bab ii evapro

Upload: preston-parker

Post on 14-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Pencegahan dan Pemberantasan KEP2.1.1. DefinisiKurang Energi Protein (KEP), yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG) (Depkes RI, 2010).Kasus gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) Berat adalah balita yang dalam pemeriksaan antropometri dibawah 60% standar WHO-NCHS (BB/U atau BB/TB), yang secara klinis dibedakan menjadi marasmus, kwashiorkor dan marasmik kwashiorkor (Widardo, 2013).Kurang Energi Protein (KEP) diberi nama internasional Calori Protein Malnutrition (CPM) dan kemudian diganti dengan Protein Energy Malnutrition (PEM). Kurang Energi Protein adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Manifestasi KEP dari diri penderitanya ditentukan dengan mengukur status gizi anak atau orang yang menderita KEP (WHO, 2008).

2.1.2. Epidemiologi dan Faktor RisikoMasalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact). Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas SDM di masa depan karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa janin dalam kandungan. Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan juga jauh sebelumnya, yaitu pada saat remaja atau usia sekolah (Lingga, 2010).Masa balita merupaka masa dimana terjadi pertumbuhan badan yag cukup pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi di setiap kilo gram berat badannya. Dalam keadaan seperti ini anak balita justru paling sering mengalami kekurangan gizi sehingga anak balita merupakan kelompok umur yang rentan menderita kekurangan gizi (Lingga, 2010).Proses riwayat terjadinya penyakit pada masalah gizi (gizi kurang) melalui berbagai tahap yaitu diawali dengan terjadinya interaksi antara pejamu, sumber penyakit dan lingkungan. Ketidakseimbangan antara ketiga faktor ini, misalnya terjadi ketidakcukupan zat gizi dalam tubuh. Akibat kekurangan zat gizi, maka simpanan zat gizi dalam tubuh dugunakan untuk memenuhi kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsung lama, maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Proses ini berlanjut sehingga menyebabkan malnutrisi, walupun hanya ditandai dengan penurunan berat badan dan pertumbuhan terhambat. Masalah gizi merupakan masalah yang multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab. Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah pangan (Lingga, 2010).Berdasarkan kelompok umur, masalah gizi buruk menurut data RISKESDAS 2010 lebih banyak ditemukan pada anak usia di bawah tiga tahun (batita), bayi < 6 bulan (9,2%), bayi 6 11 bulan (7,9%), dan anak 12 23 bulan dan 24 35 bulan masing-masing 7,1%. Di daerah perdesaan, prevalensi masalah gizi buruk lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan, yaitu 6,6% dan 5,4% (Depkes RI, 2010). Secara nasional, prevalensi berat kurang pada tahun 2013 adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang (Bappenas, 2014).Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Namun, secara langsung dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu : anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai dan anak mungkin menderita penyakit infeksi. Ketiga penyebab langsung tersebut diuraikan sebagai berikut (Widardo, 2013):

1. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang.Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi. Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya. MPASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah, seringkali seorang anak harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.Tabel 2. 1. Kebutuhan Energi Anak

2. Anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai.Suatu studi positive deviance mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan.3. Anak menderita penyakit infeksi.Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain, anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk.

Bagan 2.1. Penyebab Masalah GiziSumber: UNICEF, 1998

Penyebab Langsung dari KEP adalah masalah kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi. Sedangkan, penyebab tidak langsung terjadinya KEP adalah ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun kualitas gizi (Razak, 2011).Pengetahuan tentang gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi masalah yang timbul akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap konsumsi makanan bagi keluarga, ibu harus memiliki pengetahuan tentang gizi baik melalui pendidikan formal maupun informal (Lingga, 2010).Pentinganya pengetahuan gizi terhadap konsumsi didasari atas tiga kenyataan. Pertama, Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. Kedua, Setiap orang hanya akan cukup gizi yang diperlukan jika makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharan dan energi. Ketiga, Ilmu gizi memberikan fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan yang baik bagi perbaikan gizi (Lingga, 2010).

2.1.3. Penilaian Status GiziPenilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Kemenkes, 2011).

Penilaian secara langsung1) AntropometriSecara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) (Kemenkes, 2011).Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat pengukuran karena mudah berubah. Indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh U juga dipengaruhi oleh TB. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, dan indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini. Dilakukan perbandingan dengan suatu standar internasional yang ditetapkan oleh WHO, untuk mengetahui apakah berat badan dan tinggi badan normal, lebih rendah atau lebih tinggi dari yang seharusnya. Pada dasarnya perhitungan BB/U, TB/U seorang anak didasari pada nilai Z-nya (relatif deviasinya). Cut off point (nilai ambang batas) untuk tiap indikator status gizi baik adalah +2 SD dan status gizi < - 3SD dikategorikan sebagai kurang gizi berat (Kemenkes, 2011).a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status). b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi.

c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.

