

1 Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran

KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2 Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan

pembelajaran diskusi kelompok.

3 Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario

ini.

1

Page 2: Blok 14 Skenario A

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Safyudin M.Biomed

Moderator : Joas visensus davian

Notulis : Irawati Eka Putri

Sekretaris : Afifurrahman

Waktu : Senin,17 September 2012

Rabu, 19 September 2012

Peraturan tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan(kecuali, untuk googling)

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat

Dengan cara mengacungkan tangan terlebih dahulu ,

Dan apabila telah dipersilahkan oleh moderator.

3. Tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama

Proses tutorial berlangsung.(izin BAK)

4. Tidak diperbolehkan makan dan minum.

2

Page 3: Blok 14 Skenario A

Skenario A blok 14 2012

Case history:

A 9 years old girl came to Moh. Hoesin hospital with complain of pale and abdominal distention.

She lives in kayu agung. She has been already hospitalized two times before (2009 and 2010) in

kayu agung general hospital and always got blood transfusion. Her younger brother, 7 years old

looks taller than her. Her uncle was died when he was 21 years old due to the similar disease like

her.

Physical examination:

Compos mentis, anemis(+), wide epichantus, prominent upper-jaw

HR: 94x/mnt, RR: 27x/mnt, TD: 100/70mmHg, temp. 36,7oC

Heart and lung : within normal limit

Abdomen : hepatic enlargement 1/4 x 1/4, Spleen: schoeffner III

Extermities : pallor palm of hand. Others: normal

Laboratory results:

Hb: 7,6 gr/dl, Ret: 1,8%, leucocyte 10,2x109 /lt, thrombocyte: 267 x 109 /lt,

Diff count : 0/2/0/70/22/6

Blood film : anisocytosis, poikylocytosis, hypochrome, target cell(+)

MCV: 64 (fl), MCH: 21(pg), MCHC: 33 (gr/dl), SI within normal limit, TIBC, within normal

limit, serum ferritin : within normal limit

2.2 Paparan

I. Klarifikasi Istilah

1. Pale : pucat

2. Abdominal distention: perenggangan rongga abdomen akibat suatu massa, gas atau cairan

3. Blood transfusion : proses memasukkan darah lengkap atau komponen darah secara

langsung ke dalam aliran darah

3

Page 4: Blok 14 Skenario A

4. Wide epicanthus : lipatan vertikal kulit disisi kanan dan kiri hidung. Biasanya muncul

pada kelainan kongenital

5. Prominent upper-jaw: rahang atas yang terlihat menonjol

6. Anemis : penurunan jumlah eritrosit, jumlah hemoglobin atau volume sel darah merah

dalam darah

7. Hepatic enlargment 1/4 x1/4. : pembesaran hepar

8. spleen schoeffner III : pembesaran lien sampai sebelum umbilicus

9. Anisocytosis: variasi ukuran eritrosit dalam darah

10. Poikylocytosis : keragaman bentuk eritrosit dalam darah

11. Hypochrome : penurunan hemoglobin eritrosit sehingga RBC berwarna pucat

12. Target cell (+) : ketidakmampuan RBC atau eritrosit terlihat pada adanya titik gelap

ditengah RBC biasanya akibat penyakit kongenital

13. MCV : volume rata2 eritrosit dalam darah

14. MCH : konsentrasi haemoglobin rata-rata dalam setiap eritrosit

15. MCHC : konsentrasi hemoglobi rata-rata dalam eritrosit

16. SI (serum iron) : jumlah zat besi yang beredar yang berikatan dengan transferin dalam

darah

17. TIBC (total iron binding capacity) : tes laboratorium yang bertujuan mengukur

kemampuan darah untuk mengikat besi dengan transferin

18. Serum ferritin : Jumlah Ferritin dalam darah

II. Identifikasi masalah

1. A 9 years old girl came to Moh. Hoesin hospital with complain of pale and abdominal

distention

2. She lives in kayu agung, she has been already hospitalized two times before (2009 and

2010) in kayu agung general hospital and always got blood transfusion

3. Her younger brother, 7 years old looks taller than her. Her uncle was died when he was 21

years old due to the similar disease like her.

4. Physical examination:

4

Page 5: Blok 14 Skenario A

Compos mentis, anemis(+), wide epichantus, prominent upper-jaw

HR: 94x/mnt, RR: 27x/mnt, TD: 100/70mmHg, temp. 36,7oC

Heart and lung : within normal limit

Abdomen : hepatic enlargement 1/4 x 1/4, Spleen: schoeffner III

Extermities : pallor palm of hand. Others: normal

5. Laboratory results:

Hb: 7,6 gr/dl, Ret: 1,8%, leucocyte 10,2x109 /lt, thrombocyte: 267 x 109 /lt,

Diff count : 0/2/0/70/22/6

Blood film : anisocytosis, poikylocytosis, hypochrome, target cell(+)

MCV: 64 (fl), MCH: 21(pg), MCHC: 33 (gr/dl), SI within normal limit, TIBC, within

normal limit, serum ferritin : within normal limit

III. Analisis masalah

1. a. Apa etiologi dan mekanisme pucat pada kasus ini ?

Warna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin yang terdapat di

dalam sel darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi dan protein yang dibentuk oleh

rantai globin alpha dan rantai globin beta. Pada penderita thalassemia beta, produksi

rantai globin beta tidak ada tau berkurang. Sehingga hemoglobin yang dibentuk

berkurang. Selain itu berkurangnya rantai globin beta mengakitbatkan rantai globin alfa

berlebihan dan akan saling mengikat membentuk suatu benda yang menyebabkan sel

darah merah mudah rusak. Berkurangnya produksi hemoglobin dan mudah rusaknya sel

darah merah mengakibatkan penderita menjadi pucat

b. Apa etiologi dan mekanisme distensi abdomen pada kasus ini?

Etiologi abdominal distention

Akumulasi cairan

Akumulasi gas

Massa padat pada rongga abdomen

Organomegali di abdomen

5

Page 6: Blok 14 Skenario A

Pada kasus ini: Organomegali di abdomen

Mekanisme:

Kelainan genetic (delesi gen yang menkode protein globin)

Tidak terbentuk satu atau kedua rantai globin

Rantai yang berlebihan tidak mendapat pasangan rantai globin lainnya

Membrane binding of IgG dan C3 gangguan pematangan prekusor

Eritroid dan eritropoiesis inefektif

Removal of damage RBC by macrophage umur eritrosit pendek

Splenomegali Peningkatan kerja penhancuran RBC di

hati dan limpa

Hepatosplenomegali

Abdominal Distention

c. Apakah hubungan umur dan jenis kelamin dengan gejala pada kasus?

Tidak ada hubungan antara usia dengan gejala-gejala yang dialaminya, karena si

gadis menderita thalassemia yang merupakan kelainan yang diturunkan, sehingga

kelainan ini sudah terjadi sejak awal pembuahan.

2. a. Bagaimana hubungan daerah tempat tinggal dan penyakit yang dialami anak

pada kasus ini?

Kayu Agung memiliki angka kejadian Thalassemia yang cukup tinggi

b. Apa saja indikasi seseorang mendapat transfusi darah?

Indikasi transfusi darah dan komponen-konponennya adalah :

1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan

cairan.

6

Page 7: Blok 14 Skenario A

2. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.

3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.

4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma subtitute

atau larutan albumin.

