skenario c blok 14 tahun 2013-2014
DESCRIPTION
LaporanTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO C BLOK 14 TAHUN 2013/2014
Disusun oleh: Kelompok L9
Rolando Agustian 04121001010
Kms. Virhan Dwi Firondy 04121001011
Silmi Kaffah 04121001012
Rahmat Darmawantoro 04121001075
Yudi Kartasasmita 04121001076
Intan Chairrany 04121001078
Muhammad Arief R.H. 04121001090
Khairunnisa 04121001091
Sarah Amalia 04111001093
Renita Agustina 04121001095
Wahyu Arfina J 04121001099
Albert Leonard Kosasih 04121001108
Achmad Reza K 04121001131
Maureen Grace Rotua 04121001138
Shelia Desri Wulandari 04121001142
Tutor : dr. Chani
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya laporan tutorial ini dapat terselesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini merupakan tugas hasil kegiatan tutorial Skenario C Blok 14
pendidikan dokter umum fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya tahun ajaran
2013/2014. Di sini kami membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara
kelompok berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi
masalah, menganalisis masalah, meninjau ulang, menyusun keterkaitan antar
masalah, mengidentifikasi topik pembelajaran, menyusun kerangka konsep, dan
membuat sebuah kesimpulan.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha
Esa, orang tua, dr. Chani, sebagai tutor dan anggota kelompok yang telah
mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami
mengakui dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Palembang, Januari 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................................ii
Daftar Isi ........................................................................................................................iii
Kelompok ……………………………………………………………………............... 4
I. Skenario............................................................................................................5
II. Klarifikasi Istilah..............................................................................................5
III. Identifikasi Masalah..........................................................................................6
IV. Analisis Masalah...............................................................................................7
V. Sintesis..............................................................................................................34
VI. Kerangka Konsep..............................................................................................74
VII. Kesimpulan.......................................................................................................75
Daftar Pustaka........................................................................................................................76
3
Tutorial Skenario C Blok 14 Tahun 2013/2014
Petugas Kelompok
Tutor : dr. Chani
Moderator : Yudi Kartasasmita
Sekretaris : Sarah Amalia
Anggota : Rolando Agustian
Kms. Virhan Dwi Firondy
Silmi Kaffah
Rahmat Darmawantoro
Intan Chairrany
Muhammad Arief R.H.
Khairunnisa
Renita Agustina
Wahyu Arfina J
Albert Leonard Kosasih
Achmad Reza K
Maureen Grace Rotua
Shelia Desri Wulandari
4
I. Skenario C Blok 14 Tahun 2013/2014
Nn. L, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta, diantar
ke IGD sebuah RS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Dari
aloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami deman tinggi, batuk
pilek dan sakit tenggorokan. Pasien juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4
kali/hari, tanpa disertai darah dan lendir. Dalam beberapa bulan terakhir pasien
juga sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur dan bila
mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.
Pemeriksaan fisik :
Kesadaran : delirium; TD 100/80 mmHg, Nadi 140 x menit/regular, RR 24
x/menit, suhu 39oC.
Kepala : exophthalmos (+), mulut : faring hiperemis, oral hygiene buruk.
Leher : struma diffusa (+), kaku kuduk (-).
Jantung : takikardia; paru :bunyi nafas normal.
Abdomen : dinding perut lemas;hati dan lipa tak teraba, bising usus meningkat.
Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis (-).
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah rutin : Hb : 12 g%; WBC : 17.00 mm3.
Kimia darah : glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum
normal.
Test fungsi tiroid : TSH 0,001 mU/l, T4 bebas 7,77 ng/dl
Kondisi darurat apa yang terjadi pada pasien ini? Jelaskan secara rinci.
II. Klarifikasi Istilah
1. Alloanamnesis : anamnesis yang dilakukan pada kerabat/keluarga
pasien
2. Diare : pengeluaran tinja berair yang tidak normal berkali-
kali (Dorland :311)
5
3. Lendir : lendir bebas pada membrane mukosa, terdiri dari
sekresi kelenjar, berbagai darah, sel yang berdeskuamasi, dan limfosit
(Dorland : 693)
4. Delirium : gangguan mental yang berlangsung singkat
biasanya mencerminkan keadaan keracunan, yang biasanya ditandai oleh
ilusi, halusinasi, delusi, kegirangan, kegelisahan, gangguan memori dan
in-koheren (Dorland : 294)
5. Exophtalmos : protusio (perluasan melebihi batas normal ) mata
(Dorland : 410,891)
6. Hiperemis : pembengkakan, ekses darah pada bagian tubuh
tertentu (Dorland : 534)
7. Oral hygiene : suatu usaha untuk menjaga kebersihan mulut dan
gigi dalam upaya pencegahan terjadinya gigi berlubang, radang gusi, dan
bau mulut ; perawatan yang benar terhadap mulut dan gigi (Dorland : 532)
8. Struma diffusa : pembesaran kelenjar tiroid yang tidak berbatas
tegas atau tersebar luas (Dorland : 485,315)
9. Kaku kuduk : terasa keras dan tidak dapat dilengkukan pada
bagian leher sebelah belakang (KBBI : 379)
10. Bising usus : suara yang dikeluarkan oleh gerakan peristaltik
usus
11. Tremor : gemetar atau mengigil yang involunter
12. Reflex patologis : reflex yang tidak dapat ditemukan pada orang yang
sehat (Buku Ajar Asuhan Keperawatan)
13. Elektrolit serum : elektrolit yang terdapat dalam serum seperti Na+,
K+, Cl-
14. TSH : (tirotropin) ; yang merupakan hormone kelenjar
hipofisis anterior yang mempunyai afinitas untuk dan secara spesifik
merangsang kelenjar tiroid, 0,3-3,04 mU/L (Dorland : 1098)
15. T4 bebas : hormone tiroksin yang tidak terikat pada protein
serum sehingga beredar bebas dalam darah (0,8-1,8 ng/dl)
6
III. Identifikasi masalah
No. Identifikasi Masalah
1. Nn. L, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta,
diantar ke IGD sebuah RS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam
yang lalu.
Chief
Complaint
2. Dari aloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami
deman tinggi, batuk pilek dan sakit tenggorokan. Pasien juga sering
mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan
lendir.
3. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar
keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur dan bila mengerjakan
sesuatu selalu terburu-buru.
4. Pemeriksaan fisik :
Kesadaran : delirium; TD 100/80 mmHg, Nadi 140 x menit/regular,
RR 24 x/menit, suhu 39oC.
Kepala : exophthalmos (+), mulut : faring hiperemis, oral hygiene
buruk.
Leher : struma diffusa (+), kaku kuduk (-).
Jantung : takikardia; paru :bunyi nafas normal.
Abdomen : dinding perut lemas;hati dan lipa tak teraba, bising usus
meningkat.
Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor(+), refleks patologis(-).
5. Pemeriksaan Laboratorium :
Darah rutin : Hb : 12 g%; WBC : 17.00 mm3.
Kimia darah : glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal,
elektrolit serum normal.
Test fungsi tiroid : TSH 0,001 Mu/l, T4 bebas 7,77 ng/dl
Main
Problem
7
IV. Analisis Masalah
1. Nn. L, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta,
diantar ke IGD sebuah RS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam
yang lalu.
a. bagaimana etiologi dan mekanisme penurunan kesadaran pada
kasus Nn. L?
Hyperthiroidisme yg dialami Nn.SS menyebabkan terjadinya
hipermetabolisme, dan juga proliferasi reseptor katekolamin. Akibat
dari hiperaktivitas dari reseptor adrenergic dan juga peningkatan
hormone thyroid menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi kimia
sehingga konsumsi nutrient dan O2 oleh jaringan tubuh pun akan
meningkat. Apabila tidak di tatalaksana secara cepat, stok konsumsi
nutrisi dan oksigen oleh jaringan tubuh akan berkurang, dan dapat
menyebabkan penurunan kesadaran.
b. bagaimana tingkat kesadaran?
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran
dibedakan menjadi :
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya,sikapnya acuh tak acuh.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yanglambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.
Stupor ( soporo koma ), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadapnyeri.
8
Coma ( comatose ), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
2. Dari aloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami
deman tinggi, batuk pilek dan sakit tenggorokan. Pasien juga sering
mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan
lendir.
a. bagaimana patofisiologi deman tinggi, batuk pilek dan sakit
tenggorokan, dan diare tanpa darah dan lendir pada kasus ini?
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non
infeksi.
a. Demam akibat infeksi, bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,
jamur, ataupun parasit.
b. Demam akibat faktor non infeksi, dapat disebabkan oleh beberapa hal
antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang
terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis,
systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit
Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-
obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro &
Zieve, 2010)
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen
terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar
tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk
mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah
satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang
dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah
pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh
pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan
IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit,
9
neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan
pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).
Dalam hal ini oral hygine yang buruk menunjukkan adanya suatu
infeksi yang terjadi.
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa
toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut
akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-
1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan
merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin
(Dinarello & Gelfand, 2005).
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan set
point termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan
menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu set point yang baru
sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas
antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter
seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi
panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan
menyebabkan suhu tubuh naik ke set point yang baru tersebut
(Sherwood, 2001).
Batuk pilek
a. Mekanisme batuk
Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana
terdapat jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di
jaringan epitel tersebut terdapat reseptor batuk yang peka terhadap
rangsangan.
Saat benda asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di
mucus saluran pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor
batuk, sehingga terjadi aktifasi pusat batuk. Fase ini disebut fase iritasi
Reseptor batuk dan medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen
non myelin. Medula Spinalis akan memberikan perintah balik berupa
kontraksi otot abductor, kontraksi pada kartilago di laring seperti
10
kartilago aritenoidea yang akan menyebabkan kontraksi diafragma
sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi intercosta pada abdominal.
Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis
juga merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang
cepat dan dalam. Fase ini disebut fase Inspirasi
Saat bernafas paru memiliki daya kembang paru yang akan
menyebabkan glottis menutup selama 0,2 detik. Saat glottis menutup
tekanan intratorak naik sampai 300cmH20. Fase ini disebut fase
kompresi
b. Mekanisme pilek
Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit,
saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang
bekerja sebagai antigen presenting cells (APC).
Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel
tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan
interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin
2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk
berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada
dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini
dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya
memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga
memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih
dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh
IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut
akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan
dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.
Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah
mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di
11
dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin,
Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic
Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator
tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler &
permeabilitas, sekresi mukus
Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek
Sakit tenggorokan
Sepertinya hal ini tidak ada kaitannya dengan hipertiroid Ny. SS.
Melainkan ini merupakan gejala tersendiri yang mengisyartkan bahwa
Ny. SS sedang dalam keadaan infeksi. Keadaan infeksi ini mungkin saja
ini disebabkan oleh oral hygiene yang buruk dari Ny. SS, sehingga
mekanisme pertahanan tubuh untuk melawan bakteri yang masuk adalah
inflamasi sehingga terjadi sakit tenggorokan. Penurunan daya tahan
tubuh secara sistemik atau gangguan mikrobial lokal, misalnya
kebersihan mulut buruk, maka bakteri dan produknya yang merupakan
faktor virulen (lipopolisakaraida=LPS) akan melakukan interaksi dengan
sel-sel tertentu di rongga mulut. Pertama-tama Tonsil yang bertindak
sebagai mekanisme pertahanan tubuh di mulut akan berespons terhadap
stimulasi bakteri dan tubuh melakukan respons imunologis dengan
mengaktivasi sel-sel mediator inflamasi yang dapat menyebabkan
gangguan metabolism jaringan ikat sebagai tanda klinis awal radang pada
tonsil.
Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman
ke tubuh baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan
dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear.
Jika tonsil berulang kali terkena infeksi akibat dari penjagaan higiene
mulut yang tidak memadai serta adanya faktor-faktor lain, maka pada
suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibat
kuman yang bersarang di tonsil dan akan menimbulkan peradangan tonsil
yang kronik. Tonsilitis kronik dapat menimbulkan gejala lokal ataupun
12
sistemik. Gejala yang bisa terjadi adalah mulut berbau, badan lesu, sering
mengantuk, nafsu makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang
akibat daripada gejala sistemik tonsilitis kronik. Gejala lokal pula
termasuklah nyeri tenggorok atau merasa tidak enak di tenggorok, nyeri
telan ringan kadang-kadang seperti benda asing (pancingan) di
tenggorok.