2) Pemeriksaan KlinisSecara klinis, KEP dapat dibagikan kepada tiga tipe yaitu, marasmus, kwashiorkor, dan marasmik-kwashiorkor. Marasmus terjadi karena pengambilan energi yang tidak cukup sementara kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup. Sementara tipe marasmik kwashiorkor yaitu gabungan diantara gejala marasmus dan kwashiorkor (Depkes, 2008).Marasmus terjadi karena pengambilan energi yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita marasmus, pertumbuhannya akan berkurang atau terhenti, sering berjaga pada waktu malam, mengalami konstipasi atau diare. Diare pada penderita marasmus akan terlihat berupa bercak hijau tua yang terdiri dari sedikit lendir dan sedikit tinja (Depkes, 2008).Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga gambang. Apabila gejala bertambah berat lemak pada bagian pipi akan menghilang dan penderita terlihat seperti wajah seorang tua. Vena superfisialis akan terlihat jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol dan mata tampak besar dan dalam. Perut tampak membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas dan tampak atropi (Depkes, 2008).Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi otot serta menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses fisiologis.Tubuh membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan protein juga digunakan. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga untuk sistesis glukosa (Nelson, 2007).Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat. Hal ini seperti marasmus, kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan mental,pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat, gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut, kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit, pembesaran hati, anemia ringan, pada biopsi hati dapat ditemukan perlemakan (Depkes, 2008).Kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup. Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan perlemakan hati dan edema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori yang cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Asupan makanan yang terdapat cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan oleh berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan edema (Nelson, 2007).Pada penderita yang menderita kwashiorkor, anak akan mengalami gangguan pertumbuhan, perubahan mental yaitu pada biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar penderita ditemukan edema. Selain itu, pederita akan mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare. Hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas dan usus. Rambut kepala penderita kwashiorkor senang dicabut tanpa rasa sakit (Nelson, 2007).Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam, kering, halus, jarang dan berwarna putih. Kulit menjadi kering dengan menunjukkan garis-garis yang lebih mendalam dan lebar. terjadi perubahan kulit yang khas yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan dan disertai kelembapan. Pada perabaan hati ditemukan hati membesar, kenyal, permukaan licin, dan pinggiran tajam. Anemia ringan juga ditemukan dan terjadinya kelainan kimia yaitu kadar albumin serum yang rendah dan kadar globulin yang normal atau sedikit meninggi (Nelson, 2007).Marasmik Kwashiorkor adalah gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% (BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak mencolok. Marasmik Kwashiorkor memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi (Depkes, 2008).

Penilaian Secara Tidak Langsung1)Survei Konsumsi MakananSurvei konsumsi makanan dilakukan di suatu wilayah tertentu atau dilakukan secara perorangan untuk mengetahui asupan yang dikonsumsi secara rutin (Kemenkes, 2011).2)Statistik VitalPenilaian statistic dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan epidemiologi dalam suatu wilayah, sehingga dapat menjadi pertimbangan suatu faktor risiko (Kemenkes, 2011).

3)Faktor EkologiPenilaian faktor ekologi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyebab tidak langsung dan masalah utama yang dapat menyebabkan masalah gizi dalam suatu wilayah sehingga dapat mempertimbangkan faktor risiko yang ada dalam suatu wilayah tersebut (Kemenkes, 2011).

2.1.4. Tatalaksana KEPDalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor (Kemenkes, 2011).

Tahap PenyesuaianTujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5 5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI (Kemenkes, 2011).Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut (Kemenkes, 2011):a) Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.b) Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.c) Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dand) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde)

Tahap PenyembuhanBila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari (Kemenkes, 2011).

Tahap LanjutanSebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah (Kemenkes, 2011):a) Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia.b) KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.c) Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat hipomagnesimia.d) Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.e) Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat.

2.2. Program Pusat Pemulihan Gizi (PPG / TFC)2.2.1. Prinsip Dasar Program Pusat Pemulihan GiziPrinsip dasar Program Pusat Pemulihan Gizi yang dilaksanakan oleh Puskesmas adalah sebagai berikut (Kemenkes, 2011).a. Meningkatkan jangkauan/cakupan pemulihan gizi. Penanganan anak gizi buruk dilaksanakan agar dapat menjangkau sebanyak mungkin kasus gizi buruk yang membutuhkan perawatan.b. Ketepatan waktu.Penemuan kasus gizi buruk secara dini sehingga bisa dilakukan penanganan lebih awal dan bersifat komprehensif.c. Pelayanan yang tepat.Penanganan anak gizi buruk yang disesuaikan dengan kondisi anak untuk menentukan apakah anak perlu rawat inap atau rawat jalan.d. Pelayanan yang terintegrasi.Penanganan anak gizi buruk merupakan kegiatan yang terintegrasi dengan sistem pelayanan kesehatan yang ada.e. Penanganan anak gizi buruk melibatkan peran lintas sektor terkait, LSM, organisasi profesi dan tokoh masyarakat.f. Pemantauan secara rutin.Pemantauan pelaksanaan penanganan anak gizi buruk perlu dilakukan secara terus menerus untuk menjamin kinerja pelayanan secara tepat dan efektif.