5. Penurunan kadar Hb disertai gangguan hemodinamik

Indikasi pada kasus ini : Transfusi darah pertama sekali, Hb<7g/dl dalam 1-3 bulan

berturut-turut, kontrol Hb selanjutnya transfusi harus dilakukan jika Hb 9-9,5g/dl

c. Bagaimana cara pemberian tranfusi darah?

Pra-prosedur

1. Inform consent

2. Pastikan identitas pasien, golongan darah pasien sesuai

3. Penjelasan prosedur

4. Pemeriksaan tanda-tanda vital

Prosedur

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

2. Gunakan sarung tangan setelah sterilisasi

3. Gantungkan larutan NaCl 0,9% dalam botol untuk digunakan setelah transfusi

darah

4. Gunakan slang infus yang mempunyai filter (slang 'Y' atau tunggal).

5. Lakukan pemberian infus NaCl 0,9%

6. Buka set pemberian darah 

a. Untuk slang 'Y', atur ketiga klem

b. Untuk slang tunggal, klem pengatur pada posisi off

2. Cara transfusi darah dengan slang 'Y' :

a. Tusuk kantong NaCl 0,9%

b. Isi slang dengan NaCl 0,9%

c. Buka klem pengatur pada slang 'Y', dan hubungkan ke kantong NaCl 0,9%

d. Tutup/klem pada slang yang tidak di gunakan

7

Page 8: Blok 14 Skenario A

e. Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang filter terisi

sebagian)

f. Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan slang terisi NaCl 0,9%

g. Kantong darah perlahan di balik-balik 1 - 2 kali agar sel-selnya tercampur.

h. Tusuk kantong darah pada tempat penusukan yang tersedia dan buka klem

pada

slang dan filter terisi darah

3. Cara transfusi darah dengan slang tunggal :

a. Tusuk kantong darah

b. Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk sehingga filter terisi

sebagian

c. Buka klem pengatur, biarkan slang infus terisi darah

4. Hubungkan slang transfusi ke kateter IV dengan membuka klem pengatur bawah

5. Setelah darah masuk, pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit pertama, dan

tiap 15 menit selama 1 jam berikutnya

6. Setelah darah di infuskan, bersihkan slang dengan NaCl 0,9%

7. Catat tipe, jumlah dan komponen darah yang di berikan

8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

d. Apa saja jenis komponen darah yang dapat ditranfusi?

1. Whole blood : untuk meningkatkan jumlah RBC dan volume plasma dalam waktu

yang bersamaan

a. Fresh blood : faktor koagulasi lengkap, fungsi sel darah baik

b. New blood : Easy supplying

2. RBC

a. Packed red cell : untuk meningkatkan jumlah RBC yang menujukkan gejala

anemia yang memerlukan massa sel RBC pembawa oksigen saja

b. Red cell suspension

c. Washed red cell : untuk mencegah reaksi alergi yang berat/berulang, untuk

transfusi neonatal dan intauterin

8

Page 9: Blok 14 Skenario A

3. Thrombocyt

a. Platelet’s concentrate : pada kasus perdarahan karena

trombositopenia/trombositopati

b. Platelet’s rich plasma : pada kelainan kongenital

4. Plasma

a. Liquid plasma

b. Dry plasma : penyimpanan lama (3 tahun), easy transport, penyimpanan pada

temperatur ruangan

c. Fresh frozen plasma : untuk pasien dengan gangguan proses pembekuan darah

bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat/kriopresipitat

d. Kriopresipitat : Untuk pasien yang kekurangan faktor VIII bila faktor VIII

tidak tersedia , pasien yang kekurangan faktor XIII, pasien yang kekurangan

fibrinogen

e. Apa saja komplikasi tranfusi darah jangka panjang?

Pemasukan dan pengeluaran zat besi dalam tubuh normal hanya berkisar antara 1-2

mg. sedangkan pada pasien thalassemia setiap melakukan transfusi darah 1 kantong

saja berarti memasukkan sekitar 200-250 mg zat besi. Jika hal ini dibiarkan tanpa

dikontol dengan kelasi besi yang adekuat, maka akan menimbulkan komplikasi berupa

overload iron dalam tubuh yang berakibat pada keracunan zat besi yang dapat merusak

organ-organ vital. Komplikasi yang terjadi, antara lain:

1. Hipopituitarisme, meyebabkan gagal tumbuh, perawakan pendek

2. Hipotiroidisme

3. Hipoparatiroidisme

4. Pubertas dan karakter seks skunder terhambat

5. Pigmentasi kulit melanin berlebih ciri khas pasien thalassemia dengan transfusi

darah kulit menjadi hitam

6. Gangguan metabolism pancreas DM

7. Kardiomiopati disritmik dan gagal jantung kongesti

9

Page 10: Blok 14 Skenario A

8. Sirosis/ hemosiderisasi hepar (lebih sering disebabkan karena infeksi Hepatitis B

dan C ,melalui darah transfusi)

9. Gagal ovarium atau testis infeltile

10. Artropoiti pada GH karena deposisi pirofosfat

3. a. Mengapa pertumbuhan pasien (kakak) lebih terlambat dari adiknya?

Sang pasien mengalami pertumbuhan yang lebih terlambat dari pada adiknya

dikarenakan Thalasemia yang dideritanya. Pada Thalasemia terjadi pembentukan

eritrosit yang tidak sempurna, hal itu menyebabkan pengangkutan oksigen ke

jaringan tidak sempurna sehingga metabolisme tubuh terlambat.

b. Bagaimana hubungan riwayat keluarga dengan penyakit yang diderita pasien?

Gambar : Skema Penurunan Gen Thalassemia Menurut Hukum Mendel, beserta

persentase kemunkinan penurunannya

Pada kasus ini paman dari pasien meninggal setelah mengalami gejala yang sama, hal ini

mengindikasikan ada kemungkinan bahwa orang tua dari pasien merupakan carrier dari

Thalassemia. Dari skema diatas dapat dilihat bahwa kemungkinan anak dari pasangan

pembawa sifat thalassemia beta adalah 25% normal, 50% pembawa sifat thalassemia

beta, dan 25% thalassemia beta mayor, dimana pada kasus ini, berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan laboratorium, anak perempuan tersebut kemungkinan menderita

thalasemia β intermedia dengan chance penurunan sebesar 25%.

10

Page 11: Blok 14 Skenario A

Adik laki-lakinya yang berusia 7 tahun kemungkinan normal atau juga seorang carrier.

Pamannya yang meninggal pada usia 21 tahun dengan gejala dan penyakit yang sama

dengannya juga kemungkinan merupakan penderita thalasemia mayor/homozigot karena

biasanya penderita thalasemia mayor memiliki harapan hidup yang kecil ketika

memasuki usia dekade ke-2.

4. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik pada kasus

ini?

Hasil Pem Fisik Nilai normal Interpretasi

Compos mentis Compos mentis Normal

Anemis( +) - Tanda anemia

Gangguan ikatan rantai globin

ketidakstabilan RBC inefektif

eritropoiesis dan peripheral hemolysis

peronaan kulit berkurang pucat

Wide epicanthus -

kecualli pada ras

tertentu.

