evapro tb paru prima

40
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dimana sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangga sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk secara sosial-stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat (Depkes RI, 2006). 1

Upload: wily-gustafianto

Post on 05-Feb-2016

49 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

34t

TRANSCRIPT

Page 1: Evapro TB Paru Prima

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

Mycobacterium tuberculosis dimana sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian

akibat TB di dunia terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga

kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan,

persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang

paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien

TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal

tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangga sekitar

20-30%. Jika ia meninggal akibat TB maka akan kehilangan pendapatannya

sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan

dampak buruk secara sosial-stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat

(Depkes RI, 2006).

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara

negara yang sedang berkembang.

2. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:

Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan

Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh

masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak

terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan

pelaporan yang standar, dan sebagainya).

1

Page 2: Evapro TB Paru Prima

Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang

tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)

Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.

Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami

krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.

3. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan

perubahan struktur umur kependudukan.

4. Dampak pandemi infeksi HIV (Depkes, 2006).

Ada sekitar delapan juta penderita baru tuberkulosis di seluruh dunia

dalam setahunnya, dan hampir tiga juta orang yang meninggal setiap

tahunnya akibat penyakit ini. Paling sedikit satu orang akan terinfeksi

Tuberkulosis setiap detik, dan setiap sepuluh detik ada satu orang yang mati

akibat Tuberkulosis. Banyak orang mempertanyakan gambaran tuberkulosis di

masa mendatang. Dye menyatakan bahwa bila situasi penanggulangan

tuberkulosis tetap bertahan seperti sekarang, maka jumlah kasus tuberkulosis

pada 2020 akan meningkat menjadi 11 juta orang. Peneliti lain, Pil Heu (1998)

menyatakan bahwa insidens tuberkulosis akan terus meningkat dari 8,8 juta

kasus pada 1995 menjadi 10,2 juta kasus pada tahun 2000 dan 11,9 juta kasus

tuberkulosis baru pada tahun 2005 (Eddy W, 2004).

Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat

dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan terutama pada negara yang

dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden

countries). Menyikapi hal tersebut pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB

sebagai kedaruratan dunia (global emergency).

2

Page 3: Evapro TB Paru Prima

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.

Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah

India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari jumlah total pasien TB

di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru

dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per

100.000 penduduk (Depkes, 2006).

Di Jawa Tengah penemuan tersangka TB (klinis) dari tahun 2003 ke

2004 terjadi kenaikan yang cukup tinggi (57%) berarti jangkauan pelayanan

TB di UPK (Puskesmas, BP4 dan Rumah Sakit) sudah ada peningkatan,

begitu juga pada penemuan penderita BTA positif. Angka penemuan penderita

di Jawa Tengah tahun 2003 dan tahun 2004 terjadi peningkatan penemuan

penderita BTA positif walaupun angka tersebut masih jauh dibawah target

<70%, namun ada beberapa Kabupaten/Kota yang pencapaian penemuan

penderita diatas 60% karena target tahun 2004 adalah 60% yaitu Kota

Pekalongan 94,44 %, Kabupaten Pekalongan 77,18 %, Kabupaten Tegal 66,52

%, Kota Tegal 63,87 % dan Kota Surakarta 60,07 %. Hal tersebut dikarenakan

belum semua UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) khususnya di Rumah Sakit

belum semua mengikuti program TBC dengan strategi DOTS sehingga belum

teregistrasi.

Dalam usaha pemberantasan penyakit TB pasru, pencarian kasus

merupakan unsur yang penting untuk keberhasilan pelaksanaan program

pengobatan. Hal ini ditunjang oleh sarana diagnostik yang tepat. Diagnosis

terhadap TB paru umumnya dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan

klinis (dari anamnesis terhadap keluhan penderita dan hasil pemeriksaan fisik

3

Page 4: Evapro TB Paru Prima

penderita), hasil pemeriksaan foto toraks, hasil pemeriksaan laboratorium, dan

pemeriksaan penunjang lainnya (Mual B, 2009).

