materi materi dalam konstitusi

Download Materi Materi Dalam Konstitusi

If you can't read please download the document

Upload: alitamarta

Post on 25-Jun-2015

413 views

Category:

Documents


41 download

TRANSCRIPT

MATERI- MATERI SUBSTANSI DALAM KONSTITUSI

DISUSUN KELOMPOK II MATA KULIAH KONSTITUSI

OLEH: TEORI

UNIVERSITAS MADA MAGISTER ILMU HUKUM 2010 DAFTAR ANGGOTA

GADJAH

ALIT AMARTA ADI BETI RUHFANA HERDIANSYAH HAMZAH

(NIM 10/ 305791/ PHK/ 6315) (NIM 10/ 307590/ PHK/ 6477) (NIM 10/ 306721/ PHK/ 6377)

LILIS MARYATI

(NIM 10/ 305665/ PHK/ 6292)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, akhirnya makalah berjudul Materi- Materi Substansi dalam Konstitusi dapat kami selesaikan. Makalah ini merupakan pemenuhan tugas mata kuliah Teori dan Hukum Konstitusi di program Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dalam makalah ini, tim penyusun berusaha menjabarkan materi- materi substansi apa saja yang umumnya dimuat dalam konstitusi suatu negara.

Penjabaran mengenai materi- materi substansi apa saja yang umumnya dimuat dalam konstitusi suatu negara tentunya tidak akan pernah terlepas dari penjabaran mengenai konstitusi Republik Indonesia, yaitu Undang- Undang Dasar 1945 yang telah mengalami empat kali amandemen. Dalam makalah ini, tim penyusun berusaha untuk mengumpulkan informasi dari berbagai literatur yang ada demi tercapainya penjabaran yang seakurat mungkin. Tim penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangankekurangan karena merupakan bagian dari proses pembelajaran. Saran dan pandangan dari pembaca akan sangat penyusun harapkan. Semoga makalah ini bisa menjadi tambahan perspektif dalam studi tentang ketata negaraan dan dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 2 Oktober 2010 Tim Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar2 Daftar Isi3 BAB I. Pendahuluan4 Latar Belakang4

Rumusan Masalah5 BAB II. Pembahasan6 Hak Asasi Manusia6 Organisasai Negara7 Imlementasi Checks and Balances System antara Legislatif dan Eksekutif9 Imlementasi Checks and Balances System antara Legislatif dan Yudikatif9 Implementasi Checks and Balances System antara Eksekutif dan Yudikatif11 BAB III. Penutup13 Kesimpulan13 Saran14 Daftar Pustaka15

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Di era modern seperti sekarang ini, tidak ada negara yang tidak memiliki konstitusi. Ada beberapa definisi mengenai konstitusi, antara lain:

Definisi dari Brian Thompson1:A constitution is a document which contains the rules for the operation of an organization.

Terjemahan bebas: Konstitusi adalah suatu dokumen yang berisi aturan- aturan untuk penyelenggaraan organisasi. Definisi dari James Bryce2:A constitution as a frame work of political society, organised through and by law.

Terjemahan bebas: Konstitusi sebagai satu kerangka masyarakat politik, yang pengorganisasiannya melalui dan oleh hukum. Definisi dari C.F. Strong3:Constitution is a collection of principles according to which the power of the government, the rights of the governed, and the relations between the two are adjusted.

Terjemahan bebas: konstitusi merupakan suatu kumpulan asas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan (dalam arti luas), hak- hak dari yang diperintah dan hubungan antara pemerintah dan yang diperintah. Dalam suatu negara, konstitusi mempunyai kedudukan yang sangat penting. Pertama, dilihat dari posisi konstitusi sebagai hukum dasar (basic law): konstitusi mengandung normanorma dasar yang mengarahkan bagaimana pemerintah

mendapatkan kewenangan mengorganisasikan penyelenggaraan kekuasaan negara. Dalam hal ini konstitusi berperan sebagai instrumen untuk mencegah penyalah gunaan kekuasaan. Kedua, dilihat dari posisi konstitusi sebagai hukum tertinggi. Sebagai hukum

1 Jimly Asshiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Sekretariat Jenderal dan KepaniteraanMahkamah Konstitusi RI, Jakarta, hlm. 113. 2 I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi, Setara Press, Malang, hlm. 27. 3 Nimatul Huda, 2008, UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang, Rajawali Pers, jakarta, hlm. 19.

tertinggi maka konstitusi menjiwai produk- produk hukum dibawahnya. Produk- produk hukum tersebut tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Ketiga, dilihat dari posisi konstitusi sebagai dokumen hukum dan politik. Dilihat dari aspek ini, konstitusi memuat piagam kelahiran suatu negara baru, inspirasi merealisasikan cita- cita negara dan citacita hukum.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, materi- materi substansi mengenai apa sajakah yang umumnya dimuat dalam konstitusi?

