skenario c blok 14 tahun 2013-2014

118
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14 TAHUN 2013/2014 Disusun oleh: Kelompok L9 Rolando Agustian 04121001010 Kms. Virhan Dwi Firondy 04121001011 Silmi Kaffah 04121001012 Rahmat Darmawantoro 04121001075 Yudi Kartasasmita 04121001076 Intan Chairrany 04121001078 Muhammad Arief R.H. 04121001090 Khairunnisa 04121001091 Sarah Amalia 04111001093

Upload: rahmat-darmawantoro

Post on 26-Dec-2015

113 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO C BLOK 14 TAHUN 2013/2014

Disusun oleh: Kelompok L9

Rolando Agustian 04121001010

Kms. Virhan Dwi Firondy 04121001011

Silmi Kaffah 04121001012

Rahmat Darmawantoro 04121001075

Yudi Kartasasmita 04121001076

Intan Chairrany 04121001078

Muhammad Arief R.H. 04121001090

Khairunnisa 04121001091

Sarah Amalia 04111001093

Renita Agustina 04121001095

Wahyu Arfina J 04121001099

Albert Leonard Kosasih 04121001108

Achmad Reza K 04121001131

Maureen Grace Rotua 04121001138

Shelia Desri Wulandari 04121001142

Tutor : dr. Chani

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013/2014

Page 2: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena

atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya laporan tutorial ini dapat terselesaikan sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan.

Laporan ini merupakan tugas hasil kegiatan tutorial Skenario C Blok 14

pendidikan dokter umum fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya tahun ajaran

2013/2014. Di sini kami membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara

kelompok berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi

masalah, menganalisis masalah, meninjau ulang, menyusun keterkaitan antar

masalah, mengidentifikasi topik pembelajaran, menyusun kerangka konsep, dan

membuat sebuah kesimpulan.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha

Esa, orang tua, dr. Chani, sebagai tutor dan anggota kelompok yang telah

mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami

mengakui dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh

karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari

pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga

laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Palembang, Januari 2014

Penulis

2

Page 3: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................................ii

Daftar Isi ........................................................................................................................iii

Kelompok ……………………………………………………………………............... 4

I. Skenario............................................................................................................5

II. Klarifikasi Istilah..............................................................................................5

III. Identifikasi Masalah..........................................................................................6

IV. Analisis Masalah...............................................................................................7

V. Sintesis..............................................................................................................34

VI. Kerangka Konsep..............................................................................................74

VII. Kesimpulan.......................................................................................................75

Daftar Pustaka........................................................................................................................76

3

Page 4: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Tutorial Skenario C Blok 14 Tahun 2013/2014

Petugas Kelompok

Tutor : dr. Chani

Moderator : Yudi Kartasasmita

Sekretaris : Sarah Amalia

Anggota : Rolando Agustian

Kms. Virhan Dwi Firondy

Silmi Kaffah

Rahmat Darmawantoro

Intan Chairrany

Muhammad Arief R.H.

Khairunnisa

Renita Agustina

Wahyu Arfina J

Albert Leonard Kosasih

Achmad Reza K

Maureen Grace Rotua

Shelia Desri Wulandari

4

Page 5: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

I. Skenario C Blok 14 Tahun 2013/2014

Nn. L, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta, diantar

ke IGD sebuah RS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Dari

aloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami deman tinggi, batuk

pilek dan sakit tenggorokan. Pasien juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4

kali/hari, tanpa disertai darah dan lendir. Dalam beberapa bulan terakhir pasien

juga sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur dan bila

mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.

Pemeriksaan fisik :

Kesadaran : delirium; TD 100/80 mmHg, Nadi 140 x menit/regular, RR 24

x/menit, suhu 39oC.

Kepala : exophthalmos (+), mulut : faring hiperemis, oral hygiene buruk.

Leher : struma diffusa (+), kaku kuduk (-).

Jantung : takikardia; paru :bunyi nafas normal.

Abdomen : dinding perut lemas;hati dan lipa tak teraba, bising usus meningkat.

Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis (-).

Pemeriksaan Laboratorium :

Darah rutin : Hb : 12 g%; WBC : 17.00 mm3.

Kimia darah : glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum

normal.

Test fungsi tiroid : TSH 0,001 mU/l, T4 bebas 7,77 ng/dl

Kondisi darurat apa yang terjadi pada pasien ini? Jelaskan secara rinci.

II. Klarifikasi Istilah

1. Alloanamnesis : anamnesis yang dilakukan pada kerabat/keluarga

pasien

2. Diare : pengeluaran tinja berair yang tidak normal berkali-

kali (Dorland :311)

5

Page 6: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

3. Lendir : lendir bebas pada membrane mukosa, terdiri dari

sekresi kelenjar, berbagai darah, sel yang berdeskuamasi, dan limfosit

(Dorland : 693)

4. Delirium : gangguan mental yang berlangsung singkat

biasanya mencerminkan keadaan keracunan, yang biasanya ditandai oleh

ilusi, halusinasi, delusi, kegirangan, kegelisahan, gangguan memori dan

in-koheren (Dorland : 294)

5. Exophtalmos : protusio (perluasan melebihi batas normal ) mata

(Dorland : 410,891)

6. Hiperemis : pembengkakan, ekses darah pada bagian tubuh

tertentu (Dorland : 534)

7. Oral hygiene : suatu usaha untuk menjaga kebersihan mulut dan

gigi dalam upaya pencegahan terjadinya gigi berlubang, radang gusi, dan

bau mulut ; perawatan yang benar terhadap mulut dan gigi (Dorland : 532)

8. Struma diffusa : pembesaran kelenjar tiroid yang tidak berbatas

tegas atau tersebar luas (Dorland : 485,315)

9. Kaku kuduk : terasa keras dan tidak dapat dilengkukan pada

bagian leher sebelah belakang (KBBI : 379)

10. Bising usus : suara yang dikeluarkan oleh gerakan peristaltik

usus

11. Tremor : gemetar atau mengigil yang involunter

12. Reflex patologis : reflex yang tidak dapat ditemukan pada orang yang

sehat (Buku Ajar Asuhan Keperawatan)

13. Elektrolit serum : elektrolit yang terdapat dalam serum seperti Na+,

K+, Cl-

14. TSH : (tirotropin) ; yang merupakan hormone kelenjar

hipofisis anterior yang mempunyai afinitas untuk dan secara spesifik

merangsang kelenjar tiroid, 0,3-3,04 mU/L (Dorland : 1098)

15. T4 bebas : hormone tiroksin yang tidak terikat pada protein

serum sehingga beredar bebas dalam darah (0,8-1,8 ng/dl)

6

Page 7: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

III. Identifikasi masalah

No. Identifikasi Masalah

1. Nn. L, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta,

diantar ke IGD sebuah RS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam

yang lalu.

Chief

Complaint

2. Dari aloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami

deman tinggi, batuk pilek dan sakit tenggorokan. Pasien juga sering

mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan

lendir.

3. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar

keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur dan bila mengerjakan

sesuatu selalu terburu-buru.

4. Pemeriksaan fisik :

Kesadaran : delirium; TD 100/80 mmHg, Nadi 140 x menit/regular,

RR 24 x/menit, suhu 39oC.

Kepala : exophthalmos (+), mulut : faring hiperemis, oral hygiene

buruk.

Leher : struma diffusa (+), kaku kuduk (-).

Jantung : takikardia; paru :bunyi nafas normal.

Abdomen : dinding perut lemas;hati dan lipa tak teraba, bising usus

meningkat.

Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor(+), refleks patologis(-).

5. Pemeriksaan Laboratorium :

Darah rutin : Hb : 12 g%; WBC : 17.00 mm3.

Kimia darah : glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal,

elektrolit serum normal.

Test fungsi tiroid : TSH 0,001 Mu/l, T4 bebas 7,77 ng/dl

Main

Problem

7

Page 8: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

IV. Analisis Masalah

1. Nn. L, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta,

diantar ke IGD sebuah RS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam

yang lalu.

a. bagaimana etiologi dan mekanisme penurunan kesadaran pada

kasus Nn. L?

Hyperthiroidisme yg dialami Nn.SS menyebabkan terjadinya

hipermetabolisme, dan juga proliferasi reseptor katekolamin. Akibat

dari hiperaktivitas dari reseptor adrenergic dan juga peningkatan

hormone thyroid menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi kimia

sehingga konsumsi nutrient dan O2 oleh jaringan tubuh pun akan

meningkat. Apabila tidak di tatalaksana secara cepat, stok konsumsi

nutrisi dan oksigen oleh jaringan tubuh akan berkurang, dan dapat

menyebabkan penurunan kesadaran.

b. bagaimana tingkat kesadaran?

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon

seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran

dibedakan menjadi :

Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,

dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan

sekitarnya,sikapnya acuh tak acuh.

Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),

memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon

psikomotor yanglambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila

dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi

jawaban verbal.

 Stupor ( soporo koma ), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada

respon terhadapnyeri.

8

Page 9: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Coma ( comatose ), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon

terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,

mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

2. Dari aloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami

deman tinggi, batuk pilek dan sakit tenggorokan. Pasien juga sering

mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan

lendir.

a. bagaimana patofisiologi deman tinggi, batuk pilek dan sakit

tenggorokan, dan diare tanpa darah dan lendir pada kasus ini?

Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non

infeksi.

a. Demam akibat infeksi, bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,

jamur, ataupun parasit.

b. Demam akibat faktor non infeksi, dapat disebabkan oleh beberapa hal

antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang

terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis,

systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit

Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-

obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro &

Zieve, 2010)

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama

pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen

terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar

tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk

mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah

satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang

dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah

pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh

pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan

IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit,

9

Page 10: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan

pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).

Dalam hal ini oral hygine yang buruk menunjukkan adanya suatu

infeksi yang terjadi.

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih

(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa

toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut

akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-

1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan

merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin

(Dinarello & Gelfand, 2005).

Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan set

point termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan

menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu set point yang baru

sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas

antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter

seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi

panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan

menyebabkan suhu tubuh naik ke set point yang baru tersebut

(Sherwood, 2001).

Batuk pilek

a. Mekanisme batuk

Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana

terdapat jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di

jaringan epitel tersebut terdapat reseptor batuk yang peka terhadap

rangsangan.

Saat benda asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di

mucus saluran pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor

batuk, sehingga terjadi aktifasi pusat batuk. Fase ini disebut fase iritasi

Reseptor batuk dan medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen

non myelin. Medula Spinalis akan memberikan perintah balik berupa

kontraksi otot abductor, kontraksi pada kartilago di laring seperti

10

Page 11: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

kartilago aritenoidea yang akan menyebabkan kontraksi diafragma

sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi intercosta pada abdominal.

Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis

juga merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang

cepat dan dalam. Fase ini disebut fase Inspirasi

Saat bernafas paru memiliki daya kembang paru yang akan

menyebabkan glottis menutup selama 0,2 detik. Saat glottis menutup

tekanan intratorak naik sampai 300cmH20. Fase ini disebut fase

kompresi

b. Mekanisme pilek

Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit,

saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang

bekerja sebagai antigen presenting cells (APC).

Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel

tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan

interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin

2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk

berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.

IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada

dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini

dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya

memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga

memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.

Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih

dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh

IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut

akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan

dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.

Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah

mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di

11

Page 12: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin,

Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic

Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator

tersebut ialah obstruksi oleh histamin.

Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler &

permeabilitas, sekresi mukus

Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek

Sakit tenggorokan

Sepertinya hal ini tidak ada kaitannya dengan hipertiroid Ny. SS.

Melainkan ini merupakan gejala tersendiri yang mengisyartkan bahwa

Ny. SS sedang dalam keadaan infeksi. Keadaan infeksi ini mungkin saja

ini disebabkan oleh oral hygiene yang buruk dari Ny. SS, sehingga

mekanisme pertahanan tubuh untuk melawan bakteri yang masuk adalah

inflamasi sehingga terjadi sakit tenggorokan. Penurunan daya tahan

tubuh secara sistemik atau gangguan mikrobial lokal, misalnya

kebersihan mulut buruk, maka bakteri dan produknya yang merupakan

faktor virulen (lipopolisakaraida=LPS) akan melakukan interaksi dengan

sel-sel tertentu di rongga mulut. Pertama-tama Tonsil yang bertindak

sebagai mekanisme pertahanan tubuh di mulut akan berespons terhadap

stimulasi bakteri dan tubuh melakukan respons imunologis dengan

mengaktivasi sel-sel mediator inflamasi yang dapat menyebabkan

gangguan metabolism jaringan ikat sebagai tanda klinis awal radang pada

tonsil.

Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman

ke tubuh baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan

dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear.

