intoksikasi co
Embed Size (px)
DESCRIPTION
emergensiTRANSCRIPT
INTOKSIKASI KARBON MONOKSIDA
KRISANTUS DESIDERIUS JEBADA (NIM : 102011338)Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061
Pendahuluan
Efek mematikan dari karbon monoksida (CO) telah diketahui sejak jaman Romawi kuno dan dipakai dalam mengeksekusi para tahanan. Pada tahun 1857, Claude Bernard mempostulatkan bahwa efek mematikan dari CO disebabkan karena ikatannya dengan hemoglobin yang sangat kuat membentuk carboksihemoglobin mengalahkan ikatan oksigen-hemoglobin.1
Karbon monoksida dikenal juga sebagai silent killer karena tidak berwarna dan tidak memiliki aroma apapun. Setiap tahun di Inggris, 50 orang meninggal dan 200 lainnya jatuh sakit karena keracunan karbon monoksida.2
Dalam paper ini akan di bahas mengenai penegakkan diagnosis okupasi sesuai dengan skenario yang diberikan. Serta anjuran, terutama pencegahan tehadap keracunan gas CO ini.
Skenario 4
Seorang dokter dan empat rekan kerjanya ditemukan telah meninggal dunia dalam ruangan jaga klinik 24 jam.
Memakai genset berbahan bakar bensin dan diletakkan di dalam ruangan yang sama.
Diagnosis Klinis
Dalam kasus ini tidak dilakukan lagi diagnosis klinis karena orang-orang yang mengalami keracunan CO telah meniggal. Tetapi berikutnya akan di bahas mengenai cara menegakkan diagnosis klinis untuk kasus-kasus PAK/PHK.
Anamnesis Klinis. Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau lingkungan kerja menjadi penyebab penyakit akibat kerja. Riwayat penyakit meliputi antara lain awal-mula timbul gejala atau tanda sakit, gejala atau tanda sakit pada tingkat dini penyakit, perkembangan penyakit, dan terutama penting hubungan antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan dan atau lingkungan kerja. Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dengan seteliti telitinya dari permulaan sekali sampai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya mencurahkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan waktu sekarang, namun harus dikumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit akibat kerja yang diderita waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari pekerjaan terdahulu.2,3
Hal ini lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu ke pekerjaan lainnya. Buatlah tabel yang secara kronologis memuat waktu, perusahaan tempat bekerja, jenis pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau lingkungan kerja yang mungkin menyebabkan penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner yang direncanakan dengan tepat sangat membantu. Perhatian juga diberikan kepada hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala dan tanda penyakit. Pada umumnya gejala dan tanda penyakit akibat kerja berkurang, bahkan kadang-kadang hilang sama sekali, apabila penderita tidak masuk bekerja; gejala dan tanda itu timbul lagi atau menjadi lebih berat, apabila tenaga kerja kembali bekerja.3
Informasi dan data hasil pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan sebelum penempatan kerja, pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus sangat penting artinya bagi keperluan menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja. Akan lebih mudah lagi menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, jika tersedia data kualitatif dan kuantitatif faktor-faktor dalam pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Data tentang identifikasi, pengukuran, evaluasi dan upaya pengendalian tentang faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja sangat besar manfaatnya.3
Pemeriksaan klinisdimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai untuk suatu sindrom, yang sering-sering khas untuk suatu penyakit akibat kerja.
Pemeriksaan tanda-tanda vital penting dilakukan juga untuk mengetahui keadaan vital pasien.
