presus intoksikasi organofosfat

22
INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama (insekta, jamur dan gulma). Sehingga pestisida dikelompokkan menjadi : - Insektisida (pembunuh insekta) - Fungisida ( pembunuh jamur) - Herbisida (pembunuh tanaman pengganggu) Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang. Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida banyak dilaporkan baik karena kecelakaan waktu menggunakannya, maupun karena disalah gunakan (unttuk bunuh diri). Dewasa ini bermacam- macam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga. DEFINISI Organofosfat adalah nama umum ester dari asam fosfat. Organofosfat dapat digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain, fosfat, fosforothioat, fosforamidat, fosfonat, dan sebagainya. Contoh dari organofosfat termasuklah insektisida (malathion, parathion, diazinon,

Upload: sirli-mardianna-trishinta

Post on 22-Oct-2015

56 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Presus Intoksikasi Organofosfat

INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT

Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama (insekta, jamur dan

gulma).

Sehingga pestisida dikelompokkan menjadi :

- Insektisida (pembunuh insekta)

- Fungisida ( pembunuh jamur)

- Herbisida (pembunuh tanaman pengganggu)

Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan

penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah

tangga untuk memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga

penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan

keracunan pada orang. Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida

banyak dilaporkan baik karena kecelakaan waktu menggunakannya, maupun

karena disalah gunakan (unttuk bunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis

pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat

menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik

pada serangga.

DEFINISI

Organofosfat adalah nama umum ester dari asam fosfat. Organofosfat

dapat digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain, fosfat,

fosforothioat, fosforamidat, fosfonat, dan sebagainya. Contoh dari

organofosfat termasuklah insektisida (malathion, parathion, diazinon, fenthion,

dichlorvos, chlorpyrifos, ethion), dan antihelmintik (trichlorfon). Organofosfat

bisa diabsorpsi melalui absorpsi kulit atau mukosa atau parenteral, per oral,

inhalasi dan juga injeksi.

Struktur umum organofosfat

Page 2: Presus Intoksikasi Organofosfat

Gugus X pada struktur di atas disebut “leaving group” yang tergantikan

saat organofosfat menfosforilasi asetilkholin serta gugus ini paling sensitif

terhidrolisis. Sedangkan gugus R1 dan R2 umumnya adalah golongan

alkoksi, misalnya OCH3 atau OC2H5. Organofosfat dapat digolongkan

menjadi beberapa golongan antara lain, fosfat, fosforothioat, fosforamidat,

fosfonat, dan sebagainya.

PREDISPOSISI

Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestisida adalah

faktor dalam tubuh (internal) dan faktor dariluar tubuh (eksternal), faktor-faktor

tersebut adalah :

1. Faktor dalam tubuh (internal) antara lain :

a. Umur

Umur merupakan fenomena alam, semakin lama seseorang hidup maka

usia pun akan bertambah. Seiring dengan pertambahan umur maka

fungsi metabolisme tubuh juga menurun.

Semakin tua umur maka rata-rata aktivitas kolinesterase darah semakin

rendah, sehingga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida.

b. Status gizi

Buruknya keadaan gizi seseorang akan berakibat menurunnya daya

tahantubuh dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi. Kondisi gizi

yangburuk, protein yang ada dalam tubuh sangat terbatas dan

enzimkolinesterase terbentuk dari protein, sehingga pembentukan

enzimkolinesterase akan terganggu. Dikatakan bahwa orang yang

memilikitingkat gizi baik cenderung memiliki kadar rata-rata kolinesterase

lebih besar.

c. Jenis kelamin

Kadar kholin bebas dalam plasma darah laki-laki normal rata-rata

4,4μg/ml. Analisis dilakukan selama beberapa bulan menunjukkan

bahwatiap-tiap individu mempertahankan kadarnya dalam plasma hingga

relatifkonstan dan kadar ini tidak meningkat setelah makan atau

pemberian oral sejumlah besar kholin. Ini menunjukkan adanya

mekanisme dalam tubuh untuk mempertahankan kholin dalam plasma

pada kadar yang konstan. Jenis kelamin sangat mempengaruhi aktivitas

Page 3: Presus Intoksikasi Organofosfat

enzim kolinesterase, jenis kelamin laki-laki lebih rendah dibandingkan

jenis kelamin perempuan karena pada perempuan lebih banyak

kandungan enzim kolinesterase, meskipun demikian tidak dianjurkan

wanita menyemprot dengan menggunakan pestisida, karena pada

saat kehamilan kadar rata-rata kolinesterase cenderung turun.

