isi evapro radiet

44
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik. Guna menuju tercapainya tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakanlah berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh (komprehensif) yang meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara berjenjang dan terpadu (Notoatmodjo, 2003). Pada pelaksanaannya, pembangunan kesehatan saat ini harus lebih mengutamakan paradigma sehat daripada paradigma sakit. Hal ini berarti pelayanan kesehatan lebih diarahkan secara terpadu pada proses promotif dan preventif, tanpa mengesampingkan kuratif dan rehabilitatif. Salah satu langkah untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan pengembangan sarana dan prasarana kesehatan oleh pemerintah, diantaranya adalah Polindes, Puskesmas dan Rumah Sakit (Notoatmodjo, 2003). Selama menjalankan fungsinya, khususnya Puskesmas yang berhubungan langsung dengan

Upload: radietya-alvarabie

Post on 02-Aug-2015

116 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Evapro Radiet

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari

pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan

adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.

Guna menuju tercapainya tujuan pembangunan kesehatan tersebut

diselenggarakanlah berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh

(komprehensif) yang meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif secara berjenjang dan terpadu (Notoatmodjo, 2003).

Pada pelaksanaannya, pembangunan kesehatan saat ini harus lebih

mengutamakan paradigma sehat daripada paradigma sakit. Hal ini berarti

pelayanan kesehatan lebih diarahkan secara terpadu pada proses promotif dan

preventif, tanpa mengesampingkan kuratif dan rehabilitatif. Salah satu langkah

untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan pengembangan sarana dan

prasarana kesehatan oleh pemerintah, diantaranya adalah Polindes, Puskesmas

dan Rumah Sakit (Notoatmodjo, 2003).

Selama menjalankan fungsinya, khususnya Puskesmas yang

berhubungan langsung dengan masyarakat, sangat diperlukan koordinasi

antara seluruh sarana pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerjanya

sesuai dengan kewenanganya serta melaksanakan pembinaan terhadap peran

serta masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan. Dengan

demikian, Puskesmas dapat menjadi pusat pengembangan, pembinaan dan

pelayanan kesehatan masyarakat yang sekaligus sebagai pos terdepan dalam

pembangunan kesehatan (Azwar, 1996).

Sebagai Primary Health Care (PHC), Puskesmas Pekuncen saat ini

harus lebih mengoptimalkan fungsinya sebagai lini terdepan dalam bidang

kesehatan masyarakat. Dalam hal ini, Puskesmas Pekuncen sebagai PHC

harus dapat mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta

menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan

Page 2: Isi Evapro Radiet

masyarakat Kecamatan Pekuncen dalam bentuk kegiatan pokok yang

menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya.

Puskesmas Pekuncen yang terletak di Desa Banjaranyar, Kecamatan

Pekuncen, Kabupaten Banyumas, berjarak sekitar 20 km dari kota

Purwokerto. Dalam menjalankan fungsinya, Puskesmas Pekuncen dibantu

oleh dua Puskesmas Pembantu (Pustu), yaitu Pustu Legok di Desa Pekuncen

dan Pustu Karangklesem di Desa Karangklesem. Wilayah kerjanya meliputi

16 desa di seluruh wilayah Kecamatan. Kegiatan pokok yang telah rutin

dilaksanakan adalah enam program pokok Puskesmas yang meliputi KIA-KB,

Pengobatan, Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), Gizi Masyarakat,

Kesehatan Lingkungan, dan Promosi Kesehatan (Promkes). Tiap-tiap program

tersebut dilaksanakan melalui suatu rangkaian yang sistematis, meliputi

perencanaan (P1), penggerakan dan pelaksanaan (P2), pengawasan,

pengendalian, dan penilaian (P3).

Selama pelaksanaan enam program pokok Puskesmas, tidak semuanya

berjalan baik dan lancar. Tetap saja ada beberapa program pokok yang tidak

dapat berjalan dengan baik. Masalah ini disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya; wilayah kerja yang sangat luas, tenaga kesehatan yang sangat

terbatas jumlahnya, sarana dan prasarana Puskesmas yang kurang lengkap,

baik jumlah maupun jenis, dan kondisi sosial ekonomi dan budaya/tradisi

penduduk sekitar terhadap penerimaan program kesehatan Puskesmas.

Dari enam program pokok yang telah dijalankan, salah satu program

yaitu Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) masih memiliki beberapa

kendala. Kendala ini terkait masih tingginya prevalensi penyakit menular di

Kecamatan Pekuncen, seperti TBC, diare, ISPA, dan penyakit menular

lainnya. Berdasarkan data yang ada, P2M yang saat ini masih bermasalah

adalah tentang pembrantasan penyakit TB pulmo yang sampai sekarang belum

maksimal. Data profil Puskesmas Pekuncen menunjukkan bahwa jumlah

kasus TB Paru Positif pada tahun 2011 sebanyak 32 kasus atau CDR (Case

Detection Rate) BTA positif sebesar 46,43 per 100.000 penduduk. Dari hasil

statistik menunjukkan bahwa angka CDR pasien TB paru di Puskesmas

Pekuncen lebih rendah dari target CDR TB paru nasional (≥70%).

Page 3: Isi Evapro Radiet

Permasalahan yang saat ini dihadapi Puskesmas Pekuncen dalam

pemberantasan TB adalah penemuan deteksi kasus masih bersifat pasif.

Artinya penemuan kasus hanya mengandalkan pasien yang berkunjung ke

Balai Pengobatan (BP) saja dan memiliki tanda dan gejala TB. Sementara

deteksi secara aktif dengan melibatkan masyarakat, terutama kader kesehatan

belum berjalan dengan baik.

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

Mycobacterium tuberculosis dimana sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian

akibat TB di dunia terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga

kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan,

persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang

paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien

TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal

tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangga sekitar

20-30%. Jika ia meninggal akibat TB maka akan kehilangan pendapatannya

sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan

dampak buruk secara sosial-stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat

(Depkes RI, 2006).