Pemeriksaan laboratorium. Analisa kadar HbCO membutuhkan alat ukur spectrophotometric yang khusus. Kadar HbCO yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas tersebut. Sedangkan kadar yang rendah belum dapat menyingkirkan kemungkinan terpapar, khususnya bila pasien telah mendapat terapi oksigen 100% sebelumnya atau jarak paparan dengan pemeriksaan terlalu lama. Pada beberapa perokok, terjadi peningkatan ringan kadar CO sampai 10%. Pemeriksaan gas darah arteri juga diperlukan. Tingkat tekanan oksigen arteri (PaO2) harus tetap normal. Walaupun begitu, PaO2 tidak akurat menggambarkan derajat keracunan CO atau terjadinya hipoksia seluler. Saturasi oksigen hanya akurat bila diperiksa langsung, tidak melaui PaO2 yang sering dilakukan dengan analisa gas darah. PaO2 menggambarkan oksigen terlarut dalam darah yang tidak terganggu oleh hemoglobin yang mengikat CO.2,4
Pemeriksaan Imaging. X-foto thorax. Pemeriksaan x-foto thorax perlu dilakukan pada kasus-kasus keracunan gas dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan. Hasil pemeriksaan xfoto thorax biasanya dalam batas normal. Adanya gambaran ground-glass appearance, perkabutan parahiler, dan intra alveolar edema menunjukkan prognosis yang lebih jelek.CT scan. Pemeriksaan CT Scan kepala perlu dilakukan pada kasus keracunan berat gas CO atau bila terdapat perubahan status mental yang tidak pulih dengan cepat. Edema serebri dan lesi fokal dengan densitas rendah pada basal ganglia bisa didapatkan dan halo tersebut dapat memprediksi adanya komplikasi neurologis. Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan dengan CT Scan untuk mendeteksi lesi fokal dan demyelinasi substansia alba dan MRI sering digunakan untuk follow up pasien. Pemeriksaan CT Scan serial diperlukan jika terjadi gangguan status mental yang menetap. Pernah dilaporkan hasil CT Scan adanya hidrosefalus akut pada anak-anak yang menderita keracunan gas CO.2,4
Elektrokardiogram. Sinus takikardi adalah ketidaknormalan yang sering didapatkan. Adanya aritmia mungkin disebabkan oleh hipoksia iskemia atau infark. Bahkan pasien dengan kadar HbCO rendah dapat menyebabkan kerusakkan yang serius pada pasien penderita penyakit kardiovaskuler. Pulse oximetry. Cutaneus pulse tidak akurat untuk mengukur saturasi hemoglobin yang dapat naik secara semu karena CO yang mengikat hemoglobin.5
Ini merupakan tahap pertama dalam diagnosis okupasi. Dalam tahap ini dilakukan prosedur medis sesuai dengan keadaan yang di alami oleh pasien - pekerja. Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan tambahan serta bisa dilakukan rujukan jika memang dibutuhkan.
Dalam skenario ini, kelima tenaga kerja tersebut telah meninggal. Jadi tidak mungkin dilakukan diagnosis klinis lagi selain otopsi.
Tetapi untuk diagnosis keracunan karbon monoksida, tanda atau gejala klinis yang tampak sangat ditentukan oleh konsentrasi dan lama paparan terhadap gas karbon monoksida. Gejala kardiovaskular dan juga neurobehavioural dapat terjadi pada paparan CO dengan konsentrasi rendah.
CO-oximeter digunakan untuk menentukan level karboxihemoglobin di dalam tubuh. Pulse CO-oximeter digunakan juga untuk memperkirakan kadar CO dengan menggunakan finger clip jadi bersifat non invasif. Kerja alat ini adalah menggunakan sinar cahaya dengan panjang gelombang berbeda dan kemudian mengukur absorpsi dari sinar tersebut oleh berbagai tipe hemoglobin.1,2
Paparan yang lama atau paparan akut dengan konsentrasi tinggi sering menyebabkan koma atau pun kematian. Onset pada keracunan CO kronik sering biasanya manifestasi klinisnya tidak jelas dan sering disalahartikan sebagai flu, depresi, keracunan makanan atau pada anak-anak dapat menyebabkan gastroenteritis. Dan biasanya pada satu keluarga yang terpapar sering memiliki kesamaan gejala.
Gejala yang paling umum adalah sakit kepala, nausea, muntah, dizziness, letargi dan sering merasa kelelahan. Pada infant biasanya iritabel dan nafsu makannya menurun. Tanda-tanda neurologis biasanya termasuk kebingungan, disorientasi, gangguan penglihatan, sinkope dan seizures.