Pelebaran epikantus yang mencolok pada

rahang atas akibat hyperplasia tulang pipih

yang mendorong tulang nasal untuk

membantu eritropoiesisn karena ekspansi

bone marrow

Ini akibat ekspansi sumsum tulang sebagai

kompensasi eritropoesis yang meningkat

prominent upper-jaw -

Kecuali pada ras

tertentu

Tulang rahang menonjol akibat hyperplasia

tulang pipih untuk membantu eritropoiesis

akibat hipoksia jaringan karena RBC yang

tidak sempurna (ekspansi bone marrow)

HR 94x/menit 2-10 tahun

70-110x/menit

normal

RR 27x/menit 5-9 tahun normal

11

Page 12: Blok 14 Skenario A

15-30x/menit

TD 100/70 mmHg 5-10 tahun

95-110/60-75 mmHg

normal

Temp 36,7°C Normal

Hepatic enlargement

¼ X ¼

- Pembesaran hati

Hati bagian kanan membesar sampai ¼ garis

khayal dari umbilicus – arcus costae

Hati bagian kiri membesar sampai ¼ garis

khayal dari umbilicus – prosesus xipoideus

Hepar sebagai organ eritropoiesis primitive

teraktivasi kembali membentuk RBC akibat

ekspansi bone marrow dan kerja hepar juga

bertambah berat dengan meningkatnya

perombakan Hb akibat umur RBC yang

singkat (cepat lisis)

Spleen : Schoefner II - Limpa membesar sampai ½ garis khayal

arcus costa kiri – umbilicus

Anemia hemolitik yang berat, penghancuran

RBC yang cepat dan banyak peningkatan

beban kerja limfe sebagai tempat

perombakan RBC RBC yang lisis

membendungan di limfe splenomegali.

Adanya inclusion body (target sel) pada

RBC penderita thalassemia rangsang IgG

untuk menandai permukaan sel (dianggap

benda asing) C3 opsonisasi makrofag

memfagosit di limfe kerja limfe

bertambah berat splenomegali

Pallor palm of hand - Anemia hipoksia jaringan perifer

5. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium pada kasus ini?

12

Page 13: Blok 14 Skenario A

Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi

Haemoglobin 7,6g/dl Anemia

Retikulosit 1,8% 0,5-1,5% Retikulositosis

WBC 10200/lt 5,5000-

15,5000/lt

Normal

Trombosit 267.000/lt 150.000-

400.000/lt

Normal

Basofil 0 0-1 Normal

Eusinofil 2 1-3 normal

Neutrofil

batang

0 3-5 Turun

Neutrofil

segmen

70 54-62 Meningkat

Limfosit 22 22-33 Turun

Monosit 6 3-7 Normal

Blood Film

Anisocytosis Isositosis Ukuran eritrosit

bervariasi

Poikylocytosis - Bentuk sel

bervariasi

Hypocrome Normokrom Sel eritrosit

lebih pucat

Target sel (+) - RBC daerah

13

Page 14: Blok 14 Skenario A

sentral lebih

terang

MCV 64 (fl) 80-95 (fl) Turun

MCH 21 (pg) 27-33 (pg) Turun

MCHC 33 (gr/dl) 32-36 (gr/dl) Normal

SI Normal 50-150 g/dL Defisiensi Fe (-)

TIBC Normal 250-400 g/dL Defisiensi Fe (-)

Serrum

Ferittinin

Normal 50-300 g/L Defisiensi Fe (-)

Mekanisme Pemeriksaan Lab abnormal

Hb rendah (anemia)

Mutasi kromosom 11 kelebihan rantai α agregat rantai α mengendap di eritroblast

dan RBC pemecahan eritroblast intra meddular (inefektif eritropoiesis) anemia

Mutasi kromosom 11 kelebihan rantai α agregat rantai α mengendap di eritroblast

dan RBC RBC di perifer dengan inclusion bodies ketidakstabilan membrn RBC

dan gangguan elastisitas membrane RBC peningkatan destruksi RBC di pulpa merah

limpa anemia

Peningkatan Retikulosit

Anemia kompensasi dengan mengeluarkan sedarah merah yang belum mature

(retikulosit)

Blood Film : anisocytosis, poikylocytosis, hypocrome, target cell (+)

Mutasi kromosom 11 kelebihan rantai α terbentuk hemoglobin yang tidak

sempurna anisocytosis, poikylocytosis, hypocrome, target cell (+)

14

Page 15: Blok 14 Skenario A

MCV dan MCH menurun

Mutasi kromosom 11 kelebihan rantai α agregat rantai α mengendap di eritroblast

dan RBC pemecahan eritroblast intra meddular (inefektif eritropoiesis) anemia

MCV dan MCH menurun

Mutasi kromosom 11 kelebihan rantai α agregat rantai α mengendap di eritroblast

dan RBC RBC di perifer dengan inclusion bodies ketidakstabilan membrn RBC

dan gangguan elastisitas membrane RBC peningkatan destruksi RBC di pulpa merah

limpa anemia MCV dan MCH menurun

6. Bagaimana klasifikasi anemia secara umum?

Klasifikasi Anemia menurut Etiopatogenesis

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang

1. kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

a. Anemia defisiensi besi

b. Anemia defisiensi asam folat

c. Anemia defisiensi vitamin B12

2. gangguan penggunaan (utilisasi) besi

a. Anemia akibat penyakit kronik

b. Anemia sideroblastik

3. Kerusakan sumsum tulang

a. Anemia aplastik

b. anemia mieloplastik

c. Anemia pada keganasan hematologi

d. Anemia diseritropoietik

e. Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal ginjal kronik

B. Anemia akibat hemoragi

1. Anemia pasca perdarahan akut

2. Anemia akibat perdarahan kronik

15

Page 16: Blok 14 Skenario A

C. Anemia hemolitik

1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)

b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anmeia akibat defisiensi G6PD

c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)

- Thalassemia

- Hemoglobinopati struktural : Hb S, Hb E, dll.

2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler

a. Anemia hemolitik autoimun

b. Anemia hemolitik mikroangiopatik

c. dll

D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

Klasifikasi Anemia berdasarkan morfologi dan Etiologi

1. Anemia hipokrom mikrositer (MCV <80 fl dan MCH <27 pg)

a. Anemia defisiensi besi

b. Thalassemia major

c. Anemia akibat penyakit kronik

d. Anemia sideroblastik

2. Anemia normokromik normositer ( MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg)

a. Anemia pasca perdarahan akut

b. Anemia aplastik

c. Anemia hemolitik didapat

d. Anemia akibat penyakit kronik

e. Anemia pada gagal ginjal kronik

f. Anemia pada sindrom mielodisplastik

g. Anemia pada keganasan hematologik

3. Anemia makrositer (MCV >95 fl)

a. Bentuk megaloblastik

1. Anemia defisiensi asam folat

2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

16

Page 17: Blok 14 Skenario A

b. Bentuk megaloblastik

1. Anemia pada penyaki hati kronik

2. Anemia pada hipotiroidisme

3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

7. Bagaimana mekanisme Eritropoiesis yang normal?

Eritropoiesis adalah serangkaian proses yang menghasilkan Eritrosit ang diproduksi oleh

sum-sum tulang. Proses ini dibagi menjadi beberapa tahap, mulai dari commitment of

pluripotent stem cell progenitor menjadi eritroid, kemudian fase eritopoietin-independen

dan eritropoieti-dependen. Eritropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel progenitor

CFU-GEMM, BFU-E, dan CFU-Eritroid menjadi precursor eritrosit yang dapat dikenali

pertama kali di sum-sum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar

dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah dan nucleoli dan dengan kromatin yang

sedikit menggumpal. Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian

normoblas yang makin kecil melalaui sejumlah pembelahan sel. Normoblas ini juga

mengandung hemoglobin yang makin banyak (yang berwarna merah muda) dalam

sitoplasma; warna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan

apparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatininti semakin menjadi padat. Inti

akhirnya dikeluarkan dari normoblas lanjut di sum-sum tulang dan menghasilkan

stadium retikulosit yang masih mengandung sedikti RNA ribosom dan masih mampu

mensintesis hemoglobin. Sel ini sedikit lebih besar dari eritrosit matur, berada 1-2 hari

dalam sum-sum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum menjadi 17

Page 18: Blok 14 Skenario A

matur, terutama berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit berwarna merah

muda seluruhnya, adalah cakram bikonkaf tidak berinti. Satu pronormoblas biasanya

menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel darah merah beinti (normoblas) tampak dalam darah

apabila aritropoiesis terjadi di luar sum-sum tulang (eritropoiesis ekstramedular) dan juga

terdapat pada beberapa penyakit sum-sum tulang. Normoblas tidak ditemukan dalam

darah tepi manusia normal.

