isi laporan evapro no fix

42
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu layanan dasar sosial yang harus dipenuhi oleh pemerintah sebagai kewajibannya untuk menjaga kesejahteraan masyarakat. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan dengan berwawasan kesehatan yang menyeluruh dan berkesinambungan. Berdasarkan Kepmenkes no. 128 tahun 2004, Puskesmas adalah penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama. Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan, yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu wilayah kerja tertentu. Wilayah kerja puskesmas pada mulanya ditetapkan satu kecamatan, kemudian dengan semakin berkembangnya kemampuan dana yang dimiliki oleh pemerintah untuk membangun puskesmas, wilayah kerja puskesmas ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk di satu kecamatan, kepadatan dan mobilitasnya.

Upload: faidh-husnan

Post on 14-Feb-2016

39 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Isi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No Fix

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Laporan Evapro No Fix

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu layanan dasar sosial yang harus

dipenuhi oleh pemerintah sebagai kewajibannya untuk menjaga kesejahteraan

masyarakat. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

dengan berwawasan kesehatan yang menyeluruh dan berkesinambungan.

Berdasarkan Kepmenkes no. 128 tahun 2004, Puskesmas adalah

penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat

pertama. Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan

yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan, yang

melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan

terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu wilayah kerja tertentu.

Wilayah kerja puskesmas pada mulanya ditetapkan satu kecamatan, kemudian

dengan semakin berkembangnya kemampuan dana yang dimiliki oleh

pemerintah untuk membangun puskesmas, wilayah kerja puskesmas

ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk di satu kecamatan, kepadatan dan

mobilitasnya.

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten /

kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di

suatu wilayah kerja. Puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan

memegang peranan yang penting karena fungsi dari puskesmas adalah

mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan

pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk

kegiatan pokok yang menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya.

Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat, dalam

pelaksanaan kegiatannya dijalankan dalam bentuk 6 program pokok

Puskesmas yang terdiri atas upaya Promosi Kesehatan (Promkes), Kesehatan

Lingkungan (Kesling), Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Perbaikan Gizi,

Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), dan Pengobatan

Page 2: Isi Laporan Evapro No Fix

2

Dasar. Namun, pada umumnya program pokok Puskesmas ini belum dapat

dilaksanakan secara optimal. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dan

hambatan baik dari sisi internal (Puskesmas) maupun eksternal (masyarakat)

dalam pelaksanaan program pokok Puskesmas. Kondisi tersebut dapat diatasi

berdasarkan skala prioritas permasalahan dengan memanfaatkan potensi

sumber daya yang ada.

Kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Komunitas/Ilmu Kesehatan

Masyarakat dilaksanakan selama empat minggu di Puskesmas II Tambak.

Selama pelaksanaan kegiatan kepaniteraan di bagian IKK/IKM ini, telah

dilakukan pengamatan secara langsung maupun pengumpulan data sekunder

dari dokumen-dokumen kesehatan yang terdapat di Puskesmas II Tambak

untuk menilai pelaksanaan dan efektivitas program-program yang ada di

Puskesmas II Tambak. Pengamatan yang dilakukan meliputi program-program

kegiatan yang sudah diagendakan, pelaksanaan program kegiatan, evaluasi

program kegiatan, hingga target-target yang ditetapkan masing-masing

program beserta angka pencapaiannya. Terdapat beberapa permasalahan pada

program Puskesmas II Tambak, sehingga perlu dilakukannya evaluasi

program agar program-program puskesmas tersebut dapat menghasilkan

output yang maksimal dan memuaskan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui masalah-masalah kesehatan yang terjadi di Puskesmas

Tambak II terkait 6 Program Pokok Puskesmas.

2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian

penyakit TB paru di Puskesmas Tambak II.

2. Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan Puskesmas Tambak

II dalam melaksanakan pemberantasan penyakit TB paru

3. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tidak maksimalnya

pemberantasan TB paru.

3. Manfatat

Page 3: Isi Laporan Evapro No Fix

3

1. Manfaat Praktis

a.Memberikan informasi kepada pembaca tentang penyakit TB paru

baik faktor resiko, cara penularan, pengobatan dan pencegahan.

b. Menjadi dasar ataupun masukan bagi Puskesmas dalam mengambil

kebijakan jangka panjang dalam upaya pemberantasan TB paru.

2. Manfaat Teoritis

Menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya bagi pihak yang

membutuhkan.

Page 4: Isi Laporan Evapro No Fix

4

BAB II

ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS

I. GAMBARAN UMUM

A. Keadaan Geografi

Puskesmas II Tambak merupakan wilayah timur jauh (tenggara)

dari Kabupaten Banyumas, dengan luas wilayah 1.432 Ha atau sekitar

1,1% dari luas kabupaten Banyumas. Wilayah Puskesmas Tambak II

terdiri dari 5 desa yaitu: Pesantren, Karangpucung, Prembun, Purwodadi

dan Buniayu. Desa yang paling luas adalah Purwodadi yaitu 374 ha,

sedangkan desa yang wilayahnya paling sempit adalah Karangpucung

yaitu sekitar 218 ha.

Wilayah Puskesmas II Tambak terletak diperbatasa Kabupaten Banyumas

dengan Kabupaten Kebumen, dan berbatasan dengan :

1. Disebelah utara : Desa Watuagung

2. Sebelah timur : Kabupaten Kebumen

3. Sebelah Selatan : Desa Gebangsari

4. Sebelah Barat : Desa Kamulyan, Desa Karangpetir.

Wilayah Puskesmas II Tambak terletak pada ketinggian sekitar 15

mdpl – 35 mdpl. Dengan suhu udara rata – rata sekitar 27 derajat celcius

dengan kelembaban udara sekitar 80 %. Sekitar 50 % dari luas tanah

adalah daerah persawahan, 43 % pekarangan dan tegalan dan 7 % lain-

lain.