Jika tonsil berulang kali terkena infeksi akibat dari penjagaan higiene

mulut yang tidak memadai serta adanya faktor-faktor lain, maka pada

suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibat

kuman yang bersarang di tonsil dan akan menimbulkan peradangan tonsil

yang kronik. Tonsilitis kronik dapat menimbulkan gejala lokal ataupun

12

Page 13: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

sistemik. Gejala yang bisa terjadi adalah mulut berbau, badan lesu, sering

mengantuk, nafsu makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang

akibat daripada gejala sistemik tonsilitis kronik. Gejala lokal pula

termasuklah nyeri tenggorok atau merasa tidak enak di tenggorok, nyeri

telan ringan kadang-kadang seperti benda asing (pancingan) di

tenggorok.

Intinya: Sakit tenggorokan biasanya disebabkan adanya infeksi

yang menyebabkan iritasi atau inflamasi pada tenggorokan. Biasanya

disebabkan oleh agen mikroorganisme ataupun polutan seperti debu dan

sebagainya. Hal ini megakibatkan respon nyeri pada ujung saraf bebas

pada tenggorokan sehingga terasa sakit.

Mekanisme Diare Tanpa Darah dan Lendir

Hal ini diakibatkan karena hormone thyroid dapat meningkatkan

kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna

( motilitas usus ). Sehingga keadaan hyperthyroid dapat menimbulkan

diare. ( fisiologi guyton ). Diare pada kasus ini tidak berdarah dan

berlendir karena pada umumnya diare yang disertai dengan lendir adalah

akibat dari infeksi yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan

parasite, dan diare berdarah itu disebabkan oleh luka pada saluran

pencernaan. Pada kasus ini terjadi diare akibat meningkatnya sekresi

maupun peristalsis usus sehingga sering timbul polidefekasi dan diare.

b. Bagaimana kriteria seseorang dapat dikatakan diare? (jenis dan

tingkatan keparahan diare)

Secara klinis, diare dapat dibagi menjadi :

1. Diare Berair Akut

Termasuk dalam kelompok ini adalah kolera. Berlangsung selama

beberapa jam hingga beberapa hari. Dapat menyebabkan dehidrasi dan

penurunan berat badan.

2. Diare Berdarah Akut

Selain menyebabkan dehidrasi, juga menyebabkan kerusakan usus,

sepsis, dan malnutrisi.

13

Page 14: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

3. Diare Persisten

Berlangsung selama 14 hari atau lebih. Selain dehidrasi, dapat juga

terjadi malnutrisi dan infeksi non-usus.

4. Diare dengan Malnutrisi Berat (Marasmus dan Kwashiorkor)

Selain dehidrasi, keadaan ini dapat menyebabkan infeksi sitemik

yang berat, gagal jantung, serta defisiensi mineral dan vitamin.

5. Diare Osmotik

Yakni keluarnya cairan tubuh ke dalam rongga usus yang

disebabkan oleh berkumpulnya zat-zat yang tidak dapat diserap oleh

tubuh, kemudian dikeluarkan melalui anus. Diare ini terjadi pada keadaan

malabsorbsi karbohidrat. Atau pada saat penggunaan obat-obatan

pencahar golongan garam magnesium. Akumulasi bahan-bahan yang

tidak dapat diserap dalam lumen usus mengakibatkan keadaan hipertonik

dan meninggikan tekanan osmotik intra-lumen yang menghalangi

absorpsi air dan elektrolit dan terjadilah diare, contohnya intoleransi

laktosa dan malabsorpsi asam empedu.

6. Diare Sekretorik

Di mana sel-sel usus mengeluarkan cairan sehingga cairan

berkumpul dalam rongga usus kemudian keluar. Ini bisa disebabkan

infeksi virus atau bakteri. Contohnya adalah diare yang terjadi pada

penderita kolera. Di sini, toksin yang dihasilkan kuman kolera

menyebabkan sel-sel usus mengeluarkan cairan.

Diare tipe ini dapat juga dipicu oleh hormon yang diproduksi oleh

jenis tumor tertentu. Sekresi usus yang disertai sekresi ion secara aktif

merupakan faktor penting pada diare sekretorik. Pengetahuan terakhir

mekanisme ini didapat dari penelitian diare karena Vibrio cholerae.

Patofisiologi pada kolera ialah salah satu contoh sekresi anion yang aktif

dalam usus halus sebagai akibat stimulasi enterotoksin. Pada sindrom

Zollinger Ellison, hipergastrinemia menginduksi dengan jelas sekresi

lambung dan diare.

14

Page 15: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

7. Diare Eksudatif

Yaitu peradangan pada usus. Diare jenis ini bisa disebabkan oleh

bakteri, tapi bisa juga terjadi pada keadaan-keadaan non-infeksi seperti

pada tumor ganas usus, atau pun cairan yang ada di dalam rongga usus.

8. Diare Tipe Gangguan Motilitas

Yakni keadaan di mana gerakan usus tidak normal. Akibatnya,

makanan tidak bisa diserap kemudian dikeluarkan dalam bentuk diare.

9. Diare karena Alergi Susu

Alergi susu sapi mulai terjadi terutama pada tahun-tahun pertama

kehidupan bayi, dan akan tampak lebih jelas sewaktu bayi mulai disapih.

Gejala klinis yang sering muncul sangat bervariasi mulai dari yang

ringan sampai berat (diare yang berkepanjangan, dapat disertai kram,

kolik (sakit perut yang periodik) dan muntah. Gejala dapat cepat terlihat

setelah beberapa menit meminum atau memakan bahan makanan yang

terbuat dari susu sapi atau setelah beberapa jam kemudian.

Kriteria seseorang dikatakan diare :

1. Perut terasa mulas dan nyeri, ini adalah tanda ingin buang air besar

(BAB), jika setelah BAB masih merasa mulas, patut dicurigai bahwa ini

adalah gejala diare.

2. Tidak nafsu makan, karena perut terasa nyeri, nafsu makan pun

berkurang.

3. Merasa lemas setelah BAB. Jika setelah BAB tidak merasa lega

tapi malah merasa lemas, ini berarti gejala diare.

4. BAB encer, ini ciri yang diketahui banyak orang. Jika tinja encer,

maka ini mengindikasikan diare.

5. BAB bisa lebih dari 3 kali sehari, terkadang jika hanya 2 kali, tinja

yang keluar hanyalah air.

6. Pada diare berat akan disertai demam, mual, dan muntah.

15

Page 16: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

3. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar

keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur dan bila mengerjakan

sesuatu selalu terburu-buru.

a. Mengapa keluhan Nn. L terjadi dalam kurun waktu yang

berbeda-beda? Jelaskan !

Keluhan Nn.L terjadi dalam kurun waktu yang berbeda karena

gejala yang dialamai beberapa bulan yang lalu seperti keluar keringat

banyak, mudah cemas, sulit tidur dan bila mengerjakan sesuatu selalu

terburu-buru merupakan manifestasi klinis dari hipertiroid, sedangkan

gejala yang terjadi satu minggu yang lalu deman tinggi, batuk pilek

dan sakit tenggorokan merupakan tanda adanya infeksi. Gejala infeksi

baru terjadi pada satu minggu yang lalu dikarenakan infeksi yang baru

terjadi pada waktu tersebut.

b. Bagaimana mekanisme sering gugup, keluar keringat banyak,

mudah cemas, sulit tidur dan bila mengerjakan sesuatu selalu

terburu-buru pada kasus ini?

a. Gugup, mudah cemas, dan selalu terburu-buru

Hypertiroid T3 dan T4 akan meningkatkan kepadatan B

andregenik, yg selanjutnya akan mengaktifkan reseptor B adregenik

yg merangsang kelenjar adrenal dan ujung syaraf melepas

katekolamine (epinephrine, norepinephrine) yg membuat syaraf

simpatik lebih peka. Syaraf yg lebih peka menyebabkan hyperaktivitas

syaraf anxious (meningkatnya tonus otot) yg berdampak pada tremor,

selalu terburu-buru dan mudah cemas

b. Keluar keringat banyak

Tingginya hormon tiroid menyebabkan terjadinya

hipermetabolisme pada pasien yang menyebabkan produksi panas

yang berlebihan sehingga pasien mengeluarkan banyak keringat.

Hipertiroid metabolisme meningkat peningkatan jumlah

reseptor adrenergik beta otot skelet vasodilatasi perifer keluar

keringat banyak

16

Page 17: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

c. Sulit tidur

Hipertiroid yang ditandai dengan meningkatnya hormon tiroid

dan meningkatkan aktivitas metabolisme. Karena efek yang

memelahkan dari tingginya hormon tiroid pda otot dan sistem saraf

pusat, maka pasien hipertiroid seringkali merasa kellahan terus

menerus. Dan terjadi efek eksitasi hormon tiroid pada sinaps,

menyebabkan timbul gangguan sukar tidur.

4. Pemeriksaan fisik

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik? (tujuan kenapa dokter

memutuskan melakukan pemeriksaan ini, nilai normal,

mekanisme abnormal, dan penjelasan)

a. Kesadaran : delirium; TD 100/80 mmHg, Nadi 140 x

menit/regular, RR 24 x/menit, suhu 39oC.

Nadi 140x/menit (tinggi)

Hormon tiroid merangsang medulla adrenal untuk

mensekresikan katekolamin. Jumlah epinefrine normal tetapi ada

peningkatan pada noreepinefrine yang bekerja pada sistem saraf

simpatis. Saraf simpatis berjalan di dalam traktus saraf spinalis

torakalis menuju korteks adrenal dengan melepaskan neurotransmiter

noreepinefrine ke sirkulasi untuk membantu aksi regulasi jantung ke

nodus SA. Noreefineprine berikatan dengan reseptor spesifik yang

disebut reseptor adrenergik B1 yang terdapat di sel-sel nodus SA.

Setelah berikatan terjadi pengaktifan sistem perantara kedua

menyebabkan peningkatan kecepatan lepas muatan nodus dan

peningkatan denyut jantung. Pada hipertiroidisme, perangsangan

sekresi katekolamin akan meningkat, sehingga curah jantung

meningkat yang mengakibatkan frekuensi nadi juga meninggi.

Suhu: 39 oC (tinggi).

Pada keadaan hipertiroid, terjadi peningkatan metabolism tubuh.

Seperti yang kita tahu, kegiatan metabolisme tubuh adalah sumber

17

Page 18: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

utama dari pembentukan/pemberian panas tubuh. Pada kasus ini,

metabolism yang berlebih berarti akan meningkatkan suhu tubuh pula.

RR: 24x/menit (tinggi)

Meningkatnya kecepatan metabolism akibat hipertiroid akan

meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbondioksida.

b. Kepala : exophthalmos (+), mulut : faring hiperemis, oral hygiene

buruk.

Eksoftalmus (+) menandakan terjadinya hipertiroidisme. Hal ini

diakibatkan oleh jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh

limfosit, sel mast, dan sel-sel plasma.

Pada kasus ini, oral hygiene diperiksa untuk menilai penyebab

hipertiroidisme. Oral hygiene yang buruk akan memperbesar peluang

terjadinya infeksi rongga mulut, serta penyakit gigi dan mulut lainnya.

Hal ini dibuktikan dengan faring yang hiperemis, dimana faring

hiperemis menunjukkan terjadinya infeksi. Faring hiperemis terjadi

karena vaskularisasi di area faring tinggi untuk memudahkan transpor

leukosit untuk melawan infeksi. Infeksi yang terjadi inilah yang

memungkinkan terjadinya hipertiroid pada kasus ini.

c. Leher : struma diffusa (+), kaku kuduk (-).

Struma diffusa (+)

Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat

menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga

terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis

anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH

dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel

tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar ke dalam

folikel sehingga kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar.

Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan

pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan

kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.

18

Page 19: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik

kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan

sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan

atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pada kasus ini,

struma terjadi sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap

pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat

timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang

merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon

yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar

Kaku kuduk (-)

Interpretasi: normal, pada kasus dilakukan pemeriksaan kaku

kuduk untuk menghapuskan dugaan hipertiroid akibat lesi di

hypothalamus yang bisa muncul akibat meningitis tbc. Artinya pada

Nn. SS hipertiroid bukan karena lesi di hipothalamus.

d. Jantung : takikardia; paru:bunyi nafas normal.

Hormon tiroid merangsang medulla adrenal untuk

mensekresikan katekolamin. Jumlah epinefrine normal tetapi ada

peningkatan pada noreepinefrine yang bekerja pada sistem saraf

simpatis. Saraf simpatis berjalan di dalam traktus saraf spinalis

torakalis menuju korteks adrenal dengan melepaskan neurotransmiter

noreepinefrine ke sirkulasi untuk membantu aksi regulasi jantung ke

nodus SA.