Eritropoiesis diatur oleh hormone eritropoietin. Hormon ini adalah suatu polipeptida yang

90% nya dihasilkan oleh sel interstisial peritubular ginjal dan 10%-nya dihasilkan hati

dan tempat lain. Tidak ada cadangan yang sudah dibentuk sebelumya, dan stimulus untuk

pembentukan eritropoietin adalah tekana oksigen dalam jaringan ginjal. Karena itu

produksi eritropoietin meningkat pada anemia, karena sebab structural atau metabolic,

hemoglobin tidak bisa melepaskan oksigen secara normal, jika oksigen di atmosfer

rendah atau jika gangguan fungsi jantung atau paru atau kerusakan sirkulasi ginjal

mempengaruhi pengiriman oksigen ke ginjal. Eritropoietin merangsan eritropoiesis

dengan meningkatkan jumlah sel progenitor yang terikat untuk eritropoiesis. BFUE dan

CFUE lanjut mempunyai reseptor eritropoietin terangsan untuk berploroferasi,

berdiferensiasi, dan menghasilkan hemoglobin.

Fungsi utama eritrosit adalah membawa oksigen ke jaringan dan mengembalikan

karbondioksida dari jaringan ke paru. Untuk mencapai pertukaran gas ini, eritrosit

mengandung protein khusus yaitu hemoglobin. Tiap eritrosit mengandung sekitar 640

juta molekul hemoglobin. Tiap moleku hemoglobin (Hb) A pada orang dewasa normal

(hemoglobin yang dominan dalam darah setelah usia 3-6 bulan) terdiri atas empat rantai

polipeptida α2β2, masing-masing dengan gugus hemenya sendiri. Darah orang dewasa

juga mengandung dua hemoglobin lain dalam jumlah kecil, yaitu HbF (mengandung

rantai α dan γ) dan HbA2 (mengandung rantai α dan δ). Perubahan utama dari

hemoglobin fetus ke hemoglobin orang dewasa terjadi 3-6 bulan setelah lahir. Sintesis

heme terutama terjadi di mitokondria melalui serangkaian reaksi biokimia yang bermula

dari kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat

membatasi kecepatan reaksi yaitu asam δ-aminolevulinat (ALA) sintase. Piridoksal

pospat ( vitamin B6) adalah suatu koenzim untuk reaksi ini, yang dirangsang oleh

18

Page 19: Blok 14 Skenario A

eritropoietin. Akhirnya protoporfirin bergabung dengan besi dalam bentuk ferro (Fe2+)

untuk membentuk heme, masing-masing molekul heme bergabung dengan satu rantai

globin yang dibuat pada poliribosom. Suatu tetramer terdiri dari empat rantai globin

masing-masing degana gugus hemenya sendiri dalam suatu kantung kemudian dibentuk

untuk menyusun satu molekul hemoglobin.

8. Bagaimana mekanisme perombakan darah yang normal?

Membran RBC rapuh RBC mudah pecah Hemoglobin dilepaskan dari sel sewaktu

sel darah merah pecah di fagosit oleh makrofag dalam tubuh terutama olehh sel-sel

kupffer hati, makrofag limpa direduksi menjadi heme dan globin

Globin masuk ke dalam kumpulan as.amino Besi dilepaskan dari heme

Digunakan kembali untuk diikat oleh transferin

sintesis protein dlm tubuh

ke sumsum tulang ke hati & jar. Lainnya

untuk produksi RBC untuk disimpan dlm bentuk feritin

Sisa bag. Heme direduksi CO diangkut dlm bentuk karboksi hemoglobin

dikeluarkan melalui paru

Biliverdin bilirubin 1 ke hati bilirubin 2

Diekskresikan ke dalam usus melalui empedu

Urobilin (diekskresikan dlm urine) Sterkobilin (diekskresikan dlm feses)

19

Page 20: Blok 14 Skenario A

9. Bagaimana differential diagnosis pada kasus ini?

Iron

Deficiency

Chronic

Inflammation/

Malignancy

Thalassemia

trait (α or β)

Sideroblastic

anemia

MCV/MCH Menurun

tergantung

derajat

keparahan

anemia

Normal atau

sedikit menurun

Menurun;

sangat rendah

untuk derajat

anemia

Biasanya

menurun pada

tipe kongenital

tapi MCV

bisanya

meningkat pada

tipe didapat

(acquired)

Serum Iron Menurun Menurun Normal Meningkat

TIBC Meningkat Menurun Normal Normal

Serum Ferritin Menurun Normal atau

meningkat

Normal Meningkat

Bone marrow

iron store

Absent Present Present Present

Erythroblast Iron Absent Absent Present Ring forms

Haemoglobin

elechtrophpresis

Normal Normal Hb A2

meningkat

dalam bentuk β

Normal

10. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini dan apa working diagnosis

pada kasus ini?

Penegakan diagnosis

a. Anamnesis:

1) Keluhan:

Pucat (Biasanya sejak lahir / usia bayi / usia anak-anak) -> Herediter

20

Page 21: Blok 14 Skenario A

Perut membesar akibat hepatosplenomegali

Mudah letih / lemas

Pertumbuhannya lambat

Rentan terkena infeksi

2) Riwayat:

Tinggal di daerah Endemik Thalassemia-β

Ada salah satu atau lebih keluarga yang juga menderita penyakit yang sama

Riwayat pucat yang berlangsung kronis

Pernah / sering menerima transfusi darah

b. Pemeriksaan Fisik:

Pucat / anemis

Facies Cooley

Hepatosplenomegali

Gangguan pertumbuhan

Ikterik ringan

Gizi kurang/buruk

c. Pemeriksaan penunjang

1) Darah tepi :

21

Page 22: Blok 14 Skenario A

Pada talasemia mayor hasil pemeriksaan darah tepi sebagai berikut:

Eritrosit terlihat hipokrom dengan berbagai bentuk dan ukuran, beberapa makrosit

yang hipokromik, mikrosit dan fragmentosit. Didapatkan basophilic stippling,

anisositosis, target sel (akan meninggi setelah splenektomi), cabot ring cell,

Howell-Jolli bodies, SDM berinti.