d. Tingkat pendidikan

Pendidikan formal yang diperoleh seseorang akan memberikan tambahan

pengetahuan bagi individu tersebut, dengan tingkat pendidikan yang

lebihtinggi diharapkan pengetahuan tentang pestisida dan bahayanya

juga lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah,

sehingga dalam pengelolaan pestisida, tingkat pendidikan tinggi akan

lebih baik.

2. Faktor di luar tubuh (eksternal)

a. Dosis

Semua jenis pestisida adalah racun, dosis semakin besar semakin

mempermudah terjadinya keracunan pada petani pengguna pestisida.

Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan

pestisida, hal ini ditentukan dengan lama pajanan. Untuk dosis

penyemprotan di lapangan khususnya golongan organofosfat, dosis yang

dianjurkan 0,5 – 1,5 kg/ha.

b. Lama kerja

Semakin lama bekerja sebagai petani maka semakin sering kontak

dengan pestisida sehingga risiko terjadinya keracunan pestisida

semakin tinggi. Penurunan aktivitas kolinesterase dalam plasma darah

karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai seseorang

terpapar hingga 2 minggusetelah melakukan penyemprotan.

c. Tindakan penyemprotan pada arah angina

Arah angin harus diperhatikan oleh penyemprot saat melakukan

penyemprotan. Penyemprotan yang baik bila searah dengan arah

angindengan kecepatan tidak boleh melebihi 750 m per menit. Petani

pada saatmenyemprot melawan arah angin akan mempunyai resiko

lebih besar dibanding dengan petani yang saat menyemprot searah

dengan arah angin.

Page 4: Presus Intoksikasi Organofosfat

d. Frekuensi penyemprotan

Semakin sering melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi pula

resiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai

dengan ketentuan. Waktu yang dibutuhkan untuk dapat kontak dengan

pestisida maksimal 5 jam perhari.

e. Jumlah jenis pestisida

Jumlah jenis pestisida yang banyak yang digunakan dalam waktu

penyemprotan akan menimbulkan efek keracunan lebih besar

biladibanding dengan penggunaan satu jenis pestisida karena daya

racun ataukonsentrasi pestisida akan semakin kuat sehingga

memberikan efek samping yang semakin besar

PATOFISIOLOGI

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan

fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.

Page 5: Presus Intoksikasi Organofosfat

Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida

lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam

jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari

beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa.

Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan

kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut

secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat

enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan

dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer.

Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada

seluruh bagian tubuh.

Hambatan ini dapat terjadi beberapa jam hingga beberapa minggu tergantung

dari jenis antikolinesterasenya. Hambatan oleh turunan karbaamat hanya

beberapa jam dan bersifat reversible. Hambatan yang bersifat irreverssibel dapat

diturunkan oleh turunan ester asam fosfat yang dapat merusak kolinesterase dan

perbaikan baru timbul setelah mensintesis kembali kolinesterase.

Page 6: Presus Intoksikasi Organofosfat

Asetilkolin adalah suatu neurotransmitter yang terdapat di antara ujung-ujung

saraf dan otot serta berfungsi meneruskan rangsangan saraf. Apabila

rangsangan ini berlangsung terus menerus akan menyebabkan penimbunan

asetilkolin. Kolinesterase yang terdapat di berbagai tempat dengan jalan

menghidrolisis asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat dalam waktu sangat

cepat, sehingga penimbunan asetilkolin asetilkolin tidak terjadi.

Organofosfat merupakan pestisida yang sangat berbahaya karena ikatan

pestisida organofosfat dan kolinesterase hamper bersifat irreversible. Intoksikasi

dapat timbul akibat penyerapan dari beberapa tempat termasuk dari kulit dan

saluran nafas.