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara

negara yang sedang berkembang.

2. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:

Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan

Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh

masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak

terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan

pelaporan yang standar, dan sebagainya).

Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang

tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)

Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.

Page 4: Isi Evapro Radiet

Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami

krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.

3. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan

perubahan struktur umur kependudukan.

4. Dampak pandemi infeksi HIV (Depkes, 2006).

Ada sekitar delapan juta penderita baru tuberkulosis di seluruh dunia

dalam setahunnya, dan hampir tiga juta orang yang meninggal setiap

tahunnya akibat penyakit ini. Paling sedikit satu orang akan terinfeksi

Tuberkulosis setiap detik, dan setiap sepuluh detik ada satu orang yang mati

akibat Tuberkulosis. Banyak orang mempertanyakan gambaran tuberkulosis di

masa mendatang. Dye (2010) menyatakan bahwa bila situasi penanggulangan

tuberkulosis tetap bertahan seperti sekarang, maka jumlah kasus tuberkulosis

pada 2020 akan meningkat menjadi 11 juta orang. Peneliti lain, Pil Heu (1998)

menyatakan bahwa insidens tuberkulosis akan terus meningkat dari 8,8 juta

kasus pada 1995 menjadi 10,2 juta kasus pada tahun 2000 dan 11,9 juta kasus

tuberkulosis baru pada tahun 2005 (Eddy W, 2004).

Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat

dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan terutama pada negara yang

dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden

countries). Menyikapi hal tersebut pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB

sebagai kedaruratan dunia (global emergency).

Gambar 1.1: Insidens TB di dunia (Depkes, 2007)

Page 5: Isi Evapro Radiet

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.

Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah

India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari jumlah total pasien TB

di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru

dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per

100.000 penduduk (Depkes, 2007).

Di Jawa Tengah penemuan tersangka TB (klinis) dari tahun 2003 ke

2004 terjadi kenaikan yang cukup tinggi (57%) berarti jangkauan pelayanan

TB di UPK (Puskesmas, BP4 dan Rumah Sakit) sudah ada peningkatan,

begitu juga pada penemuan penderita BTA positif. Angka penemuan penderita

di Jawa Tengah tahun 2003 dan tahun 2004 terjadi peningkatan penemuan

penderita BTA positif walaupun angka tersebut masih jauh dibawah target

<70%, namun ada beberapa Kabupaten/Kota yang pencapaian penemuan

penderita diatas 60% karena target tahun 2004 adalah 60% yaitu Kota

Pekalongan 94,44 %, Kabupaten Pekalongan 77,18 %, Kabupaten Tegal 66,52

%, Kota Tegal 63,87 % dan Kota Surakarta 60,07 %. Hal tersebut dikarenakan

belum semua UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) khususnya di Rumah Sakit

belum semua mengikuti program TBC dengan strategi DOTS sehingga belum

teregistrasi.

Angka kesembuhan (cure rate) di Jawa Tengah  masih dibawah

target < 85 %, namun angka kesembuhan dari tahun 2003 ke tahun 2004 (s/d

triwulan ke 2) terjadi peningkatan, bila dilihat dalam satu tahun 2004 belum

bisa diketahui karena sistem kohort sehingga evaluasinya setiap tribulan. Di

Jawa Tengah angka kesembuhan penderita yang diobati di Puskesmas dan

BP4 tahun 2004 (sampai dengan TW 2) sebesar 81,18% (target nasional 85%

dan target Jawa Tengah 83%). Terdapat 14 Kabupaten/Kota yang telah

berhasil mencapai angka kesembuhan 83% (target Jawa Tengah pada tahun

2004) adalah : Kota Surakarta (94,94 %), Kab. Sragen (94,50%), Kab.

Wonogiri (92,79%), Kab. Jepara (92,55%), Kab. Pekalongan (92,14%), Kab.

Karanganyar (89,92%), Kab. Batang (88,89%), Kab. Sukoharjo (88,51%), 

Kab. Grobogan (88,31%), Kab. Purworejo (88,04%), Kab. Wonosobo (86,52

%) dan Kab. Tegal (86,11%) (Profil Kesehatan Jawa Tangah, 2004).

Page 6: Isi Evapro Radiet

Dalam usaha pemberantasan penyakit TB paru, pencarian kasus

merupakan unsur yang penting untuk keberhasilan pelaksanaan program

pengobatan. Hal ini ditunjang oleh sarana diagnostik yang tepat. Diagnosis

terhadap TB paru umumnya dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan

klinis (dari anamnesis terhadap keluhan penderita dan hasil pemeriksaan fisik

penderita), hasil pemeriksaan foto toraks, hasil pemeriksaan laboratorium, dan

pemeriksaan penunjang lainnya (Eddy W, 2004).

Gambaran Umum Puskesmas Pekuncen

Deskripsi Situasi dan Kondisi Puskesmas dan Wilayah Kerja

Kecamatan Pekuncen merupakan salah satu kecamatan yang

berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten lain yaitu Kabupaten Brebes.

Kecamatan Pekuncen memiliki luas wilayah kurang lebih 92.70 km2.

Kecamatan Pekuncen terdiri dari 16 desa yaitu: Desa Pekuncen, Desa

Kranggan, Desa Karangkemiri, Desa Banjaranyar, Desa Cikawung, Desa

Krajan, Desa Glempang, Desa Pasiraman Lor, Desa Pasiraman Kidul, Desa

Karangklesem, Desa Candinegara, Desa Cikembulan, Desa Cibangkong, Desa

Semedo dan Desa Petahunan.

Keadaan Demografi Kecamatan Pekuncen

A. Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan data statistik Kecamatan Pekuncen, hasil Registrasi

Penduduk pada tahun 2011 jumlah penduduk Kecamatan Pekuncen

adalah 64.689 jiwa, yang terdiri dari 32.056 jiwa laki-laki (49,55%) dan

32.633 jiwa perempuan (50,44%). Terdiri dari 17.068 rumah tangga/KK

dengan rata-rata jiwa/ rumah tangga adalah 3 orang.

