komunika 16 2007

12

Upload: komunika-tabloid

Post on 20-Feb-2016

250 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Sejarah telekomunikasi di Indonesia bermula saat telegrap diperkenalkan tanggal 23 Oktober 1855 oleh pemerintah Hindia Belanda. Dari sini komunikasi ke sejumlah wilayah bisa dijangkau. Hubungan lewat telepon juga mulai dikenal tanggal 16 oktober 1882 yang diselenggarakan oleh perusahaan swasta, bahkan tahun 1905 tercatat ada 38 perusahaan jaringan telepon di Hindia Belanda. Edisi 16/Tahun III/Agustus 2007 Direktur Utama Trans TV, Ishadi SK, di Jakarta, Selasa, 29 Mei 2007 *** *** *** (redaksi)

TRANSCRIPT

Page 1: komunika 16 2007
Page 2: komunika 16 2007

2

www.bipnewsroom.info/komunikaemail: [email protected] Edisi 16/Tahun III/Agustus 2007

foto

: dd

t

Editorial

Diterbitkan oleh DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika Penanggungjawab: Kepala Badan Informasi Publik Pemimpin Redaksi:Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Wakil Pemimpin Redaksi: Sekretaris BIP, Kepala Pusat Informasi Polhukam, Kepala Pusat Informasi Kesra,Kepala Pusat Informasi PerekonomianSekretaris Redaksi: Richard Tampubolon Redaktur Pelaksana: Nursodik Gunarjo Redaksi: Selamatta Sembiring, M Abduh Sandiah, Fauziah, Sri Munadi Editor/Penyunting: MT HidayatReporter: Suminto Yuliarso, Dimas Aditya Nugraha, Mediodecci Lustarini, Hendra Budi Kusnawan, Doni Setiawan Koresponden Daerah: Amiruddin (Banda Aceh), Arief (Yogyakarta),Supardi Ibrahim (Palu), Yaan Yoku (Jayapura). Fotografer: Leonard Rompas Desain: D Ananta Hari Soedibyo Pracetak: Farida Dewi Maharani Riset dan Dokumentasi: Maykada Harjono KAlamat Redaksi: Jl Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: [email protected] menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut.Isi KomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.

Pepatah, ’siapa menguasai informasi, akan me-nguasai dunia’’ mungkin sudah menemukan pem-benarannya saat ini. Betapa tidak, perkembanganteknologi informasi dan komunikasi dewasa ini --yang dialami hampir semua negara dunia-- telahmembuktikan: siapapun yang menguasai teknologiinformasi dan komunikasi akan menjadi pionir.

Tak berlebihan jika kemudian banyak negaraberlomba menjadi yang pertama dalam pengem-bangan dan pengaplikasian teknologi informasi dankomunikasi. Konsekuensinya, persaingan ini mem-buat negara-negara terbagi dalam tiga golonganbesar. Pertama, negara dengan kekuatan invensiatau penemuan produk dan jasa teknologi. Katego-ri ini mengindikasikan adanya kemampuan untukmenemukan dan membuat produk serta varianbaru dalam teknologi informasi dan komunikasi.Atau dengan kata lain negara yang menjadi pionir.

Kedua, adalah negara yang mampu mengem-bangkan inovasi teknologi informasi dan komunika-si. Negara kategori ini memiliki ciri utama mampumengembangkan sumber daya dan potensi tek-nologi informasi dan komunikasi yang ada danmemaksimalkan teknologi itu dalam persainganyang terjadi.

Merdeka

Sasaran Indonesia untuk mewujudkan masyarakat informasi yangberbasis pengetahuan pada tahun 2025 dengan membangun TIKmerupakan tantangan yang tidak ringan. Kita harus membangun jaringankomunikasi bagi sekitar 43 ribu desa di tanah air yang saat ini belummemiliki jaringan telekomunikasi tetap. Selain itu untuk 31.173 SMP danSMA serta 2428 perguruan tinggi. Juga untuk 28.504 pusat - pusatkesehatan. Namun saya percaya, Insya Allah, dengan keyakinan, dengankerja keras dan kerja cerdas, sasaran ini dapat kita capai.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutan Peresmian Pembentukan Dewan TIKNasional, Senin, 13 November 2006, di Istana Bogor, Jawa Barat.

20.000 desa pada tahun 2008 ditargetkan dapatterjangkau jaringan komunikasi, kami jugamentargetkan anggaran untuk pembangunantersebut sebesar Rp800 miliar hinggaRp1,2 triliun.

Menteri Kominfo Mohammad Nuh di Depok, Jawa BaratSelasa (12/6) tentang Pembangunan jaringan

telekomunikasi melalui Program 'Universal Service Obligation/USO’, untuk sekitar 38.000 desa yang belum terjangkau

jaringan telekomunikasi (blank spot) di seluruh Indonesia.

Kualitas layanan sangat penting dalam industritelekomunikasi. Karena itu interaksi antaraindustri atau operator telekomunikasi dankonsumen menjadi penting.

Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar pada acara Gathering BadanRegulasi Telekomunikasi Indonesia dengan tema "Menciptakan

Kualitas Layanan Yang Lebih Baik" di Jakarta, Kamis, 10 Mei 2007

Indonesia dikhawatirkan tertinggal dari negara lain. Belum diketahuikapan Indonesia akan beralih dari sistem analog menjadi digital karenasaat ini baru tahap diskusi, sementara di negara lain seperti Malaysiasistem ini akan digunakan pada 2012, sedangkan Brunei Darussalampada 2017.

Direktur Utama Trans TV, Ishadi SK, di Jakarta, Selasa, 29 Mei 2007

desa

in:

ahas

-dw

m f

oto:

bf,

gun,

net

Dan terakhir adalah negara yang sekadar men-jadi pengikut atau bahkan menjadi "penonton" da-lam kompetisi yang ada. Jika mampu mengadopsidengan teknologi hanyalah sebatas sebagai peng-guna saja, tanpa ada kemampuan mendayaguna-kan untuk menciptakan kondisi yang lebih baik.

Bagaimana dengan Indonesia?Sejak tahun 1976, Indonesia telah meluncur-

kan satelit Palapa. Peristiwa itu tercatat dalam se-jarah bahwa negara kita adalah negara ketiga didunia yang mengoperasikan Sistem Komunikasi Sa-telit Domestik.

Sebagai pionir di antara semua negara berkem-bang dalam membangun sistem telekomunikasi sa-telit, langkah tersebut kemudian dilanjutkan de-ngan mengembangkan sistem komunikasi satelityang lebih canggih sejalan dengan perkembanganteknologi yang mutahir.

Kebijakan ini bukan tanpa dasar, pasalnya ne-gara Indonesia tergolong sebagai negara besar de-ngan luas wilayah teritorial hampir seluas benuaEropa. Penduduknya pun lebih dari 215 juta jiwa.Karena itu kelancaran komunikasi bukan saja mem-bawa dampak bagi perkembangan ekonomi, tetapijuga membawa dampak yang luas pada rasa kesa-

tuan dan persatuan bangsa.Sejarah kemerdekaan kita pun diwarnai de-

ngan faktor telekomunikasi. Peristiwa tunduknyaJepang kepada Sekutu dapat diketahui dan terse-bar meluas ketika ada fasilitas telegram saat itu.

Namun kenyataan saat ini mungkin berbicaralain. Dalam hal penguasaan teknologi, tentu kitatak bisa dipandang remeh. Banyak anak bangsamampu unjuk gigi dan menghasilkan inovasi yangsedikit banyak mampu membuka mata dunia.

Tetapi harus diakui, dalam banyak hal kita masihbanyak tergantung pada teknologi yang dikem-bangkan negara-negara maju. Sebagaimanadinyatakan Menteri Komunikasi dan Informatika,bahwasannya kita belum benar-benar merdeka da-ri ketergantungan bangsa lain dalam hal penguasa-an teknologi.

Tetapi, merdeka dalam penguasaan teknologibukanlah hal yang sulit diwujudkan. Saatnya akantiba dan bangsa ini untuk bisa menguasai teknologiuntuk membangun Indonesia yang lebih baik. Ha-nya satu yang dibutuhkan: aktif untuk memberikanwarna dan ikut serta aktif untuk menjadikan bang-sa dan negara ini menjadi lebih baik di masa menda-tang. (redaksi)

DATA DAN FAKTA

Palapa Ring ini merupakan jaringan seratoptik pita lebar yang dapat membawa databerkecepatan tinggi dan berkapasitas besaryang terdiri dari tujuh cincin serat optikmeliputi Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi,Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian.

Palapa Ring yang memiliki panjangkeseluruhan sejumlah 30 ribu km inidiharapkan dapat menghubungkan 440kabupaten di seluruh Indonesia.

Palapa Ring akan menghubungkan 33propinsi serta 40 kota/distrik. Panjang kabelbawah laut mencapai 35.280 km, sedangakankabel in land mencapai 21.807 km.

***

Sejarah telekomunikasi di Indonesiabermula saat telegrap diperkenalkan tanggal23 Oktober 1855 oleh pemerintah HindiaBelanda. Dari sini komunikasi ke sejumlahwilayah bisa dijangkau. Hubungan lewattelepon juga mulai dikenal tanggal 16 oktober1882 yang diselenggarakan oleh perusahaanswasta, bahkan tahun 1905 tercatat ada 38perusahaan jaringan telepon di HindiaBelanda.

***

Indonesia saat ini termasuk pasartelekomunikasi seluler terbesar keempat didunia setelah India, Cina, dan Eropa. Investasiyang bergulir di bidang ini mencapai 5 miliardolar per tahun. Suplai terbesar diperoleh darijumlah penduduk yang besar dan menjadikonsumen pengguna jasa telekomunikasiseluler.

***

Teledensitas telepon yang semula sulitberanjak dari angka di bawah sepuluh persen,kini sudah mampu melewati angka 30 persen.Dari total penduduk yang mencapai 240 jutajiwa, saat ini jumlah total pengguna telepondi Indonesia mencapai angka 85 juta lebih.

Dalam waktu tiga tahun ke depan,diperkirakan jumlah pengguna telepon diIndonesia mencapai setengah dari jumlahpenduduk, yang berarti teledensitas teleponmencapai 50 persen.

foto

: do

ni

Page 3: komunika 16 2007

3

www.bipnewsroom.info/komunikaemail: [email protected] 16/Tahun III/Agustus 2007

Untung Ada TelecenterTanggal 16 Agustus malam, ada yang tidak

biasa di Telecenter e-Pabelan, Desa Pabelan,Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang,

Jawa Tengah. Di ruang berukuran 3 x 3 meter,tampak segerombol anak muda sibuk memelototiempat unit layar komputer. “Kami sedang men-download lagu-lagu perjuangan dari website,” ujarWahyudi, santri Pondok Modern Pabelan, diiyakanteman-temannya. “Waktunya mepet. Besok, lagu-lagu ini akan kami putar sebelum upacara peringat-an detik-detik proklamasi dimulai.”

Karena dianggap ‘darurat’, Mustofa, SekretarisTelecenter e-Pabelan, membiarkan saja anak-anakmuda itu melanggar antrean. Rombongan bapakdari Pabelan Kulon yang sudah memiliki ‘jadwal te-tap’ untuk belajar cara beternak lele setiap Kamismalam pun maklum antreannya diserobot. Merekamemilih berdiskusi di ruangan lain sambil menantianak-anak usai mengunduh lagu-lagu yang merekabutuhkan.

“Beginilah situasi di sini kalau malam, antreanyang mau browsing selalu mengular. Biasanya sihtertib, tapi ini kan darurat, jadi ada prioritas. Kamimemang agak repot mengatur jadwal, karenakomputer yang tersedia terbatas. Apalagi kami jugamemiliki jadwal tetap untuk anggota KBM (Kelom-pok Belajar Mandiri—Red) binaan TC (telecenter—Red),” kata Mustofa.

Sama-sama UntungKelompok binaan memang nyawa dari tele-

center. Karena fasilitas publik ini memang didesainuntuk mengembangkan kemampuan dan member-dayakan ekonomi warga dengan menggunakanteknologi informasi dan komunikasi.

Tak tanggung-tanggung, e-Pabelan memiliki 10kelompok binaan yang dinamakan sesuai bidangyang mereka geluti: ada kelompok cabe, lele, ikan,padi organik, semangka, jeruk, kelinci, kelompoktanaman hias, dan sebagainya. Mereka memilikijadwal sendiri-sendiri untuk menjelajah dunia maya.

Kelompok lele misalnya, kebagian browsing hariKamis malam, pada minggu I dan III, pukul 20.00-21.00 WIB. Tentu saja browsing-nya juga khususyang berkaitan dengan ikan lele, baik pembibitan,pemeliharaan, maupun penjualannya. Kelompoklain memiliki jadwal di hari yang berbeda, dengantopik berbeda pula. “Kalau di tempat lain internetmungkin hanya untuk hiburan, di sini berbeda, jadisumber pengetahuan,” kata alumnus Pondok Pa-belan yang setia mengabdi di almamaternya ini.

Bayarkah berinternet ria di sini? “Untuk umumbayar Rp3.500 per jam, masih lebih murah dariwarnet (warung internet —Red.) biasa yang men-capai Rp5 – 6 ribu. Sedangkan anggota KBM biayaakses dibayar bulanan, duitnya mengambil 10 per-sen dari hasil penjualan usaha masing-masing kelom-pok,” jelas Mustofa.

Manajer TC e-Pabelan, Nunun Nuki Aminah,menyatakan simbiosis mutualisme alias sama-samauntung memang berlaku di sini. “Telecenter men-dapatkan dana dari kelompok, sebaliknya anggotakelompok mendapatkan transfer pengetahuan dari

TC,” katanya.Iuran dari kelompok itu, kata Nunun, selain un-

tuk "bahan bakar" agar TC tetap jalan, juga sebagaisarana untuk menimbulkan perasaan ikut memiliki.“Mereka ikut membiayai, tentu akan merasa ikutmemiliki dan otomatis juga ikut menjaga aset yangada di TC.”

Perjuangan PanjangTapi jangan dikira TC e-Pabelan begitu lahir lalu

langsung besar seperti sekarang. Butuh waktupanjang untuk mengatasi berbagai keterbatasansehingga akhirnya bisa tetap berdenyut melayanikebutuhan informasi masyarakat. Lima tahun lebihdibutuhkan untuk membesarkan pusat telekomuni-kasi perdesaan ini.

Awalnya, TC merupakan program Bappenasdan United Nation Development Programme(UNDP) yang diluncurkan sejak 2003. Lembagapemberdayaan masyarakat berbasis teknologiinformasi ini tidak hanya didirikan di Pabelan, namunjuga di Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Selatandan beberapa daerah lain di Indonesia. AdapunPondok Pesantren Pabelan ditawari oleh Bappenas,karena sejak tahun 1965 telah memiliki kelompokpengembangan masyarakat.

