kolestasis anggun

Upload: anggun-puspita

Post on 06-Mar-2016

112 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

tugassss

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kolestasis adalah terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit yang menyebabkan perlambatan atau berhentinya aliran empedu cukup banyak sehingga sering menyebabkan kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan kepastian diagnosa adalah penting sekali karena berhubungan dengan pengobatan yang berbeda, apakah memerlukan tindakan operasi atau hanya medikamentosa.(1)Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan dibidang ilmu kesehatan anak disebabkan spektrum penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa. Kemajuan dibidang teknik diagnosa dengan adanya ultrasonografi, skintigrafi, pemeriksaan histopatologis, dan biologi molekuler tidak serta merta dapat menegakkan diagnosa dengan cepat sebab pada kelainan ini tidak ada satupun pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan adanya kolestasis pada bayi dengan ikterus berumur lebih dari 14 hari merupakan kunci utama dalam penegakan diagnosa dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab utama kolestasis neonatal adalah hepatitis neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi nonspesifik jaringan hati karena gangguan metabolik, endokrin, dan infeksi intra-uterin. Penyebab lainnya adalah obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma paucity intrahepatik. Kerusakan fungsional dan struktural dari jaringan hati disamping disebabkan primer oleh proses penyakitnya, juga disebabkan sekunder oleh adanya kolestasis itu sendiri dimana dalam hal ini yang sangat berperan adalah asam empedu hidrofobik dengan kapasitas detergenik. Salah satu tujuan diagnostik adalah membedakan dengan segera apakah kolestasis disebabkan proses intrahepatik atau ekstrahepatik. Pada kelainan intrahepatik dapat dilakukan tindakan konservatif dan medikamentosa sedang pada kelainan ekstrahepatik terutama atresia bilier, usia saat dilakukan pembedahan sangat menentukan prognosis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM HEPATOBILIER

Empedu disekresikan oleh sel-sel hepar, disimpan dan dipekatkan di dalam vesika biliaris,kemudian dikeluarkan ke dalam duodenum. Ductus biliaris hepatis terdiri atas ductus hepatis destra dan sinistra, ductus hepatis comunis, ductus choledochus, vesica biliaris dan ductus cysticus.1 Ductus hepaticusDuctus hepaticus dextra dan sinistra keluar dari lobus hepatis dextra dan sinistra pada port hepatis. Keduanya bersatu membentuk ductus hepatis comunis. Panjang ductus hepatis comunis sekitar 1,5 inchi (4 cm) dan berjalan turun di pinggir bebas omentum minus. Ductus ini bergabung dengan ductus cysticus dari vesica billiaris yang ada di sisi kanannya membentuk ductus choledochus.1

Ductus CholedochusPanjang ductus choledochus sekitar 3 inchi (8 cm). Pada bagian perjalanannya, ductus ini terletak pada pinggir bebas kanan omentum minus, di depan foramen epiploicum. Di sini ductus choledochus terletak di depan pinggir kanan venae portae bawah hepatis dan pada sisi kanan arteri hepatica. Pada bagian kedua perjalanannya, ductus terletak di belakang pars duodenum di sebelah kanan arteri gastroduodenalis. Pada bagian ketiga perjalanannya, ductus terletak di dalam sulcus yang terdapat pada facies posterior caput pancreatis. Di sini ductus choledochus bersatu dengan ductus pankreaticus. 1Ductus chodedochus berakhir di bawah dengan menembus dinding medial pars descendens duodenum kira-kira di pertengahan panjangnya. Biasanya ductus choledochus bergabung dengan ductus pankreatikus, dan bersama-sama bermuara ke dalam ampula kecil di dinding duodenum, yang disebut ampula hepatopankreatica (ampula vater). Ampula ini bermuara pada lumen duodenum melalui sebuah papila kecil, yaitu papila duodeni major. Bagian terminal kedua ductus beserta ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular yang disebut musculus sphinter ampullae (sphincter oddi).1,2

