materi kolestasis

22
1 DETEKSI DINI KOLESTASIS NEONATAL (EARLY DETECTION OF NEONATAL CHOLESTASIS) Sjamsul Arief Divisi Hepatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR / RSU Dr Soetomo - Surabaya Korespondensi: Sjamsul Arief, dr, MARS, SpA(K). Divisi Hepatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya. Telepon: 031-5501681, 0811307430. e-mail: sjamsul@pediatrik . c o m . ABSTRAK Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan dibidang ilmu kesehatan anak disebabkan spektrum penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa. Kemajuan dibidang teknik diagnosa dengan adanya ultrasonografi, skintigrafi, pemeriksaan histopatologis, dan biologi molekuler tidak serta merta dapat menegakkan diagnosa dengan cepat sebab pada kelainan ini tidak ada satupun pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan adanya kolestasis pada bayi dengan ikterus berumur lebih dari 14 hari merupakan kunci utama dalam penegakan diagnosa dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab utama kolestasis neonatal adalah hepatitis neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi nonspesifik jaringan hati karena gangguan metabolik, endokrin, dan infeksi intra-uterin. Penyebab lainnya adalah obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma paucity intrahepatik. Kerusakan fungsional dan struktural dari jaringan hati disamping disebabkan primer oleh proses penyakitnya, juga disebabkan sekunder oleh adanya kolestasis itu sendiri dimana dalam hal ini yang sangat berperan adalah asam empedu hidrofobik dengan kapasitas detergenik. Salah satu tujuan diagnostik adalah membedakan dengan segera apakah kolestasis disebabkan proses intrahepatik atau ekstrahepatik. Pada kelainan intrahepatik dapat dilakukan tindakan konservatif dan medikamentosa sedang pada kelainan ekstrahepatik terutama atresia bilier, usia saat dilakukan pembedahan sangat menentukan prognosis. Kata kunci: kolestasis, ikterus, neonatus ABSTRACT Neonatal cholestasis remains a major problem in today’s child health caused by wide spectrum causes with similar clinical symptoms. Advances in diagnostic technique such as ultrasound, scintigraphy, histopathologic examination, and molecular biology, can not establish the diagnosis

Upload: doni-luter

Post on 12-Aug-2015

99 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kolestasis

TRANSCRIPT

Page 1: materi kolestasis

1

DETEKSI DINI KOLESTASIS NEONATAL (EARLY

DETECTION OF NEONATAL CHOLESTASIS) Sjamsul

Arief

Divisi Hepatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak

FK UNAIR / RSU Dr Soetomo - Surabaya

Korespondensi: Sjamsul Arief, dr, MARS, SpA(K). Divisi Hepatologi Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya. Telepon: 031-5501681,

0811307430. e-mail: sjamsul@pediatrik . c o m .

ABSTRAK

Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan dibidang ilmu kesehatan anak disebabkan spektrum

penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa. Kemajuan dibidang teknik diagnosa dengan adanya

ultrasonografi, skintigrafi, pemeriksaan histopatologis, dan biologi molekuler tidak serta merta dapat menegakkan

diagnosa dengan cepat sebab pada kelainan ini tidak ada satupun pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan

adanya kolestasis pada bayi dengan ikterus berumur lebih dari 14 hari merupakan kunci utama dalam penegakan

diagnosa dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab utama kolestasis neonatal adalah hepatitis

neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi nonspesifik jaringan hati karena gangguan metabolik,

endokrin, dan infeksi intra-uterin. Penyebab lainnya adalah obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma

paucity intrahepatik. Kerusakan fungsional dan struktural dari jaringan hati disamping disebabkan primer oleh

proses penyakitnya, juga disebabkan sekunder oleh adanya kolestasis itu sendiri dimana dalam hal ini yang

sangat berperan adalah asam empedu hidrofobik dengan kapasitas detergenik. Salah satu tujuan diagnostik

adalah membedakan dengan segera apakah kolestasis disebabkan proses intrahepatik atau ekstrahepatik. Pada

kelainan intrahepatik dapat dilakukan tindakan konservatif dan medikamentosa sedang pada kelainan

ekstrahepatik terutama atresia bilier, usia saat dilakukan pembedahan sangat menentukan prognosis.