B. Keadaan Demografi

1. Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk dalam wilayah Puskesmas II Tambak tahun

2013 berdasarkan data yang dari BPS adalah 20.361 jiwa. Terdiri dari

10.010 jiwa (49,16%) laki-laki dan 10.351 jiwa (50,83%) perempuan.

Jumlah keluarga 6.096 KK. Bila dibandingkan dengan jumlah

penduduk tahun 2012 (16.232 jiwa) mengalami kenaikan.

Page 5: Isi Laporan Evapro No Fix

5

2. Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk tahun 2013 yang paling banyak adalah Desa

Purwodadi sebesar 6.190 jiwa, dengan kepadatan penduduk 1.655

jiwa/km2, sedangkan yang paling sedikit penduduknya adalah Desa

Pesantren sebesar 2.577 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.141

jiwa/km2. Kepadatan penduduk total wilayah Puskesmas II Tambak

adalah1.422 jiwa/km2. Penyebaran penduduknya cukup merata, mulai

dari daerah yang dekat jalan raya sampai ke daerah.

C. Petugas kesehatan

Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mencapai

keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan dalam

wilayah Puskesmas II Tambak adalah sebagai berikut :

a. Tenaga Medis

Tenaga Medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam wilayah

Puskesmas II Tambak ada 2 (dua) orang dokter umum, yaitu dokter umum

yang bekerja di Puskesmas II dengan rasio 10/100.000 jumlah penduduk.

Menurut standar Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun 2010 ratio tenaga

medis per 100.000 penduduk adalah 40 tenaga medis, berarti tenaga

medis masih kurang.

b. Dokter Spesialis

Dokter spesialis tidak ada. Standar IIS 2010, 6/100.000 penduduk.

c. Dokter Gigi

Dokter gigi tidak ada. Standar IIS 2010, 11/100.000 penduduk

d. Tenaga Farmasi

Tenaga farmasi tidak ada. Standar IIS 2010, 10/100.000 penduduk

e. Tenaga Bidan

Tenaga D-III Kebidanan jumlahnya 7 orang. Berarti ratio tenaga bidan

adalah 34,38/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, jumlah tenaga bidan

100/100.000 atau 16 bidan. Dengan demikian jumlah bidan di wilayah

Puskesmas II tambak masih kurang 9 bidan.

f. Tenaga Perawat

Page 6: Isi Laporan Evapro No Fix

6

Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas II Tambak lulusan SPK

ada 2 orang dan D-III Keperawatan 3 orang, jumlah seluruhnya ada 5

orang perawat (ratio 31/100.000 jumlah penduduk). Standar IIS tahun

2010, adalah 117,5/100.000 penduduk ( sekitar 19 perawat). Berarti

kurang 14 orang perawat.

g. Tenaga Gizi

Tenaga Gizi di Puskesmas II Tambak jumlahnya 1 orang, lulusan

D-III Gizi, ratio 4,91/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, 22/100.000

penduduk (3,5 ahli gizi). Berarti kurang 3 orang ahli gizi.

h. Tenaga Sanitasi

Tenaga Sanitasi ada 1 orang dengan pendidikan D-I. Ratio 6/100.000

penduduk. Standar IIS 2010, 40/100.000 penduduk (6,5 tenaga sanitasi).

Kurang 5 orang tenaga sanitasi.

i. Tenaga Kesehatan Masyarakat

Tenaga Kesehatan Masyarakat ada 2 orang. Standar IIS tahun 2010,

40/100.000 penduduk (6,5). Masih kurang 4 orang tenaga kesehatan

masyarakat

Tabel 2.1. Ratio Jumlah Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah

Penduduk di Puskesmas II Tambak, tahun 2012.

No. Jenis Tenaga Jumlah

Tenaga

Kesehatan

Ratio per

100.000

pddk

Target IIS

per 100.000

pddk

1. Dokter Umum 2 10 40

2. Dokter Spesialis 0 0 6

3. Dokter Gigi 0 0 11

4. Farmasi 0 0 10

5. Bidan 7 34,38 100

6. Perawat 5 24,56 117,5

7. Ahli Gizi 1 4,91 22

8. Sanitasi 1 6 40

9. Kesehatan

Masyarakat

2 24 40

Page 7: Isi Laporan Evapro No Fix

7

D. Sarana Kesehatan

1. Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Labkes

Puskesmas Tambak II satu-satunya sarana kesehatan yang

mempunyai kemampuan Labkes di wilayah Puskesmas Tambak II.

2. Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar

Rumah Sakit yang menyelenggarakan 4 pelayanan dasar tidak

ada.

3. Pelayanan Gawat Darurat

Pelayanan gawat darurat di wilayah Puskesmas Tambak II

hanya ada di Puskesmas.

E. Pembiayaan Kesehatan

Penyelenggaraan pembiayaan di Puskesmas Tambak II terdiri dari

operasional umum, Jamkesmas, Jampersal dan dana BOK dengan tujuan

agar semua program kesehatan di Puskesmas Tambak II ini berjalan

dengan lancer dan mencapai target yang telah ditentukan. Anggaran dana

operasional umum di Rencana Kerja Anggaran tahun 2012 adalah

Rp.99.313.000,00 (sembilan puluh sembilan juta tiga ratus tiga belas ribu

rupiah), dan dapat direalisasikan Rp. 95.523.671,00 (96,2%). Rencana

anggaran untuk tahun 2013 sama seperti tahun 2012 yaitu

Rp.99.313.000,00. Sedangkan untuk dana Jamkesmas dan Jampersal tahun

2012 direncanakan sebesar Rp. 174.875.050,00 dan dapat direalisasikan

sebesar Rp. 78.982.800,00 (45,16%). Kemudian untuk RKA tahun 2013

Jamkesmas Jampersal adalah Rp. 148.576.200,00.

Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tahun 2012 di

rencanakan Rp. 58.000,00 (lima puluh delapan juta rupiah) dan 100%

dapat direalisasikan. Tahun 2013 dana BOK dianggarkan sebesar

Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

II. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat

Untuk melihat gambaran dari derajat kesehatan masyarakat di wilayah

Puskesmas II Tambak, dapat dilihat dari angka kematian (mortalitas), angka

kesakitan (morbiditas) dan status gizi.

Page 8: Isi Laporan Evapro No Fix

8

A. Mortalitas

Angka kematian dapat dipergunakan untuk menilai derajat kesehatan

masyarakat diwilayah tertentu dalam waktu tertentu. Disamping untuk

mengetahui derajat kesehatan, juga dapat digunakan sebagai tolok ukur

untuk menilai tingkat keberhasilan dari program pembangunan kesehatan

dan pelayanan kesehatan di suatu wilyah tertentu. Angka kematian

berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber dipaparkan sebegai

berikut dibawah ini.

1. Angka Kematian Bayi

Angka kelahiran hidup di wilayah Puskesmas II Tambak tahun

2013 adalah 336 (163 laki-laki dan173 perempuan). Sedangkan kasus

bayi mati 5 bayi. Berarti angka kematian bayi (AKB) di wilayah

Puskesmas II Tambak adalah 14,7 per 1.000 kelahiran hidup.

Jika dibandingkan dengan AKB Puskesmas II Tambak tahun lalu

yaitu 13,4/1.000 kelahiran maka terjadi kenaikan 1,3/1.000 kelahiran

hidup. Dan jika dibandingkan dengan target Millenium Development

Goals (MDGS) tahun 2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup maka

AKB di Puskesmas II Tambak termasuk baik karena telah melampaui

target.

2009 2010 2011 2012 201302468

1012141618

14.76

9.87

16.6

13.414.7

Chart Title

Gambar 2.1

Page 9: Isi Laporan Evapro No Fix

9

Grafik Angka Kematian Bayi Per 1.000 Kelahiran Hidup

Di Puskesmas Ii Tambak Tahun 2009 – 2014

2. Angka Kematian Ibu

Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian yang terjadi pada ibu

karena peristiwa kehamilan, persalinan, dan masa nifas.Pada tabel 8

dapat dilihat bahwa angka kematian ibu (AKI) tahun 2013 tidak ada

kasus, tahun 2012 adalah 3 kasus atau 1.003,3 per 100.000 kelahiran

hidup. Sedangkan tahun 2011 adalah 662,3 per 100.000 kelahiran

hidup. Kemudian tahun 2009 sampai tahun 2010 tidak ada kasus

kematian ibu.

Angka-angka tersebut diatas masih belum mencapai target AKI

Jawa Tengah yaitu, 60 per 100.000 kelahiran hidup. Dilihat dari

kenyataan ini dapat dikatakan bahwa program KIA belum berjalan

secara optimal.

3. Angka Kematian Balita

Dilihat dari tabel 7 angka kematian Balita tahun 2013 nihil.

Sedangkan balita mati pada tahun 2011 juga nihil atau 0/1.000

kelahiran hidup. Tahun 2008 dan tahun 2009 angka kematian Balita

juga 0/1.000 kelahiran hidup. Ini menunjukan hasil pencapaian yang

baik dan perlu untuk dipertahankan.

B. Morbiditas

1. Malaria

Pada tahun 2013 tidak ditemukan kasus malaria positif

maupun malaria klinis. Demikian juga pada tahun 2011 dan 2012 juga

tidak ditemukan kasus malaria. Kasus malaria terakhir pada tahun

2010 ditemukan malaria klinis sebanyak 32 atau 1,61 per 1000

penduduk. Positif malaria 3 kasus (1,6/1000 pddk) atau 9 % dari

jumlah malaria klinis. Semua mendapatkan pengobatan. Bila

dibandingkan dengan tahun 2009 terjadi peningkatan kasus karena

pada tahun 2009 positif malaria hanya 2 kasus (0,1/1000 pddk).

Page 10: Isi Laporan Evapro No Fix

10

Walau angkanya termasuk kecil, dan tidak menunjukan endemis

malaria namun demikian perlu diwaspadai karena semua kasus malaria

disini adalah eksodan dari luar jawa.

2. TB Paru

Jumlah penemuan TB Paru BTA positif tahun 2013adalah

sebanyak 9 kasus atau CDR 45/100.000 penduduk. Kasus TB Paru

BTA positif diobati 10, sembuh 4 dan pengobatan lengkap 2. Dengan

angka kesuksesan (SUCCESS RATE/SR) 60,00%. Tahun 2012

sebanyak 5 kasus atau CDR 25/100.000 penduduk.Tahun 2011 adalah

12 kasus atau CDR 60/100.000 penduduk.Sedangkan tahun 2010 kasus

TB Paru BTA positif7 kasus atau 33/100.000 penduduk.

3. HIV/AIDS

Kasus HIV tidak pernah ada yang terdeteksi dalam wilayah

kerja atau tidak pernah ada kasus positif HIV.Hal ini tidak bisa

menunjukan secara pasti tidak adanya kasus HIV, sebab bisa

dimungkinkan ada kasus tetapi tidak karena pemeriksaan laborat untuk

penderita HIV sementara baru dilakukan pada klinik VCT atau di PMI

pada waktu donor darah.Dan Puskesmas selaku yang mempunyai

wilayah belum pernah mendapatkan tembusan hasil pemeriksaan

laborat dari klinik VCT maupun PMI karena laporan langsung ke

tingkat kabupaten.

4. Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Tidak ditemukan kasus AFP dalam wilayah kerja Puskesmas II

Tambak tahun 2013 maupun tahun sebelumnya. Hal ini dapat

dijadikan indikator keberhasilan program, baik program immunisasi

polio maupun program penemuan penderita AFP. Namun demikian

kita harus tetap waspada akan terjadinya AFP karena angka penemuan

penderita AFP kabupaten tahun 2011 adalah 6 kasus dan tahun 2010,

ditemukan 2 kasus.

5. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Kasus DBD pada tahun 2013 ditemukan 2 kasus. Sedangkan pada

tahun 2012 dan tahun 2011 tidak ditemukan. Pada tahun 2010 ada 5

Page 11: Isi Laporan Evapro No Fix

11

kasus (25,13/100.000 pddk) dan pada tahun 2009 juga ditemukan 5

kasus (25,45/100.000 pddk). Hal ini menunjukan terjadinya

peningkatan kasus DBD dari tahun 2009 sampai tahun 2010.Ini perlu

diwaspadai terutama masalah penularan penyakit DBD ini terkait erat

dengan masalah lingkungan. Program pemberantasan sarang nyamuk

tentunya perlu ditingkatan lagi selain dilakukan fogging apabila terjadi

kasus DBD di wilayah tertentu.

2009 2010 2011 2012 20130

5

10

15

20

25

30

Gambar 2.2

Grafik Kasus DBD Per 100.000 Penduduk Di Puskesmas II Tambak

Tahun 2009-2013

6. Penyakit Tidak Menular

Dari tabel 82 dapat dilihat bahwa kasus penyakit tidak

menular yang terbanyak adalah Hypertensi, kemudian diikuti oleh

Diabetes Militus (DM), sedangkan peringkat ketiga dan seterusnya

adalah psikosis, astma bronkhiale dan seterusnya.

Kalau dianalisa maka kebanyakan penyakit tidak menular

disebabkan oleh pola hidup yang kurang sehat. Mulai dari pola

makan, pola olahraga dan istirahat yang tidak baik yang bisa memicu

timbulnya penyakit tidak menular ini.

C. Status Gizi

Page 12: Isi Laporan Evapro No Fix

12

Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi di Posyandu melalui

penimbangan rutin tahun 2013, diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Jumlah balita yang ada : 1.260 anak

2. Jumlah balita ditimbang :990 anak (78,6%)

3. Jumlah balita yang naik BB-nya : 672anak (67,9%)

4. Jumlah BGM :15 anak (1,5%)

5. Jumlah Gizi buruk :1 anak (0,079%).

Dari hasil tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang

ditimbang pada tahun 2013mencapai angka 78,6% terjadi peningkatan jika

dibanding dengan tahun 2012 (69,3%). Angka balita yang naik berat

badannya mencapai 67,9 % ini berarti terjadi penurunan apabila dibandingkan

dengan tahun 2012 (74,2%). Angka BGM (1,5%) dan BGT (0%) cukup baik

karena masih jauh dari angka 15% sebagai angka batasan maksimal BGM.

Hal ini menunjukan bahwa program gizi sudah cukup berhasil, namun

demikian perlu ditingkatkan kinerja posyandu terutama untuk mengaktifkan

peran serta untuk meningkatkan angka kehadiran balita di masing-masing

posyandu.

1. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat

Capaian program dan derajat kesehatan masyarakat di wilayah

kerja Puskesmas Tambak II dapat dilihat dari terpenuhi atau tidaknya target

dari setiap program yang telah disepakati dengan mengacu pada Standar

Pelayanan Minimal (SPM).

Tabel 1.2. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas Puskesmas Tambak II

NO URUSAN WAJIB/ STANDAR PELAYANAN MINIMAL

TARGET 2013

PENCAPAIAN

JAN-DES 2013

I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR

1. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4 100% 97,22 %2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 100% 120,83 %

3. Cakupan pertolongan Persalinan Oleh Nakes yg memiliki kompetensi kebidanan

100% 101,20 %

4. Cakupan pelayanan nifas 100% 99,4 %5. Neonatal resiko tinggi/komplikasi yang ditangani 80% 69,83 %

Page 13: Isi Laporan Evapro No Fix

13

6. Cakupan Kunjungan Bayi 95% 83,54 %7. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child

Immunization (UCI)100% 100 %

8. Cakupan pelayanan anak balita 95% 122,1 %9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI

pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin100 % 100 %

10. Balita Gizi Buruk mendapat perawatan 100% 100 %11. Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Siswa SD dan

setingkat oleh Nakes/guru UKS/dokter kecil100% 100 %

12. Cakupan KB Aktif 100 % 86,40 %13. Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita

Penyakita. Acute Flacid Paralysis (AFP) rate pada anak

usia kurang 15 thnb. Penemuan Penderita Pneumonia pada Balitac. Penemuan pasien baru TB BTA Positifd. Penderita DBD yang ditanganie. Penemuan penderita diare

100 %

100 %100 %100 %70 %

-

17,86 %39,84 %100%

61,84 %14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien

masyarakat miskin100 % 104,38%

II. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN15. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien

masyarakat miskin100 % 93,93%

16. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di Kab/Kota

100 %

III. PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI DAN PENANGGULANGAN KLB17. Cakupan desa/kelurahan mengalami KLB yang

dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam100 % -

IV. PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT18. Cakupan Desa Siaga Aktif 100 % 100%

Sumber: Data Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas Puskesmas Tambak II 2013

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa

permasalahan program kesehatan yang dilihat dari belum terpenuhinya

pencapaian program dari target SPM. Salah satu diantaranya yaitu Penemuan

pasien baru TB Paru BTA Positif. Angka pencapaiannya sebesar 31%,

sementara target minimalnya harus mencapai angka 100%.