“Saat itu pondok menyediakan tempat, Bappe-nas dan UNDP yang menyediakan sarananya beru-pa komputer dan jaringan internet, serta tigaorang tenaga pendamping,” kata Nunun.

Bulan pertama nyaris tak ada kendala, karenadana masih disubsidi dari Bappenas. Pengelola diam-bil dari warga setempat yang sudah paham seluk-beluk teknologi informasi, sebagian dari alumnusPondok Pabelan sendiri. Pendamping dari Universi-tas Indonesia juga ikut aktif merencanakan arahmodel pemberdayaan masyarakat ke depan. Se-hingga secara fisik, penampilan dan program-pro-gram TC cukup meyakinkan.

Sayangnya, animo masyarakat Pabelan untukmemanfaatkan teknologi informasi masih sangatrendah. “Dulu yang aktif main internet ya hanyaanak-anak pondok saja. Dari masyarakat umum ma-sih jarang, karena mereka memang belum melekinternet. Sayang sekali, padahal dulu biaya aksesinternet di TC kami gratiskan,” imbuh Nunun.

Masih rendahnya pemanfaatan TC oleh masya-rakat membuat pengelola banting stir. Setelah pro-gram pendampingan dan subsidi berakhir pada ta-hun 2005, pihak pondok pesantren kemudian ber-inisiatif membentuk KBM. “Prinsip kami, transferteknologi harus dapat diwujudkan dalam bentukyang nyata dan memberi efek positif pada pember-dayaan masyarakat,” ujar Mustofa, sekretaris TC.

KBM memiliki anggota 18-25 orang per kelom-pok, dengan model pemberdayaan yang terfokuspada aktivitas ekonomi sehari-hari masyarakat Pa-belan. “Kami sengaja tidak membuat program yanganeh-aneh, namun hanya menguatkan apa yangbiasa mereka kerjakan dengan tambahan penge-tahuan lewat internet dan perbaikan manajemen,”imbuh Mustofa.

Upaya ini ternyata mendapat sambutan hangat

>>Telecenter merupakan pusatinformasi dan kegiatan ma-syarakat berbasis internet.Melalui telecenter masyarakatdapat mengakses informasi,berkomunikasi dan menda-patkan layanan sosial sertaekonomi dengan mengguna-kan sarana teknologi infor-masi dan komunikasi.Telecenter dinilai dapat mem-berikan multi efek baik seba-gai pusat untuk mengaksesinformasi yang diinginkanmasyarakat, juga dapat di-gunakan sebagai penyeleng-garaan pendidikan atau pela-tihan komputer internet, baha-sa inggris atau kebutuhan lain-nya sesuai kebutuhan ma-syarakat.

dari warga. Antusiasme untuk menggunakan inter-net di TC pun melonjak drastis. “Warga yang semulaenggan berinternet, akhirnya berduyun-duyun da-tang ke TC untuk belajar pertanian dan peternak-an,” kata Darul, tenaga operasional e-Pabelan.

Hidup dari BinaanImbas antusiasme warga memanfaatkan inter-

net terhadap geliat perekonomian warga ternyatasangat positif. Dari 10 KBM yang ada, tujuh di anta-ranya sukses dan terus menyumbang pendapatanbagi warga setempat. Kelompok semangka misal-nya, setelah mempelajari cara bertanam dan me-masarkan semangka lewat internet, pendapat-annya langsung melonjak 150%. “Sekarang tiapbulan mereka bisamenyumbang Rp3juta ke TC. Janganlupa, itu baru 10%dari pendapatanmereka lo,” imbuhDarul.

Demikian pula ke-lompok lele, padi or-ganik dan tanamanhias, setahun sete-lah berdiri langsungmenuai laba. “Harusdiakui ada juga yanggagal, namun keba-nyakan karena ken-dala teknis. Sepertiyang dialami kelom-pok belimbing, me-reka gagal karenasuhu di Pabelan ter-nyata tidak cocok untuk tanaman belimbing. Jugakelompok belut, gagal karena media pembiak-anbelut belum matang sempurna, bibit sudahdimasukkan, akhirnya mati,” katanya.

Darul sangat bersyukur, sebab meski dana dariBappenas dan UNDP sudah distop, TC masih bisaberoperasi dengan dukungan dana dari KBM. “Ba-nyak lo TC di daerah lain yang semaput (pingsan—Red), begitu bantuan dananya dihentikan. Kamimalah sebaliknya, dalam waktu dekat akan menam-bah komputer dua unit lagi,” imbuhnya.

Jika tak ada aral melintang, ke depan TC jugaakan membuka kursus desain web, jaringan kom-puter dan perakitan perangkat keras komputer.Selain itu juga berencana membuat KBM-KBM baru,diversifikasi dari KBM yang telah ada.

Namun ia mengharapkan bantuan pelatihan daripemerintah pusat, karena SDM yang ada kebanyak-an orang lama dan regenerasi tenaga ahli teknologiinformasi di Pabelan sangat lamban. “Saat ini kamisangat membutuhkan bantuan pelatihan untukpengembangan sumber daya manusia khususnyadi bidang teknologi informasi. Sebentar lagi kamiyang sudah mengabdi lima tahun lebih ini akanberistirahat. Butuh tenaga-tenaga baru yang lebihsegar dan produktif,” katanya.

([email protected])

Kisah Sang "Daragati"Sore itu adalah hari kedua setelah Menteri Ko-

munikasi dan Informatika Prof. Dr. Ir. MohammadNUH, DEA meresmikan Telecenter Daragati yangterletak di pinggir Kota Malang. Aktivitas telecenteritu tak seramai hari sebelumnya. Hanya ada duaorang pengguna kom-puter dan tiga orangpengelola telecenter.

"Baru saja ada pelatihan untuk anggota karangtaruna," kata Hadi, salah seorang relawan tele-center sambil berbenah beberapa buku panduan.

Maklum, Tekecenter Daragati memang baruberbilang minggu usianya. Sekalipun fasilitas ge-dung didesain bagus berlantai dua dengan banyakkios untuk display produk pertanian dan kerajinanwarga setempat, namun belum semua terisi. "Kitasedang mencari celah untuk bisa mengajak masya-rakat sekitar secara rutin memanfaatkan fasilitasini," ungkap Hadi.

Di hari-hari biasa, telecenter yang difasilitasi olehPKK Kota Malang dan Pemprov Jawa Timur ini me-mang belum seramai warnet di tengah kota, "Tapikadang ada banyak juga anak-anak sekolah yangmemanfaatkan karena gratis," lanjut Hadi.

Animo anak-anak memang besar, namun gunamemastikan keterlibatan petani setempat, akhirnyapengelola Telecenter mengambil kebijakan memu-ngut uang dari para pengguna, "Anak-anak sekolahitu kalau tidak dibatasi dengan cara membayar bisasampai berjam-jam di sini, terus kapan telecenterini akan dimanfaatkan oleh para orang tua danibu-ibu yang tinggal di sekitar sini," kata PideksoAdi, manajer telecenter.

Sinergi Instansi PemerintahBerkaca dari keberhasilan beberapa telecenter

di kawasan lain, Pidekso optimis Daragati akanmampu mengembangkan ekonomi masyarakat disekitar telecenter. "Tak hanya itu, kita juga akanjadikan telecenter ini pusat belajar bagi masyara-kat," ungkapnya.

Namun Pak Pi, sapaan akrabnya, menyatakanmemang semua itu tak mudah. Tetapi kita jugaharus optimis, apalagi Daragati ini didukung penuhPemerintah Kota. Bahkan dalam tiga tahun ke de-pan kita telah dijanjikan modal dalam bentukurunan masing-masing instansi. "Tentunya dengan

model penga-juan proposal dankerjasama sesuaidengan tugaspokok dan fungsimasing-masinginstansi," jelas Pi-dekso yang jugadosen di Univer-sitas Negeri Ma-lang ini.

Pendirian te-lecenter satu inimemang tergo-long unik. Ketikakelompok PKK secara proaktif mengembangkansebuah fasilitas teknologi informasi dan komunikasiuntuk masyarakat. "Ukuran keberhasilannya adalahapabila masyarakat setempat tak lagi gagap tekno-logi dan mampu mengoptimalkan fasilitas untukmeningkatkan ekonomi mereka," kata Pak Pisingkat tentang target ke depan telecenter ini.

([email protected])

Pemerintah daerah kian gencar memfasilitasi sentrainformasi untuk masyarakatnya. Meski bentuknya beragam,tujuannya sama: membangun masyarakat melek teknologi

dan meningkatkan perekonomian daerah.

Daragati

foto

: bf

foto

:gun

Page 4: komunika 16 2007

4

www.bipnewsroom.info/komunikaemail: [email protected] Edisi 16/Tahun III/Agustus 2007

Cikal Bakal "Desa Online"?

Simalakama Situs go.id.

Tak banyak desa yang me-miliki situs resmi. Atau bahkanberekstensi domain go.id. Na-mun ada satu desa yang men-coba berani untuk memamer-kan potensi yang ada di duniamaya dan mengatasnamakansebagai domain resmi Peme-rintah Indonesia.

Desa Sindanglaya, terletakdi kawasan puncak Jawa Barat.Sebuah kawasan yang meru-pakan tujuan wisata setiapakhir minggu. Desa Sindanglayajuga merupakan pintu gerbangbagian utara dari KabupatenCianjur. Tak heran, jika desa inijuga selalu dipenuhi pengun-jung yang ingin berlibur menik-mati keindahan alam puncak.

Ramainya pengunjung ke-tika musim liburan dan potensikeindahan alam daerah Puncakdan Cipanas mendorongpemuda yang berkantor di

kantor desa Sindanglaya untuk membangun situsdesanya.

“Selain untuk menginformasikan potensi alam,kita ingin masyarakat sadar bahwa desa pun me-miliki fungsi dan posisi strategis”, ungkap Usep Sur-yatna MP, Sekretaris Desa Sindanglaya, KecamatanCipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Situs Swadaya MasyarakatSitus Desa Sindanglaya yang beralamt di

www.sindanglaya.go.id di-launching tahun 2004,"tepatnya bulan Juli”, ungkap Usep bangga. Situsini merupakan upaya segelintir masyarakat Sin-danglaya untuk memperkenalkan potensi wilayahke komunitas internasional.

"Gagasan awalnya sih simple aja, kita hanyaingin menampilkan gambaran global desa kita, kedepannya baru kita ingin buat database desa kita”,jelas Usep.

Situs desa ini memang merupakan awal darigerakan desa online yang akan menjadi databaseyang bisa diakses siapapun, dimana pun dan kapanpun tanpa harus datang ke kantor desa, "sehinggasiapapun yang butuh informasi terkini entah darikecamatan, kabupaten, provinsi atau bahkan siapapun bisa langsung mendapatkan," terang Usep.

Situs ini sejak awal dikelola sendiri. Mulai aplikasidan segalanya dikembangkan oleh tim inti terdiri

dari 3 orang dan 2 tenaga luar yang juga meru-pakan warga Sindanglaya. Tim ini tidak secara khu-sus mendapat bimbingan dan arahan dari peme-rintah pusat. "Mereka hanya menyadari bahwafungsi posisi desa itu sangat vital, sayangnya kurangmendapat tanggapan/perhatian dari pemerintah,"kata Usep.

Bukan Tanpa KendalaUntuk mendaftarkan sindanglaya.go.id awalnya

menemukan beberapa kendala, bahkan kendalaini masih menjadi hambatan berkembangnya situstersebut. "Kebijakan pemerintah setidaknya ting-kat kabupaten saat ini belum bisa mendukung pe-ngembangan IT, hal ini terkait masalah alokasi pe-ngembangan situs," jelas Usep.

Saat membangun situs ini, tambah Usep, eks-tension go.id sendiri hanya diperbolehkan minimaluntuk setingkat kabupaten. “Perjuangan men-dapatkan go.id ini sangat unik, waktu kita pertamakali menayangkan situs kita 2004, tahun 2005 ki-ta mendapat pemberitahuan by email dari Dep-kominfo, menyatakan bahwa sebetulnya eksten-sion go.id itu hanya diperuntukan sampai Pemkotatau Pemkab, tapi ternyata desa pun bisa lolosjuga”, kenang Usep sambil tertawa.

Sekalipun demikian Usep tetap yakin denganpilihan desanya untuk online. Sebab selama ini,menurut Usep pemerintah pusat cenderungmenganggap bahwa pemerintahan desa itu kon-vensional, sehingga SDM-nya dirasa cukup dengantingkat pendidikan yang rendah. “Padahal kita me-miliki SDM berkualitas, dan kita mampu kok mem-prakarsai desa online, dan saya yakin semua desadi Cipanas ini nantinya bisa di online kan juga”, te-gas Usep yakin.

TransparansiTujuan awal desa online sebetulnya ingin me-

miliki data yang akurat yang bisa bermanfaat, bukansaja untuk pemerintah tapi juga untuk masyarakatsecara keseluruhan termasuk juga lembagapendidikan, kajian ilmiah, dan lain-lain. Karena itu,jangan heran ketika informasi yang terdapat di situsini kebanyakan masih bersifat statis.

Diakui Usep, pengolahan situs yang dinamisapalagi dengan support database lengkap selainmembutuhkan data yang cukup ba-nyak juga SDMberkualitas. “Jadi harap dimaklumi karena keterba-tasan yang ada, situs ini masih statis”, kata Usepsembari menjelaskan bahwa tidak ada alokasi danakhusus untuk pengelolaan situs ini. Dana pun di-dapat dari penyisihan leges warga yang mengurus

surat ke kantor desa.Tetapi upaya untuk mengungkap transparansi

dan kondisi nyata Desa Sindanglaya patut diacungijempol. "Ke depan situs ini akan menampilkan datasebenarnya dari desa. Kantor desa Sindanglaya ti-dak akan menutupi. Kalo angka kemiskinan tinggi,ya kita akan menampilkan data sebenarnya, iniyang akan menjadi info unggulan situs kita”, jelasUsep.

Cikal Bakal Sistem Database TerpaduGagasan desa online merupakan gagasan yang

tidak bisa dianggap main-main."Apalagi ini jikapemerintahan desa dan pemerintah di atasnyamemiliki suatu sistem, di-mana pelaporan tidakdilakukan secara manual lagi”, tambah Usep.

Bisa dibayangkan ketika laporan mengenai datakependudukan selalu ter-up-date secara rutin. Jikadatabase yang sudah lengkap, sistem pelaporanke tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi dapatdilakukan secara online.

