3. intoksikasi organofosfat word

23
TINJAUAN PUSTAKA Intoksikasi Organofosfat 1. PESTISIDA 1.1 Definisi Kata Pestisida berasal dari rangkaian kata pest yang berarti hama dan cida atau sida yang berarti membunuh. Dalam PP No 7 tahun 1973 yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk beberapa tujuan berikut: (Depkes, 2000) 1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian- bagian tanaman atau hasil- hasil pertanian. 2. Memberantas rerumputan. 3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan. 4. Mengatur dan merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian- bagian tanaman (tidak termasuk golongan pupuk). 5. Memberantas atau mencegah hama- hama luar pada hewan piaraan dan ternak. 6. Memberantas atau mencegah hama- hama air. 7. Memberantas atau mencegah binatang- binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, bangunan, dan dalam alat- alat pengangkutan.

Upload: desak-pramesti

Post on 14-Dec-2015

289 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

Page 1: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

TINJAUAN PUSTAKA

Intoksikasi Organofosfat

1. PESTISIDA

1.1 Definisi

Kata Pestisida berasal dari rangkaian kata pest yang berarti hama dan cida atau

sida yang berarti membunuh. Dalam PP No 7 tahun 1973 yang dimaksud dengan

pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang

digunakan untuk beberapa tujuan berikut: (Depkes, 2000)

1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,

bagian- bagian tanaman atau hasil- hasil pertanian.

2. Memberantas rerumputan.

3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.

4. Mengatur dan merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian- bagian

tanaman (tidak termasuk golongan pupuk).

5. Memberantas atau mencegah hama- hama luar pada hewan piaraan dan

ternak.

6. Memberantas atau mencegah hama- hama air.

7. Memberantas atau mencegah binatang- binatang dan jasad renik dalam

rumah tangga, bangunan, dan dalam alat- alat pengangkutan.

8. Memberantas atau mencegah binatang- binatang yang bisa menyebabkan

penyakit pada manusia.

1.2 Klasifikasi (Sumirat, 2005; Sartono 2002)

Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya, targetnya/sasaran, cara

kerjanya atau efek keracunan dan berdasarkan stuktur kimianya yaitu:

1.2.1 Berdasarkan atas sifat pestisida dapat digolongkan menjadi: bentuk padat,

bentuk cair, bentuk asap (aerosol), bentuk gas (fumigan).

1.2.2 Berdasarkan organ targetnya/sasarannya dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

a. Insektisida berfungsi untuk membunuh atau mengendalikan serangga

b. Herbisida berfungsi untuk membunuh gulma

Page 2: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

c. Fungisida berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan

d. Algasida berfungsi untuk membunuh alga

e. Rodentisida berfungsi untuk membunuh binatang pengerat

f. Akarisida berfungsi untuk membunuh tungau atau kutu

g. Bakterisida berfungsi untuk membunuh atau melawan bakteri

h. Moluskisida berfungsi untuk membunuh siput

1.2.3 Berdasarkan cara kerja atau efek keracunannya dapat digolongkan sebagai

berikut:

a. Racun kontak adalah membunuh sasarannya bila pestisida mengenai kulit

hewan sasarannya.

b. Racun perut adalah membunuh sasarannya bila pestisida tersebut termakan

oleh hewan yang bersangkutan.

c. Fumigan adalah senyawa kimia yang membunuh sasarannya melalui saluran

pernafasan.

d. Racun sistemik adalah pestisida dapat diisap oleh tanaman, tetapi tidak

merugikan tanaman itu sendiri di dalam batas waktu tertentu dapat

membunuh serangga yang menghisap atau memakan tanaman tersebut.

