file kolestasis

40
REFERAT KOLESTASIS Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan pendidikan profesi dokter Pembimbing : dr. Isna Nurhayati, Sp.A, M.kes Disusun Oleh : NAMA : IDA WULANDARI NIM : J 500050028 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 1

Upload: angga-aryo-lukmanto

Post on 08-Apr-2016

400 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

KOLESTASIS DESCRIPTION

TRANSCRIPT

Page 1: FILE KOLESTASIS

REFERAT

KOLESTASIS

Diajukan untuk memenuhi

sebagian persyaratan pendidikan profesi dokter

Pembimbing :

dr. Isna Nurhayati, Sp.A, M.kes

Disusun Oleh :

NAMA : IDA WULANDARI

NIM : J 500050028

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2010

1

Page 2: FILE KOLESTASIS

REFERAT

KOLESTASIS

Diajukan untuk memenuhi

sebagian persyaratan pendidikan profesi dokter

Disusun oleh :

Ida Wulandari

J 500050028

Disetujui : 13 Mei 2010 ( dr. Isna Nurhayati, Sp.A, M.kes) (……………...)

Dipresentasikan : 4 Juni 2010 ( dr. Isna Nurhayati, Sp.A, M.kes) (……………...)

Disahkan : Juni 2010 (dr.Sulistyani Kusuma N Sp.Rad.Msc) (……………..)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2010

2

Page 3: FILE KOLESTASIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kolestasis adalah terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya

aliran empedu tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit

yang menyebabkan perlambatan atau berhentinya aliran empedu cukup banyak

sehingga sering menyebabkan kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan kepastian

diagnosa adalah penting sekali karena berhubungan dengan pengobatan yang berbeda,

apakah memerlukan tindakan operasi atau hanya medikamentosa ( Soetikno, 2007 ).

Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan dibidang ilmu kesehatan

anak disebabkan spektrum penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa.

Kemajuan dibidang teknik diagnosa dengan adanya ultrasonografi, skintigrafi,

pemeriksaan histopatologis, dan biologi molekuler tidak serta merta dapat

menegakkan diagnosa dengan cepat sebab pada kelainan ini tidak ada satupun

pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan adanya kolestasis pada bayi dengan

ikterus berumur lebih dari 14 hari merupakan kunci utama dalam penegakan diagnosa

dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab utama kolestasis neonatal

adalah hepatitis neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi

nonspesifik jaringan hati karena gangguan metabolik, endokrin, dan infeksi intra-

uterin. Penyebab lainnya adalah obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma

paucity intrahepatik. Kerusakan fungsional dan struktural dari jaringan hati disamping

disebabkan primer oleh proses penyakitnya, juga disebabkan sekunder oleh adanya

kolestasis itu sendiri dimana dalam hal ini yang sangat berperan adalah asam empedu

hidrofobik dengan kapasitas detergenik. Salah satu tujuan diagnostik adalah

membedakan dengan segera apakah kolestasis disebabkan proses intrahepatik atau

ekstrahepatik. Pada kelainan intrahepatik dapat dilakukan tindakan konservatif dan

medikamentosa sedang pada kelainan ekstrahepatik terutama atresia bilier, usia saat

dilakukan pembedahan sangat menentukan prognosis ( Arief, 2002 ).

Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Di Instalasi

Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270

penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis.

3

Page 4: FILE KOLESTASIS

B. Tujuan

1. Mengetahui definisi kolestasis

2. Mengetahui klasifikasi kolestasis

3. Mengetahui patofisiologi dan etiologi kolestasis

4. Mengetahui penatalaksanaan kolestasis

4

Page 5: FILE KOLESTASIS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistem Hepatobilier

B. Definisi

Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran

empedu mulai dari hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-

hepatal. Hal ini dapat menyebabkan perubahan indikator biokimia, fisiologis,

morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan-bahan larut dalam empedu.

Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0 mg/dl atau

20% dari bilirubin total ( Setyoboedi et al, 2007 ).

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum

dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-

basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam

duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang

diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol

5

Page 6: FILE KOLESTASIS

didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah

terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier ( Arief,

2002).

Kolestasis merupakan respon alternatif atau bersamaan terhadap jejas.