"Seperti yang sudah-sudah kita di desa selalukesulitan untuk selalu melakukan up-date data ter-baru. Up-date dilakukan hanya ketika ada ke-pentingan saja, ini yang terkadang mengakibatkanpendataan berulang”, jelas Usep.

Tim inti sudah sejak tahun 2006 mencobamembuat aplikasi database kependudukan, aparatkantor desa bekerja sama dengan warga desayang punya kepedulian terhadap program ini. Se-kalipun sampai sekarang database masih terbatas.“Kita mencoba menyusun database itu, harapansaya suatu saat database ini dapat dimanfaatkanefektif,” kata Usep.

Jika suatu saat ada sensus maka Usep berharappemerintah tidak mengalami kesulitan lagi, "Nah,ketika ada program pemerintah menyangkutkatakanlah subsidi BBM atau BLT data sudah ter-sedia, paling tinggal melakukan verifikasi saja,pengecekan ke lapangan, betul tidak warga inibelum berubah statusnya," katanya.

Hingga saat ini warga Sindanglaya boleh ber-bangga, karena dari 7 desa di Kecamatan Cipanas,hanya desa ini saja yang berani memulai situs sen-diri. “Bahkan dari seluruh kabupaten, hanya desaSindanglaya saja yang memiliki situs”, ungkap TeguhWibowo, Camat Cipanas.

"Desa online" Sindanglaya ini memang barusampai tingkat prakarsa, mencoba memulai sesuatuyang baru, belum sampai pada pengembanganpelayanan online dan dapat diakses siapa punsekalipun warganya sedang berada di luar negeri.

([email protected])

Sudah sebulan in seo-rang mahasiswa Indonesia di

Australia mengeluh, "Saya sulitmengakses situs go.id (situs resmi

pemerintah--Red)," katanya via e-mail.Padahal menurut, mahasiswa ini banyaksekali bahan-bahan kasus kuliah yang bisadiambil dari situs resmi pemerintah.

Keberadaan website sebagai pe-layanan informasi dan interaksi online dikalangan pemerintah seolah menjadi halyang tak terpisahkan dari kegiatan kehu-masan atau pengembangan teknologi in-formasi dan komunikasi di seluruh instansipemerintah.

Kehadiran Inpres No 3/2003 tentangkebijakan dan strategi nasional pengem-

bangan e-government menjadi satu titik pentingmenjamurnya situs resmi institusi pemerintah. Man-faatnya pun terbilang banyak, sebut saja denganketersediaan informasi yang up-to-date menja-dikan pemerintah tahu kebutuhan stakeholder-nya dan menjadi lebih terbuka dalam setiap pe-layanan yang dilakukan.

Belum Dikelola OptimalNamun pada kenyataanya, beberapa website

instansi pemerintah belum secara optimal menye-diakan pelayanan. Sebagian lainnya malah tidakaktif sama sekali.

Hasil pemantauan Departemen Komunikasidan Informatika menunjukkan bahwa ada 267website milik instansi pemerintah yang terus dike-lola secara aktif dan 132 website yang tidak lagidikelola secara aktif.

Secara khusus, Direktur E-Government DitjenAplikasi Telematika Depkominfo, Ir. Djoko Agung,melihat hal ini dipengaruhi banyak sebab, "Misalnya,website tersebut tidak aktif karena adanya per-ubahan struktur organisasi pemerintahan yangmengakibatkan ditutup atau dileburnya suatu ins-tansi bisa menjadi satu," kata Djoko.

Penyebab lainnya, lanjut Djoko, adalah belumsiapnya instansi pemerintah tersebut di dalam me-ngelola website akibat keterbatasan sumber dayamanusia (SDM) maupun anggaran. "Pada tahappembangunan website, banyak instansi yang di-bantu pihak konsultan. Setelah kontrak pemba-

>>Desa Sindanglaya merupakansatu-satunya desa yangmengelola situs go.id. Arahpengembangannya adalahterbentuknya database desasebagai salah satu upayamenuju pelayanan onlinedengan membentuk sistemonline antar perangkatpemerintahan.

>>

ngunannya selesai, barulah muncul permasalahanpembiayaan atau penganggaran," ungkapnya.

Interkoneksi LambatKisah di awal tulisan ini mungkin bukan yang

pertama kali ditemukan. Hal ini menurut Sylvia WSumarlin, Ketua Asosiasia Penyedia Jasa InternetIndonesia, disebabkan masih adanya ketimpanganbandwith server. "Sehingga menyebabkan ke-lambatan akses jika situs dengan inisial domain indo-nesia di buka di luar negeri, tak hanya terjadi disitus pemerintah saja, tapi juga situs yang lain,"kata perempuan berkacamata ini di sela diskusi In-ternet Governance beberapa waktu silam.

Saat ini semua lalu lintas internet asal Indonesiasemua terakumulasi dalam dua titik yang terpusatdi Jakarta. Sementara untuk koneksi ke luar negeriharus melalui Hongkong, yang pernah kolaps gara-gara kabel serat optiknya putus akibat gempa be-berapa waktu lalu dan membuat internet di Indo-nesia mati suri beberapa waktu.

"Karena itu kita sedang upayakan untuk mem-buat koneksi langsung ke luar negeri tanpa melaluiHongkong, sehingga kita punya Indonesia InterneteXchange yang langsung terkoneksi keluar," imbuhSylvia.

Tentunya ini pekerjaan besar karena menuntutkesiapan banyak pihak, termasuk instansi peme-rintah untuk menyiapkan konten yang berkualitas.Agar nanti jika lansung terhubung tak ada lagi datayang sudah berusia uzur. ([email protected])

Usep Suryatna MPSekdes Desa Sindanglaya,

Jawa Barat

foto

: d

w

Departemen Kominfo pun te-lah mengeluarkan Peraturan Men-teri tentang penggunaan nama do-main go.id untuk website lembagapenyelenggara negara. Peraturanini telah mempertimbangkan aspekketeraturan hierarki organisasi,konsistensi penyingkatan, dansebagainya

foto

: ne

t

Page 5: komunika 16 2007

5

www.bipnewsroom.info/komunikaemail: [email protected] 16/Tahun III/Agustus 2007

Tak Mudah Wujudkan Desa DigitalAgak sulit mencari keberadaan desa Nyatnyono. Kendati letaknya hanya sekitar tiga km darijalur jalan raya Semarang-Yogya, akan tetapi me-dannya berbukit dengan jalan berliku. Desa yangtermasuk dalam wilayah Kecamatan Ungaran Ba-rat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah ini, padaawal 2006 sempat dikenal publik sebagai Desa Digi-tal. Namun sayang, kini bekas-bekas “kedigitalan”itu nyaris tak tampak lagi.

Sepintas tak ada beda antara desa biasa de-ngan desa yang berpredikat Desa Digital ini. Taktampak aktivitas informasi-komunikasi mencolok.Tak ada tiang telepon menjulang, juga tak tampakwarnet atau wartel di sudut-sudut desa. Semuatampak normal-normal saja. KomunikA sempatragu, jangan-jangan salah alamat. Tapi setelahmampir di rumah sekretaris desa (sekdes), kera-guan itu pun sirna.

“Benar Mas, pada tahun 2005-2006 desaNyatnyono memang pernah mendapat julukan De-sa Digital,” kata Muhazi, sekretaris Desa Nyatnyo-no, saat ditemui KomunikA di rumahnya.

Dikatakan Muhazi, saat itu desanya menerimabantuan dua unit komputer, lengkap dengan mo-dem dan antena parabola kecil dari pemerintahProvinsi Jawa Tengah. Barang berteknologi tinggiitu diperoleh dari hasil kerjasama dengan salah satuperusahaan operator telepon seluler. Oleh pemberibantuan, diwanti-wanti agar dipergunakan untukmembuka warung internet (warnet) yang konek-sinya langsung melalui satelit.

“Saat peresmian, pihak kabupaten yang diwa-kili Kepala Dinas Pariwisata Prov Jateng saat itu,Drs. Purwadi, menyatakan bahwa keberadaan war-net akan membantu ketersediaan informasi dankelancaran komunikasi, sehingga dapat membantumeningkatkan perekonomian masyarakat,” ujarsekdes yang di desanya disebut Pak Carik ini.

Ditambahkan, saat uji coba sempat diadakanteleconference dengan kelompok tani di kabupa-ten lain, dan berjalan lancar. Muhazi, kepala desa,dan perangkat desa Nyatnyono lainnya, dengandibimbing seorang petugas dari kabupaten, jugasempat mengakses beberapa situs teknologi tepatguna. Dan sebagai orang desa, ia mengaku takjubdengan internet yang menurutnya di dalamnyaapa saja tersedia. “Hebat juga dari desa ini bisamelihat seisi dunia,” katanya polos.

Tentu saja bukan hanya Pak Carik yang kagum,kedatangan teknologi baru nan canggih itu jugamembawa harapan tinggi di kalangan masyarakat.Salah satunya adalah Hamid, Ketua LKMD DesaNyatnyono. Ia menyatakan sangat antusias de-ngan program Desa Digital yang disebutnya bisamembuat masyarakat tahu banyak tentang halyang banyak.

Maklum, menurutnya, informasi dan komunikasi

di desa itu pada tahun 2005 memang masih jadibarang mahal. Peredaran koran belum menjangkauhingga Nyatnyono. Warga umumnya hanya men-dengar informasi melalui radio dan televisi. Teleponjuga belum masuk ke desa itu. “Karena itu, sayamendukung sekali keberadaan internet satelit. Sa-ya berharap bisa dijadikan sarana yang mudah danmurah bagi warga yang memerlukan informasi,”kata Hamid yang saat ditemui KomunikA sedangmengawasi renovasi Kantor Desa Nyatnyono.

Menurut pria berkumis tebal ini, nama programDesa Digital memang terkesan agak terlalu tinggi.“Terlalu canggih lah disebut Desa Digital, wongperalatannya saja hanya dua unit. Kalau seluruhwarga sini menggunakan internet, itu baru tepatdisebut Desa Digital,” kilahnya.

Toh demikian ia menganggap program yangdisebutnya sebagai ‘internetisasi’ itu sangat baik.“Ini kan abad informasi, jadi program internetisasisudah tepat. Sudah masanya masyarakat melekinternet. Meskipun efek negatif internet tetap ada,tapi kalau dimanfaatkan secara benar, banyak sisipositif yang bisa diambil,” imbuhnya.

Kurang SosialisasiSayang seribu kali sayang, baru dua bulan dibu-

ka, warung internet yang ditempatkan di rumahPak Carik sudah dirundung masalah. Apalagi ma-salahnya kalau bukan masalah fulus atau biaya. Se-jak dibuka, tak seorang pun memanfaatkan alatcanggih itu. Alasannya, mereka keberatan karenaharus membayar, meskipun sudah dijelaskan berkali-kali bahwa uang yang mereka bayar akan masukke kas pembangunan desa.

Berdasarkan nota kesepahaman dengan pem-beri bantuan, pengguna warnet memang ditarikbayaran sebesar Rp2.500 per jam. “Sangat murahbila dibanding warnet yang ada di Ungaran atauSemarang,” kata Muhazi yang juga bertindak seba-gai pengelola warnet.

Toh harga miring tetap membuat warga berge-ming. Dari hari ke hari warnet tetap saja sepi pe-ngunjung. “Maka ketika pihak pemberi bantuanmengecek pendapatan warnet, mereka terkejutkarena tak ada duit masuk barang seperakpun,”ujar Muhazi.

Mengapa warga tak mau datang ke warnet?Nurokhim, salah seorang warga menyatakan bahwasosialisasi tentang program Desa Digital dan ke-beradaan warnet sangat minim. “Jangankan wargayang jauh, saya yang tetangga Pak Carik saja tidaktahu bahwa ada internet yang bisa dipakai wargadesa dengan harga murah,” tuturnya.

Seharusnya, menurut lelaki yang berprofesi se-bagai tukang batu ini, sebelum program Desa Digi-tal dilaksanakan, jauh-jauh hari harus ada penjelas-an terlebih dulu tentang program itu. “Masyarakat

desa berbeda dengan masyarakat kotayang kebanyakan sudah akrab internet.Di sini jangankan memegang, dengar na-manya saja mungkin belum pernah,” ka-tanya.

Hal senada diungkapkan Hamid. Ia bi-lang orang Nyatnyono tidak mau ber-in-ternet-ria karena memang rata-rata tidakbisa mengoperasikannya. Mestinya, sebe-lumnya harus ada pelatihan kepada wargatentang bagaimana mengoperasikan in-ternet. “Tapi yang ini tidak, langsung ber-operasi, jadi ya banyak yang kaget. Sema-cam culture shock (kejutan budaya—Red), begitulah,” cetus alumnus FISIP Uni-versitas Gadjah Mada ini.

Ia juga menengarai ada beberapawarga yang menolak karena menganggapinternet adalah biang maksiat. “Padahalmau mengakses yang maksiat atau yangbermanfaat kan tergantung kita. Ini yangtidak dijelaskan secara tuntas kepadawarga.”

Diakuinya, harapan terwujudnya DesaNyatnyono sebagai Desa Digital kian harikian meredup. Sama dengan yang disam-paikan Carik Muhazi. “Saya pesimistis program inibisa berhasil, apalagi sekarang peralatannya sudahditarik oleh pemberi bantuan, katanya dipindahke sebuah desa di kawasan Bandungan Ambara-wa,” imbuh Muhazi.

Tapi, ada satu hal menarik yang disampaikanMuhazi, bahwa kegagalan program Desa Digital bu-kan semata-mata karena kurangnya sosialisasi dankendala biaya. “Ada faktor lain yang sangat berpe-ngaruh yakni makin meluasnya penggunaan HP(telepon seluler—Red) di kalangan masyarakatNyatnyono. Tahun 2006 adalah booming wargaNyatnyono mulai menggunakan HP . Sekarang An-da lihat sendiri, di sini anak-anak kecil saja pe-gangannya HP. Komunikasi antarwarga sudah makinmudah dengan HP yang beberapa di antaranyabisa internetan juga. Mungkin mereka berpikir, buatapa susah-susah ke rumah Pak Carik hanya untukbuka internet, harus bayar lagi, mending pakai HP,”tuturnya.

Dalam tiupan segar angin lereng Gunung Unga-ran, tepat di Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RIke 62, KomunikA meninggalkan Desa Nyatnyono.Benar kata Pak Carik, sepanjang jalan KomunikAmelihat banyak orangtua, remaja, bahkan anak-anak berseragam putih-biru, menggenggam te-lepon seluler. Revolusi teknologi komunikasi ter-nyata telah membuat pola komunikasi warga‘meloncat’ amat cepat. Jadi, sebenarnya, ProgramDesa Digital itu gagal, atau justru berhasil denganmodus operandi berbeda?([email protected])

foto

: gu

nMuhaziSekdes Desa Nyatnyono

Indonesia sebagai negara kepulauan, memilikisekitar 17 ribu lebih pulau (6 ribu pulau berpen-duduk) yang tersebar dalam area geografis1.919.440 km².