1.2.4 Berdasarkan stuktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi:

golongan organoklorin, golongan organofosfat, golongan karbamat, golongan

piretroid.

a. Golongan Organoklorin

Merupakan bagian dari kelas yang lebih luas dari halogenated hydrocarbon,

termasuk diantaranya dan terkenal sebagai penyebab masalah yaitu

Polyclorinated biphenyls dan dioxin. Sebagai kelompok, insektisida

organoklorin merupakan racun terhadap susunan saraf (neurotoxins) yang

merangsang sistem saraf baik pada serangga maupun mamalia,

menyebabkan tremor dan kejang-kejang.

b. Golongan Organofosfat

Pestisida golongan organofosfat makin banyak digunakan karena sifat-

sifatnya yang menguntungkan bagi para petani. Cara kerja golongan ini

selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resisten pada

serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut dan juga racun

Page 3: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

pernapasan. Golongan organofosfat bekerja dengan cara menghambat

aktivitas enzim kolinesterase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa. Oleh

karena itu, keracunan pestisida golongan organofosfat disebabkan oleh

asetilkolin yang berlebihan, mengakibatkan perangsangan secara terus-

menerus pada saraf. Keracunan ini dapat terjadi melalui mulut, inhalasi dan

kulit.

c. Golongan Carbamat

Menurut Sartono (2002) pestisida golongan carbamat merupakan racun

kontak, racun perut dan racun pernapasan. Bekerja sama seperti golongan

organofosfat, yaitu menghambat aktivitas enzim kolinesterase. Jika terjadi

keracunan yang di sebabkan oleh golongan karbamat, gejalanya sama

seperti pada keracunan organofosfat, tetapi lebih mendadak dan tidak lama

karena efeknya terhadap enzim kolinesterase tidak persisten.

d. Golongan Piretroid

Insektisida dari kelompok piretroid merupakan analog dari piretrum yang

menunjukkan efikasi yang lebih tinggi terhadap serangga dan pada

umumnya toksisitasnya terhadap mamalia lebih rendah dibandingkan

dengan insektisida lainnya. Bekerjanya terutama secara kontak dan tidak

sistemik.

2. ORGANOFOSFAT

Berdasarkan jenis bentuk kimianya, pestisida golongan insektisida dapat

dikelompokkan menjadi organofosfat, karbamat, organoklorin, dan pyretroid.

Pestisida golongan organofosfat merupakan insektisida yang banyak digunakan.

(Sudarmo, 2007)

Pestisida golongan ini mempunyai sifat- sifat sebagai berikut: (Munaf, 1997)

1) Efektif pada serangga yang resisten terhadap chlorinated hydrocarbon.

2) Tidak menimbulkan kontaminasi untuk jangka waktu yang lama pada

lingkungan.

3) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap organisme yang bukan target.

4) Lebih toksik terhadap hewan - hewan bertulang belakang jika dibandingkan

dengan organoklorin.

Page 4: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

5) Mempunyai cara kerja menghambat fungsi enzim kolinesterase.

Pengelompokan pestisida organofosfat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu:

(Munaf, 1997)

1) Malathion, yang termasuk malathion adalah diklorvos, dimetoat, malathion,

neled, trikorifon dan monokrotofos.

2) Parathion, yang termasuk parathion adalah termofos (abate), feneton dan rabon

(gardona).

3) Diazinon, yang termasuk diazinon adalah klorpirifos, koumafos, metamidofos

dan asefat.

3. EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 1983 dilaporkan angka mortalitas keracunan pestisida yang

tidak disengaja mencapai 7 per 10 juta laki-laki dan 0,5 per 10 juta wanita.