Intinya: Sakit tenggorokan biasanya disebabkan adanya infeksi
yang menyebabkan iritasi atau inflamasi pada tenggorokan. Biasanya
disebabkan oleh agen mikroorganisme ataupun polutan seperti debu dan
sebagainya. Hal ini megakibatkan respon nyeri pada ujung saraf bebas
pada tenggorokan sehingga terasa sakit.
Mekanisme Diare Tanpa Darah dan Lendir
Hal ini diakibatkan karena hormone thyroid dapat meningkatkan
kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna
( motilitas usus ). Sehingga keadaan hyperthyroid dapat menimbulkan
diare. ( fisiologi guyton ). Diare pada kasus ini tidak berdarah dan
berlendir karena pada umumnya diare yang disertai dengan lendir adalah
akibat dari infeksi yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan
parasite, dan diare berdarah itu disebabkan oleh luka pada saluran
pencernaan. Pada kasus ini terjadi diare akibat meningkatnya sekresi
maupun peristalsis usus sehingga sering timbul polidefekasi dan diare.
b. Bagaimana kriteria seseorang dapat dikatakan diare? (jenis dan
tingkatan keparahan diare)
Secara klinis, diare dapat dibagi menjadi :
1. Diare Berair Akut
Termasuk dalam kelompok ini adalah kolera. Berlangsung selama
beberapa jam hingga beberapa hari. Dapat menyebabkan dehidrasi dan
penurunan berat badan.
2. Diare Berdarah Akut
Selain menyebabkan dehidrasi, juga menyebabkan kerusakan usus,
sepsis, dan malnutrisi.
13
3. Diare Persisten
Berlangsung selama 14 hari atau lebih. Selain dehidrasi, dapat juga
terjadi malnutrisi dan infeksi non-usus.
4. Diare dengan Malnutrisi Berat (Marasmus dan Kwashiorkor)
Selain dehidrasi, keadaan ini dapat menyebabkan infeksi sitemik
yang berat, gagal jantung, serta defisiensi mineral dan vitamin.
5. Diare Osmotik
Yakni keluarnya cairan tubuh ke dalam rongga usus yang
disebabkan oleh berkumpulnya zat-zat yang tidak dapat diserap oleh
tubuh, kemudian dikeluarkan melalui anus. Diare ini terjadi pada keadaan
malabsorbsi karbohidrat. Atau pada saat penggunaan obat-obatan
pencahar golongan garam magnesium. Akumulasi bahan-bahan yang
tidak dapat diserap dalam lumen usus mengakibatkan keadaan hipertonik
dan meninggikan tekanan osmotik intra-lumen yang menghalangi
absorpsi air dan elektrolit dan terjadilah diare, contohnya intoleransi
laktosa dan malabsorpsi asam empedu.
6. Diare Sekretorik
Di mana sel-sel usus mengeluarkan cairan sehingga cairan
berkumpul dalam rongga usus kemudian keluar. Ini bisa disebabkan
infeksi virus atau bakteri. Contohnya adalah diare yang terjadi pada
penderita kolera. Di sini, toksin yang dihasilkan kuman kolera
menyebabkan sel-sel usus mengeluarkan cairan.
Diare tipe ini dapat juga dipicu oleh hormon yang diproduksi oleh
jenis tumor tertentu. Sekresi usus yang disertai sekresi ion secara aktif
merupakan faktor penting pada diare sekretorik. Pengetahuan terakhir
mekanisme ini didapat dari penelitian diare karena Vibrio cholerae.
Patofisiologi pada kolera ialah salah satu contoh sekresi anion yang aktif
dalam usus halus sebagai akibat stimulasi enterotoksin. Pada sindrom
Zollinger Ellison, hipergastrinemia menginduksi dengan jelas sekresi
lambung dan diare.
14
7. Diare Eksudatif
Yaitu peradangan pada usus. Diare jenis ini bisa disebabkan oleh
bakteri, tapi bisa juga terjadi pada keadaan-keadaan non-infeksi seperti
pada tumor ganas usus, atau pun cairan yang ada di dalam rongga usus.
8. Diare Tipe Gangguan Motilitas
Yakni keadaan di mana gerakan usus tidak normal. Akibatnya,
makanan tidak bisa diserap kemudian dikeluarkan dalam bentuk diare.
9. Diare karena Alergi Susu
Alergi susu sapi mulai terjadi terutama pada tahun-tahun pertama
kehidupan bayi, dan akan tampak lebih jelas sewaktu bayi mulai disapih.
Gejala klinis yang sering muncul sangat bervariasi mulai dari yang
ringan sampai berat (diare yang berkepanjangan, dapat disertai kram,
kolik (sakit perut yang periodik) dan muntah. Gejala dapat cepat terlihat
setelah beberapa menit meminum atau memakan bahan makanan yang
terbuat dari susu sapi atau setelah beberapa jam kemudian.
Kriteria seseorang dikatakan diare :
1. Perut terasa mulas dan nyeri, ini adalah tanda ingin buang air besar
(BAB), jika setelah BAB masih merasa mulas, patut dicurigai bahwa ini
adalah gejala diare.
2. Tidak nafsu makan, karena perut terasa nyeri, nafsu makan pun
berkurang.
3. Merasa lemas setelah BAB. Jika setelah BAB tidak merasa lega
tapi malah merasa lemas, ini berarti gejala diare.
4. BAB encer, ini ciri yang diketahui banyak orang. Jika tinja encer,
maka ini mengindikasikan diare.
5. BAB bisa lebih dari 3 kali sehari, terkadang jika hanya 2 kali, tinja
yang keluar hanyalah air.
6. Pada diare berat akan disertai demam, mual, dan muntah.
15
3. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar
keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur dan bila mengerjakan
sesuatu selalu terburu-buru.
a. Mengapa keluhan Nn. L terjadi dalam kurun waktu yang
berbeda-beda? Jelaskan !
Keluhan Nn.L terjadi dalam kurun waktu yang berbeda karena
gejala yang dialamai beberapa bulan yang lalu seperti keluar keringat
banyak, mudah cemas, sulit tidur dan bila mengerjakan sesuatu selalu
terburu-buru merupakan manifestasi klinis dari hipertiroid, sedangkan
gejala yang terjadi satu minggu yang lalu deman tinggi, batuk pilek
dan sakit tenggorokan merupakan tanda adanya infeksi. Gejala infeksi
baru terjadi pada satu minggu yang lalu dikarenakan infeksi yang baru
terjadi pada waktu tersebut.
b. Bagaimana mekanisme sering gugup, keluar keringat banyak,
mudah cemas, sulit tidur dan bila mengerjakan sesuatu selalu
terburu-buru pada kasus ini?
a. Gugup, mudah cemas, dan selalu terburu-buru
Hypertiroid T3 dan T4 akan meningkatkan kepadatan B
andregenik, yg selanjutnya akan mengaktifkan reseptor B adregenik
yg merangsang kelenjar adrenal dan ujung syaraf melepas
katekolamine (epinephrine, norepinephrine) yg membuat syaraf
simpatik lebih peka. Syaraf yg lebih peka menyebabkan hyperaktivitas
syaraf anxious (meningkatnya tonus otot) yg berdampak pada tremor,
selalu terburu-buru dan mudah cemas
b. Keluar keringat banyak
Tingginya hormon tiroid menyebabkan terjadinya
hipermetabolisme pada pasien yang menyebabkan produksi panas
yang berlebihan sehingga pasien mengeluarkan banyak keringat.
Hipertiroid metabolisme meningkat peningkatan jumlah
reseptor adrenergik beta otot skelet vasodilatasi perifer keluar
keringat banyak
16
c. Sulit tidur
Hipertiroid yang ditandai dengan meningkatnya hormon tiroid
dan meningkatkan aktivitas metabolisme. Karena efek yang
memelahkan dari tingginya hormon tiroid pda otot dan sistem saraf
pusat, maka pasien hipertiroid seringkali merasa kellahan terus
menerus. Dan terjadi efek eksitasi hormon tiroid pada sinaps,
menyebabkan timbul gangguan sukar tidur.
4. Pemeriksaan fisik
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik? (tujuan kenapa dokter
memutuskan melakukan pemeriksaan ini, nilai normal,
mekanisme abnormal, dan penjelasan)
a. Kesadaran : delirium; TD 100/80 mmHg, Nadi 140 x
menit/regular, RR 24 x/menit, suhu 39oC.
Nadi 140x/menit (tinggi)
Hormon tiroid merangsang medulla adrenal untuk
mensekresikan katekolamin. Jumlah epinefrine normal tetapi ada
peningkatan pada noreepinefrine yang bekerja pada sistem saraf
simpatis. Saraf simpatis berjalan di dalam traktus saraf spinalis
torakalis menuju korteks adrenal dengan melepaskan neurotransmiter
noreepinefrine ke sirkulasi untuk membantu aksi regulasi jantung ke
nodus SA. Noreefineprine berikatan dengan reseptor spesifik yang
disebut reseptor adrenergik B1 yang terdapat di sel-sel nodus SA.
Setelah berikatan terjadi pengaktifan sistem perantara kedua
menyebabkan peningkatan kecepatan lepas muatan nodus dan
peningkatan denyut jantung. Pada hipertiroidisme, perangsangan
sekresi katekolamin akan meningkat, sehingga curah jantung
meningkat yang mengakibatkan frekuensi nadi juga meninggi.
Suhu: 39 oC (tinggi).
Pada keadaan hipertiroid, terjadi peningkatan metabolism tubuh.
Seperti yang kita tahu, kegiatan metabolisme tubuh adalah sumber
17
utama dari pembentukan/pemberian panas tubuh. Pada kasus ini,
metabolism yang berlebih berarti akan meningkatkan suhu tubuh pula.
RR: 24x/menit (tinggi)
Meningkatnya kecepatan metabolism akibat hipertiroid akan
meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbondioksida.
b. Kepala : exophthalmos (+), mulut : faring hiperemis, oral hygiene
buruk.
Eksoftalmus (+) menandakan terjadinya hipertiroidisme. Hal ini
diakibatkan oleh jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh
limfosit, sel mast, dan sel-sel plasma.
Pada kasus ini, oral hygiene diperiksa untuk menilai penyebab
hipertiroidisme. Oral hygiene yang buruk akan memperbesar peluang
terjadinya infeksi rongga mulut, serta penyakit gigi dan mulut lainnya.
Hal ini dibuktikan dengan faring yang hiperemis, dimana faring
hiperemis menunjukkan terjadinya infeksi. Faring hiperemis terjadi
karena vaskularisasi di area faring tinggi untuk memudahkan transpor
leukosit untuk melawan infeksi. Infeksi yang terjadi inilah yang
memungkinkan terjadinya hipertiroid pada kasus ini.
c. Leher : struma diffusa (+), kaku kuduk (-).
Struma diffusa (+)
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat
menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga
terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis
anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH
dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel
tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar ke dalam
folikel sehingga kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar.
Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan
kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.
18
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik
kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan
sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan
atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pada kasus ini,
struma terjadi sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap
pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat
timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang
merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon
yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar
Kaku kuduk (-)
Interpretasi: normal, pada kasus dilakukan pemeriksaan kaku
kuduk untuk menghapuskan dugaan hipertiroid akibat lesi di
hypothalamus yang bisa muncul akibat meningitis tbc. Artinya pada
Nn. SS hipertiroid bukan karena lesi di hipothalamus.
d. Jantung : takikardia; paru:bunyi nafas normal.
Hormon tiroid merangsang medulla adrenal untuk
mensekresikan katekolamin. Jumlah epinefrine normal tetapi ada
peningkatan pada noreepinefrine yang bekerja pada sistem saraf
simpatis. Saraf simpatis berjalan di dalam traktus saraf spinalis
torakalis menuju korteks adrenal dengan melepaskan neurotransmiter
noreepinefrine ke sirkulasi untuk membantu aksi regulasi jantung ke
nodus SA.
Noreefineprine berikatan dengan reseptor spesifik yang disebut
reseptor adrenergik B1 yang terdapat di sel-sel nodus SA. Setelah
berikatan terjadi pengaktifan sistem perantara kedua menyebabkan
peningkatan kecepatan lepas muatan nodus dan peningkatan denyut
jantung
19
e. Abdomen : dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba, bising
usus meningkat.