Kolestasis ini didefinisikan sebagai akumulasi dari bahan-bahan dalam serum

yang secara normal diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, kolesterol,

asam empedu, dan elemen renik. Biopsi hati menampakkan akumulasi empedu

dan pigmen empedu di parenkim. Pada obstruksi ekstrahepatik, pigmen

empedu mungkin bisa dilihat di duktus biliaris intralobularis atau seluruh

parenkim sebagai danau-danau empedu atau infark. Kolestasis bisa juga

terlihat tanpa bukti adanya obstruksi duktus biliaris apabila ada jejas hepatosit

atau perubahan pada fisiologi hati menyebabkan pengurangan kecepatan

sekresi larut dan air. Agaknya penyebab dapat meliputi perubahan pada

ultrastruktur atau sitoskeleton hepatosit, perubahan pada organela yang

menyebabkan sekresi empedu, perubahan dalam aktivitas enzim, atau

perubahan pada permeabilitas aparatus kanalikuler empedu. Hasil akhirnya

tidak bisa dibedakan secara klinis dari kolestasis obstruktif (Balistreri, 2009).

C. Patofisiologi

Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan

merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu

mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang

terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan

asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin

terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah

sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial

dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang

permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah

epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan

racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler,

mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu. Salah satu contoh adalah

6

Page 7: FILE KOLESTASIS

penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin

indirek). Bilirubin tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari

darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler

oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonjugasi

yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2

merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam

empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu

oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana

aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga

terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi

di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia

menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan

penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi.

Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :

1. Pembentukan bilirubin berlebihan

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati

3. Gangguan konyugasi bilirubin

4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonugasi dalam empedu akibat faktor intra

hepatik dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik.

7

Page 8: FILE KOLESTASIS

Metabolisme bilirubin

Hemoglobin

Heme

Hemoksigenase

Biliverdin

Biliverdin - reductase

Bilirubin indirek (bebas) Lipofilik

kompleks bilirubin - albumin

Ambilian : protein - y ; protein – z

Konjugasi (glukuronil transferase)

Bilirubin direk (conjugated) Hidrofilik

Hidrolisis bakteri usus

Bilirubin :

Sterkobilin

Urobilinogen

8

ERITROSIT

HATI

EMPEDU

USUS

SIKLUS enterohepatik

Page 9: FILE KOLESTASIS

Metabolisme Bilirubin

Penyebab ikterus kholestatik bisa intra hepatik atau ekstrahepatik.

Penyebab intra hepatik adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital

duktus biliaris.Kerusakan dari sel paremkim hati menyebabkan gangguan

aliran dari garam bilirubin dalam hati akibatnya bilirubin tidak sempurna

dikeluarkan kedalam duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan

regurgitasi. Jadi akan terlihat peninggian bilirubin terkonyugasi dan bilirubin

tidak terkonjugasi dalam serum. Penyumbutan duktus biliaris yang kecil

intrahepatal sudah cukup menyebabkan ikterus. Kadang-kadang kholestasis

intra hepatal disertai dengan obstruksi mekanis didaerah ekstra hepatal.

Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang disebabkan oleh

batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini biasanya

tidak terjadi hiper bilirubinemia karena dikompensasi oleh hepar yang masih

baik. Kholangitis supuratif yang biasanya disertai pembentukan abses dan ini

biasanya yang menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat mengenai vena

9

Page 10: FILE KOLESTASIS

porta akan menyebabkan invasi kedinding kandung empedu dan traktus

biliaris. Pada intra hepatik kholestasis biayanya terjadi kombinasi antara

kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme (kholestasis dan hepatitis).

Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran empedu kedalam usus

sehingga akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonyugasi dalam darah.

Penyebab yang paling sering dari ekstra hepatik kholestatik adalah batu

diduktus kholedekhus dan duktus sistikus, tumor duktus kholedekus, kista

duktus kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing kholangitis.

Perubahan fungsi hati pada kolestasis

Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan

struktural:

A. Proses transpor hati

Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas

dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonjugasi, asam

empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan

sinusoid terganggu.