Biasanya, sekitar 20.000 kasus iintoksikasi organofosfat dilaporkan setiap

tahunnya. Pada tahun 1998,  American Association of  Poison Control Centers

melaporkan sebanyak 16.392 jiwa terpapar organofosfat dan 11 jiwa diantaranya

mengalami kematian. Anak-anak yang terpapar senyawa ini sepertinya lebih besar

dinegara berkembang karena anak-anak banyak yang bekerja di ladang pertanian

atau disewa sebagai buruh pertanian. Penggunaan organofosfat sebagai agen

bunuh diri ternyata di negara berkembang lebih besar. Bunuh diri dan keracunan

organofosfat menyebabkan 200.000 kematian setiap tahunnya di negara

berkembang. (Munaf, 1997)

Penelitian tentang keracunan pestisida selama satu tahun (1999-2000) di

tujuh rumah sakit di Jawa melaporkan 126 kasus, 100 kasus terjadi pada pria dan

26 kasus terjadi pada wanita. Sebanyak 11% dari kasus terjadi pada orang dewasa

berusia 22-55 tahun. Penyebab keracunan antara lain karena kesengajaan (43%),

pekerjaan (37%) dan kecelakaan (16%). Keracunan tersebut paling banyak

disebabkan oleh pestisida golongan organofosfat. (Sudarmo, 2007)

Menurut WHO, WHO (World Health Organisation) 3 juta orang yang

bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun

pestisida dan sekitar 18.000 orang diantaranya meninggal setiap tahunnya.

Penelitian mortalitas di seluruh dunia tingkat kematian berkisar dari 3 – 25 %.

Page 5: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

Senyawa yang paling sering ditemukan adalah malathion, diklorfos, triklorfon dan

fenitrothion/malathion (Yurumez, 2007).

4. MEKANISME AKSI

Organofosfat menghambat aksi pseudokolinesterase dalam plasma dan

kolinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsnya. Asetilkolin secara

normal dihidrolisis oleh enzim tersebut menjadi asetat dan kolin. Saat enzim ini

dihambat, jumlah asetilkolin meningkat dan berikatan pada reseptor muskarinik

dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan

timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh

(Klaassen, 2007; Krieger, 2001; Sudarmo, 2007)

Organofosfat menonaktifkan asetilkolinesterase dengan cara fosforilasi

kelompok hidroksil serin yang berada pada sisi aktif asetilkolinesterase yang akan

membentuk senyawa kolinesterase terfosforilasi. Kadar aktif dari enzim

kolinesterase akan berkurang karena enzim tersebut tidak dapat berfungsi lagi.

Berkurangnya enzim kolinesterase (AchE) mengakibatkan menurunnya

kemampuan menghidrolisis asetilkolin, sehingga asetilkolin lebih lama di

reseptor, yang akan memperkuat dan memperpanjang efek rangsang saraf

kolinergik pada sebelum dan sesudah ganglion (pre dan post ganglionic).

Penurunan aktivitas kolinesterase dalam plasma akan kembali normal dalam

waktu tiga minggu sedangkan dalam darah merah akan membutuhkan waktu dua

minggu (Klaassen, 2007; Krieger, 2001).

Ketika AChE telah teraktivasi, asetilkolin terakumulasi di sistem saraf,

menyebabkan overstimulasi dari reseptor muskarinik dan nikotinik. Gejala klinis

bermanifestasi dari aktivasi sistem saraf otonom dan pusat dan pada reseptor

nikotinik di otot lurik. Ketika organofosfat telah berikatan dengan AChE, enzim

dapat mengalami: (Yurumez, 2007)

Hidrolisa endogen dari enzim terfosforilasi oleh esterase atau paraoxonase

Reaktivasi nukleofil seperti pralidoxime (2-PAM)

Ikatan ireversibel dan inaktivasi enzim secara permanen (aging)

Page 6: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

Organofosfat dapat diserap melalui kulit, ditelan, dihirup atau disuntikkan.

Walaupun sebagian besar pasien cepat memberikan gejala, tetapi onset dan

keparahan gejala bergantung pada senyawa spesifik, jumlah, rute paparan dan

kecepatan degradasi metabolik (Yurumez, 2007).

Gambar 1. Mekanime aksi organofosfat ( Reigart, 1999)

Monitoring untuk paparan pestisida organofosfat dilakukan dengan

penilaian kadar asetilkolinesterase (acetylcholinesterase, AChE) darah.