Di satu sisi kondisi ini merupakan suatu keun-tungan yang besar bagi bangsa kita karena memilikisumber daya yang besar, baik secara demografismaupun geografis. Jumlah pulau yang tersebarbegitu banyak justru menjadi hambatan dalamproses pembangunan dan pengembangantelekomunikasi.

Sampai saat ini terdapat sekitar 43 ribu desaatau 65% desa yang belum terjangkau olehjaringan telepon. Aspek tingginya biaya menjadisalah satu faktor penting sulitnya pembangunandan pengem-bangan infrastuktur telekomunikashingga ke pelosok negeri, sehingga fokus pem-bangunan lebih banyak dititikberatkan padawilayah-wilayah yang memiliki nilai ekonomis yangtinggi seperti pulau Jawa dan sebagian Sumatra.

Selain itu, ada sejumlah masalah yang masihmengganjal dalam mengembangkan telekomuni-kasi di Indonesia. Tetapi yang paling menonjoladalah banyaknya kegiatan atau program yangterkait dengan teknologi informasi dan komunikasiyang tersebar di berbagai instansi pemerintah,sehingga tidak adanya perencanaan yang sinergisdalam mendorong terwujudnya masyarakat

informasi.Namun demikian yang terjadi adalah kurangnya

koordinasi yang efektif di antara instansi pemerintahdalam mengembangkan serta mengarahkan pem-bangunan bidang TIK di Indonesia. Oleh karenaitu diperlukan konsolidasi nasional dalam menen-tukan arah pembangunan TIK serta langkah-lang-kah strategis yang diperlukan untuk mewujudkanmasyarakat berbasis ilmu pengetahuan.

Sumpah PalapaSebut saja, Program USO atau Kewajiban Kon-

tribusi Pelayanan Universal Telekomunikasi yangmerupakan penyediaan akses dan layanan tele-komunikasi di daerah terpencil, perintisan, ataudaerah perbatasan.

Sumber pendanaan pokok berasal dari kontri-busi 0,75% dari annual gross revenue seluruh pe-nyelenggara telekomunikasi. Diharapkan dari pro-gram ini pada tahun 2010 seluruh desa di Indonesiatelah memiliki minimal 1 (satu) jalur telepon. Se-dangkan tahun 2015 ditargetkan 50% (lima puluhpersen) desa di seluruh Indonesia sudah bisamengakses internet.

Terkait juga dengan pengembangan jaringaninfrastruktur telekomunikasi, pemerintah tengahmengusahakan untuk pembangunan jaringan seratoptik Palapa Ring sebagai tulang punggung

(backbone) bagi sis-tem telekomunikasi nasional.

Palapa Ring merupakan jaringan kabel bawahlaut berbentuk cincin terintegrasi yang memben-tang dari Sumatera Utara hingga Papua bagianbarat yang panjangnya sekitar 25.000 km.

Dengan terwujudnya jaringan serat optik Pa-lapa Ring, maka aliran komunikasi dan informasiakan semakin tersebar merata ke seluruh wilayahIndonesia.

Terobosan luar biasa ini akan membuka ham-batan informasi (information barrier) di daerah In-donesia timur yang diharapkan mampu memacupertumbuhan perekonomian di daerah tersebut.

([email protected])

Ribuan Desa disatukan "Sumpah Palapa"ilu

stra

si:

pos

tel,d

tikn

Page 6: komunika 16 2007

Telekomunikasi telah menjadi komoditas bernilai tinggi.Globalisasi ekonomi menempatkan industri ini sebagai ko-moditas yang tak bisa terpisahkan dari keseharian masyarakatmodern saat ini.

Dengan karakteristiknya yang menghilangkan batas-batasregional, saat ini banyak negara yang tiba-tiba muncul diperekonomian dunia sebagai kekuatan baru. Dengan meng-gunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagaipemicunya, dunia telekomunikasi seolah menggantikan sektorindustri konvensional yang ada.

Di kawasan Asia, negara Cina, India, dan Korea mampumeningkatkan pendapatan di sektor TIK sebesar lebih dari100 persen setiap 5 tahun selama 10 tahun terakhir. DiIndonesia, arah perkembangan industri dan bisnis tele-komunikasi juga mengikuti tren dunia.

Buah Manis Perkembangan TeknologiPembangunan teknologi informasi secara luas baru dimulai

sejak tahun 1994. Padahal saat ini, dari sisi teknologi, terjadiperubahan yang fundamental ke arah konvergensi yangmenggabungkan sekat-sekat sektoral antara informasi dantelekomunikasi. Dengan konvergensi misalnya, siaran radiodan televisi tidak lagi menjadi domain penyelenggara ataulembaga penyiaran, tetapi juga menjadi ranah penyedia jasatelekomunikasi.

Langkah menuju konvergensi saat ini mulai tampak ditem-puh penyedia jaringan dan jasa telekomunikasi yang ber-operasi di Indonesia. Produk jasa konvergensi pun sudahmulai memasuki tahap komersialisasi.

Bukan tidak mungkin di masa mendatang, sektortelekomunikasi akan menjadi sektor unggulan di Indonesia.Terlebih Indonesia merupakan negara dengan ribuan pulauyang menyulitkan diseminasi informasi dengan cepat jikamenggunakan komunikasi secara konvensional.

Di sini lah sebenarnya keberadaan telekomunikais menjadipenting. Memainkan peranan untuk menghilangkan peng-halang geografis dan mendukung pemerataan pembangunandi setiap daerah.

Kesenjangan DigitalNamun harus disadari bahwa kehadiran teknologi informasi

di Indonesia seakan-akan terjadi serentak. Secara nyata,hampir sebagian besar masyarakat Indonesia belum sepenuh-nya sadar akan teknologi informasi sehingga mengakibat-kan apa yang disebut sebagai fenomena digital divide, kesen-jangan digital.

Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih hidupdalam alam agraris, bahkan pra agraris. Sekalipun demikainada pula yang masih hidup dalam masyarakat industri, dan

mungkin hanya segelintir orang yang sadar akan teknologi informasi.Akses untuk telekomunikasi masih merupakan kenyataan yang jauh

bagi sebagian besar orang. Negara-negara bagian selatan, khususnya didaerah pedesaan, secara nyata tertinggal jauh dari revolusi informasi,ditandai dengan tidak adanya infrastuktur dasar, biaya yang tinggi untukpengadaan telekomunikasi, ketidaktahuan mengenai telekomunikasi,dominasi dari penggunaan bahasa Inggris pada konten di internet, sertakurangnya demonstrasi keuntungan telekomunikasi untuk menjawabtantangan pembangunan level bawah. Hal itu juga dialami olehIndonesia.

Fakta yang ada memang tidak bisa dibantah. Persentase penetrasiinternet baru mencapai 8,7% atau sekitar 20 juta pengguna, dan jumlahwarnet baru mencapai angka 7.602 (AWARI, 2007) dengan 70% (tujuhpuluh persen) dari jumlah seluruh pengguna internet di Indonesia masihdidominasi oleh daerah Jakarta dan sekitarnya.

Investasi di sektor telekomunikasi di Indonesia berkisar pada Rp 50trilyun/tahun di mana industri dan jasa domestik hanya berkontribusisebesar 2%. Selain itu, perkembangan pembangunan infrastruktur tele-komunikasi di Indonesia masih jauh dari memadai. Jumlah sambungantelepon tetap saat ini baru 8,7 juta penduduk atau tingkat teledensitaskurang dari 4 persen.

Kendala InfrastrukturPersoalan ketesediaan infrastruktur memang menjadi kendala

tersendiri. Dan menjadi penyumbang bagi terjadinya kesenjangan digitaldi tanah air. Padahal, sebelum memasuki kawasan elektronik, terlebihdulu faktor infrastruktur harus dikedepankan.

Hal senada dikatakan Agus B. Tjahyono, asisstant vice presidentmarketing, Head of Fixed Satellite Service Division Pasifik Satelit Nusantara(PSN). Menurut Agus, infrastruktur di Indonesia memang belum merata.“Kalau kita lihat di kota, pilihan infrastrukturnya banyak sekali, sedangkandi desa masih ada sekitar 43 ribu desa yang belum ada telepon,” kataAgus. Untuk itu Agus menekankan perlunya percepatan agar infrastruk-tur bisa merata.

Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi.Kegiatan sektor transportasi merupakan tulang punggung pola distribusibaik barang maupun penumpang. Infrastruktur lainnya seperti kelistrikandan telekomunikasi terkait dengan upaya modernisasi bangsa danpenyediaannya merupakan salah satu aspek terpenting untukmeningkatkan produktivitas sektor produksi.

Pemerintah pun telah menargetkan jumlah sambungan telepon per100 penduduk sebesar 13% pada tahun 2009. Hal itu berkebalikan de-ngan penetrasi telepon seluler yang telah mencapai 22,8%. Sampai sa-at ini terdapat sekitar 43 ribu desa atau 65% desa yang belum terjangkauoleh jaringan telepon.

Karena itu, hingga kini pemanfaatan TIK dan sarana telekomunikasiuntuk pemberdayaan masyarakat perdesaan masih belum maksimal,terutama pemberdayaan yang bersifat bottom-up yang berakar padakebutuhan masyarakat (demand driven). Padahal dengan strategi yang

Di usia yang ke 62 tahun, duniatelekomunikasi di Indonesia

berkembang cepat sekali. Namundemikian ternyata keberadaan

infrastruktur telekomunikasi masihbelum sepenuhnya bisa bisamenjangkau seluruh kawasan

Indonesia. Pemerintah pun tak tinggaldiam, menggandeng swasta dan

mengembangkan partisipasi komunitasuntuk mendukung kemudahan akses

bagi seluruh rakyat.

Seorang teman baru pertama kali datang ke Kupang, ibukotaNusa Tenggara Timur. Sesaat setelah melewati pintu keluarbandara ia menghidupkan kembali ponselnya yang dimatikansemasa perjalanan dengan pesawat. Betapa terkejutnya iamelihat sinyal bar dalam layar ponselnya tidak menunjukkantanda-tanda kehidupan sama sekali. "Pak di sini cuma adadua operator layanan seluler yang bisa," kata Sam, sangpenjemput singkat menimpali keheranan teman tadi.

Memang secara nyata tidak semua operator layananseluler bisa menjangkau seluruh kawasan Indonesia. namunbukan berarti tidak ada sebagaimana dinyatakan sang sopirtadi. Sebuah artikel di koran nasional pernah menyebutkanbahwa investasi fisik sebuah menara telekomunikasi bisamencapai Rp 1,5 milyar. Itu sudah termasuk denganpembebasan tanah yang biasanya mencapai Rp 600 juta.Ternyata tidak murah juga.

Pertimbangan feasibilitas dan investasi yang dikeluarkandengan revenue yang diperoleh membuat pengusaha akanberikir sekian kali untuk memperluas jangkauan usahanya.Karuan teman saya tadi panik. Pasalnya selama ini ia takbisa lepas dari dering telepon selulernya, entah untuk SMSatau telepon.

Potensi BesarSekarang mungkin tak bisa dipungkiri potensi luar Jawa

mulai dilirik. Kalimantan potensial dengan sumber alam utamaterbesar di Indonesia, minyak bumi, keluar dari bumi

Kalimantan Timur. NTT juga tidak lagi bisa dipandang sebelah mata.Sementara Papua tidak syak lagi merupakan negeri dengan mutiarayang masih terpendam yang kalau dieksploitasi akan memakmurkanwarganya.

Belum lagi pusat-pusat pengembangan yangsejak lama disebut sebagai Demamama (Denpasar,Mataram, Makassar, dan Manado) yang menjadipusat kegiatan pertumbuhan, tidak hanya tele-komunikasi, tetapi di segala aspek kehidupan.

Sekalipun kualitas Sumber Daya Manusia yangkita miliki diakui memang belum memadai. Dengantingkat Human Development Index di angka 108(World Bank, 2006) tingkat daya saing Indonesiarelatif rendah dibandingkan dengan negara-ne-gara yang dahulu berada di belakang Indonesia.

Kunci utama akselerasi percepatan pertum-buhan suatu bangsa terletak pada kualitassumber daya manusia. Sebagai contoh, untuktingkat buta huruf penduduk Indonesia, diper-kirakan mencapai angka di atas 8%, dimana angka buta huruf tertinggijustru terjadi di pulau Jawa (Depdiknas, 2007). Selain itu, rata-ratapartisipasi masyarakat dalam mengikuti pendidikan masih rendah.Terutama untuk 7-12 tahun dan 13-15 tahun hanya mencapai angka95,26% dan 82,09% bahkan untuk tingkat perguruan tinggi hanyamencapai angka 13% (BPS, 2006).

Kondisi tersebut ditambah pula dengan sarana/prasarana pendidikanyang tidak merata, baik antara wilayah kota dan desa atau wilayah

foto

: bf

foto

: gu

n

Page 7: komunika 16 2007

tepat, TIK memiliki potensi yang sangat besar untuk pembangunanmasyarakat di daerah terpencil.

Tingkatkan Akses dan Infrastruktur dengan USOAda dua pendekatan dalam meningkatkan akses bidang telekomu-

nikasi dan teknologi informasi. Pertama, menjadikan TIK sebagai sektorproduksi seperti Costa Rica. Negara ini menjadi tempat produksi sepertigadari chip Intel di seluruh dunia. Sejak saat itu, ekspor negara tersebutmelonjak sebesar 20%, suatu nilai yang tidak pernah tercapai sebelum-nya oleh komoditas utama mereka, kopi.

Kedua, menjadikan TIK sebagai pemicu pembangunan, seperti Ma-laysia. Malaysia membangun Multimedia Super Corridor (MSC) denganharapan menarik investor nasional dan internasional dan membuat spill-over effect pada sektor ekonomi yang lain. Salah satu hasilnya, Malaysiadapat meningkatkan pasar pengguna telekomunikasi sebesar 25% dalamwaktu 5 tahun.

Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel Gatot S. Dewa Broto,mengungkapkan memang sejauh ini ada 43 ribu dari 75 ribu desa yangbelum terakses fasilitas telekomunikasi. "Nah, sejak tahun 2003 lalu,guna mengatasi masalah itu, dana Universal Service Obligation (USO)atau kewajiban pelayanan universal, diambil dari APBN, yang masing-masing sebesar Rp 45 miliar. Bahkan mulai 2006 ada pungutan 0,75persen dari pendapatan operator untuk dana USO untuk mengem-bangkan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia.

