evapro tb danny ajeng

59
LAPORAN KASUS STASE 6 PROGRAM POKOK PUSKESMAS EVALUASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DENGAN STRATEGI DOTS DI PUSKESMAS I WANGON Pembimbing: dr. Tulus Budi Purwanto Disusun Oleh : Galuh Ajeng P G4A014036 Danny Amanati A G4A014037 KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

Upload: dannyaisya

Post on 07-Nov-2015

189 views

Category:

Documents


41 download

DESCRIPTION

eva

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS STASE 6 PROGRAM POKOK PUSKESMASevaluasi program pengendalian tuberkulosis dengan strategi dots DI PUSKESMAS I WANGON

Pembimbing:dr. Tulus Budi Purwanto

Disusun Oleh :Galuh Ajeng P G4A014036Danny Amanati A G4A014037 KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITASILMU KESEHATAN MASYARAKAT JURUSAN KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN2015LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS STASE 6 PROGRAM POKOK PUSKESMAS

evaluasi program pengendalian tuberkulosis dengan strategi dots DI PUSKESMAS I WANGON

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dariKepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu KesehatanUniversitas Jenderal Soedirman

Oleh:Galuh Ajeng P G4A014036Danny Amanati A G4A014037

Telah dipresentasikan dan disetujui Pada tanggal, Mei 2015

Kepala Puskesmas I WangonTanda Tangan dan stempel institusi

dr. Tulus Budi Purwanto NIP. 198203272009031006BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangTuberkulosis (TB) pada paru merupakan masalah utama kesehatan yang dapat menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) pada manusia (Aditama & Chairil, 2002). Diperkirakan kuran lebih sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia (Depkes RI, 2006).Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak di dunia setelah India dan Cina untuk angka kejadian TB paru. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif (15-50 tahun) (WHO, 2010). Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular kronis dengan jumlah kasus yang terus meningkat dan sulit disembuhkan dikarenakan waktu pengobatan yang panjang dan rutin. Penularan TB terjadi ketika kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar dengan percikan sputum. Kuman tersebut bertahan di udara selama 1-2 jam sehingga sangat mudah menginfeksi orang lain yang menghirup udara yang sama dengan penderita atau berdekatan dengan penderita. Sehingga pada tahun 1993 organisasi kesehatan dunia yaitu WHO, mencanangkan Tuberkulosis Paru sebagai salah satu kedaruratan dunia (global emergency) (Weni et al, 2013).Strategi penanganan TB berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 1990 dan International Union Against Tuberkulosa and Lung Diseases (IUATLD) dikenal sebagai strategi Directly observed Treatment Short-course (DOTS) secara ekonomis paling efektif (cost-efective), strategi ini berlaku di Indonesia. Pengobatan TB paru menurut strategi DOTS diberikan selama 6-8 bulan dengan menggunakan paduan beberapa obat atau diberikan dalam bentuk kombinasi dengan jumlah yang tepat dan teratur, supaya semua kuman dapat dibunuh. Obat-obat yang dipergunakan sebagai obat anti tuberkulosis (OAT) yaitu : Isoniazid (INH), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Efek samping OAT yang dapat timbul antara lain tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai rasa terbakar di kaki, gatal dan kemerahan kulit, ikterus, tuli hingga gangguan fungsi hati (hepatotoksik) dari yang ringan sampai berat berupa nekrosis jaringan hati. Obat anti tuberkulosis yang sering hepatotoksik adalah INH, Rifampisin dan Pirazinamid. Hepatotoksitas mengakibatkan peningkatan kadar transaminase darah (SGPT/SGOT) sampai pada hepatitis fulminan, akibat pemakaian INH dan/ Rifampisin (Depkes RI, 2006; Arsyad, 1996; Sudoyo, 2007).Tahun 1995 program nasional penanggulangan TB mulai melaksanakan strategi DOTS dan menerapkannya pada Puskesmas secara bertahap. Tahun 2000 hampir seluruh Puskesmas telah berkomitmen dan melaksanakan strategi DOTS yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Lima elemen strategi DOTS sebagai berikut (WHO, 2009): (1) Komitmen politis yang berkesinambungan; (2) Akses terhadap pemeriksaan mikroskopis dahak yang berkualitas; (3) Kemoterapi standar jangka pendek untuk semua kasus TB dengan manajemen kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; (4) Keteraturan penyediaan obat yang dijamin kualitasnya; (5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang memungkinkan penilaian hasil pada semua pasien dan penilaian kinerja keseluruhan program.Sedangkan enam elemen strategi WHO untuk menghentikan TB untuk 2006-2015 (WHO, 2009): (1) Perluasan dan peningkatan DOTS berkualitas tinggi; (2) Mengatasi TB/HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya; (3) Penguatan sistem kesehatan; (4) Pelibatan semua pemberi pelayanan kesehatan; (5) Pemberdayaan pasien dan komunitas; (6) Mendorong dan meningkatkan penelitian (WHO, 2009).