Tiroid dapat meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan
dan pergerakan saluran cerna. Pada hipertiroid, efek yang ditimbulkan
ialah peningkatan saluran cerna yang terdeteksi dengan bising usus
yang meningkat.
f. Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis
(-).
Telapak tangan lembab
Pada keadaan hipertiroid, terjadi peningkatan metabolism tubuh.
Seperti yang kita tahu, kegiatan metabolisme tubuh adalah sumber
utama dari pembentukan/pemberian panas tubuh. Pada kasus ini,
metabolism yang berlebih berarti akan meningkatkan suhu tubuh pula.
Sebagai mekanisme kompensasi, ekskresi keringat juga akan
meningkat. Hal inilah yang menyebabkan telapak tangan lembab.
Tremor (+)
Tremor terjadi karena peningkatan hormon tiroid yang
merangsang peningkatan sensitivitas dari saraf simpatis yang
menyebabkan peningkatan tonus otot dan terjadi tremor.
b. Apakah tujuan pemeriksaan reflex patologis?
Untuk memastikan tidak ada gangguan saraf yang terjadi,
sehingga diagnosis gangguan saraf pada gejala delirium bias
disingkirkan.
c. Bagaimanakah prosedur pemeriksaan reflex patologis?
d. Babinsky sign
Pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung
palu refleks.
Reaksi : Dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan
melebar jari-jari lainnya
20
e. Chaddock’s sign
Cara : Pemeriksa menggores dibawah dan sekitar maleolus
eksterna ke arah lateral atau pada kulit dorsum pedis sisi lateral
dengan palu refleks ujung tumpul.
Reaksi : sama dengan babinski sign
f. Gordon’s sign
Cara : Pemeriksa menekan oto-otot betis dengan kuat
Reaksi : sama dengan babinski sign
g. Schaeffer’s sign
Cara : Pemeriksa menekan tendo Achilles dengan kuat
Reaksi : sama dengan babinski’s sign
h. Oppenheim’s sign
Cara : Pemeriksa memberi tekanan yang kuat dengan ibu jari
dan telunjuk pada permukaan anterior tibia kemudian digeser dari
proksimal ke arah distal
Reaksi : sama dengan babinski’s sign
i. Refleks Hoffmann-Tromner
Cara pemeriksaan : tangan penderita dipegang pada
pergelangannya dan suruh pasien melekukan fleksi ringan jari-jarinya.
Kemudian jari tengah pasien diregangkan dan dijepit diantara jari
telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Lalu lakukan:
21
Hoffmann : Goresan pada kuku jari tengah pasien sehingga
menimbulkan reaksi : fleksi dan adduksi ibu jari disertai dengan fleksi
telunjuk dan jari-jari lainnya.
Tromner : Colekan pada ujung jari pasien maka akan muncul reaksi
yang sama dengan Hoffmann
j. Refleks Wartenberg
Dengan mengetukkan jari pemeriksa yang ditempatkan di
falangs II distal pasien. Ini akan menimbulkan reaksi fleksi jari-jari
pasien.
d. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis struma?
1. Berdasarkan Fisiologisnya, diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid
yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah
normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah
yang meningkat.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional
kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang.
Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang
cukup dari hormon.
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat
didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap
22
pengaruh metabolik hormone tiroid yang berlebihan. Keadaan ini
dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang
merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon
yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.
2. Berdasarkan Klinisnya
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut :
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa
toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih
mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa
toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan
tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang
secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler
toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon
tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah
penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic, bentuk
tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme
lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun
telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor
TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut
dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar
hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan
antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai
hasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi
tetapi bukan mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala
hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka
akan terjadi krisis tirotoksik.
23
b. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang
dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non
toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang
kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau
goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya
kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat
sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul,
maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa
disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma
nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia
muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena
keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian
pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada
esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai
rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat
ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium
urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam
tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah
endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan
prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 %
dan endemik berat di atas 30 %.
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium? (tujuan
kenapa dokter memutuskan melakukan pemeriksaan ini, nilai
normal, mekanisme abnormal, dan penjelasan)
24
a. Hb : 12 g%
Nilai rujukan : 12-15 g/dl
Keterangan : normal
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme
menyebabkan peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan
eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak meningkat karena
hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit (red cell turn over).
b. WBC : 17000/mm3
Nilai rujukan : 5000-10000 /mm3
Keterangan : tinggi
Interpretasi: infeksi
Mekanisme : respon imun tarhadap infeksi. Karena dalam keadaan
infeksi sel – sel pertahanan tubuh yang tercakup dalam WBC akan
keluar memediasi infeksi yang terjadi.
c. TSH : 0,001 mU/L
Nilai rujukan : 0,4-4,2 mU/L
Keterangan : rendah
Interprestasi: hipertiroidisme primer, hipofungsi kelenjar hipofisis,
obat obatan misal aspirin, kortikosteroid, heparin, dopamin.
Makanisme : Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor
TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan
produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon
tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan
produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi
rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi.
d. T4 bebas : 7,77 ng/dl
Nilai rujukan : 0,8-2 ng/dl
Keterangan : tinggi
Interprestasi : pada penyakit graves, tiroktosikosis karena kelebihan
produksi T4
Mekanisme : Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor
TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan
25
produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon
tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan
produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi
rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi.
c. Bagaimana fenomena endokrinologi pada kelenjar tiroid?
Fenomena Endokrinologi :
1. Hiperfungsi / hiperplasi master gland hiperfungsi target gland
Jika terjadi sekresi TSH yang berlebihan dari hipofisis, maka
akan terjadi hipersekresi pada kelenjar target.
2. Hipofungsi / hipoplasi master gland hipofungsi target gland
Jika terjadi sekresi TSH yang kurang dari hipofisis, maka akan
terjadi hiposekresi pada kelenjar target.
3. Hiperfungsi target gland hipofungsi master gland
Jika terjadi hiperfungsi atau hipersekresi pada kelenjar target,
maka akan terjadi negative feedback ke hipofisis, sehingga
hipofisis akan menekan sekresi.
4. Hipofungsi target gland hiperfungsi master gland
Jika terjadi hipofungsi atau hiposekresi pada kelenjar target,
maka akan terjadi feedback ke hipofisis, sehingga hipofisis
akan meningkatkan sekresi.
6. Kondisi darurat pada kasus ini (Hipotesis : Hipertiroid)
a. Bagaimana epidemiologi dari kasus ini?
Hipertiroid ialah suatu sindroma klinik yang terjadi karena
pemaparan jaringan terhadap hormone tiroid berlebihan. Penyakit
tiroid merupakan penyakit yang banyak ditemui di masyarakat, 5%
pada pria dan 15% pada wanita. Penyakit Graves di Amerika sekitar
1% dan di Inggris 20-27/1000 wanita dan 1.5-2.5/1000 pria, sering
ditemui di usia kurang dari 40 tahun (Djokomoeljanto, 2010).
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid bekerja
terlalu aktif sehingga menghasilkan hormon-hormon tiroid secara
26
berlebihan di dalam darah, yang membuat metabolisme tubuh menjadi
lebih cepat dan dapat membuat kualitas hidup dari penderitanya
menurun. Jumlah penderita hipertiroid kini terus meningkat.
Hipertiroid merupakan penyakit hormonal yang menempati urutan
kedua terbesar di Indonesia setelah Diabetes (kencing manis). Urutan
tersebut serupa dengan kasus yang terjadi di dunia.
Penelitian Herng-Ching Lin dari Taipei Medical University
Taiwan, menemukan bahwa orang yang berusia lebih tua dan terkena
hipertiroid, cenderung mengalami irama jantung abnormal, meluasnya
penggumpalan darah dan disfungsi sel di pembuluh darah. Bila hal ini
terjadi, maka kemungkinan terjadi stroke sangat besar. Menurut Prof
Dr Johan S Masjhur, SpPD-KEMD, SpKN, hanya sekitar 25-50%
pasien hipertiroid yang betul-betul sembuh sempurna dengan obat,
sehingga merupakan hal yang tidak mengherankan jika penderita
dengan gangguan tiroid harus bolak-balik berobat ke dokter.
Penyakit hipertiroid lebih banyak terjadi pada wanita
dibandingkan dengan pria, meskipun belum dipastikan faktor apa
yang berperan dalam hal tersebut. Distribusi jenis kelamin dan umur
pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari berbagai klinik.
Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang
adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1
dan di RSHS Bandung 10 : 1. Sedangkan distribusi menurut umur di
RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21 – 30 tahun
(41,73%), tetapi menurut beberapa penulis lain timbul pada usia 30–
40 tahun.
Angka kejadian hipertiroid yang didapat dari beberapa klinik di
Indonesia berkisar antara 44,44% - 48,93% dari seluruh penderita
dengan penyakit kelenjar gondok. Di AS diperkirakan 0,4% populasi
menderita hipertiroid, biasanya sering pada usia < 40 tahun.
27
b. Apa etiologi dari kasus ini?
Penyebab paling sering pada krisis tiroid adalah penyakit Grave.
Dimediasi oleh adanya antibody reseptor tirotoin yang menstimulasi
sintesis hormon tiroid menjadi belebihan lagi. Penyebab paling sering
tirotoksikosis pada krisis tiroid adalh penyakit grave. Penyakit grave
dimediasi oleh antibodi reseptor tirotropin yang menstimulasi sintesis
hormon tiroid menjadi berlebihan dan tidak terkendali (T3 dan T4).
Kebanyakan kejadian ini dijumpai pada wanita muda, namun
dapat juga muncul pada semua jenis kelami dan juga dapat muncul
pada adenoma soliter toksik atau toksik multinoduler goiter. Penyebab
jarang krisis tiroid termasuk hipersekresi karsinoma tiroid,
thyrotrophin-secreting pituitary adenoma, teratoma HCG-secreting
hydatiform mole. Penyebab lain antara lain IFN-α dan interleukin-2,
terpapar iodin, dan pemberian aniodaron. Pemberian IFN- Αdan IL-2
dapat mengganggu ikatan tiroksin dengan globulin sehingga
meningkatkan kadar tiroksin bebas.
c. Bagaimana patofisiologi-nya?
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves,
goiter toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar
tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai
dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam
folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali
dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel
meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan
kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena
ada sesuatu yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini
adalah antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid
Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan –
bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil
28
akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien
hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI
meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang
pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH
yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid
yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan
TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan
hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan
tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis
pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat
dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju
metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses
metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita
hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur.
Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot
sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor
otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga
penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang
takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon
tiroid pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi
merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan
periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak
keluar
Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik
(killer cells) dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat
adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R
pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang
terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan
miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola
mata, proptosis dan diplopia. Dermopati Graves (miksedema pretibial)
juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam jaringan fibroblast
29
didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi
glikosaminoglikans.
d. Bagaimana manifestasi klinis-nya?
Manifestasi Klinis dari Hipertiroid antara lain :
o Peningkatan frekuensi denyut jantung.
o Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan
terhadap katekolamin.
o Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan
panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan.
o Penurunan berat badan, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik).
o Peningkatan frekuensi buang air besar.
o Gangguan reproduksi.
o Tidak tahan panas.
o Cepat letih.
o Tanda bruit.
o Haid sedikit dan tidak tetap.
o Pembesaran kelenjar tiroid.
o Mata melotot (exopthalmus).
e. Bagaimana faktor risiko-nya?
Penyakit ini mempunyai predisposisi genetic yang kuat, dimana
15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan
penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita
penyakit Graves ditemukan autoantibody tiroid di dalam darahnya.
1. Faktor genetik. Abnormalitas genetic yang biasa ditemukan
adalah keberadaan antibody Anti-Tg, respon TRH yang abnormal, dan
TSAb, karena penyakit ini diturunkan lewat gen yang mengkode kan
antigen HLA. Selain gen HLA, gen lain yang berhubungan dengan
alotipe IgG rantai berat yang disebut Gm juga berperan dalam proses
penyakit ini.
30
2. Faktor imunologis. Teori imunologis penyakit graves
mencakup : Persistensi sel T dan sel B yang imunoreaktif,
diwariskannya HLA khusus dan gen lain yang berespon imunologis
khusus, rendahnya sel T dengan fungsi suppressor, adanya cross
reacting epitope, adanya ekspresi HLA yang tidak tepat, adanya klon
sel T atau B yang mengalami mutasi, stimulus poliklonal, dan adanya
reeksposure antigen oleh kerusakan sel tiroid.
Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4(T3) dan TSH,
namun pada pemantauan cukup diperiksa T4 saja, karena sering TSH
tetap tersupresi padahal keadaan sudah membaik. Hal ini karena
supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormone tiroid sehingga
lamban pulih. Untuk memeriksa mata digunakan alat eksoftalmometer
Herthl.
Secara patologis, penyakit graves ditandai kelenjar tiroid yang
membesar secara difus, lunak dan vaskuler. Patologinya adalah
hipertrofi dan hyperplasia parenkimatosa, ditandai dengan
peningkatan tinggi epithelium dan pengulangan dinding folikuler,
Hiperplasia biasanya diikuti dengan infiltrasi limfositik yang
merefleksikan aspek imun dari penyakit dan berkorelasi dengan kadar
antibody antitiroid dalam darah. Setelah terapi dengan yodium,
terdapat caangan koloid, yang kadang-kadang pembesaran dan
peningkatan kekerasan kelenjar.
Oftalmopati ditandai dengan infiltrasi inflamasi dari kandungan
orbital, kecuali bola mata, dengan limfosit, sel mast, dan sel plasma.
Otot-otot orbita sering membesar akibat infiltrasi oleh limfosit,
mukopolisakarida, edema, dengan lemak yang sebagian besar
berpengaruh terhadap peningkatan volume kandungan orbita yang
menujukkan bola mata menonjol.
Dermopati pada penyakit Graves ditandai dengan penebalan
dermis, yang diinfiltrasi oleh limfosit dan dengan mukopolisakarida
yang diwarnai dengan pewarnaan hidrofilik dan metakromatik.
31
f. Bagaimana komplikasi-nya?
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa
adalah krisis tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang
secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama
pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang
tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang
sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor,
hipertermia (sampai 106 oF), dan, apabila tidak diobati, kematian.
Komplikasinya adalah penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati
Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada
pengobatan dengan obat antitiroid. Krisis tiroid: mortalitas.
g. Bagaimana diagnosis banding-nya?
Beberapa diagnosis banding dari hipertiroid antara lain :
(1) Hipertiroidisme akibat tumor adenohipofisis (jarang), resistensi
hipofisis dan hipotalamus akan efek umpan baik
(2) Sekretoar hipofisis lain seperti mola hidatidosa, atau
koriokarsinoma uterus
(3) Adanya nodul tiroid, patut dicurigai adenoma toksik atau struma
multinodular toksik.
(4) Ansietas biasa. Karena di ansietas juga biasa ditemukan
takikardia, tremor, iritabilitas, rasa lemah, fatik. Namun pada
ansietas, manifestasi perifer dan kelebihan hormone tiroid tidak
ada, kulit biasanya dingin dan lengket, bukan panas dan lembab.
(5) Metastasis karsinoma, sirosis hepatis, hiperparatiroidisme, sprue,
miastenia gravis, dan distrofi muskuler.
(6) Feokromositoma, karena juga ditemukan intoleransi panas,
berkeringat, takikardia, palpitasi, dan keadaan hipermetabolik.
(7) Untuk optalmopati, penyebab lain yang mungkin : thrombosis
sinus kavernosus, meningioma rigi sfenoidalis, tumor retrobulbar,
dan deposit leukemik.
32
h. Bagaimana penatalaksanaan (farmakologis dan non
farmakologis-nya, preventif, edukatif)?
Konservatif
Tata laksana penyakit Graves
Obat Anti-Tiroid.
Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis
berlebih, pasien mengalami gejala hipotiroidisme.
Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid seperti
PTU atau methimazol, yang diberikan paling sedikit selama 1 tahun.
Obat-obat ini menyekat sintesis dan pelepasan tiroksin.
Penyekat beta seperti propranolol diberikan bersamaan dengan
obat-obat antitiroid. Karena manifestasi klinis hipertiroidisme adalah
akibat dari pengaktifan simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid,
maka manifestasi klinis tersebut akan berkurang dengan pemberian
penyekat beta; penyekat beta manurunkan takikardia, kegelisahan dan
berkeringat yang berlebihan. Propranolol juga menghambat perubahan
tiroksin perifer menjadi triiodotironin. Indikasi :
1) Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada
pasien muda dengan struma ringan – sedang dan tiroktosikosis
2) Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum
pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif
3) Persiapan tiroidektomi
4) Pasien hamil, usia lanjut
5) Krisis tiroid
Penyekat adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementara
menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian
anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal
pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid,
pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis,
serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs.
Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan
dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid
33
selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai
apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat
antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun
kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps.
Lama terapi dengan obat-obat antitiroid pada penyakit Graves
cukup bervariasi dan dapat berkisar dari 6 bulan sampai 20 tahun.
Remisi yang dipertahankan dapat diramalkan dengan karakteristik
sebagai berikut:
1) Kelenjar tiroid kemabali normal ukurannya
2) Pasien dikontrol dengan obat antitiroid dosis yang relative kecil
3) TSH R Ab [stim] tidak lagi dideteksi dalam serum
4) Jika kelenjar tiroid kembali secara normal bisa disupresi setelah
pemberian liotironin.
Surgical
Radioaktif iodine
Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang
hiperaktif, kontraindikasi untuk anak-anak dan wanita hamil.
Tiroidektomi
Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid
yang membesar.
i. Bagaimana prognosis-nya?
Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan terhadap
penatalaksanaan yang diberikan.
j. Bagaimana kompetensi dokter umum pada kasus ini?
Kompetensi dokter untuk kasus tirotoksikosis adalah 3B, yakni
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan
nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.
34
Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat
bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
V. Sintesis
1. Anatomi dan Histologi Kelenjar Tiroid
ANATOMI KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4cm, yaitu pada
akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum,
yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami migrasi ke bawah
yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai
duktus tiroglosus, yang berawal dari foramen sekum di basis lidah dan nantinya
akan menghilang saat dewasa.
Kata “thyroid” berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar ini
merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya. Kelenjar tiroid
terletak di bagian bawah leher setara vertebra cervicalis 5 sampai thoracalis 1,
terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh ishtmus yang menutupi cincin trakea
kedua dan ketiga. Bagain atas lobus sempit dan melebar pada sisi bawahnya.
Terkadang bagian atas istmus memanjang membentuk piramidal lobes. Piramidal
lobes ini kadang terhubung dengan tulang hyoid oleh fibrous tissue yang
mengandung serat otot bernama levator glandula thyroidea.
Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga
pada gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya tiroid ke arah kranial.
Sifat inilah yang digunakan untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher
berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Setiap lobus tiroid berukuran
panjang 2,5-4cm, lebar 1,5-2cm dan tebal 1-1,5cm. Berat kelenjar dipengaruhi
oleh berat badam dan masukan yodium. Pada orang dewasa berat kelenjar tiroid
berkisar 20-30 gram. Dengan adanya ligamentum suspensorium Berry kelenjar
thyroidea ditambatkan ke cartilage cricoidea dari facies posteromedial kelenjar.
Jumlah ligamentum ini 1 di kiri dan kanan. Fungsinya sebagai ayunan/ gendongan
35
kelenjar ke larynx dan mencegah jatuh/ turunnya kelenjar dari larynx, terutama
bila terjadi pembesaran kelenjar.
Setiap lobus kiri dan kanan terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Apex
Berada di atas dan sebelah lateral oblique cartilage thyroidea
36
Terletak antara M.Constrictor inferior (di medial) dan
M.Sternothyroideus (di lateral)
Batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus.
Di apex A. Thyroidea superior dan N.Laringeus superior berpisah,
arteri berada di superficial dan nervus masuk lebih ke dalam dari apex.
2. Basis
Terletak setentang dengan cincin trachea 5 atau 6.
Berhubungan dengan A. Thyroidea inferior dan N. Laryngeus
recurrent yang berjalan di depan atau belakang atau di antara cabang-
cabang arteri tersebut.
3. 3 Facies/ permukaan
A. Facies Superficial/ Anterolateral
Berbentuk konvex ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar :
M. Sternothyroideus
M. Sternohyoideus
M. Omohyoideus venter superior
Bagian bawah M. Sternocleidomastoideus
B. Facies Posteromedial
Bagian ini berhubungan dengan :
2 saluran : larynx yang berlanjut menjadi trachea, dan pharynx
berlanjut menjadi oesophagus.
2 otot : M. Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus.
2 nervus : N. Laryngeus externa dan N. Larungeus recurrent.
C. Facies Posterolateral
Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya yaitu
A. Carotis interna, N. Vagus, dan V. Jugularis interna (dari medial ke
lateral).
37
Ishtmus
Isthmus adalah bagian kelenjar yang terletak di garis tengah dan
menghubungkan bagian bawah lobus dextra dan sinistra. Pada permukaan anterior
isthmus dijumpai (dari superficial ke profunda) :
Kulit dan fascia superficialis
V. Jugularis anterior
Lamina superficialis fascia cervicalis profunda
Otot-otot : M. Sternohyoideus dan M. Sternothyroideus.
Permukaan posterior berhubungan dengan cincin trachea ke 3 dan 4. Pada
margo superiornya dijumpai anastomose kedua A. Thyroidea superior, lobus
pyramidalis dan Levator glandulae. Di margo inferior didapati V. Thyroidea
inferior dan A. Thyroidea ima.
Capsule Kelenjar Thyroidea
I. Outer false capsule : Berasal dari lamina pretracheal fascia
cervicalis profunda.
II. Inner true capsule : dibentuk oleh kondensasi jaringan fibroareolar
kelenjar thyroidea.
Pada celah antara kedua capsule tersebut didapati kelenjar parathyroidea,
pembuluh darah.vena yang luas dan banyak.
Vaskularisasi
Kelenjar tiroid divaskularisasi oleh
a.tiroidea superior, berasal dari a.karotis komunis atau a.karotis eksterna.
Masuk ke jaringan superficial kelenjar, mendarahi jaringan connective dan
capsule.
a.tiroidea inferior, berasal dari a.subklavia. Masuk ke lapisan dalam
kelenjar, mendarahi jaringan parenkim dan propia kelenjar
a.tiroid ima, Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang arcus
aorta atau A. Brachiocephalica dan mendarahi istmus.
38
Sistem vena tiroid berasal dari pleksus parafolikuler yang menyatu di
permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
v. Thyroidea superior, muncul dari polus superior dan berakhir
pada vena jugularis interna (kadang-kadang V. Facialis)
v. Thyroidea inferior, muncul dari margo bawah istmus dan
berakhir pada V. Brachiocephalica sinistra.
v. Thyroidea lateral, muncul dari pertengahan lobus lateralis dan
berakhir di V. Jugularis interna.
Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5ml/gram kelenjar/menit.
Dalam keadaan hipertiroidisme, aliran darah ini akan meningkat sehingga
menimbulkan bruit (bising aliran darah)
39
HISTOLOGI KELENJAR TIROID
Secara histologis, kelenjar tiroid tersusun dari
1. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu massa
koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner katika folikel lebih
aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).
2. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang
berjauhan.
Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil
yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel
dibatasi oleh epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah
muda yang disebut koloid.
Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan
mengaktifkan pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan
tempat hormon tiroid disintesis dan pada akhirnya disimpan. Dua hormon tiroid
utama yang dihasilkan oleh folikel-folikel adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin
(T3). Sel pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang
terdapat pada dasar folikel dan berhubungan dengan membran folikel, sel ini
mensekresi hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat merendahkan kadar
kalsium serum dan dengan demikian ikut berperan dalam pengaturan homeostasis
kalsium.
Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)
mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak
40
dibandingkan dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3
merupakan hormon yang lebih aktif daripada T4.
Gambar. Kelenjar Tiroid
Sel Parafolikular disebut juga clear cellatau c e l l C . Le t ak
d i an t a r a s e l f o l i ke l , an t a r a folikel tiroid, atau antara sel folikel dengan
membrana basalis folikel. Bisad i t e m u k a n s e n d i r i a n a t a u d a l a m
k e l o m p o k d i a n t a r a s e l f o l i k e l . S e l parafolikular tidak mencapai
lumen.