Program Universal Service Obligation (USO) di daerah nonkomersialsejak tahun 2003 ditujukan untuk membangun fasilitas telekomunikasidi daerah-daerah yang secara ekonomi kurang menguntungkan terma-suk daerah perintisan, perbatasan, pedalaman, pinggiran dan terpencil.

Bukan cuma mengandalkan dana USO, Ditjen Postel juga mendorongoperator untuk membangun jaringan tidak semata-mata di wilayah yang“gemuk” saja. Mereka, kata Gatot, juga di-endorse agar mengembang-kan jaringan di wilayah-wilayah non ekonomis. “Tapi pemerintah tidakbisa memaksa, kita hanya meng-encourage saja kepada mereka.

Melirik Warnet dan WartelDepartemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) pun

menaruh harapan be-sar pada wa-rung internet( w a r n e t )yang menye-bar di seluruhpenjuru nu-santara. "Na-mun demikiand ibu tuhkanstrategi yangbaik untukmenghilang-

kan kesenjangan digital. Permasalahan di Indonesia adalahpulau-pulau yang mencapai 17.000 sehingga kesulitanmendapatkan akses informasi di daerah terpencil," Moedji-ono, Staf Ahli Menkominfo Bidang Hubungan Internasionaldan Kesenjangan Digital .

Dalam Diskusi Internet Governance di Indonesia &Pengembangan Warnet Sebagai ICT Centre pertengahanJuli lalu di Jakarta Moedjiono juga menjelaskan bahwa Dep-kominfo sedang memfokuskan pembangunan di wilayahTimur Indonesia. "Depkominfo saat ini memfokuskan untukmengembangkan jaringan teknologi komunikasi di Indo-nesia Bagian Timur. Salah satunya melalui konsorsium untukprogram Palapa Ring," ujarnya.

Ketua Presidium Awari Judith MS. mengakui juga po-tensi warnet bisa dijadikan ujung tombak untuk menga-tasi kesenjangan digital. Sebagaimana amanat WSIS yaknimeningkatkan penetrasi internet hingga 50 persen darijumlah penduduk pada 2015.

Tetapi, menurut Judith perkembangan warnet Indo-nesia masih mencemaskan. Pasalnya, ada kecenderunganjumlah warnet turun seiring banyaknya warnet yang tu-tup. "Warnet-warnet tutup karena mahalnya akses sertapengaruh adanya sweeping," jelasnya

Srijanto, anggota Asosiasi Pengusaha Wartel Indonesiamenambahkan wartel juga bisa merupakan garda terdepandalam hal peningkatan teledensitas. "Jika satu hari ada 100pelanggan. Nah dengan 126.885 wartel, akan ada 12 jutalebih orang lebih yang datang ke wartel. Teledensitas bisameningkat dari situ," demikian kalkulasi Srijanto.

Memang sebuah keniscayaan untuk memastikan kesi-apan dan kemampuan suatu bangsa untuk mengubah in-formasi menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi merupakanhal yang mutlak dimiliki. Agar bangsa ini bisa bersaing de-ngan bangsa lain yang telah maju lebih dahulu.

(yulius haflan/mth)

terpencil maupun antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagiantimur. Untuk tenaga pengajar saja, dari 2.692.217 guru di seluruhIndonesia, hanya 27% saja yang memenuhi syarat sertifikasi. Begitujuga dengan tingkat kelulusan UAN yang masih rendah serta rata-ratanilai UAN yang tergolong rendah juga.

Namun banyak pemain bisinis telekomunikasi melihat hal ini sebagaipotensi pasar yang tak bisa diabaikan. Dari total penduduk yang men-capai 240 juta jiwa, saat ini jumlah total pengguna telepon di Indonesiamencapai angka 85 juta lebih. Dan dalam waktu tiga tahun ke depan,

diperkirakan jumlah pengguna telepon di Indo-nesia mencapai setengah dari jumlah penduduk

Pertumbuhan TelekomunikasiDalam lima tahun terakhir, pertumbuhan bisnis

telekomunikasi sangat fenomenal. Sejak dibu-kanya perang tarif antaroperator, bisnis tele-komunikasi yang semula cenderung lelet, tiba-tiba saja penuh gairah. Impaknya positif. Per-tambahan jumlah pelanggan tiap operator, khu-susnya tiga besar (Telkomsel, Indosat, dan XL),pun sangat signifikan.

Bisa disebut, inilah periode emas, di manajumlah pelanggan mengalami kenaikan secaraeksponensial. Teledensitas telepon yang semulasulit beranjak dari angka di bawah 10 persen,kini sudah mampu melewati angka 30 persen.

Pemerintah pun sebenarnya telah melakukan sejumlah langkah stra-tegis yang mencakup kebijakan yang berkaitan dengan investasi infra-struktur telekomunikasi dan informatika di Indonesia yang memung-kinkan akses dan layanan yang semakin meluas dan merata.

Dalam konteks ini beberapa kebijakan pokok antara lain Pemerintahsegera menggelar Palapa Ring yang merupakan jaringan backbonefiber optic yang menghubungkan seluruh kabupaten/kota di Indonesia,lisensi layanan BWA untuk menyelesaikan masalah last mile, dan

menggelar USO untuk memungkinkan akses dan layanantelekomunikasi dan informatika di wilayah pedesaan danperintisan. Kebijakan ini mengikutsertakan swasta (public-private partnership) sebagai salah satu langkah untuk meng-atasi keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah saatini.

Sisi LainNamun demikian, pencapaian yang dialami oleh sektor

telekomunikasi di Indonesia, justru memunculkan kekha-watirkan. Di antara yang khawatir itu adalah Menteri Komu-nikasi dan Informatika (Menkominfo) Mohammad Nuh saatdi Bandung, Senin (30/7), Nuh yang juga pakar IT itu meng-ungkapkan rasa mirisnya terhadap perkembangan bisnis te-lekomunikasi di Indonesia.

”Bisnis telekomunikasi ini memang luar biasa per-kembangannya. Tapi, siapa yang menikmatinya? Orangasing, karena sebagian besar operator telekomunikasi diIndonesia dimiliki pihak asing dengan kapital besar. Sudahbegitu, pertumbuhan yang luar biasa itu juga belum diim-bangi dengan pemerataan akses dan alih teknologi. Yangterjadi malah kesenjangan teknologi dan digital,” kata Nuh.Padahal, menurut Nuh, perputaran uang dalam bisnis tele-komunikasi di Indonesia terhitung besar, antara Rp 50 – 60triliun per tahun.

Apa yang dikhawatirkan Pak Menteri memang sangatberalasan. Di balik berbagai gemerlap kemajuan di bisnistelekomunikasi dan informatika, ada persoalan serius yangjika dibiarkan bisa menyebabkan bangsa ini masuk paradoksteknologi: di satu pihak ada kelompok yang benar-benarmenikmati kemewahan teknologi, sementara di pihak lainmasih banyak orang yang hidup dalam zaman batu. Indi-kasinya kian terlihat jelas.

Pelaku bisnis telekomunikasi masih lebih mengutamakandaerah perkotaan ketimbang pedesaan. Orang kota pun

kian jauh meninggalkan orang desa. Pada gilirannya, sa-ngat mungkin, kesenjang teknologi dan digital bakal mem-pertajam kesenjangan sosial yang sekarang ini saja sudahmenganga lebar.

Kesenjangan digital memang dirasakan tidak saja da-lam kaitan paradoks kota besar dan kecil, kota dan desa,melainkan juga dalam suatu kota, terutama sejak peng-gunaan internet secara luas dan meningkatnya arus infor-masi yang sangat dominan, yang didukung platform tek-nologi dan sistem informasi. Kesenjangan digital juga ter-kait dengan kesetaraan memperoleh peluang.

"Kita sesungguhnya memang belum merdeka dan rasa-nya sulit dalam waktu dekat kita bisa benar-benar mer-deka, terbebas dari ketergantungan bangsa lain didalampenguasaan teknologi. Oleh karena itu, kemandirian dalambidang teknologi dan bidang-bidang yang lain masih sangatrelavan untuk selalu dikumandangkan," kata Menteri Ko-munikasi dan Informatika Moh. Nuh.

Kemandirian tersebut, bukan berarti tidak membu-tuhkan teknologi yang dikuasai oleh bangsa lain, tapi inisiatifdalam penguasaan, pengembangan dan penerapannyaberada di tangan bangsa sendiri.

Teman saya tadi mungkin bisa kehilangan sinyal teleponselulernya, karena layanan operator langganannya belummenjangkau kawasan ini. Namun ia bisa menggunakanlayanan operator lain, bahkan sepanjang lorong KotaKupang ia sangat mudah menemukan warungtelekomunikasi dan warung internet.

Sekalipun kesenjangan masih ada namun perlahan danpasti kita bersama akan menyaksikan bahwa perlahankesenjangan itu akan terkikis.

(berbagai sumber-uyung/mth)

foto

: bf

foto

: bf

,net

,d

Page 8: komunika 16 2007

8

www.bipnewsroom.info/komunikaemail: [email protected] Edisi 16/Tahun III/Agustus 2007

"Tahun Kebangkitan TeknologiInformasi Indonesia"

Indonesia mau tak mau harus mengikuti waktuyang berputar dan dunia yang berkembang.Memang masih banyak pekerjaan yang harus kitalakukan, mulai dari faktor budaya dan pola pikirmodern sampai kesenjangan digital yang menuntutuntuk dirunut.

Departemen Komunikasi dan Informatika (Dep-kominfo) sebagai institusi yang salah satunya ber-wenang menangani masalah Teknologi Informasi(TI) atau karib disebut Information and Commu-nication Technology (ICT) pun terus berbenah.

“Tahun depan bersamaan dengan momen se-ratus tahun kebangkitan nasional, akan pula menjadisimbol kebangkitan Indonesia di bidang teknologiinformasi,” kata Menteri Komunikasi dan Informa-tika, Mohammad Nuh.

Lantas apa yang saja yang sudah, sedang, danakan dilakukan Depkominfo untuk mewujudkanhal tersebut? KomunikA berkesempatan mewa-wancarai mantan Rektor Institut Teknologi Sura-baya (ITS) ini di ruang kerjanya, di Jl. Merdeka Ba-rat 9, Jakarta. Berikut petikan wawancaranya :

Apa yang sedang dilakukan Depkominfo saatini?

Kami coba melakukan percepatan programyang tengah berjalan dan juga melakukan pena-taan ke dalam atau set up. Departemen ini kanbaru, gabungan dari eks Deppen (DepartemenPenerangan –red), LIN (Lembaga Informasi Nasi-onal), dan Postel (Ditjen Pos dan Telekomunikasi,sebelumnya di bawah Departemen Perhubungan– Red).

Karena tugas departemen ini semakin kom-pleks, khususnya dunia Teknologi Informasi (TI)atau dikenal Information and Communication Tech-nology (ICT), sedang booming. Sehingga cara ker-janya pun masih perlu penghalusan.

Secara garis besar?Depkominfo bercita-cita membangun

masyarakat Indonesia yang berbasispengetahuan dengan informasi se-

bagai ruhnya. Jadi secara khu-sus yang sedang dilakukan sa-at ini adalah pertama, pena-taan dan menganalisis pro-gram satu persatu, agar bisasaling mendukung.

Kedua adalah mela-kukan legal provider,dalam arti transaksibisnis yang

a d ah a r u s

sesuai de-ngan peraturan.

Oleh karena itu Dep-kominfo intens mela-kukan konsultasi de-ngan KPK, sebagailembaga yang ber-wenang.

Ketiga, penerap-an prinsip 3 G yakniGood GovernanceGovernment. Prinsipefisien, produkti-vitas, dan transpa-ran inil iah yangmenjadi agendadan panduan uta-ma dalam setiapp e l a k s a n a a nprogram depar-temen.

TI begitu pentingkah?Kita sudah melihat bahwa sejarah dan budaya

manusia dimulai dari budaya jaman batu, pertanian,berdagang, industri kemudian saat ini era informasi.Ikon teknologi perdagangan adalah kapal layar, in-dustri adalah mesin dimulai pada abad 18 denganditemukannya mesin uap. Kini abad 21 yang men-jadi ikon adalah komputer.

Sejarah membuktikan bahwa pada masa per-dagangan, bangsa yang tidak memiliki kapal layarhabis karena tidak dapat berkembang. Begitu pulasaat zaman industri dengan mesin sebagai ke-butuhan utama. Dan komputer saat ini khususnyainformasi, TI sekarang sangat dibutuhkan. Se-hingga program yang menurut Depkominfo sangatpenting adalah harus bermuara pada informationaccessability (kemudahan mengakses informasi).

Maksudnya?Setiap orang selain mudah memperoleh infor-

masi juga dapat memberikan peluang bagi lem-baga-lembaga yang memiliki kandungan informasiuntuk membaginya kepada masyarakat. Kami inginmemberikan kemudahan bagi masyarakat untukmemperoleh informasi.

Apa saja yang akan dilakukan?Untuk itu ada tiga syarat yang harus dipenuhi

untuk mewujudkan agenda ini, Pertama, keter-sediaan infrastruktur, karena informasi butuh infra-struktur yang memadai dan menunjang, Kedua,keterjangkauan harga, karena tanpa hal ini makanihil. Program yang sudah dicanangkan denganbermodalkan berbagai faktor, akan sia-sia. Dan sya-rat ketiga adalah kesiapan masyarakat. Karena disinilah diperlukan adanya transformasi sosial.

Konkretnya?Pertama yang dicanangkan adalah USO (Uni-

versal Service Obligation), iuran dari para operatortelekomunikasi di Indonesia kami naikkan. Yang

awalnya hanya 0,7 persen dari pendapatankotor, naik menjadi 1,25 persen.

Sebagiannya kita pakai untukekspansi teleponik sebagai infrastruk-tur informasi ke seluruh negeri ini. Ka-rena dari data 2006, ada 38 ribu desadi Indonesia yang belum tersambung

telepon. Rencana penyelesaiannya an-tara 2007 – 2009. Tapi ngejar 2008, Insya

Allah lunas. Uangnya dari urunan USO tadi.Tapi tentu kita nggak ingin sebatas tele-

pon saja yang masuk. Ingin juga ada pening-katan dalam kehidupan masyarakat. Karenakalau hanya telepon saja yang masuk, merekaakan konsumtif. Uangnya habis hanya untuk

telepon-teleponan.

Lantas?Karenanya kami mengajak departemen terkait

semisal Departemen Pekerjaan Umum, Depar-temen Kelautan dan Perikanan (DKP), DepartemenPembangunan Daerah Tertinggal (PDT), KemenkoKesra, dan Departemen EDSM (Energi dan SumberDaya Mineral), duduk bareng untuk memetakandesa yang menjadi target pembinaan melalui pro-gram peduli peningkatan desa.