Gambar Ductus choledocus (Common bile duct) dan Spincter Oddi

Vesica Biliaris (Kandung Empedu)Vesica biliaris adalah sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak pada permukaan bawah hepar. Vesica biliaris mempunyai kemampuan menyimpan empedu sebanyak 30-50 ml, serta memekatkan empedu dengan cara mengabsorpsi air. Vesica biliaris terdiri atas fundus, corpus, dan collum. Fundus vesica biliaris berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah margo inferior hepar, penonjolan ini merupakan tempat fundus bersentuhan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung cartilago costalis IX dextra. Corpus vesica biliaris terletak dan berhubungan dengan fascies visceralis hepar dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Colum vesica biliaris melanjutkan diri sebagai ductus cysticus, yang berbelok ke dalam omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan ductus hepaticus komunis untuk membentuk ductus choledochus.1

Gambar . Vesica Biliaris Terdiri Atas Fundus, Corpus dan Colum

Vesica biliaris berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. vesica biliaris mempunyai kemampuan untuk memekatkan empedu dan untuk membantu proses ini, mukosa vesica biliaris mempuyai lipatan-lipatan permanen yang saling berhubungan sehingga permukaan tampak seperti sarang tawon Sel-sel toraks yang terletak pada permukaan mukosa mempunyai banyak vili. Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial vesica biliaris. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari tunica mucosa duodenum. Lalu hormon masuk ke dalam darah dan menimbulkan kontraksi vesica biliaris. Pada saat yang bersamaan otot polos yang terletak pada ujung distal ductus choledochus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang pekat ke dalam duodenum. Garam-garam empedu di dalam cairan empedu penting untuk mengemulsikan lemak di dalam usus serta membantu pencernaan dan absorbsi lemak.1 Vesica biliaris mendapat perdarahan dari arteri cystica, cabang arteri hepatica dextra dan vena cystica yang mengalirkan darah langsung ke vena porta. Cairan limfa mengalir ke nodus cysticus yang terletak dekat colum vesicae biliaris. Dari sini, pembuluh limfa berjalan ke nodi hepatici dengan berjalan sepanjang perjalanan arteri hepatica communis dan kemudian ke nodi coelici. Persarafan di vesica biliaris terdiri atas saraf simpatis dan parasimpatis yang membentuk pleksus coeliacus.1Secara fisiologi, empedu dihasilkan oleh hepatosit dan sel-sel duktus sebanyak 500-1500 mL/ hari. Sekresi aktif garam empedu ke dalam canaliculus bilier dipengaruhi oleh volume empedu. Na+ dan air mengalir secara pasif untuk meningkatkan isoosmolaritas. Lechitin dan kolesterol memasuki canaliculus pada laju tertentu yang berhubungan dengan output garam empedu. Bilirubin dan sejumlah anion organik lainnya (esterogen, sulfobromopthalen, dll) secara aktif disekresikan oleh hepatosit melalui sistem transport yang berbeda dengan garam empedu. Diantara makan, empedu disimpan di vesica biliaris, dimana empedu terkonsentrasi pada hingga 20%/ jam. Na+ dan HCO3- atau Cl- secara aktif ditransport dari lumennya selama absorpsi.3 Ada tiga faktor yang meregulasi aliran empedu yaitu : sekresi hepatik, kontraksi vesica biliaris, dan tahanan spincter choledochal. Dalam keadaan puasa, tekanan di ductus choledocus adalah 5-10 cm H2O dan empedu yang dihasilkan di hati disimpan di dalam vesica biliaris. Setelah makan, vesica biliaris berkontraksi, spincter relaksasi dan empedu di alirkan ke dalam duodenum dengan adanya tekanan di dalam duktus yang terjadi secara intermiten yang melebihi tahanan spincter. Saat berkontraksi, tekanan di dalam vesica biliaris mencapai 25 cm H2O dan di dalam ductus choledocus mencapai 15-20 cm H2O. Cholecystokonin (CCK) adalah stimulus utama untuk berkontraksinya vesica biliaris dan relaksasi spincter. CCK dilepaskan ke dalam aliran darah dari mukosa usus halus.3

Gambar . Fisiologi Pengeluaran Empedu3

Ductus CysticusPanjang ductus cysticus sekitar 1,5 inchi (4 cm) dan menghubungkan colum vesica biliaris dengan ductus hepatis comunis untuk membentuk ductus choledochus.. Biasanya ductus cysticus berbentuk huruf S dan berjalan turun dengan jarak yang bervariasi pada pinggir bebas kanan omentum minus. Tunica mukosa ductus cysticus menonjol untuk membentuk plica spiralis yang melanjutkan diri dengan plica yang sama pada colum vesica biliaris. Plica ini umumnya dikenal sebagi valvula spiralis. Fungsi valvula spiralis adalah untuk mempertahankan lumen terbuka secara konstan.1

Gambar.Ductus cysticus bersatu dengan ductus hepatis comunis membentuk ductus choledocus.