B. Transformasi dan konjugasi dari obat dan zat toksik

Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan

menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi,

sulfasi dan konjugasi akan terganggu.

C. Sintesis protein

Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang

produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.

D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol

Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam

empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi

menghambat HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan

penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan rasio

trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan detergenik

akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun

karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.

E. Gangguan pada metabolisme logam

10

Page 11: FILE KOLESTASIS

Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun.

Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh

Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.

F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes

Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif

dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses

sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan

progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat

menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.

G. Mekanisme kerusakan hati sekunder

1. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan

kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini

akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga

intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan

membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan

fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-

bahan lain melalui membran juga terganggu. Sistem transport kalsium dalam

hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan

hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam

kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.

2. Proses imunologis

Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara

abnormal pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada

saluran empedu sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit

dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier.

D. Etiologi

Kolestasis Intrahepatik

a. Idiopatik

1. Hepatitis neonatal idiopatik

2. Lain-lain : Sindrom Zellweger

11

Page 12: FILE KOLESTASIS

b. Anatomik

1. Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil

2. penyakit Caroli

3. Sepsis

4. Hepatitis virus dan hepatitis karena obat

5. Mutasi transpor empedu

6. Sirosis bilier primer

7. Reaksi penolakan transplantasi hati

Gambar 1. Penyebab ikterus obstruksi secara anatomi

c. Kelainan Metabolik

1. Kelainan metabolisme as amino, lipid, KH, asam empedu

2. Penyakit metabolik lain : def α1 – antitripsin, hipotiroid,

hipopituitarisme

d. Infeksi

1. Hepatitis virus A, B, C

2. TORCH, reovirus, dll

e. Genetik/ kromosomal

1. Sindrom Alagile

2. Sindrom Down, Trisomi E

f. Lain-lain

12

Page 13: FILE KOLESTASIS

Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom

polisplenia, lupus neonatal

Kolestasis Ekstrahepatik

a. Atresia bilier

b. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier

c. Massa (kista, neoplasma, batu)

d. Inspissated bile syndrome , dll

Saluran empedu ekstrahepatikBiliary atresiaCholedochal cyst dan choledochoceleBiliary hipoplasiaCholedocholithiasisBile duct perforationNeonatal sclerosing cholangitis

Saluran empedu intrahepatikSyndromic paucity (sindrom Alagille, mutasi pada JAGGED1) Nonsyndromic PaucityHypothyroidismBile duct disgenesisCongenital hepatic fibrosisDuctal plate malformationPolycystic kidney diseaseCaroli’s diseaseHepatic cystCystic fibrosisLangerhans cell histiocytosisHyper-Ig-m syndrome

HepatocytesSepsis-associated cholestasisNeonatal hepatitisViral infectionsHepatitis BCytomegalovirus (juga menginfeksi cholangiocytes)

E. Klasifikasi

Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik

Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan

kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya

13

Page 14: FILE KOLESTASIS

pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu

intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,

infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik,

iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan

berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah

berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang

lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari

kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan

hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2

bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik

disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu

intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin

dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak

menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.

Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus

dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus

empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan

dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum

dilakukan operasi Kasai.

Jika terjadi obstruksi empedu, perubahan hepar dapat terjadi dengan cepat dan

ikterus dapat terlihat dalam 36 jam. Setelah 2 minggu akan ditemukan ruptur dari

duktus interlobuler. Pada kolangitis akan ditemukan lekosit polimorfonuklear

pada kandung empedu dan sinusoid. Ikterus obstruktif ekstrahepatik

kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi fisik pada saluran empedu pada

umumnya diluar hati, menimbulkan gejala kolestasis akut.

Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh:

· Batu empedu

· Carsinoma pancreas dan ampula

· Striktur saluran empedu

· Cholangiocarsinoma

· Sklerosing Cholangitis primer atau sekunder

14

Page 15: FILE KOLESTASIS

Ikterus obstruksi ekstra hepatik memberikan 3 perubahan klasik pada traktus

portal :

1. Oedema jaringan ikat

2. Proliferasi duktus

3. Infiltrasi neutrofil

Gambaran ini dinamakan “ductular reaction”. Pada gambaran mikroskopik

ikterus obstruktif selalu ditemukan cairan empedu karena adanya peningkatan

tekanan di traktus porta, sehingga terjadi reaksi duktuler yang salah satunya

adalah proliferasi duktus bilier yang baru. Proliferasi duktus dipengaruhi oleh

peningkatan perfusi di daerah perivaskuler pleksus bilier, stimulasi reseptor

adrenergik dan dopaminergik yaitu taurocholate dan taurolithocholate dan

peningkatan AMP siklik dan interleukin 6. Infiltrasi netrofil akan terjadi pada

ikterus obstruksi dengan adanya reaksi sitokin kompleks dan chemokine.

Gambaran periduktus dan fibrosis seperti kulit bawang (onion-skin fibrosis) dapat

ditemukan pada kolestasis ekstrahepatik dimana terjadi obstruksi aliran empedu

dalam waktu yang lama. Keadaan ini dapat juga terjadi pada Primary Sclerosing

Cholangitis. Pada keadaan ikterus obstruktif yang disebabkan oleh batu empedu,

striktur empedu atau karsinoma pankreas, gambaran klinik jelas dengan ikterus

progresif dan peningkatan kadar alkali fosfatase serum dan bilirubin serum.

Diagnosis umumnya tegak dengan pemeriksaan Ultrasonografi dengan

konfirmasi pada saat tindakan operasi.

Primary Sclerosing Cholangitis

Primary sklerosing cholangitis terjadi penyempitan dari saluran empedu karena

adanya stenosis dan dilatasi duktus bilier intrahepatik dan ekstrahepatik.

Karakteristik Sklerosis kolangitis primer adalah peradangan/inflamasi kronik

pada saluran empedu (periduktus ekstra hepatik) yang menyebabkan fibrosis

obliterasi dan striktur pada sistem bilier. Gambaran patologi anatomi tampak

infiltrasi pada zona portal oleh limfosit besar, sel polimorfonuklear, kadang

makrofag dan eosinofil. Pada duktus interlobuler tampak inflamasi periduktus.

Tahap lanjut gambaran fibrosis pada traktus portal sampai duktus bilier yang

kecil (“onion skin appearance”). Diagnosis pasti jika ditemukan pengurangan

jumlah duktus bilier, proliferasi duktus dan deposisi substansi cooper dengan

“piecemeal necrosis” (Sherly, 2006).

2. Kolestasis intrahepatik

15

Page 16: FILE KOLESTASIS

a. Saluran Empedu

Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b)

Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu

intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik

(foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran

intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik

seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran

ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing

kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-

hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai

dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal

koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan

meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang

besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda

hipertensi portal.

Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal

dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan

paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari

sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan

haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975

merupakan penyakit multiorgan pada mata (posterior embryotoxin), tulang

belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan

muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang

dalam, dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu

tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya

adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma

imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.

b. Kelainan hepatosit

Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan

aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang

sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu

16

Page 17: FILE KOLESTASIS

yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab

utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan

akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.

Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal

hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik,

endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis

yang serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan

gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu

pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai

sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit,

gangguan metabolik tidak dapat ditemukan ( Arief, 2002 ).

F. Manifestasi Klinik

Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis

bayi adalah ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya

akan muncul manifestasis klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran

empedu dan bilirubin. Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi

akibat terjadinya kolestasis.

17

Page 18: FILE KOLESTASIS

G. Diagnosis

Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara

kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini

obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi.

Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat

diatasi dengan medikamentosa.

Anamnesis

a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten

harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.

18

Page 19: FILE KOLESTASIS

b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur

atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada

anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus

dan tinja akolis lebih awal.

c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang

demam atau disertai tanda-tanda infeksi.

d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar

merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-

antitripsin).

Pemeriksaan fisik

Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila

kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan

pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin

menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang

mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera

lebih sensitif.

Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah

arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi

yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis.

Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel

(pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati

diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa

membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit

storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa

pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin

suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal

polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan

fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital,

didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan

rendah, dan gangguan organ lain. Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis

yang dapat menjadi patokan untuk membedakan antara kolestasis

19

Page 20: FILE KOLESTASIS

ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut kolestasis intrahepatik

dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133 penderita.

Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati (Alagille D,

1992).

Pemeriksaan Penunjang:

Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu

pemeriksaan :

A. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan Rutin

Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar

komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis.

Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan

gamma-GT. Kadar bilirubin direct < 4mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi

total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan gamma-

GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya,

peningkatan SGOT < 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih

mengarah ke kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT

yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.

Data laboratorik awal kolestasis pada bayi

Kolestasis ekstrahepatik Kolestasis intrahepatik

Bilirubin total (mg/dl) 10,2±4,5 12,1±9,6

Bilirubin direk (mg/dl) 6,2±2,6 8,0±6,8

SGOT < 5 X N >10 X N />800U/l

SGPT < 5 X N >10 X N />800U/l

GGt >5X N / >6000U/l < 5 X N/N

2) Pemeriksaan Khusus

20

Page 21: FILE KOLESTASIS

Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik

yang cukup sensitif, tetapi penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini

tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja.

B. Pencitraan

1) Pemeriksaan ultrasonografi

Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang

menyebabkan kholestasis.meriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran

duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat

mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila

terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal

maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang

kemudian diikuti pelebaran bagian proximal. Untuk membedakan obstruksi

letak tinggi atau letak rendah dengan mudah dapat dibedakan karena pada

obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebaran dari duktus

biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra

hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal). Pada

dilatasi ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat duktus biliaris kanan

berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat berdilatasi.

Gambaran duktus biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta

terlihat sebagai gambaran double vessel, dan imajing ini disebut “double

barrel gun sign” atau sebagai “paralel channel sign”. Pada potongan

melintang pembuluh ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda

membentuk “shot gun sign”. Pada dilatasi berat duktus biliaris maka duktus

biliaris intra hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat

berdilatasi dan berkelok-kelok.

2) Schintigrafi hati

Pemeriksaan skintigrafi ini berguna untuk mengevaluasi kelainan

obstruktif sistem bilier termasuk atresia bilier ( Arce et al, 2000).

3) Pemeriksaan kolangiografi

Kolangiografi intra-operatif dilakukan saat laparatomi eksplorasi pada

kasus yang kemungkinan atresia bilier tidak dapat disingkirkan dengan cara

lain. Pemeriksaan ERCP jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum,

21

Page 22: FILE KOLESTASIS

alat yang canggih, serta keterampilan yang khususdan kemungkinan positif

palsu yang tinggi ( Whitington, 1996 ).

C. Biopsi Hati

Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat

diandalkan. Di tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi

diagnostiknya mencapai 95% sehingga dapat membantu pengambilan

keputusan untuk melakukan la-paratomi eksplorasi, dan bahkan berperan

untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi

Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati.

Bila diameter duktus 100-200 u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat

terjadi.

22

Algoritme diagnosis kolestasis

Page 23: FILE KOLESTASIS

23

Page 24: FILE KOLESTASIS

H. Dasar Terapeutik Kolestasis

Tujuan tatalaksana Kolestasia adalah :

A. Memperbaiki aliran empedu dengan cara :

- Mengoreksi/mengobati etiologi kolestasis dengan operasi pada

kolestasis obstruktif dan medikamentosa pada kolestasis

hepatoseluler yang dapat diobati. Operasi portoenterostomi kasai

untuk atresia bilier seyogyanya dikerjakan pada umur < 6-8 minggu

karena angka keberhasilannya mencapai 80-90 %, sementara bila

dilakukan pada umur 10-12 minggu angka keberhasilannya hanya

sepertiga.

- Menstimulasi aliran empedu dengan :

Fenobarbital : dapat menginduksi enzim glukoronil

transferase, sitokrom P-450 dan NaKATPase. Dosisnya 3 – 10

mg/ kgBB/ hr dibagi dalam dua dosis.