Noreefineprine berikatan dengan reseptor spesifik yang disebut

reseptor adrenergik B1 yang terdapat di sel-sel nodus SA. Setelah

berikatan terjadi pengaktifan sistem perantara kedua menyebabkan

peningkatan kecepatan lepas muatan nodus dan peningkatan denyut

jantung

19

Page 20: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

e. Abdomen : dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba, bising

usus meningkat.

Tiroid dapat meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan

dan pergerakan saluran cerna. Pada hipertiroid, efek yang ditimbulkan

ialah peningkatan saluran cerna yang terdeteksi dengan bising usus

yang meningkat.

f. Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis

(-).

Telapak tangan lembab

Pada keadaan hipertiroid, terjadi peningkatan metabolism tubuh.

Seperti yang kita tahu, kegiatan metabolisme tubuh adalah sumber

utama dari pembentukan/pemberian panas tubuh. Pada kasus ini,

metabolism yang berlebih berarti akan meningkatkan suhu tubuh pula.

Sebagai mekanisme kompensasi, ekskresi keringat juga akan

meningkat. Hal inilah yang menyebabkan telapak tangan lembab.

Tremor (+)

Tremor terjadi karena peningkatan hormon tiroid yang

merangsang peningkatan sensitivitas dari saraf simpatis yang

menyebabkan peningkatan tonus otot dan terjadi tremor.

b. Apakah tujuan pemeriksaan reflex patologis?

Untuk memastikan tidak ada gangguan saraf yang terjadi,

sehingga diagnosis gangguan saraf pada gejala delirium bias

disingkirkan.

c. Bagaimanakah prosedur pemeriksaan reflex patologis?

d. Babinsky sign

Pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung

palu refleks.

Reaksi : Dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan

melebar jari-jari lainnya

20

Page 21: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

e. Chaddock’s sign

Cara : Pemeriksa menggores dibawah dan sekitar maleolus

eksterna ke arah lateral atau pada kulit dorsum pedis sisi lateral

dengan palu refleks ujung tumpul.

Reaksi : sama dengan babinski sign

f. Gordon’s sign

Cara : Pemeriksa menekan oto-otot betis dengan kuat

Reaksi : sama dengan babinski sign

g. Schaeffer’s sign

Cara : Pemeriksa menekan tendo Achilles dengan kuat

Reaksi : sama dengan babinski’s sign

h. Oppenheim’s sign

Cara : Pemeriksa memberi tekanan yang kuat dengan ibu jari

dan telunjuk pada permukaan anterior tibia kemudian digeser dari

proksimal ke arah distal

Reaksi : sama dengan babinski’s sign

i. Refleks Hoffmann-Tromner

Cara pemeriksaan : tangan penderita dipegang pada

pergelangannya dan suruh pasien melekukan fleksi ringan jari-jarinya.

Kemudian jari tengah pasien diregangkan dan dijepit diantara jari

telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Lalu lakukan:

21

Page 22: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Hoffmann : Goresan pada kuku jari tengah pasien sehingga

menimbulkan reaksi : fleksi dan adduksi ibu jari disertai dengan fleksi

telunjuk dan jari-jari lainnya.

Tromner : Colekan pada ujung jari pasien maka akan muncul reaksi

yang sama dengan Hoffmann

j. Refleks Wartenberg

Dengan mengetukkan jari pemeriksa yang ditempatkan di

falangs II distal pasien. Ini akan menimbulkan reaksi fleksi jari-jari

pasien.

d. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis struma?

1. Berdasarkan Fisiologisnya, diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid

yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah

normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah

yang meningkat.

b. Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional

kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang.

Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang

cukup dari hormon.

c. Hipertiroidisme

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat

didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap

22

Page 23: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

pengaruh metabolik hormone tiroid yang berlebihan. Keadaan ini

dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang

merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon

yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.

2. Berdasarkan Klinisnya

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan

menjadi sebagai berikut :

a. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa

toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih

mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa

toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan

tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang

secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler

toksik).

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan

hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon

tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah

penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic, bentuk

tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme

lainnya.

Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun

telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor

TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut

dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar

hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan

antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai

hasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi

tetapi bukan mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala

hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka

akan terjadi krisis tirotoksik.

23

Page 24: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

b. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang

dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non

toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang

kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau

goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya

kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat

sintesa hormon oleh zat kimia.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul,

maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa

disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma

nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia

muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.

Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada

hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena

keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian

pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada

esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai

rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.

Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat

ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium

urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam

tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah

endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan

prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 %

dan endemik berat di atas 30 %.

5. Pemeriksaan laboratorium

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium? (tujuan

kenapa dokter memutuskan melakukan pemeriksaan ini, nilai

normal, mekanisme abnormal, dan penjelasan)

24

Page 25: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

a. Hb : 12 g%

Nilai rujukan : 12-15 g/dl

Keterangan : normal

Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme

menyebabkan peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan

eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak meningkat karena

hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit (red cell turn over).

b. WBC : 17000/mm3

Nilai rujukan : 5000-10000 /mm3

Keterangan : tinggi

Interpretasi: infeksi

Mekanisme : respon imun tarhadap infeksi. Karena dalam keadaan

infeksi sel – sel pertahanan tubuh yang tercakup dalam WBC akan

keluar memediasi infeksi yang terjadi.

c. TSH : 0,001 mU/L

Nilai rujukan : 0,4-4,2 mU/L

Keterangan : rendah

Interprestasi: hipertiroidisme primer, hipofungsi kelenjar hipofisis,

obat obatan misal aspirin, kortikosteroid, heparin, dopamin.

Makanisme : Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor

TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan

produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon

tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan

produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi

rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi.

d. T4 bebas : 7,77 ng/dl

Nilai rujukan : 0,8-2 ng/dl

Keterangan : tinggi

Interprestasi : pada penyakit graves, tiroktosikosis karena kelebihan

produksi T4

Mekanisme : Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor

TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan

25

Page 26: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon

tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan

produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi

rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi.

c. Bagaimana fenomena endokrinologi pada kelenjar tiroid?

Fenomena Endokrinologi :

1. Hiperfungsi / hiperplasi master gland  hiperfungsi target gland

Jika terjadi sekresi TSH yang berlebihan dari hipofisis, maka

akan terjadi hipersekresi pada kelenjar target.

2. Hipofungsi / hipoplasi master gland   hipofungsi target gland

Jika terjadi sekresi TSH yang kurang dari hipofisis, maka akan

terjadi hiposekresi pada kelenjar target.

3. Hiperfungsi target gland  hipofungsi master gland

Jika terjadi hiperfungsi atau hipersekresi pada kelenjar target,

maka akan terjadi negative feedback ke hipofisis, sehingga

hipofisis akan menekan sekresi.

4. Hipofungsi target gland  hiperfungsi master gland

Jika terjadi hipofungsi atau hiposekresi pada kelenjar target,

maka akan terjadi feedback ke hipofisis, sehingga hipofisis

akan meningkatkan sekresi.

6. Kondisi darurat pada kasus ini (Hipotesis : Hipertiroid)

a. Bagaimana epidemiologi dari kasus ini?

Hipertiroid ialah suatu sindroma klinik yang terjadi karena

pemaparan jaringan terhadap hormone tiroid berlebihan. Penyakit

tiroid merupakan penyakit yang banyak ditemui di masyarakat, 5%

pada pria dan 15% pada wanita. Penyakit Graves di Amerika sekitar

1% dan di Inggris 20-27/1000 wanita dan 1.5-2.5/1000 pria, sering

ditemui di usia kurang dari 40 tahun (Djokomoeljanto, 2010).

Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid bekerja

terlalu aktif sehingga menghasilkan hormon-hormon tiroid secara

26

Page 27: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

berlebihan di dalam darah, yang membuat metabolisme tubuh menjadi

lebih cepat dan dapat membuat kualitas hidup dari penderitanya

menurun. Jumlah penderita hipertiroid kini terus meningkat.

Hipertiroid merupakan penyakit hormonal yang menempati urutan

kedua terbesar di Indonesia setelah Diabetes (kencing manis). Urutan

tersebut serupa dengan kasus yang terjadi di dunia.

Penelitian Herng-Ching Lin dari Taipei Medical University

Taiwan, menemukan bahwa orang yang berusia lebih tua dan terkena

hipertiroid, cenderung mengalami irama jantung abnormal, meluasnya

penggumpalan darah dan disfungsi sel di pembuluh darah. Bila hal ini

terjadi, maka kemungkinan terjadi stroke sangat besar. Menurut Prof

Dr Johan S Masjhur, SpPD-KEMD, SpKN, hanya sekitar 25-50%

pasien hipertiroid yang betul-betul sembuh sempurna dengan obat,

sehingga merupakan hal yang tidak mengherankan jika penderita

dengan gangguan tiroid harus bolak-balik berobat ke dokter.

Penyakit hipertiroid lebih banyak terjadi pada wanita

dibandingkan dengan pria, meskipun belum dipastikan faktor apa

yang berperan dalam hal tersebut. Distribusi jenis kelamin dan umur

pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari berbagai klinik.

Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang

adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1

dan di RSHS Bandung 10 : 1. Sedangkan distribusi menurut umur di

RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21 – 30 tahun

(41,73%), tetapi menurut beberapa penulis lain timbul pada usia 30–

40 tahun.

Angka kejadian hipertiroid yang didapat dari beberapa klinik di

Indonesia berkisar antara 44,44% - 48,93% dari seluruh penderita

dengan penyakit kelenjar gondok. Di AS diperkirakan 0,4% populasi

menderita hipertiroid, biasanya sering pada usia < 40 tahun.

27

Page 28: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

b. Apa etiologi dari kasus ini?

Penyebab paling sering pada krisis tiroid adalah penyakit Grave.

Dimediasi oleh adanya antibody reseptor tirotoin yang menstimulasi

sintesis hormon tiroid menjadi belebihan lagi. Penyebab paling sering

tirotoksikosis pada krisis tiroid adalh penyakit grave. Penyakit grave

dimediasi oleh antibodi reseptor tirotropin yang menstimulasi sintesis

hormon tiroid menjadi berlebihan dan tidak terkendali (T3 dan T4).

Kebanyakan kejadian ini dijumpai pada wanita muda, namun

dapat juga muncul pada semua jenis kelami dan juga dapat muncul

pada adenoma soliter toksik atau toksik multinoduler goiter. Penyebab

jarang krisis tiroid termasuk hipersekresi karsinoma tiroid,

thyrotrophin-secreting pituitary adenoma, teratoma HCG-secreting

hydatiform mole. Penyebab lain antara lain IFN-α dan interleukin-2,

terpapar iodin, dan pemberian aniodaron. Pemberian IFN- Αdan IL-2

dapat mengganggu ikatan tiroksin dengan globulin sehingga

meningkatkan kadar tiroksin bebas.

c. Bagaimana patofisiologi-nya?

Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves,

goiter toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar

tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai

dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam

folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali

dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel

meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan

kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.

Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena

ada sesuatu yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini

adalah antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid

Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor

membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan –

bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil

28

Page 29: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien

hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI

meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang

pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH

yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid

yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan

TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan

hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan

tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis

pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat

dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju

metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses

metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita

hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur.

Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot

sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor

otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga

penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang

takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon

tiroid pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi

merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan

periorbital dan otot-otot  ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak

keluar

Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik

(killer cells) dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat

adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R

pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang

terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan

miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola

mata, proptosis dan diplopia. Dermopati Graves (miksedema pretibial)

juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam jaringan fibroblast

29

Page 30: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi

glikosaminoglikans.

d. Bagaimana manifestasi klinis-nya?

Manifestasi Klinis dari Hipertiroid antara lain :

o Peningkatan frekuensi denyut jantung.

o Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan

terhadap katekolamin.

o Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan

panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan.

o Penurunan berat badan, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik).

o Peningkatan frekuensi buang air besar.

o Gangguan reproduksi.

o Tidak tahan panas.

o Cepat letih.

o Tanda bruit.

o Haid sedikit dan tidak tetap.

o Pembesaran kelenjar tiroid.

o Mata melotot (exopthalmus).

e. Bagaimana faktor risiko-nya?

Penyakit ini mempunyai predisposisi genetic yang kuat, dimana

15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan

penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita

penyakit Graves ditemukan autoantibody tiroid di dalam darahnya.

1. Faktor genetik. Abnormalitas genetic yang biasa ditemukan

adalah keberadaan antibody Anti-Tg, respon TRH yang abnormal, dan

TSAb, karena penyakit ini diturunkan lewat gen yang mengkode kan

antigen HLA. Selain gen HLA, gen lain yang berhubungan dengan

alotipe IgG rantai berat yang disebut Gm juga berperan dalam proses

penyakit ini.