BAB II PEMBAHASAN

Pendapat Para Ahli:

Menurut pendapat Mr. (Mister in de Rechten) J.G Steenbeek sebagaimana dikutip oleh Sri Soemantri dalam disertasinya, konstitusi pada umunya memuat tiga hal pokok, yaitu4: Jaminan terhadap hak- hak asasi manusia. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang bersifat fundamental. Hak Asasi Manusia. Salah satu materi yang diatur dalam amandemen UUD 1945 adalah ketentuan mengenai hak asasi manusia. Ketentuan mengenai HAK ASASI MANUSIA tersebut telah mendapatkan jaminan konstitusional yang sangat kuat dalam UUD, meskipun sebagian besar materinya berasal dari rumusan Undang-undang yang telah disahukuman sebelumnya yakni Undang-undang tentang Hak Azasi Manusia. Materi yang diadopsi kedalam rumusan UUD 1945 itu mencakup 27 materi, yaitu: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya5 Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjuntukan keturunan melalui perkawinan yang sah.6 Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi7 . Setiap orang bebas dari perlakukan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakukan yang bersifat diskriminatif itu. 8 Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak4 Ibid, hlm. 24. 5 dari pasal 28 Aperubahan kedua UUD 1945. 6 ayat 2 ini berasal dari Pasal 28 B ayat (1) Perubahan Kedua. 7 berasal dari ayat 28B ayat (2) perubahan kedua. 8 dari pasal 28I ayat (2) perubahan kedua.

kembali.9 Setiap orang berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. 10 Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat 11 Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia 12 Setiap orang berhak atas perindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,martabat, dan harta benda yang berada dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak bebuat sesuatu yang merupakan hak asasi 13 Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yangmerendahukuman derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. 14 Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh Pelayanan kesehatan. 15 Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. 16 Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat 179 dari pasal 28E ayat (1) Perubahankedua. 10 pasal 28E ayat (2) Perubahan Kedua. 11 Pasal 28E ayat (3) Perubahan Kedua. 12 dari Pasal 28F Perubahan Kedua. 13 Ayat (5) ini berasal dari Pasal 28G ayat (`1) Perubahan Kedua. 14 dari pasal 28G ayat 2 Perubahan Kedua. 15 ayat (1) ini berasal dari pasal 28H ayat (1) Perubahan Kedua. 16 pasal 28H ayat (2) Perubahan Kedua. 17 pasal 28H ayat (3) Perubahan Kedua.

Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapa pun. 18 Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pndidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meninggkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. 19 Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. 20 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 21 Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. 22 Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan 23 Negara, dalam keadaan apapun, tidak dapat mengurang hak setiap warga negara untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. 24 Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisonal selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa. 25 Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh stiap agama dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan18 pasal 28H ayat (4) Perubahan Kedua 19 ayat (5) ini berasal dari pasal 28C ayat (1) Perubahan Kedua. 20 dari pasal 28C ayat (2) Perubahan Kedua. 21 ayat (7) ini berasal dari pasal 28D ayat (1) Perubahan Kedua. 22 ayat (8) ini berasal dari pasal 28D ayat (2) Perubahan Kedua. 23 ayat ini berasal dari pasal 28E ayat (4) Perubahan Kedua. 24 berasal dari rumusan pasal 28I ayat (1) Perubahan Kedua yang perumusannya mengundang kontroversi dikalangan banyak pihak. 25 berasal daripasal 28I ayat(3) yang disesuaikan dengan sistematika perumusan keseluruhan pasal ini dengan subjek negara dalam hubungannya dengan warga negara.

menjalankan ajaran agamanya. 26 Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. 27 Untuk memajukan, menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksamaan hakm dijamin diatur dan dituangkan dalam peraturan peruu. Untukmenjamin pelaksanaan pasal 4 ayat (5) diatas dibentuk Komisi Nasional HAK ASASI MANUSIA yang bersifat independen menurut ketentuan yang diatur dengan Undang-undang Setiap orang wajb menghormati hak asasi manusia org lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan uu dengn maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasab orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Jika ke 27 ketentuan yang diadopsikan kedalam UUD diperluas dengan memasukkan elemen baru yang yang bersifat meneyempurnakan rumusan yang ada, lalu dikelompokan kembali, sehingga mencakup ketentuan-ketentan baru yang belum dimuat didalamnya, maka rumusan hak asasi manusia dalam UUD dapat mencakup 5 kelompok materi sebagai berikut : Kelompok hak-hak sipil dapat dirumuskan menjadi : Setiap orang berhak untuk hhidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya

26 ini adalah ayat tambahan yang diambil dariusulan berkenaan dengan penyempurnaan pasal 29 ayat (2) UUD 1945 dengan menggabungkan perumusan lampiran TAP No. IX/MPR/2000, yaitu alternatif 4 dengan penggbungan perumusan alternatif 1 butir c dan a. 27 ayat (6) ini berasal dari pasal 28I ayat (4) Perubahan Kedua.

Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaa, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahukuman martabat kemanusiaan. Setiap orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbudakan. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya Setiap orang berhak untuk bebas memiliki keyakini, pikiran dan hati nurani Setiap orang berhak untuk diakui sdebagai pribadi dihadapan hukum. Setiap orang berhak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan. Setiap orang berhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjuntukan keturunan melalui perkawinan yang sah. Setiap orang berhak akan status kewarganegaraan. Setiap orang berhak untuk bebas bertempat tinggal diwilayah negaranya, meninggalkan dan kembali kenegaranya. Setiap orang berhakmemperoleh suaka politik Setiap orang berhak bebas dari segala bentuk perlakkuan diskriminatif dan berhak mendapatkan perlindungan hukum dari perlakukam yang bersifat diskriminatif tersebut. Terhadap hak-hak sipil tersebut dalam keadaan apapun atau bagaimana pun, negara tidak dapat mengurangi arti hak-hak yang ditentukan dalam kelompok a sampai dengan h. Namun, ketentuan dtersebut tentu tidak dimaksud dan tidak dapat diartikan atau digunakan sebagai dasar untuk membebaskan seseorang dari penuntutan atas pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang diakui menurut ketentuan hukum internasional. Pembatasan dan penegasan ini penting untuk memastikan bahwa ketentuan tersebut tidak dimanfaatkan secara semena-mena oleh pihak-pihak yang berusaha membebaskan diri

dari ancaman tuntutan, justru disinilah letak kontroversi yang timbul setelah ketentuan pasal 28I Perubahan kedua UUD 1945 disahkan beberapa waktu lalu. Kelompok hak-hak politik, ekonomi sosial dan budaya Setiap warganegara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapatnya secara damai. Setiap warganegara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat. Setiap warganegara dapat diangkat untuk mendudukijabatan-jabatan publik Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan yang sah dan layak bagi kemanusiaan. Setiap orang berhak untuk bekerja,mendapat imbalan, dan mendapat perlakukan yang layak dalam hubungan kerja yang berkeadilan. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi. Setiap warganegara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak dan memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia yang bermartabat. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memlih pendidikan dan pengajaran. Setiap orang berhak mengembangkan dan memperoleh manfaat dari Ilmu. pengetahuan dan tekhnologi, seni dan budaya untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya hak-hak masyarakat lokal selaras dengan perkembangan dan tingkat peradaban bangsa. Negara mengakui setiapbudaya sebagai bagian dari kebudayaan

nasional. Negara menjunjung tinggi nilasi-nilai etika dan moralkemanusiaan yang diajarkan oleh setiap agama dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya. Kelompok hak-hak khusus dan hak atas pembangunan Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok masyarakat yang terasing dan yang hidup dilingkungan terpencil, berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama. Hak perempuan dijamin dan dilindungi untuk mencapai kesetaraan gender dalam kehidupan nasional Hak khusus yang melekat pada diri perempuan yang dikarenakan oleh fungsi reproduksinya dijamin dan dlindungi oleh hukum Setiap anak berhak atas kasih sayang, perhatian dan perlindungan orang tua, keluarga, masyarakat dan negara bag pertumbuhan fisik dan mental serta perkembangan pribadinya. Setiap warga negara berhak untuk berperan serta dalam pengelolaan dan turut menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat Kebijakan, perlakukan atau tindakan khusus yang bersifat sementara dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang sah yang dmaksudkan untuk menyetarakan tingkat perkembangan kelompok tertentu yang pernah mengalami perlakuan diskriminasi dengan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, dan perlakuan khusus sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) pasal ini, tidak termasuk dalam pengertian diskriminasu sebagaimana ditentukan dalam pasal 1