Jumlah penduduk Kecamatan Pekuncen tahun 2011 yang tertinggi/

terbanyak adalah di desa Pekuncen yaitu sebanyak 6.575 jiwa dan paling

sedikit adalah Desa Pasiraman Kidul sebanyak 1.587 jiwa. Jika

dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2010 , terjadi penurunan

sebesar 1,85 % pada tahun 2011.

B. Kepadatan Penduduk

Page 7: Isi Evapro Radiet

Kepadatan penduduk Kecamatan Pekuncen Tahun 2011 sebesar

698 jiwa/km2, dengan tingkat kepadatan tertinggi yaitu di desa

Cikembulan sebesar 2.433 jiwa/km2, sedangkan tingkat kepadatan

terendah yaitu di desa Krajan sebesar 184 jiwa/km2.

C. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur

Berdasarkan data statistik kecamatan, dapat diketahui bahwa

proporsi penduduk menurut umur di Kecamatan Pekuncen adalah

kelompok umur terbesar pada umur 10-14 tahun yaitu sebanyak 5.998

jiwa, sedangkan kelompok umur terkecil yaitu pada kelompok umur > 75

tahun sebanyak 415 jiwa.

Keadaan Sosial Ekonomi

1. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Pekuncen pada

tahun 2010 dapat dilihat pada tebel berikut:

Tabel 2.1. Distribusi penduduk Kecamatan Pekuncen berdasarkan jenis

kelamin

No. Jenis PendidikanJenis Kelamin

JumlahLaki-laki Perempuan

1.

2.

3

4.

5

6

Tidak/ Belum pernah sekolah

Tidak/ Belum tamat SD

SD

SLTP

SLTA

Perguruan Tinggi

1.475

6.558

16.209

3.742

3.060

446

1.365

6.060

14.378

3.321

3.060

339

2.840

12.618

30.587

7.063

2.214

785

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan

penduduk sebagian besar adalah tamat SD, yaitu sebesar 30.587 orang atau

54,51% dari jumlah penduduk. Sedangkan jumlah tingkat pendidikan

terkecil yaitu Perguruan tinggi sebanyak 785 orang atau 1,40 % dari

jumlah penduduk.

Page 8: Isi Evapro Radiet

Angka melek huruf di Kecamatan Pekuncen juga sudah cukup

tinggi, hal ini dapat dilihat dari penduduk usia 10 tahun ke atas yang melek

huruf di kecamatan Pekuncen yaitu sebesar 83,01%.

2. Jenis Pekerjaan

Berdasarkan data statistik Kecamatan Pekuncen, dapat diketahui

bahwa sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian pada sektor

informal, yaitu sebesar 50,33 % dari jumlah penduduk, sedangkan yang

memiliki mata pencaharian pada sektor formal sebesar 1,89 % dari total

penduduk. Secara spesifik, mata pencaharian sebagian besar penduduk

Kecamatan Pekuncen adalah sebagai buruh tani yaitu sebanyak 11.890

orang atau sebesar 18,50% dari jumlah penduduk. Sedangkan jumlah

terkecil adalah penduduk yang bekerja pada BUMN/BUMD yaitu

sebanyak 18 orang atau sebesar 0,03 % dari total penduduk.

Pencapaian Program Kesehatan

Pembangunan kesehatan di Kabupaten Banyumas diarahkan pada masih

rendahnya derajat kesehatan, status gizi, dan kesejahteraan sosial. Oleh karena

itu pembangunan kesehatan diarahkan dalam upaya perbaikan kesehatan

masyarakat melalui perbaikan gizi, kebersihan lingkungan, pemberantasan

penyakit menular, penyediaan air bersih serta pelayanan kesehatan ibu dan

anak.

Pembangunan kesehatan di Puskesmas Pekuncen yang telah

dilaksanakan sampai saat ini belum dapat dikatakan berhasil seluruhnya.

Hasil-hasil yang dapat dicapai dalam pembangunan kesehatan di Puskesmas

Pekuncen dapat dilihat dari indikator-indikator di bidang derajat kesehatan,

perilaku masyarakat, kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan.

Derajat Kesehatan Masyarakat

1. Angka Kesakitan

Penyakit menular yang diamati:

1. Penyakit Diare

Page 9: Isi Evapro Radiet

Kejadian atau kasus penyakit diare di wilayah Puskesmas

Pekuncen, berdasarkan data dari programmer P2 Diare Puskesmas

Pekuncen adalah sebanyak 1.041 kasus atau sebesar 16,09 per 1000

penduduk. Berdasarkan analisis pelaporan kasus dapat diketahui bahwa

kejadian diare tahun 2011, terbanyak terjadi pada bulan Januari dan

Juli.

2. Penyakit Malaria

Kasus penyakit Malaria Klinis tahun 2011 sebanyak 0 kasus atau

sebesar 0,00 per 1.000 penduduk. Kasus Malaria di Puskesmas

Pekuncen biasanya merupakan kasus import dari luar jawa. Meski

demikian ini perlu diwaspadai oleh petugas kesehatan dan masyarakat

terutama untuk Desa Tumiyang, Cikembulan, Semedo, Petahunan dan

Cibangkong yang memiliki letak geografis yang memungkinkan untuk

terjadinya malaria.

3. TB Paru

Jumlah kasus TB Paru Positif pada tahun 2011 sebanyak 32 kasus

atau CDR (Case Detection Rate) BTA positif sebesar 46,43 per 100.000

penduduk. Pada tahun 2011 jumlah pasien TB Paru yang diobati

sebanyak 33 kasus dan yang sembuh sebanyak 16 atau 48,48% sembuh,

dengan pengobatan lengkap sebanyak 15 atau sebesar 45,45%. Dari

hasil statistik menunjukkan bahwa angka CDR pasien TB paru di

Puskesmas Pekuncen lebih rendah dari target CDR TB paru nasional

(≥70%).

4. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Jumlah kasus DBD di Kecamatan Pekuncen tahun 2011 sebanyak

6 kasus atau sebesar 9,28 per 100.000 penduduk. Dari semua kasus

DBD yang ada tersebut, semuanya (100%) mendapat penanganan dan

tidak terdapat kematian akibat DBD.

5. HIV

Jumlah kasus HIV-AIDS di kecamatan Pekuncen pata tahun 2011

adalah 0 kasus. Kasus HIV-AIDS merupakan fenomena gunung es

Page 10: Isi Evapro Radiet

sehingga kemungkinan adanya kasus HIV-AIDS yang tidak terdeteksi

atau tidak terdata.

6. Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Jumlah penemuan kasus AFP di kecamatan Pekuncen pada tahun

2011 sebanyak 0 kasus. Standar penemuan kasus polio adalah 2 per

100.000 penduduk usia kurang dari 15 tahun. Tidak ditemukannya

kasus polio karena pengetahuan masyarakat mengenai gejala-gejala

penyakit polio masih sangat kurang sehingga seringkali pasien

terlambat untuk datang ke puskesmas.

7. ISPA pada Balita

Jumlah kasus ISPA pada balita ditemukan/ditangani di Kecamatan

Pekuncen adalah sebanyak 20 kasus dari jumlah perkiraan penemuan

kasus pneumonia balita sebanyak 485 atau hanya sebesar 9,93%.

Banyaknya kasus ISPA yang tidak ditangani ini sebagian besar

disebabkan karena kesadaran orang tua yang masih kurang dan

menganggap anaknya dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak

dibawa ke puskesmas.

2. Angka Kematian (Mortalitas)

Berikut ini akan diuraikan perkembangan tingkat kematian pada

periode tahun 2011 yaitu sebagai berikut :

a. Angka Kematian Bayi

Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Pekuncen dapat

diketahui bahwa, pada tahun 2011 terdapat 1.076 kelahiran hidup dan

jumlah lahir mati sebanyak 19 bayi. Angka Kematian Bayi (AKB) di

Kecamatan Pekuncen pada tahun 2011 adalah sebesar 11,2 per 1000

kelahiran hidup.

b.Angka Kematian Ibu

Berdasarkan hasil laporan dari petugas KIA Puskesmas Pekuncen

diketahui bahwa jumlah kematian ibu hamil di Kecamatan Pekuncen

sebanyak 0 orang, jumlah kematian ibu bersalin sebanyak 1 orang, dan

jumlah kematian ibu nifas sebanyak 1 orang. Sehingga Angka Kematian

Page 11: Isi Evapro Radiet

Ibu (AKI) di Kecamatan Pekuncen sebesar 185,9 per 100.000 kelahiran

hidup.

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN)

tahun 2010-2014 di bidang kesehatan, target angka kematian ibu adalah

118 per 100.000 penduduk, dan Millenium Development Goals (MDG)

tahun 2015 adalah 102 per 100.000 penduduk. Angka kematian ibu di

Kecamatan Pekuncen masih tinggi. Namun bila dibandingkan dengan

data tahun 2010 (262,93 per 100.000), angka kematian ibu di

Kecamatan Pekuncen sudah mengalami penurunan.

c. Angka Kecelakaan

Kejadian kecelakaan lalu lintas di Kecamatan Pekuncen pada tahun

2011 sebanyak 145 kejadian, dengan korban mati sebanyak 3 orang,

luka berat sebanyak 23 orang, dan luka ringan sebanyak 139 orang.

Dengan demikian rasio kejadian kecelakaan per 100.000 penduduk

adalah sebesar 255,07.

3. Status Gizi

Berdasarkan pemantauan status gizi Balita pada tahun 2011 dengan

jumlah balita yang ditimbang 3.594 ditemukan:

a. Balita dengan Gizi Lebih sebanyak 16 anak (0,45%)

b. Balita dengan Gizi Baik sebanyak 3.534 anak (98,33%)

c. Balita dengan Gizi Kurang sebanyak 30 anak (0,83%)

d. Balita dengan Gizi Buruk sebanyak 14 anak (0,39%)

Jumlah balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk sebanyak 44 anak dan

dari jumlah tersebut semuanya mendapat perawatan. Standar Pelayanan

Minimal (SPM) untuk balita gizi buruk mendapatkan perawatan adalah

sebesar 100%. Sehingga cakupan gizi buruk mendapat perawatan di

Kecamatan Pekuncen dibanding dengan SPM sudah memenuhi target.

Disamping itu berdasarkan laporan petugas gizi puskesmas, Kecamatan

Pekuncen termasuk kecamatan yang bebas rawan gizi.

Perilaku Masyarakat

Page 12: Isi Evapro Radiet

Perilaku masyarakat ditentukan pada peran serta masyarakat di bidang

kesehatan melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) baik di

masyarakat, di sekolah maupun di instansi dalam rangka penurunan angka

kematian bayi, balita dan ibu serta berbagai upaya mewujudkan derajat

kesehatan yang baik.

I. Posyandu

Berdasarkan data tahun 2011, jumlah posyandu di wilayah

Puskesmas Pekuncen sebanyak 134 Posyandu.

II. Stratifikasi PHBS Tatanan Rumah Tangga

Berdasarkan hasil pendataan dengan menggunakan kuesioner

PHBS tatanan rumah tangga, dengan jumlah sampel sebanyak 17.068 KK,

dan pada tahun ini semua desa yang di data, dengan cakupan pendataan

sebesar 5.670 atau 33,2% dari seluruh jumlah yang dipantau.

III. Penyuluhan Kesehatan

Jumlah kegiatan penyuluhan kesehatan kelompok (secara

langsung) yang dilakukan sebanyak 4.818 dan yang jumlah kegiatan

penyuluhan massa adalah 18. Materi penyuluhan adalah mengenai

masalah-masalah kesehatan seperti PHBS, KIA, Kesehatan Lingkungan,

Gizi, NAPZA dan Penyakit Menular.