30

Page 31: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

2. Faktor imunologis. Teori imunologis penyakit graves

mencakup : Persistensi sel T dan sel B yang imunoreaktif,

diwariskannya HLA khusus dan gen lain yang berespon imunologis

khusus, rendahnya sel T dengan fungsi suppressor, adanya cross

reacting epitope, adanya ekspresi HLA yang tidak tepat, adanya klon

sel T atau B yang mengalami mutasi, stimulus poliklonal, dan adanya

reeksposure antigen oleh kerusakan sel tiroid.

Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4(T3) dan TSH,

namun pada pemantauan cukup diperiksa T4 saja, karena sering TSH

tetap tersupresi padahal keadaan sudah membaik. Hal ini karena

supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormone tiroid sehingga

lamban pulih. Untuk memeriksa mata digunakan alat eksoftalmometer

Herthl.

Secara patologis, penyakit graves ditandai kelenjar tiroid yang

membesar secara difus, lunak dan vaskuler. Patologinya adalah

hipertrofi dan hyperplasia parenkimatosa, ditandai dengan

peningkatan tinggi epithelium dan pengulangan dinding folikuler,

Hiperplasia biasanya diikuti dengan infiltrasi limfositik yang

merefleksikan aspek imun dari penyakit dan berkorelasi dengan kadar

antibody antitiroid dalam darah. Setelah terapi dengan yodium,

terdapat caangan koloid, yang kadang-kadang pembesaran dan

peningkatan kekerasan kelenjar.

Oftalmopati ditandai dengan infiltrasi inflamasi dari kandungan

orbital, kecuali bola mata, dengan limfosit, sel mast, dan sel plasma.

Otot-otot orbita sering membesar akibat infiltrasi oleh limfosit,

mukopolisakarida, edema, dengan lemak yang sebagian besar

berpengaruh terhadap peningkatan volume kandungan orbita yang

menujukkan bola mata menonjol.

Dermopati pada penyakit Graves ditandai dengan penebalan

dermis, yang diinfiltrasi oleh limfosit dan dengan mukopolisakarida

yang diwarnai dengan pewarnaan hidrofilik dan metakromatik.

31

Page 32: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

f. Bagaimana komplikasi-nya?

Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa

adalah krisis tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang

secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama

pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang

tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang

sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor,

hipertermia (sampai 106 oF), dan, apabila tidak diobati, kematian.

Komplikasinya adalah penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati

Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada

pengobatan dengan obat antitiroid. Krisis tiroid: mortalitas.

g. Bagaimana diagnosis banding-nya?

Beberapa diagnosis banding dari hipertiroid antara lain :

(1) Hipertiroidisme akibat tumor adenohipofisis (jarang), resistensi

hipofisis dan hipotalamus akan efek umpan baik

(2) Sekretoar hipofisis lain seperti mola hidatidosa, atau

koriokarsinoma uterus

(3) Adanya nodul tiroid, patut dicurigai adenoma toksik atau struma

multinodular toksik.

(4) Ansietas biasa. Karena di ansietas juga biasa ditemukan

takikardia, tremor, iritabilitas, rasa lemah, fatik. Namun pada

ansietas, manifestasi perifer dan kelebihan hormone tiroid tidak

ada, kulit biasanya dingin dan lengket, bukan panas dan lembab.

(5) Metastasis karsinoma, sirosis hepatis, hiperparatiroidisme, sprue,

miastenia gravis, dan distrofi muskuler.

(6) Feokromositoma, karena juga ditemukan intoleransi panas,

berkeringat, takikardia, palpitasi, dan keadaan hipermetabolik.

(7) Untuk optalmopati, penyebab lain yang mungkin : thrombosis

sinus kavernosus, meningioma rigi sfenoidalis, tumor retrobulbar,

dan deposit leukemik.

32

Page 33: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

h. Bagaimana penatalaksanaan (farmakologis dan non

farmakologis-nya, preventif, edukatif)?

Konservatif

Tata laksana penyakit Graves

Obat Anti-Tiroid.

Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis

berlebih, pasien mengalami gejala hipotiroidisme.

Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid seperti

PTU atau methimazol, yang diberikan paling sedikit selama 1 tahun.

Obat-obat ini menyekat sintesis dan pelepasan tiroksin.

Penyekat beta seperti propranolol diberikan bersamaan dengan

obat-obat antitiroid. Karena manifestasi klinis hipertiroidisme adalah

akibat dari pengaktifan simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid,

maka manifestasi klinis tersebut akan berkurang dengan pemberian

penyekat beta; penyekat beta manurunkan takikardia, kegelisahan dan

berkeringat yang berlebihan. Propranolol juga menghambat perubahan

tiroksin perifer menjadi triiodotironin. Indikasi :

1)    Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada

pasien muda dengan struma ringan – sedang dan tiroktosikosis

2)     Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum

pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif

3)    Persiapan tiroidektomi

4)    Pasien hamil, usia lanjut

5)    Krisis tiroid

Penyekat adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementara

menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian

anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal

pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid,

pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis,

serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs.

Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan

dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid

33

Page 34: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai

apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat

antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun

kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps.

Lama terapi dengan obat-obat antitiroid pada penyakit Graves

cukup bervariasi dan dapat berkisar dari 6 bulan sampai 20 tahun.

Remisi yang dipertahankan dapat diramalkan dengan karakteristik

sebagai berikut:

1)      Kelenjar tiroid kemabali normal ukurannya

2)      Pasien dikontrol dengan obat antitiroid dosis yang relative kecil

3)      TSH R Ab [stim] tidak lagi dideteksi dalam serum

4)      Jika kelenjar tiroid kembali secara normal bisa disupresi setelah

pemberian liotironin.

Surgical

Radioaktif iodine

Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang

hiperaktif, kontraindikasi untuk anak-anak dan wanita hamil.

Tiroidektomi

Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid

yang membesar.

i. Bagaimana prognosis-nya?

Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan terhadap

penatalaksanaan yang diberikan.

j. Bagaimana kompetensi dokter umum pada kasus ini?

Kompetensi dokter untuk kasus tirotoksikosis adalah 3B, yakni

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan

terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan

nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.

34

Page 35: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat

bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu

menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

V. Sintesis

1. Anatomi dan Histologi Kelenjar Tiroid

ANATOMI KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4cm, yaitu pada

akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara

branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum,

yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami migrasi ke bawah

yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai

duktus tiroglosus, yang berawal dari foramen sekum di basis lidah dan nantinya

akan menghilang saat dewasa.

Kata “thyroid” berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar ini

merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya. Kelenjar tiroid

terletak di bagian bawah leher setara vertebra cervicalis 5 sampai thoracalis 1,

terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh ishtmus yang menutupi cincin trakea

kedua dan ketiga. Bagain atas lobus sempit dan melebar pada sisi bawahnya.

Terkadang bagian atas istmus memanjang membentuk piramidal lobes. Piramidal

lobes ini kadang terhubung dengan tulang hyoid oleh fibrous tissue yang

mengandung serat otot bernama levator glandula thyroidea.

Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga

pada gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya tiroid ke arah kranial.

Sifat inilah yang digunakan untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher

berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Setiap lobus tiroid berukuran

panjang 2,5-4cm, lebar 1,5-2cm dan tebal 1-1,5cm. Berat kelenjar dipengaruhi

oleh berat badam dan masukan yodium. Pada orang dewasa berat kelenjar tiroid

berkisar 20-30 gram. Dengan adanya ligamentum suspensorium Berry kelenjar

thyroidea ditambatkan ke cartilage cricoidea dari facies posteromedial kelenjar.

Jumlah ligamentum ini 1 di kiri dan kanan. Fungsinya sebagai ayunan/ gendongan

35

Page 36: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

kelenjar ke larynx dan mencegah jatuh/ turunnya kelenjar dari larynx, terutama

bila terjadi pembesaran kelenjar.

Setiap lobus kiri dan kanan terdiri dari 3 bagian yaitu :

1. Apex

Berada di atas dan sebelah lateral oblique cartilage thyroidea

36

Page 37: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Terletak antara M.Constrictor inferior (di medial) dan

M.Sternothyroideus (di lateral)

Batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus.

Di apex A. Thyroidea superior dan N.Laringeus superior berpisah,

arteri berada di superficial dan nervus masuk lebih ke dalam dari apex.

2. Basis

Terletak setentang dengan cincin trachea 5 atau 6.

Berhubungan dengan A. Thyroidea inferior dan N. Laryngeus

recurrent yang berjalan di depan atau belakang atau di antara cabang-

cabang arteri tersebut.

3. 3 Facies/ permukaan

A. Facies Superficial/ Anterolateral

Berbentuk konvex ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar :

M. Sternothyroideus

M. Sternohyoideus

M. Omohyoideus venter superior

Bagian bawah M. Sternocleidomastoideus

B. Facies Posteromedial

Bagian ini berhubungan dengan :

2 saluran : larynx yang berlanjut menjadi trachea, dan pharynx

berlanjut menjadi oesophagus.

2 otot : M. Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus.

2 nervus : N. Laryngeus externa dan N. Larungeus recurrent.

C. Facies Posterolateral

Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya yaitu

A. Carotis interna, N. Vagus, dan V. Jugularis interna (dari medial ke

lateral).

37

Page 38: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Ishtmus

Isthmus adalah bagian kelenjar yang terletak di garis tengah dan

menghubungkan bagian bawah lobus dextra dan sinistra. Pada permukaan anterior

isthmus dijumpai (dari superficial ke profunda) :

Kulit dan fascia superficialis

V. Jugularis anterior

Lamina superficialis fascia cervicalis profunda

Otot-otot : M. Sternohyoideus dan M. Sternothyroideus.

Permukaan posterior berhubungan dengan cincin trachea ke 3 dan 4. Pada

margo superiornya dijumpai anastomose kedua A. Thyroidea superior, lobus

pyramidalis dan Levator glandulae. Di margo inferior didapati V. Thyroidea

inferior dan A. Thyroidea ima.

Capsule Kelenjar Thyroidea

I. Outer false capsule : Berasal dari lamina pretracheal fascia

cervicalis profunda.

II. Inner true capsule : dibentuk oleh kondensasi jaringan fibroareolar

kelenjar thyroidea.

Pada celah antara kedua capsule tersebut didapati kelenjar parathyroidea,

pembuluh darah.vena yang luas dan banyak.

Vaskularisasi

Kelenjar tiroid divaskularisasi oleh

a.tiroidea superior, berasal dari a.karotis komunis atau a.karotis eksterna.

Masuk ke jaringan superficial kelenjar, mendarahi jaringan connective dan

capsule.

a.tiroidea inferior, berasal dari a.subklavia. Masuk ke lapisan dalam

kelenjar, mendarahi jaringan parenkim dan propia kelenjar

a.tiroid ima, Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang arcus

aorta atau A. Brachiocephalica dan mendarahi istmus.

38

Page 39: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Sistem vena tiroid berasal dari pleksus parafolikuler yang menyatu di

permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.

v. Thyroidea superior, muncul dari polus superior dan berakhir

pada vena jugularis interna (kadang-kadang V. Facialis)

v. Thyroidea inferior, muncul dari margo bawah istmus dan

berakhir pada V. Brachiocephalica sinistra.

v. Thyroidea lateral, muncul dari pertengahan lobus lateralis dan

berakhir di V. Jugularis interna.

Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5ml/gram kelenjar/menit.

Dalam keadaan hipertiroidisme, aliran darah ini akan meningkat sehingga

menimbulkan bruit (bising aliran darah)

39

Page 40: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

HISTOLOGI KELENJAR TIROID

Secara histologis, kelenjar tiroid tersusun dari

1. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu massa

koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner katika folikel lebih

aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).

2. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang

berjauhan.

Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil

yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel

dibatasi oleh epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah

muda yang disebut koloid.

Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan

mengaktifkan pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan

tempat hormon tiroid disintesis dan pada akhirnya disimpan. Dua hormon tiroid

utama yang dihasilkan oleh folikel-folikel adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin

(T3). Sel pensekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang

terdapat pada dasar folikel dan berhubungan dengan membran folikel, sel ini

mensekresi hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat merendahkan kadar

kalsium serum dan dengan demikian ikut berperan dalam pengaturan homeostasis

kalsium.

Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)

mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak

40

Page 41: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

dibandingkan dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3

merupakan hormon yang lebih aktif daripada T4.

