kolestasis ekstrahepatal

30
KOLESTASIS EKSTRAHEPATAL IKTERUS Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, kadar bilirubin sudah berkisar antara 2 – 2,5 mg/dL. Jika ikterus sudah dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg %. 1,2 Patofisiologik Ikterus 2,3 Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus terjadi : 1. Produksi bilirubin berlebihan Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), sel darah merah abnormal (sferositosis herediter), antibodi dalam serum (Rh atau inkompabilitas transfuse atau sebagian akibat penyakit hemolitik autoimun), pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma (pembesaran 1

Upload: riry-febrina-ersha

Post on 02-Feb-2016

50 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Page 1: kolestasis ekstrahepatal

KOLESTASIS EKSTRAHEPATAL

IKTERUS

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya

(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang

meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Ikterus yang ringan dapat dilihat

paling awal pada sklera mata, kadar bilirubin sudah berkisar antara 2 – 2,5 mg/dL.

Jika ikterus sudah dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya

sudah mencapai angka 7 mg%. 1,2

Patofisiologik Ikterus 2,3

Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus terjadi :

1. Produksi bilirubin berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah

merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan.

Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Beberapa penyebab

ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S

pada anemia sel sabit), sel darah merah abnormal (sferositosis herediter),

antibodi dalam serum (Rh atau inkompabilitas transfuse atau sebagian

akibat penyakit hemolitik autoimun), pemberian beberapa obat-obatan,

dan beberapa limfoma (pembesaran limfa dan peningkatan hemolisis).

Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat diakibatkan oleh peningkatan

destruksi sel darah merah atau prekusornya dalam sumsum tulang

(talasemia, anemia pernisosa, porfiria). Proses ini dikenal sebagai

eritropoiesis tak efektif.

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati

Pengambilan bilirubin tak terkonyugasi yang terikat albumin oleh sel-sel

hati dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkannya

pada protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti

menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati:

asam flavaspidat (dipakai untuk mengobati cacing pita), novobiosin, dan

beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonyugasi

dan ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab

1

Page 2: kolestasis ekstrahepatal

dihentikan. Pada keadaan ini peningkatan bilirubin plasma namun tidak

terjadi peningkatan urobilinogen dalam urin.

3. Gangguan konjugasi bilirubin

Hiperbilirubinemia tak terkonyugasi yang ringan (< 12,9 / 100 ml) yang

mulai terjadi pada hari kedua sampai kelima lahir disebut ikterus fisiologis

pada neonates. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang

matangnya enzim glukoronil transferase. Aktivitas glukoronil transferase

biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu, dan

setelah itu ikterus akan menghilang. Ketika bilirubin yang tak

terkonyugasi pada bayi yang baru lahir melampaui 20 mg/ 100 ml, terjadi

suatu keadaan yang disebut kern ikterus. Keadaan ini dapat timbul bila

suatu proses hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi

baru lahir dengan defisiensi glukoronil transferase normal. Kern ikterus

atau bilirubin ensefalopati timbul akibat penimbunan bilirubin tak

terkonyugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Ada tiga

kondisi herediter yang menyebabkan defisiensi progrsif dari glukoronil

transferase: sindrom Gilbert dan sindrom Crigler-Najjar tipe I dan Tipe II.

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu

Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor

fungsional maupun obstruktif, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia

terkonyugasi. Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, maka

bilirubin ini dapat diekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan

bilirubinuria dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan

urobilinogen kemih sering berkurang sehingga feses terlihat pucat.

Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti

kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase alkali

dalam serum, AST, kolesterol, dan garam-garam ampedu. Peningkatan

garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonyugasi biasanya

lebih kuning dibandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonyugasi.

Perubahan warna berkisar dari kuning-jingga muda atau tua sampai

kuning-hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu. Perubahan ini

2

Page 3: kolestasis ekstrahepatal

merupakan bukti adanya ikterus kolestatik yang merupakan nama lain dari

ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati,

kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstrahepatik ( mengenai saluran empedu

di luar hati).

KOLESTASIS EKSTRAHEPATIK

Pendahuluan

Kolestasis atau obstruksi biliaris adalah gangguan aliran empedu dari hati

ke usus halus yang dapat terjadi pada saluran intrahepatik atau ekstrahepatik.