2.2.2. Alur Pemeriksaan / Penemuan KasusBerikut penjelasan alur pemeriksaan yang dapat di gunakan untuk menentukan langkah-langkah yang dilakukan dalam menangani penemuan kasus anak gizi buruk berdasarkan kategori yang telah ditentukan (Kemenkes, 2011):1. Penemuan Anak Gizi Buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan anak di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan (Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan praktek swasta), hasil laporan masyarakat (media massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya) dan skrining aktif (operasi timbang anak).2. Penapisan Anak Gizi Buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau anak yang berdasarkan hasil penapisan Lila < 12,5 cm, atau semua anak yang dirujuk dari posyandu (2T dan BGM) maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis, semua anak diperiksa tanda-tanda komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran), semua anak diperiksa nafsu makan dengan cara tanyakan kepada orang tua apakah anak mau makan/tidak mau makan minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut.3. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan baik, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan.4. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6 59 bulan) dan disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi medis sebagai berikut: anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk dengan komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat inap.5. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d -3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan PMT Pemulihan.6. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung tangan atau kaki), dan nafsu makan membaik maka penanganan anak tersebut dilakukan melalui rawat jalan.7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tanda tanda komplikasi medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka penanganan anak dengan pemberian PMT pemulihan.8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan PMT pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya salah satu tanda komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ke tiga berat badan tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada nafsu makan maka anak perlu penanganan secara rawat inap.

Untuk lebih jelasnya alur pemeriksaan atau penemuan kasus dapat dilihat pada bagan berikut (Kemenkes, 2011):

Bagan 2.2. Alur Pemeriksaan / Penemuan KasusSumber: Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011

2.2.3. Penanganan Anak Gizi Buruk Rawat JalanLangkah Persiapan1. Penyediaan Sarana PendukungPenyediaan sarana pendukung yang harus dimiliki tiap sarana kesehatan di suatu wilayah yang akan melakukan Program Pusat Pemulihan Gizi Rawat Jalan (Kemenkes, 2011).a. Alat antropometri : timbangan atau dacin, alat ukur PB/TB, pita LiLAb. Buku Pedoman Pelayanan Anak Gizi Burukc. Formulir pencatatan dan pelaporan.d. PMT Pemulihan: makanan lokal, Makanan Untuk Pemulihan Gizi, F-100e. Media KIE seperti Poster, Leaflet, Lembar Balik, Booklet, Food Modelf. Obat gizi seperti Kapsul Vitamin A, Tablet Tambah Darah, Mineral Mix, dan Taburiag. Obat-obatan lain, misalnya obat cacing, antibiotikh. Peralatan lain seperti: ATK, APE, alat masak

2. Pertemuan Tingkat Desa / KelurahanPertemuan tingkat desa merupakan forum pertemuan yang dihadiri oleh Kepala Desa, Ketua Tim Penggerak PKK, Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) atau Ketua Dewan Kelurahan (DEKEL), tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, bidan dan kader, serta tenaga kesehatan puskesmas dan lintas sektor tingkat kecamatan. (Kemenkes, 2011)Pertemuan ini bertujuan untuk mensosialisasikan rencana kegiatan penanganan anak gizi buruk secara rawat jalan. Pertemuan ini membahas permasalahan gizi/kesehatan yang ada di desa/kelurahan dan langkah-langkah tindak lanjut yang diperlukan, misalnya antara lain untuk mendapat dukungan pamong dan pemuka masyarakat dalam kegiatan penanganan anak gizi buruk secara rawat jalan. (Kemenkes, 2011)

3. PelatihanPelatihan tenaga kesehatan menggunakan modul yang ada dengan materi meliputi (Kemenkes, 2011): Pemantauan pertumbuhan anak seperti menimbang, mengisi dan interpretasi KMS, mengukur LiLA, konseling dan mengisi SIP) Pendampingan dalam melaksanakan PHBS, konseling pemberian makanan, kepatuhan melaksanakan atau mengonsumsi paket pemulihan gizi Peranan kader posyandu dalam penanganan anak gizi buruk secara rawat jalan

Pelatihan tenaga kesehatan dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota oleh tim fasilitator. Tenaga kesehatan yang dilatih berasal dari Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Poskesdes, dengan melibatkan tenaga kesehatan sebagai berikut (Kemenkes, 2011): Puskesmas: dokter, ahli gizi (TPG), perawat, tenaga promosi kesehatan; Puskesmas Pembantu: perawat atau bidan; Poskesdes: bidan di desa.Pelatihan Kader Posyandu dilaksanakan oleh tenaga kesehatan Puskesmas dan melibatkan tenaga kesehatan dari Puskesmas Pembantu atau Poskesdes (Kemenkes, 2011).