Pelayanan kesehatan saat ini lebih diarahkan secara terpadu pada proses

promotif dan preventif, tanpa melupakan kuratif dan rehabilitatif. Salah satu

langkah untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan dikembangkannya

sarana dan prasarana kesehatan oleh pemerintah, diantaranya adalah Poliklinik

Desa (Polindes), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Rumah Sakit

(Notoatmodjo, 2003).

Selama menjalankan fungsinya, khususnya Puskesmas yang

berhubungan langsung dengan masyarakat, sangat diperlukan koordinasi

terhadap semua upaya dan sarana pelayanan kesehatan yang ada di wilayah

kerjanya sesuai dengan kewenangannya serta melaksanakan pembinaan

terhadap peran serta masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan.

Dengan demikian, Puskesmas dapat menjadi pusat pengembangan, pembinaan

dan pelayanan kesehatan masyarakat yang sekaligus sebagai pos terdepan

dalam pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010.

Sebagai Primary Health Care (PHC), Puskesmas I Wangon saat ini harus

lebih mengoptimalkan fungsinya sebagai lini terdepan dalam bidang kesehatan

masyarakat. Dalam hal ini, Puskesmas I Wangon sebagai salah satu PHC

harus dapat mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta

menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan

masyarakat Wangon dan sekitarnya dalam bentuk kegiatan pokok yang

menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya. Salah satu program pokok

puskesmas ialah Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

4

Page 5: Evapro TB Paru Prima

(P2M). P2M ialah upaya untuk menurunkan dan mengurangi angka kesakitan dan

angka kematian akibat penyakit menular.

Permasalahan yang saat ini dihadapi Puskesmas I Wangon dalam

pemberantasan TB adalah penemuan deteksi kasus masih bersifat pasif.

Artinya penemuan kasus hanya mengandalkan pasien yang berkunjung ke BP

saja dan memiliki tanda dan gejala TB. Sementara deteksi secara aktif dengan

melibatkan masyarakat, terutama kader kesehatan belum berjalan dengan baik.

Kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Komunitas/Ilmu Kesehatan

Masyarakat dilaksanakan selama empat minggu di wilayah kerja Puskesmas I

Wangon. Selama pelaksanaan kegiatan kepaniteraan di bagian IKK/IKM ini

telah dilakukan pengamatan secara langsung maupun pengumpulan data

sekunder dari dokumen-dokumen kesehatan yang terdapat di Puskesmas I

Wangon untuk menilai pelaksanaan dan efektivitas program-program yang

ada di Puskesmas I Wangon. Pengamatan yang dilakukan meliputi program-

program kegiatan yang sudah diagendakan, pelaksanaan program kegiatan,

evaluasi program kegiatan, hingga target-target yang ditetapkan masing-

masing program beserta angka pencapaiannya. Terdapat beberapa

permasalahan pada masing-masing program Puskesmas I Wangon, sehingga

perlu dilakukannya evaluasi program agar program-program puskesmas

tersebut dapat menghasilkan output yang memuaskan.

5

Page 6: Evapro TB Paru Prima

B. Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

Mengetahui masalah-masalah kesehatan yang terjadi di Puskesmas I

Wangon terkait pelaksanaan 6 Program Pokok Puskesmas.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan Puskesmas I Wangon

dalam melaksanakan pemberantasan penyakit TB Paru

2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tidak maksimalnya

pemberantasan TB Paru.

C. Manfaat Penulisan

1. Manfaat bagi Puskesmas

a. Sebagai bahan wacana bagi Puskesmas untuk meningkatkan upaya

kinerja dalam peningkatan 6 program pokok Puskesmas I Wangon

khusunya pada bagian P2M.

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi Puskesmas, dalam melakukan

evaluasi dalam kinerja program pengendalian TB oleh bidang P2M

Puskesmas I Wangon.

c. Sebagai bahan untuk perbaikan program kerja P2M kearah yang lebih

baik guna mengoptimalkan mutu pelayanan kepada masyarakat pada

umumnya dan individu pada khususnya di wilayah kerja Puskesmas I

Wangon.

6

Page 7: Evapro TB Paru Prima

2. Manfaat bagi Mahasiswa

a. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menganalisa suatu

permasalahan kesehatan dalam 6 program pokok Puskesmas.

b. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menentukan pemecahan

permalahan kesehatan dalam 6 program pokok Puskesmas.

