laporan evapro

54
1. PENDHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai UUD 1945, salah satu tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat umum, dimana salah satu unsurnya adalah kesehatan. Lebih jelas lagi tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan bahwa setiap upaya pembangunan haruslah dilandasi wawasan kesehatan, artinya pembangunan berlandaskan kesehatan masyarakat dan hal ini menjadi tanggung jawab seluruh pihak mulai dari pemerintah pusat hingga individu masyarakat. Gambaran pembangunan kesehatan ditingkat kabupaten dapat dilihat dari tiga komponen utama yang saling kait-mengakit dan saling berhubungan, ketiga komponen tersebut adalah status perkembangan dan kelangsungan hidup, status kesehatan dan status pelayanan kesehatan. Salah satu wujud nyata upaya peningkatan kesehatan masyarakat adalah Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Puskesmas merupakan suatu organisasi fungsional yang berfungsi sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga memiliki fungsi untuk membina dan memberdayakan masyarakat dan pemberi layanan pertama secara menyeluruh dan terpadu pada sekelompok masyarakat pada wilayah tertentu 1 . Status pelayanan kesehatan terdiri dari cakupan pengelolaan pelayanan program kesehatan dan sarana-prasarana kesehatan. Salah satu pengelolaan program kesehatan adalah pengelolaan program perbaikan gizi. Program dasar puskesmas dari 7 (tujuh), yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Program Perbaikan

Upload: hendri-saputra

Post on 16-Sep-2015

463 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

med

TRANSCRIPT

1. PENDHULUAN1.1 Latar BelakangSesuai UUD 1945, salah satu tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat umum, dimana salah satu unsurnya adalah kesehatan. Lebih jelas lagi tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan bahwa setiap upaya pembangunan haruslah dilandasi wawasan kesehatan, artinya pembangunan berlandaskan kesehatan masyarakat dan hal ini menjadi tanggung jawab seluruh pihak mulai dari pemerintah pusat hingga individu masyarakat.Gambaran pembangunan kesehatan ditingkat kabupaten dapat dilihat dari tiga komponen utama yang saling kait-mengakit dan saling berhubungan, ketiga komponen tersebut adalah status perkembangan dan kelangsungan hidup, status kesehatan dan status pelayanan kesehatan. Salah satu wujud nyata upaya peningkatan kesehatan masyarakat adalah Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Puskesmas merupakan suatu organisasi fungsional yang berfungsi sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga memiliki fungsi untuk membina dan memberdayakan masyarakat dan pemberi layanan pertama secara menyeluruh dan terpadu pada sekelompok masyarakat pada wilayah tertentu1. Status pelayanan kesehatan terdiri dari cakupan pengelolaan pelayanan program kesehatan dan sarana-prasarana kesehatan. Salah satu pengelolaan program kesehatan adalah pengelolaan program perbaikan gizi. Program dasar puskesmas dari 7 (tujuh), yaituProgram Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Program Perbaikan Gizi, Program Kesehatan Lingkungan, Program Promosi Kesehatan, Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P), Program Pengobatan dan Program Spesifik Lokal1. Khusus untuk program perbaikangizimasyarakat, secara umum ditujukan untuk meningkatkan kemampuan, kesadaran dan keinginan masyarakat dalam mewujudkan kesehatan yang optimal khususnya pada bidang gizi, terutama bagi golongan rawan dan masyarakat yang berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota.Kegiatan pokok Departemen Kesehatan dalam menginplementasikan Perbaikan Gizi Masyarakat meliputi, peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), anemia gizi besi,Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), kurang Vitamin A, dan kekurangan zat gizi lebih, peningkatan surveillance gizi, dan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi.Imunisasi merupakan salah satu bagian dari program yang dicanangkan pemerintah Republik Indonesia untuk menuju Indonesia Sehat. Program Imunisasi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1956 dan mencapai keberhasilannya ketika Indonesia sempat dinyatakan bebas cacar sejak tahun 1974, dan eradikasi polio liar pada tahun 1995. Bermula dari satu-dua jenis imunisasi saja, saat ini sudah terdapat beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan program imunisasi di Indonesia yang digunakan dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)3. Dalam taraf nasional, pencapaian keberhasilan program imunisasi masih cukup rendah, yakni baru mencapai 69,6% pada tahun 2009. Hal ini masih jauh dari target yang diinginkan, yaitu 80% untuk tahun 2010 bahkan 100% yang ditargetkan terpenuhi pada tahun 20144. Pengerjaan program imunisasi terutama dipusatkan di Puskesmas. Puskesmas sebagai penyedia layanan imunisasi secara gratis dan pos pengambilan utama imunisasi, berkewajiban menyukseskan program imunisasi yang dicanangkan pemerintah. Puskesmas baik puskesmas utama di tingkat kecamatan, maupun puskesmas pembantu di tingkat kelurahan, beserta posyandu-posyandu dalam wilayah binaannya menjadi motor bagi keberhasilan ini. Berhasil tidaknya pelaksanaan ke tujuh program ini, semua tergantung dari pengelolaan atau penyelenggaraannya, serta evaluasinya. Evaluasi program kesehatan adalah penilaian dari pencapaian suatu program dibandingkan dengan target program pada unsur hasil dari suatu sistem program kesehatan. Evaluasi program dilakukan sesuai dengan tujuan dan standar minimum yang telah ditetapkan dan disepakati untuk mengukur kesesuaian, efektivitas, dan dampaknya terhadap target program2. Pada modul Ilmu Kedokteran Komunitas ini kelompok kami mendapat tugas untuk mengevaluasi program imunisasi di Puskesmas Parit Mayor Kecamatan Pontianak Timur.1.2 PermasalahanBagaimana evaluasi program gizi dan imunisasi di UPK Puskesmas Parit Mayor Kecamatan Pontianak Timur?

1.3 Tujuan1.3.1 Tujuan UmumMengevaluasi program gizi dan imunisasi yang dilakukan di Puskesmas Parit Mayor.1.3.2 Tujuan Khusus1) Mengetahui profil puskesmas meliputi struktur organisasi, cakupan wilayah, dan kegiatan yang dilaksanakan;2) Mengobservasi aspek komunikasi dokter-pasien, kelengkapan anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis holistik dan keluarga, serta terapi komprehensif melibatkan keluarga yang dilakukan oleh dokter puskesmas;

2. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat5Berdasarkan Surat Menteri Kesehatan Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tertanggal 10 Februari 2004, tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derakat kesehatan yang optimal. Penanggung jawab upaya penyelenggara kesehatan tingkat pertama yaitu Puskesmas. Konsep Puskesmas pertama kali diperkenalkan pada tahun 1968, dan saat ini telah menyebar hampir di seluruh pelosok tanah air.Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) merupakan suatu organisasi fungsional yang berfungsi sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga memiliki fungsi untuk membina dan memberdayakan masyarakat dan pemberi layanan pertama secara menyeluruh dan terpadu pada sekelompok masyarakat pada wilayah tertentu. Selain itu, Puskesmas juga dapat didefinisikan sebagai unit pelaksana teknis dinas (UPTD) kesehatan kabupaten/ kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Berdasarkan pengertian diatas, puskesmas memiliki tiga peranan penting yakni:1. Unit pelaksana teknisPuskesmas merupakan unit pelaksana pertama serta menjadi lini pertama yang menjadi penggerak tujuan kesehatan nasional. Puskesmas berperan menyelenggarakan tugas operasional dinas kesehatan kabupaten/ kota.2. Pembangunan kesehatanPembangunan kesehatan adalah pelaksanaan/ penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk menciptakan suatu kondisi dimana setiap warga masyarakat memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat demi terwujudnya kesehatan masyarakat yang optimal3. Pertanggungjawaban penyelenggaraanPuskesmas bertanggung jawab atas sebagian upaya kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/ kota sesuai dengan kemampuannya. 4. Wilayah kerjaSecara garis besar, wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi jika dalam sebuah kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab kesehatan diwilayah tersebut dibagi sesuai dengan jumlah puskesmas dan kemampuan puskesmas masing-masing. Tiap-tiap puskesmas yang berjalan sesuai dengan fungsinya berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan kinerja puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/ kota.A. Struktur OrganisasiStruktur Organisasi (dikutip dari Surat Menteri Kesehatan Nomor 128/MENKES/ SK/II/2004 tertanggal 10 Februari 2004 BAB II KONSEP DASAR PUSKESMAS): tergan-tung dari beban tugas dan kegiatan masing masing Puskesmas. Struktur organisasi Puskes-mas ditentukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota setempat sedangkan penetapannya ber-dasarkan Peraturan Daerah. a. Kepala Puskesmasb. Unit Tata Usaha yang bertanggung jawab membantu Kepala Puskesmas dalam pengelo-laan:Data dan InformasiPerencanaan dan penilaianKeuanganUmum dan kepegawaianc. Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas:Upaya Kesehatan Masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBMUpaya Kesehatan Perorangand. Jaringan Pelayanan PuskesmasUnit Puskesmas PembantuUnit Puskesmas KelilingUnit Bidan di Desa/ KomunitasB. Visi dan Misi PuskesmasVisi Puskesmas (dikutip dari Surat Menteri Kesehatan Nomor 128/MENKES/SK/ II/2004 tertanggal 10 Februari 2004 BAB II KONSEP DASAR PUSKESMAS) adalah terca-painya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Kecamatan sehat adalah gam-baran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kese-hatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memiliki kemam-puan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta me-miliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya. Indikator kecamatan sehat yaitu ling-kungan sehat, perilaku sehat, pelayanan kesehatan yang bermutu, dan derajat kesehatan pen-duduk kecamatan.Sedangkan misi Puskesmas (dikutip dari Surat Menteri Kesehatan Nomor 128/MEN KES/SK/II/2004 tertanggal 10 Februari 2004 BAB II KONSEP DASAR PUSKESMAS), yaitu:1. Menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, dan masyarakat beserta lingkungannya.C. Fungsi dan Program PuskesmasSebagai instansi yang berfungsi sebagia pemberi layanan kesehatan lini pertama bagi masyarkat serta pemberdayaan masyarakat, terdapat beberapa fungsi dan tugas/ program pokok dari suatu puskesmas yaitu:1. Fungsi puskesmasFungsi puskesmas (dikutip dari Surat Menteri Kesehatan Nomor 128/MEN KES/SK/II/2004 tertanggal 10 Februari 2004 BAB II KONSEP DASAR PUSKESMAS), yaitu:a. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatanb. Pusat Pemberdayaan Masyarakatc. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama, yaitu meliputi:1) Pelayanan kesehatan perorangan: yaitu bersifat pribadi yang tujuan utamanya me-nyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit, yaitu meliputi rawat jalan dan pada beberapa puskesmas dilengkapi dengan rawat inap.2) Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu meliputi promosi kesehatan, pembe-rantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.2. Program pokok puskesmasa. Kesehatan Ibu dan anakb. Keluarga Berencanac. Usaha kesehatan gizid. Kesehatan lingkungane. Pemberantasan dan pencegahan penyakit menularPengobatan penyakit termasuk penanganan darurat akibat kecelakaan.2.2 Evaluasi Program Kesehatan6Evaluasi program kesehatan adalah penilaian dari pencapaian suatu program diban-dingkan dengan target program pada unsur hasil dari suatu sistem program kesehatan. Evaluasi program dilakukan sesuai dengan tujuan dan standar minimum yang telah ditetapkan dan dise-pakati untuk mengukur kesesuaian, efektivitas, dan dampaknya terhadap target program. Tujuan dilakukannya evaluasi adalah untuk:1. Menemukan apakah masalah (utama, bila lebih dari satu) dari suatu program kesehatan2. Menemukan penyebab dari masalah tersebut3. Menentukan langkah apa yang dapat diambil untuk menangani penyebab dari masalah tersebut4. Membuat rencana program untuk mengintervensi penyebab masalahUntuk melakukan evaluasi program kesehatan, terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan secara bertahap, yaitu:1. Tentukan judul/ topik evaluasi programa. Nama program kesehatanb. Siapa pelaksana programc. Tempat dilaksanakannya programd. Waktu dilaksanakannya program2. Tetapkan indikator dan nilai keluaran programDidapatkan dari target/ tujuan dari suatu rencana program kesehatan3. Temukan pencapaian/ hasil dari masing-masing indikator keluaranDidapatkan dari laporan bulanan/ tahunan program kesehatan tersebut4. Bandingkan pencapaian dari tiap indikator dan nilai keluaran dengan indikator dan nilai targetnya5. Bila masalah lebih dari satu, tentukan masalah utama dengan cara scoring technicMenggunakan teknik kriteria matrix pemilihan prioritas masalahNo.Daftar MasalahITRI x T x R

PSRIDUSBPBPC

1A

2B

3C

Keterangan:P:Prevalence (besarnya masalah)S:Severity (akibat yang ditimbulkan)RI:Rate of Increase (kenaikan besarnya masalahDU: Degree of Unmeetneed (derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi)SB: Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)PB: Public Concern (keprihatinan masyarakat terhadap masalah)PC: Political Climate (suasana politik)I:Importancy (pentingnya suatu masalah): P x S x RI x DU x SB x PB x PCT:Technical feasibilty (kelayakan teknologi)R:Resources availability (ketersediaan sumber daya) Isi masing masing cell dengan skor 1/3/5 berdasarkan dengan data yang diperoleh Hasil I x T x R yang terbesar merupakan prioritas masalah6. Tetapkan penyebab masalah, apabila lebih dari satu dipilih dengan Diagram Pareto7. Tentukan alternatif jalan keluar sesuai penyebab masalah, apabila lebih dari satu, tentukan prioritas jalan keluar dengan mempertimbangkana. Apabila penyebab masalah diselesaikan akan menyelesaikan sebagian besar masalahb. Penyebab masalah masih feasible untuk diselesaikanc. Pihak yang terlibat setuju dengan prioritas jalan keluard. Menggunakan tabel prioritas jalan keluar:NoDaftar alternatif jalan keluarEfektivitasEfisiensiPrioritas