Pada keracunan akut, kelainan juga sering terjadi pada postur dan tonus otot seperti cogwheel rigidity, opistotonus, dan flaksiditi atau pun spastisiti. Orang dewasa yang memiliki penyakit jantung koroner dapat mengalami gejala seperti angina, aritmia dan miokardial infark. Pendarahan retina dan cherry red skin jarang terlihat. Organ lain seperti ginjal, liver dan pankreas biasanya jarang terkena efek keracunan karbon monoksida ini.
Keracunan karbon monoksida di diagnosis biasanya dengan mengukur kadar karboxihaemoglobin dalam darah arteri atau vena yang telah ditambah heparin. Gejala biasanya baru tampak ketika konsentrasi karboxihaemoglobin lebih dari 10%. Tetapi hubungan antara kadar CO dalam darah dengan tingkat keparahan gejalnya berbeda-beda pada setiap orang. Kadar CO dalam darah pada orang normal sekitar 1% dan dapat meningkat sampai 15% pada perokok. Pada penderita anemia hemolitik dan wanita hamil kadar CO dalam darah dapat mencapai 5%. Tetapi pada kadar yang lebih tinggi dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan janin pada ibu hamil.1
Pajanan
Keracunan karbon monoksida terjadi setelah inhalasi CO dengan dosis cukup. Karbon monoksida adalah gas toksik, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan tidak beriritasi jadi cukup susah di deteksi tanpa bantuan alat.1
Sebenarnya karbon monoksida diproduksi secara endogen dalam jumlah sedikit dari hasil katabolisme heme (protoporfirin menjadi bilirubin). Karbon monoksida yang berasal dari lingkungan merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung karbon (coal, petroleum, peat dan gas alam). Oleh karena hampir semua alat-alat industri yang menggunakan bahan bakar seperti bensin atau yang lainnya dapat menghasilkan karbon monoksida; maka sangat penting untuk diperhatikan keselamatan para pekerja dari keracunan gas CO ini.1
Rokok, kebakaran rumah, pembakaran kayu juga dapat menghasilkan gas karbon monoksida.
Jika pasien masih dalam keadaan compos mentis, maka dapat dilakukan anamnesis tentang pajanannya saat ini atau pajanannya yang dialami sebelumnya. Selain itu penting juga untuk melakukan anamnesis mengenai; (1) deskripsi pekerjaan pasien secara kronologis, (2) periode waktu kerja masing-masing, (3) apa yang di produksi, (4) bahan yang digunakan, (5) serta cara pasien bekerja.1
Pemeriksaan tempat dan ruang kerja yang dimaksudkan untuk memastikan adanya dan mengukur kadar faktor penyebab penyakit di tempat atau ruang kerja. Hasil pengukuran kuantitatif di tempat atau ruang kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian dan mengambil kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat kerja cukup dosisnya atau tidak untuk menyebabkan sakit.
Hubungan Pajanan dengan Diagnosis
Karbon minoksida dapat berikatan dengan haemoglobin 210 kali lebih kuat daripada ikatan oksigen dengan haemoglobin. Konsentrasi CO lingkungan yang kecil dapat menyebabkan toxic level carboxihemoglobin di dalam tubuh manusia. Setelah CO berikatan dengan hemoglobin, kurva disosiasi oksigen-hemoglobin bergeser ke kiri menyebabkan berkurangnya pelepasan oksigen ke jaringan.
Ikatan antara karbon monoksida dengan mioglobin bahkan lebih kuat daripada dengan hemoglobin. Gejalanya adalah depresi miocardial, hipotensi dan aritmia. Kekurangan oksigen pada otot jantung inilah yang menjadi penyebab utama dari kematiaan karena karbon monoksida.