Pemeriksaan kadar AChE salah satunya dapat diperiksa menggunakan metode

Tintometer. Standar nilai penurunan AChE di Indonesia adalah sebagai berikut:

(Depkes RI, 2000)

1) Normal bila kadar AChE > 75%

2) Keracunan ringan bila kadar AChE 75% - 50%

3) Keracunan sedang bila kadar AChE 50% - 25%

4) Keracunan berat bila kadar AChE < 25%

5. TANDA DAN GEJALA KLINIS

Gejala dari keracunan organofosfat dapat muncul selama atau setelah

paparan, dalam hitungan menit sampai jam, tergantung cara kontak. Paparan

inhalasi memberikan gejala keracunan yang paling cepat diikuti rute melalui

pencernaan dan yang terakhir rute melalui kulit. Semua tanda dan gejala adalah

Page 7: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

kolinergik dan mempengaruhi reseptor muskarinik, nikotinik dan sistem saraf

pusat (Sammut, 2009).

5.1 Reseptor di sistem saraf pusat

Gangguan sensoris dan perilaku, gangguan kordinasi, depresi fungsi

motorik, koma dan kemungkinan kejang (Sammut, 2009).

5.2 Reseptor muskarinik di sistem saraf tepi (Sammut, 2009).

Stimulasi sistem saraf parasimpatis yang terus-menerus dimana saraf

berhubungan dengan otot polos dan sel-sel kelenjar akan terangsang

menyebabkan:

Kontraksi otot polos usus dan bronkus: diare, muntah, bronkospasme,

bronkore

Penurunan ukuran pupil: miosis, hilangnya refleks pupil

Peningkatan sekresi semua kelenjar sekretori: lakrimasi, salivasi

Penurunan aktivitas sinus node: bradikardi, gangguan kondukasi

atrioventrikuler, aritmia ventrikuler

5.3 Reseptor nikotinik di ganglia simpatis dan parasimpatis dan di neuromuscular

junction (di lokasi ini saraf-saraf akan terangsang kemudian mengalami

depresi) (Sammut, 2009).

Asetilkolin yang berlebihan akan merangsang (menyebabkan kedutan

saraf) tetapi pada level yang lebih tinggi akan melemahkan dan

menyebabkan paralisa sel dengan depolarisasi motor endplate.

Stimulasi simpatis akan menyebabkan takikardi, hipertensi kemudian

menjadi hipotensi.

Gejala dan tanda yang terjadi akibat rangsangan kolinergik yang berlebihan per

bagian tubuh adalah: (Sammut, 2009).

Sekresi: air mata, saliva, sputum, asam lambung dan keringat.

Gejala pernafasan: wheezing, batuk, shortness of breath, produksi mukus

berlebihan (bronkore), depresi fungsi otot pernafasan.

Gejala neurologis: kejang, koma, delirium, depresi pusat pernafasan, fasikulasi,

ataksia, efek jangka panjang: gejala neuropsikiatri, depresi dan neuropati

perifer.

Page 8: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

Gejala pencernaan: diare, muntah, pankreatitis (spasme sphincter Odi, cek

kadar serum amilase).

Gejala kardiovaskuler: peningkatan dan ketidakseimbangan rangsangan

otonom (terutama vagal), takiaritmia dan bradiaritmia, Torsades de Pointes VT,

hipo/hipertensi.

Gambar 2. Tingkatan keparahan keracunan (Sammut, 2009).

