isi laporan evapro no fix
DESCRIPTION
Isi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixIsi Laporan Evapro No FixTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu layanan dasar sosial yang harus
dipenuhi oleh pemerintah sebagai kewajibannya untuk menjaga kesejahteraan
masyarakat. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk
keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan
dengan berwawasan kesehatan yang menyeluruh dan berkesinambungan.
Berdasarkan Kepmenkes no. 128 tahun 2004, Puskesmas adalah
penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat
pertama. Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan
yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan, yang
melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu wilayah kerja tertentu.
Wilayah kerja puskesmas pada mulanya ditetapkan satu kecamatan, kemudian
dengan semakin berkembangnya kemampuan dana yang dimiliki oleh
pemerintah untuk membangun puskesmas, wilayah kerja puskesmas
ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk di satu kecamatan, kepadatan dan
mobilitasnya.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten /
kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu wilayah kerja. Puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan
memegang peranan yang penting karena fungsi dari puskesmas adalah
mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan
pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk
kegiatan pokok yang menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya.
Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat, dalam
pelaksanaan kegiatannya dijalankan dalam bentuk 6 program pokok
Puskesmas yang terdiri atas upaya Promosi Kesehatan (Promkes), Kesehatan
Lingkungan (Kesling), Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Perbaikan Gizi,
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), dan Pengobatan
2
Dasar. Namun, pada umumnya program pokok Puskesmas ini belum dapat
dilaksanakan secara optimal. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dan
hambatan baik dari sisi internal (Puskesmas) maupun eksternal (masyarakat)
dalam pelaksanaan program pokok Puskesmas. Kondisi tersebut dapat diatasi
berdasarkan skala prioritas permasalahan dengan memanfaatkan potensi
sumber daya yang ada.
Kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Komunitas/Ilmu Kesehatan
Masyarakat dilaksanakan selama empat minggu di Puskesmas II Tambak.
Selama pelaksanaan kegiatan kepaniteraan di bagian IKK/IKM ini, telah
dilakukan pengamatan secara langsung maupun pengumpulan data sekunder
dari dokumen-dokumen kesehatan yang terdapat di Puskesmas II Tambak
untuk menilai pelaksanaan dan efektivitas program-program yang ada di
Puskesmas II Tambak. Pengamatan yang dilakukan meliputi program-program
kegiatan yang sudah diagendakan, pelaksanaan program kegiatan, evaluasi
program kegiatan, hingga target-target yang ditetapkan masing-masing
program beserta angka pencapaiannya. Terdapat beberapa permasalahan pada
program Puskesmas II Tambak, sehingga perlu dilakukannya evaluasi
program agar program-program puskesmas tersebut dapat menghasilkan
output yang maksimal dan memuaskan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui masalah-masalah kesehatan yang terjadi di Puskesmas
Tambak II terkait 6 Program Pokok Puskesmas.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian
penyakit TB paru di Puskesmas Tambak II.
2. Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan Puskesmas Tambak
II dalam melaksanakan pemberantasan penyakit TB paru
3. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tidak maksimalnya
pemberantasan TB paru.
3. Manfatat
3
1. Manfaat Praktis
a.Memberikan informasi kepada pembaca tentang penyakit TB paru
baik faktor resiko, cara penularan, pengobatan dan pencegahan.
b. Menjadi dasar ataupun masukan bagi Puskesmas dalam mengambil
kebijakan jangka panjang dalam upaya pemberantasan TB paru.
2. Manfaat Teoritis
Menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya bagi pihak yang
membutuhkan.
4
BAB II
ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS
I. GAMBARAN UMUM
A. Keadaan Geografi
Puskesmas II Tambak merupakan wilayah timur jauh (tenggara)
dari Kabupaten Banyumas, dengan luas wilayah 1.432 Ha atau sekitar
1,1% dari luas kabupaten Banyumas. Wilayah Puskesmas Tambak II
terdiri dari 5 desa yaitu: Pesantren, Karangpucung, Prembun, Purwodadi
dan Buniayu. Desa yang paling luas adalah Purwodadi yaitu 374 ha,
sedangkan desa yang wilayahnya paling sempit adalah Karangpucung
yaitu sekitar 218 ha.
Wilayah Puskesmas II Tambak terletak diperbatasa Kabupaten Banyumas
dengan Kabupaten Kebumen, dan berbatasan dengan :
1. Disebelah utara : Desa Watuagung
2. Sebelah timur : Kabupaten Kebumen
3. Sebelah Selatan : Desa Gebangsari
4. Sebelah Barat : Desa Kamulyan, Desa Karangpetir.
Wilayah Puskesmas II Tambak terletak pada ketinggian sekitar 15
mdpl – 35 mdpl. Dengan suhu udara rata – rata sekitar 27 derajat celcius
dengan kelembaban udara sekitar 80 %. Sekitar 50 % dari luas tanah
adalah daerah persawahan, 43 % pekarangan dan tegalan dan 7 % lain-
lain.
B. Keadaan Demografi
1. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk dalam wilayah Puskesmas II Tambak tahun
2013 berdasarkan data yang dari BPS adalah 20.361 jiwa. Terdiri dari
10.010 jiwa (49,16%) laki-laki dan 10.351 jiwa (50,83%) perempuan.
Jumlah keluarga 6.096 KK. Bila dibandingkan dengan jumlah
penduduk tahun 2012 (16.232 jiwa) mengalami kenaikan.