7

Page 8: Evapro TB Paru Prima

BAB II

ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum Puskesmas

1. Gambaran Umum

Puskesmas I Wangon merupakan salah satu bagian dari wilayah

kabupaten Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 40 km2.

Wilayah kerja Puskesmas I Wangon terdiri atas 7 desa, dengan desa yang

memliki wilayah paling luas adalah Randegan dengan luas 10,4 km2, dan

yang tersempit adalah Banteran dengan luas 2,5 km2.

Batas Wilayah Puskesmas I Wangon :

Utara : Wilayah Puskesmas II Wangon

Selatan : Wilayah Kabupaten Cilacap

Timur : Wilayah Puskesmas Jatilawang

Barat : Wilayah Puskesmas Lumbir

Luas lapangan lahan di wilayah Puskesmas I Wangon dirinci sebagai

berikut :

Tanah Sawah : 8.625,00 Ha

Tanah Pekarangan : 57,16 Ha

Tanah Tegalan : 1.889,79 Ha

Tanah Hutan Negara : 209,00 Ha

Tanah Perkebunan Rakyat: 85,00 Ha

Lain-lain : 241,00 Ha

8

Page 9: Evapro TB Paru Prima

2. Keadaan Demografi

a. Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan data dari kecamatan dan desa, untuk wilayah

Puskesmas I Wangon jumlah penduduk sampai dengan akhir tahun

2011 adalah 55.232 jiwa yang terdiri dari 26.769 jiwa laki-laki dan

28.463 jiwa perempuan dan 16.508 KK. Jumlah penduduk terbanyak

adalah Desa Klapagading Kulon sebanyak 11.153 jiwa, sedangkan

yang terendah adalah Desa Banteran dengan 4.275 jiwa.

b. Kepadatan Penduduk

Penduduk di wilayah puskesmas I Wangon penyebarannya tidak

merata terbukti dengan adanya Jumlah Penduduk yang tinggi dan

rendah. Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Wangon

adalah 1.398 jiwa/km2, dengan desa terpadat adalah Klapagading

Kulon dengan kepadatan 3.014 jiwa/km2 sedangkan desa dengan

kepadatan penduduk terendah adalah Randegan dengan 682 jiwa/km2.

3. Situasi Derajat Kesehatan

a. Mortalitas

Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat

dilihat dari kejadian kematian di masyarakat. Disamping itu kejadian

kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian

keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan

kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung

dengan melakukan berbagai survey dan penelitian. Perkembangan

9

Page 10: Evapro TB Paru Prima

tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi pada periode

tahun 2011 akan diuraikan di bawah ini.

1) Angka Kematian Bayi

Tahun 2011 terdapat 5 kasus kematian bayi dari 955 kelahiran

hidup. Jika dikonversi maka AKB di Puskesmas I Wangon adalah

5,2 per 1000 kelahiran hidup. Dibanding tahun sebelumnya jumlah

kematian bayi tahun ini menurun., dimana tahun 2010 terdapat 15

kasus kematian bayi dari 980 kelahiran hidup (AKB 15,3 per 1000

kelahiran hidup). Jika dibandingkan dengan indikator Indonesia

Sehat 2010, AKB di puskesmas I Wangon masih lebih rendah,

begitu juga dibandingkan cakupan MDG’s ke-4 tahun 2015 (IIS =

40 per 1000 kelahiran hidup, MDG’s 2015 = 17 per 1000 kelahiran

hidup).

2) Angka Kematian Ibu

Puskesmas I Wangon berusaha menekan angka kematian ibu

serendah mungkin. Tahun 2011 terdapat 1 kasus kematian ibu dari

955 kelahiran hidup, yang terjadi pada masa nifas. Terjadi

kenaikan kejadian dibandingkan tahun 2010, dimana tidak ada

kasus kematian ibu.

3) Angka Kematian Balita

Jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon sebanyak

4303 balita, dimana terdapat 4 kasus kematian balita.

Dibandingkan tahun sebelumnya terdapat kenaikan kejadian

kematian balita.