MIVCM x I x V : C

1A

2B

3C

Keterangan:M:Magnitude (besarnya masalah yang dapat diselesaikan)I:Importancy (seberapa penting masalahV:Vulnerability (sensitivitas jalan keluar)C:Cost (besarnya biaya yang diperlukan)e. Isi masing-masing cell dengan cara yang sama dengan pemilihan prioritas masalah8. Penyelesaian jalan keluar terpilih dengan memilih alternatif jalan keluar dengan skor prioritas paling tinggi.9. Buat kesimpulan serta saran untuk menangani masalah prioritas.2.3 Imunisasi7Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Vaksin dimasukan ketubuh melalui suntikan atau diminum (oral). Setelah vaksin masuk ketubu , sistem pertahanan tubuh akan bereaksi membentuk antibodi. Antibodi ini selanjutnya akan membentuk imunitas terhadap jenis virus atau bakteri tersebut. 1. Tujuan ImunisasiTujuan dalam pemberian imunisasi, antara lain : a. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu. b. Untuk melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak. c. Agar anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbid-ditas dan mortalitas. d. Mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu. e. Untuk mendapat eradikasi sesuatu penyakit dari suatu daerah atau negeri. f. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan menyebabkan kematian. g. Menghilangkan penyakit tertentu pada kelompok masyarakat (populasi)2. Manfaat Imunisasi a. Untuk anak: Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan ca-cat atau kematian. b. Untuk Keluarga: Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. c. Untuk Negara: Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan bera-kal untuk melanjutkan pembangunan Negara. 3. Macam Macam Imunisasi Ada dua macam imunisasi, yaitu: a. Imunisasi Aktif Merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan antigen kedalam tubuh sehingga zat antibodi akan bertahan bertahun tahun. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Imunisasi aktif diberikan untuk pencegahan penyakit yang dilakukan dengan memberikan vaksin terhadap beberapa penyakit infeksi.b. Imunisasi Pasif Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi dengan tujuan memberikan pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi. Tujuan pemberian imunisasi pasif untuk pencegahan bila antibodi diberikan pada pasien defisiensi sistem imun. Tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara menyuntikkan serum yang telah mengandung zat anti. Atau anak mendapat-kannya dari ibu pada saat dalam kandungan. Imunisasi pasif terdiri dari dua macam, yaitu: 1) Imunisasi Pasif Bawaan Imunisasi pasif bawaan merupakan imunisasi pasif dimana zat antinya be-rasal dari ibunya selama dalam kandungan 2) Imunisasi pasif didapat Imunisasi pasif didapat merupakan imunisasi pasif dimana zat antinya didapat dari luar tubuh, misalnya dengan suntik atau serum yang mengandung zat anti.4. Jenis-Jenis Imunisasi Ada dua Jenis imunisasi , yaitu : a. Imunisasi dasar Merupakan imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang, teru-tama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuh dari penyakit yang berbahaya. Kelima jenis imunisasi dasar yang wajib diperoleh bayi sebelum usia setahun yaitu:1) BCG Imunisasi BCG (Bacilli Calmette Guerin) merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC). Pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tidak perlu diulang. Diberi saat bayi usia 0 11 bulan secara intradermal dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas atau pada paha. Imunisasi BCG tidak dapat diberikan pada anak yang menderita TB atau pada anak yang mempunyai penyakit kulit yang berat / menahun. Efek samping yang biasa timbul pada beberapa anak berupa pembeng-kakan kelenjar getah bening diketiak atau leher bagian bawah , dan biasanya akan sembuh sendiri. 2) DPT Imunisasi DPT (Difteria, Pertusis, tetanus) merupakan imunisasi dengan memberikan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya yang dapat merangsang pembentukkan zat anti(toksoid). Pem-berian imunisasi ini tiga kali dari bayi usia 2 -11 bulan, yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan. Diberikan melalui suntikan intra muskuler (IM). Imunisasi DTP tidak dapat diberi pada anak yang mempunyai penyakit atau kelainan saraf baik bersifat keturunan atau bukan,anak yang demam dan bersifat alergi. Efek samping yang timbul biasanya berupa gejala yang muncul seperti demam yang disertai rewel selama 1-2 hari, pembengkakan, agak nyeri atau pegal-pegal pada tempat penyuntikan. Gejala ini hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila masih demam bias diberi obat penurun panas bayi. 3) Polio Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan ke-kebalan terhadap penyakit poliolielitis yang merupakan penyakit radang yang me-nyerang saraf dan dapat mengakibatkan kelumpuhan. Pemberian iminisasi ini em-pat kali pada bayi usia 0 11 bulan,bisa diberi lebih dari jadwal yang telah diten-tukan dan tidak akan berdampak buruk. Pemberian imunisasi ini melalui o-ral/mulut. Dan dapat mencekal penyakit polio hingga 90 % . Imunisasi polio tidak diberikan pada anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan. Begitu juga anak dengan penyakit HIV/AIDS, kanker, sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum. Pada imunisasi ini hamper tidak ada efek samping, hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan dan sakit otot. 4) Campak Imunisasi campak adalah imunisasi imunisasi yang diberikan untuk me-nimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (morbili / measles). Pem-berian imunisasi campak hanya satu kali pada bayi usia 9 11 bulan. Dan baiknya diberi pada usia 9 bulan dan dianjurkan pemberiannya sesuai jadwal, selain an-tibodi dari ibu sudah menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Cara pemberian imunisasi ini melalui subkutan. Imu-nisasi campak tidak diberikan pada anak dengan penyakit infeksi akut yang diser-tai demam, penyakit gangguan kekebalan, penyakit TBC, anak dengan kekura-ngan gizi berat dan anak dengan penyakit keganasan. Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi, hanya terjadi demam ri-ngan dan efek kemerahan pada pipi dibawah telinga pada hari ke 7 8 setelah pe-nyuntikan, atau terdapat pula pembengkakan pada daerah penyuntikan.5) Hepatitis B Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang digunakan untuk menim-bulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati. Imunisasi Hepatitis B ini diberikan tiga kali pada bayi usia 1 11 bulan, dengan syarat kondisi bayi dalam keadaan stabil. Imunisasi hepatitis B diberikan dengan cara intramuskuler (IM) dibagian lengan atau paha bagian otot depan bayi. Penyuntikan dibokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektifitas vaksin. Tingkat kekebalannya cukup tinggi, setelah tiga kali suntikan lebih dari 95 % bayi mengalami respon imun yang cukup. Imunisasi ini tidak dapat diberi pada anak yang menderita sakit berat.Efek samping yang ditimbulkan imunisasi ini hanya berupa nyeri pada tempat penyuntikan , yang disusul demam ringan dan pembengkakan . reaksi ini hilang dalam waktu dua hari. b. Imunisasi Booster Imunisasi booster adalah imunisasi ulangan (revaksinasi) dari imunisasi dasar yang di berikan pada waktu-waktu tertentu dan juga diberikan bila terdapat wabah yang terjangkit atau bila terdapat kontak dengan penyakit bersangkutan. Imunisasi yang dianjurkan merupakan program imunisasi non-PPI. Anjuran ini berdasarkan rekomendasi dari organisasi profesi kedokteran anak, yakni Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jenis imunisasi ini merupakan pelengkap dari program imunisasi yang diwajibkan pemerintah bagi anak-anak Indonesia. Jenis imunisasi booster atau imunisasi yang dianjurkan ini ada tujuh, yaitu : 1) Hib (Haemophilus influenza type B) 2) Varisela 3) Tifoid 4) MMR (Measless,Mumps,Rubella) 5) Hepatitis B 6) Pneumokokus (PVC) 7) InfluenzaBerikut ini jadwal imunisasi pada anak berdasarkan ketetapan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2014.