Kolestasis intrahepatik terjadi karena gangguan ekskresi bilirubin yang terjadi

dalam mikrosom hati dengan duktus empedu, sedangkan kolestasis ekstrahepatal

terjadi karena obstruksi di duktus empedu yang lebih besar seperti duktus

koledukus.4

Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus

koledokus dan kanker pancreas. Penyebab lainnya yang relative lebih jarang

adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus

koledokus, pancreatitis atau pseudocyst pancreas dan kolangitis sklerosing.

Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya sangat

kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis empedu.1,5

Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang

terpenting bilirubin, garam empedu dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan

kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin

menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konyugasi

masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa

mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam empedu dalam sirkulasi

selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal (pruritis), walaupun

sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga patogenesis gatal masih belum

bisa diketahui dengan pasti.1,5

Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak, dan vitamin K,

gangguan eskresi garam empedu dapat berakibat steatorrhea dan

hipoprotombinemia. Pada keadaan kolestasis yang berlangsung lama (primary

biliary cirrhosis), gangguan penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin lain yang

3

Page 4: kolestasis ekstrahepatal

larut lemak dapat terjadi dan dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.

Retensi kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis

kolesterol di hati dan esterifikasi yang berkurang dalam darah turut berperan;

konsentrasi trigliserida tidak terpengaruh. Lemak beredar dalam darah sebagai

lipoprotein densitas rendah yang unik dan abnormal yang disebut sebagai

lipoprotein X.1

Ada 4 kategori obstruksi biliaris5 :

1. Obstruksi total akan menimbulkan ikterus seperti karsinoma kaput

pancreas

2. Obstruksi intermiten dengan atau tanpa serangan ikterus seperti pada

koledokolitiasis

3. Obstruksi kronik parsial seperti pada striktura duktus koledukus

4. Obstruksi setempat dimana hanya ada satu atau beberapa cabang

saluran empedu intrahepatal yang tersumbat

Batu empedu umumnya ditemukan dikandung empedu, tapi batu tersebut

dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu yang disebut

batu empedu sekunder. Batu empedu yang terdapat dikandung empedu disebut

kolesistolitiasis, pada saluran empedu ekstrahepatik disebut koledokolitiasis,

sedangkan bila dalam saluran intrahepatik disebut hepatolitiasis.6

Faktor Resiko 6,8

Etnik : prevalensi meningkat pada kaukasia barat, hispanik dan

Amerika, eropa timur, afrika amerika dan asia rendah

Umur : meningkat usia semakin besar resiko batu empedu

Gender : rasio wanita : pria = 3 : 1

Kehamilan

Estrogen

Diet tinggi lemak : meningkat karena tingginya kolesterol

Genetik : lebih besar kemungkinan dengan riwayat keluarga batu

empedu

Obesitas, hipertrigliserida, faktor kuat pembentukan batu dan

timbulnya komplikasi

4

Page 5: kolestasis ekstrahepatal

Komorbid : DM, hemolitik, anemia sel sabit, sirosis hepatis, nutrisi

parenteral total, paralise atau rawat di ICU dan mayor trauma

Jenis Batu Kandung Empedu

Batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori mayor yaitu batu

kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%. Batu pigmen coklat atau

batu Cabilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama,

batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam yang tidak terekstrasi. Di negara

barat batu yang sering didapatkan adalah batu kolesterol, sedangkan di Jakarta

73% batu pigmen dan 27% batu kolesterol.6

Patogenesis

Ada 3 faktor penting yang berperan dalam pathogenesis batu :6

1. Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu

2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol

3. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus

Gejala Batu Kandung Empedu

Ada 3 kategori yaitu asimptomatik (80%), simptomatik (kolik bilier) dan

dengan komplikasi (kolesistitis akut, ikterus, kolangitis dan pancreatitis). Pasien

asimptomatis setelah 20 tahun, sebanyak 50% tetap asimptomatis, 30%

mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi. Gejala yang spesifik dan

karakteristik adalah kolik bilier yaitu nyeri episodic di perut kanan atas menjalar

ke punggung dan bahu kanan, berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12