Langkah Pelaksanaan1. Pelaksanaan Rawat Jalan di Fasilitas Kesehatana. Tenaga PelaksanaTenaga pelaksana adalah Tim Pelaksana yang terdiri dari dokter, ahli gizi (TPG), perawat, tenaga promosi kesehatan (promkes) dan bidan di desa. Dalam pelaksanaan rawat jalan masyarakat yang dibantu oleh Kader Posyandu, anggota PKK dan perangkat desa (Kemenkes, 2011).Peran Tim Pelaksana (Kemenkes, 2011):a. Dokter melakukan pemeriksaan klinis dan penentuan komplikasi medis, pemberian terapi dan penentuan rawat jalan atau rawat inapb. Perawat melakukan pendaftaran dan asuhan keperawatanc. Ahli gizi (TPG) melakukan pemeriksaan antropometri, konseling, pemberian Makanan untuk Pemulihan Gizi, makanan therapeutic/gizi siap saji, makanan formulad. Tenaga Promosi kesehatan melakukan penyuluhan PHBS, advokasi, sosialisasi dan Musyawarah masyarakat desae. Bidan di desa sebagai koordinator di wilayah kerjanya, melakukan skrining dan pendampingan bersama kaderf. Kader melakukan penemuan kasus, merujuk dan melakukan pendampingang. Anggota PKK membantu menemukan kasus dan menggerakkan masyarakath. Perangkat desa, BPD/Dekel melaksanakan perencanaan anggaran dan penggerakan masyarakat

b. Waktu dan Frekuensi PelaksanaanPelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak berstatus gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan dengan frekuensi sebagai berikut (Kemenkes, 2011): 3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2 mingguAnak yang belum dapat mencapai status gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD, dan tidak ada edema) dalam waktu 6 bulan, dapat melanjutkan kembali proses pemulihan, dengan ketentuan, jika (Kemenkes, 2011): Masih berstatus gizi buruk, rujuk ke RS atau Puskesmas Perawatan atau Pusat Pemulihan Gizi (PPG) Sudah berstatus gizi kurang, maka dilanjutkan dengan program pemberian makanan tambahan dan konseling.

c. Alur Pelayanan Penanganan Anak Secara Rawat Jalan1. PendaftaranPengisian data anak di kartu (buku) status atau di catatan (rekam) medis (Kemenkes, 2011).2. Pengukuran antropometri Penimbangan berat badan dilakukan setiap minggu Pengukuran panjang / tinggi badan dilakukan setiap bulanPengukuran antropometri dilakukan oleh Tim Pelaksana dan hasilnya dicatat pada kartu status. Selanjutnya dilakukan ploting pada grafik dengan tiga indikator pertumbuhan anak (TB/U atau PB/U, BB/U, BB/PB atau BB/TB) (Kemenkes, 2011).3. Pemeriksaan klinisDokter melakukan anamnesa untuk mencari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan mendiagnosa penyakit, serta menentukan ada atau tidak penyakit penyerta, tanda klinis atau komplikasi (Kemenkes, 2011).4. Pemberian konseling (Kemenkes, 2011) Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil penilaian pertumbuhan anak Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan cara menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan dan memilih atau mengganti makanan5. Pemberian paket obat dan Makanan untuk Pemulihan Gizia. Obat Bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak dalam keadaan sakit, maka oleh tenaga kesehatan anak diperiksa dan diberikan obat. (Kemenkes, 2011) Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai umur pada saat pertama kali ditemukan. (Kemenkes, 2011)b. Makanan untuk Pemulihan GiziMakanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan lokal atau pabrikan. (Kemenkes, 2011)1. Jenis pemberian ada 3 pilihan: makanan therapeutic atau gizi siap saji, F100 atau makanan lokal dengan densitas energi yg sama terutama dari lemak (minyak/santan/margarin)2. Pemberian jenis Makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa pemulihan (rehabilitasi) : 1 minggu pertama pemberian F 100. Minggu berikutnya jumlah dan frekuensi. F100 dikurangi seiring dengan penambahan makanan keluarga.3. Tenaga kesehatan memberikan makanan untuk pemulihan gizi kepada orangtua anak gizi buruk pada setiap kunjungan sesuai kebutuhan hingga kunjungan berikutnya.6. Kunjungan rumahKunjungan rumah bertujuan untuk menggali permasalahan yang dihadapi keluarga termasuk kepatuhan mengonsumsi makanan untuk pemulihan gizi dan memberikan nasehat sesuai dengan masalah yang dihadapi. Dalam melakukan kunjungan, tenaga kesehatan atau kader membawa kartu status, cheklist kunjungan rumah, formulir rujukan, makanan untuk pemulihan gizi dan bahan penyuluhan. Hasil kunjungan dicatat pada checklist kunjungan dan kartu status. Bagi anak yang harus dirujuk, tenaga kesehatan mengisi formulir rujukan. Tenaga kesehatan atau kader melakukan kunjungan rumah pada anak gizi buruk rawat jalan, bila (Kemenkes, 2011): Berat badan anak sampai pada minggu ketiga tidak naik atau turun dibandingkan dengan berat badan pada saat masuk (kecuali anak dengan edema). Anak yang 2 kali berturut-turut tidak datang tanpa pemberitahuan.7. Rujukan, apabila ditemukan (Kemenkes, 2011):a. Anak dengan komplikasi medis atau penyakit penyertab. Sampai kunjungan ketiga berat badan anak tidak naik (kecuali anak dengan edema)c. Timbul edema baru