Kata kunci: kolestasis, ikterus, neonatus

ABSTRACT

Neonatal cholestasis remains a major problem in today’s child health caused by wide spectrum causes with

similar clinical symptoms. Advances in diagnostic technique such as ultrasound, scintigraphy, histopathologic

examination, and molecular biology, can not establish the diagnosis satisfactory, however, since there is no such

superior technique in diagnosing the disorder. Awareness of cholestasis in infants of more than 14 days of age

with jaundice is the key to early diagnosis which influences the prognosis. The main cause of neonatal cholestasis

is neonatal hepatitis, a neonatal hepatopathy with nonspecific inflammatory process of liver tissue due to

metabolic and endocrine disorders, and intra-uterine infection. Other causes are obstruction of extrahepatic bile

duct, and intrahepatic paucity syndrome. Functional and structural damage of liver tissue can be caused by the

primary process disease or secondary by cholestasis itself. In cholestasis, the main cause is hydrophobic bile acid

with detergenic capacity. One of diagnostic objectives is determining the cause of cholestasis, whether

intrahepatic or extrahepatic process. In intrahepatic disorder, conservative treatment with medicamentous therapy

is done; while in extrahepatic disorder, particularly biliary atresia, the main prognostic factor is the age at

surgery.

Keyword: cholestasis, jaundice, neonate

Page 2: materi kolestasis

2

PENDAHULUAN

Salah satu fungsi utama dari hati adalah memproduksi dan mensekresi empedu.

Kolestasis terjadi bila terjadi hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi

hati. Tiga penyebab utama kolestasis adalah sindroma hepatitis neonatal, obstruksi mekanik

dan sindroma paucity saluran empedu intrahepatal.1 Diagnosis dini kolestasis sangat penting

karena terapi dan prognosa dari masing-masing penyebab sangat berbeda.2 Pada atresia bilier,

bila pembedahan dilakukan pada usia lebih dari 8 minggu mempunyai prognosa buruk.3 Salah

satu tujuan diagnostik yang paling penting pada kasus kolestasis adalah menetapkan apakah

gangguan aliran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik. 1,2

DEFINISI

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah

normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai

tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum.4 Dari segi klinis didefinisikan sebagai

akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan

kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah

terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier. 1,2,4

EPIDEMIOLOGI

Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis

neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi α-1 antitripsin

1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada

hepatitis neonatal, rasionya terbalik 5,6,7.

Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377

(34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), α-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis lain

94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).3,5

Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari

19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal

hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1

(1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%).8

KLASIFIKASI

Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik

Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan

kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan

Page 3: materi kolestasis

3

saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik1,2,4.

Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,9 infeksi virus

terutama CMV10 dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan

genetik11. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas

dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20%

penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan

kardiovaskuler.4,9 Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting

sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila

dilakukan setelah umur 2 bulan. 12 Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu

kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran

empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal

mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak

menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.1,4

Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan

proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam

duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung

untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.

2. Kolestasis intrahepatik

a. Saluran Empedu

Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b)

Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik

(hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan

saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran

ekstrahepatik saja.4 Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik

fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik.13 Kelainan yang disebabkan

oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian

saluran intra dan ekstra-hepatik.4,9,10 Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara

umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase,

albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan

meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang besar dapat

timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal.14,15

Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal

dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity

apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract.4 Contoh dari sindromik adalah

sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada

gene JAGGED 1.16 Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multi

Page 4: materi kolestasis

4

organ pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae),

kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu

frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu yang sempit).17,18 Nonsindromik adalah

paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu

intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma

imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.4,19

b. Kelainan hepatosit

Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan

aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit,

fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah

sehingga mudah terjadi kolestasis.1,2,4 Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus,

bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon

hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.20

Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal

hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin,

metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu

adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel

radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa

hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila

penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan.1,2,4,5

Page 5: materi kolestasis

5

Tabel 1. Kolestasis pada neonatus

A. Saluran empedu ekstrahepatik

Biliary atresia

Choledochal cyst dan choledochocele

Biliary hipoplasia

Choledocholithiasis

Bile duct perforation

Neonatal sclerosing cholangitis

B. Saluran empedu intrahepatik

Syndromic paucity (sindrom Alagille, mutasi pada JAGGED1)