Lebih besar dari sel folikel, inti besar, bulat, S i t o p l a s m a d e n g a n
g r a n u l a t e r w a r n a p u c a t , t e r d a p a t g r a n u l a sekretoris
kecil.Berfungsi menghasilkan dan sekresi hormon kalsitonin (tirokalsitonin).
Hormon ini dilepaskan secara langsung ke dalam jaringan ikat, segera
masuk pembuluh darah. Fungsi hormonkalsitonin adalah
menurunkankonsentrasi kalsium dalam plasma dengan cara menenkan resorpsi
tulangoleh osteoklas.
Mikroskopis:
Terdiri dari acini/folikel thyroid, dilapisi epitel kuboid. Lumen berisi
massa koloid, dikelilingi sel parafolikular atau sel C, dan kaya akan
pembuluh darah (Gambar)
41
Lesi-lesi pada Kelenjar Tiroid
Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid dapat merupakan suatu kelainanradang,
hiperplasia atau neoplasma, dimana secara klinis kadang sulit dibedakan.
Radang
Tiroiditis atau radang kelenjar tiroid mencakup sejumlah kelainan pada
tiroid dari radang akut supuratif sampai terjadinya proses kronik. Tiroiditis akut
jarang dijumpai.Berupa lesi berwarna merah, terasa nyeri, dan demam.Termasuk
disini yakni tiroiditis granulomatous (subakut, deQuervain’s), tiroiditis limfositik
(Hashimoto’s disease), dan struma Riedel. (7
Goiter atau Struma
Ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar tiroid; nodular atau
difus.Disebut juga adenomatous goiter, endemik goiter, atau multinodular
goiter.Keadaan ini biasanya disebabkan adanya hiperplasia kelenjar tiroid oleh
karena defisiensi iodine.Keadaan ini dapat mengenai keseluruhan daripada
kelenjar atau muncul secara fokal dan membentuk nodul yang soliter.Merupakan
lesi yang paling sering ditemukan pada biopsi aspirasi. (7)
42
Neoplasma
Neoplasma tiroid mencakup neoplasma jinak (adenoma folikular) dan
neoplasma ganas (karsinoma).Nodul tiroid dapat diraba secara klinis sekitar 5-
10% populasi orang dewasa di Amerika Serikat.Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut jinak atau ganas.
Beberapa hal yang mengarahkan diagnosis nodul tiroid jinak, antara lain:
Ada riwayat keluarga menderita penyakit autoimun (Hashimoto tiroiditis)
atau menderita nodul tiroid jinak.
Adanya disfungsi hormon tiroid (hipo atau hipertiroidisme)
Nodul yang disertai rasa nyeri
Nodul yang lunak dan mudah digerakkan
Struma multinodosa tanpa adanya nodul yang dominan
Gambaran kistik pada USG.
Beberapa hal yang mendukung kemungkinan kearah keganasan pada nodul tiroid,
yaitu :
Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 70 tahun
• Jenis kelamin laki-laki
• Disertai gejala–gejala disfagi atau distoni
• Adanya riwayat radiasi leher
• Adanya riwayat keluarga menderita karsinoma tiroid.
• Nodul yang padat, keras dan sulit digerakkan
• Adanya limfadenopati servikal
• Gambaran solid atau campuran pada USG.
Karsinoma tiroid
Karsinoma tiroid merupakan penyakit yang jarang ditemukan.Tumor ini
banyak mendapat perhatian dari kalangan medik, karena sering ditemukan pada
umur belasan tahun dan ukuran tumor yang relatif kecil, bahkan sering
tersembunyi atau sulit diraba walaupun sudah terjadi metastasis.
Karsinoma tiroid umumnya tergolong keganasan yang pertumbuhan dan
perjalanan penyakitnya lambat, serta morbiditas dan mortalitas yang rendah,
walau sebagian kecil ada yang tumbuh cepat dan sangat ganas dengan prognosis
43
yang buruk.Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi dokter untuk menentukan
secara cepat apakah nodul tersebut jinak atau ganas.
2. Hipertiroidisme
Definisi
Hipertiroid atau disebut juga tirotoksikosis merupakan suatu
ketidakseimbangan metabolism yang terjadi karena produksi yang berlebihan
hormone tiroid.
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Bentuk yang umum dari masalah ini
adalah penyakit graves,sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma ,
tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat,tiroditis
subkutan dan berbagai bentuk kanker tiroid
Hipertiroid adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang merupakan
akibat dari produksi hormon tiroid yang berlebihan
Klasifikasi
Goiter Toksik Difusa (Graves’ Disease)
Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan
tubuh dimana zat antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi
kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid terus menerus.
Graves’ disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria,
gejalanya dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun.
Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem
kekebalan tubuh, yaitu dimana zat antibodi menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.
Nodular Thyroid Disease
Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan
tidak disertai dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi
umumnya timbul seiring dengan bertambahnya usia.
Subacute Thyroiditis
44
Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan
mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah.
Umumnya gejala menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada
beberapa orang.
Postpartum Thyroiditis
Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama setelah melahirkan
dan terjadi selama 1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara
perlahan-lahan.
Etiologi
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu
penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk
menghasilkan hormon yang berlebihan.
Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
1. Toksisitas pada strauma multinudular
2. Adenoma folikular fungsional atau karsinoma (jarang)
3. Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)
4. Tumor sel benih, misal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan
mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)
5. Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato) yang keduanya dapat
berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal.
Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika.
Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai
tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-
lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat
beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel
meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15
kali lebih besar daripada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu
yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi
45
immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang
berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat
TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil
akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi
TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek
perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda
dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon
tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH
oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon
hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori
kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka
hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat
peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses
metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme
mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung
tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor
otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita
mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal
juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.
Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai
daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata
terdesak keluar
Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells)
dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang
berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata
dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan
inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan
otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia. Dermopati Graves (miksedema
pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam jaringan fibroblast didaerah
pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi glikosaminoglikans .
46
Patogenesis dan patofisiologi Grave’s disease
Hiperthiroidisme pada Grave’s diseas, disebabkan oleh adanya reaksi
auitoimun secara abnormal terhadap reseptor TSH. Munculnya autoimun itu, tidak
diketahui mekanismenya. Reaksi autoimun itu, disebabkan oleh autoantibodi :
Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI) – TSI merupakan IgG
yang akan berikatan dengan reseptor TSH kemudian menstimulasi
aktivitas adenylate cyclase sehingga terjadi peningkatan sekresi
hormon thyroid.
Thyroid Growth-Stimulating Immunoglobulin (TGI) – Ketika TGI
berikatan dengan reseptor TSH maka akan ada induksi terhadap
proliferasi epitel folikel thyroid dan menyebabkan hiperplasi.
TSH-Binding Inhibitor Immunoglobulin (TB-II) – TBII merupakan
inhibitor terhadap TSH. Ketika TBII berikatan dengan reseptor TSG
maka akan terjadi stimulasi terhadap aktivitas hormon thyroid.
Manifestasi Klinis
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang
usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak.
Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat.
Keluhan yang sering timbul antara lain adalah :
a. Peningkatan frekuensi denyut jantung
b. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap
katekolamin
c. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas,
intoleran terhadap panas, keringat berlebihan
d. Penurunan berat badan (tampak kurus), peningkatan rasa lapar (nafsu makan
baik)
e. Peningkatan frekuensi buang air besar
f. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
g. Gangguan reproduksi
h. Tidak tahan panas
i. Cepat letih
47
j. Tanda bruit
k. Haid sedikit dan tidak tetap
l. Mata melotot (exoptalmus).
Manifestasi klinis yang sering muncul pada Grave’s disease, adalah sebagai
berikut :
Hiperfungsi dari kelenjar Thyroid. Keadaan ini dikenal dengan kondisi
thyrotoxicosis, berupa peningkatan Basal Metabolism Rate (BMR) dan
aktivitas sistem saraf simpatis. Thyrotoxicosis itu akan memunculkan
manifestasi anxietas, tremor, takikardia, palpitasi, hiperrefleksi, tidak
tahan panas, bertambah nafsu makan, hipermotilitas usus, diare,
malabsorbsi, dan berkurangnya berat badan.
Infiltrative opthalmopathy dengan dengan akibat exopthalmus.
Infiltrative dermopathy dengan akibat pretibial myxerema.
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini:
1. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH
akan memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan
saraf pusat atau kelenjar tiroid.
2. TSH (Tiroid Stimulating Hormone)
3. Bebas T4 (tiroksin)
4. Bebas T3 (triiodotironin)
5. Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrasound untuk memastikan
pembesaran kelenjar tiroid
6. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
7. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan
hiperglikemia.
Untuk diagnosis tirotoksikosis telah dikenal indeks klinis Wayne yang
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti.
GEJALA SKOR TANDAADA
TIDAK ADA
48
Sesak nafas +1Pembesaran tiroid
+3 −3
Palpitasi +2Bruit pada tiroid
+2 −2
Mudah lelah +2 Eksophtalmus +2Senang hawa panas
−5Retraksi palpebra
+2
Senang hawa dingin
+5Palpebra terlambat
+4
Keringat berlebihan
+3 Hiperkinesis +2
Gugup +2Telapak tangan lembab
+1 −2
Nafsu makan naik
+3Nadi < 80x/menit
−3
Nafsu makan turun
−3Nadi > 90x/menit
+3 −2
Berat badan naik
−3 Fibrilasi atrial +4
Berat bedan turun
+1
Hasil score:
< 11 = eutiroid
11-18 = normal
> 19 = hipertiroid
Langkah penegakan diagnosa pada Grave’s disease
Penegakan diagnosa Grave’s disease diawali dengan anamnesis tentang
riwayat penyakit baik dirinya sendiri maupun keluarga (apakah dari keluarga ada
yang menderita, karena grave’s disese bersifat herediter), gejala-gejala/manifestasi
klinisnya serta test laboratorium. Takikardi, pada pasien tanpa kelainan jantung
adalah salah satu contoh manifestasi klinis yang dapat digunakan dalam
penegakkan diagnosa hipertiroidisme.
Exopthalmus juga merupakan gejala yang khas pada grave’s disease.
Meskipun begitu, pemeriksaan laboratorium tetap perlu dilakukan untuk lebih
menguatkan diagnosa. Pada pemeriksaan Lab ditujukan untuk mengetahui jumlah
hormone thyroid(pada grave’s disease akan ditemukan penurunan angka TSHs
49
serta kenaikan angka FT4 dan FT3). Scan atau radioactive image untuk
mengetahui struktur kelenjar thyroid apakah mengalami kelainan atau tidak.
Untuk lebih menguatkan diagnosa perlu dilakukan test darah untuk mengetahui
adanya TSAb (Thyroid Stimulating Antibodies). Pada penderita Grave’s disease
ditemukan TSAb.
Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada Graves
disease maupun tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik
pada Graves disease.Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan
apathetic hyperthyroid atau padaeksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis
dan laboratorium yang jelas.
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada Graves disease dan
hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada
hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan
normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin
(T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone
(TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan
sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.
Pada Graves disease , adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membrane
sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus
menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang
tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH
menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH
generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap
hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat
mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi
diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4).
50
Penatalaksanaan
Konservatif
Tata laksana penyakit Graves
Obat Anti-Tiroid.
Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien
mengalami gejala hipotiroidisme.
Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid seperti PTU atau
methimazol, yang diberikan paling sedikit selama 1 tahun. Obat-obat ini menyekat
sintesis dan pelepasan tiroksin.
Penyekat beta seperti propranolol diberikan bersamaan dengan obat-obat
antitiroid. Karena manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat dari pengaktifan
simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid, maka manifestasi klinis tersebut
akan berkurang dengan pemberian penyekat beta; penyekat beta manurunkan
takikardia, kegelisahan dan berkeringat yang berlebihan. Propranolol juga
menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triiodotironin. Indikasi :
1) Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien
muda dengan struma ringan – sedang dan tiroktosikosis
2) Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau
sesudah pengobatan yodium radioaktif
3) Persiapan tiroidektomi
4) Pasien hamil, usia lanjut
5) Krisis tiroid
Penyekat adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementara menunggu
pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol
dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8
minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala
dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat
anti tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih
memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan
dihentikan, dan dinilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1
tahun obat antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun
kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps.