Page 14: Isi Laporan Evapro No Fix

14

BAB III

ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS

A. Analisis Potensi

1. Input

a. Man

Kelebihan :

1) Secara umum, tenaga medis dan non medis yang terdapat pada

Puskesmas Tambak II terdiri dari 2 dokter umum, 8 bidan, 9

perawat, 1 tenaga gizi , 1 tenaga sanitasi dan 4 tenaga

administrasi. Petugas struktural pada program Promkes terdiri

dari 1 orang yang merupakan Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Petugas struktural pada program Kesling terdiri dari 1 orang.

Petugas struktural pada program KIA/KB terdiri dari 4 orang.

Petugas struktural pada program Perbaikan Gizi terdiri dari 1

orang yang merupakan Ahli Madya Gizi. Petugas struktural pada

program P2M terdiri dari 3 orang. Petugas struktural pada

program Pengobatan Dasar terdiri dari 5 orang, di mana 4

diantaranya merupakan petugas dari Puskesmas Keliling

(Pusling). Terdapat 2 unit penunjang yaitu pengelola obat yang

Page 15: Isi Laporan Evapro No Fix

15

terdiri dari 2 orang petugas dan laborat yang terdiri dari 1 orang

petugas.

2) Petugas poli akan merujuk ke laboratorium jika ada suspek TB

sehingga pasien suspek TB yang datang ke puskesmas dapat

terdeteksi.

Kekurangan :

1) Belum semua petugas puskesmas terutama paramedis (perawat

dan bidan desa) mengetahui secara tepat cara menjaring

tersangka TB.

2) Kurang optimalnya pemanfaatan kader Posyandu sehingga kader

TB belum tersedia di setiap desa yang akibatnya kegiatan

pemantauan tidak dapat dilakukan secara maksimal.

3) Pada laboratorium Puskesmas Tambak II belum memiliki

pegawai analis kesehatan.

b. Money

Kelebihan :

Dana untuk kegiatan program berasal dari APBN dan APBD

Kabupaten Banyumas.

Kekurangan :

Tidak adanya dana khusus (reward) untuk petugas yang

terlibat langsung dengan program pemberantasan TB, misalnya dana

untuk petugas setiap kali melakukan pemeriksaan dahak, dana bagi

petugas yang mengirim sampel dahak bila hasil pemeriksaan BTA

(+) serta dana bagi petugas jika seorang pasien TB sembuh

(pengobatan berhasil).

c. Material

Kelebihan :

1) Logistik, obat dan vaksin berasal dari pihak kantor dinas

kesehatan tingkat II dan BKKBN Kabupaten Banyumas. Jumlah

dan jenisnya disesuaikan dengan perencanaan yang telah diajukan

oleh Puskesmas.

Page 16: Isi Laporan Evapro No Fix

16

2) Fasilitas kedokteran yang dimiliki yaitu 1 unit mobil ambulans

dan puskesmas keliling, vaksin, termos penyimpan vaksin, dan

alat laboratorium sederhana.

3) Terdapat Puskesmas dan Puskesmas keliling sebagai pusat

kesehatan masyarakat.

4) Tersedianya laboratorium sebagai sarana untuk pemeriksaan

dahak suspek TB.

5) Tersedianya peralatan untuk pembuatan preparat SPS (pot

sputum, obyek glass, lampu spritus, mikroskop, zat pewarna, dan

lain-lain).

Kekurangan :

1) Masih minimnya media promosi yang ada (misalnya poster).

2) Belum semua orang dengan kriteria tersangka TB yang terjaring

di balai pengobatan dikarenakan dahak tidak keluar/tersangka TB

tidak mengirimkan dahaknya.

d. Metode

Kelebihan :

1) Ketrampilan diperoleh dari pelatihan-pelatihan yang diadakan

oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas yang diadakan

secara insidensil.

2) Prosedur kerja dilakukan berdasarkan kasus yang dilaporkan dari

masyarakat atau dari Bidan berdasarkan kasus yang muncul di

masyarakat, seperti masih terdapatnya masyarakat yang

mempunyai tanda dan gejala yang mengarah ke TB Paru tetapi

belum diperiksakan dapat teridentifikasi. Kasus yang dilaporkan

oleh masyarakat atau Bidan akan ditinjau oleh bagian Penemuan

Pasien Baru TB BTA Positif untuk diperiksa lebih lanjut dan

diketahui diagnosisnya serta dapat sedini mungkin untuk

dilakukan pengobatan. Dalam hal ini, Puskesmas bekerja sama

dengan dinas kesehatan wilayah Banyumas dan BP4 Banyumas

dalam mengambil kebijakan terhadap kasus yang muncul di

masyarakat.

Page 17: Isi Laporan Evapro No Fix

17

3) Pemeriksaan dahak dengan menggunakan metode yang sudah

terstandarisasi (metode zielh nelson).

Kekurangan :

Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan hanya

dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB.

e. Minute

Kelebihan :

Terdapat petugas yang khusus menangani P2M Tuberkulosis Paru

sehingga pelaksanaan progam bias intensif.

Kekurangan :

1) Jangka waktu pelaksanaan kegiatan program sesuai dengan

program yang telah ditetapkan, akan tetapi besarnya kasus masih

memiliki keterbatasan dalam deteksi dini penemuan kasus TB

Paru yang dikarenakan jumlah tenaga kesehatan yang masih

kurang.

2) Terdapat jadwal yang sudah berjalan, namum belum terkoordinasi

dengan petugas promosi kesehatan.

3) Cakupan penemuan baru kasus TB dan penyuluhan relative

sedikit karena waktu yang dimiliki tidak efektif dikarenakan

petugas P2M TB hanya 1 orang.

f. Market

Kelebihan :

Cakupan target dari progam P2M TB adalah keseluruhan masyarakat

wilayah kerja Puskesmas Tambak II.

Kekurangan :

Sasaran masyarakat pada program Penemuan Pasien Baru TB BTA

Positif khususnya dalam hal penjaringan pasien baru TB BTA positif

untuk datang sendiri ke puskesmas jika merasa terdapat tanda dan

gejala TB Paru guna dapat ditangani sedini mungkin.