10

Page 11: Evapro TB Paru Prima

4) Angka Kecelakaan

Selama tahun 2011 di wilayah kerja Puskesmas I Wangon terjadi

sebanyak 599 kejadian kecelakaan. Dari peristiwa itu korban yang

meninggal dunia sebanyak 15 orang, sementara korban luka berat

sebanyak 181 orang dan lika ringan sebanyak 613 orang.

b. Morbiditas

1) Penyakit Malaria

Selama tahun 2011 di Puskesmas 1 Wangon tidak dijumpai kasus

malaria, hal ini sama dengan tahun lalu juga tidak terdapat kasus

malaria.

2) TB Paru

Jumlah kasus TB paru klinis tahun 2011 di Puskesmas 1 Wangon

sebanyak 296 kasus, sebanyak 21 kasus baru BTA (+), sementara

pada tahun sebelumnya didapatkan 11 kasus TB paru positif atau

ditemukan peningkatan sebanyak 6 kasus TB paru (+). Jumlah ini

tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya, karena masih ada

penderita TB yang berobat ke Praktek pribadi dokter dan tidak

terpantau oleh puskesmas.

3) HIV

Selama tahun 2011 didapatkan 1 kasus HIV/AIDS di wilayah

Puskesmas 1 Wangon.

4) AFP/ Acute Flaccid Paralysis

Selama tahun 2011 tidak didapatkan kasus AFP di wilayah

Puskesmas 1 Wangon.

11

Page 12: Evapro TB Paru Prima

5) Demam Berdarah Dengue

Selama tahun 2011 didapatkan 10 kasus DBD di wilayah

Puskesmas 1 Wangon. Dari jumlah kasus itu tidak ada penderita

yang meninggal, semua dapat ditangani dengan baik di Puskesmas

maupun dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Masyarakat kecamatan

Wangon turut berperan aktif dalam program kegiatan PSN untuk

mncegah terjadinya DBD.

6) Diare

Selama tahun 2011 terdapat 552 kasus Diare, dengan angka

kejadian tertinggi pada warga Wangon sebanyak 231 kasus. Tidak

dijumpai penderita yang meninggal akibat diare.

7) Pneumonia Balita

Selama tahun 2011 di Puskesmas I Wangon ditemukan sebanyak

241 kasus pneumonia dari perkiraan sebanyak 430 kasus (56%).

c. Status Gizi

Total jumlah balita sebanyak 4.303 anak, dirinci sebagai berikut :

Balita yang ditimbang : 3.197 anak

Berat Badan Naik : 2.294 anak

Bawah Garis Merah : 42 anak

Gizi Buruk : 1 anak, yaitu di Randegan

Seluruh daerah bebas rawan gizi di kecamatan Wangon.

1. ASI ekslusif

Dari total jumlah bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas I Wangon

sebanyak 950 anak, yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan sebanyak

12

Page 13: Evapro TB Paru Prima

170 anak atau sekitar 17,9%. Hal ini mengindikasikan pentingnya

edukasi kepada warga masyarakat tentang ASI eksklusif agar

digalakkan.

d. Pelayanan Kesehatan Dasar

Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang

sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat

dan cepat, diharapkan sebagian besar masalah kesatan masyarakat sudah

dapat teratasi.

1. Saranan Kesehatan Dasar

Jumlah sarana kesehatan dasar diwilayah Puskesmas 1 Wnagon

pada tahun 2011 adalah sebagai berikut :

Puskesmas : 1

Puskesmas Pembantu : 1

Puskesmas keliling : 1

PKD : 7

Posyandu : 78

Rumah bersalin : 3

Balai Pengobatan : 2

Apotek : 4

2. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Seorang ibu memiliki peran yang penting dalam tumbuh kembang

bayi. Adanya gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu khususnya

13

Page 14: Evapro TB Paru Prima

ibu hamil akan mempengaruhi kesehatan janin dalam kandungan

hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi dan anaknya.

Pelayanan K-4

Jumlah ibu hamil pada tahun 2011 di wilayah Puskesmas 1

Wangon sebanyak 1.045 ibu hamil, adapun ibu hamil yang

mendapat pelayanan K-4 sebanyak 1.086 (103,9 %). Standar

pelayanan minimal untuk cakupan ibu hamil K-4 adalah sebesar

95%, dengan ademikian Puskesmas 1 Wangon mampu memnuhi

targer SPM yang diharapkan.