8. Drop Out (DO)DO dapat terjadi pada anak yang pindah alamat dan tidak diketahui, menolak kelanjutan perawatan dan meninggal dunia. Anak yang menolak kelanjutan perawatan dilakukan kunjungan rumah untuk diberikan motivasi, bila tetap menolak diminta untuk membuat pernyataan tertulis atas penolakan (Kemenkes, 2011).9. Anak yang telah pulih keadaan gizinya, Dipantau pertumbuhannya di posyandu (Kemenkes, 2011).

d. Tempat Pelaksanaan1) Pelayanan kesehatan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (Kemenkes, 2011),2) Pemberian makanan dilakukan di rumah tangga (Kemenkes, 2011).

2. Makanan Untuk Pemulihan Gizia. Prinsip (Kemenkes, 2011)1) Makanan untuk Pemulihan Gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya dengan vitamin dan mineral.2) Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama masa pemulihan.3) Makanan untuk Pemulihan Gizi dapat berupa: F100, makanan therapeutic/gizi siap saji dan makanan lokal. Makanan lokal dengan bentuk mulai dari makanan bentuk cair, lumat, lembik, padat.4) Bahan dasar utama Makanan Untuk Pemulihan Gizi dalam formula F100 dan makanan gizi siap saji (therapeutic feeding) adalah minyak, susu, tepung, gula, kacangkacangan dan sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energi sebesar 30 60 % dari total kalori.5) Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh dari lemak 30 60% dari total energi, protein 4 6 g/Kg BB per hari.6) Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara tunggal (makanan lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan makanan formula.

b. Jumlah dan FrekuensiMakanan untuk Pemulihan Gizi bukan makanan biasa tetapi merupakan makanan khusus untuk pemulihan gizi anak yang diberikan secara bertahap (Kemenkes, 2011):1) Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap: Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5 7 kali pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk makanan cair (Formula 100). Fase rehabilitasi lanjutan 200 220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5 7 kali pemberian/hari (Formula 100).2) Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula 100).

Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5 minggu dengan pemberian makanan secara bertahap dengan mengurangi frekuensi makanan cair dan menambah frekuensi makanan padat (Kemenkes, 2011).a. Pemberian makanan rehabilitasi lanjutan dapat diteruskan bila kondisi anak gizi buruk masih memerlukan makanan formula.b. Bagi anak yang status gizinya pulih ( -2 SD) maka berangsur menuju ke makanan anak sehat sesuai dengan anjuran makan menurut kelompok umur (besar porsi, macam makanan, frekuensi pemberian).

Tabel 2.2. Anak Gizi Buruk Tanpa Tanda KlinisMinggu Ke -Formula F100Makanan Utama + BuahMakanan Selingan

I5 kali1 kali1 kali

II4 kali2 kali1 kali

III4 kali2 kali1 kali

IV3 kali3 kali2 kali

V3 kali3 kali2 kali

Tabel 2.3. Anak Gizi Buruk Dengan Tanda KlinisMinggu Ke -Formula F100Makanan Utama + BuahMakanan Selingan

I6 kali--

II5 kali1 kali1 kali

III4 kali2 kali1 kali

IV4 kali2 kali1 kali

V3 kali3 kali2 kali

VI3 kali3 kali2 kali

c. Cara PemberianMakanan untuk Pemulihan Gizi diberikan sesuai anjuran petugas kesehatan. Cara Pemberian Makanan untuk Pemulihan Gizi kepada anak di rumah (Kemenkes, 2011):1) Sebelum menyiapkan makanan, cucilah tangan dengan sabun.2) Berikan makanan kepada anak dengan memperhatikan jarak waktu makan.3) Usahakan makanan tersebut dihabiskan sesuai dengan porsi yang ditentukan.4) Berikan makanan dalam bentuk cair dengan menggunakan gelas, hindari menggunakan botol atau dot.

d. Cara penyimpanan (Kemenkes, 2011)1) Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam bentuk cair (Formula 100) harus segera diberikan dan dihabiskan. Makanan dalam bentuk cair tersebut hanya dapat disimpan dalam suhu ruang maksimal 2 jam.2) Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam bentuk kering yang diracik secara terpisah oleh tenaga kesehatan Puskesmas dapat disimpan maksimal 7 hari, dan disimpan di tempat yang sejuk dan kering, aman, tertutup dan terhindar dari bahan cemaran dan binatang pengganggu (semut, tikus, kecoa, cicak, kucing, anjing, unggas).3) Makanan untuk Pemulihan Gizi dalam kemasan agar diperhatikan masa kadaluarsa yang terdapat pada kemasan.