24

Page 25: FILE KOLESTASIS

Asam ursodeoksikolat : asam empedu tersier yang mempunyai

sifat hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan

dengan asam empedu primer serta sekunder. Jadi asam

ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap

asam empedu toksik, sebagai suplemen empedu,

hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dosis : 10-30

mg/kgbb/hari

Kolestiramin 0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr

- Menyerap empedu toksik

- Menghilangkan gatal

Rifampisin 10 mg/ kgBB/ hr

- aktivitas mikrosom

- Menghambat ambilan empedu

B. Menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal mungkin dengan :

Terapi nutrisi

- Formula MCT ( medium chain trigyceride ), menghindarkan

makanan yang banyak mengandung kuprum.

Vitamin yang larut lemADEK

- A 5.000 – 25.000 U/ hr

- D3 0,05 – 0,2 μg/ kgBB/ hr

- E 25 – 50 IU/ kgBB/ hr

- K1 2,5 – 5 mg/ 2 – 7 x/ mig

Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe

C. Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya Hiperlipidemia/ xantelasma

dengan kolestipol dan pada gagal hati adalah transplantasi. Transplantasi

hati pada anak 50-70 % disebabkan oleh atresia bilier. ( Zuraida, 2008).

I. Prognosis

Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat

dioperasi,gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan

pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8

minggu maka angka keberhasilannya 71-86%, sedangkan bila operasi

dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34-

43,6%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan

25

Page 26: FILE KOLESTASIS

hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak

termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi faktor-faktor

yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60

hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya

duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi

portal (Doenges, 1999).

BAB III

26

Page 27: FILE KOLESTASIS

KESIMPULAN

Deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan

dokter spesialis anak. Kunci utama adalah kesadaran adanya kolestasis pada bayi

yang mengalami ikterus pada usia diatas 2 minggu. Dengan ditemukannya

peningkatan kadar bilirubin terkonyugasi maka proses diagnosa untuk mencari

penyebab harus segera dilakukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam

pengobatan maupun pembedahan. Kegagalan dalam deteksi dini etiologi kolestasis

menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi pgrognosis. Pada

evaluasi diagnostik selanjutnya harus segera dibedakan antara kolestasis

hepatoseluler ( intrahepatik ) dan kolestasis obstruktif terutama atresia bilier agar

terapi dini yang tepat(berdasarkan etiologinya)yaitu tindakan bedah maupun

medikamentosa yang tepat dapat dilakukan sehingga kerusakan hati yang lanjut

dapatdicegah dan tumbuh kembang dipertahankan optimal.Evaluasi diagnostik ini

seringkali tidak mudah karena memerlukan berbagai sarana pemeriksaan penunjang

yang canggih/mutakhir dan mahal, bahkan kadangkala memerlukan tindakan

laparatomi percobaan dan akhirnya penderita dilabel sebagai hepatitis neonatal

idiopatik. Dalam tatalaksana suportif, tidak boleh dilupakan terapi nutrisi serta

simtomatik gejala komplikasi yang sudah terjadi. Pada stadium yang lanjut, pilihan

terapi adalah transplantasi.

DAFTAR PUSTAKA

27

Page 28: FILE KOLESTASIS

Arce et al,2000. Hepatobiliary disease in children. Clinics in family practice. PP: 36

Arief, 2002, deteksi dini kolestasis neonatal. www.fkunair.com. Download tanggal 8

april 2010

Alagille D, 1992, Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre M.

Liver and biliary tract disease in children. Paris: Flammarion. PP:426-38.

Doenges, 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.

Kader et al, 2004, Neonatal cholestasis. In: Behrman, Kliegman, Jenson. Nelson

Textbook of Pediatrics 17th Ed. Saunders, PP;1314-19.

Balistreri, 2009. Manifestasi penyakit hati. Jakarta, EGC

Ringoringo P, 2004. Atresia bilier.www.fkui.com. Download tanggal 10 april 2010

Setyoboedi et al, 2007. Kolestasis pada bayi. www.pediatrik.com . Download tanggal

10 april 2010

Soetikno, 2007. Imaging pada ikterus obstruksi. www.unpad.com. Download tanggal

10 april 2010

Sherly et al, 2006. Peran biopsi hepar dalam menegakkan diagnosis ikterus obstruktif

ekstra hepatik. www.google.com. Download tanggal 10 april 2010

Whitington,1996.kolestasis kronik pada anak. Pediatic clin nort am, PP;43:1-26

Zuraida, 2008. Kolestasis. www.google.com. Download tanggal 10 april 2010

28