51
Lama terapi dengan obat-obat antitiroid pada penyakit Graves cukup
bervariasi dan dapat berkisar dari 6 bulan sampai 20 tahun. Remisi yang
dipertahankan dapat diramalkan dengan karakteristik sebagai berikut:
1) Kelenjar tiroid kemabali normal ukurannya
2) Pasien dikontrol dengan obat antitiroid dosis yang relative kecil
3) TSH R Ab [stim] tidak lagi dideteksi dalam serum
4) Jika kelenjar tiroid kembali secara normal bisa disupresi setelah pemberian
liotironin.
Surgical
Radioaktif iodine
Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif,
kontraindikasi untuk anak-anak dan wanita hamil.
Tiroidektomi
Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang
membesar.
Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien
hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi
pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT
dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor,
hipertermia (sampai 1060F), dan apabila tidak diobati dapat menyebabkan
kematian.
Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves,
dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat
antitiroid. Hipertiroid yang terjadi pada anak-anak juga dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan.
52
3. Krisis Tiroid
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan
ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf,
dan sistem saluran cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan
kumpulan gejala akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan
atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat
berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis
tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap
tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis
yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan
operatif, infeksi, atau trauma.
Etiologi
Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular
toksik, nodul toksik, tiroiditis Hashimoto, tiroiditas deQuevain, karsinoma
tiroid folikular metastatik, dan tumor penghasil TSH. Etiologi yang paling
banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves (goiter difus
toksik). Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan
komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi
kelenjar tiroid selama operasi pada pasien hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat
terjadi sebelum, selama, atau sesudah operasi. Operasi umumnya hanya
direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit Graves dan strategi
terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid. Krisis tiroid
berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian.
Krisis tiroid juga dikaitkan dengan hipokalsemia berat. Seorang kasus
wanita berusia 30 tahun dengan krisis tiroid dan gangguan fungsi ginjal
menunjukkan adanya hipokalsemia. Hipokalsemia pada kasus tersebut telah
ada saat kreatinin serumnya masih normal. Kadar serum normal fragmen
ujung asam amino hormon paratiroid dalam keadaan hipokalsemia pada kasus
tersebut menunjukkan adanya gangguan fungsi paratiroid. Karena kadar serum
magnesiumnya normal dan tidak memiliki riwayat operasi tiroid ataupun
terapi radio-iodium, hipoparatiroidisme yang terjadi dianggap idiopatik. Kasus
53
ini adalah kasus ketujuh yang disebutkan di literatur tentang penyakit Grave
yang disertai hipoparatiroidisme idiopatik.
Krisis tiroid dilaporkan pula terjadi pada pasien nefritis interstisial. Kasus
seorang pria berusia 54 tahun yang telah diterapi dengan tiamazol (5 mg/hari)
menunjukkan kadar hormon tiroid yang meningkat tajam setelah dilakukan
eksodontia. Meskipun dosis tiamazol yang diresepkan dinaikkan setelah
eksodontia pada hari keempat, pria ini mengalami krisis tiroid pada hari ke-52
pasca eksodontia. Temuan laboratoris juga menunjukkan disfungsi ginjal
(kreatinin 1,8 mg/dL pada hari ke 37 pasca eksodontia). Kadar hormon tiroid
kembali dalam batas normal setelah tiroidektomi subtotal. Namun, kadar
serum kreatinin masih tetap tinggi. Pria ini kemudian didiagnosis dengan
nefritis interstisial berdasarkan hasil biopsi ginjal dan diterapi dengan
prednisolon 30 mg/hari. Kasus ini mewakili kejadian krisis tiroid yang terjadi
meskipun tiamazol ditingkatkan dosisnya setelah eksodontia. Tampak bahwa
nefritis interstisial sebagaimana pula eksodontia merupakan faktor yang dapat
meningkatkan fungsi tiroid. Setelah buruknya respon terhadap obat anti-tiroid,
penting untuk mencegah krisis tiroid dengan menentukan faktor-faktor ini dan
pengobatan yang sesuai.
Patofisiologi
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing
hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk
menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang
memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini
menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi
terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine
(T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat
dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding
globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi
dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon
tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar
pituitari anterior.
54
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya
tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang
diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase,
simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang
merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid
dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan
berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid.
Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin
(Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang
diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain
itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan
pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam
merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang
melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari
tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid
yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid
(dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon
tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini
sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan
kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan
reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan
reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun
norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori
berikut ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid
dilaporkan memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien
dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total
tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang
muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin
merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid
meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menambah efek
55
katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan
munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin,
mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar
plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak
menjelaskan mengapa beta-blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid
pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat
patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat
terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar
hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat
ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat
pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine
(RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi
jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada
keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai
akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.
Gambaran klinis
Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-
gejala seperti iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan
berat badan sangat turun, keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi
sekolah yang menurun akibat penurunan rentang perhatian. Riwayat penyakit
sekarang yang umum dikeluhkan oleh pasien adalah demam, berkeringat
banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan berat badan. Keluhan saluran
cerna yang sering diutarakan oleh pasien adalah mual, muntah, diare, nyeri
perut, dan jaundice. Sedangkan keluhan neurologik mencakup gejala-gejala
ansietas (paling banyak pada remaja tua), perubahan perilaku, kejang dan
koma.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten
melebihi 38,5oC. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga
melebihi 41oC dan keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang
ditemukan antara lain hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau
hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak
56
bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia
(paling banyak supraventrikular, seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi
ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik mencakup
agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien, tremor,
kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan
goiter.
Selain kasus tipikal seperti digambarkan di atas, ada satu laporan kasus
seorang pasien dengan gambaran klinis yang atipik (normotermi dan
normotensif) yang disertai oleh sindroma disfungsi organ yang multipel,
seperti asidosis laktat dan disfungsi hati, dimana keduanya merupakan
komplikasi yang sangat jarang terjadi. Kasus ini menunjukkan bahwa kedua
sistem organ ini terlibat dalam krisis tiroid dan penting untuk mengenali
gambaran atipik ini pada kasus-kasus krisis tiroid yang dihadapi.
Gambaran laboratoris
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada
gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid,
terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan
laboratorium atas tirotoksikosis. Pada pemeriksaan status tiroid, biasanya akan
ditemukan konsisten dengan keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat hanya
jika pasien belum terdiagnosis sebelumnya. Hasil pemeriksaan mungkin tidak
akan didapat dengan cepat dan biasanya tidak membantu untuk penanganan
segera. Temuan biasanya mencakup peningkatan kadar T3, T4 dan bentuk
bebasnya, peningkatan uptake resin T3, penurunan kadar TSH, dan
peningkatan uptake iodium 24 jam.
Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi
hal ini jarang terjadi. Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang
tidak spesifik, seperti peningkatan kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH,
kreatinin kinase, alkali fosfatase, dan bilirubin. Pada analisis gas darah,
pengukuran kadar gas darah maupun elektrolit dan urinalisis dilakukan untuk
menilai dan memonitor penanganan jangka pendek.
57
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan krisis tiroid perlu proses dalam beberapa langkah.
Idealnya, terapi yang diberikan harus menghambat sintesis, sekresi, dan aksi
perifer hormon tiroid. Penanganan suportif yang agresif dilakukan kemudian
untuk menstabilkan homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi organ.
Pemeriksaan tambahan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi
faktor pencetusnya yang kemudian diikuti oleh pengobatan definitif untuk
mencegah kekambuhan. Krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang
memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus.
Penatalaksanaan: Menghambat Sintesis Hormon Tiroid
Senyawa anti-tiroid seperti propylthiouracil (PTU) dan methimazole
(MMI) digunakan untuk menghambat sintesis hormon tiroid. PTU juga
menghambat konversi T4 menjadi T3 di sirkulasi perifer dan lebih disukai
daripada MMI pada kasus-kasus krisis tiroid. Sedangkan MMI merupakan
agen farmakoogik yang umum digunakan pada keadaan hipertiroidisme.
Keduanya menghambat inkorporasi iodium ke TBG dalam waktu satu jam
setelah diminum.
Riwayat hepatotoksisitas atau agranulositosis dari terapi tioamida
sebelumnya merupakan kontraindikasi kedua obat tersebut. PTU diindikasikan
untun hipertiroidisme yang disebabkab oleh penyakit Graves. Laporan
penelitian yang mendukungnya menunjukkan adanya peningkatan risiko
terjadinya toksisitas hati atas penggunaan PTU dibandingkan dengan
metimazol. Kerusakan hati serius telah ditemukan pada penggunaan
metimazol pada lima kasus (tiga diantaranya meninggal).
PTU sekarang dipertimbangkan sebagai terapi obat lini kedua kecuali
pada pasien yang alergi atau intoleran terhadap metimazol atau untuk wanita
dengan kehamilan trimester pertama. Penggunaan metimazol selama
kehamilan dilaporkan menyebabkan embriopati, termasuk aplasia kutis,
meskipun merupakan kasus yang jarang ditemui.
Awasi secara ketat terapi PTU atas kemungkinan timbulnya gejala dan
tanda kerusakan hati, terutama selama 6 bulan pertama setelah terapi dimulai.
Untuk suspek kerusakan hati, hentikan bertahap terapi PTU dan uji kembali
58
hasil pemeriksaan kerusakan hati dan berikan perawatan suportif. PTU tidak
boleh digunakan pada pasien anak kecuali pasien alergi atau intoleran
terhadap metimazol dan tidak ada lagi pilihan obat lain yang tersedia. Berikan
edukasi pada pasien agar menghubungi dokter jika terjadi gejala-gejala
berikut: kelelahan, kelemahan, nyeri perut, hilang nafsu makan, gatal, atau
menguningnya mata maupun kulit pasien.
Penatalaksanaan: Menghambat Sekresi Hormon Tiroid
Setelah terapi anti-tiroid dimulai, hormon yang telah dilepaskan dapat
dihambat dengan sejumlah besar dosis iodium yang menurunkan uptake
iodium di kelenjar tiroid. Cairan lugol atau cairan jenuh kalium iodida dapat
digunakan untuk tujuan ini. Terapi iodium harus diberikan setelah sekitar satu
jam setelah pemberian PTU atau MMI. Perlu diketahui bahwa iodium yang
digunakan secara tunggal akan membantu meningkatkan cadangan hormon
tiroid dan dapat semakin meningkatkan status tirotoksik. Bahan kontras yang
teiodinasi untuk keperluan radiografi, yaitu natrium ipodat, dapat diberikan
untuk keperluan iodium dan untuk menghambat konversi T4 menjadi T3 di
sirkulasi perifer. Kalium iodida dapat menurunkan aliran darah ke kelenjar
tiroid dan hanya digunakan sebelum operasi pada tirotoksikosis.
Pasien yang intoleran terhadap iodium dapat diobati dengan litium yang
juga mengganggu pelepasan hormon tiroid. Pasien yang tidak dapat
menggunakan PTU atau MMI juga dapat diobati dengan litium karena
penggunaan iodium tunggal dapat diperdebatkan. Litium menghambat
pelepasan hormon tiroid melalui pemberiannya. Plasmaferesis, pertukaran
plasma, transfusi tukar dengan dialisis peritoneal, dan perfusi plasma charcoal
adalah teknik lain yang digunakan untuk menghilangkan hormon yang
berlebih di sirkulasi darah. Namun, sekarang teknik-teknik ini hanya
digunakan pada pasien yang tidak merespon terhadap penanganan lini awal.
Preparat intravena natrium iodida (diberikan 1 g dengan infus pelan per 8-12
jam) telah ditarik dari pasaran.
Penatalaksanaan: Menghambat Aksi Perifer Hormon Tiroid
Propranolol adalah obat pilihan untuk melawan aksi perifer hormon
tiroid. Propranolol menghambat reseptor beta-adrenergik dan mencegah
59
konversi T4 menjadi T3. Obat ini menimbulkan perubahan dramatis pada
manifestasi klinis dan efektif dalam mengurangi gejala. Namun, propranolol
menghasilkan respon klinis yang diinginkan pada krisis tiroid hanya pada
dosis yang besar. Pemberian secara intravena memerlukan pengawasan
berkesinambungan terhadap irama jantung pasien.
Sekarang, esmolol merupakan agen beta-blocker aksi ultra-cepat yang
berhasil digunakan pada krisis tiroid. Agen-agen beta-blocker non-selektif,
seperti propranolol maupun esmolol, tidak dapat digunakan pada pasien
dengan gagal jantung kongestif, bronkospasme, atau riwayat asma. Untuk
kasus-kasus ini, dapat digunakan obat-obat seperti guanetidin atau reserpin.