Penurunan aktivitas kolinesterase hingga menjadi 60% akan menyebabkan

timbulnya gejala yang tidak spesifik seperti pusing, mual, lemah, sakit dada dan

lain-lain. Pada umumnya gejala dan kelainan neurologic muncul setelah

terjadinya penghambatan 50% atau lebih aktivitas kolinesterase. Menurut WHO,

penurunan aktivitas kolinesterase sebesar 30% dari normal menunjukkan telah

terjadi pemaparan organofosfat.

GEJALA

Tanda dan gejala dari intoksikasi organofosfat terbagi menjadi 3 bagian: (1) efek

muskarinik, (2) efek nikotinik, dan (3) efek Sistem Saraf Pusat

a. Efek muskarinik atau toksisitas akut

Tanda dan gejala yang timbul 12-24 jam pertama setelah terpapar termasuk:

diare, urinasi, miosis (tidak pada 10% kasus), bronkospasma/ bradikardi,

mual muntah, peningkatan lakrimasi, hipersalivasi dan hipotensi.

Efek muskarinik menurut sistem organ termasuk:

1. Kardiovaskular - Bradikardi, hipotensi

2. Respiratori – bronkospasma, batuk, depresi saluran pernafasan

3. Gastrointestinal – hipersalivasi, mual muntah, nyeri abdomen, diare,

inkontinensia alvi

4. Genitourinari – Inkontinensia urin

5. Mata – mata kabur, miosis

6. Kelenjar – Lakrimasi meningkat, keringat berlebihan

Tanda-tanda muscarinic dapat diingat dengan menggunakan salah satu dari dua

mnemonik :

Page 7: Presus Intoksikasi Organofosfat

• SLUDGE / BBB : Salivasi , lakrimasi , Buang air kecil, buang air besar ,

lambung Emesis , Bronchorrhea , Bronkospasme , Bradikardia .

• DUMBELS : Buang air besar , buang air kecil , Miosis , Bronchorrhea /

Bronkospasme / Bradikardia, Emesis , lakrimasi , Air liur .

Perlu dicatat bahwa mnemonik ini tidak mengambil memperhitungkan efek kritis

SSP dan nicotinic dari racun ini. Efek nicotinic termasuk fasikulasi ,

neuromuscular junction . Mekanisme ini analog dengan efek depolarisasi dari

succinylcholine dalam memproduksi blokade neuromuskuler.

Reseptor nicotinic dan muskarinik juga telah diidentifikasi dalam otak , dan dapat

berkontribusi untuk pusat depresi pernapasan , lesu , rangsangan , kejang dan

koma . Insufisiensi pernapasan dapat hasil dari kelemahan otot , penurunan

gairah pusat, meningkat sekresi , dan bronkospasme .

b. Efek Nikotinik atau Syndrome Intermediate

Efek nikotinik termasuklah fasikulasi otot, kram, lemah, dan gagal diafragma

yang bisa menyebabkan paralisis otot. Efek nikotinik autonom termasuk

hipertensi, takikardi, midriasis, dan pucat.

c. Efek sistem saraf pusat atau Organophosphorous Agent-Induced Delayed

Peripheral Neuropathy ( OPIDN )

Efek sistem saraf pusat termasuk emosi labil, insomnia, gelisah, bingung,

cemas, depresi salur nafas, ataksia, tremors, kejang, dan koma.

Sindrom Menengah terjadi 24-96 jam setelah eksposur . Bulbar , pernapasan ,

dan otot proksimal kelemahan adalah ciri yang menonjol dan umumnya sembuh

dalam 1-3 minggu. sindrom menengah ( IMS ) - pertama disebut oleh Wadia et al

sebagai tipe II kelumpuhan pada tahun 1974 - adalah sindrom yang ditandai oleh

kelumpuhan otot setelah kolinergik akut fase . Terminologi ini kemudian diubah

oleh Senanayake dan Karalliedde pada tahun 1987 sampai sindrom menengah

seperti itu muncul antara periode awal sindrom kolinergik dan akhir onset perifer

neuropati .