Kesehatan Lingkungan

Keadaan lingkungan masyarakat mempunyai peranan yang sangat

penting dalam mempengaruhi derajat kesehatan perilaku masyarakat itu

sendiri. Dan sebagai upaya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan

masyarakat, beberapa indikator penting yang dapat mempengaruhi kesehatan

lingkungan yaitu sebagai berikut :

a. Rumah Sehat

Berdasarkan hasil pendataan yang telah dilakukan dapat diketahui

bahwa dari jumlah rumah sebanyak 17.299 rumah dengan jumlah rumah

yang diperiksa sebanyak 837 rumah atau 4,8%. Didapatkan bahwa

sebanyak 624 rumah atau sebesar 74,6 % termasuk dalam rumah sehat.

Page 13: Isi Evapro Radiet

b. Air Bersih

Dari 20.181 kepala keluarga (KK) yang ada dengan jumlah KK

yang diperiksa sebanyak 837 KK atau sebesar 4,1 %, didapatkan bahwa

sebanyak 66 KK atau 7,9 % menggunakan ledeng sebagai sumber air

bersihnya.

Selain itu sarana dan prasarana lain yang ada antara lain :

i. Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat

Berdasarkan data petugas sanitarian Puskesmas Pekuncen, dapat

diketahui bahwa terdapat 6 restauran dan Jumlah yang diperiksa ada 4,

dengan hasil pemeriksaan terdapat 3 restauran atau 75 % sehat.

ii. Keluarga yang memiliki sarana kesehatan lingkungan

Pembuangan air limbah atau tinja yang tidak memenuhi syarat

kesehatan dapat menyebabkan rendahnya kualitas air serta menyebabkan

penyakit menular di masyarakat. Sarana kesehatan lingkungan di wilayah

Puskesmas Pekuncen dari jumlah keluarga yang diperiksa mempunyai

sarana kesehatan lingkungan sebagai berikut :

1. Tempat BAB/Jamban

Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.181 KK dengan jumlah

KK yang diperiksa sebanyak 837 KK didapatkan bahwa sebanyak 638

KK atau 76,2 % memiliki jamban dan dari jumlah tersebut, jumlah

jamban yang sehat sebanyak 407 atau 63,8 %.

2. Tempat sampah

Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.181 KK dengan jumlah

KK yang diperiksa sebanyak 837 KK didapatkan bahwa sebanyak 710

KK atau 84,8% memiliki tempat sampah dan jumlah tempat sampah

yang sehat sebanyak 131 atau sebesar 18,50%.

3. Persediaan air bersih

Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.181 KK dengan jumlah

KK yang diperiksa sebanyak 837 KK didapatkan bahwa semua KK

yang dijadikan sampel pemeriksaan memiliki persediaan air bersih

(100%).

Page 14: Isi Evapro Radiet

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengetahui masalah-masalah kesehatan yang terjadi di Puskesmas

Pekuncen terkait pelaksanaan Enam Program Pokok Puskesmas.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit

TB di Puskesmas Pekuncen.

b. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tidak maksimalnya

pemberantasan TB.

c. Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan Puskesmas dalam

melaksanakan pemberantasan penyakit TB .

C. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Praktis

a. Memberikan Informasi kepada pembaca tentang penyakit TB baik faktor

risiko, cara penularan, pengobatan, dan pencegahan.

b. Menjadi dasar ataupun masukan bagi Puskesmas dalam mengambil

kebijakan jangka panjang dalam upaya pemberantasan penyakit TB.

2. Manfaat Teoritis

Menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya bagi pihak yang membutuhkan.

Page 15: Isi Evapro Radiet

BAB II

ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS

- INPUT

A. Man

a. Kelebihan

Secara umum, tenaga medis dan non medis yang terdapat pada

Puskesmas Pekuncen menurut data profil puskesmas tahun 2012 terdiri

dari tenaga medis sebanyak 3 orang (2 orang dokter umum, 1 orang

dokter gigi), tenaga perawat 9 orang, bidan 21 orang, tenaga gizi tidak

ada, tenaga kesehatan masyarakat 1 orang, sanitarian 2 orang, tenaga staf

administrasi sebanyak 5 orang, tenaga farmasi 1 orang, dan sopir

ambulans 1 orang.

b. Kekurangan

1) Belum semua petugas puskesmas terutama paramedis (perawat,

bidan desa) mengetahui secara tepat cara menjaring tersangka TB

2) Kurang optimalnya pemanfaatan kader-kader posyandu sehingga

kader TB belum tersedia di setiap desa sehingga kegiatan

pemantauan tidak dapat dilakukan secara maksimal

B. Money

a. Kelebihan

Tersedia dana dari pemerintah untuk TB mulai dari penemuan kasus,

pemeriksaan sampai pengobatan.

Page 16: Isi Evapro Radiet

b. Kekurangan

Tidak adanya dana khusus (reward) untuk petugas yang terlibat

langsung dengan program pemberantasan TB, misalnya dana untuk

petugas tiap kali melakuakan pemeriksaan dahak, dana bagi petugas

yang mengirim sampel dahak bila hasil pemeriksaan BTA (+) serta dana

bagi petugas jika seorang pasien TB sembuh.

C. Material

a. Kelebihan

o Terdapat Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu), Posyandu, dan

Polindes sebagai pusat kesehatan masyarakat.

o Puskesmas Pekuncen memiliki ambulans sebagai alat transportasi ke

masyarakat, sehingga memudahkan petugas untuk mengadakan

kunjungan rumah penderita TB paru.

b. Kekurangan

o Masih minimnya media promosi yang ada (misalnya poster).

o Belum semua orang dengan kriteria tersangka TB yang terjaring di

Poli terutama Pustu, dapat diperiksa dahaknya (dahak tidak

keluar/tersangka TB tidak mengirimkan dahaknya).

o Belum tersedianya laboratorium sebagai sarana untuk pemeriksaan

dahak suspek TB.