Pertolongan oleh Tenaga Kesehatan

Jumlah ibu bersalin tahun 2011 sebanyak 998 orang. Jumlah yang

ditolong nakes sebanyak 959 orang (96,1). Target Standar Minimal

utnutk pertolongan persalinan oleh nakes untuk kabupaten

Banyumas adalah sebesar 81%. Dengan demikian cakupan

persalinan nakes di Puskesmas I Wangon telah memenuhi target

SPM yang diharapkan.

Bumil Risti Rujuk

Puskesmas I Wangon memiliki 209 dari total 1.045 ibu hamil yang

mempunyai resiko tinggi. Sedangkan data jumlah ibu hamil risiko

tinggi yang ditangani dan dirujuk sebanyak 266 ibu, termasuk

dengan luar wilayah.

14

Page 15: Evapro TB Paru Prima

Bayi dan Bayi BBLR

Bayi hidup sebanyak 955 dengan bayi BBLR sebanyak 65 anak

atau 6.8% dari bayi yang lahir hidup. Dari sejumlah bayi BBLR

tersebut sudah tertangani 100% dengan rujuk perawatan RS.

Pelayanan Keluarga Berencana

Jumlah pasangan usia subur (PUS) sebanyak 12.531 pasangan. Dari

jumlah tersebut peserta KB aktif sebanyak 10.327 (82.4%),

sedangkan jumlah peserta KB baru sebanyak 2.336 (18.6%).

Pelayanan Imunisasi

Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemebrian imunisasi untuk bayi

berumur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB) imunisasi

untuk wanita usia subur/ ibu hamil (TT) dan imunisasi anak

sekolah SD. Imunisasi sudha mencakup 100% di 7 desa.

B. Analisis Sistem Pada Program Kesehatan

Analisis penyebab masalah dilakukan berdasarkan pendekatan sistem

sehingga dilihat apakah output (skor pencapaian suatu indikator kinerja)

mengalami masalah atau tidak. Apabila ternyata bermasalah, penyebab

masalah tersebut dapat kita analisis dari input dan proses kegiatan tersebut.

Input mencakup indikator yaitu man (sumber daya manusia), money

(sumber dana), method (cara pelaksanaan suatu kegiatan), material

(perlengkapan), minute (waktu) dan market (sasaran). Proses menjelaskan

fungsi manajemen yang meliputi tiga indikator yaitu: P1 (perencanaan), P2

(penyelenggaraan) dan P3 (pengawasan, pemantauan, dan penilaian).

15

Page 16: Evapro TB Paru Prima

Lingkungan adalah segala sesuatu ataupun kondisi disekitar ruang lingkup

kehidupan manusia atau individu atau organisme yang mempengaruhi

kehidupan dan perkembangan organisme tersebut, diantaranya adalah:

Lingkungan fisik: Lingkungan alamiah disekitar manusia (fisik, kimiawi,

biologik)

Lingkungan non fisik: Lingkungan yang muncul akibat adanya interaksi

antar manusia (lingkungan sosial budaya).

A. Analisis input

Analisis input meliputi man (sumber daya manusia), money (sumber

dana), method (cara pelaksanaan suatu kegiatan), material (perlengkapan),

minute (waktu) dan market (sasaran).

o Man

Kecamatan Kebasen mempunyai 1 dokter umum, 1 dokter gigi, 14

bidan desa, perawat, 1 perawat gigi, 481 kader, dan tokoh masyarakat

yang terdiri dari bu lurah, bu carik, tokoh agama.

Berikut ini data jumlah tenaga medis, paramedis dan non-medis

yang bekerja di Puskesmas 1 Wangon 2013.

No Jenis Tenaga PNS PTT Honor Daerah

Honor Puskesmas

Jml Keterangan

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.

Dokter UmumDokter GigiPerawat UmumPerawat GigiBidanAnalis FarmasiPelaksana GiziPelaksana keslingAnalis

118141111-

----

14-----

----------

--31------

1-

112181111-

S1S1

2 SPK, 1 S1, 8 D3

1 D1, 1 D34 D1, 14 D3

D3D3D3D3

16

Page 17: Evapro TB Paru Prima

11.12.13.14.15.16.