jam. Kolik bilier dicetuskan oleh konsumsi lemak yang banyak diikuti dengan

puasa, atau konsumsi lemak dalam jumlah biasa pada malam hari. Batu akan

memberikan keluhan bila batu bermigrasi ke leher kandung empedu atau ke

duktus koledukus. Migrasi ke duktus sistikus akan menyebabkan obstruksi yang

dapat menimbulkan iritasi zat kimia dan infeksi. Batu yang bermigrasi ke duktus

koledukus dapat lewat ke duodenum atau tetap tinggal di duktus yang dapat

menimbulkan ikterus obstruktif. 4,7

Pemeriksaan Penunjang

5

Page 6: kolestasis ekstrahepatal

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi

hepar, serta bilirubin/urobilin urin. Pada kasus dengan batu pada saluran empedu

akan terjadi peningkatan kadar aminotransferase, alkali fosfatase dan bilirubin.9

Pada umumnya USG merupakan pencitraan pilihan pertama untuk

mendiagnosis batu kandung empedu dengan sensitifitas tinggi melebihi 95%,

sedangkan untuk deteksi batu saluran empedu sensitifitas tidak lebih dari 50%. 8

Pemeriksaan CT Scan untuk traktus biliaris banyak dilakukan untuk

melengkapi data suatu pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan sebelumnya.

Secara khusus CT Scan dilakukan untuk menegaskan tingkat atau penyebab

adanya obstruksi/kelainan pada saluran empedu. Dalam hal ini CT Scan dapat

membedakan antara ikterus obstriktif, apakah intra atau ekstra hepatik dengan

memperhatikan adanya dilatasi dari duktus biliaris.8

Endoskopik Ultrasonografi adalah metoda pemeriksaan dengan memakai

instrument gastroskopi dengan echoprobe yang ditaruh dekat organ yang

diperiksa. Dalam studi sensitifitas EUS dalam mendeteksi batu saluran empedu

adalah 97%. Juga antara EUS dan ERCP tidak menunjukkan perbedaan nilai

sensitifitas dan spesifitas.8

Magnetic Resonance Cholangio Pancreatografy (MRCP) merupakan

pilihan terbaik apabila terdapat kecurigaan adanya batu di saluran empedu, dengan

sensitivitas dan spesifitas lebih dari 90%. Kelemahannya biaya pemeriksaan

mahal.8

Penatalaksanaan

Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non

bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang

menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan

kolelitiasis yang asimptomatik.8

Penatalaksanaan Non Bedah

Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi penghancuran batu

dengan obat-obatan seperti chenodeoxycholic atau ursodeoxycholic acid,

extracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL) dengan pemberian kontinyu obat -

obatan, penanaman obat secara langsung di kandung empedu. Terapi

6

Page 7: kolestasis ekstrahepatal

medikamentosa dengan UDCA untuk menurunkan saturasi kolesterol empedu dan

menghasilkan suatu cairan lamelar yang menguraikan kolesterol dari batu serta

mencegah pembentukan inti batu. Pada pasien dengan fungsi kandung empedu

yang masih baik dan batu radiolusen < 10 mm, disolusi lengkap tercapai pada 50

% pasien dengan 6 sampai 12 bulan dengan UDCA dengan dosis 8-12 mg/kgBB

per hari.8

Untuk batu saluran empedu, ERCP terapeutik merupakan modalitas utama,

dengan melakukan sphingterektomi endoskopi untuk mengeluarkan batu saluran

empedu. Komplikasi dari sphingterektomi dan ekstraksi meliputi pancreatitis akut,

perdarahan dan perforasi.6,11

Penatalaksanaan Bedah

Kolesistektomi laparaskopik dewasa ini dianggap sebagai tindakan pilihan

untuk batu empedu simtomatik. 8

Untuk batu empedu, profilak untuk batu asimptomatik tidak diperlukan

kecuali batu yang besar (> 3 cm) atau timbul dengan anomaly congenital

kandung empedu. Untuk batu yang simptomatik, kolesistektomi laparoskopi telah

mulai menggantikan kolesistektomi terbuka. Namun kolesistektomi terbuka masih

dilakukan bila kolesistektomi laparoskopi gagal atau tidak memungkinkan.6,8

ILUSTRASI KASUS

7

Page 8: kolestasis ekstrahepatal

Telah dirawat seorang pasien perempuan, berumur 37 tahun di bangsal

Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 25 Januari 2014

dengan:

Keluhan Utama:

Mata kuning semakin meningkat sejak 1 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Mata kuning semakin meningkat sejak 1 minggu yang lalu, mata kuning

sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, mata kuning juga disertai dengan

badan yang menguning, semakin lama dirasakan semakin kuning.