ayat (13) Tanggung jawab negara dan kewajiban asasi manusia Setiap org wajib menghormasti hak asasi manusi org lain dalam tertib kehidupan bermasyarkat, berbangsa dan bernegara Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap org wajib tunduk pda pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan masksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan, keamana dan etertiban umum dalam masy yang demokratis. Negara bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan,penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi Nasional HAK ASASI MANUSIA yang bersifat independen dan tidak memihak yang pembentukan, susunan dan kedudukannya diatur dengan Undang-undang. Ketentuan-ketentuan yang memberikan jaminan konstitusi terhadap hak-hak asasi manusia itu sangat penting dan bahkan dianggap merupakan salah satu ciri pokok dianutnya prinsip negara hukum disuatu negara. Setiap orang, selama hidupnya sejak sebelum kelahiran, memiliki hak dan kewajiban yang hakiki sebagai manusia. Pembentukan negara dan pemerintahan, untuk alasan apapun tidak boleh menghilangkan prinsip hak dan kewajiban yang disandang oleh oleh setiap manusia. Oleh karena itu jaminan hak dan kewajiban tidak ditentukan oleh kedudukan orang sebagai waga suatu negara. Setiap orang dimanapn ia berada, harus dijamin hak-hak dasarnya. Pada saat yang bersamaan setiap orang dimanapun ia berada, juga wajib menjunjung tinggi hak-hak asasi orang lain sebagaimana mestinya. Keseimbangan kesadaran akan adanya hak dan kewajiban asasi merupakan ciri penting pandangan dasar bangsa indonesia mengenai manusia dan kemanuasiaan yang adil dan beradab.

Organisasi Negara Berdasarkan Amandemen IV Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat tidak kurang dari 34 organ yang disebut keberadaannya dalam UUD 1945. Ke-34 organ atau lembaga tersebut adalah28: Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR) diatur dalam Bab III UUD 1945 yang juga diberi judul "Majelis permusyawaratan Rakyat". Bab III ini berisi dua pasal, yaitu Pasal 2 yang terdiri atas tiga ayat, Pasal 3 yang juga terdiri atas tiga ayat; Presiden yang diatur keberadaannya dalam Bab III UUD 1945, dimulai dari Pasal 4

ayat (1) dalam pengaturan mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara yang berisi 17 pasal; Wakil Presiden yang keberadaannya juga diatur dalam Pasal 4 yaitu pada ayat (2) UUD 1945. Pasal 4 ayat (2) UUD 1945 itu menegaskan, "Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden"; Menteri dan Kementerian Negara yang diatur tersendiri dalam Bab V UUD 1945, yaitu pada Pasal17 ayat(1), (2), dan (3); Menteri Luar Negeri sebagai menteri triumpirat yang dimaksud oleh Pasal 8 ayat (3) UUD 1945, yaitu bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan sebagai pelaksana tugas kepresidenan apabila terdapat kekosongan dalam waktu yang bersamaan dalam jabatan Presiden dan Wakil Presiden; Menteri Dalam Negeri sebagai triumpirat bersama-sama dengan Menteri Luar28 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, hlm. 98-102.

Negeri dan Menteri Pertahanan menurut Pasal 8 ayat (3) UUD 1945; Menteri Pertahanan yang bersama-sama dengan Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri ditentukan sebagai menteri triumpirat menurut Pasal 8 ayat (3) UUD 1945. Ketiganya perlu disebut secara sendiri-sendiri, karena dapat saja terjadi konflik atau sengketa kewenangan konstitusional di antara sesama mereka, atau antara mereka dengan menteri lain atau lembaga negara lainnya; Dewan Pertimbangan Presiden yang diatur dalam Pasal 16 Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara yang berbunyi, "Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang";29 Duta seperti diatur dalam Pasal13 ayat (1) dan (2); Konsul seperti yang diatur dalam Pasal13 ayat (1); Pemerintahan Daerah Provinsi30 sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6) dan ayat (7) UUD 1945; Gubemur Kepala Pemerintah Daerah seperti yang diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945; Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, seperti yang diatur dalam Pasal18 ayat 3

29 Sebelum Perubahan Keempat tahun 2002, ketentuan Pasal 16 ini berisi 2 ayat, dan ditempatkan dalam Bab IV dengan judul "Dewan Pertimbangan Agung", Artinya, Dewan Pertimbangan Agung bukan bagian dari "Kekuasaan Pemerintahan Negara", melainkan sebagai lembaga tinggi negara yang berdiri sendiri. 30 Di setiap tingkatan pemerintahan previnsi, kabupaten, dan kota, dapat dibedakan adanya tiga subyek hukum, yaitu (i) Pemerintahan Daerah; (ii) Kepala Pemerintah Daerah; dan (iii) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Jika disebut "Pemerintahan" maka yang dilihat adalah subjek pemerintahan daerah sebagai satu kesatuan. Kepala eksekutif disebut sebagai Kepala Pemerintah Daerah, bukan "kepala pemerintahan daerah". Sedangkan badan legislatif daerah dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