Anemia sangat berat dengan RBC kurang dari 2 juta/m3

Hb berkisar 2-8 gram%

MCV, MCH turun, MCT (mean cell thickmess) turun, MCD (Mean Corpus

Diameter) normal

Pada thalassemia intermedia hasil pemeriksaan darah tepi sebagai berikut:

22

Page 23: Blok 14 Skenario A

Gambaran darah lebih nyata daripada thalassemia minor, tetapi lebih ringan

daripada thalassemia mayor

Hb antara 7-10 gram%

Retikulosit 2-10%

Pada thalassemia minor hasil pemeriksaan darah tepi sebagai berikut:

Eritrosit hipokrom, mikrositik, polikromasi, basophillic stippling, anisositosis,

poikilositosis ringan, target sel

Retikulosit naik sedikit atau normal

MCV, MCH, dan hematokrit turun

Serum Fe dan IBC normal atau naik sedikit

Kenaikan kadar Hb F ringan 2-6%, Hb A2 naik 3-7%

Hb normal atau turun sedikit

2) Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :

Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.

Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat

rasio M : E terbalik

kadar besi serum normal atau meninggi

kadar bilirubin serum meninggi

SGOT – SGPT dapat meninggi

Asam urat darah meninggi

d. Pemeriksaan khusus :

Hb F meningkat : 20%-90% Hb total

Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.

Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien talasemia mayor merupakan

trait(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).

Analisis DNA

e. Pemeriksaan lain :

23

Page 24: Blok 14 Skenario A

1) Foto Ro tulang kepala :

Gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak

lurus pada korteks.Pada kranium ditandai dengan pelebaran ruang diploe dan garis-

garis vertikal trabekula akan memberi gambaran “hair on end”.

2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang :

Pada tulang panjang dan ekstremitas memperlihatkan korteks yang menipis dan

dilatasi kavitas medulla sehingga mengakibatkan tulang-tulang tersebut sangat

rapuh dan mudah mengalami fraktur patologik.

Working diagnosis:

Berdasarkan dari hasil anamnesi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, serta data

tambahan lain dari skenario, working diagnosis pada kasus ini adalah bahwa anak

perempuan berumur 9 tahun tersebut menderita thalasemia β intermedia.

11. Apa etiologi pada kasus ini?

Faktor Genetik secara autosomal resesif

12. Bagaimana patogenesis pada kasus ini?

Terdapat pola kompleks defek molecular yang mendasari talasemia. Hb dewasa, atau

HbA, adalah suatu tetramer yang terdiri atas dua rantai α dan dua rantai β. Rantai β dikode

olah sebuah gen di kromosom 16.

Dua faktor berperan dalam pathogenesis anemia hemolitik akibat Talasemia β.

Berkurangnya sintesis β-globin menyebabkan pembentukan HbA yang kurang memadai

sehingga konsentrasi Hb keseluruhan (MCHC) per sel berkurang, dan sel tampak

hipokromik. Yang jauh lebih penting adalah komponen hemolitik pada talasemia-β. Hal

ini bukan disebabkan oleh tidak adanya β-globin, tetapi oleh kelebihan relative rantai α-

globin, yang sintesisnya normal. Rantai α yang tidak berpasangan membentuk agregat tak

larut yang mengendap di SDM. Badan sel ini merusak membran sel, mengurangi

permiabilitas, plastisitas, dan menyebabkan SDM rentan terhadap fagositosis oleh sistem

fagosit mononukleus. Yang terjadi saja kerentanan SDM matur terhadap destruksi

premature, tetapi juga kerusakan sebagian besar eritrosit di sumsum tulang karena adanya

24

Page 25: Blok 14 Skenario A

badan inklusi yang merusak membrane. Destruksi SDM intramedula ini menimbulkan

efek merugikan lainnya: peningkatan penyerapan zat besi dalam makanan yang berlebihan

sehingg para pasien kelebihan zat besi.

13. Bagaimana manifestasi klinis pada kasus ini?

a. Gejala awal pucat, mulanya tidak jelas. Biasanya menjadi lebih berat dalamtahun

pertama kehidupan, dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah

lahir

b. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat.

Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan

perawakan pendek.

c. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam

berulang kali akibat infeksi

d. Anemia lama dan berat, biasanya menyebabkan pembesaran jantung

e. Terdapat hepatosplenomegali dan Ikterus ringan mungkin ada

f. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka

mongoloid akibat sistim eritropoiesis yang hiperaktif

g. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur

patologis.

h. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai,dan batu

empedu.

i. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum

usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian.

Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.

j. Letargi, pucat, kelemahan, anoreksia, sesak nafas akibat penumpukan Fe, tebalnya

tulang kranial menipisnya tulang kartilago, kulit bersisik kehitaman akibat

penumpukan Fe yang disebabkan oleh adanya transfuse darah secara kontinu.

14. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?

a. Farmakologis

25

Page 26: Blok 14 Skenario A

1) Tranfusi darah secara berkala seumur hidup berupa sel darah merah (SDM) sampai

kadar Hb 11, 9 / dl. Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya 10-20 ml/kgBB

2) Bila kadar ferritin serum atau serum iron meningkat:

Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum

sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali

transfusi darah.Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui

pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap

selesai transfusi darah. Atau desferopron oral.

Gambar 14. Lokasi untuk menggunakan pompa portable deferoksamin

3) Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel

darah merah.

4) Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.

5) Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek

kelasi besi.

6) Bedah

Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien

dengan thalassemia. Indikasinya :

Anak usia >6 tahun

Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan

peningkatan  tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Hipersplenisme

ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi

eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam 1 tahun.

7) Transplantasi sumsum tulang (TST)

Keberhasilan trasplantasi allogenik pada pasien thalassemia membebaskan pasien dari

transfusi kronis, namun tidak menghilangkan kebutuhan terapi pengikat besi pada

26

Page 27: Blok 14 Skenario A

semua kasus. Prognosis yang buruk pasca TST berhubungan dengan adanya

hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi

dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah

59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Waktu

yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah setahun setelah TST.

b. Supportif

Diet Talasemia disiapkan oleh Departemen diit, pasien dinasehati untuk menghindari

makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging berwarna merah, hati, ginjal, sayur-

mayur bewarna hijau, sebagian dari sarapan yang mengandung gandum, semua

bentuk roti dan alkohol.

c. Monitoring

1) Terapi

Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi

sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.Efek samping

kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernapas. Bila

hal ini terjadi kelasi besi dihentikan

2) Tumbuh Kembang

Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya

diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.

3) Gangguan jantung, hepar dan endokrin

Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung

(gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus,

hipoparatiroid) dan fraktur patologis.

Kontrol rutin setiap 3 bulan :

Tes fungsi hati

Tes fungsi ginjal

kadar ferritin

Pada penderita > 10 tahun evaluasi setiap 6 bulan :

Pantau pertumbuhan dan perkembangan

Pemeriksaan status pubertas

27

Page 28: Blok 14 Skenario A

Tes fungsi jantung / echocardiogram

Tes fungsi paru

Tes fungsi endokrin

Skrining hepatitis dan HIV

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)

Bila perlu, rujuk ke divisi Tumbuh kembang, kardiologi, gizi, endokrinologi, radiologi,

dan dokter gigi

15. Bagaimana komplikasi pada kasus ini?

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang

berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi,

sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan

lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut. Limpa yang besar

mudah rupture akibat trauma yang ringan. Kadang-kadang thalasemia disertai oleh tanda

hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia.

Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

Kelebihan Fe (khususnya pada pemberian transfusi)

Komplikasi pada jantung, contoh constrictive pericarditis to heart failure and

arrhythmias.

Komplikasi pada hati, contoh hepatomegali sampai cirrhosis.

Komplikasi jangka panjang, contoh HCV.(hepatitis c)

Komplikasi hematologic, contoh VTE. (venous thrombembolism)

Komplikasi pada endokrin, seperti endokrinopati, DM.

Gagal tumbuh karena diversi dari sumber kalori untuk eritropoesis.