Uptake seluler dari oksigen di hambat karena karbon monoksida berikatan dengan cytochrome aa3. Keadaan hipoxia ini menyebabkan sel endotelial dan platelet melepaskan nitric acid, yang membentuk radikal bebas peroksinitrat. Di otak, hal ini menyebabkan disfungsi mitokondria lebih parah lagi, kebocoran kapiler, sekuestrasi leukosit dan apoptosis.
Kelainan patologis yang utama sebenarnya terjadi pada saat fase recovery (reperfusion) ketika peroksidase lemak terjadi (degradasi dari unsaturated fatty acids). Hasil akhirnya adalah demielinisasi yang reversibel pada otak. Beberapa perubahan tersebut dapat terlihat cukup jelas dengan magnetic resonance imaging - MRI. Daerah yang paling terpengaruh adalah bagian di otak yang mendapat perdarahan paling banyak. Dalam hal ini, basal ganglia; karena konsumsi oksigennya yang paling tinggi menjadi darah yang paling terkena efek dari keracunan karbon monoksida ini. Bagian otak lain juga yang turut terkena misalnya cereberal white matter, hippocampus dan cerebellum.Gambar 1 : Disosiasi saturasi oksihemoglobinSumber: Centers for Disease Control and Prevention. Carbon monoxide hazards from small gasoline powered engines.
Jumlah Pajanan
Dalam hal ini di cari apakah jumlah pajanan tersebut cukup untuk menyebabkan efek toksis pada pasien. Hal tersebut di dapat secara kualitatif dengan melakukan pengamatan pada cara kerja, proses kerja, keadaan lingkungan kerja, masa kerja dan juga penting untuk di ketahui apakah para pekerja telah memakai alat pelindung yang sesuai.1-3
Selain itu bisa di ukur kadar zat toksis dalam diri pekerja/pasien serta konsentrasi gas CO tersebut di lingkungan kerja dimana para pekerja tersebut terpapar.
Secara umum paparan pada 100 ppm atau lebih cukup berbahaya bagi manusia. Di Amerika Serikat, OSHA membatasi paparan pada tempat kerja rata-rata kurang dari 50 ppm selama periode kerja 8 jam. Seorang pekerja di pindahkan ke tempat lain jika paparannya telah mencapai 100 ppm.1,2Peran Faktor Individu
Faktor individu yang dimaksudkan dalam hal ini adalah predisposisi yang ada pada sesorang yang meningkatkan/menurunkan resiko orang tersebut menderita sesuatu penyakit. Tetapi tidak semua penyakit selalu berhubungan dengan faktor individu ini; misalnya kecelakaan kerja berbeda dengan penyakit alergi pada bahan baku produksi. Penyakit alergi tersebut sangat berhubungan dengan faktor yang ada pada setiap individu, sedangkan kecelakaan kerja sangat sedikit hubungannya dengan faktor individu.1,4
Hal-hal lain yang perlu di pertimbangkan adalah riwayat penyakit dalam keluarga atau riwayat penyakit yang pernah/sedang di derita oleh pasien. Misalnya dalam skenario ini, pasien dengan riwayat penyakit jantung akan bermanifestasi klinis lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki riwayat/tidak menderita penyakit tersebut. Perlu juga diperhatikan hiegene perseorangan.1,4
Level toleransi terhadap paparan karbon monoksida sebenarnya berbeda-beda pada setiap individu. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk level aktivitas, rate of ventilation, riwayat penyakit otak atau jantung, cardiac output, anemia, anemia sickle cell dan kelainan hematologic lainnya serta metabolic rate.1,4
Faktor lain diluar Pekerjaan
Perlu di cermati apakah pasien juga mendapatkan paparan lain selain dari lingkungan tempat di bekerja. Misalnya dalam kasus keracunan CO; diselidiki bagaimana pola hidup pasien, kebiasaannya di rumah atau hobi pasien itu sendiri.
Hal ini penting untuk memastikan bahwa papara/pajanan yang dialami oleh pasien benar adanya di dapatkan di tempat kerja dan bukan karena faktor/dari tempat lain.