Kesehatan Pekarya Kes.Juru ImunisasiTUJuru masak Cleaning serviceSopirPetugas Obat

23--11

------

------

--11--

-31111

-1 D1, 1 D3 1 SI, 1 D1

SDSD

SMAS1

Jumlah 26 14 - 6 46Sumber: Puskesmas I Wangon, 2012

Sumber daya manusia pelaksana program kerja P2M :

1 orang ahli madya kesehatan lingkungan dan kader posyandu. Sumber daya

manusia di Puskesmas 1 Wangon dirasa tidak mencukupi kebutuhan.

o Money

Tidak adanya dana khusus (reward) untuk petugas yang terlibat

langsung dengan program pemberantasan TB, misalnya dana untuk

petugas tiap kali melakuakn pemeriksaan dahak, dana bagi petugas yang

mengirim sampel dahak bila hasil pemeriksaan BTA (+) serta dana bagi

petugas jika seorang pasien TB sembuh.

o Material

a. Tempat kegiatan

- Terdapat Puskesmas, Pustu, Posyandu, Polindes, PKD.

- Puskesmas I Wangon memiliki ambulans dan kendaraan roda dua

sebagai alat transportasi ke masyarakat.

- Tersedianya Laboratorium sebagai sarana untuk pemeriksaan

dahak suspek TB.

- Tersedianya alat untuk pemeriksaan fisik suspek TB.

17

Page 18: Evapro TB Paru Prima

- Tersedianya peralatan untuk pembuatan preparat S-P-S (pot

sputum, obyek glass, lampu spritus, mikroskop, zat pewarna, dan

lain – lain).

b. Administrasi

Pendataan yang dilakukan fokus pada beberapa kategori yaitu

kelompok TB dengan kasus baru, kelompok TB dengan kasus kambuh

(relaps), kelompok TB dengan kasus gagal pengobatan, kelompok TB

dengan kasus DO (drop out) dan kelompok kasus TB dengan MDR

(multiple drug resistance).

c. Kegiatan

Kegiatan yang dilakukan berupa survey door to door ke rumah warga

berdasarkan per kepala keluarga yang di konfirmasi menderita TB

paru dari petugas.

o Minute

Jangka waktu pelaksanaan kegiatan dilakukan dari awal tahun hingga

maksimal akhir tahun.

o Market

Sasaran pada kegiatan adalah seluruh penderita TB yang bertempat tinggal

di wilayah kerja puskesmas 1 wangon.

B. Analisis proses penyebab masalah

Berdasarkan pengamatan, analisis lingkungan yang bisa menjadi

penyebab cakupan suspek TB masih rendah adalah:

18

Page 19: Evapro TB Paru Prima

1. Masih rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang TBC,

sehingga masyarakat kurang perduli.

2. Kebersihan diri atau kebiasaan perorangan yang kurang baik.

3. Pasien TB seringkali merasa malu atau minder apabila diketahui sebagai

penderita tuberkulosis, karena penyakit ini menular.

4. Kurangnya kesadaran pada tersangka penderita TB dan keluarga suspek

TB untuk memeriksakan dahaknya ke laboratorium.

5. Tersangka penderita TB tidak bisa mengeluarkan dahak, karena kurang

memahami cara pengambilan sputum atau dahak yang benar.

C. Analisis output

Data baku hasil survey door to door tentang TB wilayah kerja

Puskesmas I Wangon

D. Analisis Effect :

1. Perencanaan dan organisasi

Adanya perencanaan dan organisasi yang dilakukan terhadap jajaran kader

oleh bidang P2M membuat berjalannya proses pengumpulan data kasus

TB.

2. Pelaksanaan

Pelaksanan pendataan dilakukan oleh petugas P2M Puskesmas I Wangon.

Adanya tenaga yang kompeten dan semangata dari para kader posyandu

diharapkan program program P2M dapat berjalan dengan baik sehingga

dapat menjadi dasar yang kuat untuk melakukan suatu tindakan intervensi

dalam bidang promkes agar derajat kesehatan masyarakat naik.

19

Page 20: Evapro TB Paru Prima

3. Kontrol dan evaluasi

Kegiatan kontrol dilakukan oleh puskesmas yaitu bagian P2M serta kader

sebagai pelaksana, DKK dan Pemerintah Daerah Pusat sebagai supervisi.