UUD 1945; Pemerintahan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6) dan ayat (7) UUD 1945; Bupati Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten seperti yang diatur dalam Pasal18 ayat (4) UUD 1945; Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten seperti yang diatur dalam Pasal18 ayat (3) UUD 1945; Pemerintahan Daerah Kota sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6) dan ayat (7) UUD 1945; Walikota Kepala Pemerintah Daerah Kota seperti yang diatur dalam Pasal18 ayat (4) UUD 1945; Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota seperti yang diatur oleh Pasal 18 ayat (3) UUD 1945; Satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau istimewa seperti dimaksud oleh Pasal 18B ayat (1) UUD 1945, diatur dengan undang-undang. Karena kedudukannya yang khusus dan diistimewakan, satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa ini diatur tersendiri oleh UUD 1945. Misalnya, status Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintahan Daerah Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua, serta Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ketentuan mengenai kekhususan atau keistimewaannya itu diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu, pemerintahan daerah yang demikian ini perlu disebut secara tersendiri sebagai lembaga atau organ yang keberadaannya diakui dan

dihormati oleh negara. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diatur dalam Bab VII UUD 1945 yang berisi Pasal 19 sampai dengan Pasal 22B; Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang diatur dalam Bab VIIA yang terdiri atas Pasal 22C dan Pasal 220; Komisi Penyelenggaran Pemilu yang diatur dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yang menentukan bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan oleh suatu komisi yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Nama "Komisi Pemilihan Umum" bukanlah nama yang ditentukan oleh UUD 1945, melainkan oleh Undang-Undang; Bank sentral yang disebut eksplisit oleh Pasal 230, yaitu "Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang". Seperti halnya dengan Komisi Pemilihan Umum, UUD 1945 belum menentukan nama bank sentral yang dimaksud. Memang benar, nama bank sentral sekarang adalah Bank Indonesia. Tetapi, nama Bank Indonesia bukan nama yang ditentukan oleh UUD 1945, melainkan oleh undang-undang berdasarkan kenyataan yang diwarisi dari sejarah di masa lalu. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diatur tersendiri dalam Bab VIIIA dengan judul "Badan Pemeriksa Keuangan", dan terdiri atas 3 pasal, yaitu Pasal 23E (3 ayat), Pasal 23F (2 ayat), dan Pasal 23G (2 ayat); Mahkamah Agung (MA) yang keberadaannya diatur dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 24A UUD 1945; Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga diatur keberadaannya dalam Bab IX, Pasal 24

dan Pasal 24C UUD 1945; Komisi Yudisial yang juga diatur dalam Bab IX, Pasal 24B UUD 1945 sebagai

auxiliary organ terhadap Mahkamah Agung yang diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 24A UUD 1945; Tentara Nasional Indonesia (TNI) diatur tersendiri dalam UUD 1945, yaitu dalam

Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, pada Pasal 30 UUD 1945; Angkatan Darat (TNI AD) diatur dalam Pasal 10 UUD 1945; Angkatan Laut (TNI AL) diatur dalam Pasal 10 UUD 1945; Angkatan Udara (TNI AU) diatur dalam Pasal 10 UUD 1945; Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) yang juga diatur dalam Bab XII Pasal 30 UUD 1945; Badan-badan lain yang fungsinya terkait dengan kehakiman seperti kejaksaan diatur

dalam undang-undang sebagaimana dimaksud oleh Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, "Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang".31 Dari segi fungsinya, ke-34 lembaga tersebut, ada yang bersifat utama atau primer, dan ada pula yang bersifat sekunder atau penunjang (auxiliary). Sedangkan dari segi hirarkinya, ke-30 lembaga itu dapat dibedakan ke dalam tiga lapis. Organ lapis pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara. Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja, sedangkan organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah. Memang benar sekarang tidak ada lagi sebutan lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara.

31 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau KPK juga dapat disebut sebagai contoh lain mengenai badan-badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.