Awalnya pasien merasa nyeri di ulu hati sejak 1 tahun yang lalu, hilang

timbul kadang nyeri hebat timbul tiba-tiba, nyeri menjalar ke punggung.

Pasien mengganggap dirinya menderita sakit maag sehingga

mengkonsumsi sendiri obat maag.

Buang air kecil seperti teh pekat dirasakan sejak 1 bulan yang lalu.

Mual dan muntah sejak 1 bulan yang lalu, berisi apa yang dimakan,

frekuensi ± 3x/hari, sekarang muntah tidak ada, riwayat muntah hitam

tidak ada.

Penurunan nafsu makan sejak 1 bulan yang lalu.

Riwayat penurunan berat badan ada, sebanyak 4 kg dalam 1 bulan terakhir.

Riwayat buang air besar berwarna pucat ada 20 hari yang lalu, berminyak,

sekarang BAB sudah berwarna kuning, riwayat BAB hitam tidak ada.

Badan terasa letih dan lemah sejak 2 minggu yang lalu.

Gatal-gatal dirasakan diseluruh badan sejak 2 hari yang lalu, gatal tidak

dipengaruhi oleh keringat, cuaca dan makanan.

Riwayat nyeri – nyeri sendi dan nyeri betis tidak ada.

Demam tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat sakit gula tidak ada

Riwayat sakit kuning sebelumnya tidak ada

8

Page 9: kolestasis ekstrahepatal

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit kuning atau batu

empedu

Tidak ada keluarga yang menderita sakit tumor atau kanker

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kebiasaan:

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga

Riwayat pemakaian kotrasepsi implant 3 tahun, pil 3 tahun, suntik 2 tahun

Riwayat mengkonsumsi alkohol, merokok dan kebiasaan minum kopi

tidak ada

Riwayat transfusi darah tidak ada

Riwayat pemakaian jarum suntik atau narkoba suntik tidak ada

Pasien tidak suka makan jeroan

Riwayat Pengobatan:

Sebelumnya pasien rawat jalan di RSUD Lubuk Basung, pada awalnya

pasien diduga hepatitis kemudian pasien di USG dan dikatakan menderita

batu empedu kemudian dirujuk ke Padang

Pemeriksaan Umum

Kead. umum : Sedang

Kesadaran : CMC Tek darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88 x / menit, reguler, Suhu : 36,6 °C

pengisian cukup Sianosis : (-)

Pernafasan : 20 x / menit Keadaan gizi : sedang

Ikterus : (+) Tinggi badan : 167 cm

Anemis : (-) BB : 60 kg

Edema : (-) BMI : 21,5 ( normoweight )

Kulit : ikterik (+), turgor kulit normal

9

Page 10: kolestasis ekstrahepatal

Kelenjer getah bening : tidak membesar

Kepala : ukuran normal, tidak ada benjolan

Rambut : tidak ada kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik kehijauan, injeksi

silier (-), injeksi konjunctiva (-)

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : tidak ada kelainan

Tenggorokan : tidak ada kelainan

Gigi dan mulut : Gusi berdarah (-)

Leher : JVP 5- 2 cm H2O

Tiroid dan KGB tak membesar

Dada : Spider naevi (-)

Paru Depan :

Insp : Simetris kanan dan kiri, statis dan dinamis

Palp : Fremitus normal kiri dan kanan

Perk : Sonor, kiri sama dengan kanan

Batas pekak hepar setinggi RIC V dextra

Ausk : Vesikuler , rhonki (-), wheezing (-)

Paru Belakang :

Insp : Simetris kanan dan kiri, statis dan dinamis

Palp : Fremitus normal kiri dan kanan

Perk : Sonor, kiri sama dengan kanan

Batas peranjakan paru - hepar 2 jari

Ausk : Vesikuler , rhonki (-), wheezing (-)