2.4 Gizi2.4.1 Usaha Perbaikan GiziMasalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di rumah tangga, juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Masalah gizi bukan hanya masalah gizi kurang, tetapi juga masalah gizi lebih banyak diderita oleh penduduk perkotaan.Keadaan gizi masyarakat mempengaruhi tingkat kesehatan dan usia harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara. Kurang gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental, mengurangi tingkat kecerdasan, kreatifitas dan produktivitas penduduk.Status gizi secara keseluruhan belum terlaksana, yang dapat dilakukan hanya pemantauan status gizi anak balita. Pemantauan status gizi balita dilakukan secara kontinu setiap tahunnya dengan melakukan survey pemantauan status gizi pada balita melalui posyandu.2.4.2 Pengertian Status GiziStatus gizi adalah tingkat keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi dalam sel tubuh, sedangkan menurut Soekirman, status gizi adalah keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.Seorang anak sehat, pada status gizi baik akan tumbuh dan berkembang dengan baik, berat dan tinggi badannya akan selalu bertambah.8,9Faktor-faktor yang mempengaruhi status giziAda dua faktor yang berperan dalam menentukan status gizi seseorang, yaitu:101. Faktor gizi eksternalFaktor gizi eksternal adalah faktor-faktor yang berpengaruh di luar dari seseorang, yaitu daya beli keluarga, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi, jumlah anggota keluarga dan kebersihan lingkungan.1. Faktor gizi internalFaktor gizi internal adalah faktor-faktor yang menjadi dasar pemenuhan tingkat kebutuhan gizi seseorang, yaitu nilai cerna makana, status kesehatan, status fisiologis, kegiatan, umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh. Secara langsung status gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi. Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh, di mana penyebab langsung timbul karena adanya penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak serta sanitasi, air bersih dan pelayanan kesehatan dasar.2.4.3 Penilaian Status GiziUntuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan anak secara teratur. Ada beberapa cara menilai status gizi, yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran status gizi anak berdasarkan kriteria antropometri adalah jenis pengukuran yang paling sederhana dan praktis, karena mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel besar. Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) dan lingkaran bagian-bagian tubuh serta tebal lemak dibawah kulit.8Cara pengukuran dengan antopometri dilakukan dengan mengukur beberapa parameter antara lain : umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).Pilihan indeks antropometri tergantung pada tujuan penilaian status gizi. Indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan tinggi badan atau panjang badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap perrtumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan indeks BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini, dapat dikategarikan sebagai kurus merupakan pengukuran antropometri yang terbaik.9Standar Deviasi unit (SD) disebut juga Z-skor. Badan kesehatan Dunia (WHO) menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan memantau pertumbuhan. WHO memberikan gambaran perhitungan SD unit terhadap baku NCHS. Rumus perhitungan Z-skor adalah:8

Untuk menilai status gizi balita ada beberapa kategori status gizi menurut indikator yang digunakan dan batas-batasnya, seperti pada tabel di bawah ini : Tabel 2.1. Baku Antropometri menurut Standar WHO-NCHS11IndikatorStatus GiziKeterangan

Berat Badan menurut Umur (BB/U)Gizi lebihGizi baikGizi kurangGizi buruk>2 SD- 2SD sampai + 2 SD< 2 SD sampai 3 SD< - 3 SD

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)NormalPendek -2 SD sampai + 2 SD< - 2 SD

Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)GemukNormalKurusKurus sekali>2 SD- 2SD sampai + 2 SD< 2 SD sampai 3 SD< - 3 SD

Sumber : DepKes RI, 2002

2.4.4 Masalah Gizi Pada Anak BalitaMasa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akan tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini disebabkan pada masa ini anak cenderung susah untuk makan dan hanya suka pada jajanan yang kandungan zat gizinya tidak baik.Pada masa balita juga terjadi pertumbuhan dan perkembangan sehingga anak mudah sakit dan terjadi kekurangan gizi. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan modal serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini. Sehingga setiap penyimpangan sekecil apapun apabila tidak ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak kemudian hari. Penilaian status gizi golongan rawan dapat memberikan informasi penting tetang keadaan gizi suatu masyarakat pada saat sekarang maupun masa lampau. Gizi kurang pada anak dapat membuat anak menjadi kurus, pertumbuhan terhambat. Hal ini terjadi karena kurang protein (zat pembangun) dan kurang tenaga yang diperoleh dari makanan anak. Tenaga anak diperlukan dalam membangun badannya yang tumbuh secara pesat.2.4.5 Penyebab Gizi Kurang Pada BalitaBadan UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang cukup mendapatkan makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.Upaya upaya yang telah dilakukan dalam memperbaiki status gizi antara lain :a. Pemberian suplemen gizi, antara lain :1.Distribusi kapsul Vitamin A pada Balita setiap bulan Februari dan Agustus2.Distribusi kapsul Vitamin A pada Ibu Nifas3.Distribusi Tablet Tambah Darah ( Fe ) pada Ibu Hamilb. Pemantauan pertumbuhan dan status gizi :1.Pemantauan pertumbuhan di Posyandu2.Pemantauan status gizi Balita