D. Metode

a. Kelebihan

o Terdapat SOP untuk melaksanakan upaya pemeriksaan suspek TB

paru di puskesmas. Dahulu digunakan metode “active promotive

case finding” sehinggga penemuan kasus baru bisa lebih

signifikan.

o Pemeriksaan dahak dengan menggunakan metode yang sudah

terstandarisasi (metode Ziehl Nielson)

b. Kekurangan

o Metode yang digunakan adalah passive promotive case finding.

Page 17: Isi Evapro Radiet

o Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan hanya

dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB.

E. Minute

a. Kelebihan

o Terdapat petugas yang khusus menangani P2M tuberkulosis paru,

sehingga pelaksanaan program bisa lebih intensif

o Terdapat jadwal yang sudah berjalan

b. Kekurangan

o Cakupan penemuan baru kasus TB dan penyuluhan relatif sedikit

karena waktu yang dimiliki tidak efektif.

o Belum terbentuk kordinasi yang baik antara petugas promosi

kesehatan dengan kader TB yang ada.

F. Market

Sasaran masyarakat pada program Pemberantasan Penyakit

Menular khususnya dalam hal deteksi kasus TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Pekuncen.

1. Proses

a. Perencanaan

Arah : Terwujudnya KECAMATAN PEKUNCEN SEHAT 2015

b. Pengorganisasian

1. Penggalangan kerjasama dalam Tim Pemberantasan

Penyakit Menular.

2. Penggalangan kerjasama lintas sektoral

3. Penggalangan kerjasama antar tim medis dan nonmedis

di Kecamatan Pekuncen.

4. Penggalangan Desa Siaga

5. Mempertimbangkan jumlah tenaga, beban kerja dan

sarana

c. Penggerakan dan pelaksanaan program

Page 18: Isi Evapro Radiet

Tim Puskesmas Pekuncen khususnya bagian P2M serta

kader bekerjasama dengan masyarakat guna meningkatkan

peran serta masyarakat dalam deteksi kasus TB paru.

d. Pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran kegiatan

1. Dinas Kesehatan wilayah Bayumas

2. Puskesmas Pekuncen khususnya bagian program

Pemberantasan Penyakit Menular.

3. Kader atau perangkat desa setempat.

4. PWS (Pemantauan Wilayah Setempat)

2. Output

Jumlah kelompok masyarakat yang sudah diberikan pengetahuan

mengenai gejala dan tanda penyakit TB paru masih enggan untuk

memeriksakan diri apabila menemukan gejala dan tanda penyakit TB

paru. Sementara, pihak puskesmas khususnya bagian program

Pemberantasan Penyakit Menular sudah cukup dalam mempublikasikan

kegiatan seperti penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas Pekuncen. Hal

inilah yang menyebabkan masih banyak kasus TB paru yang belum

terdeteksi.

3. Effect

Dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam mendeteksi

kasus TB paru yang belum terpantau oleh puskesmas agar selanjutnya

dapat ditangani oleh tenaga kesehatan yang berkompeten.

4. Outcome

Dampak program yang diharapakan adalah dapat meningkatkan

Case Detection Rate TB paru di Kecamatan Pekuncen sehingga dapat

memenuhi CDR nasional TB paru (>70%).

- Identifikasi Isu Strategis (Analisis SWOT)

A. Strength

a. Sumber daya P2M

Page 19: Isi Evapro Radiet

Untuk program P2M Puskesmas Pekuncen hanya memiliki

seorang tenaga kesehatan yang mengurusi masalah pemberantasan

penyakit menular.

b. Sarana dan prasarana

1 unit mobil ambulans, 1 kulkas tempat menyimpan vaksin,

dan termos.

B. Weakness

1. Terbatasnya tenaga kesehatan di bidang P2M khususnya yang

menangani masalah TB yaitu hanya satu orang sehingga kurang

optimal dalam penemuan penderita TB.

2. Belum semua petugas puskesmas terutama paramedis (perawat, bidan

desa) mengetahui secara tepat cara menjaring tersangka TB

3. Sistem deteksi penyakit TB masih dilakukan secara pasif, yaitu hanya

mengandalkan pasien yang datang ke puskesmas dan memiliki tanda

dan gejala TB. Deteksi penderita secara aktif, penyuluhan kesehatan

ke desa-desa dan pembentukan kader kesehatan dalam penananganan

TB belum berjalan.

4. Pengetahuan penderita yang kurang mengenai penyakit TB paru, cara

pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak adekuat.

5. Tidak adanya kader TB di tiap desa.

C. Opportunity

Dinas Kesehatan turut aktif dalam pemberantasan penyakit

menular.

D. Threat

1. Banyak warga Kecamatan Pekuncen yang sama sekali tidak

mengetahui tentang penyakit TB, baik faktor risiko, cara penularan,

maupun tanda dan gejala.

2. Sarana dan prasarana yang belum memadai.

Dari hasil analisis SWOT, dapat disimpulkan permasalahan yang terjadi

seputar P2M TB, baik dari dalam maupun dari luar Puskesmas. Sebenarnya

Puskesmas Pekuncen memiliki kekuatan dalam upaya melaksanakan program

Page 20: Isi Evapro Radiet

P2M TB, yaitu etak puskesmas yang berada di pusat kecamatan sehingga

masyarakat Kecamatan Pekuncen mudah menjangkaunya. Selain itu adanya

fasilitas berupa mobil puskesmas yang memudahkan petugas P2M TB dalam

melaksanakan tugasnya. Akan tetapi kondisi ini kurang mendukung karena

tenaga kesehatan di bidang P2M sangat terbatas yaitu hanya satu orang

sedangkan wilayah kerja Puskesmas Pekuncen cukup luas. Kondisi ini jelas

mempersulit cakupan P2M TB secara aktif dengan terjun langsung ke

masyarakat. Penjaringan penderita TB maupun suspek TB juga melibatkan

tenaga analis laboratorium puskesmas, namun tenaga analis laboratorium ini

juga terbatas dan belum dilengkapi dengan alat perlindungan diri yang

memadai.