Kami juga pikirkan infrasrukur dan akses jalan,dan sebagainya. Sehingga diharapkan setiap desanantinya mendapatkan layanan hampir dari seluruhdepartemen. USO hanya sebagai kendaraan untukmemberdayakan masyarakat desa.

Misalkan, Jaringan Pendidikan Nasional (Jardik-nas). Jika nanti setiap desa sudah terhubung de-ngan CAP (Community Acces Point), maka desaitu dapat memanfaatkan konten broadcast yangdipancarkan oleh Depdiknas. Sehingga gap antaraJakarta dan daerah lain bisa dipersempit.

Tidak itu saja, juga akan berimbas pada per-soalan-persoalan kesehatan, ekonomi, dan lainnya.Harapannya, perlahan tingkat kesejahteraan ma-syarakat dapat diperbaiki.

Harga tarif telepon kita masih mahal?Memang, informasi saat ini sudah menjadi ke-

butuhan manusia yang penting. Hampir sama de-ngan kebutuhan pokok manusia. Salah satu yangakan kita benahi adalah masalah keterjangkauanharga. Kalau lewat satelit harga mahal, lewat kabel,bisa juga lewat fiber optic, untuk data yang sangatbesar nggak mungkin lewat kabel pasti pakai fiberoptic.

Untuk itu kita akan membangun tol informasi,sekarang ini di Indonesia Timur belum ada fiberoptic sehingga kalau mau ngirim harus meng-gunakan satelit yang mahal karena mereka harusmemiliki receiver.

Kita akan bangun palapa ring, Indonesia Timurnantinya akan dikelilingi fiber optic tersebut sehingadata yang dari Jakarta lewat fiber optic. Ada tujuhkonsorsium yang akan menanganai proyek ini. Pe-merintah hanya memfasilitasi, tidak perlu meng-undang investor dari luar.

Jelasnya?Awalnya nanti Manado akan dijadikan landing

point dekat Filipina terus mengikuti daerah lain se-perti Papua yang dekat dengan Australia. SehinggaFilipina jika akan masuk ke Indonesia hanya tinggallewat Manado maka langsung teringretasi nasional.

Semakin banyak negara yang landing point,maka transaksi akan semakin banyak. Indonesiasebetulnya banyak dilewati oleh fiber optic negaralain, namun hanya sekadar lewat. Karena kita tidakmemiliki landing point. Padahal informasi baru ber-makna kalau ada transaksi. Cuma lewat, nggak adaartinya.

Ya mudah-mudahan 2008 rampung dan Indo-nesia Timur akan memiliki TOL yang akan memu-dahkan pengiriman informasi. Akan ada revolusi diIndonesia dalam dunia teknologi informasi (TI).

Apa kendala terberat?Akan menjadi berat kalau tidak ada kemampuan

dan kemauan. Kalau masalah dana sudah teratasi.Insya Allah kami sudah mempunyai tekad, mulaiPak Presiden. Masyarakatnya juga sudah sama-samaberkepentingan terhadap IT, kemauan sudah se-karang tinggal kemampuan.

Dana sudah teratasi, lantas kemampuan apalagi?

Ada tiga hal kemampuan yang harus kita milikiuntuk mewujudkan program andalan kita. Per-tama, financial resources dan sudah terbukti untukpalapa ring ada tujuh konsorsium perusahaan dalamnegeri.

Kemudian kemampuan tehnical skill Indonesia.Urusan Fiber Optic saya rasa bukan kendala berartibagi kita karena kita sudah biasa pasang di mana-mana, sudah banyak.

Dan ketiga adalah kemampuan memanageyang sampai saat ini sedang dan masih diusahakan.Karena me-manage kan perlu tangan dingin, adaseni tersendiri untuk menanganinya. Bukan meng-atur barang mati, tapi ada complexity dari pero-rangan, organisasi, dan perusahaan.

2008 pencanangan tahun kebangkitan TIIndonesia?

Benar. Tahun depan dengan simbol Palapa Ringyang juga sebagai simbol persatuan dan kesatuannasional, simbol kebangkitan di era informasi, akankita tandai dengan pembangunan infrastruktur te-lekomunikasi ini. Walau memang belum selesai. Tapiingat infrastruktur belum memberikan makna opti-mis tinggi kalau tidak diikuti dengan pengem-bangan dan pembangunan konten.

Maksudnya?Meskipun jalan tol sudah kita bangun begitu

besar tapi kalau nggak ada yang lewat, atau kalauyang lewat itu narkoba, maka nggak ada maknanya.Oleh karenanya paralel dengan itu maka kita kem-bangkan konten-konten. Ada informasi yangdisiapkan dan langsung dimasukkan dan sebarkan.Kita bangun konten dan konteks. Infrastrukturkita bangun berbasis contextuality.

(tomo/[email protected])Mohammad NuhMenteri Komunikasi dan Informatika

Orang bilang, abad 21 adalah abadnyateknologi. Abad di mana tak ada lagi batas

ruang dan waktu. Semua tersambung denganseutas serat tipis atau fiber optic setebal

sepersekian milimeter. Dan segala penjurudunia akan menyatu dengan teknologi.

foto

:ddt

Page 9: komunika 16 2007

9

www.bipnewsroom.info/komunikaemail: [email protected] 16/Tahun III/Agustus 2007

Open Source

Di zaman ini, komputer bukan lagi barangmewah. Seolah kelaziman, komputer jugamudah ditemukan dalam setiap kantor pe-

merintah, lembaga pendidikan, atau lembaga bis-nis. Bahkan di kota-kota besar, komputer seolahmudah juga ditemukan dalam setiap rumah.

Memang komputer dapat digunakan untukmendukung berbagai aktivitas dan kebutuhan ter-sebut asalkan dilengkapi dengan perangkat lunak/aplikasi (software). Namun kebanyakan hargaperangkat lunak bisa dikatakan tidak ramah bagiukuran kantong kebanyakan masyarakat Indone-sia (baca: mahal).

Dudung (26), seorang pekerja bagian tekno-logi informasi di sebuah instansi, selalu menge-luhkan harga yang harus dibayar untuk sebuahaplikasi tertentu, "Enak jika bos atau bagian keu-angan faham benar kenapa kita harus membelisekeping CD atau DVD berisi program denganharga mahal. Kalau tidak menjelaskannya bisamakan waktu tiga bulan," keluh Dudung.

Walhasil kemudian Dudung terkadang harusrela menalangi dulu kemudian mengkonversikandengan kegiatan atau kebutuhan operasionallainnya, "Belum lagi kita harus bayar lisensi karenaaplikasi tersebut tidak bisa kita modifikasi karenasifat kodenya yang tertutup, Mas,” katanya se-raya menambahkan bahwa dalam sebuah aplikasiharus dilakukan modifikasi agar bisa sesuai ke-butuhan kerjanya.

Hal tersebut mungkin dapat dipahami karenamemang aplikasi tersebut adalah aplikasi yang ber-sifat komersial dan bersifat tertutup (proprietary)sehingga tidak dapat dimodifikasi oleh pengguna.

Tingginya harga suatu aplikasi berbayar ter-sebut menyebabkan banyak pengguna yang me-milih untuk menggunakan aplikasi bajakan atau ile-gal. "Tentu karana illegal dan tidak ada pembayaranlisensi, maka ancamannya adalah berhadapandengan penegak hukum," kata Dudung.

Kurangi KetergantunganNamun para pekerja TI seperti Dudung tak

perlu khawatir, karena kini masih ada pilihan lain,yaitu dengan menggunakan aplikasi open source.Aplikasi ini kebanyakan tidak bersifat komersial atautidak menuntut pembelian lisensi ataupun royaltihak atas kekayaan intelektual (HAKI).

Aplikasi komputer berbasis open source dapatdijadikan pilihan bagi pengguna sehingga tidakmenggunakan aplikasi bajakan, misalnya Linux seba-gai sistem operasi dan open office sebagai aplikasipengolah kata.

Saat ini berbagai aplikasi open source sudahbisa diakses dan diunduh dengan udah. Sekalipunmasih ada berbagai kendala tetapi peluang masihterbuka lebar. Bahkan menurut Imron Fauzi, Pro-gram Manager Open Source Yayasan Air Putih saatini dua provinsi akan memulai migrasi ke opensource.

“Dalam jangka pendek tujuan migrasi di duaprovinsi ini adalah merumuskan masterplan migrasiopen source, sedangkan dalam jangka panjangprovinsi yang sudah melakukan migrasi open sourcebisa mengurangi ketergantungan pada perangkatlunak yang mahal dan tertutup,” katanya.

Dua provinsi tersebut adalah Pemerintah Pro-vinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Peme-rintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta(DIY).

Untuk pengembangan ini Kemen-terian Negara Riset dan Teknologiserta Yayasan Air Putih telahmenyepakati proses migrasikomputer-komputer yangdimiliki instansi peme-rintah dan peroranganmenjadi berbasis pe-rangkat lunak opensource.

Diharapkan melaluidua propinsi tersebutmaka penggunaanopen source juga akanmeluas ke provinsi-provinsi lainnya diwilayah Indonesia.“Kita menawarkan pa-

da siapa saja yang bersedia menggunakan opensource dan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam(NAD) langsung menyatakan minatnya,” kata Men-teri Negara Riset dan Teknologi (Menristek), Kus-mayanto Kadiman beberapa waktu yang lalu.

Kusmayanto mengatakan, pihaknya berharapprovinsi lainnya juga mulai melirik menggunakanopen source dalam penyelenggaraan pemerin-tahannya selain software proprietary. Menurutnya

dia dengan menggunakan open source maka akanmengurangi pembajakan sekaligus mengurangi ke-tergantungan pada sistem operasi dan aplikasi pro-pietary yang harganya jauh lebih mahal.

Pusat Rujukan NasionalDalam proses migrasi tersebut Imron men-

jelaskan program ini telah dimulai pada awal Agus-tus 2007 dan akan diakhiri dengan membentuksebuah help desk open source nasional. "Help deskini akan dikelola oleh komunitas pengguna linuxsetempat dan di tingkat nasional akan dikelola ber-sama-sama oleh komunitas open source," terangImron.

Migrasi yang dilaksanakan diawali dengan as-sessment untuk mengetahui jumlah komputer be-serta spesifikasi dan penggunaannya di kantor-kan-tor pemerintah dalam wilayah yang dijadikan con-toh. Untuk NAD meliputi Pemerintah Provinsi NAD,Pemerintah Kota Lhokseumawe, Pemerintah Ka-bupaten Aceh Jaya dan Pemerintah KabupatenAceh Tengah. Sedangkan di DIY meliputi Pemerin-tah Provinsi Yogyakarta, Pemerintah Kota Yogya-karta dan Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul.

Setelah data tentang kondisi kebutuhan pe-rangkat lunak dan sistem informasi yang ada diper-oleh, akan dikembangkan sebuah sistem operasiberbasis open source untuk menjawab berbagaikebutuhan yang dilengkapi dengan manual dansistem pendukung lainnya, misalnya repository lokalserta persiapan layanan help desk secara online.

Pengembangan help desk opensource nasional akan

menjadi sebuah pu-sat rujukan semuakebutuhan opensource. Mulai darirepository, klinik, fo-rum, artikel, manual

dan dokumentasi serta online support lainnya.Sementara itu, I Made Wiryana, tokoh tekno-

logi informasi Indonesia, menyatakan bahwa helpdesk nasional merupakan sebuah bagian yang tidakterpisahkan dari strategi jangka panjang imple-mentasi open source di Indonesia. Ia juga menam-bahkan bahwa help desk nasional ini nanti akandikelola bersama oleh para pelaku open sourcesecara kolaboratif.

Ubah PersepsiSalah satu kendala untuk menggunakan apli-

kasi open source adalah karena pengguna tidakterbiasa menggunakannya. “Kalau dibilang susahsih, nggak juga lah, hanya saja tampilan dan sis-temnya yang sedikit berbeda kadang membuatorang enggan beralih ke open source,” kata Du-dung. Hal inilah salah satu yang memicu maraknyapenggunaan software bajakan karena penggunabelum familiar dengan open source, sedangkanharga aplikasi berbayar sangat mahal.

Dari sisi pemerintah, sesungguhnya tidak adapaksaan untuk memilih sistem operasi mana yangharus dipakai. “Tugaskami adalah membukapeluang sebesarnyake semua sistem ope-

rasi. Hanya tinggal ba-gaimana pertanggung-jawabannya,” ujar Kus-mayanto. Menurut diaKementerian Ristek de-ngan program Indone-sia Go Open Source(IGOS) cukup optimis-tis bahwa open sourceakan mampu diserapoleh masyarakat luaskendati memang mem-butuhkan keberanianmencoba sesuatu yangbaru.

Kusmayanto menjelaskan selama ini penggu-naan open source masih terbatas dan memiliki citraindividualistik serta hobi. Hanya sedikit orang yangmemanfaatkan open source padahal teknologi apli-kasi komputer yang ditawarkan memiliki kelebihanyaitu mampu dimodifikasi untuk menjawab ber-bagai keperluan.

“Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagai-mana menggeser citra tersebut untuk mengung-kapkan kegunaan-kegunaan open source, baik se-cara bisnis maupun tugas-tugas kepemerintahan,”tuturnya. Sehingga menurut dia yang perlu untukdilakukan adalah mendobrak citra open sourceyang masih individualistik tersebut.

Kelangsungan teknologi open source masihperlu terus diperjuangkan. Apalagi, perangkat lu-nak komputer open source memang menarik dansecara finansial relatif murah. Tapi tantangan yangterbesar adalah mengubah citra open source agarlebih mudah diterima dan bisa diaplikasikan secaramassal di Indonesia. Sebagai jawaban atas keter-gantungan terhadap aplikasi berbayar yang harga-

nya kian mencekik.([email protected])

Kurangi Ketergantungan Dengan Open Source

Perangkat lunak kom-puter open source me-mang menarik, terlebihsecara finansial relatifmurah. Namun dukunganberbagai pihak sangatdibutuhkan. Terutamauntuk mengubah citraopen source yang dipan-dang "sulit" digunakanpara pemula .

foto

: bf

foto

:net

Page 10: komunika 16 2007

10

www.bipnewsroom.info/komunikaemail: [email protected] Edisi 16/Tahun III/Agustus 2007

Yeni (13 tahun) tampak serius menyimak kata-kata guru di depan kelas. Sesekali tanganya sibukmenari di atas keyboard laptop di mejanya. Ta-ngannya yang cukup terampil, tampak membukabeberapa aplikasi. Sedetik kemudian dihadapannyatelah terpampang hasil pencarian dari dunia mayatentang materi yang disampaikan sang guru.