Komposisi EmpeduTabel 1. Komposisi empedu4Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu

Air 97,5 gm % 95 gm %

Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %

Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %

Kolesterol 0,1 gm % 0,3 0,9 gm %

Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 1,2 gm %

Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %

Elektrolit - -

1. Garam EmpeduAsam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.Fungsi garam empedu adalah :5a. Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.b. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak.Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.4,5

2. BilirubinHemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.6

B. DEFINISIKolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu mulai dari hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat menyebabkan perubahan indikator biokimia, fisiologis, morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan - bahan larut dalam empedu. Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0 mg/dl atau 20% dari bilirubin total. (2)Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana - basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi - anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.Kolestasis merupakan respon alternatif atau bersamaan terhadap jejas. Kolestasis ini didefinisikan sebagai akumulasi dari bahan-bahan dalam serum yang secara normal diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, kolesterol, asam empedu, dan elemen renik. Biopsi hati menampakkan akumulasi empedu dan pigmen empedu di parenkim. Pada obstruksi ekstrahepatik, pigmen empedu mungkin bisa dilihat di duktus biliaris intralobularis atau seluruh parenkim sebagai danau - danau empedu atau infark. Kolestasis bisa juga terlihat tanpa bukti adanya obstruksi duktus biliaris apabila ada jejas hepatosit atau perubahan pada fisiologi hati menyebabkan pengurangan kecepatan sekresi larut dan air. Agaknya penyebab dapat meliputi perubahan pada ultrastruktur atau sitoskeleton hepatosit, perubahan pada organela yang menyebabkan sekresi empedu, perubahan dalam aktivitas enzim, atau perubahan pada permeabilitas aparatus kanalikuler empedu. Hasil akhirnya tidak bisa dibedakan secara klinis dari kolestasis obstruktif.(2,3)

C. PATOFISIOLOGIEmpedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi.(2)

Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :1. Pembentukan bilirubin berlebihan2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati3. Gangguan konyugasi bilirubin4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik.

Penyebab ikterus kholestatik bisa intra hepatik atau ekstrahepatik. Penyebab intra hepatik adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital duktus biliaris. Kerusakan dari sel paremkim hati menyebabkan gangguan aliran dari garam bilirubin dalam hati akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan kedalam duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan regurgitasi. Jadi akan terlihat peninggian bilirubin terkonyugasi dan bilirubin tidak terkonjugasi dalam serum.Penyumbutan duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup menyebabkan ikterus. Kadang-kadang kholestasis intra hepatal disertai dengan obstruksi mekanis di daerah ekstra hepatal. Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang disebabkan oleh batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini biasanya tidak terjadi hiper bilirubinemia karena dikompensasi oleh hepar yang masih baik.Kholangitis supuratif yang biasanya disertai pembentukan abses dan ini biasanya yang menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat mengenai vena porta akan menyebabkan invasi kedinding kandung empedu dan traktus biliaris. Pada intra hepatik kholestasis biasanya terjadi kombinasi antara kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme (kholestasis dan hepatitis).(2,3)Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran empedu kedalam usus sehingga akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonyugasi dalam darah. Penyebab yang paling sering dari ekstra hepatik kholestatik adalah batu di duktus kholedekhus dan duktus sistikus, tumor duktus kholedekus, kista duktus kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing kholangitis.

Perubahan Fungsi Hati pada KolestasisPada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural: A. Proses Transpor Hati Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonjugasi, asam empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.B. Transformasi dan Konjugasi dari Obat dan Zat Toksik Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konjugasi akan terganggu.C. Sintesis Protein Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.D. Metabolisme Asam Empedu dan Kolesterol Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.E. Gangguan pada Metabolisme Logam Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.F. Metabolisme Cysteinyl Leukotrienes Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal. G. Mekanisme Kerusakan Hati Sekunder 1. Asam EmpeduTerutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++ -ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu. Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.2.Proses Imunologis Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier.