Organofosfat agen -induced neuropati perifer tertunda biasanya terjadi beberapa

minggu setelah paparan . Ada terutama keterlibatan motorik . Ini mungkin

menyelesaikan secara spontan , tetapi dapat mengakibatkan disfungsi neurologis

permanen .

Page 8: Presus Intoksikasi Organofosfat

DIAGNOSIS

1. Diperlukan autoanamnesis dan aloanamnesis yang cukup cermat serta

diperlukan bukti-bukti yang diperoleh di tempat kejadian.

2. Sejarah dan gambaran klinis

Sejarah konsumsi , ketersediaan botol dan gejala klinis yang khas dan tanda-

tanda membantu untuk mendiagnosa keracunan OP . Banyak agen

organofosfat memiliki karakteristik bau seperti minyak atau bawang putih,

yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis .

3. atropine challenge

Jika ada keraguan apakah organofosfat atau karbamat telah tertelan ,

percobaan 1 mg atropine pada orang dewasa ( atau 0,01-0,02 mg / kg pada

anak-anak ) dapat dipekerjakan . Tidak adanya tanda-tanda atau gejala efek

antikolinergik saat chalenge atropine sangat mendukung diagnosis

keracunan dengan acetylcholinesterase inhibitor .

4. RBC acetylcholinesterase

Pengukuran langsung dari RBC acetylcholinesterase ( RBC AChE ) aktivitas

menyediakan ukuran tingkat toksisitas , tetapi tes ini biasanya tidak tersedia .

Assay untuk plasma ( atau pseudo ) aktivitas cholinesterase lebih mudah

dilakukan tetapi tidak berkorelasi dengan baik dengan tingkat keparahan

keracunan dan tidak boleh digunakan untuk memandu terapi .

5. Analisis kimia dari muntahan atau aspirasi lambung

Analisis kimia dari muntahan atau aspirasi lambung dapat mengidentifikasi

racun. Analisis kimia juga mungkin sangat penting dalam kasus keracunan

diri menggunakan beberapa senyawa . Dengan demikian, setelah lavage

lambung atau muntah , yang aspirasinya atau muntahan harus diawetkan .

6. Bagi pemeriksaan fisik harus ditemukan dugaan tempat masuknya racun

sama ada dengan cara inhalasi, per oral, absorpsi kulit dan mukosa atau

parenteral, yang amat berpengaruh pada efek kecepatan dan lamanya reaksi

keracunan.

7. Pemeriksaan klinis paling awal adalah menilai status kesadaran pasien. Hal

ini diikuti oleh penemuan tanda dan gejala klinis seperti yang telah

dihuraikan sebelumnya

8. Akhir sekali diagnosa dikuatkan lagi dengan pemeriksaan penunjang

sesuai indikasi.

Page 9: Presus Intoksikasi Organofosfat

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Laboratorium klinik

• analisa gas darah

• darah lengkap

• serum elektrolit

• pemeriksaan fungsi hati

• Pemeriksaan fungsi ginjal

• sedimen urin

2) EKG

• Deteksi gangguan irama jantung

3) Pemeriksaan radiologi

• Dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui inhalasi

atau dugaan adanya perforasi lambung.

PENATALAKSANAAN

a. Stabilisasi Pasien

Pemeriksaan saluran nafas, pernafasan, dan sirkulasi merupakan evaluasi

primer yang harus dilakukan serta diikuti evaluasi terhadap tanda dan

symptom toksisitas kolinergik yang dialami pasien. Dukungan terhadap

saluran pernafasan dan intubasi endotrakeal harus dipertimbangkan bagi

pasien yang mengalami perubahan status mental dan kelemahan

neuromuskular sejak antidotum tidak memberikan efek. Pasien harus

menerima pengobatan secara intravena dan monitoring jantung. Hipotensi

yang terjadi harus diberikan normal salin secara intravena dan oksigen harus

diberikan untuk mengatasi hipoksia. Terapi suportif ini harus diberikan secara

paralel dengan pemberian antidotum.