5
2. Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk tahun 2013 yang paling banyak adalah Desa
Purwodadi sebesar 6.190 jiwa, dengan kepadatan penduduk 1.655
jiwa/km2, sedangkan yang paling sedikit penduduknya adalah Desa
Pesantren sebesar 2.577 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.141
jiwa/km2. Kepadatan penduduk total wilayah Puskesmas II Tambak
adalah1.422 jiwa/km2. Penyebaran penduduknya cukup merata, mulai
dari daerah yang dekat jalan raya sampai ke daerah.
C. Petugas kesehatan
Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mencapai
keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan dalam
wilayah Puskesmas II Tambak adalah sebagai berikut :
a. Tenaga Medis
Tenaga Medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam wilayah
Puskesmas II Tambak ada 2 (dua) orang dokter umum, yaitu dokter umum
yang bekerja di Puskesmas II dengan rasio 10/100.000 jumlah penduduk.
Menurut standar Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun 2010 ratio tenaga
medis per 100.000 penduduk adalah 40 tenaga medis, berarti tenaga
medis masih kurang.
b. Dokter Spesialis
Dokter spesialis tidak ada. Standar IIS 2010, 6/100.000 penduduk.
c. Dokter Gigi
Dokter gigi tidak ada. Standar IIS 2010, 11/100.000 penduduk
d. Tenaga Farmasi
Tenaga farmasi tidak ada. Standar IIS 2010, 10/100.000 penduduk
e. Tenaga Bidan
Tenaga D-III Kebidanan jumlahnya 7 orang. Berarti ratio tenaga bidan
adalah 34,38/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, jumlah tenaga bidan
100/100.000 atau 16 bidan. Dengan demikian jumlah bidan di wilayah
Puskesmas II tambak masih kurang 9 bidan.
f. Tenaga Perawat
6
Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas II Tambak lulusan SPK
ada 2 orang dan D-III Keperawatan 3 orang, jumlah seluruhnya ada 5
orang perawat (ratio 31/100.000 jumlah penduduk). Standar IIS tahun
2010, adalah 117,5/100.000 penduduk ( sekitar 19 perawat). Berarti
kurang 14 orang perawat.
g. Tenaga Gizi
Tenaga Gizi di Puskesmas II Tambak jumlahnya 1 orang, lulusan
D-III Gizi, ratio 4,91/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, 22/100.000
penduduk (3,5 ahli gizi). Berarti kurang 3 orang ahli gizi.
h. Tenaga Sanitasi
Tenaga Sanitasi ada 1 orang dengan pendidikan D-I. Ratio 6/100.000
penduduk. Standar IIS 2010, 40/100.000 penduduk (6,5 tenaga sanitasi).
Kurang 5 orang tenaga sanitasi.
i. Tenaga Kesehatan Masyarakat
Tenaga Kesehatan Masyarakat ada 2 orang. Standar IIS tahun 2010,
40/100.000 penduduk (6,5). Masih kurang 4 orang tenaga kesehatan
masyarakat
Tabel 2.1. Ratio Jumlah Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah
Penduduk di Puskesmas II Tambak, tahun 2012.
No. Jenis Tenaga Jumlah
Tenaga
Kesehatan
Ratio per
100.000
pddk
Target IIS
per 100.000
pddk
1. Dokter Umum 2 10 40
2. Dokter Spesialis 0 0 6
3. Dokter Gigi 0 0 11
4. Farmasi 0 0 10
5. Bidan 7 34,38 100
6. Perawat 5 24,56 117,5
7. Ahli Gizi 1 4,91 22
8. Sanitasi 1 6 40
9. Kesehatan
Masyarakat
2 24 40
7
D. Sarana Kesehatan
1. Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Labkes
Puskesmas Tambak II satu-satunya sarana kesehatan yang
mempunyai kemampuan Labkes di wilayah Puskesmas Tambak II.
2. Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar
Rumah Sakit yang menyelenggarakan 4 pelayanan dasar tidak
ada.
3. Pelayanan Gawat Darurat
Pelayanan gawat darurat di wilayah Puskesmas Tambak II
hanya ada di Puskesmas.
E. Pembiayaan Kesehatan
Penyelenggaraan pembiayaan di Puskesmas Tambak II terdiri dari
operasional umum, Jamkesmas, Jampersal dan dana BOK dengan tujuan
agar semua program kesehatan di Puskesmas Tambak II ini berjalan
dengan lancer dan mencapai target yang telah ditentukan. Anggaran dana
operasional umum di Rencana Kerja Anggaran tahun 2012 adalah
Rp.99.313.000,00 (sembilan puluh sembilan juta tiga ratus tiga belas ribu
rupiah), dan dapat direalisasikan Rp. 95.523.671,00 (96,2%). Rencana
anggaran untuk tahun 2013 sama seperti tahun 2012 yaitu
Rp.99.313.000,00. Sedangkan untuk dana Jamkesmas dan Jampersal tahun
2012 direncanakan sebesar Rp. 174.875.050,00 dan dapat direalisasikan
sebesar Rp. 78.982.800,00 (45,16%). Kemudian untuk RKA tahun 2013
Jamkesmas Jampersal adalah Rp. 148.576.200,00.
Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tahun 2012 di
rencanakan Rp. 58.000,00 (lima puluh delapan juta rupiah) dan 100%
dapat direalisasikan. Tahun 2013 dana BOK dianggarkan sebesar
Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
II. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
Untuk melihat gambaran dari derajat kesehatan masyarakat di wilayah
Puskesmas II Tambak, dapat dilihat dari angka kematian (mortalitas), angka
kesakitan (morbiditas) dan status gizi.