Pengobatan dengan reserpin berhasil pada kasus-kasus krisis tiroid yang
resisten terhadap dosis besar propranolol. Namun, guanetidin dan reserpin
tidak dapat digunakan pada dalam keadaan kolaps kardiovaskular atau syok.
Penatalaksanaan: Penanganan Suportif
Terapi cairan dan elektrolit yang agresif diperlukan untuk mengatasi
dehidrasi dan hipotensi. Keadaan hipermetabolik yang berlebihan dengan
peningkatan transit usus dan takipnu akan membawa pada kehilangan cairan
yang cukup bermakna. Kebutuhan cairan dapat meningkat menjadi 3-5 L per
hari. Dengan demikian, pengawasan invasif disarankan pada pasien-pasien
lanjut usia dan dengan gagal jantung kongestif. Agen yang meningkatkan
tekanan darah dapat digunakan saat hipotensi menetap setelah penggantian
cairan yang adekuat. Berikan pulan cairan intravena yang mengandung
glukosa untuk mendukung kebutuhan gizi. Multivitamin, terutama vitamin B1,
dapat ditambahkan untuk mencegah ensefalopati Wernicke. Hipertermia
diatasi melalui aksi sentral dan perifer.
Asetaminofen merupakan obat pilihan untuk hal tersebut karena aspirin
dapat menggantikan hormon tiroid untuk terikat pada reseptornya dan malah
meningkatkan beratnya krisis tiroid. Spons yang dingin, es, dan alkohol dapat
digunakan untuk menyerap panas secara perifer. Oksigen yang dihumidifikasi
dingin disarankan untuk pasien ini.
Penggunaan glukokortikoid pada krisis tiroid dikaitkan dengan peningkatan
angka harapan hidup. Awalnya, glukokortikoid digunakan untuk mengobati
60
kemungkinan insufisiensi relatif akibat percepatan produksi dan degradasi
pada saat status hipermetabolik berlangsung. Namun, pasien mungkin
mengalami defisiensi autoimun tipe 2 dimana penyakit Graves disertai oleh
insufisiensi adrenal absolut. Glukokortikoid dapat menurunkanuptake iodium
dan titer antibodi yang terstimulasi oleh hormon tiroid disertai stabilisasi
anyaman vaskuler. Sebagai tambahan, deksametason dan hidrokortison dapat
memiliki efek menghambat konversi T4 menjadi T3. Dengan demikian, dosis
glukokortikoid, seperti deksametason dan hidrokortison, sekarang rutin
diberikan.
Meskipun seringkali muncul pada pasien lanjut usia, dekompensasi
jantung juga dapat muncul pada pasien yang muda dan bahkan pada pasien
tanpa penyakit jantung sebelumnya. Pemberian digitalis diperlukan untuk
mengendalikan laju ventrikel pada pasien dengan fibrilasi atrium. Obat-obat
anti-koagulasi mungkin diperlukan untuk fibrilasi atrium dan dapat diberikan
jika tidak ada kontraindikasi. Digoksin dapat digunakan pada dosis yang lebih
besar daripada dosis yang digunakan pada kondisi lain. Awasi secara ketat
kadar digoksin untuk mencegah keracunan. Seiring membaiknya keadaan
pasien, dosis digoksin dapat mulai diturunkan. Gagal jantung kongestif
muncul sebagai akibat gangguan kontraktilitas miokardium dan mungkin
memerlukan pengawasan dengan kateter Swan-Ganz.
Keadaan hiperadrenergik telah dilaporkan pada pasien hipertiroid.
Hilangnya tonus vagal selama tirotoksikosis dapat memicu iskemia miokardial
transien dan pengawasan jangka panjang elektrokardiogram (EKG) dapat
meningkatkan deteksi takiaritmia dan iskemia miokardial tersebut. Blokade
saluran kalsium mungkin merupakan terapi yang lebih cocok dengan melawan
efek agonis kalsium yang terkait hormon tiroid pada miokardium dan
memperbaiki ketidakseimbangan simpatovagal.
Penatalaksanaan: Efek Samping
Efek samping PTU yang pernah dilaporkan adalah perdarahan atau gusi
mudah berdarah, kerusakan hati (anoreksia, pruritus, nyeri perut kanan atas,
peningkatan kadar transaminase hingga tiga kali nilai normal), infeksi (terjadi
akibat agranulositosis), pruritus hingga dermatitis eksfoliatif, vaskulitis
61
maupun ulkus oral vaskulitik, dan pioderma gangrenosum. Meskipun
termasuk rekomendasi D, beberapa pendapat ahli masih merekomendasikan
bahwa obat ini harus tetap dipertimbangkan sebagai lini pertama terapi
penyakit Graves selama kehamilan. Risiko kerusakan hati serius, seperti gagal
hati dan kematian, telah dilaporkan pada dewasa dan anak, terutama selama
enam bulan pertama terapi.
Agranulositosis adalah efek samping yang jarang terjadi pada
penggunaan obat anti-tiroid dan merupakan etiologi atas infeksi yang didapat
dari komunitas dan mengancam jiwa pasien yang menggunakan obat-obat ini.
Manifestasi klinis yang sering muncul adalah demam (92%) dan sakit
tenggorokan (85%). Diagnosis klinis awal biasanya adalah faringitis akut
(46%), tonsilitis akut (38%), pneumonia (15%) dan infeksi saluran kencing
(8%). Kultur darah positif untuk Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, Capnocytophaga species.
Kematian disebabkan oleh infeksi yang tidak terkendali, krisis tiroid dan
gagal organ yang multipel. Basil Gram negatif, seperti Klebsiella pneumoniae
dan P. aeruginosa, merupakan patogen yang paling sering ditemui pada isolat
klinis. Antibiotik spektrum luas dengan aktifitas anti-pseudomonas harus
diberikan pada pasien dengan agranulositosis yang disebabkan oleh obat anti-
tiroid yang menampilkan manifestasi klinis infeksi yang berat.
Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain
hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada
tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia akibat
oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan
curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot
proksimal. Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid
yang jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun
yang mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan
pemeriksaan sampel darah sebelumnya.
Hal yang mengejutkan adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL
dan kadar asam laktat meningkat hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika
62
krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan normotermi hipoglikemik dan
asidosis laktat, perlu dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis
tiroid lebih dini karena kondisi ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan.
Penting pula untuk menerapkan prinsip-prinsip standar dalam penanganan
kasus krisis tiroid yang atipik.
Prognosis
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian
keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi
terdapat laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor
pencetus atau penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan
diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan
baik.
Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat
setelah diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya
setelah dilakukan blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis
tiroid setelah terapi RAI untuk hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian
obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari sebelum pemberian RAI dan
ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan sejumlah besar hormon
tiroid dari folikel yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri. Karena kadar
hormon tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya,
banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid
merupakan penyebab utama krisis tiroid.
Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-tiroid (termasuk
metimazol) hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai kembali
obat dalam 3 hari setelahnya. Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih
dini setelah terapi RAI dapat menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan
dosis kedua. Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid sebelum
prosedur operatif dilakukan pada pasien yang berisiko mengalami
hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-Albright).
63
4. Regulasi Hormonal pada Kelenjar Tiroid
A. Sintesis
Bahan Baku Yodium
Untuk membuat tiroksin dalam jumlah normal, setiap tahunnya
dibutuhkan 50 mg yodium yang ditelan dalam bentuk iodida. Setelah
ditelan per oral, iodida akan diabsorpsi dari saluran cerna ke dalam
darah. Seperlima dari iodida yang beredar di darah akan digunakan
oleh kelenjar tiroid sebagai bahan baku.
Pompa Iodida (Trapping)
Tahap pertama pembuatan hormon tiroid dimulai disini, yakni
pengangkutan iodida dari darah ke dalam sel-sel dan folikel kelenjar
tiroid. Iodida akan dipompakan secara aktif oleh membran basal sel
tiroid, kemampuan ini disebut iodide trapping. Pada keadaan normal,
kelenjar tiroid (pompa iodida) dapat memekatkan iodida 30 kali dari
konsentrasinya di dalam darah. Jika pompa menjadi sangat aktif,
tingkat kepekatan dapat meningkat menjadi 250 kali lipat. Faktor-
faktor yang berperan pada kecepatantrapping antara lain TSH
(menaikkan kerja) dan hipofisektomi (mengurangi aktivitas pompa
iodida).
Proses Kimia Pembentukan Tiroksin dan Triiodotironin
Sekresi Tiroglobulin. Retikulum endoplasma dan aparatus Golgi
mensintesis dan menyekresi molekul glikoprotein besar yang
disebut tiroglobulin, dengan berat molekul 335.000, ke dalam folikel.
Setiap molekul tiroglobulin mengandung 70 asam amino tirosin, dan
tiroglobulin merupakan substrat utama yang bergabung dengan iodida
untuk membentuk hormon tiroid. Hormon tiroksin dan triiodotironin
dibentuk dari asam amino tirosin, yang merupakan sisa bagian dari
molekul tiroglobulin selama sintesis hormon tiroid.
Oksidasi Ion Iodida. Awalnya, ion yodium berbentuk nascent
iodine (Io) atau I3-. Bentuk ion ini harus dioksidasi agar bisa berikatan
dengan asam amino tirosin. Proses oksidasi yodium tersebut
ditingkatkan oleh enzim peroksidase dan penyertanya hidrogen
64
peroksidase. Enzim peroksidase terletak di bagian apikal membran sel
atau melekat pada membran sel, sehinga menempatkan yodium yang
teroksidasi tadi di dalam sel tepat pada molekul tiroglobulin mula-
mula dikeluarkan dari alat golgi dan melalui membran sel masuk ke
dalam tempat penyimpanan koloid kelenjar tiroid.
Iodinasi Tirosin, ‘Organifikasi’ Tiroglobulin. Pengikatan iodium
dengan molekul tiroglobulin disebut organifikasi tiroglobulin. Iodium
yang sudah teroksidasi akan berikatan langsung, meskipun sangat
lambat, dengan asam amino tirosin. Di dalam sel-sel tiroid, iodium
yang teroksidasi itu berasosiasi dengan enzim iodinase yang
menyebabkan proses di atas dapat berlangsung selama beberapa detik
hingga menit. Dengan kecepatan yang sama dengan pelpasan
tiroglobulin dari aparatus Golgi, iodium akan berikatan dengan
seperenam bagian dari asam amino tirosin yang ada pada molekul
tiroglobulin.
Tirosin mula-mula diiodisasi menjadi monoiodotirosin dan
selanjutnya menadi diiodotirosin. Selama beberapa hari berikutnya,
makin banyak sisa diiodotirosin yang saling bergandengan (coupling)
satu sama lainnya. Reaksi ini disebut coupling reaction.
Hasil penggabungan satu molekul monoiodotirosin dengan satu
molekul diiodotirosin membentuk 3,5,3’-Triiodotironin (T3).
Sementara, jika dua diiodotirosin bergabung,
terbentuklah Tiroksin (T4). 93% dari hormon tiroid yang diproduksi
adalah tiroksin, 7% lainnya adalah triiodotironin. Namun, di jaringan,
tiroksin akan dideionisasi menjadi triiodotironin, yakni hormon tiroid
utama yang dipakai jaringan (35 mikrogram digunakan per harinya).
Kira-kira hanya ¼ dari total hasil iodinasi tiroglobulin yang
menjadi tiroksin dan triiodotironin, selebihnya tetap menjadi
diiodotirosin dan monoiodotirosin.
Penyimpanan Tiroglobulin. Sesudah hormon tiroid disintesis,
setiap molekul tiroglobulin mengandung 30 molekul tiroksin, dan
rata-rata terdapat sedikit molekul triiodotironin. Hormon tiroid
65
disimpan di dalam folikel dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan
tubuh 2 hingga 3 bulan ke depan.
Proses Sintesis Hormon Tiroid
Pelepasan Tiroksin dan Triiodotironin
Tiroksin dan triiodotironin harus dipecah terlebih dahulu dari
molekul tiroglobulin sebelum diedarkan ke sistem sirkulasi tubuh.