Gambar. Kelenjar Tiroid

Sel Parafolikular disebut juga clear cellatau c e l l C . Le t ak

d i an t a r a s e l f o l i ke l , an t a r a folikel tiroid, atau antara sel folikel dengan

membrana basalis folikel. Bisad i t e m u k a n s e n d i r i a n a t a u d a l a m

k e l o m p o k d i a n t a r a s e l f o l i k e l . S e l parafolikular tidak mencapai

lumen.

Lebih besar dari sel folikel, inti besar, bulat, S i t o p l a s m a d e n g a n

g r a n u l a t e r w a r n a p u c a t , t e r d a p a t g r a n u l a sekretoris

kecil.Berfungsi menghasilkan dan sekresi hormon kalsitonin (tirokalsitonin).

Hormon ini dilepaskan secara langsung ke dalam jaringan ikat, segera

masuk pembuluh darah. Fungsi hormonkalsitonin adalah

menurunkankonsentrasi kalsium dalam plasma dengan cara menenkan resorpsi

tulangoleh osteoklas.

Mikroskopis:

Terdiri dari acini/folikel thyroid, dilapisi epitel kuboid. Lumen berisi

massa koloid, dikelilingi sel parafolikular atau sel C, dan kaya akan

pembuluh darah (Gambar)

41

Page 42: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Lesi-lesi pada Kelenjar Tiroid

Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid dapat merupakan suatu kelainanradang,

hiperplasia atau neoplasma, dimana secara klinis kadang sulit dibedakan.

Radang

Tiroiditis atau radang kelenjar tiroid mencakup sejumlah kelainan pada

tiroid dari radang akut supuratif sampai terjadinya proses kronik. Tiroiditis akut

jarang dijumpai.Berupa lesi berwarna merah, terasa nyeri, dan demam.Termasuk

disini yakni tiroiditis granulomatous (subakut, deQuervain’s), tiroiditis limfositik

(Hashimoto’s disease), dan struma Riedel. (7

Goiter atau Struma

Ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar tiroid; nodular atau

difus.Disebut juga adenomatous goiter, endemik goiter, atau multinodular

goiter.Keadaan ini biasanya disebabkan adanya hiperplasia kelenjar tiroid oleh

karena defisiensi iodine.Keadaan ini dapat mengenai keseluruhan daripada

kelenjar atau muncul secara fokal dan membentuk nodul yang soliter.Merupakan

lesi yang paling sering ditemukan pada biopsi aspirasi. (7)

42

Page 43: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Neoplasma

Neoplasma tiroid mencakup neoplasma jinak (adenoma folikular) dan

neoplasma ganas (karsinoma).Nodul tiroid dapat diraba secara klinis sekitar 5-

10% populasi orang dewasa di Amerika Serikat.Ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut jinak atau ganas.

Beberapa hal yang mengarahkan diagnosis nodul tiroid jinak, antara lain:

Ada riwayat keluarga menderita penyakit autoimun (Hashimoto tiroiditis)

atau menderita nodul tiroid jinak.

Adanya disfungsi hormon tiroid (hipo atau hipertiroidisme)

Nodul yang disertai rasa nyeri

Nodul yang lunak dan mudah digerakkan

Struma multinodosa tanpa adanya nodul yang dominan

Gambaran kistik pada USG.

Beberapa hal yang mendukung kemungkinan kearah keganasan pada nodul tiroid,

yaitu :

Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 70 tahun

• Jenis kelamin laki-laki

• Disertai gejala–gejala disfagi atau distoni

• Adanya riwayat radiasi leher

• Adanya riwayat keluarga menderita karsinoma tiroid.

• Nodul yang padat, keras dan sulit digerakkan

• Adanya limfadenopati servikal

• Gambaran solid atau campuran pada USG.

Karsinoma tiroid

Karsinoma tiroid merupakan penyakit yang jarang ditemukan.Tumor ini

banyak mendapat perhatian dari kalangan medik, karena sering ditemukan pada

umur belasan tahun dan ukuran tumor yang relatif kecil, bahkan sering

tersembunyi atau sulit diraba walaupun sudah terjadi metastasis.

Karsinoma tiroid umumnya tergolong keganasan yang pertumbuhan dan

perjalanan penyakitnya lambat, serta morbiditas dan mortalitas yang rendah,

walau sebagian kecil ada yang tumbuh cepat dan sangat ganas dengan prognosis

43

Page 44: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

yang buruk.Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi dokter untuk menentukan

secara cepat apakah nodul tersebut jinak atau ganas.

2. Hipertiroidisme

Definisi

Hipertiroid atau disebut juga tirotoksikosis merupakan suatu

ketidakseimbangan metabolism yang terjadi karena produksi yang berlebihan

hormone tiroid.

Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh

metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Bentuk yang umum dari masalah ini

adalah penyakit graves,sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma ,

tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat,tiroditis

subkutan dan berbagai bentuk kanker tiroid

Hipertiroid adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang merupakan

akibat dari produksi hormon tiroid yang berlebihan

Klasifikasi

Goiter Toksik Difusa (Graves’ Disease)

Kondisi yang disebabkan,  oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan

tubuh dimana zat antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi

kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid terus menerus.

Graves’ disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria,

gejalanya dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun.

Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem

kekebalan tubuh, yaitu dimana zat antibodi menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.

Nodular Thyroid Disease

Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan

tidak disertai dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi

umumnya timbul seiring dengan bertambahnya usia.

Subacute Thyroiditis

44

Page 45: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan

mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah.

Umumnya gejala menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada

beberapa orang.

 Postpartum Thyroiditis

Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama setelah melahirkan

dan terjadi selama 1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara

perlahan-lahan.

Etiologi

Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu

penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk

menghasilkan hormon yang berlebihan.

Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:

1. Toksisitas pada strauma multinudular

2. Adenoma folikular fungsional atau karsinoma (jarang)

3. Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)

4. Tumor sel benih, misal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan

mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)

5. Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato) yang keduanya dapat

berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal.

Patofisiologi

Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika.

Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai

tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-

lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat

beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel

meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15

kali lebih besar daripada normal.

Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu

yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi

45

Page 46: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang

berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat

TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil

akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi

TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek

perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda

dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon

tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH

oleh kelenjar hipofisis anterior.

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon

hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori

kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka

hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat

peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses

metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme

mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung

tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor

otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita

mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal

juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.

Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai

daerah jaringan periorbital dan otot-otot  ekstraokuler, akibatnya bola mata

terdesak keluar

Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells)

dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang

berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata

dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan

inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan

otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia. Dermopati Graves (miksedema

pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam jaringan fibroblast didaerah

pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi glikosaminoglikans .

46

Page 47: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Patogenesis dan patofisiologi Grave’s disease

Hiperthiroidisme pada Grave’s diseas, disebabkan oleh adanya reaksi

auitoimun secara abnormal terhadap reseptor TSH. Munculnya autoimun itu, tidak

diketahui mekanismenya. Reaksi autoimun itu, disebabkan oleh autoantibodi :

Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI) – TSI merupakan IgG

yang akan berikatan dengan reseptor TSH kemudian menstimulasi

aktivitas adenylate cyclase sehingga terjadi peningkatan sekresi

hormon thyroid.

Thyroid Growth-Stimulating Immunoglobulin (TGI) – Ketika TGI

berikatan dengan reseptor TSH maka akan ada induksi terhadap

proliferasi epitel folikel thyroid dan menyebabkan hiperplasi.

TSH-Binding Inhibitor Immunoglobulin (TB-II) – TBII merupakan

inhibitor terhadap TSH. Ketika TBII berikatan dengan reseptor TSG

maka akan terjadi stimulasi terhadap aktivitas hormon thyroid.

Manifestasi Klinis

Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang

usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak.

Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat.

Keluhan yang sering timbul antara lain adalah :

a. Peningkatan frekuensi denyut jantung

b. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap

katekolamin

c. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas,

intoleran terhadap panas, keringat berlebihan

d. Penurunan berat badan (tampak kurus), peningkatan rasa lapar (nafsu makan

baik)

e. Peningkatan frekuensi buang air besar

f. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid

g. Gangguan reproduksi

h. Tidak tahan panas

i. Cepat letih

47

Page 48: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

j. Tanda bruit

k. Haid sedikit dan tidak tetap

l. Mata melotot (exoptalmus).

Manifestasi klinis yang sering muncul pada Grave’s disease, adalah sebagai

berikut :

Hiperfungsi dari kelenjar Thyroid. Keadaan ini dikenal dengan kondisi

thyrotoxicosis, berupa peningkatan Basal Metabolism Rate (BMR) dan

aktivitas sistem saraf simpatis. Thyrotoxicosis itu akan memunculkan

manifestasi anxietas, tremor, takikardia, palpitasi, hiperrefleksi, tidak

tahan panas, bertambah nafsu makan, hipermotilitas usus, diare,

malabsorbsi, dan berkurangnya berat badan.

Infiltrative opthalmopathy dengan dengan akibat exopthalmus.

Infiltrative dermopathy dengan akibat pretibial myxerema.

Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini:

1. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH

akan memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan

saraf pusat atau kelenjar tiroid.

2. TSH (Tiroid Stimulating Hormone)

3. Bebas T4 (tiroksin)

4. Bebas T3 (triiodotironin)

5. Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrasound untuk memastikan

pembesaran kelenjar tiroid

6. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum

7. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan

hiperglikemia.

Untuk diagnosis tirotoksikosis telah dikenal indeks klinis Wayne yang

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti.

GEJALA SKOR TANDAADA

TIDAK ADA

48

Page 49: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Sesak nafas +1Pembesaran tiroid

+3 −3

Palpitasi +2Bruit pada tiroid

+2 −2

Mudah lelah +2 Eksophtalmus +2Senang hawa panas

−5Retraksi palpebra

+2

Senang hawa dingin

+5Palpebra terlambat

+4

Keringat berlebihan

+3 Hiperkinesis +2

Gugup +2Telapak tangan lembab

+1 −2

Nafsu makan naik

+3Nadi < 80x/menit

−3

Nafsu makan turun

−3Nadi > 90x/menit

+3 −2

Berat badan naik

−3 Fibrilasi atrial +4

Berat bedan turun

+1

Hasil score:

< 11 = eutiroid

11-18 = normal

> 19 = hipertiroid

Langkah penegakan diagnosa pada Grave’s disease

Penegakan diagnosa Grave’s disease diawali dengan anamnesis tentang

riwayat penyakit baik dirinya sendiri maupun keluarga (apakah dari keluarga ada

yang menderita, karena grave’s disese bersifat herediter), gejala-gejala/manifestasi

klinisnya serta test laboratorium. Takikardi, pada pasien tanpa kelainan jantung

adalah salah satu contoh manifestasi klinis yang dapat digunakan dalam

penegakkan diagnosa hipertiroidisme.

Exopthalmus juga merupakan gejala yang khas pada grave’s disease.

Meskipun begitu, pemeriksaan laboratorium tetap perlu dilakukan untuk lebih

menguatkan diagnosa. Pada pemeriksaan Lab ditujukan untuk mengetahui jumlah

hormone thyroid(pada grave’s disease akan ditemukan penurunan angka TSHs

49

Page 50: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

serta kenaikan angka FT4 dan FT3). Scan atau radioactive image untuk

mengetahui struktur kelenjar thyroid apakah mengalami kelainan atau tidak.

Untuk lebih menguatkan diagnosa perlu dilakukan test darah untuk mengetahui

adanya TSAb (Thyroid Stimulating Antibodies). Pada penderita Grave’s disease

ditemukan TSAb.

Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada Graves

disease maupun tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik

pada Graves disease.Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan

apathetic hyperthyroid atau padaeksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis

dan laboratorium yang jelas.

Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada Graves disease dan

hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada

hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan

normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin

(T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone

(TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan

sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.

Pada Graves disease , adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membrane

sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus

menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang

tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH

menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH

generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap

hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat

mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi

diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4).

50

Page 51: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Penatalaksanaan

Konservatif

Tata laksana penyakit Graves

Obat Anti-Tiroid.

Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien

mengalami gejala hipotiroidisme.

Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid seperti PTU atau

methimazol, yang diberikan paling sedikit selama 1 tahun. Obat-obat ini menyekat

sintesis dan pelepasan tiroksin.

Penyekat beta seperti propranolol diberikan bersamaan dengan obat-obat

antitiroid. Karena manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat dari pengaktifan

simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid, maka manifestasi klinis tersebut

akan berkurang dengan pemberian penyekat beta; penyekat beta manurunkan

takikardia, kegelisahan dan berkeringat yang berlebihan. Propranolol juga

menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triiodotironin. Indikasi :

1)      Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien

muda dengan struma ringan – sedang dan tiroktosikosis

2)      Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau

sesudah pengobatan yodium radioaktif

3)      Persiapan tiroidektomi

4)      Pasien hamil, usia lanjut

5)      Krisis tiroid

Penyekat adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementara menunggu

pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol

dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8

minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala

dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat

anti tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih

memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan

dihentikan, dan dinilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1

tahun obat antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun

kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps.