8
A. Mortalitas
Angka kematian dapat dipergunakan untuk menilai derajat kesehatan
masyarakat diwilayah tertentu dalam waktu tertentu. Disamping untuk
mengetahui derajat kesehatan, juga dapat digunakan sebagai tolok ukur
untuk menilai tingkat keberhasilan dari program pembangunan kesehatan
dan pelayanan kesehatan di suatu wilyah tertentu. Angka kematian
berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber dipaparkan sebegai
berikut dibawah ini.
1. Angka Kematian Bayi
Angka kelahiran hidup di wilayah Puskesmas II Tambak tahun
2013 adalah 336 (163 laki-laki dan173 perempuan). Sedangkan kasus
bayi mati 5 bayi. Berarti angka kematian bayi (AKB) di wilayah
Puskesmas II Tambak adalah 14,7 per 1.000 kelahiran hidup.
Jika dibandingkan dengan AKB Puskesmas II Tambak tahun lalu
yaitu 13,4/1.000 kelahiran maka terjadi kenaikan 1,3/1.000 kelahiran
hidup. Dan jika dibandingkan dengan target Millenium Development
Goals (MDGS) tahun 2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup maka
AKB di Puskesmas II Tambak termasuk baik karena telah melampaui
target.
2009 2010 2011 2012 201302468
1012141618
14.76
9.87
16.6
13.414.7
Chart Title
Gambar 2.1
9
Grafik Angka Kematian Bayi Per 1.000 Kelahiran Hidup
Di Puskesmas Ii Tambak Tahun 2009 – 2014
2. Angka Kematian Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian yang terjadi pada ibu
karena peristiwa kehamilan, persalinan, dan masa nifas.Pada tabel 8
dapat dilihat bahwa angka kematian ibu (AKI) tahun 2013 tidak ada
kasus, tahun 2012 adalah 3 kasus atau 1.003,3 per 100.000 kelahiran
hidup. Sedangkan tahun 2011 adalah 662,3 per 100.000 kelahiran
hidup. Kemudian tahun 2009 sampai tahun 2010 tidak ada kasus
kematian ibu.
Angka-angka tersebut diatas masih belum mencapai target AKI
Jawa Tengah yaitu, 60 per 100.000 kelahiran hidup. Dilihat dari
kenyataan ini dapat dikatakan bahwa program KIA belum berjalan
secara optimal.
3. Angka Kematian Balita
Dilihat dari tabel 7 angka kematian Balita tahun 2013 nihil.
Sedangkan balita mati pada tahun 2011 juga nihil atau 0/1.000
kelahiran hidup. Tahun 2008 dan tahun 2009 angka kematian Balita
juga 0/1.000 kelahiran hidup. Ini menunjukan hasil pencapaian yang
baik dan perlu untuk dipertahankan.
B. Morbiditas
1. Malaria
Pada tahun 2013 tidak ditemukan kasus malaria positif
maupun malaria klinis. Demikian juga pada tahun 2011 dan 2012 juga
tidak ditemukan kasus malaria. Kasus malaria terakhir pada tahun
2010 ditemukan malaria klinis sebanyak 32 atau 1,61 per 1000
penduduk. Positif malaria 3 kasus (1,6/1000 pddk) atau 9 % dari
jumlah malaria klinis. Semua mendapatkan pengobatan. Bila
dibandingkan dengan tahun 2009 terjadi peningkatan kasus karena
pada tahun 2009 positif malaria hanya 2 kasus (0,1/1000 pddk).
10
Walau angkanya termasuk kecil, dan tidak menunjukan endemis
malaria namun demikian perlu diwaspadai karena semua kasus malaria
disini adalah eksodan dari luar jawa.
2. TB Paru
Jumlah penemuan TB Paru BTA positif tahun 2013adalah
sebanyak 9 kasus atau CDR 45/100.000 penduduk. Kasus TB Paru
BTA positif diobati 10, sembuh 4 dan pengobatan lengkap 2. Dengan
angka kesuksesan (SUCCESS RATE/SR) 60,00%. Tahun 2012
sebanyak 5 kasus atau CDR 25/100.000 penduduk.Tahun 2011 adalah
12 kasus atau CDR 60/100.000 penduduk.Sedangkan tahun 2010 kasus
TB Paru BTA positif7 kasus atau 33/100.000 penduduk.
3. HIV/AIDS
Kasus HIV tidak pernah ada yang terdeteksi dalam wilayah
kerja atau tidak pernah ada kasus positif HIV.Hal ini tidak bisa
menunjukan secara pasti tidak adanya kasus HIV, sebab bisa
dimungkinkan ada kasus tetapi tidak karena pemeriksaan laborat untuk
penderita HIV sementara baru dilakukan pada klinik VCT atau di PMI
pada waktu donor darah.Dan Puskesmas selaku yang mempunyai
wilayah belum pernah mendapatkan tembusan hasil pemeriksaan
laborat dari klinik VCT maupun PMI karena laporan langsung ke
tingkat kabupaten.
4. Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Tidak ditemukan kasus AFP dalam wilayah kerja Puskesmas II
Tambak tahun 2013 maupun tahun sebelumnya. Hal ini dapat
dijadikan indikator keberhasilan program, baik program immunisasi
polio maupun program penemuan penderita AFP. Namun demikian
kita harus tetap waspada akan terjadinya AFP karena angka penemuan
penderita AFP kabupaten tahun 2011 adalah 6 kasus dan tahun 2010,
ditemukan 2 kasus.
5. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Kasus DBD pada tahun 2013 ditemukan 2 kasus. Sedangkan pada
tahun 2012 dan tahun 2011 tidak ditemukan. Pada tahun 2010 ada 5
11
kasus (25,13/100.000 pddk) dan pada tahun 2009 juga ditemukan 5
kasus (25,45/100.000 pddk). Hal ini menunjukan terjadinya
peningkatan kasus DBD dari tahun 2009 sampai tahun 2010.Ini perlu
diwaspadai terutama masalah penularan penyakit DBD ini terkait erat
dengan masalah lingkungan. Program pemberantasan sarang nyamuk
tentunya perlu ditingkatan lagi selain dilakukan fogging apabila terjadi
kasus DBD di wilayah tertentu.
2009 2010 2011 2012 20130
5
10
15
20
25
30
Gambar 2.2
Grafik Kasus DBD Per 100.000 Penduduk Di Puskesmas II Tambak
Tahun 2009-2013
6. Penyakit Tidak Menular
Dari tabel 82 dapat dilihat bahwa kasus penyakit tidak
menular yang terbanyak adalah Hypertensi, kemudian diikuti oleh
Diabetes Militus (DM), sedangkan peringkat ketiga dan seterusnya
adalah psikosis, astma bronkhiale dan seterusnya.
Kalau dianalisa maka kebanyakan penyakit tidak menular
disebabkan oleh pola hidup yang kurang sehat. Mulai dari pola
makan, pola olahraga dan istirahat yang tidak baik yang bisa memicu
timbulnya penyakit tidak menular ini.
C. Status Gizi
12
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi di Posyandu melalui
penimbangan rutin tahun 2013, diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Jumlah balita yang ada : 1.260 anak
2. Jumlah balita ditimbang :990 anak (78,6%)
3. Jumlah balita yang naik BB-nya : 672anak (67,9%)
4. Jumlah BGM :15 anak (1,5%)
5. Jumlah Gizi buruk :1 anak (0,079%).
Dari hasil tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang
ditimbang pada tahun 2013mencapai angka 78,6% terjadi peningkatan jika
dibanding dengan tahun 2012 (69,3%). Angka balita yang naik berat
badannya mencapai 67,9 % ini berarti terjadi penurunan apabila dibandingkan
dengan tahun 2012 (74,2%). Angka BGM (1,5%) dan BGT (0%) cukup baik
karena masih jauh dari angka 15% sebagai angka batasan maksimal BGM.
Hal ini menunjukan bahwa program gizi sudah cukup berhasil, namun
demikian perlu ditingkatkan kinerja posyandu terutama untuk mengaktifkan
peran serta untuk meningkatkan angka kehadiran balita di masing-masing
posyandu.
1. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
Capaian program dan derajat kesehatan masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Tambak II dapat dilihat dari terpenuhi atau tidaknya target
dari setiap program yang telah disepakati dengan mengacu pada Standar
Pelayanan Minimal (SPM).
Tabel 1.2. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas Puskesmas Tambak II
NO URUSAN WAJIB/ STANDAR PELAYANAN MINIMAL
TARGET 2013
PENCAPAIAN
JAN-DES 2013
I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
1. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4 100% 97,22 %2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 100% 120,83 %
3. Cakupan pertolongan Persalinan Oleh Nakes yg memiliki kompetensi kebidanan
100% 101,20 %
4. Cakupan pelayanan nifas 100% 99,4 %5. Neonatal resiko tinggi/komplikasi yang ditangani 80% 69,83 %
13
6. Cakupan Kunjungan Bayi 95% 83,54 %7. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child
Immunization (UCI)100% 100 %
8. Cakupan pelayanan anak balita 95% 122,1 %9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI
pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin100 % 100 %
10. Balita Gizi Buruk mendapat perawatan 100% 100 %11. Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Siswa SD dan
setingkat oleh Nakes/guru UKS/dokter kecil100% 100 %
12. Cakupan KB Aktif 100 % 86,40 %13. Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita
Penyakita. Acute Flacid Paralysis (AFP) rate pada anak
usia kurang 15 thnb. Penemuan Penderita Pneumonia pada Balitac. Penemuan pasien baru TB BTA Positifd. Penderita DBD yang ditanganie. Penemuan penderita diare
100 %
100 %100 %100 %70 %
-
17,86 %39,84 %100%
61,84 %14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien
masyarakat miskin100 % 104,38%
II. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN15. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien
masyarakat miskin100 % 93,93%
16. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di Kab/Kota
100 %
III. PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI DAN PENANGGULANGAN KLB17. Cakupan desa/kelurahan mengalami KLB yang
dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam100 % -
IV. PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT18. Cakupan Desa Siaga Aktif 100 % 100%
Sumber: Data Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas Puskesmas Tambak II 2013
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa
permasalahan program kesehatan yang dilihat dari belum terpenuhinya
pencapaian program dari target SPM. Salah satu diantaranya yaitu Penemuan
pasien baru TB Paru BTA Positif. Angka pencapaiannya sebesar 31%,
sementara target minimalnya harus mencapai angka 100%.
14
BAB III
ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS
A. Analisis Potensi
1. Input
a. Man
Kelebihan :
1) Secara umum, tenaga medis dan non medis yang terdapat pada
Puskesmas Tambak II terdiri dari 2 dokter umum, 8 bidan, 9
perawat, 1 tenaga gizi , 1 tenaga sanitasi dan 4 tenaga
administrasi. Petugas struktural pada program Promkes terdiri
dari 1 orang yang merupakan Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Petugas struktural pada program Kesling terdiri dari 1 orang.