Tidak berbeda dengan yang dilakukan Yeni,Fery teman sebangkunya juga terlihat asyik meng-utak-atik laptop miliknya sembari mendengarkanpenjelasan sang guru. Lima menit usai guru me-nutup kelas, sambil berbenah buku dan beberapaperalatan lain, dalam layar laptop masing-masingsiswa hampir bersamaan muncul tanda pemberi-tahuan kotak surat elektronik. Ah, ternyata penu-gasan dari sang guru tadi.

Situasi seperti itu adalah gambaran kesehariandi kelas multimedia Sekolah Menegah Kejuruan Air-langga di Samarinda, Kalimatan Timur. Dan, tidakhanya Yeni dan Fery yang memanfaatkan laptopdalam proses belajar namun ada 18 siswa lain dikelas tersebut yang juga memilki dan memanfaat-kan laptop.

“Dengan menggunakan laptop, kami dapat le-bih cepat memahami pelajaran yang diberikan guru,karena tidak perlu mengantri dan menunggu giliranuntuk dapat mempraktekkan apa yang diajarkandalam ruang laboratorium komputer,” terang Yeni,gadis berkerudung yang bercita-cita menjadi web-designer.

Dengan laptop yang senantiasa terhubung de-ngan jarigan internet, Yeni dapat lebih leluasamencari berbagai ide dan gagasan baru dalam de-sain web. “Melalui laptop, saya dapat mencari danmeli-hat berbagai template baru dan referensi yangsangat berguna bagi saya,” ujarnya.

Tak Asal JadiTernyata cerita "kelas laptop" bukan asal jadi.

"Kelas ini sebenarnya sudah direncanakan dua ta-hun lalu, namun baru bisa terlaksana tahun ini,"kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMKAirlangga, Khairati.

Khairati menuturkan bahwa kelas laptop mulaidibuka tahun ajaran 2007 ini. "Tahun ini animo sis-wa masuk ke SMK Airlangga cukup besar, semen-tara laboratorium komputer kami terbatas. Akhir-nya kami putuskan untuk menerima siswa tam-bahan dengan syarat setiap siswa memiliki laptop,"jelasnya.

Tetapi bukan sembarang laptop, pihak sekolahmensyaratkan spesifikasi tertentu untuk setiaplaptop yang dimiliki oleh para siswa. “Dan kapasitaskelas juga hanya kami batasi untuk 20 siswa,”tambah Khairati.

Mengenai metode pengajaran yang diterap-kan, menurut Wakasek Kesiswaan tidak jauh ber-

Melongok Kelas Laptop Di Tepian Mahakambeda dengan metode pengajarankelas regular. "Hanya saja merekatidak perlu keluar masuk labora-torium komputer untuk mem-praktekkan apa yang didapatkannyadi kelas," jelas Khairati.

Lebih Mudah PraktekDengan laptop para siswa juga

tidak perlu lagi buku catatan tetapicukup mencatat menggunakankomputer jinjing itu. Berdasarkanpengamatann Khairati, penyerapansiswa terhadap materi pelajaran ju-ga ternyata beda antara "kelas lapt-op" dengan kelas regular. "Siswa dikelas laptop lebih cepat dalam me-mahami pelajaran karena merekatiap saat dapat langsung memprak-tekkan apa yang diajarkan dengan laptop mereka,"tutur Khairati.

Untuk mendukung kelancaran proses balajarmengajar, di lingkungan SMK ini juga disediakan ti-tik hot spot yang dapat dimanfaatkan siswa untukdapat mengakses internet selama 24 jam. “Paraguru yang mengajar juga sudah mulai memanfaat-kan e-mail dalam memberikan tugas pada siswa,dan untuk menyelesaikan tugas tersebut siswadapat mencari bahannya di internet,” ungkapKhairati.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMKAirlangga, Abdul Malik mengatakan pembukaan"kelas laptop" didasarkan pada keinginan untukmemaksimalkan kemampuan siswa dalam menyerapilmu di bidang teknologi informasi. “Ketika setiapsiswa memilki laptop, maka interaksinya dengankomputer tidak lagi dibatasi waktu, “ ujarnya.

Namun demikian, Malik mengakui bahwa peng-aplikasian kelas laptop tidak mudah. Apalagi parasiswa umumnya masih awam terhadap perangkatyang mereka gunakan, "Sehingga masih membu-tuhkan bimbingan dan bantuan khusus dari paraguru pengajar. Baik untuk perawatan maupun un-tuk memastikan agar pemanfaatan jaringan inter-net tidak disalahgunakan siswa,” katanya.

Fokus Pada Keahlian ITSejak angkatan 2004/2005, SMK Airlangga

mengadopsi Kurikulum 2004 yang jauh lebih tajamdan fokus dibanding kurikulum SMK sebelumnya.Ada 3 program keahlian yang dikembangkan diSMK-TI Airlangga Samarinda, yaitu: Multimedia(MM), Rekayasa Perangkat Lunak (RPL), TeknikKomputer dan Jaringan (TKJ).

Menurut Malik hal ini juga didasarkan pada ke-butuhan tenaga bidang informasi teknologi di ka-wasan Kalimantan Timur yang cukup tinggi. "Seca-

foto

: h

ttp:

//sm

ka-s

mr.s

ch.id

ra secara khusus tujuan Program Keahlian Multime-dia yang diselenggarakan oleh SMK Airlangga adalahmembekali peserta didik dengan keterampilan, pe-ngetahuan dan sikap agar kompeten mengoperasi-kan software dan periferal digital illustration, digitalimaging, dan web design," kata Malik.

Selain itu, di SMK ini siswa disiapkan bisamengoperasikan software dan periferal multimedia,presentation, 2D animation, dan 3D animation ser-ta kemampuan untuk mengoperasikan softwaredan periferal digital audio, digital video, dan visualeffects.

Dalam program keahlian rekayasa perangkat lu-nak, siswa dibekali keterampilan, pengetahuan dansikap agar nantinya memiliki kompetensi di bidanginstalasi software aplikasi spesifik pemrograman."Ketika menyelesaikan pendidikannya, siswa diha-rapkan juga memiliki kemampuan untuk merawatsoftware serta membangun software," kata Malik.

Ada pula, Program Keahlian Teknik Komputerdan Jaringan diarahkan untuk mempersiapkan sis-wa agar memiliki kualifikasi yang mampu meng-instalasi perangkat komputer personal dan mengin-stall sistem operasi dan aplikasi. "Selain itu jugadiharapkan mampu menginstalasi dan merancangbangun perangkat jaringan berbasis lokal maupunluas," imbuh Malik.

"Kelas laptop" memang saat ini masih menjadikelas uji coba di SMK Airlangga, namun denganpembiasaan berinteraksi dengan teknologi tersebutbukan tidak mungkin keahlian siswa selama menim-ba ilmu akan terasah dengan baik. Tak hanya teo-ritik, bahkan dalam praktek para siswa akan bisalebih banyak belajar. Bukan tidak mungkin dari kelasini akan lahir "Bill Gates" asal Indonesia yang siapdan memiliki kemampuan untuk mengembangkanteknologi informasi Indonesia.

([email protected])

>>Murid SMK Airlangga diwajib-kan memiliki laptop untukmengikuti pelajaran. Denganfasilitas wireless area di ling-kungan sekolah, siswa dapatmengakses internet selama24 jam. Bahkan dalam prosespenugasan, para guru pun me-manfaatkan fasilitas e-mail.

Kelas Laptop

(Tak Sekadar) Kembali ke LaptopSuatu ketika, pakar TI Indonesia, Onno W.

Purbo, menyempatkan diri datang ke sekolah ini.Ia melakukan demo setting server VOIP langsungdi depan sekitar 40 peserta dari kalangan pelajar,mahasiswa, guru, dosen dan praktisi TI Samarinda.

Memang keunikan cara pengajaran di SMK satuini menarik banyak pihak untuk mengunjungi. Takterkecuali KomunikA yang juga kepincut saatpertama kali membaca website resmi sekolah yangcukup variatif.

Bahkan dalam situs yang beralam di http://smka-smr.sch.id ini ada pula fasilitas blog untuk siswasekaligus pula database jaringan alumni yangdikembangkan lewat millis.

"Syukur alhamdullillah bertambah lagi sekolahyang mulai melakukan penampakan di Internet In-donesia. Saya berharap semoga bisa memperkuatfondasi bangsa Indonesia dalam menembus duniainternasional," kata Onno saat mengomentari ke-beradaan website sekolah ini .

Sekalipun website hanyalah alat atau wadahtempat menyimpan informasi, namun secaraproaktif siswa juga dikembangkan kemampuan dankeahliannya untuk mengisi konten web tersebut.

Tim Cyber Reporter yang terdiri dari siswa-siswiSMKTI Airlangga pernah juga melakukan wa-

wancara eksklusif dengan Kepala Bidang Pendi-dikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur) KalimantanTimur dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Samarinda.

"Kita perlu menggalakan kemampuan parasiswa maupun guru untuk dapat mengisi / menulisinformasi, karangan, tulisan untuk mengisi wadahyang telah dibuat tersebut. Tentunya tidak perludalam bidang teknologi informasi dapat dalambidang yang disukai, misalnya bercocok tanam,menjahit, mendaki gunung dll. Dengan demikianwadah yang telah dibuat akan menjadi lebihsemarak," pinta Onno lewat e-mail.

Tak berlebihan jika dikatakan bahwa harapanOnno melalui e-mail yang dikirimkan ke pengelolawebsite juga sudah terwujud.

Prospek e-edukasiPembangunan dan pengembangan e-edukasi

merupakan upaya mengintegrasikan teknologi in-formasi dan komunikasi dalam bidang pendidkan.Namun demikian faktor kunci utama adalah kesa-daran masyarakat akan pentingnya TIK.

Sekalipun jumlah pengguna internet meningkatsecara tajam, namun pemanfaatan internet untukpembelajaran masih terbatas. Dan peluang besarmasih ada karena kebanyakan generasi muda

sekarang juga mulai banyak yang melek internet.Sekalipun pola belajar di kebanyakan sekolah

masih menggunakan pola konvensional, namuntidak sedikit siswa uang menggunakan internetuntuk kebutuhan pendidikan mereka.

Potensi inilah yang akan menjadi pesat ber-kembang ketika ada banyak inisiatif sebagaimanadilakukan SMK Airlangga. Bukan tak mungkin nan-tinya e-edukasi kan menjadi keseharian bagi duniapendidikan kita di Indonesia.

(mth/doni)

foto

: h

ttp:

//sm

ka-s

mr.s

ch.id

Page 11: komunika 16 2007

11

www.bipnewsroom.info/komunikaemail: [email protected] 16/Tahun III/Agustus 2007

Yetti adalah nama sebuah kampung di kawasanperbatasan RI-PNG. Secara administratif, Yetti wila-yah Pemerintahan Kabupaten Keerom, Provinsi Pa-pua. Kampung ini hanya bisa dijangkau dengantruk. Jarak ± 50 Km dari Keerom bisa ditempuh ki-ra-kira 4 jam kalau cuaca baik, tapi kalau hujan bi-sa memakan waktu 5-6 jam.

Letaknya yang relatif jauh, membuat masyara-kat di kampung ini menjalani hidup dengan penuhkesederhanaan. Hal ini tampak ketika untuk per-tama kalinya masyarakat di kampung ini merayakanHUT Kemerdekaan RI ke-62 yang dipusatkan dikampung ini. Perayaan ini pun diikuti empat kam-pung lain di kawasan perbatasan yakni, KampungKibay, Kriko, Skroko, dan Skroom.

KesederhanaanSekalipun sederhana, upacara berlangsung

meriah. Sekitar 300-an warga setempat dan anak-anak sekolah dengan pakaian yang seadanya hadir.Jangan bayangkan seperti perayaan di kawasanperkotaan yang penuh gebyar dan gemerlap kos-tum.

Kalau di Yetti, jangan kaget ada yang bercelanapendek tanpa alas kaki, atau ada orang dewasayang mengajak anaknya bersama-sama mengikutiupacara. Bahkan ada yang menghisap rokok sambilmengikuti upacara.

“Jangan kaget Pak, sebab baru pertama kaliini kami adakan upacara HUT Kemerdekaan RI disini,” ujar Ondoafi Kampung Yetti, Marthen Putui.

Ketika jarum jam menunjukkan pukul 09.15WIT, warga masyarakat dari lima kampung dan anakSekolah Dasar (SD) tampak siap di lapangan upa-cara SD Inpres Yetti. SD yang baru dibangun Pem-kab Keerom tahun 2006.

Walaupun sederhana, upacara diikuti denganbaik dan penuh khidmat oleh seluruh masyarakatyang datang. Menurut Marthen, warga di Yettiselama ini tidak sempat melakukan upacara sepertiitu. Pasalnya situasi dan kondisi keamanan yangkurang memungkinkan. Tahun-tahun sebelumnya,masih banyak pengaruh-pengaruh kurang baik darikaum separatis.

“Namun sejak kehadiran TNI di wilayah ini kon-disi mulai aman dan pembangunan mulai berjalan,pada akhirnya kami juga bias mengadakan upacaraseperti yang dilaksanakan saat ini,” tandasnya.

Dalam upacara itu, Ondoafi Kampung Yetti, Mar-

Kemerdekaan ala Yetti Untuk pertama kali warga Kampung Yetti di Perbatasan RI-PNG merayakan HUT Kemerdekaan RI. Nyanyikan Lagu

Indonesia Raya dengan membaca teks

then Putui menjadi inspektur upacara. Sementarapengibar bendera Merah Putih adalah anggota TNIYonif 407/ Padma Kusuma, Kesatuan Infantri Ko-dam IV Diponegoro yang bertugas di daerah terse-but.

Petugas paduan suara adalah anak-anak SDYetti. Menariknya, mereka menyanyikan lagu Indo-nesia Raya masih dengan membaca teks. “Kamisudah sering mengajar mereka menyanyikan laguIndonesia Raya dan beberapa lagu nasional, namunmereka masih lupa-lupa, sehingga kami berikanteks,” jelas Kepala Sekolah SD InpresYetti, ThomasMigau.

Kebulatan TekadUpacara peringatan kemerdekaan RI ini juga

menjadi momen untuk membacakan pernyataansikap warga kawasan perbatasan RI-PNG. MarthenPutui langsung memimpin membaca kebulatan te-kad mereka untuk mempertahankan keutuhanNKRI sampai kapanpun.