2.2.4. Penanganan Anak Gizi Buruk Rawat InapPersiapanPusat Pemulihan Gizi (PPG) atau yang dikenal sebagai Therapeutic Feeding Centre (TFC) berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan secara intensif, dengan melibatkan ibu atau keluarga dalam perawatan anak. Penyelenggaraan PPG dapat memanfaatkan fasilitas bangunan yang sudah ada di Puskesmas perawatan/Rumah Sakit atau membuat bangunan khusus atau baru (Kemenkes, 2011).PPG dapat dibentuk bila dalam satu wilayah kecamatan memenuhi kriteria sebagai berikut (Kemenkes, 2011):a. Global Acute Malnutrition (GAM) atau Prevalensi gizi kurang akut > 15%b. GAM/Prevalensi gizi kurang akut antara 10-14,9% dengan faktor penyulit seperti adanya bencana baik alam maupun non alam.

PPG dapat diselenggarakan pada fasilitas-fasilitas sebagai berikut (Kemenkes, 2011):a. Puskesmas perawatanc. Rumah Sakitd. Bila berupa bangunan di luar Puskesmas atau bangunan baru, lokasinya harus berdekatan dengan Puskesmas.

Rasio tenaga yang dibutuhkan untuk merawat 10 20 anak (Kemenkes, 2011): Dokter : 1 orang Perawat : 4 orang Ahli Gizi/ Nutrisionis: 1 orang Juru Masak: 1 orang Tenaga kebersihan dibantu oleh ibu atau anggota keluarga yang mendampingi anak yang dirawat.Tenaga kesehatan yang bertugas merawat anak, seharusnya telah mendapat pelatihan Tatalaksana anak gizi buruk. Tenaga kesehatan merawat secara bergantian selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu. Pada kondisi tertentu dokter diharapkan bertugas selama 24 jam apabila terdapat pasien dalam keadaan gawat darurat (Kemenkes, 2011).Waktu kerja terbagi dalam 3 shift yaitu (Kemenkes, 2011): Shift I : PK. 08.00 s/d 14.00 Shift II : PK. 14.00 s/d 20.00 Shift III : PK. 20.00 s/d 08.00Pembagian kerja disesuaikan dengan kondisi setempat.

Fasilitas yang harus dipenuhi oleh Pusat Pemulihan Gizi adalah sebagai berikut (Kemenkes, 2011):a. Ruang PerawatanRuang perawatan khusus, terpisah dari ruang perawatan lainnya.1) Ruang perawatan dengan ventilasi dan pencahayaan cukup, tanpa AC dan kipas angin.2) Tempat tidur dijauhkan dari jendela atau pintu masuk.Luas ruangan ditentukan berdasarkan jumlah tempat tidur. Untuk 10 tempat tidur diperlukan luas ruangan 10 m x 6 m.b. Fasilitas Ruangan dan Penunjang1) Ruang perawatan dengan tempat tidur dan kelengkapannya2) Ruang petugas/ administrasi3) Ruang konseling kesehatan dan gizi4) Tempat bermain anak5) Tempat penyimpanan obat6) Dapur: ruang persiapan dan penyiapan formula makanan7) Tempat penyimpanan bahan makanan8) Fasilitas air bersih, Mandi Cuci Kakus (MCK)9) Fasilitas pembuangan limbahc. Peralatan1) Peralatan medis dan obat-obatan2) Pemeriksaan laboratorium sederhana (Pemeriksaan HB, kadar gula darah dan mantoux tes)3) Alat Antropometri (alat ukur BB, TB atau PB)4) Media KIE (food model, leaflet, poster, buku pedoman Tatalaksana Anak Gizi Buruk I dan II)5) Peralatan dapur dan peralatan pembuatan formula.6) Peralatan kebersihan (sapu, kemoceng, kain pel)7) Peralatan mandi dan cuci (ember, sabun, sikat dan pasta gigi)8) Alat Permainan Edukasi (APE)

Kegiatan Pelaksanaana. Pelayanan Medis, keperawatan dan konseling gizi sesuai dengan penyakit penyerta/penyulit. (Kemenkes, 2011)b. Pemberian formula dan makanan sesuai dengan fase sebagai berikut (Kemenkes, 2011):1) Fase StabilisasiDiberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80-100 KKal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/KgBB/hari. ASI tetap diberikan pada anak yang masih mendapatkan ASI.2) Fase TransisiPada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-75 menjadi F-100. Diberikan makanan formula 100 (F-100) dengan asupan gizi 100-150 KKal/kgBB/hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari.3) Fase RehabilitasiDiberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100, dengan penambahan makanan untuk anak dengan BB < 7 kg diberikan makanan bayi dan untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan makanan anak. Asupan gizi 150-220 KKal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari.4) Fase Tindak Lanjut (dilakukan di rumah)Setelah anak pulang dari PPG, anak tetap dikontrol oleh Puskesmas pengirim secara berkala melalui kegiatan Posyandu atau kunjungan ke Puskesmas. Lengkapi imunisasi yang belum diterima, berikan imunisasi campak sebelum pulang. Anak tetap melakukan kontrol (rawat jalan) pada bulan I satu kali/ minggu, bulan II satu kali/ 2 minggu, selanjutnya sebulan sekali sampai dengan bulan ke-6. Tumbuh kembang anak dipantau oleh tenaga kesehatan Puskesmas pengirim sampai anak berusia 5 tahun.