Petugas struktural pada program KIA/KB terdiri dari 4 orang.
Petugas struktural pada program Perbaikan Gizi terdiri dari 1
orang yang merupakan Ahli Madya Gizi. Petugas struktural pada
program P2M terdiri dari 3 orang. Petugas struktural pada
program Pengobatan Dasar terdiri dari 5 orang, di mana 4
diantaranya merupakan petugas dari Puskesmas Keliling
(Pusling). Terdapat 2 unit penunjang yaitu pengelola obat yang
15
terdiri dari 2 orang petugas dan laborat yang terdiri dari 1 orang
petugas.
2) Petugas poli akan merujuk ke laboratorium jika ada suspek TB
sehingga pasien suspek TB yang datang ke puskesmas dapat
terdeteksi.
Kekurangan :
1) Belum semua petugas puskesmas terutama paramedis (perawat
dan bidan desa) mengetahui secara tepat cara menjaring
tersangka TB.
2) Kurang optimalnya pemanfaatan kader Posyandu sehingga kader
TB belum tersedia di setiap desa yang akibatnya kegiatan
pemantauan tidak dapat dilakukan secara maksimal.
3) Pada laboratorium Puskesmas Tambak II belum memiliki
pegawai analis kesehatan.
b. Money
Kelebihan :
Dana untuk kegiatan program berasal dari APBN dan APBD
Kabupaten Banyumas.
Kekurangan :
Tidak adanya dana khusus (reward) untuk petugas yang
terlibat langsung dengan program pemberantasan TB, misalnya dana
untuk petugas setiap kali melakukan pemeriksaan dahak, dana bagi
petugas yang mengirim sampel dahak bila hasil pemeriksaan BTA
(+) serta dana bagi petugas jika seorang pasien TB sembuh
(pengobatan berhasil).
c. Material
Kelebihan :
1) Logistik, obat dan vaksin berasal dari pihak kantor dinas
kesehatan tingkat II dan BKKBN Kabupaten Banyumas. Jumlah
dan jenisnya disesuaikan dengan perencanaan yang telah diajukan
oleh Puskesmas.
16
2) Fasilitas kedokteran yang dimiliki yaitu 1 unit mobil ambulans
dan puskesmas keliling, vaksin, termos penyimpan vaksin, dan
alat laboratorium sederhana.
3) Terdapat Puskesmas dan Puskesmas keliling sebagai pusat
kesehatan masyarakat.
4) Tersedianya laboratorium sebagai sarana untuk pemeriksaan
dahak suspek TB.
5) Tersedianya peralatan untuk pembuatan preparat SPS (pot
sputum, obyek glass, lampu spritus, mikroskop, zat pewarna, dan
lain-lain).
Kekurangan :
1) Masih minimnya media promosi yang ada (misalnya poster).
2) Belum semua orang dengan kriteria tersangka TB yang terjaring
di balai pengobatan dikarenakan dahak tidak keluar/tersangka TB
tidak mengirimkan dahaknya.
d. Metode
Kelebihan :
1) Ketrampilan diperoleh dari pelatihan-pelatihan yang diadakan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas yang diadakan
secara insidensil.
2) Prosedur kerja dilakukan berdasarkan kasus yang dilaporkan dari
masyarakat atau dari Bidan berdasarkan kasus yang muncul di
masyarakat, seperti masih terdapatnya masyarakat yang
mempunyai tanda dan gejala yang mengarah ke TB Paru tetapi
belum diperiksakan dapat teridentifikasi. Kasus yang dilaporkan
oleh masyarakat atau Bidan akan ditinjau oleh bagian Penemuan
Pasien Baru TB BTA Positif untuk diperiksa lebih lanjut dan
diketahui diagnosisnya serta dapat sedini mungkin untuk
dilakukan pengobatan. Dalam hal ini, Puskesmas bekerja sama
dengan dinas kesehatan wilayah Banyumas dan BP4 Banyumas
dalam mengambil kebijakan terhadap kasus yang muncul di
masyarakat.
17
3) Pemeriksaan dahak dengan menggunakan metode yang sudah
terstandarisasi (metode zielh nelson).
Kekurangan :
Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan hanya
dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB.
e. Minute
Kelebihan :
Terdapat petugas yang khusus menangani P2M Tuberkulosis Paru
sehingga pelaksanaan progam bias intensif.
Kekurangan :
1) Jangka waktu pelaksanaan kegiatan program sesuai dengan
program yang telah ditetapkan, akan tetapi besarnya kasus masih
memiliki keterbatasan dalam deteksi dini penemuan kasus TB
Paru yang dikarenakan jumlah tenaga kesehatan yang masih
kurang.
2) Terdapat jadwal yang sudah berjalan, namum belum terkoordinasi
dengan petugas promosi kesehatan.
3) Cakupan penemuan baru kasus TB dan penyuluhan relative
sedikit karena waktu yang dimiliki tidak efektif dikarenakan
petugas P2M TB hanya 1 orang.
f. Market
Kelebihan :
Cakupan target dari progam P2M TB adalah keseluruhan masyarakat
wilayah kerja Puskesmas Tambak II.
Kekurangan :
Sasaran masyarakat pada program Penemuan Pasien Baru TB BTA
Positif khususnya dalam hal penjaringan pasien baru TB BTA positif
untuk datang sendiri ke puskesmas jika merasa terdapat tanda dan
gejala TB Paru guna dapat ditangani sedini mungkin.