D. ETIOLOGIKolestasis Intrahepatika. Idiopatik1.Hepatitis neonatal idiopatik2.Lain-lain : Sindrom Zellweger

b. Anatomik1.Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil2.Penyakit Caroli3.Sepsis4.Hepatitis virus dan hepatitis karena obat5.Mutasi transpor empedu6.Sirosis bilier primer7.Reaksi penolakan transplantasi hati

c. Kelainan Metabolik 1. Kelainan metabolisme asam amino, lipid, karbohidrat, asam empedu 2. Penyakit metabolik lain : def 1antitripsin, hipotiroid, hipopituitarisme d. Infeksi 1.Hepatitis virus A, B, C 2.TORCH, reovirus, dll e. Genetik/ kromosomal 1.Sindrom Alagile 2.Sindrom Down, Trisomi E f. Lain-lain Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom polisplenia, lupus neonatal.

Kolestasis Ekstrahepatika. Atresia bilierb. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilierc. Massa (kista, neoplasma, batu)d.Inspissated bile syndrome, dll

E. Klasifikasi (4,6)Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Kolestasis Ekstrahepatik, Obstruksi Mekanis Saluran Empedu Ekstrahepatik Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier. Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai. Jika terjadi obstruksi empedu, perubahan hepar dapat terjadi dengan cepat dan ikterus dapat terlihat dalam 36 jam. Setelah 2 minggu akan ditemukan ruptur dari duktus interlobuler. Pada kolangitis akan ditemukan lekosit polimorfonuklear pada kandung empedu dan sinusoid. Ikterus obstruktif ekstrahepatik kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi fisik pada saluran empedu pada umumnya diluar hati, menimbulkan gejala kolestasis akut.Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh: Batu empedu Carsinoma pancreas dan ampula Striktur saluran empedu Cholangiocarsinoma Sklerosing Cholangitis primer atau sekunderIkterus obstruksi ekstra hepatik memberikan 3 perubahan klasik pada traktus portal :1. Oedema jaringan ikat2. Proliferasi duktus3. Infiltrasi neutrofilGambaran ini dinamakan ductular reaction. Pada gambaran mikroskopik ikterus obstruktif selalu ditemukan cairan empedu karena adanya peningkatan tekanan di traktus porta, sehingga terjadi reaksi duktuler yang salah satunya adalah proliferasi duktus bilier yang baru. Proliferasi duktus dipengaruhi oleh peningkatan perfusi di daerah perivaskuler pleksus bilier, stimulasi reseptor adrenergik dan dopaminergik yaitu taurocholate dan taurolithocholate dan peningkatan AMP siklik dan interleukin 6. Infiltrasi netrofil akan terjadi pada ikterus obstruksi dengan adanya reaksi sitokin kompleks dan chemokine. Gambaran periduktus dan fibrosis seperti kulit bawang (onion-skin fibrosis) dapat ditemukan pada kolestasis ekstrahepatik dimana terjadi obstruksi aliran empedu dalam waktu yang lama. Keadaan ini dapat juga terjadi pada Primary Sclerosing Cholangitis. Pada keadaan ikterus obstruktif yang disebabkan oleh batu empedu, striktur empedu atau karsinoma pankreas, gambaran klinik jelas dengan ikterus progresif dan peningkatan kadar alkali fosfatase serum dan bilirubin serum. Diagnosis umumnya tegak dengan pemeriksaan Ultrasonografi dengan konfirmasi pada saat tindakan operasi.

2. Kolestasis Intrahepatik a. Saluran Empedu Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja.Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik.Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Carolis disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik.Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal.Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract.Contoh dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1.Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multiorgan pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu yang sempit).Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.

b. Kelainan Hepatosit Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis.Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan.

F. MANIFESTASI KLINIK Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin. Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis

G. DIAGNOSIS (2,3,4)Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.

Anamnesis a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal.c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau disertai tanda-tanda infeksi.d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi 1-antitripsin).

Pemeriksaan fisik Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain. Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik 82% dari 133 penderita.Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati.

Pemeriksaan PenunjangSecara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :A. Pemeriksaan Laboratorium 1) Pemeriksaan RutinPada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direct < 4mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.