Jantung :

Insp : Iktus tidak terlihat

Palp : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V, tidak kuat angkat

Perk : Atas: RIC II, kanan : LSD, kiri : 1 jari medial LMCS RIC

V, pinggang jantung (+)

Ausk : Irama teratur, M1 > M2, P2 < A2, bising(-), gallop (-)

Abdomen :

Insp : Tidak membuncit, kolateral (-)

10

Page 11: kolestasis ekstrahepatal

Palp : Hepar teraba 2 jari BAC, 3 jari BPX, pinggir tumpul,

permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-),

kandung empedu tidak teraba, Murphy’s sign (-)

Lien tidak teraba

Perk : timpani, shifting dullness (-)

Ausk : Bising usus (+) normal, bruit (-)

Punggung : Nyeri tekan, nyeri ketok sudut CVA (-)

Alat kelamin : rambut pubis (+) normal

Anus : Tak diperiksa

Anggota gerak : Palmar eritem (-)

Reflek fisiologis +/+ normal, Reflek patologi -/-, Edema

-/-, , nyeri tekan m. gastrocnemius (-).

Laboratorium :

Darah: Hb : 11 g%

Hematokrit : 33%

Leukosit : 9.000/mm3

Trombosit : 244.000/mm3

Hitung jenis : 0 /4 /0 /74 /22 /0

LED : 90 mm/jam

Gambaran darah tepi :

Eritrosit : normokrom, anisositosis

Leukosit : jumlah cukup dengan eosinofilia + netrofilia shift to the right

Trombosit : jumlah cukup

Urinalisis :

Protein : (-) Epitel : gepeng +

Reduksi : (-) Silinder : (-)

Leukosit : 2 - 3/LPB Bilirubin : (+)

Eritrosit : 0 - 1/LPB Urobilinogen : (+)

Kristal : (-)

11

Page 12: kolestasis ekstrahepatal

Feses :

Warna : coklat Eritrosit : 0 - 1/LPB

Konsistensi : keras Leukosit : 1 – 2/LPB

Darah : (-) Amuba : (-)

Lendir : (-) Cacing : (-)

Daftar Masalah :

Ikterus kolestasis ekstrahepatal

Diagnosis Kerja:

Kolestasis ekstrahepatal ec koledokolitiasis

Diagnosis Banding :

Kolestasis ekstrahepatal ec tumor caput pankreas

Kholangiokarsinoma

Terapi :

Istirahat / Diet Hepar III 1700 kkal (karbohidrat 125 gr, protein 45 gr,

lemak 25 gr)

Curcuma 3 x 1 tab

Sistenol 3 x 500 mg

Pemeriksaan Anjuran :

Faal Hepar (Bil I/II, SGOT, SGPT, Albumin, globulin, alkali fosfatase,

gammaGT)

Profil lipid

Gula darah sewaktu

Elektrolit

CA 19-9

USG abdomen

MRCP

12

Page 13: kolestasis ekstrahepatal

Follow up

27 Januari 2014

S/ mata kuning (+), BAK seperti teh pekat (+), nyeri perut kanan atas (+) hilang

timbul, BAB dempul (-), mual (+), muntah (-)

O/ KU: Sedang Kesadaran : CMC TD : 110/70mmHg

Nafas : 20 x/mnt Nadi : 86 x/mnt Suhu : 36,60 C

Mata : sklera :ikterik +/+

Hasil lab :

Total bilirubin : 32,19 mg/dl

Bilirubin direk : 24,08 mg/dl

Bilirubin indirek : 8,11 mg/dl

SGOT : 173 u/l

SGPT : 234 u/l

Alkali Fosfatase : 589 u/L

Gamma GT : 428 u/L

Albumin : 3,6 g/dl

Globulin : 2,9 g/dl

Kolesterol total : 488 mg/dl

LDL : 407,4 mg/dl

HDL : 13 mg/dl

Trigliserida : 338 mg/dl

CA 19-9 : 119,81 U/ml

GDS : 83 mg/dl

Natrium : 139 mmol/L

Kalium : 2,7 mmol/L

Clorida : 102 mmol/L

Kesan : Menyokong untuk kolestatik extrahepatal, gangguan faal hepar,

dislipidemia, hipokalemia

Rencana : EKG

Therapi :