51

Page 52: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Lama terapi dengan obat-obat antitiroid pada penyakit Graves cukup

bervariasi dan dapat berkisar dari 6 bulan sampai 20 tahun. Remisi yang

dipertahankan dapat diramalkan dengan karakteristik sebagai berikut:

1)      Kelenjar tiroid kemabali normal ukurannya

2)      Pasien dikontrol dengan obat antitiroid dosis yang relative kecil

3)      TSH R Ab [stim] tidak lagi dideteksi dalam serum

4)      Jika kelenjar tiroid kembali secara normal bisa disupresi setelah pemberian

liotironin.

Surgical

Radioaktif iodine

Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif,

kontraindikasi untuk anak-anak dan wanita hamil.

Tiroidektomi

Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang

membesar.

Komplikasi

Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis

tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien

hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi

pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT

dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor,

hipertermia (sampai 1060F), dan apabila tidak diobati dapat menyebabkan

kematian.

Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves,

dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat

antitiroid. Hipertiroid yang terjadi pada anak-anak juga dapat menyebabkan

gangguan pertumbuhan.

52

Page 53: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

3. Krisis Tiroid

Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan

ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf,

dan sistem saluran cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan

kumpulan gejala akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan

atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat

berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis

tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap

tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis

yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan

operatif, infeksi, atau trauma.

Etiologi

Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular

toksik, nodul toksik, tiroiditis Hashimoto, tiroiditas deQuevain, karsinoma

tiroid folikular metastatik, dan tumor penghasil TSH. Etiologi yang paling

banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves (goiter difus

toksik). Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan

komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi

kelenjar tiroid selama operasi pada pasien hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat

terjadi sebelum, selama, atau sesudah operasi. Operasi umumnya hanya

direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit Graves dan strategi

terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid. Krisis tiroid

berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian.

Krisis tiroid juga dikaitkan dengan hipokalsemia berat. Seorang kasus

wanita berusia 30 tahun dengan krisis tiroid dan gangguan fungsi ginjal

menunjukkan adanya hipokalsemia. Hipokalsemia pada kasus tersebut telah

ada saat kreatinin serumnya masih normal. Kadar serum normal fragmen

ujung asam amino hormon paratiroid dalam keadaan hipokalsemia pada kasus

tersebut menunjukkan adanya gangguan fungsi paratiroid. Karena kadar serum

magnesiumnya normal dan tidak memiliki riwayat operasi tiroid ataupun

terapi radio-iodium, hipoparatiroidisme yang terjadi dianggap idiopatik. Kasus

53

Page 54: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

ini adalah kasus ketujuh yang disebutkan di literatur tentang penyakit Grave

yang disertai hipoparatiroidisme idiopatik.

Krisis tiroid dilaporkan pula terjadi pada pasien nefritis interstisial. Kasus

seorang pria berusia 54 tahun yang telah diterapi dengan tiamazol (5 mg/hari)

menunjukkan kadar hormon tiroid yang meningkat tajam setelah dilakukan

eksodontia. Meskipun dosis tiamazol yang diresepkan dinaikkan setelah

eksodontia pada hari keempat, pria ini mengalami krisis tiroid pada hari ke-52

pasca eksodontia. Temuan laboratoris juga menunjukkan disfungsi ginjal

(kreatinin 1,8 mg/dL pada hari ke 37 pasca eksodontia). Kadar hormon tiroid

kembali dalam batas normal setelah tiroidektomi subtotal. Namun, kadar

serum kreatinin masih tetap tinggi. Pria ini kemudian didiagnosis dengan

nefritis interstisial berdasarkan hasil biopsi ginjal dan diterapi dengan

prednisolon 30 mg/hari. Kasus ini mewakili kejadian krisis tiroid yang terjadi

meskipun tiamazol ditingkatkan dosisnya setelah eksodontia. Tampak bahwa

nefritis interstisial sebagaimana pula eksodontia merupakan faktor yang dapat

meningkatkan fungsi tiroid. Setelah buruknya respon terhadap obat anti-tiroid,

penting untuk mencegah krisis tiroid dengan menentukan faktor-faktor ini dan

pengobatan yang sesuai.

Patofisiologi

Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing

hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk

menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang

memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini

menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi

terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine

(T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat

dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding

globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi

dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon

tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar

pituitari anterior.

54

Page 55: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya

tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang

diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase,

simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang

merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid

dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan

berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid.

Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin

(Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang

diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain

itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan

pertumbuhan kelenjar tiroid.

Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam

merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang

melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari

tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid

yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid

(dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon

tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini

sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan

kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan

reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan

reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun

norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.

Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori

berikut ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid

dilaporkan memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien

dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total

tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang

muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin

merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid

meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menambah efek

55

Page 56: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan

munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin,

mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar

plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak

menjelaskan mengapa beta-blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid

pada tirotoksikosis.

Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat

patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat

terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar

hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat

ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat

pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine

(RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi

jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada

keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai

akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.

Gambaran klinis

Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-

gejala seperti iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan

berat badan sangat turun, keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi

sekolah yang menurun akibat penurunan rentang perhatian. Riwayat penyakit

sekarang yang umum dikeluhkan oleh pasien adalah demam, berkeringat

banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan berat badan. Keluhan saluran

cerna yang sering diutarakan oleh pasien adalah mual, muntah, diare, nyeri

perut, dan jaundice. Sedangkan keluhan neurologik mencakup gejala-gejala

ansietas (paling banyak pada remaja tua), perubahan perilaku, kejang dan

koma.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten

melebihi 38,5oC. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga

melebihi 41oC dan keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang

ditemukan antara lain hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau

hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak

56

Page 57: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia

(paling banyak supraventrikular, seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi

ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik mencakup

agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien, tremor,

kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan

goiter.

Selain kasus tipikal seperti digambarkan di atas, ada satu laporan kasus

seorang pasien dengan gambaran klinis yang atipik (normotermi dan

normotensif) yang disertai oleh sindroma disfungsi organ yang multipel,

seperti asidosis laktat dan disfungsi hati, dimana keduanya merupakan

komplikasi yang sangat jarang terjadi. Kasus ini menunjukkan bahwa kedua

sistem organ ini terlibat dalam krisis tiroid dan penting untuk mengenali

gambaran atipik ini pada kasus-kasus krisis tiroid yang dihadapi.

Gambaran laboratoris

Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada

gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid,

terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan

laboratorium atas tirotoksikosis. Pada pemeriksaan status tiroid, biasanya akan

ditemukan konsisten dengan keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat hanya

jika pasien belum terdiagnosis sebelumnya. Hasil pemeriksaan mungkin tidak

akan didapat dengan cepat dan biasanya tidak membantu untuk penanganan

segera. Temuan biasanya mencakup peningkatan kadar T3, T4 dan bentuk

bebasnya, peningkatan uptake resin T3, penurunan kadar TSH, dan

peningkatan uptake iodium 24 jam.

Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi

hal ini jarang terjadi. Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang

tidak spesifik, seperti peningkatan kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH,

kreatinin kinase, alkali fosfatase, dan bilirubin. Pada analisis gas darah,

pengukuran kadar gas darah maupun elektrolit dan urinalisis dilakukan untuk

menilai dan memonitor penanganan jangka pendek.

57

Page 58: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan krisis tiroid perlu proses dalam beberapa langkah.

Idealnya, terapi yang diberikan harus menghambat sintesis, sekresi, dan aksi

perifer hormon tiroid. Penanganan suportif yang agresif dilakukan kemudian

untuk menstabilkan homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi organ.

Pemeriksaan tambahan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi

faktor pencetusnya yang kemudian diikuti oleh pengobatan definitif untuk

mencegah kekambuhan. Krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang

memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus.

Penatalaksanaan: Menghambat Sintesis Hormon Tiroid

Senyawa anti-tiroid seperti propylthiouracil (PTU) dan methimazole

(MMI) digunakan untuk menghambat sintesis hormon tiroid. PTU juga

menghambat konversi T4 menjadi T3 di sirkulasi perifer dan lebih disukai

daripada MMI pada kasus-kasus krisis tiroid. Sedangkan MMI merupakan

agen farmakoogik yang umum digunakan pada keadaan hipertiroidisme.

Keduanya menghambat inkorporasi iodium ke TBG dalam waktu satu jam

setelah diminum.

Riwayat hepatotoksisitas atau agranulositosis dari terapi tioamida

sebelumnya merupakan kontraindikasi kedua obat tersebut. PTU diindikasikan

untun hipertiroidisme yang disebabkab oleh penyakit Graves. Laporan

penelitian yang mendukungnya menunjukkan adanya peningkatan risiko

terjadinya toksisitas hati atas penggunaan PTU dibandingkan dengan

metimazol. Kerusakan hati serius telah ditemukan pada penggunaan

metimazol pada lima kasus (tiga diantaranya meninggal).

PTU sekarang dipertimbangkan sebagai terapi obat lini kedua kecuali

pada pasien yang alergi atau intoleran terhadap metimazol atau untuk wanita

dengan kehamilan trimester pertama. Penggunaan metimazol selama

kehamilan dilaporkan menyebabkan embriopati, termasuk aplasia kutis,

meskipun merupakan kasus yang jarang ditemui.

Awasi secara ketat terapi PTU atas kemungkinan timbulnya gejala dan

tanda kerusakan hati, terutama selama 6 bulan pertama setelah terapi dimulai.

Untuk suspek kerusakan hati, hentikan bertahap terapi PTU dan uji kembali

58

Page 59: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

hasil pemeriksaan kerusakan hati dan berikan perawatan suportif. PTU tidak

boleh digunakan pada pasien anak kecuali pasien alergi atau intoleran

terhadap metimazol dan tidak ada lagi pilihan obat lain yang tersedia. Berikan

edukasi pada pasien agar menghubungi dokter jika terjadi gejala-gejala

berikut: kelelahan, kelemahan, nyeri perut, hilang nafsu makan, gatal, atau

menguningnya mata maupun kulit pasien.

Penatalaksanaan: Menghambat Sekresi Hormon Tiroid

Setelah terapi anti-tiroid dimulai, hormon yang telah dilepaskan dapat

dihambat dengan sejumlah besar dosis iodium yang menurunkan uptake

iodium di kelenjar tiroid. Cairan lugol atau cairan jenuh kalium iodida dapat

digunakan untuk tujuan ini. Terapi iodium harus diberikan setelah sekitar satu

jam setelah pemberian PTU atau MMI. Perlu diketahui bahwa iodium yang

digunakan secara tunggal akan membantu meningkatkan cadangan hormon

tiroid dan dapat semakin meningkatkan status tirotoksik. Bahan kontras yang

teiodinasi untuk keperluan radiografi, yaitu natrium ipodat, dapat diberikan

untuk keperluan iodium dan untuk menghambat konversi T4 menjadi T3 di

sirkulasi perifer. Kalium iodida dapat menurunkan aliran darah ke kelenjar

tiroid dan hanya digunakan sebelum operasi pada tirotoksikosis.

Pasien yang intoleran terhadap iodium dapat diobati dengan litium yang

juga mengganggu pelepasan hormon tiroid. Pasien yang tidak dapat

menggunakan PTU atau MMI juga dapat diobati dengan litium karena

penggunaan iodium tunggal dapat diperdebatkan. Litium menghambat

pelepasan hormon tiroid melalui pemberiannya. Plasmaferesis, pertukaran

plasma, transfusi tukar dengan dialisis peritoneal, dan perfusi plasma charcoal

adalah teknik lain yang digunakan untuk menghilangkan hormon yang

berlebih di sirkulasi darah. Namun, sekarang teknik-teknik ini hanya

digunakan pada pasien yang tidak merespon terhadap penanganan lini awal.

Preparat intravena natrium iodida (diberikan 1 g dengan infus pelan per 8-12

jam) telah ditarik dari pasaran.

Penatalaksanaan: Menghambat Aksi Perifer Hormon Tiroid

Propranolol adalah obat pilihan untuk melawan aksi perifer hormon

tiroid. Propranolol menghambat reseptor beta-adrenergik dan mencegah

59

Page 60: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

konversi T4 menjadi T3. Obat ini menimbulkan perubahan dramatis pada

manifestasi klinis dan efektif dalam mengurangi gejala. Namun, propranolol

menghasilkan respon klinis yang diinginkan pada krisis tiroid hanya pada

dosis yang besar. Pemberian secara intravena memerlukan pengawasan

berkesinambungan terhadap irama jantung pasien.

