intoksikasi organophospate
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat forensikTRANSCRIPT
INTOKSIKASI ORGANOPHOSPHATE A. PENDAHULUAN Keracunan menunjukkan kerusakan efek fisiologis akibat mengkonsumsi, menghirup, atau pemaparan dari obat-obatan, obat-obatan terlarang, dan bahan kimia termasuk pestisida, logam berat maupun gas. Keracunan dapat terjadi dengan sengaja (bunuh diri, kecanduan, pembunuhan) atau tidak sengaja (kerja, keracunan lingkungan atau iatrogenik).1 Organofosfat merupakan insektisida yang paling sering digunakan di seluruh dunia. Senyawa organofosfat merupakan kelompok senyawa yang memiliki potensi dan bersifat toksik dalam menghambat cholinesterase yang mengakibatkan sasaran mengalami kelumpuhan dan menyebabkan kematian. Organofosfat menghasilkan sindrom klinis yang dapat diobati secara efektif jika dikenal secara dini. Organofosfat adalah zat kimia awalnya diproduksi oleh reaksi alkohol dan asam fosfat. Pada 1930, organofosfat digunakan sebagai insektisida, tetapi militer Jerman mengembangkan zat ini sebagai neurotoksin dalam Perang Dunia II. Mereka berfungsi sebagai inhibitor cholinesterase, sehingga mempengaruhi transmisi neuromuskular.2,3 Pestisida merupakan istilah mencakup sekelompok senyawa kimia yang digunakan untuk penghapusan atau pengendalian hama. Pestisida dikelompokkan ke dalam kelas berdasarkan target aksi mereka dan termasuk seperti kelompok sebagai insektisida, fungisida, herbisida, rodentisida, dan moluskisida.4 Kesadaran akan bahaya pestisida masih kurang di negara-negara berkembang. Tiga puluh persen dari pestisida yang diekspor dari Amerika Serikat dilarang untuk digunakan di Amerika Serikat. Jumlah anak yang terkena mungkin akan lebih besar di negara-negara berkembang di mana anak diharapkan untuk bekerja di pertanian keluarga atau dapat disewa sebagai buruh. Pekerjaan dengan paparan organofosfat adalah penyebab paling umum dari toksisitas, terutama ketika tidak menggunakan alat pelindung diri dan kurang berhati-hati dalam penggunannya. Namun, insektisida merupakan salah satu penyebab keracunan paling sering di Indonesia.2,5
1
B. DEFENISI Senyawa Organofospat merupakan penghambat yang kuat dari asetilkolin esterase yang menyebabkan akumulasi asetil kolin pada reseptor muskarinik, nikotinik dan sistem safar pusat (SSP). Organofosfat merupakan salah satu golongan insektisida, contohnya tetraethyl pyrophosphate (TEPP), diazinon, malation, dan parathion.5 Bahan tersebut merupakan gas yang digunakan untuk syaraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal sintesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida tetapi juga toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang tersebut dan ditemukan komponen yang paten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia (misalnya: malathion). Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang.6 C. ASAL PAPARAN Racun dapat masuk ke dalam tubuh seseorang melalui beberapa cara7: 1. Melalui mulut (peroral / ingesti). 2. Melalui saluran pernafasan (inhalasi) 3. Melalui suntikan (parenteral, injeksi) 4. Melalui kulit yang sehat / intak atau kulit yang sakit. 5. Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal) D. FARMAKOKINETIK Organofosfat dapat dengan mudah terserap melalui pencernaan, kulit, dan rute inhalasi karena sifat lipofilik mereka. Untuk insektisida organofosfat tidak memerlukan aktivasi metabolik, juga disebut inhibitor langsung, ini dapat menghasilkan efek toksik lokal di lokasi eksposur, termasuk berkeringat (paparan dermal), miosis atau murid pinpoint (kontak mata), dan atau bronchospasmse (paparan inhalasi). Organofosfat memiliki paruh biologis relatif singkat dan cukup cepat dimetabolisme dan dibuang.4