3. METODE EVALUASI3.1 Cara Penilaian1. Paradigma Kualitatif Paradigma ini mengandung beberapa kata kunci yaitu : 1) focus pada penelusuran secara inkuiri di tempat alamiahnya; 2) bergantung pada peneliti yang bertindak sebagai instrument penjaring data; 3) laporannya berbentuk narasi bukan angka.2. Pendekatan Pendekatan evaluasi program kualitatif sangat mengandalkan pengumpulan data empiris dan analisis terhadap informasi yang terdokumentasi secara sistematis. Pendekatan kualitatif lebih sesuai untuk melakukan evaluasi pada saat program berlangsung . Dengan demikian evaluator dapat mengetahui dan bisa memahami segala hal yang berkaitan dengan program dengan cara melihat langsung pada saat program sedang berjalan. Cara ini dirasa perlu karena ada fenomena-fenomena tertentu, peristiwa tertentu, maupun pihak-pihak tertentu yang hanya dapat dijaring informasinya secara lebih mudah pada saat program berlangsung. Pengumpulan informasi sebanyak mungkin pada saat beeguna untuk mengidentifikasi dengan lebih pasti apa saja yang menyebabkan program bisa berlangsung dengan baik atau tidak. Selain itu, jika ada hal-hal yang menarik perhatian, evaluator dapat melakukan penelusuran lebih jauh untuk menentukan konteks suatu peristiwa. Hal lain yang menonjol dari pendekatan ini adalah evaluator mempunyai kesempatan mengadakan interaksi dalam konteks pelaksanaan program sehingga atmosfer program dapat tertangkap dengan baik. Hal ini akan membuat evaluator dapat memahami latarbelakang suatu fenomena yang muncul dalam pelaksanaan program, yang mana akan sulit didapatkan jika pendekatan kuantitatif yang dipakai. 3. Desain Evaluasi Program Desain evaluasi program yang menggunakan pendekatan kualitatif agak berbeda dengan desain penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dikenal banyak orang mempunyai cirri fleksibel dalam metode pengumpulan datanya dan pada saat proses berlangsung bias saja penelitinya mengembangkan datanya sejauh itu masih dalam konteks menggali informasi yang nantinya dapat digunakan untuk membangun teori baru. Sedangkan pada evaluasi program informasi apa yang akan dikumpulkan telah ditetapkan pada awal penentuan desain dan sedapat mungkin pada saat pengumpulan informasi tidak terjadi perluasan pencarian informasi dengan alasan mencari titik jenuh kepusan peneliti dalam mengumpulkan informasi. Karakteristik lain yang ada pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif seperti posisi peneliti dalam konteks penelitian, unit informasi dan unit analisis, tipe informasi yang dikumpulkan, analisis data serta cara menyimpulkan juga digunakan dalam evaluasi program yang bersifat kualitatif . Format rancangannya mencakup konteks atau pernyataan tentang apa yang mendasari perlunya dilakukan evaluasi terhadap suatu program, kemudian apa tujuan dilakukannya evaluasi program. Selanjutnya akan disepakati dahulu asumsi yang relevan, aturan-aturan dalam pengumpulan informasi serta cara pengumpulan informasi, pengorganisasian data, analisis data, serta verifikasi data.12 Pada pendekatan kualitatif, karakteristik yang menonjol adalah pada posisi evaluator dalam pelaksanaan evaluasi. Tujuan evaluasi adalah mengumpulkan informasi tentang suatu program, evaluator walaupun bukan bagian dari pelaku di dalam program, tetapi pada pendekatan kualitatif evaluator harus berada dalam program dan mempunyai aksesibilitas yang tinggi terhadap semua komponen program. Tujuan utama evaluasi program dengan pendekatan kualitatif adalah mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu program di semua aspeknya.13 Pendekatan ini menekankan pada mendapatkan pemahaman lebih luas dan cenderung membentuk perspektif yang tak berujung dari suatu fenomena atau kejadian tertentu. Tujuan utama digunakannya pendekatan ini adalah menemukan kekuatan dan kelemahan program dari berbagai sudut pandang. Berbeda dengan pendekatan kuantitatif pertanyaan yang menjadi focus evaluasi tidak menggambarkan adanya variable, data yang dikumpulkan akan ditampilkan dalam bentuk natative, tidak terlalu mementingkan metode sampling, dan pengolahan data tidak selalu menggunakan uji statistika tertentu. Biasanya pada pengolahan data akan dipilih cara yang lebih banyak menyatakan kualitas interaksi antara satu data dengan data lainnya dalam konteks menggambarkan situasi dan kondisi pada saat fenomena tertentu muncul. Kesimpulannyapun dinyatakan dalam bentuk pernyataan yang berbentuk deskripsi sehingga orang dapat melihat suatu gambaran yang utuh tentang suatu program. 4. Prosedur Evaluasi Program Prosedur evaluasi program berdasarkan pendekatan kualitatif biasanya mulai dari mendesain, lalu menentukan sample, mengumpulkan data, kemudian dianalisis. Perbedaan yang mencolok antara pendekatan kuanlitatif dan kuantitatif adalah prosedur dalam mengumpulkan data tidak mengikuti alur tertentu yang linier artinya pengumpulan data bisa maju dan mundur sesuai dengan kebutuhan informasi dan keperluan penelusuran untuk mendapatkan semua informasi yang diperlukan. Ada cara untuk mencegah evaluator kehilangan focus yaitu dengan menggunakan FQE (Focused Qualitative Evaluation). Alat pengumpul data yang digunakan pada pendekatan ini bias berupa catatan tentang kasus-kasus, pedoman wawancara, kuesioner, transkripsi rekaman suara, video, atau berupa foto, sosiogram, reka ulang, judicial review. Data yang terkumpul biasanya diberi kode dan diorganisasikan sedemikian rupa berdasarkan tingkat relevansinya dengan suatu fenomena atau peristiwa tertentu yang terjadi dalam program. Data tersebut nantinya akan dianalisis dengan cara mengelompokkan berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam program. Data akan disajikan dalam bentuk cerita yang rinci lengkap dengan analisis situasi dan perilaku orang-orang yang terlibat di dalamnya. Evaluasi semacam ini biasanya diperlukan pada program-program tentative atau pilot project yang masih ingin dicari kekuatan dan kelemahannya. Hasil evaluasi nentinya akan digunakan untuk keperluan pengembangan program dengan cakupan yang lebih luas. Tahap-tahap evaluasi program dengan pendekatan kualitatif secara garis besar adalah13 : 1) Menentukan tujuan evaluasi, jangka waktu evaluasi, dan faktor pendukung lain seperti aksesibilitas ke dalam program 2) Menentukan unit analisis yang merujuk kepada individu yang terlibat dalam program (panitia, peserta, penyandang dana, pengguna output program, unsure pendukung program) 3) Menentukan sample, jenis data yang akan dikumpulkan, cara menganalisis data, dan cara menyimpulkan.

4. PENYAJIAN DATA4.1 Gambaran Umum wilayah Kerja144.2.1 Keadaan GeografiParit Mayor merupakan sebuah kelurahan yang ada di kecamatan Pontianak Timur dengan luas 148,7 ha, terdiri dari 6 RW dan 28 RT. Kelurahan Parit Mayor Juga dilintasi garis Khatulistiwa sebagaimana kelurahan-kelurahan lain yang ada di kota Pontianak, yaitu pada 0o02 14 lintang utara sampai dengan 0o 05 37 Lintang selatan, 109o 16 25 bagian timur sampai dengan 109o 23 01 Bujur Timur. Ketinggian wilayah Kelurahan Parit Mayor berkisar antara 0,10 meter sampai 1,50 meter diatas permukaan laut sehingga sangat berpotensi terjadi banjir rob maupun akibat akibat hujan berintensitas tinggi.Pada umumnya penduduk banyak bermukim di pinggir jalan utama( Jalan Tanjung Raya II) dan jalan-jalan alternatif lainnya serta daerah pinggir sungai kapuas juga banyak didiami penduduk.Keadaan cuaca di wilayah kelurahan Parit Mayor boleh dikatakan stabil sesuai dengan keadaan cuaca wilayah-wilayah lainnya di kota pontianak. Suhu minimum rata-rata 23,3oC dan suhu maksimum rata-rata 32,4oC. Tingkat pencdemaran udara baik dari kendaraan bermotor maupun dari perusahaan-perusahaan masih rendah sehingga sangat baik untuk dijadikan pemukiman penduduk.4.2.2 Letak dan Batas WilayahDitinjau dari letaknya, wilayah kerja UPK Puskesmas Parit Mayor Kota Pontianak terletak di bagian timur dari Kota Pontianak yang berbatasan dengan:1. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Banjar Serasan dan Kelurahan Saigon.2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kapur, Kecamatan Sungai Raya.3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sungai Ambawang.Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pontianak Selatan4.2.3 Demografi/KependudukanJumlah penduduk di wilayah kerja UPK Puskesmas Parit Mayor Kota Pontianak menurut Data Kelurahan Parit Mayor Tahun 2013 berjumlah 5840 jiwa yang terdiri 2927 jiwa laki-laki dan 2913 jiwa perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) ada 1545 KK.Untuk lebih jelasnya berikut ini merupakan distribusi penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Parit Mayor Kota Pontianak :

Tabel.1. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin per RW Kel.Parit MayorNOKelurahanRWLkPrLk+Pr

1.2.3.4.5.6.Parit Mayor Parit Mayor Parit Mayor Parit Mayor Parit Mayor Parit Mayor