Sekarang, esmolol merupakan agen beta-blocker aksi ultra-cepat yang

berhasil digunakan pada krisis tiroid. Agen-agen beta-blocker non-selektif,

seperti propranolol maupun esmolol, tidak dapat digunakan pada pasien

dengan gagal jantung kongestif, bronkospasme, atau riwayat asma. Untuk

kasus-kasus ini, dapat digunakan obat-obat seperti guanetidin atau reserpin.

Pengobatan dengan reserpin berhasil pada kasus-kasus krisis tiroid yang

resisten terhadap dosis besar propranolol. Namun, guanetidin dan reserpin

tidak dapat digunakan pada dalam keadaan kolaps kardiovaskular atau syok.

Penatalaksanaan: Penanganan Suportif

Terapi cairan dan elektrolit yang agresif diperlukan untuk mengatasi

dehidrasi dan hipotensi. Keadaan hipermetabolik yang berlebihan dengan

peningkatan transit usus dan takipnu akan membawa pada kehilangan cairan

yang cukup bermakna. Kebutuhan cairan dapat meningkat menjadi 3-5 L per

hari. Dengan demikian, pengawasan invasif disarankan pada pasien-pasien

lanjut usia dan dengan gagal jantung kongestif. Agen yang meningkatkan

tekanan darah dapat digunakan saat hipotensi menetap setelah penggantian

cairan yang adekuat. Berikan pulan cairan intravena yang mengandung

glukosa untuk mendukung kebutuhan gizi. Multivitamin, terutama vitamin B1,

dapat ditambahkan untuk mencegah ensefalopati Wernicke. Hipertermia

diatasi melalui aksi sentral dan perifer.

Asetaminofen merupakan obat pilihan untuk hal tersebut karena aspirin

dapat menggantikan hormon tiroid untuk terikat pada reseptornya dan malah

meningkatkan beratnya krisis tiroid. Spons yang dingin, es, dan alkohol dapat

digunakan untuk menyerap panas secara perifer. Oksigen yang dihumidifikasi

dingin disarankan untuk pasien ini.

Penggunaan glukokortikoid pada krisis tiroid dikaitkan dengan peningkatan

angka harapan hidup. Awalnya, glukokortikoid digunakan untuk mengobati

60

Page 61: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

kemungkinan insufisiensi relatif akibat percepatan produksi dan degradasi

pada saat status hipermetabolik berlangsung. Namun, pasien mungkin

mengalami defisiensi autoimun tipe 2 dimana penyakit Graves disertai oleh

insufisiensi adrenal absolut. Glukokortikoid dapat menurunkanuptake iodium

dan titer antibodi yang terstimulasi oleh hormon tiroid disertai stabilisasi

anyaman vaskuler. Sebagai tambahan, deksametason dan hidrokortison dapat

memiliki efek menghambat konversi T4 menjadi T3. Dengan demikian, dosis

glukokortikoid, seperti deksametason dan hidrokortison, sekarang rutin

diberikan.

Meskipun seringkali muncul pada pasien lanjut usia, dekompensasi

jantung juga dapat muncul pada pasien yang muda dan bahkan pada pasien

tanpa penyakit jantung sebelumnya. Pemberian digitalis diperlukan untuk

mengendalikan laju ventrikel pada pasien dengan fibrilasi atrium. Obat-obat

anti-koagulasi mungkin diperlukan untuk fibrilasi atrium dan dapat diberikan

jika tidak ada kontraindikasi. Digoksin dapat digunakan pada dosis yang lebih

besar daripada dosis yang digunakan pada kondisi lain. Awasi secara ketat

kadar digoksin untuk mencegah keracunan. Seiring membaiknya keadaan

pasien, dosis digoksin dapat mulai diturunkan. Gagal jantung kongestif

muncul sebagai akibat gangguan kontraktilitas miokardium dan mungkin

memerlukan pengawasan dengan kateter Swan-Ganz.

Keadaan hiperadrenergik telah dilaporkan pada pasien hipertiroid.

Hilangnya tonus vagal selama tirotoksikosis dapat memicu iskemia miokardial

transien dan pengawasan jangka panjang elektrokardiogram (EKG) dapat

meningkatkan deteksi takiaritmia dan iskemia miokardial tersebut. Blokade

saluran kalsium mungkin merupakan terapi yang lebih cocok dengan melawan

efek agonis kalsium yang terkait hormon tiroid pada miokardium dan

memperbaiki ketidakseimbangan simpatovagal.

Penatalaksanaan: Efek Samping

Efek samping PTU yang pernah dilaporkan adalah perdarahan atau gusi

mudah berdarah, kerusakan hati (anoreksia, pruritus, nyeri perut kanan atas,

peningkatan kadar transaminase hingga tiga kali nilai normal), infeksi (terjadi

akibat agranulositosis), pruritus hingga dermatitis eksfoliatif, vaskulitis

61

Page 62: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

maupun ulkus oral vaskulitik, dan pioderma gangrenosum. Meskipun

termasuk rekomendasi D, beberapa pendapat ahli masih merekomendasikan

bahwa obat ini harus tetap dipertimbangkan sebagai lini pertama terapi

penyakit Graves selama kehamilan. Risiko kerusakan hati serius, seperti gagal

hati dan kematian, telah dilaporkan pada dewasa dan anak, terutama selama

enam bulan pertama terapi.

Agranulositosis adalah efek samping yang jarang terjadi pada

penggunaan obat anti-tiroid dan merupakan etiologi atas infeksi yang didapat

dari komunitas dan mengancam jiwa pasien yang menggunakan obat-obat ini.

Manifestasi klinis yang sering muncul adalah demam (92%) dan sakit

tenggorokan (85%). Diagnosis klinis awal biasanya adalah faringitis akut

(46%), tonsilitis akut (38%), pneumonia (15%) dan infeksi saluran kencing

(8%). Kultur darah positif untuk Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,

Staphylococcus aureus, Capnocytophaga species.

Kematian disebabkan oleh infeksi yang tidak terkendali, krisis tiroid dan

gagal organ yang multipel. Basil Gram negatif, seperti Klebsiella pneumoniae

dan P. aeruginosa, merupakan patogen yang paling sering ditemui pada isolat

klinis. Antibiotik spektrum luas dengan aktifitas anti-pseudomonas harus

diberikan pada pasien dengan agranulositosis yang disebabkan oleh obat anti-

tiroid yang menampilkan manifestasi klinis infeksi yang berat.

Komplikasi

Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain

hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada

tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia akibat

oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan

curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot

proksimal. Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid

yang jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun

yang mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan

pemeriksaan sampel darah sebelumnya.

Hal yang mengejutkan adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL

dan kadar asam laktat meningkat hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika

62

Page 63: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan normotermi hipoglikemik dan

asidosis laktat, perlu dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis

tiroid lebih dini karena kondisi ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan.

Penting pula untuk menerapkan prinsip-prinsip standar dalam penanganan

kasus krisis tiroid yang atipik.

Prognosis

Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian

keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi

terdapat laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor

pencetus atau penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan

diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan

baik.

Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat

setelah diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya

setelah dilakukan blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis

tiroid setelah terapi RAI untuk hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian

obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari sebelum pemberian RAI dan

ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan sejumlah besar hormon

tiroid dari folikel yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri. Karena kadar

hormon tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya,

banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid

merupakan penyebab utama krisis tiroid.

Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-tiroid (termasuk

metimazol) hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai kembali

obat dalam 3 hari setelahnya. Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih

dini setelah terapi RAI dapat menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan

dosis kedua. Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid sebelum

prosedur operatif dilakukan pada pasien yang berisiko mengalami

hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-Albright).

63

Page 64: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

4. Regulasi Hormonal pada Kelenjar Tiroid

A. Sintesis

Bahan Baku Yodium

Untuk membuat tiroksin dalam jumlah normal, setiap tahunnya

dibutuhkan 50 mg yodium yang ditelan dalam bentuk iodida. Setelah

ditelan per oral, iodida akan diabsorpsi dari saluran cerna ke dalam

darah. Seperlima dari iodida yang beredar di darah akan digunakan

oleh kelenjar tiroid sebagai bahan baku.

Pompa Iodida (Trapping)

Tahap pertama pembuatan hormon tiroid dimulai disini, yakni

pengangkutan iodida dari darah ke dalam sel-sel dan folikel kelenjar

tiroid. Iodida akan dipompakan secara aktif oleh membran basal sel

tiroid, kemampuan ini disebut iodide trapping. Pada keadaan normal,

kelenjar tiroid (pompa iodida) dapat memekatkan iodida 30 kali dari

konsentrasinya di dalam darah. Jika pompa menjadi sangat aktif,

tingkat kepekatan dapat meningkat menjadi 250 kali lipat. Faktor-

faktor yang berperan pada kecepatantrapping antara lain TSH

(menaikkan kerja) dan hipofisektomi (mengurangi aktivitas pompa

iodida).

Proses Kimia Pembentukan Tiroksin dan Triiodotironin

Sekresi Tiroglobulin. Retikulum endoplasma dan aparatus Golgi

mensintesis dan menyekresi molekul glikoprotein besar yang

disebut tiroglobulin, dengan berat molekul 335.000, ke dalam folikel.

Setiap molekul tiroglobulin mengandung 70 asam amino tirosin, dan

tiroglobulin merupakan substrat utama yang bergabung dengan iodida

untuk membentuk hormon tiroid. Hormon tiroksin dan triiodotironin

dibentuk dari asam amino tirosin, yang merupakan sisa bagian dari

molekul tiroglobulin selama sintesis hormon tiroid.

Oksidasi Ion Iodida. Awalnya, ion yodium berbentuk nascent

iodine (Io) atau I3-. Bentuk ion ini harus dioksidasi agar bisa berikatan

dengan asam amino tirosin. Proses oksidasi yodium tersebut

ditingkatkan oleh enzim peroksidase dan penyertanya hidrogen

64

Page 65: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

peroksidase. Enzim peroksidase terletak di bagian apikal membran sel

atau melekat pada membran sel, sehinga menempatkan yodium yang

teroksidasi tadi di dalam sel tepat pada molekul tiroglobulin mula-

mula dikeluarkan dari alat golgi dan melalui membran sel masuk ke

dalam tempat penyimpanan koloid kelenjar tiroid.

Iodinasi Tirosin, ‘Organifikasi’ Tiroglobulin. Pengikatan iodium

dengan molekul tiroglobulin disebut organifikasi tiroglobulin. Iodium

yang sudah teroksidasi akan berikatan langsung, meskipun sangat

lambat, dengan asam amino tirosin. Di dalam sel-sel tiroid, iodium

yang teroksidasi itu berasosiasi dengan enzim iodinase yang

menyebabkan proses di atas dapat berlangsung selama beberapa detik

hingga menit. Dengan kecepatan yang sama dengan pelpasan

tiroglobulin dari aparatus Golgi, iodium akan berikatan dengan

seperenam bagian dari asam amino tirosin yang ada pada molekul

tiroglobulin.

Tirosin mula-mula diiodisasi menjadi monoiodotirosin dan

selanjutnya menadi diiodotirosin. Selama beberapa hari berikutnya,

makin banyak sisa diiodotirosin yang saling bergandengan (coupling)

satu sama lainnya. Reaksi ini disebut coupling reaction.

Hasil penggabungan satu molekul monoiodotirosin dengan satu

molekul diiodotirosin membentuk 3,5,3’-Triiodotironin (T3).

Sementara, jika dua diiodotirosin bergabung,

terbentuklah Tiroksin (T4). 93% dari hormon tiroid yang diproduksi

adalah tiroksin, 7% lainnya adalah triiodotironin. Namun, di jaringan,

tiroksin akan dideionisasi menjadi triiodotironin, yakni hormon tiroid

utama yang dipakai jaringan (35 mikrogram digunakan per harinya).

Kira-kira hanya ¼ dari total hasil iodinasi tiroglobulin yang

menjadi tiroksin dan triiodotironin, selebihnya tetap menjadi

diiodotirosin dan monoiodotirosin.

Penyimpanan Tiroglobulin. Sesudah hormon tiroid disintesis,

setiap molekul tiroglobulin mengandung 30 molekul tiroksin, dan

rata-rata terdapat sedikit molekul triiodotironin. Hormon tiroid

65

Page 66: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

disimpan di dalam folikel dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan

tubuh 2 hingga 3 bulan ke depan.

 

Proses Sintesis Hormon Tiroid

Pelepasan Tiroksin dan Triiodotironin

Tiroksin dan triiodotironin harus dipecah terlebih dahulu dari

molekul tiroglobulin sebelum diedarkan ke sistem sirkulasi tubuh.