2. Proses

a. Perencanaan

Kelebihan :

Page 18: Isi Laporan Evapro No Fix

18

1) Penjaringan tersangka penderita TB dilaksanakan dengan

menggunakan metode passive promotif cas finding, karena

dianggap lebih efektif dan efisien dalam pembiayaan.

2) Rencana pelaksanaan progam P2M TB bekerja sama lintas

progam (Promkes dan pengobatan).

3) Memiliki arah tujuan yakni Terwujudnya KECAMATAN

TAMBAK SEHAT 2015.

Kekurangan :

Menggunakan metode passive promotif case finding.

b. Pengorganisasian

Kelebihan :

1) Penggalangan kerjasama dalam menangani kasus TB Paru

2) Penggalangan kerjasama lintas sektoral

Kekurangan :

1) Mempertimbangkan jumlah tenaga, beban kerja dan sarana yang

kurang memadai.

2) Tidak adanya kader TB pada setiap Desa di wilayah kerja

Puskesmas Tambak II.

3) Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan

hanya dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB.

c. Penggerakan dan pelaksanaan program

Kelebihan :

1) Tim Puskesmas Tambak II khususnya petugas program

penanganan kasus TB Paru yang didampingi dengan bidan desa

dan kader posyandu bekerjasama dengan masyarakat guna

mengetahui dan deteksi dini tentang penyakit TB Paru di wilayah

kerja Puskesmas Tambak II.

2) Petugas poli melakukan rujukan ke laboratorium jika ada pasien

suspek TB.

Kekurangan :

1) Pasien dengan keluhan batuk (kemungkinan TB) kadang

didiagnosis selain TB/ISPA tanpa digali riwayat batuknya lebih

Page 19: Isi Laporan Evapro No Fix

19

dalam dan masih ada masyarakat yang berobat tidak ke

Puskesmas setempat.

2) Belum semua orang dengan kriteria tersangka TB yang terjaring

di balai pengobatan terutama di pusling dapat diperiksa dahaknya

akibat dahak yang tidak keluar.

3) Beberapa tersangka TB yang tidak kembali untuk mengumpulkan

sampel.

4) Tidak ada kader TB di setiap desa.

5) Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan

hanya dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB.

d. Pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran kegiatan

Kelebihan :

Laporan program P2M TB dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten

Banyumas tiap triwulan disertai dengan data pencapaian progam

evaluasi progam dilakukan setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Badan

pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran kegiatan dilakukan

oleh :

1. Dinas Kesehatan wilayah Bayumas

2. BP4 Banyumas

3. Puskesmas Tambak II khususnya bagian program Penemuan

pasien baru TB BTA positif

4. Bidan Desa Kecamatan Tambak

5. PWS = Pemantauan wilayah setempat

6. Kader posyandu atau perangkat desa setempat

7. Masyarakat dan PMO

Kekurangan :

Belum optimalnya follow up dilapangan yang telah diberikan kepada

Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.

3. Output

Mewujudkan pencapaian penemuan kasus TB Paru dan

membangun masyarakat wilayah kerja Puskesmas Tambak II sadar

kesehatan dan lingkungan terutama tentang penyakit infeksi TB paru.

Page 20: Isi Laporan Evapro No Fix

20

Kelompok masyarakat yang sudah diskrining penemuan kasus TB Paru di

wilayah kerja Puskesmas Tambak II diberikan konseling yang berisi

informasi dan edukasi mengenai bahaya penyakit TB Paru, cara

penanggulangannya serta pentingnya peran PMO sehingga diharapkan

dapat terwujud Puskesmas Tambak Sehat 2015.

4. Effect

Dapat menarik minat masyarakat untuk mengetahui mengenai

bahaya penyakit TB Paru, mulai dari penegakkan diagnosis, tanda dan

gejala, cara penularan, terapi, edukasi serta PMO yang komprehensif,

terpadu, terarah, intensif dan berkesinambungan sehingga dapat tercapai

target program P2M pada masyarakat wilayah kerja Puskesmas Tambak II

dan menekan laju insidensi TB Paru.

5. Outcome

Dampak program yang diharapakan adalah menurunnya angka

kejadian penderita TB Paru dan terwujudnya Kecamatan Tambak Sehat

2015 sesuai dengan arah perencanaan yang ada.

B. Identifikasi Isu Strategis (Analisis SWOT)

1. Strength

a. Pada setiap desa sudah memiliki posyandu dan bidan desa

b. Terdapat kader kesehatan pada setiap posyandu

c. Adanya periode untuk penyuluhan tentang penyakit TB Paru dan

penunjukkan PMO dari setiap penderita.

d. Puskesmas menyediakan terapi injeksi streptomisin pada kasus MDR.

e. Puskesmas menyediakan pemeriksaan mikrobiologi bakteri sputum.

2. Weakness

a. Metode sosialisasi tentang penyakit TB Paru belum rutin dilakukan.

b. Terbatasnya tenaga kesehatan di bidang P2M khususnya yang

menangani masalah TB yaitu hanya satu orang sehingga kurang

optimal dalam penemuan penderita TB.

c. Sistem deteksi penyakit TB masih dilakukan secara pasif, yaitu hanya

mengandalkan pasien yang datang ke puskesmas dan memiliki tanda

Page 21: Isi Laporan Evapro No Fix

21

dan gejala TB. Deteksi penderita secara aktif, penyuluhan kesehatan ke

semua desa wilayah kerja Puskesmas Tambak II dan pembentukan

kader kesehatan yang khusus dalam penanganan TB belum berjalan.

d. Pengetahuan kader yang kurang mengenai penyakit TB paru, cara

pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak adekuat.

e. Belum ada hal pemicu khusus (trigger) atau semacam reward bagi

penderita maupun PMO ataupun petugas kesehatan yang ditugaskan

dalam progam penyakit TB Paru

f. Kurangnya pelatihan atau penyuluhan pada tataran kader khususnya

tentang penyakit TB Paru.

g. Tenaga seorang analis laboratorium yang tidak ada.