Fertil, seperti terjadi hypogonadotrophic hypogonadism dan gangguan kehamilan.

16. Bagaimana prognosis pada kasus ini?

Prognosis untuk Functional dan Vitalnya pada kasus ini Dubia et Bonam, apabila

diberikan terapi yang sesuai dan adekuat

28

Page 29: Blok 14 Skenario A

17. Apa KDU pada kasus ini?

Tingkat Kemampuan 3a

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-

pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium

sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta

merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

IV. Hipotesis

Anak perempuan 9 tahun dengan keluhan utama pucat dan distensi abdominal karena menderita

anemia hemolitik yang disebabkan oleh Thalassemia β Intermedia

Resume:

Anak Perempuan 9 tahun datang ke RSMH dengan gejala-gejala berupa pucat, distensi

abdominal (perut membesar), perawakan pendek bila dibandingkan dengan adiknya yang

berumur 7 tahum, tinggal di kayu agung yang merupakan daerah endemis thalassemia, memiliki

riwayat tranfusi darah 2 kali yaitu oada tahun 2009 dan 2010. Dia juga memiliki riwayat

keluarga yang memiliki gejala serupa yaitu pamannya yang meninggal dunia pada usia muda.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan Muka mongoloid, Hepatosplenomegaly dan pucat pada

telapak tangan. Hasil Laboratoriumnya juga menunjukkan adanya tanda Anemia yang berat,

dengan eritrosit Hipokrom mikrositer dan hasil blood film menunjukkan anisocytosis,

poikilocytosi, hypochrome, dan terdapat target cell (+). Akan rerapi kadar SI, TIBC, dan Serum

Ferritninnya masih dalam keadaan normal. Oleh karena itu setelah berdiskusi selama tutorial,

kelompok kami sepakat mengatakan bahwa Anak Perempuan 9 tahun menderita Thalassemia

Beta Intermedia.

29

Page 30: Blok 14 Skenario A

V. Kerangka Konsep

30

perempuan, 9 tahun

Keluhan: pucat, distensi abdomen

Anamnesis:Tinggal di kayu agung, riwayat msk RS 2x (2009 & 2010) , riwayat transfusi darah terus menerus, riwayat keluarga: adik lelakinya, 7 thn,lebih tinggi darinya, pamannya meninggal saat berusia 21 tahun karena penyakit yang sama dengannya

Pemeriksaan Fisik:

Anemis, wide epicanthus, prominent upper jaw, hepatosplenomegali, pallor palm of hand

Pemeriksaan lab: anemia hipokromik-mikrositer, anisocytosis, poikylocytosis, target cell (+), retikulositosis

WD: thalassemia β intermedia

Page 31: Blok 14 Skenario A

Bab III Sintesis

A. ERITROPOESIS

1. Definisi Eritropoesis

Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di

limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang.

(Dorland edisi 31)

2. Mekanisme Eritropoesis

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini

kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk

selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni

eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).

Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan

rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah

matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel

ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan

hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan

menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

3. Sel Seri Eritropoesis

Rubriblast

Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam sel

31

Page 32: Blok 14 Skenario A

eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Dengan

pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru. Ukuran

sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum

tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti

Prorubrisit

Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan kromatin

inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma sedikit mengandung

hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerah-merahan.

Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel

berinti.

Rubrisit

Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini

mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak

daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil

daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena

kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan hemoglobin,

tetapi warna merah biasanya lebih dominan. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa

normal adalah 10-20 %.

Metarubrisit

Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini kecil padat

dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak

hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA.

Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.

Retikulosit

Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih

diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung

32

Page 33: Blok 14 Skenario A

di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses maturasi akhir,

eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai fragmen mitokondria dan

organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit polikrom. Retikulum

yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan supravital. Tetapi

sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam eritrosit pada

sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-biruan

dan bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah

dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari.

Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 %

retikulosit.

Eritrosit

Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8 um dan

tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan

Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit

sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit adalah

sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak dinamika

yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam darah, baik mengalami trauma, gangguan

metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.

33

Page 34: Blok 14 Skenario A

Apabila sumsum tulang mengalami kelainan, misalnya fibrosis, eritropoesis akan terjadi di luar

sumsum tulang seperti pada lien dan hati maka proses ini disebut juga sebagai eritropoesis ekstra

meduler

4. Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis

Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya

keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting,

karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah

eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah.

Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi

dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang sehat.

Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi, asam

amino dan vitamin B tertentu.

Hormonal Control

Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin ( EPO )

dan hormon glikoprotein. Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO. Ketika sel-sel

ginjal mengalami hipoksia ( kekurangan O2 ), ginjal akan mempercepat pelepasan eritropoetin.

Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :

1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan

2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah ( seperti yang terjadi pada defisiensi besi )

3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita pneumonia.34

Page 35: Blok 14 Skenario A

Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah, sehingga

terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran O2 ke jaringan

ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi eritropoetin dihentikan

sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan langsung sumsum tulang secara

langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikan stimulus hormone yang akan

mengaktifkan sumsum tulang.

Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal. Hormone sex

wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanita

lebih rendah daripada pria.

Eritropoeitin

- Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati

- Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2 dalam jaringan ginjal.

- ↓ penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin ke

dalam darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang

proliferasi dan pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→kapasitas darah

mengangkut O2 ↑ dan penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus

awal yang mencetuskan sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.

35

Page 36: Blok 14 Skenario A

- Pasokan O2 ↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah

melepaskan O2 : stimulus eritroprotein turun

- Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus

berproliferasi menjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.

- Bekerja pada sel-sel tingkat G1

- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2 & kebutuhan

mengatur pembentukan eritrosit.

B. ANEMIA

1. Definisi

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red

cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah

yang cukup ke jaringan perifer.

2.Kriteria

Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar

hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin sangat

bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian tempat

tinggal.

Kriteria anemia menurut WHO adalah:

NO KELOMPOK KRITERIA ANEMIA

1. Laki-laki dewasa < 13 g/dl

2. Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl

3. Wanita hamil < 11 g/dl

3. Klasifikasi

36

Page 37: Blok 14 Skenario A

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi

didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.

No Morfologi Sel Keterangan Jenis Anemia

1. Anemia makrositik

- normokromik

Bentuk eritrosit yang

besar dengan konsentrasi

hemoglobin yang normal

- Anemia Pernisiosa

- Anemia defisiensi folat

2. Anemia mikrositik

- hipokromik

Bentuk eritrosit yang

kecil dengan konsentrasi

hemoglobin yang

menurun

- Anemia defisiensi besi

- Anemia sideroblastik

- Thalasemia

3. Anemia normositik

- normokromik

Penghancuran atau

penurunan jumlah

eritrosit tanpa disertai

kelainan bentuk dan

konsentrasi hemoglobin

- Anemia aplastik

- Anemia

posthemoragik

- Anemia hemolitik

- Anemia Sickle Cell

- Anemia pada penyakit

kronis

Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu gangguan

produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi), gangguan pematangan sel darah

merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan

darah atau hemolisis).

1. Hipoproliferatif

Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini dapat

disebabkan karena:

a. Kerusakan sumsum tulang

Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya: leukemia,

limfoma), dan aplasia sumsum tulang.

b. Defisiensi besi

37

Page 38: Blok 14 Skenario A

c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat

Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjal

d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya:

interleukin 1)

e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan

hipotiroid)

Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat pula

ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi ringan hingga

sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan melalui pemeriksaan

persediaan dan penyimpanan zat besi.