Nonsyndromic paucity

Hypothyroidism

Bile duct dysgenesis

Congenital hepatic fibrosis

Ductal plate malformation

Polycystic kidney disease

Caroli’s disease

Hepatic cyst

Cystic fibrosis

Langerhans’ cell histiocytiosis

Hyper-IgM syndrome

C. Hepatocytes

Sepsis-associated cholestasis

Neonatal hepatitis

Viral infections

Hepatitis B

Cytomegalovirus (juga menginfeksi cholangiocytes)

Herpes viruses (simplex and HHV-6 and 8)

Adenovirus

Enterovirus

Parovirus B19

Toxoplasmosis

Syphilis

Progressive familial intrahepatic cholestasis syndromes

PFIC-1: mutation in FIC1, ? aminophospholipid transporter

PFIC-1: mutation in BESP, the canalicular bile salt export pump

PFIC-1: mutation in MDR3, canalicular phospholipid flippase

Bile acid synthetic defects

Urea cycle defects

Ormithine transcarbamylase deficiency

Carbomoyl phosphate synthetase deficiency

Tyrosinemia

Fatty acid oxidation disorders

Page 6: materi kolestasis

6

Mithocondrial enzymopathies

Peroxisomal disorders(zellweger syndrome)

Carbohydrate disorders

Galactosemia

Hereditary fructose intolerance

Glycogen storage disease

Lipid storage disorders

Niemann-Pick cell disease

Gaucher’s disease

Wolman’s disease

α1-Antitrypsin deficiency

Neonatal hemochromatosis

Total parenteral nutrition-associated cholestasis

(Dikutip dari Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin Perinatol.

2002;29:159-80)

PATOFISIOLOGI

Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan

kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,

kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin

terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang

bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah

sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan

basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)

berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan

pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi

intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.1,2,4,5 Salah satu contoh

adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek).

Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada

membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450

menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh

transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas

asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh

transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu

menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia

terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan

iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran

empedu dan hiperbilirubinemi terkonyugasi.21

Page 7: materi kolestasis

7

Perubahan fungsi hati pada kolestasis

Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:

A. Proses transpor hati

Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari

hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan

lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.22

B. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik

Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan

gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi akan

terganggu.23

C. Sintesis protein

Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum

protein albumin-globulin akan menurun.14,15

D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol

Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan

kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA

reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga

menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan

detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun

karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.24,25

E. Gangguan pada metabolisme logam

Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar

ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu

mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.26

F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes

Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan

dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan

meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena

diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.27

G. Mekanisme kerusakan hati sekunder

1. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati

melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan

kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan

terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase,

Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu,

sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu.(28)

Sistim transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin

Page 8: materi kolestasis

8

berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun

peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.4,26,27

2. Proses imunologis

Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada

permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga

menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan

terjadi sirosis bilier.29

MANIFESTASI KLINIS

Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah

ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis

klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin.

Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis.

KOLESTASIS

REGURGITASI/ RETENSI EMPEDU

PENURUNAN ALIRAN EMPEDU KE USUS

.

As. Empedu Ä pruritusÄ hepatotoksik

Kolesterol Ä xanthelasma, hiperkolesterolemia

SIROSIS BILIER PROGRESIF

Hipertensi portal

Konsentrasi asam empedu intraluminal turun

Diare, kalsium turun

Bilirubin Ä ikterusTembaga Ä hepatotoksik

Malnutrisi hambatan pertumbuhan

malabsorbsi

Defisiensi Vitamin Larut Lemak

Gambar 1. Manifestasi klinis kolestasis

A: rabun senjaD: kelainan tulang metabolik E: degenerasi neuromuskuler K: hipoprothrombinemia

Page 9: materi kolestasis

DIAGNOSIS

Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara

kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini

obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis

intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan

medikamentosa.1,2,4,5

Anamnesis

a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus

dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.1,2,4

b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat

badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan

dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih

awal.5-7,9

c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam

atau disertai tanda-tanda infeksi.20

d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan

suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin).1,2,4,5

Pemeriksaan fisik

Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin

sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar

bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung

banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan

sklera lebih sensitif.4,5

Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota

pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan

permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada

epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal).

Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila

limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau

keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan

gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa

adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal

dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan

bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan

organ lain.1,2,4,5

Page 10: materi kolestasis

Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk

membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut

kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133

penderita.31 Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati.