Bagan 2.3. Prinsip Tatalaksana Pada KEPSumber: Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011

Kriteria sembuh:Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria pulang sebagai berikut (Kemenkes, 2011):a) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktifb) BB/PB atau BB/TB > -3 SDc) Komplikasi sudah teratasid) Ibu telah mendapat konseling gizie) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turutf) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.

c. Stimulasi Pertumbuhan dan PerkembanganSelama perawatan di PPG anak diberikan stimulasi tumbuh kembang dengan APE sesuai umur dan kondisi anak mulai dari fase stabilisasi, transisi maupun rehabilitasi, karena anak gizi buruk sering terjadi keterlambatan tumbuh kembang seperti gangguan motorik dan sensorik. Kegiatan ini mengacu pada Buku Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar (Kemenkes, 2011).

d. Rujukan Kasus (Kemenkes, 2011)1) Rujukan ke Rumah Sakit dilakukan bila terdapat tanda kegawatan/kesakitan yang tidak dapat diatasi dan memerlukan penanganan lebih lanjut oleh dokter spesialis anak.2) Anak gizi buruk pasca perawatan di PPG, dikirim ke Puskesmas/ Puskesmas Pembantu/ Posyandu terdekat dengan rumah pasien untuk dilakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan serta penyakit penyerta (contoh: TB-Paru) secara rutin.

e. Pencatatan dan PelaporanSelama anak dirawat di PPG dilakukan pencatatan dan pelaporan kondisi anak gizi buruk dengan menggunakan formulir sebagai berikut (Kemenkes 2011):1) Buku registrasi pasien2) Form status pasien3) Buku catatan penerimaan dan pemakaian bahan makanan4) Buku inventarisasi peralatan5) Formulir rujukan6) Formulir pencatatan dan pemantauan perkembangan pasien (contoh formulir sesuai Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk)7) Dokumentasi pertumbuhan serta perkembangan anak sebelum dan sesudah perawatan

f. Pendidikan Kesehatan dan Gizi bagi keluarga anak gizi buruk Selama anak gizi buruk dirawat di PPG, keluarga anak yang dirawat diberi pendidikan, kesehatan, gizi, stimulasi perkembangan, higiene perorangan dan sanitasi lingkungan. Dengan pendidikan kesehatan dan gizi serta konseling, diharapkan keluarga anak yang dirawat dapat meneruskan hal positif yang diperoleh di rumah sehingga anak tidak mengalami gizi buruk lagi serta mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. (Kemenkes 2011)g. PembiayaanBiaya penyelenggaraan PPG menjadi bagian dari Biaya Operasional Kesehatan Puskesmas (BOK) yang diajukan Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Biaya tersebut bersumber dari APBD, JAMKESMAS, JAMKESDA, dan sumber lain yang tidak mengikat berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Komponen pembiayaan meliputi biaya perawatan, penyelenggaraan makanan dan insentif/gaji petugas pelaksana PPG, diberikan sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah setempat. (Kemenkes, 2011)

2.2.5. Pemantauan dan EvaluasiPemantauan dan Evaluasi Rawat JalanPemantauan Rawat Jalana. Cara Pemantauan dilakukan berdasarkan (Kemenkes, 2011):1) Status giziPengukuran BB setiap minggu, pengukuran TB setiap 1 bulan dilakukan oleh tenaga kesehatan.2) Konsumsi makananPengisian formulir catatan harian konsumsi khusus makanan cair diisi oleh kader/keluarga di posyandu atau saat kunjungan rumah. Formulir ini dibawa ke Puskesmas 1 minggu sekali.

3) Pemeriksaan KlinisDiperiksa oleh dokter Puskesmas setiap kali kunjungan. b. Indikator yang dipantau berdasarkan : indikator input, indikator proses dan indikator output (Kemenkes, 2011).1) Indikator input dilihat dari ketersediaan: mineral mix makanan formula tenaga alat antropometri obat media konseling2) Indikator Proses Terlaksananya proses skrining Kunjungan rumah Kelengkapan pencatatan pelaporan Tidak terlambat melakukan rujukan Semua anak gizi buruk tidak ada yang Drop Out (DO). Semua anak rutin hadir pada setiap jadwal buka Penanganan Anak Gizi Buruk Secara Rawat Jalan3) Indikator Output (Kemenkes, 2011) Semua anak gizi buruk yang sesuai kriteria mengikuti rawat jalan. Peningkatan status gizi anak yang mengikuti rawat jalan

Evaluasi Rawat Jalan (Kemenkes, 2011):a. Dilakukan selama 6 bulan untuk anak yang mengikuti program pelayanan anak gizi buruk.b. Evaluasi program satu tahun sekali: mencakup jumlah anak yang mengikuti program, lulus, Drop Out (DO), dan meninggal.