Defisiensi besi Inflamasi

Fe serum Rendah Rendah

TIBC Tinggi Normal atau rendah

Saturasi transferin Rendah Rendah

Feritin serum Rendah Normal atau tinggi

2. Gangguan pematangan

Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang “rendah”, gangguan

morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan

pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:

a. Gangguan pematangan inti

Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab dari

gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-obatan yang

mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent), dan myelodisplasia.

Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan ini lebih

disebabkan oleh defisiensi asam folat.

b. Gangguan pematangan sitoplasma

Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan hipokromik.

Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang berat, gangguan

38

Page 39: Blok 14 Skenario A

sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme (misalnya pada anemia

sideroblastik)

3. Penurunan waktu hidup sel darah merah

Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua

keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi secara

akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang bermakna

karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan eritropoietin dan proliferasi sel dari

sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi

besi.

Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun kronis.

Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien datang bukan karena

keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan oleh pemecahan sel

darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu empedu.

Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun, hemolisis dapat terjadi secara episodik (self

limiting).

Gambar 1: klasifikasi anemia berdasarkan indeks eritrosit

39

Page 40: Blok 14 Skenario A

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis anemia adalah:

1. Complete Blood Count (CBC)

A. Eritrosit

a. Hemoglobin (N ♀: 12-16 gr/dl ; ♂: 14-18 gr/dl)

b. Hematokrit (N ♀: 37-47% ; ♂: 42-52%)

B. Indeks eritrosit

a. Mean Cell Volume (MCV) = hematokrit x 10

Jumlah eritrosit x 10 6

(N: 90 + 8 fl)

b. Mean Cell Hemoglobin (MCH) = hemoglobin x 10

Jumlah eritrosit x 10 6

(N: 30 + 3 pg)

c. Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) = hemoglobin x 10

Hematokrit

(N: 33 + 2%)

C. Leukosit (N : 4500 – 11.000/mm3)

D. Trombosit (N : 150.000 – 450.000/mm3)

2. Sediaan Apus Darah Tepi

a. Ukuran sel

b. Anisositosis

c. Poikolisitosis

d. Polikromasia

3. Hitung Retikulosit ( N: 1-2%)

4. Persediaan Zat Besi

a. Kadar Fe serum ( N: 9-27µmol/liter )

b. Total Iron Binding Capacity ( N: 54-64 µmol/liter)

c. Feritin Serum ( N ♀: 30 µmol/liter ; ♂: 100 µmol/liter)

40

Page 41: Blok 14 Skenario A

5. Pemeriksaan Sumsum Tulang

a. Aspirasi

- E/G ratio

- Morfologi sel

- Pewarnaan Fe

b. Biopsi

- Selularitas

- Morfologi

I. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)

Kriteria apakah seseorang menderita anemia dapat dilihat dari kadar hemoglobin dan

hematokritnya. Selain itu, indeks eritrosit dapat digunakan untuk menilai abnormalitas ukuran

eritrosit dan defek sintesa hemoglobin.

Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagai makrositosis.

Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam sintesa hemoglobin

(hipokromia)

II. Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)

SADT akan memberikan informasi yang penting apakah ada gangguan atau defek pada produksi

sel darah merah. Istilah anisositosis menunjukkan ukuran eritrosit yang bervariasi, sedangkan

poikilositosis menunjukkan adanya bentuk dari eritrosit yang beraneka ragam.

III. Hitung Retikulosit

Pemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk membedakan etiologi anemia.

Normalnya, retikulosit adalah sel darah merah yang baru dilepas dari sumsum tulang. Retikulosit

mengandung residual RNA yang akan dimetabolisme dalam waktu 24-36 jam (waktu hidup

retikulosit dalam sirkulasi). Kadar normal retikulosit 1-2% yang menunjukkan penggantian

harian sekitar 0,8-1% dari jumlah sel darah merah di sirkulasi.

Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah. Nilai retikulosit

akan disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pasien berdasarkan usia, gender,

41

Page 42: Blok 14 Skenario A

sarta koreksi lain bila ditemukan pelepasan retikulosit prematur (polikromasia). Hal ini

disebabkan karena waktu hidup dari retikulosit prematur lebih panjang sehingga dapat

menghasilkan nilai retikulosit yang seolah-olah tinggi.

RI = (% retikulosit x kadar hematokrit/45%) x (1/ faktor koreksi)

Faktor koreksi untuk:

Ht 35% : 1,5

Ht 25% : 2,0

Ht 15% : 2,5

Keterangan: RI < 2-2,5% : produksi atau pematangan eritrosit yang tidak adekuat

RI > 2,5% : penghancuran eritrosit yang berlebihan

IV. Persediaan dan Penyimpanan Zat Besi

Saturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum dengan TIBC dikali 100

(N: 25-50%). Pada pengukuran kadar Fe plasma dan persen saturasi transferin, terdapat suatu

variasi diurnal dengan puncaknya pada pk 09.00 dan pk. 10.00.

Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun, feritin juga

merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada keadaan inflamasi baik akut maupun kronis,

kadarnya dapat meningkat.

V. Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada gangguan pada sumsum tulang

misalnya myelofibrosis, gangguan pematangan, atau penyakit infiltratif. Peningkatan atau

penurunan perbandingan dari suatu kelompok sel (myeloid atau eritroid) dapat ditemukan dari

hitung jenis sel-sel berinti pada suumsum tulang (ratio eritroid dan granuloid).

42

Page 43: Blok 14 Skenario A

C. THALASEMIA

1. Pengertian

Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah

(eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari), yang disebabkan oleh defisiensi,

yang diturunkan dari Beta dan Alfa produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai kedua orang tua

kepada anak-anaknya secara resesif.

2. Etiologi

Factor genetic yaitu factor perkawinan antara dua heterozigot (carier) yang menghasilkan

keturunan Thalasemia (homozigot).

1 Fisiologi

a. Sel darah merah

Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin kedalam sirkulasi. Sel ini berbentuk

lempengan bikonkat dan dibentuk sum-sum tulang leukosit berada di dalam sirkulasi selama

kurang lebih 120 hari. Hitungan rata-rata normal sel daran merah (eritroporesis) mengalami

kendali umpan balik. Pembentukkan ini dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah merah

dalam sirkulasi yang berada di atas nilai normal dan dirangsang oleh keadaan anemia.

Pembentukkan sel darah merah juga dirangsang oleh hipoksia.

b. Haemoglobin

Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah,

suatu protien yang mempunyai berat molekul 64.450. Sintesi haemoglobin dimulai dalam pro

eritrobias dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit

meninggalkan sum-sum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit setiap

membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari berikutnya.

Tahap Dasar Kimiawi Pembentukkan Haemoglobin

43

Page 44: Blok 14 Skenario A

Pertama, suksinil KOA, yang dibentuk dalam siklus krebs berkaitan dengan gusin untuk

membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protopor firin

IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap

molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang disebut globin, yang disentesis

oleh ribosom, membentuk suatu sub unit haemoglobin yang disebut rantai haemoglobin.

Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai sub unit haemoglobin yang berbeda, bergantung pada

susunan asam amino dibagian polipeitida. Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta,

rantai gemma, dan rantai delta. Bentuk haemoglolobin yang paling umum pada orang dewasa,

yaitu haemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.

c. Katabolisme hemoglobin

Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera

difagosit oleh sel-sel makrofag dihampir seluruh tubuh, terutama di hati(sel-sel kupffer), limpa

dan sum-sum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag akan

melepaskan besi yang didapat dari hemeglobin, yang masuk kembali ke dalam darah dan sel

darah merah biru, atau menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk faritin.