Awalnya, permukaan apikal sel-sel tiroid menjulurkan pseudopodia

mengelilingi sebagian kecil koloid, sehingga terbentuk vesikel

pinositik. Vesikel ini masuk ke dalam apeks sel tiroid, kemudian

bergabung dengan lisosom sel untuk mendigestikan molekul-molekul

tiroglobulin menggunakan enzim protease. Protease tersebut akan

melepaskan tiroksin dan triiodotironin menjadi bentuk bebas.

Selanjutnya, kedua hormon tersebut berdifusi melalui bagian basal

sel-sel tiroid ke pembuluh kapiler di sekelilingnya.

Diiodotirosin dan monoiodotirosin yang masih terikat pada

molekul tiroglobulin tetap didigesti dengan enzim deiodinase,

sehingga iodin yang menempel pada mereka dilepaskan ke sel. Iodin

66

Page 67: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

yang dilepaskan ini menjadi bahan baku tambahan bagi sel untuk

membuat hormon baru.

Pengangkutan ke Jaringan

- Protein Plasma. 99% hormon tiroid berikatan dengan protein

plasma yang disintesis hati. Hormon-hormon tersebut terutama

berikatan dengan globulin pengikat-tiroksin (TBG), namun ada

juga yang berikatan dengan  albumin  serta  prealbumin pengikat-

tiroksin (TBP).

- Jaringan. Protein plasma memiliki afinitas yang sangat tinggi

terhadap hormon tiroid. Akibatnya, hormon tiroid, khususnya

tiroksin, sangat lambat dilepas ke jaringan. Setiap enam hari,

setengah dari jumlah tiroksin di darah dilepaskan ke jaringan,

sementara triiodotironin cukup dalam 1 hari saja. Sewaktu

memasuki sel, hormon tiroid berikatan dengan protein intrasel,

tiroksin sekali lagi berikatan lebih kuat daripada triiodotironin.

Hormon-hormon di atas memiliki onset yang lambat dan masa

kerja yang lama. Setelah penyuntikan dosis besar tiroksin, misalnya,

efek metabolisme belum muncul dalam 2-3 hari pertama. Namun,

ketika tiroksin sudah beraktivitas, akan terjadi progresivitas yang

sangat tinggi, dan mencapai puncak hingga 10-12 hari. Aktivitas

hormon kemudian akan menurun setelah 15 hari, namun tetap

bertahan selama kira-kira 1,5-2 bulan.

Triiodotironin lebih cepat berespon dibanding tirosin, dengan periode

laten 6-12 jam pertama penyuntikan. Aktivitas selular maksimum

akan didapatkan pada 2-3 hari. Periode laten ini terjadi akibat ikatan

yang kuat antara hormon dengan protein intrasel

67

Page 68: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

B. Mekanisme

Sekresi hormon tiroid melalui beberapa mekanisme, dan dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu :

1) TSH (Tiroid Stimulating Hormon)

TSH dari hipofisis anterior meningkatkan sekresi tiroid. Efeknya

antara lain meningkatkan proteolisis tiroglobulin, meningkatkan aktivitas

pompa yodium, meningkatkan iodinasi tirosin, meningkatkan ukuran dan

aktivitas sekretorik sel-sel tiroid, serta meningkatkan jumlah sel-sel tiroid.

Namun, efek awal yang paling penting adalah proteolisis tiroglobulin,

sehingga, dengan dilepaskannya TSH, akan dilepaskan pula tiroksin dan

triiodotironin ke aliran darah. Efek ini perlu waktu berjam-jam hingga

berhari-hari.

2) Siklik Adenosin Monofosfat (cAMP).

cAMP berfungsi sebagai caraka kedua dalam efek perangsangan TSH.

Efek dari sistem cAMP ini adalah bervariasinya respons sel-sel tiroid yang

ditangsang TSH. Awalnya, terjadi pengikatan TSH dengan reseptor spesifik

TSH di basal membran sel. Ikatan ini mengaktifkan adenilil siklase yang

meningkatkan pembentukan cAMP. Molekul tersebut kemudian

mengaktifkan protein kinase yang digunakan untuk fosforilasi di seluruh sel.

3) Pengaturan Sekresi TSH.

Sekresi TSH diatur oleh hipotalamus, yaitu sekresi neurohormon TRH

(Thyrotrophin Releasing Hormone). TRH adalah amida tripeptida yang

mempengaruhi kelenjar hipofisis anterior untuk mengeluarkan TSH. Harus

ada aliran darah porta yang menghubungkan hipotalamus dengan hipofisis,

jika tidak, TRH tidak bisa sampai ke hipofisis untuk merangsang

pengeluaran TSH.

Awalnya, terjadi pengikatan TRH di dalam membran hipofisis. Ikatan

ini mengaktifkan sistem caraka kedua fosfolipase di hipofisis, sehingga

terbentuk fosfolipase C, diikuti dengan produksi caraka kedua lain seperti

ion kalsium dan diasil gliserol.

68

Page 69: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

4) Efek Umpan Balik.

Umpan balik negatif untuk kontrol sekresi TSH adalah adanya

peningkatan konsentrasi hormon tiroid di cairan tubuh. Bila kecepatan

sekresi tiroid meningkat hingga 1,75 kali normal, kecepatan TSH dapat

menurun hingga nol. Meskipun hipofisis anterior dipisahkan dari

hipotalamus, efek umpan balik negatif tetap bekerja. Sehingga, selain

berpengaruh terhadap sekresi TRH pada hipotalamus, efek umpan balik

negatif juga diperkirakan bekerja langsung ke hipofisis anterior.

C. Cara Kerja

Hormon tiroid memiliki fungsi yang berbeda pada target organ yang

berbeda, dengan mekanisme sebagai berikut :

1) Efek Metabolik Hormon Tiroid

Efek metabolik dari hormon tiroid antara lain :

a) Termoregulasi

b) Metabolisme Protein

Dalam dosis fisiologis bersifat anabolik, sedangkan dalam dosis besar

bersifat katabolik.

c) Metabolisme Karbohidrat

Bersifat diabeto-genik , karena resorpsi intestinal meningkat, sehingga

cadangan glikogen hati menipis.

d) Metabolisme Lipid

Meski T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi

kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga

pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah.

e) Vitamin A

Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan

hormon tiroid.

2) Efek Fisiologik Hormon Tiroid

Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan

suatu lag time berjam-jam atau berhari-hari untuk mencapai efek yang

penuh. Aksi genomik ini menimbulkan sejumlah efek, termasuk efek pada

69

Page 70: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

pertumbuhan jaringan, pematangan otak, dan peningkatan produksi panas

dan konsumsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh peningkatan aktivitas

dari Na+-K+ ATPase, produksi dari reseptor beta-adrenergik yang

meningkat. Sejumlah aksi dari T3 tidak genomik, seperti penurunan dari

deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor glukosa dan

asam amino. Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut

ini.

a) Efek pada Perkembangan Janin

Sistem TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin

manusia sekitar 11 minggu. Sebelum saat ini, tiroid janin tidak

mengkonsentrasikan I. Karena kandungan plasenta yang tinggi dari

deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar T3 dan T4 maternal diinaktivasi dalam

plasenta, dan sangat sedikit sekali hormon bebas mencapai sirkulasi janin.

Dengan demikian, janin sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya

sendiri. Walaupun sejumlah pertumbuhan janin terjadi tanpa adanya sekresi

hormon tiroid janin, perkembangan otak dan pematangan skeletal jelas

terganggu, menimbulkan kretinisme (retardasi mental dan dwarfisme/cebol).

b) Pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan

Radikal Bebas

T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui

stimulasi Na+-K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan

testis. Hal ini berperan pada peningkatan kecepatan metabolisme basal

(keseluruhan konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan kepekaan

terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon tiroid juga menurunkan kadar

dismutase superoksida, menimbulkan peningkatan pembentukan radikal

bebas anion superoksida. Hal ini dapat berperan pada timbulnya efek

mengganggu dari hipertiroidisme kronik.

c) Efek Kardiovaskular

T3 merangsang transkripsi dari rantai berat β miosin dan menghambat

rantai berat β miosin, memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga

meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik,

70

Page 71: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

meningkatkan kontraksi diastolik jantung; mengubah isoform dari gen Na+ -

K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor adrenergik-beta dan

konsentrasi protein G. Dengan demikian, hormon tiroid mempunyai efek

inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap jantung. Hal ini merupakan

penyebab dari keluaran jantung dan peningkatan nadi yang nyata pada

hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme.

d) Efek Simpatik

Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor

adrenergik-beta dalam otot jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan

limfosit. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial. Di

samping itu; mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin pada tempat

pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap katekolamin meningkat

dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat

adrenergik-beta dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardia

dan aritmia.

e) Efek Pulmonar

Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne

normal pada pusat pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi

hipoventilasi, kadangkadang memerlukan ventilasi bantuan.

f) Efek Hematopoetik

Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme

menyebabkan peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan

eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak meningkat karena

hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon tiroid

meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan

peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2

kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada hipotiroidisme.

g) Efek Gastrointestinal

Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan

peningkatan motilitas dan diare pada hipertiroidisme dan memperlambat

transit usus serta konstipasi pada hipotiroidisme. Hal ini juga menyumbang

71

Page 72: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada hipotiroidisme dan

pertambahan berat pada hipotiroidisme.

h) Efek Skeletal

Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang,

meningkatkan resorpsi tulang, dan hingga tingkat yang lebih kecil,

pembentukan tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan

osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat, hiperkalsemia sedang,

hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan hubungan-

silang pyridinium.

i) Efek Neuromuskular

Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak

protein struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian

protein dan kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat berkaitan

dengan kreatinuria sontan. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan

kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperefleksia atau

hipertiroidisme-atau sebaliknya pada hipotiroidisme. Hormon tiroid penting

untuk perkembangan dan fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan

hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta kelambanan pada hipotiroidisme

dapat mencolok.

j) Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat

Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis

hati demikian pula absorpsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme

akan mengeksaserbasi diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi

kolesterol keduanya meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini

sebagian besar disebabkan oleh suatu peningkatan dari reseptor low-density

lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas

tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak

dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol meningkat pada hipotiroidisme.

k) Efek Endokrin

Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak

hormon dan obat-obatan farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari

kortisol adalah sekitar 100 menit pada orang normal, sekitar 50 menit pada

72

Page 73: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

pasien hipertiroid, sekitar 150 menit pada pasien hipotiroid. Kecepatan

produksi kortisol akan meningkat pada pasien hipertiroid; dengan fungsi

adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar hormon sirkulasi

yang normal. Namun, pada seorang pasien dengan insufisiensi adrenal,

timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari hipotiroidisme

dapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal. Ovulasi dapat terganggu

pada hipertiroidisme maupun hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas, yang

dapat dikoreksi dengan pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin serum

meningkat sekitar 40% pada pasien dengan hipotiroidisme, kemungkinan

suatu manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini akan kembali

normal dengan terapi T4.

73

Page 74: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

VI. Kerangka Konsep

74

Keberadaan TSab

Overstimulasi kelenjar tiroid

Pengurangan kadar T4Struma Diffusa

Produksi panas meningkat

Peningkatan peristaltik usus

Penurunan kadar TSH

Epinefrin meningkat

Peningkatan deposit glukosaminoglikan pada retroorbita

Gugup, cemas, sulit tidur, terburu-buru

Berdebar-debar

Diare

Eksopthalmos

TD , RR , HR

Graves Disease

Oral Hygiene yang buruk

Infeksi

Peningkatan IL2 & TNF alfa

Sakit Tenggoro

Batuk Pilek

Demam

Faring hiperemis

Melepaskan T4 dari TBG

Krisis TiroidMeningkatkan kadar T4 bebas

Delirium

Page 75: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

VII. Kesimpulan

Nn. L, 22 tahun mengalami penurunan kesadaran akibat krisis tiroid

sebagai komplikasi hipertiroidisme yang disebabkan oleh Grave Disease yang

dicetuskan oleh infeksi

75

Page 76: Skenario C Blok 14 Tahun 2013-2014

Daftar Pustaka

Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Edisi 9). Jakarta : EGC.

Hamdan, H. 2013. (Online, http://hamdan-hariawan-fkp13.web.unair.ac.id/artikel_detail-88249askep%20endokrinaskep%20krisis%20tiroid.html, diakses pada 2 Januari 2014).

Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira edisi 12. Jakarta : EGC.

Misra M, Singhal A, Campbell D. Thyroid storm. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/394932-print.

Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Schraga ED. Hyperthyroidism , thyroid storm , and Graves disease. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/324556-print.

Tim Penyusuan Panduan Skill Lab Blok 3.1. 2011. PENUNTUN SKILLS LAB, Edisi Ke-1. Padang : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas [Online] (diakes dalam http://repository.unand.ac.id/15476/4/Penuntun_Skill_Lab_3.pdf pada 1 Januari 2014)

76