Pemantauan dan Evaluasi Rawat InapPemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap aspek pelaksanaan PPG dan keadaan klinis serta status gizi anak. (Kemenkes, 2011)Pemantauan Rawat Inapa. Pemantauan Pelaksanaan PPGPemantauan merupakan kegiatan pengawasan sekaligus penilaian secara periodik terhadap proses pelaksanaan kegiatan perawatan anak gizi buruk di PPG dengan menggunakan form pemantauan (checklist), mengacu pada Buku Pemantauan Gizi Buruk. (Kemenkes, 2011)Tindak lanjut pemantauan:(1) Umpan balik laporan hasil pemantauan dan solusinya(2) Bimbingan Teknisb. Pemantauan keadaan klinis dan status gizi anak(1) Selama perawatan di PPG, pemantauan dilakukan oleh petugas PPG/tim asuhan gizi dengan menggunakan status pasien/formulir rekam medik.(2) Pasca perawatan di Puskesmas, Puskesmas pembantu dan Posyandu oleh tenaga kesehatan Puskesmas dan atau kader dengan menggunakan KMS.

Evaluasi Rawat InapEvaluasi rawat inap dilakukan secara bertahap yaitu di awal, pertengahan dan akhir pelaksanaan kegiatan. Penilaian dengan menggunakan Buku Pemantauan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. (Kemenkes, 2011)1) Terhadap proses pelaksanaan dan hasil kegiatan PPG. Evaluasi dilakukan pada saat perawatan. Indikator keberhasilan PPG dikatakan baik jika kematian < 5% per tahun dari semua kasus yang dirawat, tidak termasuk kematian pada 24 jam pertama.2) Secara berkala setiap 6 bulan sekali Pencatatan dan pelaporan untuk pemantauan dan evaluasi menggunakan formulir pelaporan rutin Puskemas.

2.2.6. Evaluasi Hasil PenilaianAngka Cakupan Prevalensi Gizi Kurang Balita Balita yang mengalami gizi kurang adalah balita yang berada pada SD < - 2 pada KMS atau kurus. Balita yang mengalami gizi kurang adalah balita yang berada pada SD < - 2 pada KMS yang ditimbang di Posyandu maupun di luar Posyandu yang berat badannya naik di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu (Kemenkes, 2011).Angka Cakupan Prevalensi Gizi Buruk BalitaBalita yang mengalami gizi buruk adalah balita yang berada pada SD < - 3 dengan atau tanpa gejala klinis pada KMS atau sangat kurus. Balita yang mengalami gizi buruk adalah balita yang berada pada SD < - 3 dengan atau tanpa gejala klinis pada KMS atau sangat kurus yang ditimbang di Posyandu maupun di luar Posyandu yang berat badannya naik di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu (Kemenkes, 2011).Angka Cakupan Balita Naik Berat BadanBalita yang naik berat badannya (N) adalah balita yang ditimbang 2 (dua) bulan berturut-turut naik berat badannya dan mengikuti garis pertumbuhan pada KMS. Balita yang naik berat badannya (N) adalah Balita yang ditimbang (D) di Posyandu maupun di luar Posyandu yang berat badannya naik di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu (SPM Gizi DEPKES, 2004).Angka Prevalensi Balita Bawah Garis MerahBalita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS. Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita BGM yang ditemukan disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu (SPM Gizi DEPKES, 2004).

Angka Cakupan Pemberian MP ASI Pada Bayi Bawah Garis Merah dari GAKINAnak usia 6-24 bulan keluarga miskin adalah bayi usia 6 11 bulan dan anak usia 6 24 bulan dari keluarga miskin (GAKIN). Kriteria dan keluarga miskin ditetapkan oleh pemerintah setempatab/Kota). MP-ASI pabrikan berupa bubuk instan untuk bayi usia 6 11 bulan dan biskuit untuk anak usia 12 24 bulan (Kemenkes, 2008).Keluarga Miskin (Gakin) adalah keluarga yang dtetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui Tim Koordinasi Kabupaten/Kota (TKK) dengan melibatkan Tim Desa dalam mengiden-tifikasi nama dan alamat Gakin secara tepat, sesuai dengan Gakin yang disepakati. MP-ASI dapat berbentuk bubur, nasi tim dan biskuit yang dapat dibuat dari campuran beras, dan atau beras merah, kacang-kacangan, sumber protein hewani/nabati, terigu, margarine, gula, susu, lesitin kedele, garam bikarbonat dan diperkaya dengan vitamin dan mineral (SPM Gizi DEPKES, 2004).Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 24 bulan keluarga miskin adalah pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 24 Bulan dari keluarga miskin selama 90 hari (Kemenkes, 2008).Angka Cakupan Balita Gizi Buruk yang Mendapat PerawatanBalita adalah anak usia di bawah 5 tahun (anak usia 0 s/d 4 tahun 11 bulan) yang ada di kabupaten/Kota. Gizi buruk adalah status gizi menurut badan badan (BB) dan tinggi badan (TB) dengan Z-score