Bagian porfirin dari molekul hemeglobin diubah oleh sel-sel makrofag menjadi bilirubinyang

disekresikan hati ke dalam empedu.

1. Patofisiologi

Pada keadaan normal disentesis hemeglobin A (adult : A1) yang terdiri dari dua rantai

alfa dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai kurang lebih 95 % dari seluruh hemoglobin.

Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai dua rantai alfa dan dua rantai delta

sedangakan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada keadaan normal. Hemeglobin F (foetal) setelah

lahir foetus senantiasa menurun pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa, yaitu

tidak lebih dari 4 % pada keadaan normal. Haemoglobin F terdiri dari dua rantai alfa dan dua

rantai gamma.

Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat

kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangan dalam proses pembentukkan hemoglobin

normal orang dewasa (Hb A). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada

44

Page 45: Blok 14 Skenario A

dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan

gambaran anemia hipokrom, mikrositer. Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu,

mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan produksi Hb A2 dan atau Hb F tidak terganggu,

karena tidak memerlukan rantai beta dan justru memproduksi lebih banyak daripada keadaan

normal, mungkin sebagai usaha kompensasi. Eritropoesis di dalam susunan tulang sangat giat,

dapat mencapai lima kali lipat dari nilai normal, dan juga serupa apabila ada eritropoesisi ekstra

medular hati dan limfa. Dekstruksi eritrosit dan prekusornya dalam susunan tulang adalah was

(ertropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis.

2. Gambaran klinis

Secara klinis thalasemia dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis :

mayor, intermedia, dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan tersebut saling

tidak jelas.

a. Thalasemia mayor

Anemia berat menjadi nyata pada umur 3-6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hiduyp

tanpa ditransfuse. Pembesaran hati dan limfa terjadi karena penghancuran sel darah merah

berlebihan, haemopoesis ekstra medular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar

meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan

(pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma. Perubahan pada tulang karena

hiperaktivitas sum-sum merah berupa detormitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak

atau kurang mendapat tranfuse darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka

mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal dan zigomantion serta

maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. Gejala lain yang tampak ialah lemah, pucat,

perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien

tidak sering mendapat tranfuse darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan

besi dalam jaringan kulit.

a. Thalasemia Intermedia

45

Page 46: Blok 14 Skenario A

Keadaan klinis lebih baik dan gejala lebih ringan daripada thalasemia mayor, anemia

sedang (hemoglobin 7 10,09/dl). Gejala detormitas tulang, hepatomegali dan spienomegali,

eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.

b. Thalasemia Minor atau troit (pembawa sifat)

Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin,

bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

3. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pada hapusan darah topi didapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,

polklilositosis, dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam

serum (S1) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat

mencapai nol. Elektroforesis hemeglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30 %,

kadang ditemukan juga hemeglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45 % pasien thalasemia

juga mempunyai HbF maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT

fapat meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis Alfa /

Beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa / beta yakni

berkurang atau tidak adanya sintesis rantai beta.

b. Pemeriksaan Radiologist

Gambaran radiologist tulang akan memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis, dan

trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan ” hair – on – end ” yang disebabkan

perluasan sum-sum tulang ke dalam tulang korteks.

5. Penatalaksanaan

a. Transfuse darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 9 / dl. Jumlah

SDM yang diberikan sebaiknya 10-20 ml/kgBB

b. Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diet buruk.

46

Page 47: Blok 14 Skenario A

c. Pemberian chelating agents (desferal) secara teratur membentuk mengurangi

hemosiderosis. Obat ini diberikan secara intravena atau subkutan, dengan bantuan

pompa kecil, 2 9 dengan setiap unit darah transfuse.

d. Vitamin C, 200 mg setiap meningkatkan ekskresi besi dihasilkan oleh

desferioksamin.

e. Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah, ini ditunda

sampai pasien berumur diatas 6 tahun karena resiko infeksi.

f. Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk merangsang hipotise

jika pubertas terlambat.

g. Pada sedikit kasus transplantasi sum-sum tulang telah dilaksanakan pada umur 1 atau

2 tahun dari saudara kandung dengan HIA cocok (HIA – Matched sibling). Pada saat

ini keberhasilan hanya mencapai 30 % kasus.

6. Komplikasi

Akibat anemia yang lam dan berat, sering terjadi gagal jantung. Transfuse darah yang berulang-

ulang dari proses hemolesis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi\, sehingga tertimbun

dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dan lain-lain. Hal ini dapat

mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemotromotosis. Limpa yang basar mudah ruptur

akibat trauma yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

7. Prognosis

Thalasemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade

ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian chaleting agents

untuk mengurangi hemosderosis (harganyapun sangat mahal, pada umumnya tidak terjangkau

oleh penduduk negara berkembang). Thalasemia tumor trooit dan thalasemia beta HbE yang

umumnya mempunyai prognosis baik dan dapat hidup seperti biasa.

10. Pencegahan

a. Pencegahan Primer

47

Page 48: Blok 14 Skenario A

Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage conseling) untuk mencegah perkawinan

diantara pasien thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan

antara dua heterozigot (carrier) menghasilkan : 25 % thalasemia (homozigot), 30 % carrier

(hetrozigot), dan 25 % normal.

a. Pencegahan Sekunder

Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami isteri dengan thalasemia

heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor

yang bebas dan thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindar, tetapi 50 % dari anak

yang lahir adalah carrier, sedangkan 50 % lainnya normal. Diagnosa prenatal melalui

pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosa

kasus homozigot intrauterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus.

48

Page 49: Blok 14 Skenario A

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, arif, dkk. 2000. ” Kapita Selekta Kedokteran ” . Edisi ke-3 Jilid 2. Media

Aesculapius Fkul.

Hartoyo, Edi, dkk. 2006. ” Standar Pelayanan Medis ”. Fakultas Kedokteraan Unlam /

RSUD Ulin Banjarmasin.

Adamson WJ et al, 2005, Anemia and Polycythemia in Harrison’s Principles of Internal

Medicine 16th edition ; NewYork : McGraw Hill.

Adamson, John W, 2005, Iron Deficiency and Other Hypoproliferative Anemias in

Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th edition ; NewYork : McGraw Hill.

Bakta I Made, dkk, 2006, Anemia Defisiensi Besi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.

Cotran et al, 1999, Red Cell and Bleeding Disorders in Robbins Pathologic Basis Of

Disease 6th edition ; USA : Saunders.

Guyton and Hall, 1997, Sel-Sel Darah Merah, Anemia dan Polisitemia dalam Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran edisi IX, Jakarta : EGC.

Mansen T J et al, 2006, Alteration of Erythrocyte function in Pathophysiology : The

Biologic Basis for Disease in Adults and Children 5th edition ; USA : Mosby.

Marks, Dawn B. Biokomia Kedokteran Dasar, Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC;

2000.

Murray, Robert K. Biokimia harper, 24ed. Jakarta: EGC; 1999.

Supandiman I dan Fadjari H, 2006, Anemia Pada Penyakit Kronis dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.

Supandiman I dkk, 2003, Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi medik ;

Bandung : Q Communication .

Transcellular transport of cobalamin (Cbl; vitamin B12) in an ileal cell : Expert Reviews

in Molecular Medicine, Accession download from http://www.expertreviews.org.

49