6. DIAGNOSA

Diagnosa keracunan organofosfat sering ditegakkan berdasarkan riwayat

paparan yang signifikan dan gejala yang terkait. Jika diduga keracunan

organofosfat, penatalaksanaan langsung sangat dianjurkan tanpa menunggu hasil

laboratorium. Intervensi awal menurunkan risiko efek kolinergik awal dan

lanjutan pada sebagian besar pasien. Pada pasien yang diduga keracunan, sampel

darah harus diambil untuk menilai level pseudocholinesterase plasma dan

asetilkolinesterase (AChE) di sel darah merah. Penurunan jumlah

pseudocholinesterase plasma dan atau aktivitas AChE sel darah merah

menunjukkan adanya absorbsi organofosfat yang berlebihan. Penurunan jumlah

enzim akan terjadi dalam beberapa menit atau jam setelah absobsi sejumlah

organofosfat yang signifikan. Beberapa jenis organofosfat dapat menghambat baik

pseudocholinesterase plasma ataupun AChE sel darah merah. Penurunan jumlah

enzim plasma dapat bertahan selama beberapa hari sampai minggu. Aktivitas

Page 9: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

enzim di sel darah merah dapat mencapai level terendah dalam beberapa hari dan

biasanya menetap lebih lama, terkadang sampai 1-3 bulan, sampai enzim baru

terbentuk menggantikan yang telah diinaktivasi oleh organofosfat (Reigart, 1999).

7. PENATALAKSANAAN

7.1 Stabilisasi (Sammut, 2009)

Airway:

Tujuan terapi: perlindungan jalan nafas, pencegahan aspirasi, clearance dari

sekret dan ventilasi yan adekuat.⇒ Jika tidak dapat melindungi jalan nafas intubasi dan ventilasi

Breathing:

Risiko kelemahan atau paralisa otot-otot nafas yang disertai sekret

menyebabkan kegagalan pernafasan. Peningkatan oksigenasi jaringan dengan

pemberian oksigen dan atropin, mengurangi hipoksia akan meminimalisasi

risiko fibrilasi ventrikel.

Circulation: tekanan darah dapat meningkat atau turun⇒ Perhatikan tekanan darah, jika hipotensi dapat dipertimbangkan

Deficits: kejang dapat terjadi

Lanjutkan pemberian atropin disertai benzodiazepines, pasien dapat juga

diberikan barbiturat

7.2 Dekontaminasi (Sammut, 2009; CDC, 2013)

Tindakan yang diambil untuk orang yang terpapar berbeda tergantung cara

pemaparan.

Kulit:

Jika seseorang mengalami kontak melalui kulit, maka pakaiannya harus

dilepas dan diletakkan di kantung plastik dan orang tersebut dibersihkan

dengan sabun dan air.

Kulit – kontaminasi kulit, baju, rambut dan mata

Cuci bahan kimia dari mata dengan larutan NaCl 0.9% steril

Lepas pakaian dan mandikan pasien, keramasi rambut dengan

sabun dan air

Page 10: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

Pastikan lipatan kulit dan bagian bawah kuku sudah bersih

Pakaian atau barang-barang yang terkontaminasi harus dilepas dan

diberi label berisi identitas pasien dan diberikan tanda

“Contaminated Personal Belongings”.

Sabun yang mengandung chlorhexidine dan alkohol membantu

membersihkan senyawa lipofilik.

Tertelan:

Jangan merangsang muntah. Jika pasien masih sadar dan asimptomatik,

berikan karbon aktif jika belum diberikan dengan dosis 1 gram/kgBB (bayi,

anak, dosis dewasa) (CDC, 2014).

Kumbah lambung dapat berguna dalam beberapa kondisi untuk

membersihkan material toksik. Pertimbangan melakukan kumbah lambung

adalah jika (1) jumlah yang tertelan cukup besar; (2) kondisi pasien dievaluasi

dalam 20 menit; (3) pasien mengalami lesi di mulut atau ketidaknyamanan di

esofagus dan (4) kumbah lambung dapat dilakukan dalam 1 jam setelah

paparan (CDC, 2014).

7.3 Antidotum

1. Atropin

Atropin menghambat efek asetilkolin secara kompetitif (Sammut, 2009; Yurumez,

2007; Munaf, 1997).