dukungan oksigen dan ventilasi

Memberikan 100 persen oksigen melalui sungkup muka ; pertimbangkan kuat

intubasi keracunan sedang sampai berat . Selain itu, pasien yang tampak

agak beracun mungkin cepat mengembangkan kegagalan pernafasan karena

kombinasi CNS pernapasan pusat depresi , reseptor nicotinic kelemahan

mediateddiaphragmatic , bronkospasme , dan sekresi berlebihan . kegagalan

pernapasan terjadi pada 23,1 % ( 15 dari 65 ) pasien dalam satu seri

Page 10: Presus Intoksikasi Organofosfat

dilaporkan di sini . Dengan pengobatan mendukung yang cukup, termasuk

ventilasi buatan , mayoritas pasien sembuh , sebagai 73,3 % ( 11 dari 15 )

pasien pulih dalam laporan di atas . Dengan demikian , pasien dengan

keracunan berat sedang sampai juga harus dipertimbangkan untuk intubasi

endotrakeal awal .

b. Dekontaminasi

Dekontaminasi harus segera dilakukan pada pasien yang mengalami

keracunan. Baju pasien harus segera dilepas dan badan pasien harrus

segera dibersihkan dengan sabun. Proses pembersihan ini harus dilakukan

pada ruangan yang mempunyai ventilasi yang baik untuk menghindari

kontaminasi skunder dari udara.

Dalam kasus paparan topikal dengan potensi penyerapan dermal,

dekontaminasi agresif dengan penghapusan lengkap dari pakaian pasien dan

irigasi yang kuat dari daerah yang terkena dampak harus dilakukan . Pakaian

pasien dan barang-barang harus dibuang karena mereka menyerap agen

organofosfat , dan mungkin reexposure terjadi bahkan setelah dicuci .

Pelepasan pakaian dan dekontaminasi dermal mampu mengurangi toksikan

yang terpapar secara inhalasi atau dermal, namun tidak bisa digunakan

untuk dekontaminasi toksikan yang masuk dalam saluran pencernaan.

Bilas lambung dan arang aktif

Dekontaminasi pada saluran cerna harus dilakukan setelah kondisi pasien

stabil. Dekontaminasi saluran cerna dapat melalui pengosongan orogastrik

atau nasogastrik, jika toksikan diharapkan masih berada di lambung.

Pengosongan lambung kurang efektif jika organofosfat dalam bentuk

cairan karena absorbsinya yang cepat dan bagi pasien yang mengalami

muntah.

Mengosongkan perut dengan lavage lambung yang paling berguna jika

berusaha dalam 1 sampai 2 jam setelah konsumsi dari jumlah yang

mengancam kehidupan berpotensi racun . jika pasien tidak sadar , waktu

sejak konsumsi mungkin kurang relevan karena jelas bahwa dosis beracun

telah tertelan dan stasis gastrointestinal yang sering menyertai koma dapat

menunda pengosongan lambung . Oleh karena itu disarankan agar lavage

lambung dilakukan di setiap teracuni bersabar jika jalan napas dapat

Page 11: Presus Intoksikasi Organofosfat

dilindungi . lavage lambung mungkin lebih penting sedemikian situasi . Arang

aktif ( 1gm/Kg ) harus dipertimbangkan dalam kasus agen organofosfat .

Arang aktif 1g/kg BB harus diberikan secara rutin untuk menyerap toksikan

yang masih tersisa di saluran cerna. Arang aktif harus diberikan

setelah pasien mengalami pengosongan lambung. Muntah yang dialami

pasien perlu dikontrol untuk menghindari aspirasi arang aktif karena dapat

berhubungan dengan pneumonitis dan gangguan paru kronik.

c. Pemberian Antidotum

a) Agen Antimuskarinik

Atropin dan terapi oxime bersama dengan ventilasi dan langkah-langkah

pendukung lainnya , seperti yang diperlukan , bisa mencegah sebagian

besar kematian keracunan karena senyawa organofosfat . Pada

keracunan OP , kematian umumnya karena pernapasan dan terjadi diam-

diam tanpa pasien mengeluh atau membuat suara . Penghentian drip

atropin di malam hari adalah penyebab umum kematian . Dengan

demikian, drip atropin terus dipantau . Itu harus meyakinkan drip atropin

tidak berhenti di malam hari . para kerabat pasien yang hadir harus

terlibat dan menjelaskan untuk memperhatikan infus dan untuk

menginformasikan segera .

atropin

2 - 5 mg IV bolus ( 0,05 mg / kg IV pada anak-anak ) . Meningkat (double)

dosis setiap 3 - 5 menit sampai sekresi bronkial dan mengi berhenti .

setelah pasien sepenuhnya atropinized , atropin infus diatur dengan

memberikan setiap jam 20 % sampai 30 % dari jumlah total yang

diperlukan untuk atropinize pasien awalnya .