Diet rendah lemak dan kolesterol

KSR 1x1 tab

Terapi lain lanjut

EKG :

- HR : 88 x/menit - QRS komplek : 0,08 detik

- Irama : Sinus - ST segmen : isoelektrik

- Aksis : Normal - S V1 + RV5 : < 35 mm

- Gel P : 0,08 dtk - R/S di V1 : < 1

13

Page 14: kolestasis ekstrahepatal

- PR interval : 0,16 detik - T inverted : (-)

Kesan EKG : Dalam batas normal

Keluar Hasil USG Abdomen :

Hati : membesar, permukaan rata, parenkim homogen dan halus, pinggir tajam,

vena tidak melebar, duktus biliaris melebar, CBD melebar dengan suspect

batu, SOL (-), vena portal normal

Kandung empedu : membesar, batu (+) multipel

Pankreas : normal, kista?

Lien : normal

Ginjal : tidak membesar, batu (-), kista (-)

Kesan : kolelitiasis intra dan ekstrahepatal dengan koledokolitiasis + suspect kista

pankreas

Anjuran: MRCP

29 September 2013

S/ mata kuning (+), BAK seperti teh pekat (+), nyeri perut kanan atas (+) hilang

timbul, BAB dempul (-), mual (+), muntah (-)

O/ KU: Sedang Kesadaran : CMC TD : 110/70mmHg

Nafas : 20 x/mnt Nadi : 88 x/mnt Suhu : 37,00 C

Mata : sclera :ikterik +/+

Keluar hasil MRCP:

Hepar :tampak gambaran pelebaran sistem biliar, hepar tidak membesar, SOL (-),

asites (-)

Lien : besar dan bentuk normal

Pankreas : besar dan bentuk normal

Kandung empedu : tampak gambaran batu multipel, dinding KE rata

Duktus sistikus tidak melebar

Tampak gambaran batu pada distal CBD, dan tampak pelebaran bagian proksimal

CBD, pelebaran duktus hepatikus komunis, duktus hepatikus dekstra dan sinistra

Kesan: koledokolitiasis dengan obstruksi billiar dan kolelitiasis

14

Page 15: kolestasis ekstrahepatal

Rencana: konsul bedah

30 Januari 201 4

S/ mata kuning (+), BAK seperti teh pekat (+), nyeri perut kanan berkurang, BAB

dempul (-), mual (+), muntah (-)

O/ KU: Sedang Kesadaran : CMC TD : 110/70mmHg

Nafas : 20 x/mnt Nadi : 84 x/mnt Suhu : 36,50 C

Mata : sclera :ikterik +/+

Hasil Konsul bedah :

Kesan : jaundice ektrahepatal ec koledokolitiasis

Advis :

Pindah rawat ke bagian Bedah untuk eksplorasi CBD

Toleransi operasi

Edukasi pasien : Menjelaskan tentang penyakit, komplikasi dan manfaat terapi

Rencana:

Cek PT/APTT

Cek faal ginjal (ureum, kreatinin)

Keluar hasil labor :

PT : 27,4 detik

APTT : 52,6 detik

Ureum : 9 mg/dl

Kreatinin : 0,6 mg/dl

Kesan : hipokoagulasi ec gangguan absorbsi vitamin K

Sikap :

transfusi FFP 250 cc dan cryopreipitat 5 U (untuk persiapan operasi)

cek PT dan APTT post tranfusi

1 Februari 2014

S/ mata kuning (+), BAK seperti teh pekat (+), nyeri perut kanan (-), BAB dempul

(-), mual (+), muntah (-)

15

Page 16: kolestasis ekstrahepatal

O/ KU: Sedang Kesadaran : CMC TD : 110/70mmHg

Nafas : 20 x/mnt Nadi : 88 x/mnt Suhu : 36,70 C

Mata : sclera :ikterik +/+

Keluar hasil labor :

PT : 11,4 detik

APTT : 33,9 detik

Kesan: hipokoagulasi teratasi

Rencana: pindah bagian Bedah, karena tempat di Bedah penuh pasien masih

dirawat di Penyakit Dalam

DISKUSI

16

Page 17: kolestasis ekstrahepatal

Telah dirawat seorang pasien perempuan berumur 37 tahun di bangsal

penyakit dalam dengan diagnosis akhir :