Sementara itu, jika kita melihat ke masyarakat Kecamatan Pekuncen,

sebenarnya lebih banyak kekuatan yang dapat dioptimalkan. Kondisi ini

terlihat dari antusiasme warga yang sangat tinggi terhadap masalah kesehatan.

Dari mereka juga banyak yang menjadi kader kesehatan di desa masing-

masing. Sementara, hambatan yang terjadi yaitu masalah pengetahuan

kesehatan yang rendah.

Jika dilihat kekuatan dan kelemahan yang telah dianalisis, baik dari

dalam dan luar Puskesmas, mengajak peran serta masyarakat dalam

penanggulangan TB adalah solusi yang cukup tepat, dibanding hanya

mengandalkaan peran petugas kesehatan saja yang jumlahnya terbatas untuk

turun langsung ke masyarakat. Hal ini mengingat mereka, masyarakat

Kecamatan Pekuncen memiliki tingkat partisipatif yang cukup baik di bidang

kesehatan dan dapat diajak kerjasama.

Page 21: Isi Evapro Radiet

BAB III

PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN ALTERNATIF PEMECAHAN

MASALAH

A. Pembahasan Isu Strategis

Melihat hasil analisis SWOT pada BAB II, didapatkan isu strategis yang

dapat dilakukan untuk mengatasi masalah TB di Kecamatan Pekuncen. Isu

startegis tersebut lebih mengarah ke peran serta masyarakat dalam deteksi pasien

TB secara aktif. Startegi ini berdasarkan analisis SWOT dianggap paling realistis,

mengingat jika orientasi pemecahan masalah ini lebih ke arah interna Puskesmas,

maka lebih banyak kesulitan, terutama masalah terbatasnya tenaga kesehatan di

bidang P2M dan luasnya wilayah kerja kecamatan Pekuncen yang membawahi 16

desa. Padahal di kecamatan lain di Kabupaten Banyumas, satu kecamatan

biasanya mempunyai dua Puskesmas.

Dalam deteksi kasus TB secara aktif yang dalam hal ini lebih berorientasi

pada peran serta masyarakat, maka diperlukan strategi utama dan strategi

alternatif unntuk mengatasi masalah ini. Strategi utama yang sangat tepat

dilakukan adalah Pembentukan Pengawas Minum Obat di tiap-tiap desa di semua

wilayah Kecamatan Pekuncen dan strategi alternatif yang dapat dilakukan adalah

Page 22: Isi Evapro Radiet

melakukan penyuluhan secara intensif dan berkesinambungan dengan mengajak

peran serta masyarakat.

Pengawas minum obat merupakan salah satu bagian dari strategi DOTS

(Directly Observed Treatment Short-Course) dalam upaya pembrantasan penyakit

TB yang sifatnya menular. Strategi DOTS sangaat penting karena saat ini TB

masih menjadi masalah kesehatan utaama di Indonesia. Mycobacterium

tuberculosis yang menjadi bakteri penyebab penyakit tuberkulosis atau TB telah

menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Tahun 1993, WHO mencanangkan

kedaruratan global penyakit TB karena pada sebagian besar negara di dunia,

penyakit TB ini tidak terkendali. Diperkirakan pada tahun 1995 ada 9 juta pasien

TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Kira-kira 95% dari kasus

TB dan 98% kematian akibat TB di seluruh dunia terjadi pada negara-negara

berkembang termasuk Indonesia.(4)

Kematian TB ini merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya

dapat dicegah. Demikian juga dengan jumlah kematian wanita akibat TB lebih

banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.(2) Syafrizal et

al. (2007) yang meneliti tentang Pengelolaan Penanganan Pengobatan

Tuberkulosis di RS. Dr. M. Djamil Padang, menemukan sebanyak 92% pasien TB

yang dirawat di rumah sakit adalah penderita baru.(4)

TB masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia.

Data WHO tahun 2006 menyatakan bahwa Indonesia sebagai penyumbang TB

terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar

539.000 kasus dan jumlah kematian sekitar 101.000 orang pertahun. Hasil Survei

Kesehatan Rumah Tangga atau SKRT tahun 2004 memperlihatkan bahwa insiden

penyakit TB secara nasional telah turun dari 130/100.000 penduduk menjadi

110/100.000 penduduk.(5)

Meningkatnya jumlah kasus TB dan banyak yang tidak berhasil

disembuhkan, terutama pada negara-negara berkembang yang memiliki masalah

TB yang besar termasuk Indonesia, maka pada tahun 1995 WHO

merekomendasikan penggunaan program nasional penanggulangan TB melalui

strategi DOTS atau Directly Observed Treatment Shortcourse di Indonesia.

Page 23: Isi Evapro Radiet

Dalam bahasa Indonesia, strategi DOTS berarti pengobatan TB jangka pendek

dengan pengawasan secara langsung.(5)

Strategi ini sangat bermanfaat untuk menurunkan angka kesakitan dan

kematian, mencegah terjadinya resistensi obat, memberikan angka kesembuhan

yang tinggi dan Bank Dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi

kesehatan yang paling cost effective. Dengan strategi DOTS, manajemen

penanggulangan TB di Indonesia di tekankan pada tingkat kabupaten/kota.

Penelitian Vasantha et al. (2008) mendapatkan bahwa probabilitas kelangsungan

hidup diketahui sama pada semua pasien tuberkulosis tanpa memperhatikan jenis

OAT yang dipakai (kategorisasi). Usia, berat badan awal, riwayat pengobatan

sebelumnya dan alkoholisme adalah faktor resiko untuk angka kematian yang

tinggi.