Dosis infus dipertahankan selama 2 sampai 3 hari mempertahankan

atopinization penuh, maka infus dosis harian dikurangi dengan ¼ sampai

1/3 dari dosis hari sebelumnya. Jadi untuk menulis orde baru , maka perlu

tahu berapa banyak atropin pasien sebenarnya menerima hari

sebelumnya . Takikardia dan midriasis tidak kontraindikasi pada

penggunaan atropin . Jika pasien tidak atropinized benar , dosis atropin

mungkin harus ditingkatkan dan jika pasien sangat atropinized , dosis

harus dikurangi .

Page 12: Presus Intoksikasi Organofosfat

Pengamatan dekat pada pasien dengan hasil pemeriksaan tersebut dari

dosis atropin diperlukan . ratusan miligram mungkin diperlukan selama

beberapa hari di keracunan yang parah , seperti dalam kasus ini

dilaporkan . dalam salah satu seri dilaporkan dari Nepal , jumlah rata-rata

dan durasi atropin digunakan dalam pengobatan total pasien 136,7 mg

( kisaran 20-600 mg ) dan masing-masing 5,5 hari (kisaran 2 - 20 hari ).

Dosis dan durasi atropin juga tergantung pada jenis dan jumlah senyawa

organofosfat dikonsumsi . Methyl parathion ( metacid®) Adalah salah satu

senyawa organofosfat yang relatif beracun dikonsumsi secara lokal .

pralidoksim

Terapi oksim dianjurkan pada pasien dengan bukti toksisitas kolinergik

pada pasien dengan keracunan organofosfat . PAM tidak dianjurkan

untuk keracunan karena keracunan karbamat ( inhibitor reversibel asetil

cholinesterase ). Standar direkomendasikan dosis PAM adalah 2 g ( 25 -

50 mg / kg pada anak-anak ) IV lebih dari 30menit , dengan melanjutkan

infus pada 8 mg / kg / jam orang dewasa (10 - 20 mg / kg / jam pada

anak-anak ) .

Biasanya PAM diberikan dalam dosis 1 gram bolus diikuti oleh 0,5-1 gm 6

sampai 8 jam pada pasien dewasa. Terapi PAM dapat dilanjutkan per

keparahan keracunan . Pralidoksim seharusnya tidak diberikan tanpa

atropin bersamaan , untuk mencegah memburuknya gejala karena

sementara inhibisi acetylcholinesterase oximeinduced .

Agen antimuskarinik seperti atropine, ipratopium, glikopirolat, dan

skopolamin biasa digunakan mengobati efek muskarinik karena

keracunan organofosfat. Salah satu yang sering digunakan adalah

Atropin karena memiliki riwayat penggunaan paling luas. Atropin

melawan tiga efek yang ditimbulkan karena keracunan organofosfat

pada reseptor muskarinik, yaitu bradikardi, bronkospasme, dan

bronkorea.

Pada orang dewasa, dosis awalnya 1-2 mg iv yang digandakan setiap 2-3

menit sampai teratropinisasi. Untuk anak-anak dosis awalnya

0,05mg/kg BB yang digandakan setiap 2-3 menit sampai

teratropinisasi. Tidak ada kontraindikasi penanganan keracunan

organofosfat dengan Atropin.

Page 13: Presus Intoksikasi Organofosfat

Oxime adalah salah satu agen farmakologi yang biasa digunakan

untuk melawan efek neuromuskular pada keracunan organofosfat.