3. Edukasi kepada masyarakat akan pentingnya mengetahui dampak yang

disebabkan oleh penyakit TB Paru.

4. Opportunity

a. Tersedianya sumber daya manusia yang bersedia menjadi PMO bagi

penderita TB Paru.

b. Tersedianya sumber daya kesehatan yang bersedia menjadi petugas

dalam program penanggulangan penyakit TB Paru Puskesmas Tambak

II.

c. Terdapat bantuan dana dari Dinas Kesehatan untuk memenuhi

kebutuhan pendeteksi TB paru.

5. Threat

a. Kurangnya pengetahuan pada masyarakat mengenai bahaya yang

ditimbulkan oleh penyakit TB Paru.

b. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan kontrol kesehatan

untuk deteksi dini suatu penyakit setiap individu.

Dari hasil analisis SWOT, dapat disimpulkan permasalahan yang

terjadi seputar P2M TB, baik dari dalam maupun dari luar Puskesmas.

Sebenarnya Puskesmas Tambak II memiliki kekuatan dalam upaya

melaksanakan program P2M TB yaitu adanya fasilitas berupa mobil atau

kendara lain milik puskesmas yang memudahkan petugas P2M TB dalam

melaksanakan tugasnya. Akan tetapi kondisi ini kurang mendukung karena

Page 22: Isi Laporan Evapro No Fix

22

tenaga kesehatan di bidang P2M untuk TB sangat terbatas yaitu hanya satu

orang sedangkan wilayah kerja Puskesmas Tambak II cukup luas. Kondisi

ini jelas mempersulit cakupaan P2M TB secara aktif dengan terjun

langsung ke masyarakat. Penjaringan penderita TB maupun suspek TB

seharusnya melibatkan tenaga analis laboratorium puskesmas, tetapi

tenaga analis laboratorium di puskesmas Tambak tidak ada.

Sementara itu, jika kita melihat ke masyarakat Kecamatan Tambak,

sebenarnya lebih banyak kekuatan yang dapat dioptimalkan. Kondisi ini

terlihat dari antusiasme warga yang sangat tinggi terhadap masalah

kesehatan, mereka mudah dikumpulkan dalam acara posyandu lansia. Dari

mereka juga banyak yang menjadi kader kesehatan di desa masing-masing.

Sementara, hambatan yang terjadi yaitu masalah pengetahuan kesehatan

yang rendah tentang penyakit TB.

Jika dilihat kekuatan dan kelemahan yang telah dianalisis, baik dari

dalam dan luar Puskesmas, mengajak peran serta masyarakat dalam

penanggulangan TB adalah solusi yang cukup tepat, dibanding hanya

mengandalkan peran petugas kesehatan saja yang jumlahnya terbatas

untuk turun langsung ke masyarakat. Hal ini mengingat, masyarakat

Kecamatan Tambak memiliki tingkat partisipatif yang cukup baik di

bidang kesehatan dan dapat diajak kerjasama.

Page 23: Isi Laporan Evapro No Fix

23

BAB IV

PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN ALTERNATIF PEMECAHAN

MASALAH

A. Pembahasan Isu Strategis

Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ketiga sedunia

dalam hal jumlah penderita tuberkulosis. Pada tahun 2012, mengalami

penurunan peringkat ke peringkat V dan masuk dalam Milestone atau

pencapaian kinerja satu tahun kementerian kesehatan (PDPI, 2002).

Berdasarkan data badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2007

menyatakan jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia sekitar 528.000 orang

atau berada di posisi tiga dunia setelah India dan China. Laporan WHO tahun

2009 mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi V dengan jumlah

penderita Tuberkulosis sebesar 429.000 orang. Lima Negara dengan jumlah

terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, China, Afrika Selatan,

Nigeria dan Indonesia (WHO, 2010).

Hasil cakupan P2M TB Puskesmas Tambak II dapat dilihat bahwa

indikator-indikator keberhasilan pencapaian program TB paru yang telah

dicapai selama tahun 2013 belum memenuhi target pencapaian nasional.

Hasil tersebut menjadi masalah sehingga diperlukan langkah-langkah untuk

dapat memenuhi pencapaian target nasional tersebut.

Page 24: Isi Laporan Evapro No Fix

24

Penyebab yang memungkinkan dalam hal belum tercapainya target

yang telah ditentukan Dinas Kesehatan antara lain:

a. Belum semua petugas puskesmas terutama paramedis (perawat, bidan desa)

mengetahui secara tepat cara menjaring tersangka TB paru.

b. Kurang optimalnya pemanfaatan kader posyandu sebagai kader TB paru,

sehingga belum tersedianya kader-kader TB paru di setiap desa.

c. Pasien dengan keluhan batuk (kemungkinan TB) kadang didiagnosis ISPA

tanpa digali riwayat batuknya lebih dalam, dan masih ada masyarakat yang

berobat tidak ke puskesmas setempat (misalnya: BP4, RS swasta, perawat,

bidan)

d. Tidak adanya dana khusus untuk petugas yang terlibat langsung dengan

program pemberantasan TB paru.

e. Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB paru dan hanya

dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB, dan masih minimnya

media promosi yang ada.

f. Tidak taatnya suspek TB paru dalam mengumpulkan sampel dahak.

g. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai TB paru masih rendah, dan

kesadaran akan pentingnya kebersihan diri atau perilaku hidup sehat masih

minim, serta masih berkembangnya stigma negatif tentang tuberkulosis,

karena penderita dianggap menularkan penyakit.