Indikator nasional yang dipakai untuk menentukan keberhasilan

pencapaian program TB adalah angka penemuan penderita (Case Detection Rate)

minimal 70%, angka kesembuhan (Cure Rate) minimal 85%, angka konversi

(Conversion Rate) minimal 80% dan angka kesalahan laboratorium (Error Rate)

maksimal 5% .(5)

Dalam pembrantasan penyakit TB, PMO memiliki peranan yang cukup

besardalam pemberantasan TB. PMO memiliki persyaaratan, tugas, dan

pengetahuan yang cukup baik tentang TB.(5)

a. Persyaratan PMO

Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas

kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh

pasien.

Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

pasien.

b. Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,

Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada

petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader

Page 24: Isi Evapro Radiet

kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau

anggota keluarga.

c. Tugas seorang PMO

Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai

pengobatan.

Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

ditentukan.

Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai

gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit

Pelayanan Kesehatan.

Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil

obat dari unit pelayanan kesehatan.

d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien

dan keluarganya:

TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan

TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur

Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

pencegahannya

Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)

Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur

Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta

pertolongan ke UPK.

Mengingat pentingnya PMO dalam upaya pemberantasan TB di

Kecamatan Kebasen, maka sangat diperlukaan pembentukan PMO di wilayah

kerja Puskesmas Kebasen. Pembentukan PMO ini memiliki arti penting karena

PMO biasanya berasal dari kader kesehatan ataupun tokoh masyarakat yang

dihormati, sehingga ketaatan dan kepatuhan pasien TB dalam minum obat

semakin membaik. Hal lain yang penting adalah dengan dibentuknya PMO, maka

deteksi kasus dapat ditemukan secara aktif dengan cost efective yang tinggi,

mengingat petugas kesehatan tidak harus turun langsung ke lapangan untuk

mencari kasus (Anthony, dkk. 2009).

Page 25: Isi Evapro Radiet

Adanya PMO memudahkan deteksi kasus baru, gagal, atau kambuh secara

aktif. Hal ini karena tugas PMO juga memberikan penyuluhan pada anggota

keluarga atau tetangga terdekat pasien yang memiliki tanda dan gejala TB, untuk

kemudian memeriksakan diri ke Puskesmas terdekat. Selain membentuk kader

PMO, alternatif lain yang dapat dilakukan adalah memberikan penyuluhan tentang

TB ke masyarakat melalui petugas kesehatan, warga masyarakat yang memiliki

pengaruh cukup besar, terutama Kepala desa, RT, RW, kader PKK, Guru, Kaum

Ulama.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sukana, dkk

(2003), faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan penyuluhan TB adalah

penyuluhan yang intensif dan berkesinambungan dengan melibatkaan peran serta

masyarakat, terutama tokoh masyarakat.(6) Selain itu, penyuluhan juga sebaiknya

jangan hanya menekankan tanda dan gejala TB saja, tapi juga membahas tentang

faktor risiko, cara penularan, dan ketaatan dalam minum obat yang memang

sangat lama.

Page 26: Isi Evapro Radiet

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penemuan kasus TB di Kecamatan Kebasen masih bersifat pasif, dimana

penemuan kasus dilakukan pada pasien yang berobat ke BP dan memiliki

tanda dan gejala TB

2. Petugas kesehatan yang terbatas menyebabkan penyuluhan langsung ke

desa-desa sangat sulit.

3. Kekuatan yang dimiliki Puskesmas adalah memiliki laboratorium yang

sudah dapat untuk pemeriksaan BTA dan tenaga kesehatan yang loyal.

Kelemahan yang dimiliki Puskesmas adalah terbatasnya tenaga kesehatan

di bidang P2M dan Wilayah kerja yang sangat luas.

4. Kekuatan yang berasal dari masyarakat adalah mereka mudah diajak

kerjasama di bidang kesehatan dan memiliki antusiasme yang tinggi untuk

dijadikan kader kesehatan. Kelemahan yang berasal dari masyarakat hádala

banyak yang terkendala wilayah yang terpencil.

5. Melihat kekuatan dan kelemahan yang ada, maka deteksi TB secara aktif

dengan melibatkan peran serta masyarakat diperlukan , mengingat jumlah

tenaga kesehatan yang terbatas.

Page 27: Isi Evapro Radiet

6. Cara yang dapat dilakukan adalah membentuk kader PMO dan mengadakan

penyuluhan dengan melibatkan peran serta masyarakat, terutama tokoh

masyarakat.

B. Saran

1. Penemuan kasus TB secara aktif dengan melibatkan peran serta

masyarakat perlu dikembangkan guna percepatan pemberantasan TB di

Kecamatan Kebasen.

2. Diperlukan penyuluhan yang lebih intensif pada kader PMO dan tokoh

masyarakat, agar mereka lebih mengetahui tentang faktor risiko, penyebab,

cara penularan, dan ketaatan pengobatan penderita TB.

DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo Soekidjo, Prof. Dr. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-

Prinsip Dasar. PT Rineka Cipta; Jakarta.

Azwar Azrul, M.P.H, DR. Dr. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan.

Binarupaaksara; FK UI, Jakarta.

Depertemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis

edisi ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2006. p.1-,

131.

Widodo. Eddy. Upaya Peningkatan Peran Masyarakat dan Tenaga Kesehatan

dalam Pemberantasan Tuberkulosis. Makalah Pribadi Pengantar Falsafah

Sains Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2004.

p.1-16.

PROFIL PUSKESMAS PEKUNCEN. 2010-2011.

Page 28: Isi Evapro Radiet

Antoni, Syahrizal, Luthfan Lazuardi, dan Andjani Woerdjandari. 2009.

Implementasi Penemuan Suspek Tuberculosis di Puskesmas Kabupaten

Pesisir Selatan. Jurnal KMPK UGM. Vol 14.

Depertemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis edisi ke-2. Depkes RI : Jakarta

Sukana, Bambang, Heryanto, dan Supraptini. 2003. Pengaruh Penyuluhan

Terhadap Pengetahuan Penderita TB Paru di Tangerang. Jurnal Ekologi

Kesehatan. Vol 2 (3) : 282-9.

Page 29: Isi Evapro Radiet