Tabel 2. Kriteria klinis untuk membedakan intrahepatik dan ekstraheptik

Data klinis Kolestasis

Ekstrahepatik

Kolestasis

Intrahepatik

Kemaknaan

(P)

Warna tinja selama dirawat

- Pucat

- Kuning

79%

21%

26%

74%

≤ 0.001

Berat lahir (gr) 3226 ± 45* 2678 ± 55* ≤ 0.001

Usia tinja akolik (hari) 16 ± 1.5* 30 ± 2* ≤ 0.001

Gambaran klinis hati

− Normal

− Hepatomegali**:

Konsistensi normal

Konsistensi padat

Konsistensi keras

13

12

63

24

47

35

47

6

≤ 0.001

Biopsi hati***

− Fibrosis porta

− Proliferasi duktuler

− Trombus empedu

intraportal

94%

86%

63%

47%

30%

1%

*Mean±SD; **Jumlah pasien; ***Modifikasi Moyer

(Dikutip dari Alagille D. Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre M. Liver and biliary tract

disease in children. Paris: Flammarion. 1992:426-38)

Page 11: materi kolestasis

Tabel 3. Pemeriksaan laboratorium pada kolestasis neonatal

Darah

Panel hati (alanine transferase, aspartate transaminase, alkaline phosphatase, GGT, Bu, Bc)

Darah tepi

Faal hemotasis

α1-Antitrypsin dan phenotype

Kadar asam amino

Kadar asan empedu

Kultur bakteri

RPR

Endokrin (indek tiroid)

Amonia

Glukosa

Indeks zat besi

Hepatitis B surface antigen

IgM Total

Kultur virus

Urine

Zat-zat reduksi

Asam organik

Succinylacetone

Metabolit asam empedu

Kultur bakteri

Kultur virus (CMV)

Tes keringat

Pencitraan

Ultrasound (patensi saluran empedu, tumor, kista, dan parenkim hati)

Biopsi hati

Evaluasi histologi

Mikroskop Elektron

Enzim dan analisa DNA

Kultur

(Dikutip dari Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin Perinatol.

2002;29:159-80)

Page 12: materi kolestasis

KOLESTASIS NEONATAL

Anamnesis : BBLR, riwayat penyakit keluarga, tinja kuningKlinis : tampak sakit

YAKolestasis intrahepatik

TIDAKKolestasis ekstrahepatik

Pemeriksaan penyaring:- TORCH- Infeksi bakteri- Metabolik

Diagnostik

USG

Nondiagnostik

SkintigrafiEkskresi (+)

Diagnostik

Pembedahan

Neonatal hepatitis

(Tumor, kista, Striktur)

TIDAK YA

Biopsi hati Reevaluasi penyebab kolestasis intrahepatik

Proliferasi duktuli

Kolangiografi operatif

Operasi Kasai

Gambar 2. Algoritme diagnosis kolestasis

PENUTUP

Deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan dokter

spesialis anak. Kunci utama adalah kesadaran adanya kolestasis pada bayi yang mengalami

ikterus pada usia diatas 2 minggu. Dengan ditemukannya peningkatan kadar bilirubin

terkonyugasi maka proses diagnosa untuk mencari penyebab harus segera dilakukan agar

mendapatkan hasil yang optimal dalam pengobatan maupun pembedahan. Kegagalan dalam

deteksi dini etiologi kolestasis menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi

prognosis.1,2,4,5

Page 13: materi kolestasis

KEPUSTAKAAN1. Roberts EA. The jaundiced baby. In: Deirdre A Kelly. Disease of the liver and biliary system 2nd Ed.

Blackwell Publishing 2004, 35-73.2. A-Kader HH, Balisteri WF. Neonatal cholestasis. In: Behrman, Kliegman, Jenson. Nelson Textbook of

Pediatrics 17th Ed. Saunders, 2004;1314-19.3. Mieli-Vergani G, Howard ER, Portmann B, et al. Late referral for biliary atresia-missed opportunities for

effective surgery. Lancet i. 1989:421-423.4. Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin Perinatol. 2002;29:159-80.5. Suchy FJ. Approach to the infant with cholestasis. In: Suchy FJ Liver disease in children. St Louise: Mosby-

Yearbook. 1994:399-55.6. Yoon PW, Bresee JS, Olney RS, et al. Epidemiology of biliary atresia: A population-based study. Pediatrics.