Namun, untuk memudahkan pengertian, organ-organ konstitusi pada lapis pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara, yaitu32: Presiden dan Wakil Presiden; Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); Dewan Perwakilan Daerah (DPD); Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR); Mahkamah Konstitusi (MK); Mahkamah Agung (MA); Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Organ lapis kedua dapat disebut lembaga negara saja. Ada yang mendapatkan kewenangannya dari UUD, dan ada pula yang mendapatkan kewenangannya dari undangundang. Yang mendapatkan kewenangan dari UUD, misalnya, adalah Komisi Yudisial, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara; sedangkan lembaga yang sumber kewenangannya adalah undang-undang, misalnya, adalah Komnas HAM, Komisi Penyiaran Indonesia, dan sebagainya. Kedudukan kedua jenis lembaga negara tersebut dapat disebandingkan satu sama lain. Hanya saja, kedudukannya meskipun tidak lebih tinggi, tetapi jauh lebih kuat. Keberadaannya disebutkan secara eksplisit dalam undangundang, sehingga tidak dapat ditiadakan atau dibubarkan hanya karena kebijakan pembentukan undangundang. Lembaga-lembaga negara sebagai organ konstitusi lapis kedua itu adalah: Menteri Negara; Tentara Nasional lndonesia;

32 Jimly Asshiddiqie, op cit, hlm.104-106.

Kepolisian Negara; Komisi Yudisial; Komisi pemilihan umum; Bank sentral. Dari keenam lembaga atau organ negara tersebut di atas, yang secara tegas ditentukan nama dan kewenangannya dalam UUD 1945 adalah Menteri Negara, Tentara Nasional lndonesia, Kepolisian Negara, dan Komisi Yudisial. Komisi Pemilihan Umum hanya disebutkan kewenangan pokoknya, yaitu sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum (pemilu). Akan tetapi, nama lembaganya apa, tidak secara tegas disebut, karena perkataan komisi pemilihan umum tidak disebut dengan huruf besar. Ketentuan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 berbunyi, "Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri". Sedangkan ayat (6)-nya berbunyi, "Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang". Karena itu, dapat ditafsirkan bahwa nama resmi organ penyelenggara pemilihan umum dimaksud akan ditentukan oleh undang-undang. Undang-undang dapat saja memberi nama kepada lembaga ini bukan Komisi Pemilihan Umum, tetapi misalnya Komisi Pemilihan Nasional atau nama lainnya. Selain itu, nama dan kewenangan bank sentral juga tidak tercantum eksplisit dalam UUD 1945. Ketentuan Pasal 23D UUD 1945 hanya menyatakan, "Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang". Bahwa bank sentral itu diberi nama seperti yang sudah dikenal seperti selama ini, yaitu "Bank Indonesia", maka hal itu adalah urusan pembentuk undang-undang yang akan menentukannya dalam undang-undang. Demikian pula dengan kewenangan bank sentral itu, menurut Pasal 23D tersebut, akan diatur dengan UU.

Dengan demikian derajat protokoler kelompok organ konstitusi pada lapis kedua tersebut di atas jelas berbeda dari kelompok organ konstitusi lapis pertama. Organ lapis kedua ini dapat disejajarkan dengan posisi lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM),33 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),34 Komisi Penyiaran Indonesia (KPI),35 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),36 Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR),37 Konsil Kedokteran Indonesia, dan lain-lain sebagainya. Kelompok ketiga adalah organ konstitusi yang termasuk kategori lembaga negara yang sumber kewenangannya berasal dari regulator atau pembentuk peraturan di bawah undang-undang. Misalnya Komisi Hukum Nasional dan Komisi Ombudsman Nasional dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden belaka. Artinya, keberadaannya secara hukum hanya didasarkan atas kebijakan presiden (presidential policy) atau beleid presiden. Jika presiden hendak membubarkannya lagi, maka tentu presiden berwenang untuk itu. Artinya, keberadaannya sepenuhnya tergantung kepada beleid presiden.

Implementasi Checks and Balances System antara Legislatif dan Eksekutif Kontrol Legislatif terhadap Eksekutif Kontrol Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Presiden.

Hubungan Luar Negeri.33 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3889). 34 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4250). 35 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4252). 36 Undang-Undang NO.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817), Keppres No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingah Usaha. 37 Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4429).

Presiden hanya dapat menyatakan perang, perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan Dewan perwakilan Rakyat (DPR). Hal tersebut dicantumkan dalam Pasal 11 Undang- Undang Dasar 1945. Produk Hukum Buatan Presiden. Dalam keadaan genting, Presiden berhak mengeluarkan produk hukum berupa Perpu. Perpu tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam persidangan selanjutnya. Jika Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui maka Perpu tersebut harus dicabut. Hal tersebut dicantumkan dalam Pasal 22 Undang- Undang Dasar 1945. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan Presiden harus dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum ditetapkan dalam undang- undang. Hal tersebut dicantumkan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang- Undang Dasar 1945. Pemberhentian Presiden. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat mengusulkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk memberhentikan Presiden karena melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela mau pun Presiden. Ketentuan mengenai pemberhentian Presiden dicantumkan dalam bila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai

pasal 7 A Undang- Undang Dasar 1945. Sebelum usul tersebut diajukan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat harus mengajukan permintaan kepada

Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. Hal tersebut dicantumkan dalam Pasal 7 B ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945. Apabila Mahkamah Konstitusi (MK) memutus bahwa pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tidak benar maka usul pemberhentian Presiden tidak dapat diajukan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Permasalahan timbul apabila pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diputus benar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) akan tetapi di tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak tercapai quorum

sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 7 B ayat (7) UndangUndang Dasar 1945 maka Presiden tidak dapat diberhentikan. Kontrol Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terhadap Presiden. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang- undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak,

pendidikan, dan agama tetapi hanya sebatas menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai

bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti, walaupun demikian DPD mempunyai hak suara di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam kaitannya dengan impeachment (pemakzulan)/ terhadap Presiden. Kontrol Eksekutif terhadap Legislatif. Kontrol Presiden terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Contoh negara yang menerapkan checks and balances system adalah Amerika Serikat. Dalam rangka checks and balances ini, Presiden diberi kewenangan untuk memveto rancangan undang- undang yang telah diterima oleh Congress (semacam MPR), akan tetapi veto tersebut dapat dibatalkan oleh Congress dengan dukungan 2/3 suara dari House of Representative (semacam DPR) dan Senate (semacam lembaga utusan negara bagian)38. Dalam Undang- Undang Dasar 1945 tidak terdapat ketentuan mengenai hak veto tersebut tetapi pembahasan setiap rancangan undang- undang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Ketentuan tersebut dicantumkan dalam Pasal 20 ayat (2) Undang- Undang Dasar 1945. Selain hak pembahasan dan persetujuan bersama, Presiden juga diberikan hak untuk mengajukan rancangan undang- undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketentuan tersebut dicantumkan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945. Keterlibatan Presiden sebagai pemegang kekuasaan Eksekutif dalam kegiatan membuat undang- undang membuatnya juga memegang kekuasaan Legislatif sehingga Presiden mempunyai kekuasaan ganda. Hal tersebut tidak konsisten dengan asas Trias Politica (pemisahan kekuasaan). Sejauh ini di negara- negara yang menganut sistem presidensial, kekuasaan38 Moh. Mahfud MD, 2010, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 69.

Legislatif diserahkan kepada parlemen, sedangkan Presiden mempunyai hak veto. Diantara negara- negara tersebut hanya konstitusi Indonesia dan Puerto Rico yang memberikan hak legislasi bersama parlemen kepada Presiden39. Kontrol Presiden terhadap Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Presiden ikut membahas rancangan undang- undang yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD)40 melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketentuan tersebut dicantumkan dalam Pasal 22 D ayat (1) UndangUndang Dasar 1945. Implementasi Checks and Balances System antara Legislatif dan Yudikatif Kontrol Legislatif terhadap Yudikatif. Kontrol Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Mahkamah Agung (MA). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diberikan kewenangan untuk

menyaring calon- calon hakim agung. Ketentuan yang memberikan kewenangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pengangkatan hakim agung tercantum dalam Pasal 24 A ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945. Kontrol Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Mahkamah Konstitusi (MK). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diberikan kewenangan untuk mengajukan tiga dari sembilan orang hakim Konstitusi. Ketentuan tersebut dicantumkan39 Moh. Mahfud MD, makalah Undang- Undang Dasar 1945 Sebelum dan Sesudah Perubahan, disampaikan dalam seminar konstitusi Kontroversi Amandemen UUD 1945 dan Pengaruhnya terhadap Sistem Ketatanegaraan, Jakarta, 12 April 2007. 40 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah

dalam Pasal 24 C ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945. Kontrol Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terhadap Mahkamah Agung (MA). Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak mempunyai mekanisme kontrol apapun terhadap Mahkamah Agung. Kontrol Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terhadap Mahkamah Konstitusi (MK). Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak mempunyai mekanisme kontrol apapun terhadap Mahkamah Konstitusi (MK). Kontrol Yudikatif terhadap Legislatif. Kontrol Mahkamah Agung (MA) terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mahkamah Agung (MA) tidak mempunyai mekanisme kontrol apapun terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kontrol Mahkamah Agung (MA) terhadap Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mahkamah Agung (MA) tidak mempunyai mekanisme kontrol apapun terhadap Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kontrol Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Uji Undang- Undang terhadap Undang- Undang Dasar. Mengingat bahwa undang- undang merupakan hasil kesepakatan politik dalam parlemen maka ada kemungkinan bahwa isinya bertentangan dengan konstitusi. Untuk menjaga supremasi konstitusi maka Mahkamah Konstitusi (MK) diberikan kewenangan untuk menguji undang- undang terhadap Undang- Undang Dasar