Diagnosis PAK
Langkah ini merupakan yang paling sulit dalam diagnosis okupasi. Karena pada bagian inilah ditentukan apakah faktor pekerjaan merupakaan faktor yang paling bermakna terhadap timbulnya/terjadinya penyakit yang di derita oleh pasien tersebut.
Dalam kasus ini, sudah sangat jelas terlihat bahwa keracunan CO merupakan faktor utama yang menyebabkan kematian pada kelima orang tersebut. Hal yang paling mendukung adalah dengan pemakaian genset di dalam ruangan. Akibatnya gas CO dengan mudah terinhalasi oleh kelima orang tersebut.
Tatalaksanan Intoksikasi CO
Pada skenario ini, pasien telah meninggal. Tetapi pada kasus-kasus tertentu dimana pasien masih hidup, terapi yang paling utama adalah pemberian oksigen 100% sampai kadar karboxihaemoglobin kembali pada level normal.1,3
Ada dua jenis terapi yang paling sering dipakai; (1) menggunakan oksigen 100% atau (2) terapi oksigen hiperbarik.
Pada terapi 100% oksigen, kadar CO dalam darah akan turun menjadi setengahnya dalam 74 menit pertama (dengan total pernapasan sekitar 320 kali). Keadaan laktat asidosis dapat membantu difusi oksigen ke jaringan jadi tidak perlu dikoreksi kecuali dalam keadaan ekstrim seperti pH < 7,15.1
Ketika keadaan pasien sudah stabil untuk dipindahkan, terapi oksigen hiperbarik dapat dipertimbangkan. Terapi ini biasanya aman dan dapat ditoleransi oleh pasien, komplikasi utamanya hanya barotruma pada telinga. Pertimbangan mengenai terapi oksigen hiperbarik ini ditentukan juga ada atau tidaknya fasilitasnya. Di Inggris, rata-rata waktu antara terjadinya paparan sampai dilakukannya terapi hiperbarik oksigen biasanya 9 jam.1-3
Pada tahun 1895, Haldane mendemostrasikan pada tikus yang masih bisa bertahan hidup walaupun terpapar CO dengan oksigen hiperbarik pada saat bersamaan. Percobaan ini membuktikan bahwa oksigen yang dibawa melalui solution masih cukup untuk kebutuhan vital walaupun transport melalui oksigen sudah tidak efektif lagi. Inilah yang menjadi dasar bagi Haldane untuk mengusulkan terapi oksigen hiperbarik pada manusia yang keracunan CO.
Terapi oksigen hiperbarik memiliki banyak keuntungan. Waktu paruh karboxihaemoglobin yang pada tekanan 1 ATA (absolut atmosfer - 760 mgHg) 74 menit dapat diturunkan menjadi hanya 23 menit pada tekanan oksigen 3 ATA. Keuntungan lainnya adalah meningkatkan fungsi mitokondria, kelainan adhesi platelet pada dinding pembuluh darah dan menghambat peroksidasi lemak.1,4
Tetapi pada review Cochrane terbaru terhadap tiga studi randomized controlled trials menyimpulkan bahwa tidak ada evidence yang menunjukkan manfaat dari terapi oksigen terhadap perbaikan neurologis pasien dalam sebulan terapi. Tetapi banyak center meneruskan terapi oksigen hiperbarik jika konsentrasi carbonxihaemoglobin melebihi 25-30%.