B. Alternatif pemecahan masalah

Penanggulangan TB diperlukan upaya yang melibatkan berbagai sektor,

baik dari pemerintah, swasta maupun kelompok organisasi masyarakat,

mengingat beban masalah TB yang tinggi, keterbatasan sektor pemerintah,

potensi melibatkan sektor lain, keberlanjutan program dan akuntabilitas, mutu

serta transparansi.

Melihat hasil analisis SWOT, didapatkan isu strategis yang dapat

dilakukan untuk mendapatkan alternatif pemecahan masalah, meliputi :

1. Puskesmas khususnya petugas kesehatan dan bidan desa lebih aktif dalam

menciptakan suasana yang menarik dalam kegiatan tentang

penanggulangan pasien TB paru.

Page 25: Isi Laporan Evapro No Fix

25

2. Sebaiknya puskesmas khususnya petugas dan PMO yang bertanggung

jawab dalam program TB mendapatkan reward atau penghargaan sehingga

lebih bersemangat untuk meningkatkan kinerja program penanggulangan

TB.

3. Pelatihan atau penyuluhan untuk kader posyandu (pengkaderan)

khususnya tentang bahaya penyakit TB paru lebih sering ditingkatkan,

agar masyarakat lebih mengenal tentang penyakit dan bahaya TB paru.

4. Penambahan jumlah SDM paramedis lebih ditingkatkan di bidang

kesehatan dalam program penanggulangan penyakit TB, agar kinerja dan

target dapat tercapai secara maksimal guna menekan angka kejadian TB

paru yang terus meningkat.

5. Pengobatan secara tuntas mampu menekan tingginya angka kejadian TB

paru.

\

Page 26: Isi Laporan Evapro No Fix

26

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Angka pencapaian penemuan kasus TB paru yang datang dan ditemukan

di wilayah kerja Puskesmas Tambak II belum mencapai target standar

pelayanan minimal.

2. Penemuan kasus TB paru di Kecamatan Tambak masih bersifat pasif,

dimana penemuan kasus dilakukan pada pasien yang berobat ke Balai

Pengobatan dan memiliki tanda gejala TB Paru.

3. Terdapat keterbatasan tenaga kesehatan dalam program P2M TB, analis

laboratorium yang belum memadai.

4. Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan

sasarannya hanya keluarga suspek TB tersebut.

5. Bagian program penemuan kasus TB paru di wilayah puskesmas tambak

II masih kurangnya SDM dan PMO sehingga kinerja tidak sepenuhnya

berjalan sesuai program.

6. Perlu dilakukan upaya-upaya stretegis untuk dapat meningkatkan

kesadaran pasien TB paru untuk memeriksakan diri ke pelayanan

kesehatan agar dapat dilakukan pengobatan yang holistik dan

komphrensif di wilayah kerja Puskesmas Tambak II.

C. Saran

Page 27: Isi Laporan Evapro No Fix

27

1. Bagi peneliti

Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan dsar dilakukannya penelitian

lebih lanjut mengenai progam P2M khususnya penanganan TB di wilayah

kerja Puskesmas Tambak II.

2. Bagi DKK

Diperlukan komitmen yang berkesinambungan dalam menangani TB

sehingga tiap program yang dilakukan akan memberikan hasil yang

maksimal.

3. Bagi Puskesmas

a. Diperlukan pendataan suspek TB dan BTA (+) yang lebih akurat.

b. Dilakukan skrining suspek TB dan BTA (+) untuk memenuhi target

pencapaian nasional.

c. Pembentukan kader TB tiap desa yang dapat diambil dari kader

Posyandu.

d. Bila ditemukan suspek TB pada saat pemeriksaan di Posyandu maka

sebaiknya dahak penderita langsung diambil untuk diperiksa.

e. Bila ditemukan penderita BTA (+) maka dicari pula suspek TB pada

keluarga yang tinggal satu rumah.

f. Dilakukan penyuluhan berkesinambungan yang ditujukan kepada

seluruh masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran

mengenai TB paru.

g. Untuk mengatasi masalah yang ditemukan, pihak puskesmas dapat

menciptakan suasana yang menarik dalam kegiatan penemuan kasus

TB paru dengan cara memberikan reward atau penghargaan khusus

bagi petugas kesehatan dan PMO yang di tunjuk khusus agar dapat

meningkatkan kinerja dan kesejahteraan.

4. Bagi masyarakat

a. Masyarakat hendaknya dapat mendukung setiap langkah

pemberantasan TB yang dilakukan Puskesmas Tambak II untuk

meningkatkan kualitas hidup penderita TB maupun suspek TB.

Page 28: Isi Laporan Evapro No Fix

28

b. Pendekatan PMO dan Penderita harus dari orang terdekat , agar

pemantauan dan kepatuhan minum obat pasien TB paru dapat

maksimal dalam pengobatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Depertemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis edisi ke-4. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal.1-131.

Mual Bobby E. 2009. Peranan Foto Dada dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru Tersangka dengan BTA Negatif di Puskesmas Kodya Medan. Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Ilmu Penyakit Paru FK USU. Medan: FK USU. Hal.1-77.

Notoatmodjo Soekidjo, prof. Dr. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Diunduh dari: http://www.klikpdpi.com. Tanggal 10 Agustus 2013

Profil Kesehatan Jawa Tangah Tahun 2008. Available at http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/profil/profile2004/bab4.htmdiakses 12 febuari 2014

Widodo Eddy. 2004 Upaya Peningkatan Peran Masyarakat dan Tenaga Kesehatan dalam Pemberantasan Tuberkulosis. Makalah Pribadi Pengantar Falsafah Sains Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hal.1-16.

World Health Organization. 2010. Tuberculosis. Diunduh dari: http://www.who.int. Tanggal 9 Agustus 2013

Page 29: Isi Laporan Evapro No Fix

29