E. Outcome (Impact)

1. Peneliti

Menambah pemahaman peneliti tentang hambatan dalam pelaksanaan

program pengendalian TB oleh bidang P2M cara mengatasi hambatan

tersebut.

2. Puskesmas

Dampak program yang diharapkan adalah tercapainya target 100% dalam

cakupan pengendalian TB.

20

Page 21: Evapro TB Paru Prima

BAB III

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

Analisis SWOT

Berdasarkan data yang ada dapat diketaui bahwa hasil kegiatan

indikator kinerja cakupan TB Puskesmas I Wangon selama tahun 2011 belum

memenuhi target pencapaian yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kabupaten

Banyumas untuk tahun 2011.

Apabila kita menggunakan analisa SWOT mengenai maslah P2M

penyakit TB, maka didapat informasi sebagai berikut :

a. Strength

Puskesmas I Wangon memiliki letak yang strategis, yaitu berada di pusat

kecamatan sehingga memudahkan akses layanan kesehatan.

Tersedianya tenaga kesehatan dan koordinator program untuk

mendeteksi dan menangani penderita TB di puskesmas

Memiliki sarana non kesehatan yang cukup memadai yaitu satu sepeda

motor dan satu mobil Puskesmas.

b. Weakness

Terbatasnya tenaga kesehatan di bidang P2M khususnya yang

menangani masalah TB yaitu hanya satu orang sehingga kurang optimal

dalam penemuan penderita TB.

Belum semua petugas puskesmas terutama paramedis (perawat, bidan

desa) mengetahui secara tepat cara menjaring tersangka TB.

Sistem deteksi penyakit TB masih dilakukan secara pasif, yaitu hanya

mengandalkan pasien yang datang ke puskesmas dan memiliki tanda dan

21

Page 22: Evapro TB Paru Prima

gejala TB. Deteksi penderita secara aktif, penyuluhan kesehatan ke desa-

desa dan pembentukan kader kesehatan dalam penananganan TB belum

berjalan.

Penyediaan obat yang belum kontinyu.

Pengetahuan penderita yang kurang mengenai penyakit TB paru, cara

pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak adekuat.

Tidak adanya kader TB di tiap desa.

c. Opportunity

Warga Kecamatan Wangon mudah diajak kerjasama dalam masalah

kesehatan, hal ini terlihat dari mereka sangat mudah dikumpulkan dalam

acara kesehatan, misalnya Posyandu maupun Posyandu Lansia.

d. Threat

Banyak warga Kecamatan Wangon yang sama sekali tidak mengetahui

tentang penyakit TB, baik faktor risiko, cara penularan, maupun tanda

dan gejala.

Sarana dan prasarana yang belum memadai.

Perlindungan diri terhadap analis laboratorium yang belum optimal.

Kurangnya motivasi tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas P2M

TB.

22

Page 23: Evapro TB Paru Prima

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Masalah

Berdasarkan analisis SWOT, permasalahan pengendalian TB paru

disebabkan oleh berbagai faktor, baik itu faktor internal maupun faktor

eksternal Puskesmas. Faktor internal Puskesmas meliputi kurangnya

tenaga kesehatan yang terjun langsung dalam melakukan pendataan.

Kader kesehatan yang bertugas juga sangat terbatas. Kader kesehatan

yang sama untuk Posyandu Balita, Posyandu Lansia, dan PSN

sehingga fokus pendataan terpecah karena banyak tugas lainnya yang

membebani kader, sehingga banyak para tersangka TB paru yang

belum dilakukan pendataan dan pengendalian karena terbatasnya SDM

(Sumber Daya Manusia). Data yang ada belum mewakili sepenuhnya

TB paru yang ada di Wangon.

Pemberian jasa untuk Kader kesehatan selama ini tidak ada,

sehingga mereka bekerja secara sukarela. Kebanyakan dari mereka

menuntut adanya pemberian jasa yang sesuai dengan kinerja mereka,

namun kenyataannya dari pihak Puskesmas tidak dapat memberikan

apapun karena tidak ada pendanaan untuk pengendalian TB paru.