(konstitusi). Ketentuan tersebut dicantumkan dalam Pasal 24 C ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945. Upaya pemberhentian Presiden oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mahkamah Konstitusi (MK) diberikan kewenangan memeriksa, mengadili dan memutus apakah pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau tidak lagi memenuhi syarat. Jika Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak benar maka DPR tidak dapat mengusulkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk memberhentikan Presiden. Kontrol Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mahkamah Konstitusi (MK) diberikan kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar. Ketentuan tersebut dicantumkan dalam Pasal 24 C ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945. Pada realitanya, kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sangat terbatas, yaitu hanya sekedar dapat mengajukan rancangan undang- undang, ikut membahas rancangan undangundang (tanpa boleh ikut menetapkan atau memutuskan), memberikan pertimbangan, dapat melakukan pengawasan (tetapi hasil pengawasan tersebut hanya berupa bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)). Berdasarkan kondisi tersebut maka kecil kemungkinan akan terdapat hal- hal sehubungan dengan Dewan Perwakilan daerah (DPD) yang perlu dikontrol oleh Mahkamah Konstitusi

(MK). Implementasi Checks and Balances System antara Eksekutif dan Yudikatif Kontrol Eksekutif terhadap Yudikatif. Kontrol Presiden terhadap Mahkamah Agung (MA). Presiden diberikan kewenangan untuk menyetujui dan menetapkan calon hakim agung sebagai hakim agung. Ketentuan tersebut dicantumkan dalam Pasal 24 A ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945. Kontrol Presiden terhadap Mahkamah Konstitusi (MK). Presiden diberikan kewenangan untuk mengajukan tiga dari sembilan orang hakim Konstitusi dan menetapkan para hakim Konstitusi tersebut. Ketentuan tersebut dicantumkan dalam Pasal 24 C ayat (3) UndangUndang Dasar 1945. Kontrol Yudikatif terhadap Eksekutif. Kontrol Mahkamah Agung (MA) terhadap Presiden. Mahkamah Agung (MA) diberikan kewenangan untuk menguji peraturan perundang- undangan yang kedudukannya dibawah undang- undang terhadap undang- undang. Ketentuan tersebut dicantumkan dalam Pasal 24 A ayat (1). Berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, bentuk- bentuk dan tataurutan perundang- undangan meliputi: Undang- Undang Dasar (UUD) dan perubahan UUD. Undang- Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perpu).

Peraturan Pemerintah. Peraturan Presiden. Peraturan Daerah. Menurut pendapat Jimly Asshiddiqie, dalam praktik disamping peraturan perundang- undangan tersebut masih banyak bentuk peraturan perundangundangan lain seperti Peraturan Menteri, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Konstitusi, Peraturan dan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan, dll41. Kewenangan tersebut diberikan kepada MA karena Indonesia belum membentuk Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan dibentuknya MK sebagai pengawal konstitusi dan untuk memperingan tugas MA maka sebaiknya kewenangan menguji MA diserahkan kepada MK. Hal tersebut juga supaya semua peraturan perundang- undangan dapat diuji terhadap undang- undang dasar sehingga dapat terwujud supremasi konstitusi. Kontrol Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Presiden. Mahkamah Konstitusi (MK) diberikan kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar. Ketentuan tersebut dicantumkan dalam Pasal 24 C ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945.

41 Jimly Asshiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, hlm. 204.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Dalam suatu konstitusi pada umumnya dimuat materi- materi mengenai Hak Asasi Manusia, Sistem Ketatanegaraan dan Pembatasan kekuasaan (checks and balances). Saran Diharapkan Konstitusi Indonesia dapat selalu memuat penghargaan, perlindungan terhadap hak asasi manusia dan mengenai sistem organisasi negara dapat semakin disempurnakan.

DAFTAR PUSTAKA

I Dewa Gede Atmadja, Hukum Konstitusi, Malang, Setara Press, 2010 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta,Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006. Jimly Asshiddiqie, Perkembangan Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006. Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Jakarta, Rajawali Pers, 2010. Moh. Mahfud MD, makalah Undang- Undang Dasar 1945 Sebelum dan Sesudah Perubahan, disampaikan dalam seminar konstitusi Kontroversi Amandemen UUD 1945 dan Pengaruhnya terhadap Sistem Ketatanegaraan, Jakarta, 12 April 2007. Nimatul Huda, 2008, UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang, Jakarta, Rajawali Pers, 2008. Amandemen IV Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4429). Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4250). Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4252). Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3889). Undang-Undang NO.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817), Keppres No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingah Usaha.