Kolestasis ekstrahepatal ec koledokolitiasis et kolelitiasis

Dislipidemia

Hipokoagulasi ec gangguan absorbsi vitamin K

Diagnosis kolestasis ekstrahepatal ec koledokolithiasis ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesis didapatkan mata dan badan tampak kuning, nyeri

perut kanan atas yang hilang timbul, buang air kecil seperti teh pekat, riwayat

buang air besar berwarna pucat, gatal-gatal diseluruh tubuh. Dari pemeriksaan

fisik didapatkan sklera kuning kehijauan (greenish jaundice), hepatomegali,

kandung empedu tidak teraba, bruit (-). Dari Laboratorium didapatkan conjugated

hyperbilirubinemia, peningkatan alkali fosfatase dan gamma GT, dislipidemia,

peningkatan transaminase, serta bilirubin urin +1. Faktor resiko terjadinya

koledokolitiasis pada pasien ini adalah umur, gender, dislipidemia, dan

penggunaan kontrasepsi oral. Sebuah penelitian metaanalisis yang dilakukan oleh

Thijs et al didapatkan hubungan yang signifikan antara kontrasepsi oral dengan

resiko terjadinya batu empedu. Efek dari kontrasepsi oral dalam pembentukan

batu empedu dimediasi oleh peningkatan saturasi kolesterol biliaris.10

Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala

nyeri perut kanan atas yang berulang dengan atau tanpa mual

dan muntah mencapai 75% dari gejala klinik yang timbul,

sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure

to thrive, keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai

dengan gejala asimptomatik.13 Gatal-gatal dibadan disebabkan

peningkatan asam empedu yang bersifat pruritogenik dan peningkatan aktivitas

opioid endogen yang merangsang terjadi gatal secara sentral. Tidak terabanya

kandung empedu karena batu mengakibatkan kandung empedu akan menciut

akibat inflamasi.2

Peningkatan bilirubin total terutama bilirubin II, aminotransaminase, alkali

phosphatase dan gamma GT didapatkan pada pasien ini. Nilai aminotransferase

tergantung penyakit dasarnya. Temuan yang menandakan adanya obstruksi di

17

Page 18: kolestasis ekstrahepatal

saluran empedu adalah dengan meningkatnya kadar ALP. ALP banyak dijumpai

di epitel saluran empedu intrahepatal, sehingga bila terjadi obstruksi akan terjadi