Keracunan karbon monoksida cukup unik dimana gejala neuropsikiatri dapat muncul beberapa minggu setelah pasien recovery dari keracunan CO. Gejala-gejala ini umumnya terjadi pada pasien lanjut usia (10-30% terjadi dalam bulan pertama). Perubahan kepribadian, kognitif dan memory biasanya tidak terlalu mencolok dan kadang terlewatkan pada pemeriksaan. Kebanyakan gangguan neurologis ini berkurang dalam setahun setelah keracunan CO. Sebuah studi menunjukkan 11% pasien masih memiliki gejala neurologis yang persistent setelah tiga tahun kemudian sejak keracunan CO. Tidak dapat diprediksi kapan tepatnya gejala neurologis akan menghilang pada setiap pasien. Tetapi bagaimanapun pasien yang keracuan CO sampai mengalami koma berpeluang besar memiliki gejala neurologis yang persistent.5
Pemberian oksigen 100 % dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan gejala dan tanda keracunan dan kadar HbCO turun dibawah 10%. Pada pasien yang mengalami gangguan jantung dan paru sebaiknya kadar HbCO dibawah 2%. Lamanya durasi pemberian oksigen berdasarkan waktu-paruh HbCO dengan pemberian oksigen 100% yaitu 30 - 90 menit.1
Pertimbangkan untuk segera merujuk pasien ke unit terapi oksigen hiperbarik, jika kadar HbCO diatas 40 % atau adanya gangguan kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak membaik dalam waktu 4 jam setelah pemberian oksigen dengan tekanan normobarik, sebaiknya dikirim ke unit hiperbarik.3
Penatalaksanaan Okupasi
Terapi okupasi dapat dilakukan dengan pemindahan pekerja tersebut ke bagian lain yang tidak terpapar atau dengan melakukan kerja sesuai dengan kemampuan fisik yang di miliki sekarang oleh pekerja tersebut.
Prinsip pencegahan dapat dibagi menjadi 3 bentuk yaitu: (1) Pencegahan awal/primer - penyuluhan, prilaku K3 yang baik serta olahraga; (2) Pencegahan setempat/sekunder - pengendalian melalui undang-undang/administrasi dan pengendalian secara teknis misalnya alat pelindung diri; (3) Pencegahan dini/tertier - dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.2
Edukasi publik mengenai bahaya dari karbon monoksida serta penanganan yang tepat dari alat-alat yang dapat menghasilkan CO baik di rumah atau pun di tempat kerja merupakan metode preventif yang paling efektif untuk mencegah terjadinya keracunan karbon monoksida ini.
Di tempat - tempat pabrik yang menggunakan mesin-mesin industri berbahan bakar BBM, idealnya harus dipasang pendekteksi carbon monoksida.
Dalam skenario 4, dimana genset seharusnya tidak diletakan di dalam ruangan poliklinik karena mesin genset juga merupakan penghasil CO dari pembakaran yang titak sempurna. Genset seharusnya diletakkan di luar ruangan atau di tempat terbuka dan pintu ataupun jedela yang berhadapan dengan tempat genset tersebut harus di tutup rapat.
Di Amerika serikat di anjurkan untuk memasan CO detector pada setiap tempat industri, rumah ataupun perkantoran - di setiap lantai. Rekomendasi WHO Eropa untuk Kualitas Udara dalam ruangan 2010; 7 mg/m3 (6 ppm) selama 24 jam; sehingga tidak melebihi 2% COHb pada paparan yang kronis.