IIIIIIIVVVI562449278395515729575476265396483718

11379255437919981447

Jumlah292729135840

Keterangan: Lk: Laki-lakiPr: PerempuanDari tabel diatas dapat diketahui bahwa penduduk yang ada di Kelurahan Parit Mayor tersebut lebih banyak penduduk laki-laki daripada penduduk perempuan.4.2.4 Perhubungan / TransportasiJika dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan lain yang ada di kota Pontianak, maka kelurahan Parit Mayor termasuk kelurahan yang tertinggal baik dalam jumlah penduduknya maupun dalam hal transportasi. Jalan-jalan maupun alat angkutnya masih kurang. Perhubugan kelurahan Parit Mayor dengan kelurahan / desa disekitarnya sudah dapat ditempuh dengan roda dua maupun roda empat serta berjalan kaki. Transportasi melewati sungai dapat dilakukan dengan sampan atau motor air.Jalan utama yang ada hanya ada satu yaitu jalan Tanjung Raya II yang dapat dilalui dengan mobil angkut dan mobil pribadi.4.2.5 Ketenagaan / FungsionalPuskesmas Parit Mayor Pontianak merupakan salah satu satuan unit kerja dibawah pembinaan Dinas Kesehatan Kota Pontianak yang dipimpin oleh seorang kepala UPK Puskesmas dan dibantu staf stafnya. Sampai dengan akhir tahun 2013 UPK Puskesmas Parit Mayor Pontianak memiliki tenaga fungsional sebanyak 13 orang, terdiri dari:Tabel.2. Tenaga Fungsional UPK Puskesmas Parit Mayor Tahun 2013.NoJabatan Jumlah (Orang)

1.Kepala UPK Puskesmas/Perawat1

2.Dokter Umum1

3.Perawat Kesehatan/Akper2

4.Perawat Gigi/Akper Gigi2

5.Bidan/Akbid2

6.Tenaga Higiene Sanitasi0

7.Tenaga Laboratorium/Analis2

8.Tenaga Farmasi1

9.Tenaga Gizi2

10.Tenaga Administrasi/TU0

Jumlah Total13

4.2.6 Fasilitas pendidikan dan KesehatanFasilitas pendidikan yang ada diwilayah kerja UPK Puskesmas Parit Mayor Kota Pontianak meliputi:Tabel.3. Fasilitas pendidikan yang ada diwilayah kerja UPK Puskesmas Parit Mayor Kota PontianakNoNama TempatJumlah/Unit

1.SD Negeri1

2.PAUD Swasta1

3.PAUD PKK1

4.SLTP/Sederajat1

5.SLTA/Sederajat1

6.TPA1

Selain itu UPK Puskesmas Parit Mayor juga terdapat Bidan praktek swasta.4.2 Data Khusus144.2.1 Status GiziMasalah Gizi merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit non infeksi. Masalah kekurangan gizi bisa disebabkan karena pola asuh yang salah , jumlah asupan makanan dan mengolah makanan yang kurang tepat. Hal lain yang juga turut mempengaruhi gizi masyarakat adalah masalah ekonomi/pendapatan keluarga. Untuk mengatasi masalah gizi masih sangat diperlukan perhatian dari pemerintah, seperti Dinas Pangan dan Pertanian, Dinas Kesehatan, Masyarakat dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan masyarakat terutama peran dari kader-kader posyandu dan kader kesehatan lainnya.Menurut hasil pendataan Kesehatan Keluarga dan pelayanan kesehatan ibu dan anak (program KIA) tahun 2013 jumlah neonatus yang dilayani sebanyak 81 orang dengan neonatus BBLR 3 orang.Jika duibangdingkan dengan tahun 2012 (lahir 89, BBLR 2 orang), maka pada tahun 2013 bayi BBLR mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan masih adanya ibu hamil yang tidak atau belum memahami kesehatan secara paripurna.Untuk pelayanan yang dilakukan pada balita di Posyandu dan Puskesmas pada tahun 2013 rata-rata tiap bulannya berjumlah 426 balita yang ditimbang (95,73%). Dari jumlah tersebut, yang berat badannya tidak naik tiap bulannya rata-rata 208 orang (66,03%), balita yang BGM 5 orang (2,81%), dan balita dengan gizi buruk ada 2 orang. Jika dibandingkan dengan tahun 2012 jumlah balita yang ditimbang 291 orang, berat badan naik 205 orang (70,45%), balita yang BGM 21 orang (7,21%), balita yang BGT tidak ada, maka jumlah balita yang ditimbang tahun 2013 mengalami kenaikan (23,80%), berat badan naik mengalami peningkatan (16,55%), penemuan balita berat badan BGM mengalami penurunan (2,26%).Dapat dikatakan bahwa angka kurang gizi berdasarkan hasil penimbangan balita pada tahun 2013 (BGM+BGT) = 12+0 balita atau 2,81%. Jika dibandingkan dengan tahun 2012 (7,21%) maka angka kurang gizi diwilayah UPK Puskesmas Parit Mayor pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 4,40%. Untuk lebih jelas berikut ini merupakan Distribusi Kasus Kurang Gizi di wilayah UPK Puskesmas Parit Mayor tahun 2012-2013:Tabel.4. Distribusi Kasus Kurang Gizi di wilayah UPK Puskesmas Parit Mayor tahun 2012-2013NoStatus GiziTahun 2012Tahun 2013Trend

JumlahPersentase(%)JumlahPersentase(%)

1Berat BGM215,4552,81Turun

2Berat BGT0000Tetap

3Gizi Buruk20,5120,45Sama

Jumlah215,9673,26

Kasus kurang gizi terutama banyak ditemukan pada masyarakat miskin (Gakin). Untuk itu perlu perhatiab dari pemerintah berupa pemberian makanan tambahan (PMT). Untuk tahun 2014 Puskesmas Parit Mayor menganggarkan di BOK PMT Posyandu, PMT Pokbang dan PMT pemululihan 90 hari. Selain itu perbaikan ekonomi keluarga merupakan hal yang paling dominan / utama dalam mengatasi kurang gizi. Kesadaran dan pengetahuan kepala / ibu keluarga dalam hal pola asuh dan tata cara mengolah makanan perlu juga mendapat perhatian.4.2.2 Pelayanan Imunisasi Desa / Kelurahan universal Child Immunization (UCI)Desa atau kelurahan UCI adalah desa / kelurahan dimana lebih dari 80% bayi yang ada di desa tersebut mendapat imunisasi dasar lengkap. Jumlah cakupan imunisasi di wilayah kerja UPK Puskesmas Parit Mayor pada tahun 2013 sebagai berikut: Cakupan imunisasi BCG: 90,9% Cakupan imunisasi DPT 3: 122,7% Cakupan imunisasi polio: 122,7% Cakupan imunisasi campak: 163,6%Jika diperhatikan untuk tahun 2013 UPK Puskesmas Parit Mayor mencapai UCI (90%). Hal ini disebabkan karena mulai adanya kesadaran masyarakat tentang penrtingnya imunisasi bagi bayinya4.2.3 Pelayanan Gizi1) Cakupan Balita Mendapat Vitamin ABayi/balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul vitamin A adalah bayi/balita yang berumur 6-12 bulan dan anak umur 12-60 bulan yaang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi. Kapsul Vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A kapsul berwarna biru dengan dosis 100.000 S.1 yang diberikan pada bayi umur 6-12 bulan dan kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 S.1 yang diberikan pada anak berusia 12-60 bulan.Dalam kegiatan sepanjang tahun 2013 diwilayah kerja UPK Puskesmas Parit Mayor Pontianak jumlah kapsul vitamin A dosis tinggi diberikan adalah sebagai berikut: Bayi berusia 6-12 bulan sebanyak 85 bayi atau 100% dari bayi yang ada (85 bayi) Anak yang berusia 12-60 bulan sebanyak 775 anak atau 93,26% dari jumlah anak yang ada (813 anak).Jika dibandingkan dengan target 80% maka anak umur 12-60 bulan yang mendapat kapsul vitamin A 2 kali sudah mencapai target.2) Cakupan ibu hamil mendapat tablet FeCakupan ibu hamil mendapat Fe adalah cakupan ibu hamil yang mendapat tablet Fe selama periode kehamilannya di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dalam kurun waktu tahun 2013 di wilayah kerja UPK Puskesmas Parit mayor jumlah Fe (Tablet Besi) yang diberikan kepada ibu hamil adalah sebagai berikut: Jumlah Fe 1(Kunjungan pertama ibu hamil) 87 orang (98,86%) Jumlah Fe 3 (Kunjungan ketiga ibu hamil) 87 orang (98,86%) dari target ibu hamil 88 orang.Dari data yang terlihat, bahwa angka cakupan ibu hamil yang mendapat Fe 3 sudah mencapai target (98,86%).