2. Proses
a. Perencanaan
Kelebihan :
18
1) Penjaringan tersangka penderita TB dilaksanakan dengan
menggunakan metode passive promotif cas finding, karena
dianggap lebih efektif dan efisien dalam pembiayaan.
2) Rencana pelaksanaan progam P2M TB bekerja sama lintas
progam (Promkes dan pengobatan).
3) Memiliki arah tujuan yakni Terwujudnya KECAMATAN
TAMBAK SEHAT 2015.
Kekurangan :
Menggunakan metode passive promotif case finding.
b. Pengorganisasian
Kelebihan :
1) Penggalangan kerjasama dalam menangani kasus TB Paru
2) Penggalangan kerjasama lintas sektoral
Kekurangan :
1) Mempertimbangkan jumlah tenaga, beban kerja dan sarana yang
kurang memadai.
2) Tidak adanya kader TB pada setiap Desa di wilayah kerja
Puskesmas Tambak II.
3) Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan
hanya dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB.
c. Penggerakan dan pelaksanaan program
Kelebihan :
1) Tim Puskesmas Tambak II khususnya petugas program
penanganan kasus TB Paru yang didampingi dengan bidan desa
dan kader posyandu bekerjasama dengan masyarakat guna
mengetahui dan deteksi dini tentang penyakit TB Paru di wilayah
kerja Puskesmas Tambak II.
2) Petugas poli melakukan rujukan ke laboratorium jika ada pasien
suspek TB.
Kekurangan :
1) Pasien dengan keluhan batuk (kemungkinan TB) kadang
didiagnosis selain TB/ISPA tanpa digali riwayat batuknya lebih
19
dalam dan masih ada masyarakat yang berobat tidak ke
Puskesmas setempat.
2) Belum semua orang dengan kriteria tersangka TB yang terjaring
di balai pengobatan terutama di pusling dapat diperiksa dahaknya
akibat dahak yang tidak keluar.
3) Beberapa tersangka TB yang tidak kembali untuk mengumpulkan
sampel.
4) Tidak ada kader TB di setiap desa.
5) Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan
hanya dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB.
d. Pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran kegiatan
Kelebihan :
Laporan program P2M TB dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas tiap triwulan disertai dengan data pencapaian progam
evaluasi progam dilakukan setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Badan
pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran kegiatan dilakukan
oleh :
1. Dinas Kesehatan wilayah Bayumas
2. BP4 Banyumas
3. Puskesmas Tambak II khususnya bagian program Penemuan
pasien baru TB BTA positif
4. Bidan Desa Kecamatan Tambak
5. PWS = Pemantauan wilayah setempat
6. Kader posyandu atau perangkat desa setempat
7. Masyarakat dan PMO
Kekurangan :
Belum optimalnya follow up dilapangan yang telah diberikan kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.
3. Output
Mewujudkan pencapaian penemuan kasus TB Paru dan
membangun masyarakat wilayah kerja Puskesmas Tambak II sadar
kesehatan dan lingkungan terutama tentang penyakit infeksi TB paru.
20
Kelompok masyarakat yang sudah diskrining penemuan kasus TB Paru di
wilayah kerja Puskesmas Tambak II diberikan konseling yang berisi
informasi dan edukasi mengenai bahaya penyakit TB Paru, cara
penanggulangannya serta pentingnya peran PMO sehingga diharapkan
dapat terwujud Puskesmas Tambak Sehat 2015.
4. Effect
Dapat menarik minat masyarakat untuk mengetahui mengenai
bahaya penyakit TB Paru, mulai dari penegakkan diagnosis, tanda dan
gejala, cara penularan, terapi, edukasi serta PMO yang komprehensif,
terpadu, terarah, intensif dan berkesinambungan sehingga dapat tercapai
target program P2M pada masyarakat wilayah kerja Puskesmas Tambak II
dan menekan laju insidensi TB Paru.
5. Outcome
Dampak program yang diharapakan adalah menurunnya angka
kejadian penderita TB Paru dan terwujudnya Kecamatan Tambak Sehat
2015 sesuai dengan arah perencanaan yang ada.
B. Identifikasi Isu Strategis (Analisis SWOT)
1. Strength
a. Pada setiap desa sudah memiliki posyandu dan bidan desa
b. Terdapat kader kesehatan pada setiap posyandu
c. Adanya periode untuk penyuluhan tentang penyakit TB Paru dan
penunjukkan PMO dari setiap penderita.
d. Puskesmas menyediakan terapi injeksi streptomisin pada kasus MDR.
e. Puskesmas menyediakan pemeriksaan mikrobiologi bakteri sputum.
2. Weakness
a. Metode sosialisasi tentang penyakit TB Paru belum rutin dilakukan.
b. Terbatasnya tenaga kesehatan di bidang P2M khususnya yang
menangani masalah TB yaitu hanya satu orang sehingga kurang
optimal dalam penemuan penderita TB.
c. Sistem deteksi penyakit TB masih dilakukan secara pasif, yaitu hanya
mengandalkan pasien yang datang ke puskesmas dan memiliki tanda
21
dan gejala TB. Deteksi penderita secara aktif, penyuluhan kesehatan ke
semua desa wilayah kerja Puskesmas Tambak II dan pembentukan
kader kesehatan yang khusus dalam penanganan TB belum berjalan.
d. Pengetahuan kader yang kurang mengenai penyakit TB paru, cara
pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak adekuat.
e. Belum ada hal pemicu khusus (trigger) atau semacam reward bagi
penderita maupun PMO ataupun petugas kesehatan yang ditugaskan
dalam progam penyakit TB Paru
f. Kurangnya pelatihan atau penyuluhan pada tataran kader khususnya
tentang penyakit TB Paru.
g. Tenaga seorang analis laboratorium yang tidak ada.