Dosis: 1- 2mg IV pada keracunan sedang; 2- 5mg IV pada keracunan berat atau

sebagai infus dengan dosis 10- 20mg/jam.

Saat memulai terapi, naikkan dosis dua kali lipat tiap 3-5 menit sampai efek

muskarinik berkurang (berkeringat, salivasi dan bronkore).

Jika sejak awal akses intravena susah didapat, mulai atropinisasi dengan

atropin secara intramuskuler pada dosis 2 mg. Naikkan dosis seperti diatas.

Kemudian mulai infus: atropin 60 mg dalam 50 mL syringe.

Titrasi dari 100 mikrogram/jam (0.1mL/jam) sampai 10-20mg (8.5 to 17mL)

/jam berdasarkan kebutuhan awal.

Takikardi bukan kontraindikasi terapi (ini bisa terjadi karena hipoksia atau

stimulasi simpatis). Dilatasi pupil bukan tanda terapi yang adekuat.

Page 11: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

Atropin tidak efektif terhadap efek nikotinik (sehingga depresi nafas dan

kelemahan otot tetap terjadi meskipun dengan pemberian atropin).

Jika dengan auskultasi terdengar crackles atau terjadi perbaikan terhadap

miosis, bradikardi atau berkeringat, atropinisasi telah tercapai.

Pengobatan maintenance dilanjutkan sesuai keadaan klinis penderita,atropin

diteruskan selama 24 jam kemudian diturunkan secara bertahap.

2. Pralidoksim (Pralidoxime)

Pralidoksim merangsang pembentukan asetilkolin dan bekerja secara

sinergis dengan atropin. Pralidoksim harus diberikan seawal mungkin pada kasus

keracunan karena efektivitasnya dapat berkurang jika diberikan lebih dari 24-36

jam setelah paparan. Dosis untuk dewasa adalah 1 gram; anak-anak adalah 25- 50

mg/kg. Obat ini harus diberikan secara intravena selama 30-60 menit, tapi dalam

keadaan mengancam nyawa, setengah dari dosis total dapat diberikan per menit

dengan pemberian total selama 2 menit. Pemberian secara cepat dapat

menyebabkan takikardi, spasme laring, kaku otot dan hambatan neuromuskuler

sementara (Sammut, 2009; Yurumez, 2007; CDC, 2014).

Terapi dapat mulai memberikan efek dalam 40 menit dengan

berkurangnya gejala dan jumlah atropin yang digunakan untuk mengontrol sekresi

bronkus. Dosis awal dapat diulang dalam 1 jam dan tiap 8-12 jam sampai keadaan

klinis pasien baik dan tidak membutuhkan atropin. Jika akses intravena susah

didapat, pralidoksim daat diberikan secara intramuskuler. Pralidoksim

dimetabolisme di hepar dan diekskresi oleh ginjal Tidak mempengaruhi fungsi

SSP karena tidak dapat melewati blood brain barrier. (Sammut, 2009; Yurumez,

2007; CDC, 2014).

7.4 Pengobatan suportif (Yurumez, 2007; Reigart, 1999)

Tujuan: mempertahankan homeostasis fisiologis sampai terjadi detoksifikasi

lengkap

Hipoglikemia : glukosa 0,5 - 1g /kg BB IV

Kejang : diazepam 0,2 - 0,3 mg/kgBB IV

Analgesik (parasetamol dan non-opiat) untuk meredakan nyeri otot.

Page 12: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

7.5 Monitoring dan observasi: (Sammut, 2009)

Observasi meliputi EKG kontinyu, tekanan darah dan saturasi O2

Pasien dapat membutuhkan observasi tekana darah intraarterial dan tekanan

vena sentral pada kasus berat.

Observasi pemburukan setelah penurunan dosis obat, auskultasi basis paru

untuk mendengar crackles.

Monitoring secara terus-menerus diperlukan selama 72 jam atau lebih.