5. HASIL PENILAIAN DAN PEMBAHASAN5.1 Indikator dan Tolak Ukur KeluaranEvaluasi dilakukan pada program imunisasi dan gizi di Puskesmas Parit Mayor Kecamatan Pontianak Timur Tahun 2014. Rujukan tolak ukur penilaian yang digunakan adalah buku profil kesehatan UPK Puskesmas Parit Mayor kota Pontianak Tahun 2013. Indikator program imunisasi rutin di Puskesmas Parit Mayor dikatakan baik jika mencapai standar Universal Child Immunization (UCI) yaitu minimal 80% anak berusia 0-11 bulan sudah diimunisasi.Tabel 5.1 Tolok ukur program imunisasi dan gizi di Puskesmas Parit MayorNo.IndikatorTargetPencapaian

1.Imunisasi Campak80%76,9%

2.Imunisasi BCG80%90,9%

3.Imunisasi DPT 380%122,7%

4.ImunisasiPolio 480%163,6%

5.Cakupan ibu hamil mendapat tablet Fe80%98,86%

6.Cakupan balita mendapat vitamin A Bayi berumur 6-12 bulan Bayi berumur 12-60 bulan80%80%100%93,26%

5.2 Identifikasi MasalahMasalah dalam pendekatan sistem adalah kesenjangan antara tolok ukur dengan hasil pencapaian pada unsur keluaran. Adanya masalah diidentifikasi dengan membandingkan keluaran pada program dengan tolok ukur. Tolok ukur program imunisasi dan gizi dapat dilihat pada Tabel 5.1. Berdasarkan tabel diperoleh bahwa masalah yang ditetapkan adalah mengenai imunisasi campak. Hal ini didasarkan keluaran yang diperoleh tidak mencapai target.5.3 Prioritas MasalahPenetapan prioritas masalah dalam kunjungan puskesmas dilakukan dengan menggunakan teknik kriteria matriks (criteria matrix technique). Pada teknik ini terdapat variabel pentingnya masalah/I (Importancy) yang diukur berdasarkan besarnya masalah/P (Prevalence), akibat yang ditimbulkan masalah/S (Severity), kenaikan besarnya masalah/RI (Rate of Increase), derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi/DU (Degree of Unmet Need), keuntungan sosial karena selesainya masalah/SB (Social Benefit), kepedulian masyarakat/PB (Public Concern), dan suasana politik/PC (Political Climate). Selain itu juga digunakan kriteria kelayakan teknologi/T (Technical feasibility). Makin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut. Begitu juga dengan sumber daya yang tersedia/R (Resources availability). Makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah, maka makin diprioritaskan masalah tersebut. Beri nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting) pada tiap kotak dalam matriks sesuai dengan jenis masalah masing-masing. Dalam proses pemberian nilai, misalnya untuk prevalensi, tentunya harus dipertimbangkan prevalensi dari masing-masing masalah yang akan diprioritaskan tersebut. Prevalensi yang paling tinggi tentunya diberi nilai yang tertinggi, sedangkan prevalensi yang terendah diberi niai 1. Diketahui beberapa masalah yang terdapat pada bagian gizi dan imunisasi yaitu berat badan anak yang tidak meningkat sebanyak 208 orang pada tahun 2013 serta pada bagian imunisasi rendahnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya imunisasi yang ditandai dengan penolakan imunisasi pada anak mereka, ketidakpatuhan dalam mengikuti jadwal imunisasi, dan tidak diketahuinya jumlah anak secara rinci setiap tahunnya yang harus diimunisasi.No.Daftar MasalahImportanceTRTotal

PSSBPB

1.berat badan anak yang tidak meningkat

42122264

2.rendahnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya imunisasi552332900

3.ketidakpatuhan dalam mengikuti jadwal imunisasi23122248

4.tidak diketahuinya jumlah anak secara rinci setiap tahunnya yang harus diimunisasi22122232

Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah yang memiliki nilai I x T x R tertinggi. Maka diketahui dari hasil perhitungan rendahnya pemahaman masyarakat mengenai immunisasi memiliki hasil paling besar sehingga paling di prioritaskan. Bila dijabarkan, rendahnya pemaha-man masyarakat akan pentingnya imunisasi, akan mempengaruhi proses dalam pencapaian imunisasi baik dalam menginisiasi imunisasi maupun dalam meneankan pentingnya untuk menyelesaikan imunisasi tepat pada waktunya. Dalam hal ini, pemahaman mengenai pentingnya imunisasi pada puskesmas parit mayor jika ditinjau dari Importancy memiliki prevalensi yang cukup besar dimana hampir seluruh balita di RW03 menolak untuk di imunisasi dengan anggapan bahwa kecukupan perlindungan yang di dapatkan dari ASI. Selain itu angka peserta imunisasi yang menyelesaikan immunisasi campak tepat waktu juga tidak semua mematuhinya jika dilihat tingkat keberhasilan imunisasi campak, yang berakibat adanya 18 kejadian campak pada balita dari Juni 2013-Mei 2014. Derajat keparahan dan derajat masalah dapat diketahui dari adanya balita yang mengalami campak ataupun penyakit lain yang berkaitan dengan imunisasi. ISPA, yang menjadi penyakit utama di Puskesmas dapat disebabkan oleh berbagai virus dan bakteri yang dimungkinkan penurunan sistem imun akibat tidak diimunisasi. Keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi sebetulnya tidak begitu signifikan kedalam program karena yang mereka inginkan justru sebaliknya yaitu tidak setuju akibat kurangnya pemahaman sehingga selain kepedulian yang rendah diperlukan usaha dari pelayanan kesehatan untuk membangun keinginan masyarakat kearah yang lebih baik. secara politik, petugas puskesmas sekitar mendukung hanya dari segi sumberdaya, beberapa peralatan seperti cooler can perlu diganti karena usia sudah lama. Keuntungan yang dapat dicapai apabila program ini berhasil yaitu meningkatkan derajat kesehatan balita, memperkuat sistem imun, menurunkan angka penyakit infeksi, dan diharapkan adanya perbaikan derajat gizi.

5.4 Kerangka Konsep Masalah

Program GiziProgram ImunisasikonselingPerbaikan GiziPemberian vitamin ApenyuluhanImunisasi RutinSweepingHasil pencapaianStandarGizi KurangAdanya penolakan imunisasiIdentifikasi MasalahPrioritas MasalahPemecahan MasalahPerbaikan Program

5.5 Identifikasi Penyebab Masalah

inputSDM kurang (hanya ada 1 orang)Pelaksanaan : ada beberapa anak drop outlingkunganprosesSikap dan perilaku orangtua tidak mendukung imunisasiPengetahuan orangtua kurang. Mengganggap jika sudah ASI tidak perlu imunisasiUmpan balikTidak ada masalahImuniasasi campak tidak mencapai target

Dari bagan dapat diketahui penyebab masalah yaitu terutama terdapat pada bagian :1. Input: kurangnya SDM dalam melaksanakan program imunisasi. SDM yang tersedia hanya 1 orang.