Ketidaksamaan persepsi antar kader juga menjadi faktor adanya

perancu hasil data yang diperoleh. Walaupun sudah dilakukan

sosialisasi sebelumnya, namun masih saja ada perbedaan persepsi.

23

Page 24: Evapro TB Paru Prima

B. Alternatif Pemecahan Masalah

Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan berdasarkan

analisis SWOT yang telah dilakukan, antara lain:

1. Memberikan pembinaan kepada kader kesehatan di setiap desa

untuk masalah pengendalian TB paru dari Puskesmas.

2. Memberikan batas waktu tertentu dalam pendataan, sehingga hasil

pendataan dapat diperoleh tepat waktu.

3. Melakukan sosialisasi sesering mungkin agar tidak terjadi

perbedaan persepsi antar kader.

4. Melakukan permohonan kepada DKK kab Banyumas untuk

menambah sumber daya manusia dan materi untuk

penyelenggaraan program-program pengendalian TB paru.

5. Penggalangan masyarakat untuk dapat membantu pelaksanaan

program pendataan serta pengendalian TB paru.

6. Pembentukan Pengawas Minum Obat (PMO).

1. Tugas seorang PMO

a. Mengawasi pasien TB Paru agar menelan

obat secara teratur sampai selesai pengobatan.

b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau

berobat teratur.

c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang

dahak pada waktu yang telah ditentukan.

d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga

pasien TB Paru yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan

24

Page 25: Evapro TB Paru Prima

TB Paru untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan

Kesehatan (UPK).

e. Tugas seorang PMO bukanlah untuk

mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit

pelayanan kesehatan.

2. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan

kepada pasien dan keluarganya.

a. TB Paru disebabkan kuman, bukan penyakit

keturunan atau kutukan.

b. TB Paru dapat disembuhkan dengan berobat

teratur.

c. Cara penularan TB Paru, gejala-gejala yang

mencurigakan dan cara pencegahannya.

d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap

intensif dan lanjutan).

e. Pentingnya pengawasan supaya pasien

berobat secara teratur.

f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat

dan perlunya segera meminta pertolongan ke UPK.

25

Page 26: Evapro TB Paru Prima

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pemilihan evaluasi promosi kesehatan khususnya ngendalian TB paru

karena Puskesmas sebagai layanan Primary Care dimana lebih

mengutamakan promosi kesehatan dibandingkan kuratif atau pengobatan.

Berdasarkan visi Indonesia Sehat 2010, ada tiga pilar utama yang

ditetapkan, antara lain lingkungan sehat, perilaku sehat, dan pelayanan

kesehatan bermutu adil dan merata. Untuk melihat keberhasilan dan

kekurangan promosi kesehatan yang telah dilakukan, maka diperlukan

pendataan.

2. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya pengendalian TB yang tidak

maksimal adalah:

a. Data yang ada belum mewakili secara keseluruhan karena banyak

kasus TB paru yang belum masuk dalam pendataan.

b. Terbatasnya tenaga kesehatan, sehingga tidak adanya intervensi dalam

hal penambahan Sumber Daya Manusia dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Banyumas dalam pengendalian TB paru.

c. Tidak ada dana operasional untuk tenaga kesehatan yang terjun

langsung dalam proses pengendalian TB paru dan untuk promosi

kesehatan

26

Page 27: Evapro TB Paru Prima

d. Ketidaksamaan persepsi antar petugas tenaga kesehatan tentang

promosi kesehatan.

B. Saran

1. Memberikan pembinaan kepada kader kesehatan di setiap desa untuk

masalah pengendalian TB paru dari Puskesmas.

2. Memberdayakan PMO.

3. Memberikan batas waktu tertentu dalam pendataan, sehingga hasil dapat

diperoleh tepat waktu.

4. Melakukan sosialisasi tentang TB sesering mungkin agar tidak terjadi

perbedaan persepsi.

5. Melaksanakan pemeriksaan dahak secara massal yang dijadwalkan di

setiap desa setiap bulannya dengan bekerja sama dengan berbagai pihak,

mulai dari kepala puskesmas, dokter puskesmas, petugas P2M, petugas

laboratorium, bidan, kader masyaraat di setiap desa, serta seluruh warga

masyarakat kecamatan Wangon.

27