ekstravasasi enzim ini kedalam darah sehingga didapatkan kadar yang meningkat.5

Pada pasien ini ditemukan faal hepar yang tinggi, ini menandakan bilirubin sudah

mulai merusak parenkim hati, sehingga batu CBD harus dievakuasi. Pada kasus

ini ditemukan CA 19-9 119,81 U/ml. CA 19-9 merupakan tumor marker

karsinoma pankreas dengan sensitivitas 80% dan spesifitas 90%. CA 19-9 juga

meningkat pada kelainan nonneoplasma seperti pankreatitis, batu saluran empedu

dan kolangitis.14

Dari hasil USG abdomen didapatkan adanya pelebaran common bile duct

(CBD) dengan suspect batu di CBD. USG untuk deteksi batu saluran empedu

sensitifitasnya tidak lebih dari 50%. Keterbatasan relatif dari USG adalah

ketergantungan ketelitian diagnosis pada keterampilan dari operator, pasien

gemuk dan adanya gas di usus memberikan bayangan kurang baik. Pada kasus ini

tidak dilakukan CT scan abdomen karena CT scan berguna untuk menunjukkan

pelebaran saluran empedu dan adanya lesi masa dan merupakan pilihan bila

dicurigai kuat adanya tumor (seperti kanker pankreas) yang menyumbat duktus

koledukus. Sensitifitas CT Scan dalam mendeteksi batu saluran empedu tidak

sebaik MRCP (>75%). MRCP merupakan pilihan terbaik apabila terdapat

kecurigaan adanya batu di saluran empedu. Bila dicurigai kuat ada batu

koledukus, ERCP didahulukan karena bisa diikuti oleh ekstraksi batu

perendoskopi. Keuntungan MRCP yakni non invasif dan tanpa menggunakan

bahan kontras. Dari pemeriksaan MRCP yang merupakan modalitas utama dengan

sensitifitas dan spesifitas > 90%, didapatkan adanya gambaran batu pada distal

CBD.6,8

Dislipidemia pada pasien ini dimana kadar LDL dan trigliserida yang

tinggi dan HDL rendah sekali. Mendez melaporkan bahwa dislipidemia

merupakan bagian dari sindroma metabolik yang merupakan faktor resiko

terjadinya batu empedu, didapatkan 40% pada sindroma metabolik muncul batu

empedu.15 Pada keadaan ini hepar memproduksi kolesterol yang berlebih,

kemudian dialirkan ke kandung empedu sehingga konsentrasinya sangat jenuh,

merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu. Pada tahap kolestasis akan

18

Page 19: kolestasis ekstrahepatal

terjadi peningkatan kadar VLDL, LDL, HDL akibat peningkatan kadar

apolipoprotein A-I, A-II, B dan C-II, kemudian pada tahap lanjut akan terjadi

peningkatan kadar LDL akibat peningkatan apolipoprotein B dan C-II serta

penurunan kadar HDL akibat peningkatan apolipoprotein A-I, A-II.16 Pemberian

obat hipolipidemik golongan statin dan fibrat tidak dapat diberikan dengan

peningkatan kadar SGOT dan SGPT lebih dari 3 kali. Terapi yang diberikan diet

rendah lemak dan mengobati kolestasisnya.

Hipokoagulasi pada pasien ini dimana didapatkan PT dan APTT yang

memanjang. PT yang memanjang pada pasien ini diduga disebabkan oleh

gangguan fungsi hati dalam mensintesis faktor koagulasi atau karena kurangnya

vitamin K yang disebabkan obstruksi biliaris dimana empedu tidak sampai ke

usus sehingga terjadi kegagalan absorbsi lemak. Untuk membedakan penyebab

pemanjangan PT sebaiknya dilakukan pemberian vitamin K parenteral selama 3

hari, apabila PT kembali normal setelah 3 hari pemberian vitamin K berarti

penyebab pemanjangan PT adalah kekurangan vitamin K.18 Tetapi pada pasien

tidak dilakukan, karena pasien akan dipindahkan ke Bedah sehingga langsung

diberikan transfusi FFP dan cryopresipitat utuk persiapan operasi. APTT yang

memanjang belum bisa dijelaskan patofisiologinya. Dari literatur didapatkan

keadaan disfibrinogenemia yang didapat (acquired dysfibrinogenemia) dapat

ditemukan pada penyakit hati kronis, sirosis, gagal hati akut, overdosis

acetaminofen, kista pada duktus koledukus dan beberapa macam penyebab ikterus

obstruksi. Prevalensi disfibrinogenemia yang didapat lebih tinggi pada pasien

dengan penyakit hati (76-86%) dibandingkan dengan pasien ikterus obstruktif

(8%). 19

Pasien ini termasuk pada kategori koledokolitiasis simptomatik.

Penatalaksanaan utama pada pasien ini adalah mengatasi kolestasisnya. Modalitas

utamanya adalah dengan ERCP terapeutik dengan melakukan sphinkterotomi

endoskopik. Selanjutnya batu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon

ekstraksi melalui lumen duodenum sehingga batu dapat dikeluarkan bersama tinja.

ERCP belum tersedia, sehingga terapi pada pasien ini adalah secara operatif,

pasien dipersiapkan untuk kolesistektomi laparaskopik elektif. Sphingeroplasti

transduodenum atau pintas saluran empedu melalui koledokoduodenostomi sisi-

19

Page 20: kolestasis ekstrahepatal

ke-sisi atau koledokojejunostomi, akan dapat meningkatkan drainase empedu,

mencegah stasis serta memungkinkan batu apapun atau lumpur yang tertinggal

untuk keluar, tak terhalang oleh spinkter ampula. Komplikasi intraoperatif (vaso-

oklusi), komplikasi sesudah operasi antara lain kolangitis, kolesistitis akut dan

striktur bilier.12,17

20