3. Edukasi kepada masyarakat akan pentingnya mengetahui dampak yang
disebabkan oleh penyakit TB Paru.
4. Opportunity
a. Tersedianya sumber daya manusia yang bersedia menjadi PMO bagi
penderita TB Paru.
b. Tersedianya sumber daya kesehatan yang bersedia menjadi petugas
dalam program penanggulangan penyakit TB Paru Puskesmas Tambak
II.
c. Terdapat bantuan dana dari Dinas Kesehatan untuk memenuhi
kebutuhan pendeteksi TB paru.
5. Threat
a. Kurangnya pengetahuan pada masyarakat mengenai bahaya yang
ditimbulkan oleh penyakit TB Paru.
b. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan kontrol kesehatan
untuk deteksi dini suatu penyakit setiap individu.
Dari hasil analisis SWOT, dapat disimpulkan permasalahan yang
terjadi seputar P2M TB, baik dari dalam maupun dari luar Puskesmas.
Sebenarnya Puskesmas Tambak II memiliki kekuatan dalam upaya
melaksanakan program P2M TB yaitu adanya fasilitas berupa mobil atau
kendara lain milik puskesmas yang memudahkan petugas P2M TB dalam
melaksanakan tugasnya. Akan tetapi kondisi ini kurang mendukung karena
22
tenaga kesehatan di bidang P2M untuk TB sangat terbatas yaitu hanya satu
orang sedangkan wilayah kerja Puskesmas Tambak II cukup luas. Kondisi
ini jelas mempersulit cakupaan P2M TB secara aktif dengan terjun
langsung ke masyarakat. Penjaringan penderita TB maupun suspek TB
seharusnya melibatkan tenaga analis laboratorium puskesmas, tetapi
tenaga analis laboratorium di puskesmas Tambak tidak ada.
Sementara itu, jika kita melihat ke masyarakat Kecamatan Tambak,
sebenarnya lebih banyak kekuatan yang dapat dioptimalkan. Kondisi ini
terlihat dari antusiasme warga yang sangat tinggi terhadap masalah
kesehatan, mereka mudah dikumpulkan dalam acara posyandu lansia. Dari
mereka juga banyak yang menjadi kader kesehatan di desa masing-masing.
Sementara, hambatan yang terjadi yaitu masalah pengetahuan kesehatan
yang rendah tentang penyakit TB.
Jika dilihat kekuatan dan kelemahan yang telah dianalisis, baik dari
dalam dan luar Puskesmas, mengajak peran serta masyarakat dalam
penanggulangan TB adalah solusi yang cukup tepat, dibanding hanya
mengandalkan peran petugas kesehatan saja yang jumlahnya terbatas
untuk turun langsung ke masyarakat. Hal ini mengingat, masyarakat
Kecamatan Tambak memiliki tingkat partisipatif yang cukup baik di
bidang kesehatan dan dapat diajak kerjasama.
23
BAB IV
PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN ALTERNATIF PEMECAHAN
MASALAH
A. Pembahasan Isu Strategis
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ketiga sedunia
dalam hal jumlah penderita tuberkulosis. Pada tahun 2012, mengalami
penurunan peringkat ke peringkat V dan masuk dalam Milestone atau
pencapaian kinerja satu tahun kementerian kesehatan (PDPI, 2002).
Berdasarkan data badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2007
menyatakan jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia sekitar 528.000 orang
atau berada di posisi tiga dunia setelah India dan China. Laporan WHO tahun
2009 mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi V dengan jumlah
penderita Tuberkulosis sebesar 429.000 orang. Lima Negara dengan jumlah
terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, China, Afrika Selatan,
Nigeria dan Indonesia (WHO, 2010).
Hasil cakupan P2M TB Puskesmas Tambak II dapat dilihat bahwa
indikator-indikator keberhasilan pencapaian program TB paru yang telah
dicapai selama tahun 2013 belum memenuhi target pencapaian nasional.
Hasil tersebut menjadi masalah sehingga diperlukan langkah-langkah untuk
dapat memenuhi pencapaian target nasional tersebut.
24
Penyebab yang memungkinkan dalam hal belum tercapainya target
yang telah ditentukan Dinas Kesehatan antara lain:
a. Belum semua petugas puskesmas terutama paramedis (perawat, bidan desa)
mengetahui secara tepat cara menjaring tersangka TB paru.
b. Kurang optimalnya pemanfaatan kader posyandu sebagai kader TB paru,
sehingga belum tersedianya kader-kader TB paru di setiap desa.
c. Pasien dengan keluhan batuk (kemungkinan TB) kadang didiagnosis ISPA
tanpa digali riwayat batuknya lebih dalam, dan masih ada masyarakat yang
berobat tidak ke puskesmas setempat (misalnya: BP4, RS swasta, perawat,
bidan)
d. Tidak adanya dana khusus untuk petugas yang terlibat langsung dengan
program pemberantasan TB paru.
e. Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB paru dan hanya
dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB, dan masih minimnya
media promosi yang ada.
f. Tidak taatnya suspek TB paru dalam mengumpulkan sampel dahak.
g. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai TB paru masih rendah, dan
kesadaran akan pentingnya kebersihan diri atau perilaku hidup sehat masih
minim, serta masih berkembangnya stigma negatif tentang tuberkulosis,
karena penderita dianggap menularkan penyakit.