Kadar transaminase (SGOT-SGPT) mulai meningkat pada masa prodromal dan mencapai puncak pada saat timbulnya ikterus. Peninggian kadar SGOT dan SGPT yang menunjukan adanya kerusakan sel-sel hati adalah 50 20.000 IU/ml. Terjadi peningkatan bilirubin total serum (berkisar 5-20 mg/dl). Tinja akolis mungkin dijumpai sebelum timbul ikterus. Penurunan aktivitas transaminase diikuti penurunan kadar bilirubin. Bilirubinuria dapat negatif sebelum bilirubin darah normal. Kadar alkali fosfatase mungkin hanya sedikit meningkat. Gamma GT dapat meningkat pada hepatitis dengan kolestasis.1

2) Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja.

B. Pencitraan1) Pemeriksaan UltrasonografiUltrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan kholestasis.meriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal. Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atauletak rendah dengan mudah dapat dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebaran dari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal). Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat duktus biliaris kanan berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat berdilatasi. Gambaran duktus biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta terlihat sebagai gambaran double vessel, dan imajing ini disebut double barrel gun signatau sebagai paralel channel sign. Pada potongan melintang pembuluh ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda membentuk shot gun sign. Pada dilatasi berat duktus biliaris maka duktus biliaris intra hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat berdilatasi dan berkelok-kelok.

2) Schintigrafi HatiPemeriksaan skintigrafi ini berguna untuk mengevaluasi kelainan obstruktif sistem bilier termasuk atresia bilier.

3) Pemeriksaan KolangiografiKolangiografi intra-operatif dilakukan saat laparatomi eksplorasi pada kasus yang kemungkinan atresia bilier tidak dapat disingkirkan dengan cara lain. Pemeriksaan ERCP jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum, alat yang canggih, serta keterampilan yang khususdan kemungkinan positif palsu yang tinggi.

C. Biopsi HatiGambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95% sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus 100-200 u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat terjadi.

Algoritma diagnosis kolestasis (3)

Kriteria Klinik Intrahepatik dan Ekstrahepatik (4)

Kriteria klinis untuk membedakan intrahepatik dan ekstrahepatik

H. PROGNOSISKeberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71-86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34-43,6%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal.

BAB IIIKESIMPULAN

Deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan dokter spesialis anak. Kunci utama adalah kesadaran adanya kolestasis pada bayi yang mengalami ikterus pada usia diatas 2 minggu. Dengan ditemukannya peningkatan kadar bilirubin terkonyugasi maka proses diagnosa untuk mencari penyebab harus segera dilakukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam pengobatan maupun pembedahan. Kegagalan dalam deteksi dini etiologi kolestasis menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi pgrognosis. Pada evaluasi diagnostik selanjutnya harus segera dibedakan antara kolestasis hepatoseluler ( intrahepatik ) dan kolestasis obstruktif terutama atresia bilier agar terapi dini yang tepat(berdasarkan etiologinya) yaitu tindakan bedah maupun medikamentosa yang tepat dapat dilakukan sehingga kerusakan hati yang lanjut dapatdicegah dan tumbuh kembang dipertahankan optimal.Evaluasi diagnostik ini seringkali tidak mudah karena memerlukan berbagai sarana pemeriksaan penunjang yang canggih/mutakhir dan mahal, bahkan kadangkala memerlukan tindakan laparatomi percobaan dan akhirnya penderita dilabel sebagai hepatitis neonatal idiopatik. Dalam tatalaksana suportif, tidak boleh dilupakan terapi nutrisi serta simtomatik gejala komplikasi yang sudah terjadi. Pada stadium yang lanjut, pilihan terapi adalah transplantasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Desmet VJ, Callea F. Cholestatic syndromes of infancy and childhood. Dalam: Zakim D, Boyer TD, penyunting. Hepatology. A Textbook of liver disease; edisi ke-2. Philadelphia: Saunders. 1990: 1355-95. 2. Juffrie,M. Buku ajar gastroenterology-hepatologi. Jakarta : Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. p.374-87.3. Mews C, Sinarta FR. Cholestasis in infancy. Pediatr Rev. 1994; 15: 233-40. 4. Alagille D, 1992, Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre M. Liver and biliary tract disease in children. Paris: Flammarion. PP:426-38. 5. Nazer, H. Cholestasis.http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview. Update at June 6th, 2012. 2014. 6. Arce DA, Costa H, Schwarz SM. Hepatobiliary disease in children. Clinics in Family Practice. 2000; 2: 1-36. 7. Roberts EA. The jaundiced baby. Dalam: Kelly DA, penyunting. Diseases of the liver and biliary system in children, edisi ke-1. Oxford: Blackwell Science. 1999: 11-45

32