2
Dalam kelas insektisida organofosfat, terdapat inhibitor organofosfat langsung dan tidak langsung inhibitor organofosfat, tergantung pada apakah atau tidak mereka memerlukan aktivasi metabolik sebelum mereka dapat menghambat acetylcholinesterase. Dengan kata lain, senyawa organofosfat tidak langsung hanya menjalani bioactivation untuk menjadi aktif secara biologis. Senyawa penghambat tidak langsung, termasuk organofosfat seperti parathion, diazinon, malathion, dan klorpirifos, menjadi lebih toksik daripada senyawa induknya pada metabolisme. Dalam kasus ini inhibitor tidak langsung, oksidatif desulfuration hasil dalam pembentukan oxon senyawa induk (misalnya, parathion paraoxon, diazinon diazoxon, malathion maloxon, dan klorpirifos klorpirifosoxon). Metabolisme ini terjadi melalui sistem oksidase fungsi campuran hati.4 Setelah aktivitas kolinesterase telah terhambat dalam tubuh dengan senyawa organofosfat, pemulihan senyawa yang tergantung pada pembalikan penghambatan, penuaan, dan tingkat regenerasi dari enzim baru. Reaksi kimia yang insektisida organofosfat dapat menjalani dalam tubuh setelah mereka terikat pada enzim cholinesterase disebut "penuaan." Melibatkan Aging dealkylation senyawa setelah itu terikat pada enzim cholinesterase. Dalam bentuk ini "tua", organofosfat yang Senyawa erat terikat untuk enzim dan tidak akan melepaskan diri dari enzim. Setelah reaksi penuaan telah terjadi, pengobatan dengan obatobatan (seperti pralidoxime, yang dibahas kemudian) tidak efektif pada kompleks ini usia. Setelah molekul kolinesterase telah ireversibel menghambat (melalui proses penuaan), cara-satunya di mana aktivitas enzim dapat dipulihkan adalah melalui sintesis enzim baru.4
E. PATOFISIOLOGI Mekanisme utama pestisida organofosfat adalah penghambatan hidrolisis ester karboksil, khususnya acetylcholinesterase (AChE). AChE adalah enzim yang mendegradasi neurotransmitter asetilkolin (Ach) menjadi kolin dan asam asetat. AcH ditemukan dalam sistem saraf pusat dan perifer, sambungan neuromuskuler, dan sel-sel darah merah (sel darah merah). Organofosfat menonaktifkan AChE dengan fosforilasi kelompok serin hidroksil yang berperan untuk aktivasi AChE. 3
Fosforilasi terjadi dengan hilangnya kelompok organofosfat meninggalkan dan pembentukan ikatan kovalen dengan AChE. Setelah AChE telah dilemahkan, ACh terakumulasi seluruh sistem saraf, sehingga overstimulation dari reseptor muscarinik dan nikotinik. Efek klinis diwujudkan melalui aktivasi sistem saraf otonom dan pusat dan pada reseptor nicotinik pada otot rangka.2
Gambar 1: Proses kimiawi sinaps kolinergik8
Gambar 2: Proses normal dan inhibisi aksi asetilkolinesterase 8
Setelah organofosfat yang mengikat, enzim dapat mengalami salah satu dari berikut6:
Hidrolisis endogen enzim terfosforilasi oleh esterases atau paraoxonases Reaktivasi oleh nukleofil kuat seperti pralidoxime (2-PAM)
4
Pengikatan ireversibel dan permanen enzim inaktivasi (penuaan)
Organofosfat dapat diserap melalui kutaneus, tertelan, terhirup, atau disuntikkan. Meskipun kebanyakan pasien dengan cepat terdapat gejala, onset dan keparahan gejala tergantung pada senyawa khusus, jumlah, rute paparan, dan laju degradasi metabolik.6 F. GEJALA KLINIS Tanda dan gejala dari keracunan organofosfat dapat dibagi menjadi 3 kategori besar, termasuk (1) efek muskarinik, (2) efek nikotinik, dan (3) efek SSP. Mnemonic mengemukakan cara yang digunakan untuk mengingat efek muskarinik dari organofosfat yaitu, SLUDGE (salivation, lacrimation, urination, diarrhea, GI upset, emesis) dan DUMBELS (diaphoresis and diarrhea; urination; miosis; bradycardia, bronchospasm, bronchorrhea; emesis; excess lacrimation; and salivation). Efek muskarinik oleh sistem organ meliputi6,9:
Kardiovaskular - Bradikardia, hipotensi Pernapasan - Rhinorrhea, bronchorrhea, bronkospasme, batuk, gangguan pernapasan parah Gastrointestinal - hipersalivasi, mual dan muntah, sakit perut, diare, inkontinensia fecal
Genitourinary Inkontinensia
Okular - visi miosis, kabur Kelenjar - Peningkatan lakrimasi, diaforesis Tanda-tanda dan gejala termasuk nikotinik fasikulasi otot, kram, kelemahan,
dan kegagalan diafragma. Efek nikotinat otonom termasuk hipertensi, takikardia, mydriasis, dan pucat. Efek SSP termasuk kecemasan, emosional yang labil, gelisah, bingung, ataksia, tremor, kejang, dan koma.6,9 Biasanya, pasien dengan laporan paparan efek toksik akut yang terlibat dalam pertanian penyemprotan tanaman atau penggunaan pestisida dalam ruang tertutup. Anak-anak menjadi sakit setelah bermain di daerah yang telah diobati. Di Amerika Serikat, konsumsi bunuh diri tidak biasa namun konsumsi disengaja oleh anak-anak dapat mengakibatkan efek akut.2
5
Efek-efek akut2 Timbulnya gejala terjadi beberapa jam setelah paparan. SLUDGE merupakan singkatan yang digunakan untuk menggambarkan manifestasi muskarinik dari air liur, lakrimasi, buang air kecil, buang air besar, gangguan gastrointestinal, dan muntah. Tanda dan gejala dari keracunan ringan sampai cukup parah termasuk sesak di dada, mengi, meningkat berkeringat, air liur, dan lakrimasi, serta efek GI termasuk mual, muntah, kram, diare, dan paksa buang air besar / buang air kecil. Pasien cemas, gelisah, emosional labil, dan bingung, mereka biasanya menderita insomnia dan sakit kepala. Cara bicara pasien bisa tidak jelas dan mungkin memiliki ataksia, tremor, kelemahan otot dengan kram, serta fasikulasi. Kejang dapat terjadi sekunder untuk anoxia. Gejala keracunan timbul setelah sekitar 30 menit keracunan dan kematian timbul antara 1,5 4 jam kemudian akibat dari cardiac arrest dan respiratory failure.
Efek tertunda2 Organofosfat diinduksi neuropati tertunda memakan waktu setidaknya 10 hari untuk mengembangkan setelah paparan akut tunggal. Efek dari dosis kumulatif terjadi selama periode minggu setelah terekspos. Kram, kesemutan, ataksia, dan kelemahan ekstremitas bawah, maju kelemahan umum, dapat dilihat dalam kasus yang parah. Kadang-kadang, gambar menyerupai amyotrophic lateral sclerosis dapat dilihat dalam jangka panjang eksposur.