B. Alternatif pemecahan masalah
Penanggulangan TB diperlukan upaya yang melibatkan berbagai sektor,
baik dari pemerintah, swasta maupun kelompok organisasi masyarakat,
mengingat beban masalah TB yang tinggi, keterbatasan sektor pemerintah,
potensi melibatkan sektor lain, keberlanjutan program dan akuntabilitas, mutu
serta transparansi.
Melihat hasil analisis SWOT, didapatkan isu strategis yang dapat
dilakukan untuk mendapatkan alternatif pemecahan masalah, meliputi :
1. Puskesmas khususnya petugas kesehatan dan bidan desa lebih aktif dalam
menciptakan suasana yang menarik dalam kegiatan tentang
penanggulangan pasien TB paru.
25
2. Sebaiknya puskesmas khususnya petugas dan PMO yang bertanggung
jawab dalam program TB mendapatkan reward atau penghargaan sehingga
lebih bersemangat untuk meningkatkan kinerja program penanggulangan
TB.
3. Pelatihan atau penyuluhan untuk kader posyandu (pengkaderan)
khususnya tentang bahaya penyakit TB paru lebih sering ditingkatkan,
agar masyarakat lebih mengenal tentang penyakit dan bahaya TB paru.
4. Penambahan jumlah SDM paramedis lebih ditingkatkan di bidang
kesehatan dalam program penanggulangan penyakit TB, agar kinerja dan
target dapat tercapai secara maksimal guna menekan angka kejadian TB
paru yang terus meningkat.
5. Pengobatan secara tuntas mampu menekan tingginya angka kejadian TB
paru.
\
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Angka pencapaian penemuan kasus TB paru yang datang dan ditemukan
di wilayah kerja Puskesmas Tambak II belum mencapai target standar
pelayanan minimal.
2. Penemuan kasus TB paru di Kecamatan Tambak masih bersifat pasif,
dimana penemuan kasus dilakukan pada pasien yang berobat ke Balai
Pengobatan dan memiliki tanda gejala TB Paru.
3. Terdapat keterbatasan tenaga kesehatan dalam program P2M TB, analis
laboratorium yang belum memadai.
4. Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan
sasarannya hanya keluarga suspek TB tersebut.
5. Bagian program penemuan kasus TB paru di wilayah puskesmas tambak
II masih kurangnya SDM dan PMO sehingga kinerja tidak sepenuhnya
berjalan sesuai program.
6. Perlu dilakukan upaya-upaya stretegis untuk dapat meningkatkan
kesadaran pasien TB paru untuk memeriksakan diri ke pelayanan
kesehatan agar dapat dilakukan pengobatan yang holistik dan
komphrensif di wilayah kerja Puskesmas Tambak II.
C. Saran
27
1. Bagi peneliti
Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan dsar dilakukannya penelitian
lebih lanjut mengenai progam P2M khususnya penanganan TB di wilayah
kerja Puskesmas Tambak II.
2. Bagi DKK
Diperlukan komitmen yang berkesinambungan dalam menangani TB
sehingga tiap program yang dilakukan akan memberikan hasil yang
maksimal.
3. Bagi Puskesmas
a. Diperlukan pendataan suspek TB dan BTA (+) yang lebih akurat.
b. Dilakukan skrining suspek TB dan BTA (+) untuk memenuhi target
pencapaian nasional.
c. Pembentukan kader TB tiap desa yang dapat diambil dari kader
Posyandu.
d. Bila ditemukan suspek TB pada saat pemeriksaan di Posyandu maka
sebaiknya dahak penderita langsung diambil untuk diperiksa.
e. Bila ditemukan penderita BTA (+) maka dicari pula suspek TB pada
keluarga yang tinggal satu rumah.
f. Dilakukan penyuluhan berkesinambungan yang ditujukan kepada
seluruh masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
mengenai TB paru.
g. Untuk mengatasi masalah yang ditemukan, pihak puskesmas dapat
menciptakan suasana yang menarik dalam kegiatan penemuan kasus
TB paru dengan cara memberikan reward atau penghargaan khusus
bagi petugas kesehatan dan PMO yang di tunjuk khusus agar dapat
meningkatkan kinerja dan kesejahteraan.
4. Bagi masyarakat
a. Masyarakat hendaknya dapat mendukung setiap langkah
pemberantasan TB yang dilakukan Puskesmas Tambak II untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita TB maupun suspek TB.
28
b. Pendekatan PMO dan Penderita harus dari orang terdekat , agar
pemantauan dan kepatuhan minum obat pasien TB paru dapat
maksimal dalam pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Depertemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis edisi ke-4. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal.1-131.
Mual Bobby E. 2009. Peranan Foto Dada dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru Tersangka dengan BTA Negatif di Puskesmas Kodya Medan. Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Ilmu Penyakit Paru FK USU. Medan: FK USU. Hal.1-77.
Notoatmodjo Soekidjo, prof. Dr. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Diunduh dari: http://www.klikpdpi.com. Tanggal 10 Agustus 2013
Profil Kesehatan Jawa Tangah Tahun 2008. Available at http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/profil/profile2004/bab4.htmdiakses 12 febuari 2014
Widodo Eddy. 2004 Upaya Peningkatan Peran Masyarakat dan Tenaga Kesehatan dalam Pemberantasan Tuberkulosis. Makalah Pribadi Pengantar Falsafah Sains Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hal.1-16.
World Health Organization. 2010. Tuberculosis. Diunduh dari: http://www.who.int. Tanggal 9 Agustus 2013
29