8. PENCEGAHAN

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah atau meminimalisasi

terjadinya keracunan organofosfat: (Reigart, 1999)

Penggunaan alat proteksi diri saat bekerja

Penggunaan alat proteksi diri pada petugas kesehatan yang melakukan

dekontaminasi

Kurangi atau eliminasi penggunaan pestisida organofosfat di area rumah

dan sekitarnya

Pastikan penyimpanan yang aman dan pemberian label pestisida

Jangan menyimpan pestisida di dalam rumah

Buang atau cuci tempat atau alat yang terkontaminasi pestisida

Cuci pakaian kerja yang berpotensi terkontaminasi dengan pakaian rumah

Lepas pakaian kerja yang berpotensi terkontaminasi sebelum beraktivitas

selanjutnya

Cuci buah dan produk segar lainnya, mulai konsumsi makanan organik

Jika pestisida digunakan di dalam rumah:

Jangan menggunakan pestisida melebihi anjuran

Gunakan sarung tangan proteksi, lengan panjang dan baju proteksi

Jangan masuk ke area yang baru diaplikasikan pestisida sampai waktu

yang telah ditentukan

Page 13: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

9. PROGNOSIS

Prognosis pada umumnya baik, bila pengobatan belum terlambat.

Beberapa kesalahan penatalaksanaan yang sering terjadi: (Reigart, 1999)

Resusitasi kurang baik dikerjakan

Eliminasi racun kurang baik

Dosis atropin kurang adekuat atau terlalu cepat dihentikan.

Tingkat kematian bergantung pada tipe senyawa yang digunakan, jumlah,

keadaan kesehatan pasien, adanya hambatan penemuan kejadian dan transpor,

penatalaksanaan pernafasan kurang baik, intubasi yang terlambat dan kegagalan

bantuan ventilasi. Komplikasi meliputi bronkore parah, kejang, kelemahan dan

neuropati. Kegagalan pernafasan adalah penyebab kematian paling sering

(Yurumez, 2007).

Page 14: 3. Intoksikasi Organofosfat Word

DAFTAR PUSTAKA

1. Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Nerve Agent and

Organophosphate Pesticide Poisoning.

http://emergency.cdc.gov/agent/nerve/tsd.asp

2. Centers for Disease Control and Prevention. Agency for Toxic Substances

and Disease Registry. 2014. Medical Management Guidelines for

Malathion. http://www.atsdr.cdc.gov/MMG/MMG.asp?id=517&tid=92

3. Departemen Kesehatan RI. 2000. Pengenalan pestisida. Jakarta: Direktorat

Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.

4. Klaassen C. Casarett & Doull's Toxicology: The Basic Science of Poisons,

Seventh Edition. New York: Mcgraw-hill, 2007.

5. Krieger RI. Handbook of Pesticide Toxicology. San Diego, CA: Academic

Press, 2001.

6. Munaf, S., 1997, Keracunan Akut Pestisida Teknik Diagnosis, Pertolongan

Pertama Pengobatan dan Pencegahannya, Widya Medika, Cetakan

Pertama, Jakarta.

7. Reigart JR, Roberts, J.R. Recognition and mangement of pesticide

poisonings, Fifth Edition, 1999.

8. Sammut, John. 2009. Organophosphate Poisoning: Emergency

Department Management of Organophosphate Poisoning. Sydney South

West Area Health Service. P: 1-9

9. Sartono, 2002. Racun dan Keracunan, Penerbit Widya Medika, Jakarta

10. Sudarmo S. Pestisida. Yogyakarta: Kanisius, 2007.

11. Sumirat J, 2005. Toksikologi Lingkungan, Penerbit Gajah Mada

University Press, Yogyakarta.

12. Yurumez Y, Durukan P, Yavuz Y, et al. Acute organophosphate poisoning

in university hospital emergency room patients. Intern Med. 2007.

46(13):965-9.