Selain itu warga perbatasan juga berjanji tetapkonsisten dengan keputusan seluruh masyarakatPapua tahun 1969, bahwa Papua adalah bagiandari NKRI. "Kami siap menghadapi setiap ancamandalam bentuk apapun, oleh siapapun yang akanmemisahkan Papua dari bingkai NKRI. Dan kamisiap mendukungotonomi khususbagi kesejahte-raan Rakyat Pa-pua," kata Mar-then denganlantang yang di-ikuti para pese-rta upacara.

Menurut Ke-pala KampungSkroum, Yo-sias, untuk da-tang ke Kam-pung Yetti, di-rinya menem-puh perjalanankaki sepanjang12 Km. Merekaberjalan kakimelewati jalan-jalan setapak.

“Kami berangkat dari rumah sejak pukul 06.00 WIT.Kami pergi hanya untuk mengikuti upacara, dankami senang sebab baru pertama kali dilaksanakanupacara gabungan di Kampung Yetti,’ ungkapnya.

Dengan pelaksanaan upacara tersebut, dirinyaberharap kedepan ada perhatian pemerintah yanglebih menyentuh ke masyarakat di kawasan per-batasan, terutama ketersediaan sarana trans-portasi seperti jalan raya, sarana pendidikan dankesehatan.

“Kami sudah menjadi bagian dari Warga NegaraIndonesia, coba lihat kami datang jauh-jauh hanyauntuk memperingati hari kemerdekaan. Untuk itu,kami minta ada perhatian dari pemerintah,” pintaYosias.

Usai upacara, dilanjutkan dengan berbagai lom-ba diantaranya lomba memanah tradisional, lombalari kelereng di sendok dan juga lomba lainnya,yang diikuti oleh seluruh warga yang hadir padasaat itu.

Suasana meriah juga tampak ke seluruhkampung. Sekalipun tanpa lampu penjor namunnuansa merah putih tampak kentara dan sangatmenyolok mata. Di depan rumah setiap warga,berkibar bendera Merah Putih.

(Yaan Yoku/Koresponden Papua)

>>Perayaan Hari KemerdekaanNegara Republik Indonesiasudah diperingati sebanyak 62kali. Tahun ini merupakanpengalaman pertama bagiWNI di perbatasan RI-PNG,kampung Yetti, KabupatenKeerom Provinsi Papua.

foto

: w

illia

m

Saat berbicara tentang kemerdekaan, kitasering hanya mendefinisikannya dalam kata,“bebas dari penjajahan” alias freedom from(colonialism). Proklamasi kemerdekaan di-artikan sebagai detik-detik jebolnya sistemkolonial, sekaligus dimulainya sebuah sistemmasyarakat baru yang terhimpun dalam ke-satuan negara bangsa (nation state).

Kalau mau jujur, freedom from dalam artibebas dari penjajahan sebenarnya sudah 62tahun kita raih. Kita tidak lagi membutuhkankemerdekaan yang demikian. Merdeka daripenjajahan cukup satu kali, dan itu sudahusai.

Romantisme sejarahlah yang membuatkita senantiasa terpukau pada seremonial pe-ringatan hari ulang tahun kemerdekaan yanggegap-gempita. Tak beda dengan ulang tahunmanusia yang dirayakan secara meriah, ken-dati semua tahu bahwa pada hari itu umurbaru saja berkurang satu tahun.

Namun kita jarang sekali memperbin-cangkan kemerdekaan dalam konteks, “be-bas untuk”, atau freedom for. Apa yang kitaperbuat setelah gemerlap peringatan HUTkemerdekaan usai dan kita sudah menda-patkan legalitas kebebasan untuk bertindak?Jika kita hanya diam, tidak berbuat apa-apa,maka sejatinya kita tak berbeda secara sig-nifikan dengan bangsa terjajah.

Dulu, pada jaman prakemerdekaan, kitasering mengeluh apa-apa tidak boleh, apa-apa dilarang. Belajar, beserikat, berkumpul,

Kemerdekaan Wajah Kita

me-ngeluarkan pendapat harus dilakukan secarasembunyi-sembunyi karena semua dibatasi.Kini, setelah semua batas ditebas dan semuabelenggu dibuka, kita masih juga mengeluh ka-rena merasa masih tak mampu berbuat apa-apa. Lalu apa bedanya hidup di era penjajahandengan era ke-merdekaan?

Kita sering berasumsi bahwakemerdekaan adalah urusanraga, bukan jiwa. Padahalsejatinya kemerdekaan ituada dalam jiwa, bukanraga.

Tahukah andabahwa MahatmaGandhi mem-buat ratusanrisalah saatberada didalam pen-jara. Ide -ide Soekar-no tentangperjuangansemakin meng-kristal justru ke-tika ia ditahan Belanda di penjara Sukamiskin.Buya Hamka menyelesaikan Tafsir Al-Azhardalam bui. Dan Pramudya Ananta Toer menulisbanyak buku pada saat tubuhnya berada dalampengasingan. Secara fisik mereka terkungkung,tapi jiwanya mengembara lepas, bebas mer-deka, menembus keterbatasan yang ada.

Sebaliknya kita juga melihat, betapa ba-nyak manusia yang secara fisik merdeka, akantetapi tidak mampu berbuat apa-apa karenajiwanya kerdil. Mereka terkungkung dalam pi-kiran sendiri, sehingga jangankan berbuat

untuk orang lain, berbuat untuk dirinyasendiri pun tak mampu. Mereka se-

jatinya lebih terpenjara dariorang-orang yang terpenjara.

Mereka lebih tertindas dari-pada orang-orang terjajah.Dan jelas bahwa merekaadalah orang-orang yangsecara hakiki belum merdeka.

Maka di HUT RI ke 62 iniselayaknya kita segera meng-

ubah paradigma kemerdekaan,dari sekadar bebas dari penjajah-

an, menjadi bebas untuk berkreasi,berbuat dan bertindak agar berguna

bagi diri sendiri maupun orang lain.Kita tentu tak ingin melihat perayaan HUT

kemerdekaan semu. Perayaan yang dirayakanoleh orang-orang yang sejatinya belummerdeka secara psikis.

Apalah artinya kemegahan sebuah pesta,jika pada akhirnya hanya menyisakan orang-orang yang kelelahan, orang-orang mengan-tuk, kas bon bertumpuk dan sampahbertebaran di sana-sini?

(gun)

Page 12: komunika 16 2007

Beragam cara dan aksimenyambut HUT Republik

Indonesia tahun ini. Selain adalomba gerak jalan yang sudah

menjadi rutinitas Agustusan setiaptahun, juga ada panjat pinangberhadiah uang dan barang-

barang. Hal tersebut lumrah danmudah ditemui dimana-mana dari

kota-kota sampai ke pedesaansebagai ekspresi kegembiraan.

Lain pula cerita dari sebagian warga KotaDonggala. Selain ada komunitas yang meng-gelar sepak bola “dangdut”, bermain bola di la-pangan sambil diiringi lagu dangdut, sepertihalnya di lapangan Kelurahan Kabonga. Ada pulakegiatan yang tak kalah menarik perhatian, yaitufestival lampion.

Festival ini dimeriahkan dengan beragambentuk yang unik. Ada yang mengusung lampi-on berbentuk bangunan gedung, perahu la-yar, orang berpakaian adat, miniatur sekolah,burung raksasa dan lain-lain.

Arak-arakan lampion keliling dalam kota ber-langsung, Rabu malam (15/8). Diawali dari eksPasar Tua Donggala yang juga menjadi pusatpertokoan. Kemudian berjalan menyelusuri ja-lanan kota. Ada yang di usung dengan gerobakmini berhias kain dan kertas yang di dalamnyaberisi balon lampu bercahaya temaram. Menam-bah eksotik suasana jalanan kota.

Tak kalah serunya adalah partisipasi puluhantukang becak dalam komunitas Persatuan Pe-narik Becak Tanjung Batu, Donggala ikut ambilbagian dalam arak-arakan lampion.

Selain menghiasi becaknya dengan lampu-lampu warna-warni dengan sumber tenaga lis-trik dari mesin genset dimuat di becak. Begitupula gerobak pengusung lampion yang ber-aneka hiasan itu, masing-masing membawa me-

sin genset sebagai penggerak lampu.Bukan hanya becaknya yang dihiasi seba-

gai daya tarik perhatian, para pengemudinyajuga berpenampilan. Di antara mereka mema-kai pakaian adat, sehingga menambah se-mangat dan keseriusan mereka menyambutkemeriahan acara.

Iring-iringan lampion dan barisan penge-mudi becak juga dimeriahkan puluhan gadis-gadis dan ibu-ibu rumah tangga yang mem-bawa obor. Meskipun suasana malam itu dise-limuti asap api obor di antara barisan mereka,tapi tak mereka peduli.

Antusiasme warga menyambut peringat-an kemerdekaan diekspresikan dalam pawai.Praktis malam itu makin meriah dan menam-bah perhatian warga yang tumpah ke pinggirjalan menyaksikan arak-arakan lampion yangberagam bentuk itu

Event Tahunan“Kegiatan ini dilakukan mengingat secara

partisipatif telah berhasil menggelar sebuahkegiatan yang sama di tahun lalu. Melihat ani-mo dan antusiasme masyarakat Kota Dong-gala dalam festival lampion, maka dipandangperlu dilanjutkan tahun ini,” jelas Tanwir Pet-talolo sebagai penggagas.

Kehadiran festival lampion juga mendapatdukungan dari Pemerintah Daerah Donggala.Karena secara bertepatan, festival ini masihmenjadi rangkaian peringatan HUT ke 55 Ka-bupaten Donggala, 12 Agustus lalu.

Menurut Ketua Umum Dewan KesenianDonggala (DKD), Irwan Dumalang, event inimendapat dukungan positif dari bupati, se-hingga diharapkan di masa depan bisa men-jadi salah satu mayor event kebudayaan danpariwisata di Donggala dan menjadi kegiatantahunan.

Kehadiran festival lampion dua tahun bela-kangan sebetulnya merupakan pembang-kitan kembali kebiasaaan di masa lalu. Puluhantahun lalu, tradisi lampion pernah menjadi ke-khasan kota Donggala dalam setiap itu setiap

memperingati hari-hari besar bersejarah. Na-mun dalam perkembangnya mulai surut danlesu menyusul pudarnya gairah aktivitas seni.Tetapi moment proklamasi tahun ini menjadiawal kebangkitan kembali kegiatan atraksilampion yang bisa dinikmati masyarakat.

“Jadi, gagasan menggelar event ini padadasarnya terinspirasi oleh tradisi parade lam-pion yang di masa lampau selalu dilaksanakanmasyarakat kota Donggala dalam menyambutperayaan hari-hari besar,” tegas SekretarisDKD, Zulkifli Paggesa.

Lebih lanjut Zulkifli menyatakan dinamikapublik urban kota Donggala yang dalam be-berapa tahun terakhir mulai kembali me-nampakkan kegairahannya perlu terus di-dorong dan dipelihara intensitasnya.

"Walaupun berbagai problema politik, so-sial dan ekonomi yang terus melanda daerahini telah membawa masyarakat kota ini padabatas-batas yang paling mencemaskan," kataUun, sapaan akrab Zulkifly.

Karena itulah diperlukan usaha-usaha kre-atif, inovatif dan progresif untuk membangundan menumbuhkan kembali resistensi dankemampual kolektif publik dalam menjawabberbagai problematika politik-sosial-ekonomi-kultural dan menghadapi berbagai tantanganperubahan.

Kembangkan Wadah KesenianBerbagai upaya ini juga merupakan bagian

usaha Dewan Kesenian Donggala untuk men-dorong dan membangun ruang kesenian dankebudayaan bagi penyaluran aspirasi danapresiasi publik. Pasalnya dengan event sema-cam ini, potensi estetika urban yang saratnilai etika dan kultural serta akar sejarah yangkuat ditengah masyarakat bisa diketahuisemua orang.

“Event ini adalah upaya kreatif untukmenggali potensi estetik di tengah publik dansekaligus menjadi wadah silaturrahmi ke-manusiaan serta kohesi sosial dan kultural an-tar komunitas masyarakat yang ada di Kota

Donggala,” tambah Uun.Sekalipun diakui Uun, dibanding tahun

lalu, penyelenggaraannya berbeda. "Fes-tival Lampion pada tahun ini bersifat kom-petitif dan dilombakan bagi kelompokmasyarakat yang terlibat berpartisipasi didalamnya," terangnya.

Hasil kompetisi ini dimenangkan kelom-pok Yayasan Lakuajang, kedua Salon Tata,ketiga Kapal Dobonsolo dan juara dipe-gang Persatuan Penarik Becak TanjungBatu. Selain itu tim juri juga memberi peni-laian untuk kategori pemenang harapansatu untuk Forum Komunikasi Anak Deker(FKAD) Kelurahan Boya, harapan duaSMP Negeri 1 Banawa dan harapan tigakelompok Labuan Bajo. Para pemenangmendapatkan piala, piagam dan hadiahtotal berupa uang Rp. 2.550.000.

Irwan Dumalang berharap di masamendatang event ini dapat diikuti olehkelompok-kelompok masyarakat dari wi-layah lainnya di Provinsi Sulawesi Tengahdan Indonesia. Agar lampion menjadipotensi wisata yang kreatif.

(supardi ibrahim)

Sepintas orang mungkin melihat bahwa gambar ini adalah acaraperingatan kemerdekaan layaknya kemeriahan yang lain. Sama halnyayang dialami oleh fotografer KomunikA, Leo Rompas, saat melintasdi ujung Tol Cipularang, Leuwigajah Cimahi. Ia mengabadikan momentperingatan tujuh belasan di sebuah Panti, yang ternyata adalah Pantiyang diperuntukkan bagi orang-orang tuna netra.

"Setiap tujuh belas agustusan pasti di sini ramai. Bahkan semuaalumni panti ini berkumpul untuk memeriahkan kemerdekaan denganmengikuti berbagai lomba," kata Ujang (23) yang memupus rasa pena-saran KomunikA.

Kekurangan dalam hal fisik tidak mengendorkan semangat merekauntuk mengikuti lomba sepak bola, lomba panjat pinang, dan juga lombamenyanyi. Ujang, "alumus" panti ini tak melewatkan "ritual" tahunanpanti. Ia pun ikut dalam lomba panjat pinang bersama kawan-kawannyasemasa pendidikan dulu.

Kemandirian yang mereka peroleh dalam panti dan kekuatankebersamaan membuat mereka semua memiliki semangat besar untukmenjadikan momen peringatan kemerdekaan ini menjadi kebebasanuntuk berekspresi dan "melihat" kemerdekaan bangsa dengan caramereka sendiri. (mth, foto: leo)

"Melihat" Kemerdekaan....

foto

: s

upar

di