Terapi ini diperlukan karena Atropine tidak berpengaruh pada efek

nikotinik yang ditimbulkan oleh organofosfat. Oxime dapat

mereaktivasi enzim kholinesterase dengan membuang fosforil

organofosfat dari sisi aktif enzim.

Pralidoxime adalah satu-satunya oxime yang tersedia. Pada regimen

dosis tinggi (1 g iv load diikuti 1g/jam selam 48 jam), Pralidoxime dapat

mengurangi penggunaan Atropine total dan mengurangi jumlah

penggunaan ventilator.

Efek samping yang dapat ditimbulkan karena pemakaian Pralidoxime

meliputi dizziness, pandangan kabur, pusing, drowsiness, nausea,

takikardi, peningkatan tekanan darah, hiperventilasi, penurunan fungsi

renal, dan nyeri pada tempat injeksi.

Efek samping tersebut jarang terjadi dan tidak ada kontraindikasi pada

penggunaan Pralidoxime sebagai antidotum keracunan organofosfat.

d. Pemberian anti-kejang

Diazepam 0,1-0,2 mg / kg / IV , dapat diberikan , diulang seperlunya , jika

kejang terjadi . Penggunaan awal diazepam dapat mengurangi morbiditas

dan mortalitas

Diazepam diberikan pada pasien bagi mengurangkan cemas, gelisah (dosis:

5-10 mg IV) dan bisa juga digunakan untuk mengkontrol kejang (dosis:

sehingga 10-20 mg IV)

e. Keseimbangan cairan dan elektrolit dan pendukung lainnya

Biasanya langkah-langkah dukungan lain juga penting . Keseimbangan

cairan dan elektrolit sangat penting . Pasien mungkin memerlukan cairan

tambahan dan elektrolit untuk mengkompensasi kerugian akibat muntah ,

diare , dan demam tinggi , dan untuk asupan menurun . Jadi, selain untuk

kebutuhan minimum harian cairan ( misalnya sekitar 2 liter ) , natrium dan

kalium , IV cairan mungkin harus diberikan untuk tambahan - cairan dan

penggantian elektrolit . Investigasi untuk menyingkirkan penyakit yang

berhubungan seperti diabetes atau komplikasi seperti pneumonia aspirasi

yang diperlukan . antibiotic mungkin diperlukan untuk pneumonia aspirasi .

Page 14: Presus Intoksikasi Organofosfat

f. Diskusi simpatik dan peduli dengan pasien

Sebagai diri keracunan - sebagian besar merupakan ' teriakan minta tolong ' ,

semua pasien memerlukan pendekatan simpatik dan peduli dan penilaian

psiko-sosial dengan memperlakukan dokter dan perawat . Tiga poin penting

dalam hal ini:

• mencari tahu alasan konsumsi ,

• membiarkan pasien melampiaskan perasaan mereka dan

• berdiskusi dengan mereka aspek yang berbeda dari mereka situasi

memberi mereka paradigma yang berbeda .

Sebagian besar waktu dukungan dan diskusi tersebut cukup dan harus

dilakukan oleh dokter dan perawat terlibat dalam pengelolaan pasien .

Konseling jasa oleh psikiater adalah seperti sulit untuk mendapatkan di

negara-negara berkembang.

Beberapa pasien memerlukan rujukan untuk perawatan psikiatris . Kurang

dari 20 % pasien keracunan diri – membuat ulangi percobaan.

Sebagian besar kasus biasanya membutuhkan rawat inap selama 7 sampai

10 hari . Dalam satu seri di sini , rata-rata tinggal di rumah sakit adalah 10,2

hari . Dengan pendekatan yang dibahas di atas , kematian dilaporkan di unit

kedokteran umum di rumah sakit pusat di Nepal adalah 7,4 % .

KOMPLIKASI

• Gagal nafas

• kejang

• pneumonia aspirasi

• neuropati

• kematian

DAFTAR PUSTAKA

Bhattarai MD, Singh DL, Chalise BS, Koirala P. A Case Report and Overview of Organophosphate (OP) Poisoning. Kathmandu University Medical Journal (2006), Vol. 4, No. 1, Issue 13, 100-104

Raini, Mariana. 2007. Kajian: Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan. Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 3 Tahun 2007.