1997;99:376.7. Dick MC, Mowat AP. Hepatitis syndrome in infancy-an epidemiologic survey with 10 year follow up. Arch

Dis Child. 1985;60:512-16.8. Arief S. The profile of cholestasis in infancy. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2004;39:suppl 1 S188.9. Haber BA. Biliary atresia. Gastroenterol Clin North Am. 2003;32:891-911.10. Hart MH, Kaufmann SS, Vanderhoof JA et al. Neonatal hepatitis and extrahepatic biliary atresia associated

with cytomegalovirus infection in twins. Am J Dis Children. 1991;145:302-305.11. Tyler KL, Sokol RJ, Oberhaus SM, et al. Detection of reovirus RNA in hepatobiliary tissues from patients

with extrahepatic biliary atresia and choledocal cyst. Hepatology. 1998;27:1475-82.12. Charder C, Carton M, Spire-Bendelac N, et al. Is the Kasai operation still indicated in children older than 3

months old diagnosed with biliary atresia? J Pediatr. 2001;138:224-28.13. Alvarez F, Bernard O, Brunelle F, et al. Congenital hepatic fibrosis in children. J Pediatr. 1981;99:370-

375.14. Hatoff DE, Hardison WGM. Induced synthesis of alkaline phosphatase by bile acids in rat liver cell culture.

Gastroenterology. 1979;77:1062-67.15. Bulle F, Mavier P, Zafrani ES, et al. Mechanism of γ-glutamyltranspeptidase release in serum during

intrahepatic cholestasis in rat: A histochemical, biochemical and molecular approach. Hepatology.1990;11:545-550.

16. Crosnier C, Driancourt C, Raynaud N, et al. Mutations in the JAGGED1 gene are predominantly sporadic inAlagille syndrome. Gastroenterology. 1999;116:1141-48.

17. Alagille D, Odievre M, Gautier M, et al. Hepatic ductular hypoplasia associated with characteristic facies, vertebral malformations, retarded physical, mental, and sexual development, and cardiac murmur. J Pediatr.1975;86:63-71.

18. Alagille D, Estrada A, Hadchousel M, et al. syndromic paucity of interlobular bile ducts (Alagille syndrome or arteriohepatic dysplacia): Review of 80 cases. J Pediatr. 1987;110:195-200.

19. Levy J, Espanol-Boren T, Thomas C, et al. Clinical spectrum of X-linked hyper-IgM syndrome. J Pediatr.1997;131:47-54.

20. Moseley RH. Sepsis-associated cholestasis. Gastroenterology. 1997;112:302-06.21. Arrese M, Ananthananarayanan M, Suchy FJ. Hepatobiliay transport: Mechanism of development and

cholestasis. Pediatr Res. 1998;44:141.22. Schachter D. Fluidity and function of hepatocyte plasma membranes. Hepatology. 1984;4:146-151.23. Kawata S, Imai Y, Inada M et al. Selective reduction of hepatic cytochrome P-450 content in patient

with intrahepatic cholestasis. A mechanism for impairment of microsomal drug oxidation. Gastroenterology.1987;92:299-303.

24. Bove KE. Liver disease caused by disorders of bile acid synthesis. Clin Liver Dis. 2000;4:831-48.25. Koopen NR, Muller M, Vonk RJ, et al. Molecular of cholestasis: Causes and consequences of impaired bile

formation. Biochim Biophys Acta. 1998;1408:1-17.26. Janssens AR, Bosman FT, Ruiter DJ, van den Hamer CJA. Immunohistochemical demonstration of the

cystoplasmic copper-associated protein in the liver in primary biliary cirrhosis: Its identification asmetallothionein. Liver. 1984;4:139-147.

27. Keppler D, Hagmann W, Rapp S, et al. The relation of leukotrienes to liver injury. Hepatology. 1985;5:883-891.

28. Spector AA, Yorek MA. Membrane lipid composition and cellular function. J Lipid Res. 1985;26:1015-35.29. Innes GK, Nagafuchi Y, Fuller BJ, et al. Increased expression of major histocompability antigens in the liver

as a result of cholestasis. Transplantation.1988;45:749-752.30. Eisenburg J. Cholestasis guiding symptom in liver disease, pathogenesis and clinical pictures. Munich.

1996:5-20.31. Alagille D. Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre M. Liver and biliary tract disease in

children. Paris: Flammarion. 1992:426-38.