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Intoksikasi organofosfat merupakan diagnosis klinis. Penentuan kadar AChE dalam darah dan plasma dapat dilakukan dengan cara tintometer (Edson) dan cara paper-strip (Acholest).6,10 1. Cara Edson10 Cara ini dilakukan berdasarkan perubahan pH darah; AChE ACh kolin + asam asetat
6
Ambil darah korban dan tambahkan indicator brom-timol-biru, diamkan beberapa saat maka akan terjadi perubahan warna. Bandingkan warna yang timbul dengan warna standar pada comparator disc (cakram pembanding), amka dapat ditentukan kadar AChE dalam darah. % aktifitas AChE darah 75% - 100% dari normal 50% - 75% dari normal 25% - 50% dari normal 0 % - 25 % dari normal 2. Cara Acholest10 Interpretasi tidak ada keracunan keracunan ringan keracunan keracunan berat
Ambil serum darah korban dan teteskan pasa kertas Acholest bersamaan dengan control serum darah normal. Pada kertas Acholest sudah terdapat Ach dan indikator. Waktu perubahan warna pada kertas tersebut dicatat. Perubahan warna harus sama dengan perubahan warna pembanding (serum normal) yaitu warna kuning telur. Interpretasi: kurang dari 18 menit tidak ada keracunan, 20-35 menit keracunan ringan, 35-150 menit keracunan berat. H. PENANGANAN Pembebasan jalan napas dan pemberian oksigenasi yang adekuat merupakan hal terpenting pada penanganan intoksikasi organofosfat. Kemudian berikan segera 2 mg atropine sulfat IV diulang tiap 10-15 menit sampai terlihat muka merah, hipersalivasi berhenti dan bradikadia berubah menjadi takikardia dan kulit tidak berkeringat lagi. Observasi pasien terus-menerus dan bila gejala kembali, ulangi pemberian atropine. Berikan juga pradiloksim 1000 mg IV perlahan-lahan bila ada. Pradiloksim (2-PAM) adalah reaktifator kolinesterase dan antidotum untuk intoksikasi organofosfat.3,5,6 I. PENEMUAN AUTOPSI Untuk melakukan pemeriksaan pada korban yang sudah meninggal, perlu dilakukan pemeriksaan khusus. Hal ini disebabkan bahwa racun yang telah masuk ke dalam tubuh korban tidak ada meninggalkan bukti yang konkrit di
7
sekitar tempat kejadian. Adapun hal-hal yang dilakukan adalah berupa pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam tubuh korban, dan pemeriksaan toksikologi.7 Pemeriksaan Luar7 1. Bau Membaui korban dengan kasus keracunan dapat memberikan petunjuk mengenai racun apa yang telah ditelan oleh korban. Pada kasus keracunan organofosfat mungkin akan tercium bau zat pelarut misalnya bau minyak tanah. Sumber bau yang menjadi petunjuk penyebab keracunan dapat berasal dari pakaian, lubang hidung, dan mulut serta rongga badan. 2. Pakaian Pada pakaian dapat ditemukan bercak-bercak zat racun yang disebabkan tercecernya racun yang ditelan atau oleh karena muntahan.Penyebaran bercak perlu diperhatikan, karena dari penyebaran itu kadang-kadang dapat diperoleh petunjuk tentang intensi atau kemauan korban, yaitu apakah racun itu ditelan atas kemauannya sendiri atau dipaksa. Dalam hal korban dipegangi dan dicekoki racun secara paksa, maka bercak-bercak akan tersebar pada daerah yang luas. Selain itu pada pakaian mungkin melekat bau racun. 3. Lebam mayat dan perubahan warna kulit Warna lebam mayat yang tampak pada pemeriksaan luar merupakan cerminan manifestasi warna darah yang tampak pada kulit.Warna lebam mayat yang tidak biasa dapat menjadi petunjuk dari zat racun yang tertelan atau ditelan. Pada kasus keracunan organofosfat tidak ditemukan lebam mayat yang khas. Begitu juga dengan perubahan warna kulit. Pada keracunan organofosfat tidak ditemukan tanda-tanda perubahan warna kulit yang khas. 4. Pada kasus keracunan akut hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia Pemeriksaan dalam7 1. Pada kasus keracunan organofosfat yang akut, pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan edema paru-paru, dan perbendungan organ-organ tubuh, mukosa lambung mengalami inflamasi disertai perdarahan petekie.