2. Proses: dalam pelaksanaan ada beberapa anak yang drop out dan dalam pelaksanaan penyuluhan tentang imunisasi tidak semua orangtua hadir.

3. Lingkungan: lingkungan merupakan penyebab masalah utama dalam pelaksanaan imunisasi di puskesmas Parit Mayor. Dari pihak keluarga banyak yang tidak setuju untuk diberikan imunisasi karena mereka takut anaknya menjadi sakit dan mereka menganggap jika sudah diberi ASI maka tidak perlu imunisasi lagi.Dari hasil survey diketahui penyebab masalah terutama ada pada bagian lingkungan, yaitu kurangnya dukungan dari pihak keluarga agar anaknya mendapatkan imunisasi. Pihak keluarga tidak ingin anaknya diimunisasi karena takut anak akan mengalami sakit seperti demam, bengkak dan tidak ingin anaknya merasa sakit karena disuntik.Bagian proses yaitu rencana-rencana kerja berjlan dengan baik walupun dengan sumber daya manusia hanya 1 petugas. Namun jika petugas tersebut tidak masuk atau sakit maka tidak ada menggantikan sehingga menjadi masalah dalam pelaksanaan program. Untuk umpan balik yaitu pencatatan dan pelaporan telah dilaksanakan dengan baik.

5.6 Alternatif Pemecahan MasalahAlternatif 1Nama Alternatif:Sweeping bagi bayi yang belum di imunisasi

Tujuan:Meningkatkan taraf kesehatan pada bayi

Potensi Menyelesaikan Masalah:Besar (karena puskesmas memegang peranan penting terhadap masyarakat khususnya masalah pemberian imunisasi pada bayi agar terhindar dari faktor resiko yang timbul akibat tidak diberi imunisasi)

Lama Penyelesaian:Jangka panjang

Biaya:Sedang

Alternatif 2Nama Alternatif:Penyuluhan mengenai imunisasi

Tujuan:Meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai imunisasi agar ketidakpatuhan dalam mengikuti jadwal imunisasi menurun.

Potensi Menyelesaikan Masalah:Cukup besar (karena dengan adanya penyuluhan ini menjadi wadah informasi dan edukasi kesehatan bagi masyarakat )

Lama Penyelesaian:Jangka pendek

Biaya:Kecil

Alternatif 3Nama Alternatif:Peningkatan surveilens integrasi antar lintas program

Tujuan:Meningkatkan efektivitas dalam pelayanan dan edukasi pasien untuk imunisasi dan membantu dalam menindaklanjuti pasien-pasien drop out atau yang tidak ingin diimunisasi.

Potensi Menyelesaikan Masalah:Cukup besar (dengan adanya surveilens antar lintas program dapat mendukung masyarkat untuk imunisasi. Untuk masyarakat yang tidak dapat ditangani puskesmas meskipun sudah di sweeping petugas maka dapat dilaporkan serta meminta bantuan kepada dinas kesehatan kota).

Lama Penyelesaian:Jangka panjang

Biaya:Sedang

5.7 Prioritas Pemecahan MasalahMenentukan prioritas cara pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan teknik kriteria matriks. Adapun dua krietria yang lazim digunakan yaitu efektivitas jalan keluar dan efisiensi jalan keluar. Untuk jalan keluar dengan nilai P (prioritas) tertinggi, adalah prioritas jalan keluar yang terpilih dalam menyelesaikan masalah yang ada di puskesmas.Prioritas dihitung dengan rumus : M x I x V CKeterangan :M (Magnitude) = Besarnya masalah yang dapat diselesaikan.I (Importancy) = Pentingnya jalan keluar.V (Vulnerability) = Sensitivitas jalan Keluar.C (Cost) = biaya

Tabel Penentuan Prioritas Pemecahan MasalahNoDaftar AlternatifEfektivitasEfisiensiPrioritas

MIVC(MIV)/C

1Sweeping bagi bayi yang belum di imunisasi555341,6

2Penyuluhan mengenai imunisasi454240

3Peningkatan surveilens integrasi antar lintas program453320

Dari tabel di atas diketahui yang mendapat nilai P (prioritas) tertinggi adalah alternatif nomor pertama, yaitu Sweeping bagi bayi yang belum di imunisasi. Sehingga upaya tersebut merupakan prioritas pemecahan masalah yang terpilih dalam menyelesaikan masalah yang ada di Puskesmas Parit Mayor.

6. KESIMPULAN DAN SARAN6.1 Kesimpulan1. Program gizi yang dilaksanakan oleh Puskesmas Parit Mayor telah mencapai target tetapi belum terjadi peningkatan berat badan padaa balita.2. Program imunisasi yang dilaksanakan oleh Puskesmas Parit Mayor telah mencapai target, kecuali imunisasi campak.6.2 Saran1. Untuk mengatasi masalah gizi, dipelukan penyuluhan, pelatihan untuk tenaga medis Puskesmas Parit Mayor, serta program-program yang lebih menarik (seperti lomba balita sehat) agar masyarakat bersemangat untuk ikut berpartisipasi dalam meningkatkan pengetahuan serta praktik hidup sehat dan bergizi dalam kehidupan sehari-hari.2. Untuk mengatasi masalah imunisasi campak yang tidak memenuhi target, diperlukan pendataan warga yang belum diimunisasi, intervensi terhadap keluarga yang anti-imunisasi, penyuluhan, maupun praktik integrasi antar praktisi kesehatan (misal bidan).

DAFTAR PUSTAKA1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.2006.1. Azwar, Azrul, Endang Basuki, dan Resna A. Soerawidjaja. 2009. Evaluasi Program Kedokteran / Kesehatan Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI.1. KementerianKesehatanRepublik Indonesia. KMK RI no. 1611/MENKES/SK/XI/2005.3. Jurnal Media. Kemenkestargetkanseluruhdesa/kelurahancapai UCI. Jun 2010. Diakses dari: http://www.jurnalmedia.com/ragam/ 2832-content-type.html 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. 2006.5. Azwar, Azrul, Endang Basuki, dan Resna A.Soerawidjaja. 2009. Evaluasi Program Kedokteran/Kesehatan Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI.6. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37851/4/Chapter%20II.pdf diaksses pada 22 Juni 2014.7. Supariasa, N.D.I; Bakri B. dan Fajar I.. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2002.8. Soekirman. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. 2000.9. Apriadji. HW. Gizi Keluarga. Penebar Swadaya, Jakarta. 1986.10. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pemberian Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi. Jakarta. 2000. 11. Creswell, John.W., Research Design, Qualitative & Quantitative Approaches, California USA: Sage Publication. 1994.12. Royse, David., Thyer, Bruce A., Padgett, Deborah.K., Logan, TK., Program Evaluation, an Introduction, Fourth Edition, Belmont USA : Thomson Brooks/Cole. 2006.1. Dinkes Kota Pontianak. Profil Kesehatan UPK Pontianak Puskesmas Parit Mayor Kota Pontianak. 2013.