Awalnya, permukaan apikal sel-sel tiroid menjulurkan pseudopodia
mengelilingi sebagian kecil koloid, sehingga terbentuk vesikel
pinositik. Vesikel ini masuk ke dalam apeks sel tiroid, kemudian
bergabung dengan lisosom sel untuk mendigestikan molekul-molekul
tiroglobulin menggunakan enzim protease. Protease tersebut akan
melepaskan tiroksin dan triiodotironin menjadi bentuk bebas.
Selanjutnya, kedua hormon tersebut berdifusi melalui bagian basal
sel-sel tiroid ke pembuluh kapiler di sekelilingnya.
Diiodotirosin dan monoiodotirosin yang masih terikat pada
molekul tiroglobulin tetap didigesti dengan enzim deiodinase,
sehingga iodin yang menempel pada mereka dilepaskan ke sel. Iodin
66
yang dilepaskan ini menjadi bahan baku tambahan bagi sel untuk
membuat hormon baru.
Pengangkutan ke Jaringan
- Protein Plasma. 99% hormon tiroid berikatan dengan protein
plasma yang disintesis hati. Hormon-hormon tersebut terutama
berikatan dengan globulin pengikat-tiroksin (TBG), namun ada
juga yang berikatan dengan albumin serta prealbumin pengikat-
tiroksin (TBP).
- Jaringan. Protein plasma memiliki afinitas yang sangat tinggi
terhadap hormon tiroid. Akibatnya, hormon tiroid, khususnya
tiroksin, sangat lambat dilepas ke jaringan. Setiap enam hari,
setengah dari jumlah tiroksin di darah dilepaskan ke jaringan,
sementara triiodotironin cukup dalam 1 hari saja. Sewaktu
memasuki sel, hormon tiroid berikatan dengan protein intrasel,
tiroksin sekali lagi berikatan lebih kuat daripada triiodotironin.
Hormon-hormon di atas memiliki onset yang lambat dan masa
kerja yang lama. Setelah penyuntikan dosis besar tiroksin, misalnya,
efek metabolisme belum muncul dalam 2-3 hari pertama. Namun,
ketika tiroksin sudah beraktivitas, akan terjadi progresivitas yang
sangat tinggi, dan mencapai puncak hingga 10-12 hari. Aktivitas
hormon kemudian akan menurun setelah 15 hari, namun tetap
bertahan selama kira-kira 1,5-2 bulan.
Triiodotironin lebih cepat berespon dibanding tirosin, dengan periode
laten 6-12 jam pertama penyuntikan. Aktivitas selular maksimum
akan didapatkan pada 2-3 hari. Periode laten ini terjadi akibat ikatan
yang kuat antara hormon dengan protein intrasel
67
B. Mekanisme
Sekresi hormon tiroid melalui beberapa mekanisme, dan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu :
1) TSH (Tiroid Stimulating Hormon)
TSH dari hipofisis anterior meningkatkan sekresi tiroid. Efeknya
antara lain meningkatkan proteolisis tiroglobulin, meningkatkan aktivitas
pompa yodium, meningkatkan iodinasi tirosin, meningkatkan ukuran dan
aktivitas sekretorik sel-sel tiroid, serta meningkatkan jumlah sel-sel tiroid.
Namun, efek awal yang paling penting adalah proteolisis tiroglobulin,
sehingga, dengan dilepaskannya TSH, akan dilepaskan pula tiroksin dan
triiodotironin ke aliran darah. Efek ini perlu waktu berjam-jam hingga
berhari-hari.
2) Siklik Adenosin Monofosfat (cAMP).
cAMP berfungsi sebagai caraka kedua dalam efek perangsangan TSH.
Efek dari sistem cAMP ini adalah bervariasinya respons sel-sel tiroid yang
ditangsang TSH. Awalnya, terjadi pengikatan TSH dengan reseptor spesifik
TSH di basal membran sel. Ikatan ini mengaktifkan adenilil siklase yang
meningkatkan pembentukan cAMP. Molekul tersebut kemudian
mengaktifkan protein kinase yang digunakan untuk fosforilasi di seluruh sel.
3) Pengaturan Sekresi TSH.
Sekresi TSH diatur oleh hipotalamus, yaitu sekresi neurohormon TRH
(Thyrotrophin Releasing Hormone). TRH adalah amida tripeptida yang
mempengaruhi kelenjar hipofisis anterior untuk mengeluarkan TSH. Harus
ada aliran darah porta yang menghubungkan hipotalamus dengan hipofisis,
jika tidak, TRH tidak bisa sampai ke hipofisis untuk merangsang
pengeluaran TSH.
Awalnya, terjadi pengikatan TRH di dalam membran hipofisis. Ikatan
ini mengaktifkan sistem caraka kedua fosfolipase di hipofisis, sehingga
terbentuk fosfolipase C, diikuti dengan produksi caraka kedua lain seperti
ion kalsium dan diasil gliserol.
68
4) Efek Umpan Balik.
Umpan balik negatif untuk kontrol sekresi TSH adalah adanya
peningkatan konsentrasi hormon tiroid di cairan tubuh. Bila kecepatan
sekresi tiroid meningkat hingga 1,75 kali normal, kecepatan TSH dapat
menurun hingga nol. Meskipun hipofisis anterior dipisahkan dari
hipotalamus, efek umpan balik negatif tetap bekerja. Sehingga, selain
berpengaruh terhadap sekresi TRH pada hipotalamus, efek umpan balik
negatif juga diperkirakan bekerja langsung ke hipofisis anterior.
C. Cara Kerja
Hormon tiroid memiliki fungsi yang berbeda pada target organ yang
berbeda, dengan mekanisme sebagai berikut :
1) Efek Metabolik Hormon Tiroid
Efek metabolik dari hormon tiroid antara lain :
a) Termoregulasi
b) Metabolisme Protein
Dalam dosis fisiologis bersifat anabolik, sedangkan dalam dosis besar
bersifat katabolik.
c) Metabolisme Karbohidrat
Bersifat diabeto-genik , karena resorpsi intestinal meningkat, sehingga
cadangan glikogen hati menipis.
d) Metabolisme Lipid
Meski T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi
kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga
pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah.
e) Vitamin A
Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid.
2) Efek Fisiologik Hormon Tiroid
Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan
suatu lag time berjam-jam atau berhari-hari untuk mencapai efek yang
penuh. Aksi genomik ini menimbulkan sejumlah efek, termasuk efek pada
69
pertumbuhan jaringan, pematangan otak, dan peningkatan produksi panas
dan konsumsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh peningkatan aktivitas
dari Na+-K+ ATPase, produksi dari reseptor beta-adrenergik yang
meningkat. Sejumlah aksi dari T3 tidak genomik, seperti penurunan dari
deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor glukosa dan
asam amino. Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut
ini.
a) Efek pada Perkembangan Janin
Sistem TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin
manusia sekitar 11 minggu. Sebelum saat ini, tiroid janin tidak
mengkonsentrasikan I. Karena kandungan plasenta yang tinggi dari
deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar T3 dan T4 maternal diinaktivasi dalam
plasenta, dan sangat sedikit sekali hormon bebas mencapai sirkulasi janin.
Dengan demikian, janin sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya
sendiri. Walaupun sejumlah pertumbuhan janin terjadi tanpa adanya sekresi
hormon tiroid janin, perkembangan otak dan pematangan skeletal jelas
terganggu, menimbulkan kretinisme (retardasi mental dan dwarfisme/cebol).
b) Pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan
Radikal Bebas
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui
stimulasi Na+-K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan
testis. Hal ini berperan pada peningkatan kecepatan metabolisme basal
(keseluruhan konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan kepekaan
terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon tiroid juga menurunkan kadar
dismutase superoksida, menimbulkan peningkatan pembentukan radikal
bebas anion superoksida. Hal ini dapat berperan pada timbulnya efek
mengganggu dari hipertiroidisme kronik.
c) Efek Kardiovaskular
T3 merangsang transkripsi dari rantai berat β miosin dan menghambat
rantai berat β miosin, memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga
meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik,
70
meningkatkan kontraksi diastolik jantung; mengubah isoform dari gen Na+ -
K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor adrenergik-beta dan
konsentrasi protein G. Dengan demikian, hormon tiroid mempunyai efek
inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap jantung. Hal ini merupakan
penyebab dari keluaran jantung dan peningkatan nadi yang nyata pada
hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme.
d) Efek Simpatik
Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor
adrenergik-beta dalam otot jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan
limfosit. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial. Di
samping itu; mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin pada tempat
pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap katekolamin meningkat
dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat
adrenergik-beta dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardia
dan aritmia.
e) Efek Pulmonar
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne
normal pada pusat pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi
hipoventilasi, kadangkadang memerlukan ventilasi bantuan.
f) Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme
menyebabkan peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan
eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak meningkat karena
hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon tiroid
meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan
peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2
kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada hipotiroidisme.
g) Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan
peningkatan motilitas dan diare pada hipertiroidisme dan memperlambat
transit usus serta konstipasi pada hipotiroidisme. Hal ini juga menyumbang
71
pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada hipotiroidisme dan
pertambahan berat pada hipotiroidisme.
h) Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang,
meningkatkan resorpsi tulang, dan hingga tingkat yang lebih kecil,
pembentukan tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan
osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat, hiperkalsemia sedang,
hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan hubungan-
silang pyridinium.
i) Efek Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak
protein struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian
protein dan kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat berkaitan
dengan kreatinuria sontan. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan
kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperefleksia atau
hipertiroidisme-atau sebaliknya pada hipotiroidisme. Hormon tiroid penting
untuk perkembangan dan fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan
hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta kelambanan pada hipotiroidisme
dapat mencolok.
j) Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat
Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis
hati demikian pula absorpsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme
akan mengeksaserbasi diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi
kolesterol keduanya meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini
sebagian besar disebabkan oleh suatu peningkatan dari reseptor low-density
lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas
tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak
dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol meningkat pada hipotiroidisme.
k) Efek Endokrin
Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak
hormon dan obat-obatan farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari
kortisol adalah sekitar 100 menit pada orang normal, sekitar 50 menit pada
72
pasien hipertiroid, sekitar 150 menit pada pasien hipotiroid. Kecepatan
produksi kortisol akan meningkat pada pasien hipertiroid; dengan fungsi
adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar hormon sirkulasi
yang normal. Namun, pada seorang pasien dengan insufisiensi adrenal,
timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari hipotiroidisme
dapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal. Ovulasi dapat terganggu
pada hipertiroidisme maupun hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas, yang
dapat dikoreksi dengan pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin serum
meningkat sekitar 40% pada pasien dengan hipotiroidisme, kemungkinan
suatu manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini akan kembali
normal dengan terapi T4.
73
VI. Kerangka Konsep
74
Keberadaan TSab
Overstimulasi kelenjar tiroid
Pengurangan kadar T4Struma Diffusa
Produksi panas meningkat
Peningkatan peristaltik usus
Penurunan kadar TSH
Epinefrin meningkat
Peningkatan deposit glukosaminoglikan pada retroorbita
Gugup, cemas, sulit tidur, terburu-buru
Berdebar-debar
Diare
Eksopthalmos
TD , RR , HR
Graves Disease
Oral Hygiene yang buruk
Infeksi
Peningkatan IL2 & TNF alfa
Sakit Tenggoro
Batuk Pilek
Demam
Faring hiperemis
Melepaskan T4 dari TBG
Krisis TiroidMeningkatkan kadar T4 bebas
Delirium
VII. Kesimpulan
Nn. L, 22 tahun mengalami penurunan kesadaran akibat krisis tiroid
sebagai komplikasi hipertiroidisme yang disebabkan oleh Grave Disease yang
dicetuskan oleh infeksi
75
Daftar Pustaka
Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Edisi 9). Jakarta : EGC.
Hamdan, H. 2013. (Online, http://hamdan-hariawan-fkp13.web.unair.ac.id/artikel_detail-88249askep%20endokrinaskep%20krisis%20tiroid.html, diakses pada 2 Januari 2014).
Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira edisi 12. Jakarta : EGC.
Misra M, Singhal A, Campbell D. Thyroid storm. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/394932-print.
Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Schraga ED. Hyperthyroidism , thyroid storm , and Graves disease. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/324556-print.
Tim Penyusuan Panduan Skill Lab Blok 3.1. 2011. PENUNTUN SKILLS LAB, Edisi Ke-1. Padang : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas [Online] (diakes dalam http://repository.unand.ac.id/15476/4/Penuntun_Skill_Lab_3.pdf pada 1 Januari 2014)
76