REKOMENDASI
Berikut adalah rekomendasi yang dapat diberikan kepada pemilik usaha ataupun dewan direksi serta kepada para pekerja :2
1. Tidak diijinkan untuk menggunakan mesin/alat berbahan bakar gasoline/BBM di dalam ruangan tertutup. Alas seperti itu harus ditempatkan di tempat terbuka dan cukup jauh serta pintu dan jendela yang searah dengan letak mesin/bahan bakar tersebut harus ditutup.2. Dipersiapkan tabung oksigen dan perlengkapan emergency lainnya untuk kasus-kasus seperti ini.3. Harus belajar mengetahui gejala awal dari keracunan CO seperti sakit kepala, nausea, kelemahan dan lain sebagainya yang telah di jabarkan di atas.4. Di usahakan memakai alat-alat bertenaga listrik dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar langsung terutama untuk alat-alat yang di gunakan di dalam ruangan.5. Menggunakan CO monitors pada tempat-tempat yang berpotensi terjadinya kebocoran gas karbon monoksida.6. Melakukan survey untuk menentukan tempat-tempat/mesin yang bepotensi menghasilkan gas karbon monoksida.7. Di usahakan untuk tidak memakai bahan-bahan produksi yang dapat menghasilkan gas CO.8. Dimonitor kadar CO dalam tubuh pekerja untuk melihat kemungkikan toksisitas kronik.9. Jika dicurigai terjadi kebocoran/paparan gas CO, segera mematikan semua peralatan dan menjauhlah dari tempat tersebut - ke ruangan terbuka.10. Segera memanggil pertolongan medis jika dicurigai adanya keracunan CO. (Jangan membawa kendaraan, tetapi minta orang lain yang mengantarkan)
Kesimpulan
Karbon monoksida (CO) adalah gas tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak mengiritasi, mudah terbakar dan sangat beracuin. Gas Karbon monoksida merupakan bahan yang umum ditemui di industri. Gas ini merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari kendaraan bermotor, alat pemanas, peralatan yang menggunakan bahan api berasaskan karbon dan nyala api (seperti tungku kayu), asap dari kereta api, pembakaran gas, asap tembakau. Namun sumber yang paling umum berupa residu pembakaran mesin. Banyak pembakaran yang menggunakan bahan bakar seperti alat pemanas dengan menggunakan minyak tanah, gas, kayu dan arang yaitu kompor, pemanas air, alat pembuangan hasil pembakaran dan lain-lain yang dapat menghasilkan karbon monoksida. Pembuangan asap mobil mengandung 9% karbon monoksida. Pada daerah yang macet tingkat bahayanya cukup tinggi terhadap kasus keracunan. Asap rokok juga mengandung gas CO, pada orang dewasa yang tidak merokok biasanya terbentuk karboksi haemoglobin tidak lebih dari 1 % tetapi pada perokok beratbiasanya lebih tinggi yaitu 5 10 %. Karbon monoksida tidak mengiritasi tetapi sangat berbahaya (beracun) maka gas CO dijuluki sebagai silent killer(pembunuh diam-diam).1,2
Terapi gawat darurat keracunan gas CO dimulai dengan memberikan oksigen dan perawatan suportif lainnya secara agresif. Hipoksia dini dapat menjadi penyebab kematian lebih dari 50% kasus traurma inhalasi dimana intoksikasi gas CO merupakan akibat serius yang diperkirakan menjadi lebih dari 80% penyebab hipoksia sel dan jaringan.
Sehingga kegagalan mendiagnosis keracunan gas CO sejak awal dapat merupakan suatu hal yang fatal dan rneningkatkan morbiditas-mortalitas terhadap pasien. Terapi oksigen hiperbarik dapat mempercepat disosiasi antara gas CO dengan hemoglobin dan dapat mencegah terjadinya kelainan neurologis yang tertunda.
Indikasi absolut pemberian terapi oksigen hiperbarik masih menjadi perdebatan diantara para ahli, tetapi hampir semua sependapat terapi oksigen hiperbarik dapat diindikasikan pada pasien koma, menderita kelainan neurologis, mempunyai riwayat kehilangan kesadaran, atau mempunyai kelainan jantung.
Daftar Pustaka
Blumenthal I. Carbon monoxide poisoning. J R Soc Med 2001 Jun; 94: 270-2.Centers for Disease Control and Prevention. Carbon monoxide hazards from small gasoline powered engines. Diakses di http://www.cdc.gov/niosh/topics/co-comp/ tanggal 18 Oktober 2014.PubMed Health NIH. Carbon monoxide poisoning. Diakses di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0003333/ tanggal 18 oktober 2014.Prockop LD, Chichkova RI. Carbon monoxide intoxication: an updated review. Journal of the Neurological Sciences Nov 2007; 262 : 122-30.Buckley NA, Isbister GK, Stokes B, Juurlink DN. Hyperbaric oxygen for carbon monoxide poisoning: a systematic review and critical analysis of the evidence. Toxicological Reviews 2005; 24 (2): 7592.
Intoksikasi Karbon MonoksidaPage 13 of 14