8
2. Pada kasus keracunan organofosfat yang dicobakan pada binatang dengan keracunan kronik dapat ditemukan nekrosis sentral dan degenerasi bengkak keruh pada hati ; vakuolisasi, girolisis dan retikulasi basofilik yang jelas pada otak dan medula spinalis ; perlemakan pada miokardium ; degenerasi sel tubuli ginjal. 3. Pada kasus keracunan organofosfat dapat ditemukan penurunan aktifitas enzim asetilkolinesterase dalam jaringan otak pada pemeriksaan laboratorium lanjutan. Pemeriksaan Toksikologi7,9
Pengambilan dan pengumpulan bahan Dari pemeriksaan pada kasus-kasus yang mati akibat racun umumnya tidak akan di jumpai kelainan-kelainan yang khas yang dapat dijadikan pegangan untuk menegakan diagnosa atau menentukan sebab kematian karena racun suatu zat. Jadi pemeriksaan toksikologi mutlak harus dilakukan untuk menentukan adanya racun pada setiap kasus keracunan atau yang diduga mati akibat racun. Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau dalam organ tubuh merupakan bukti yang memastikan bahwa telah terjadi keracunan. Racun bisa ditemukan dalam lambung, usus halus, dan kadang-kadang pada hati, limpa dan ginjal. Pada keracunan organofosfat bahan pemeriksaan toksikologi dapat diambil dari : Darah, Jaringan hati, Jaringan otak, Limpa, Paru-paru, Lemak badan.
J. ASPEK HUKUM Keracunan dikenal sebagai salah satu penyebab kematian yang cukup banyak sehingga keberadaannya tidak dapat diabaikan. Jumlah maupun jenis reaksi pun semakin bertambah, apalagi dengan makin banyaknya macam-macam zat pembasmi hama. Selain karena faktor murni kecelakaan, racun yang semakin banyak jumlah dan jenisnya ini dapat disalahgunakan untuk tindakan-tindakan kriminal. Walaupun tindakan meracuni seseorang itu dapat dikenakan hukuman, tapi baik di dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun di dalam Hukum Acara Pidana (RIB) tidak dijelaskan batasan dari keracunan tersebut,
9
sehingga banyak dipakai batasan-batasan racun menurut beberapa ahli, untuk tindakan kriminal ini, adanya racun harus dibuktikan demi tegaknya hukum.7 Jika berdasarkan penyidikan disimpulkan memang ada indikasi pembunuhan karena racun, maka penyidik berdasarkan pasal 133 KUHAP berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli. Apabila terdapat racun pada barang bukti harus disebutkan jenis racun tersebut untuk kemudian membuat kesimpulan hasil pemeriksaannya dalam bentuk berita acara/laporan pemeriksaan.7
10
Daftar Isi 1. Oehmichen M, Aurer RN, Konig HG. Intoxication. In: Forensic Neuropathology and Neurology. 2006. Springer: Germany. p.332-69. 2. Dyro, FM. Organophospates. [online]. 2012 Jan 23. [cited: 2013 Jan 04]; [8 screens]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1175139-overview3. Freudenthal,W. Pediatric Organophosphates Toxicity. [online]. 2011 Nov
15. [cited: 2013 Jan 04]; [7 screens]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1009888-overview#showall 4. William PL, James RC, Roberts SM. Properties and Effects of Pesticides. In: Principles of Toxicology. 2nd Edition. 2000. A Willey-Interscience Pub: USA. p. 345-63. 5. Gunawan, SG. Dasar Toksikologi. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. FK-UI: Jakarta. hal. 827, 836. 6. Katz, KD. Organophosphates Toxicity. [online]. 2012 Jan 23. [cited: 2013 Jan 04]; [6 screens]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/167726-overview#showalll 7. Santoso, J. Forensic Paper. [online]. 2005 Jun 23. [cited: 2013 Jan 04]; [10 screens]. Available from URL: http://forpapjs.blogspot.com/ 8. Fenton, JJ. Insecticides. In: Toxicology. 2002. CRC press: Florida. p. 292312. 9. Waluyadi. Peranan Toksikologi dalam Pembuatan Visum et Repertum Terhadap Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan dengan Menggunakan Racun. [online]. 2007. [cited: 2013 Jan 04]: [30 screens]. Available from URL: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20996 10. Budiyanto, A. Keracunan Orfanofosfat. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. 1997. FK-UI: Jakarta. hal. 121-8.
11