B. Tujuan Penulisan1. Tujuan UmumMenganalisa program DOTS yang ada di Puskesmas I Wangon dan mencari metode pengembangan DOTS bebrbasis masyrakat.2. Tujuan Khususa. Mengetahui gambaran umum proses pendataan suatu indikator kesehatan di wilayah Kecamatan Wangon.b. Mengetahui secara umum hambatan dan cara mengatasi masalah yang timbul pada pelaksanaan program DOTS di Puskesmas I Wangon.c. Mengetahui pelaksanaan dan keberhasilan program DOTS Pusksesmas I Wangon.d. Menganalisis kekurangan dan kelebihan pelaksanaan program DOTS Pusksesmas I Wangon.

C. Manfaat Penulisan1. Manfaat bagi Puskesmasa. Sebagai bahan wacana bagi Puskesmas untuk memperbaiki kekurangan yang mungkin masih ada dalam 6 program pokok Puskesmas I Wangon khususnya pada bagian P2M.b. Sebagai bahan pertimbangan bagi Puskesmas, dalam melakukan evaluasi dalam kinerja program DOTS Puskesmas I Wangon.c. Sebagai bahan untuk memperbaiki kekurangan dari program kerja DOTS oleh bidang P2M Puskesmas I Wangon.d. Sebagai bahan untuk perbaikan program kerja DOTS kearah yang lebih baik guna mengoptimalkan mutu pelayanan kepada masyarakat pada umumnya dan individu pada khususnya di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.2. Manfaat bagi Mahasiswaa. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menganalisa suatu permasalahan kesehatan dalam 6 program pokok Puskesmas.b. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menentukan pemecahan permalahan kesehatan dalam 6 program pokok Puskesmas.

BAB IIANALISIS SITUASI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS

GAMBARAN UMUM PUSKESMAS 1 WANGONA. Gambaran Umum Puskesmas 1 WangonPuskesmas I Wangon merupakan salah satu bagian dari wilayah kabupaten Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 40 km2. Wilayah kerja Puskesmas I Wangon terdiri atas 7 desa, dengan desa yang memliki wilayah paling luasa dalah Randegan dengan luas 10,4 km2, dan yang tersempit adalah Banteran dengan luas 2,5 km2.Batas Wilayah Puskesmas I Wangon :a. Utara: Wilayah Puskesmas II Wangonb. Selatan: Wilayah Kabupaten Cilacapc. Timur: Wilayah Puskesmas Jatilawangd. Barat: Wilayah Puskesmas LumbirLuas lapangan lahan di wilayah Puskesmas I Wangon dirinci sebagai berikut :a. Tanah Sawah: 8.625,00 Hab. Tanah Pekarangan: 57,16 Hac. Tanah Tegalan: 1.889,79 Ha d. Tanah Hutan Negara: 209,00 Hae. Tanah Perkebunan Rakyat: 85,00 Haf. Lain-lain: 241,00 HaB. Keadaan Demografi1. Pertumbuhan PendudukBerdasarkan data dari kecamatan dan desa, untuk wilayah Puskesmas I Wangon jumlah penduduk sampai dengan akhir tahun 2011 adalah 55.232 jiwa yang terdiri dari 26.769 jiwa laki-laki dan 28.463 jiwa perempuan dan 16.508 KK. Jumlah penduduk terbanyak adalah Desa Klapagading Kulon sebanyak 11.153 jiwa, sedangkan yang terendah adalah Desa Banteran dengan 4.275 jiwa.

2. Kepadatan PendudukPenduduk di wilayah puskesmas I Wangon penyebarannya tidak merata terbukti dengan adanya jumlah penduduk yang tinggi dan rendah. Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Wangon adalah 1.398 jiwa /km2, dengan desa terpadat adalah Klapagading Kulondengan kepadatan 3.014 jiwa/km2 sedangkan desa dengan kepadatan penduduk terendah adalah Randegan dengan 682 jiwa/km2.

C. Situasi Derajat Kesehatan1. MortalitasGambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian di masyarakat. Di samping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survey dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi pada periode tahun 2014 akan diuraikan di bawah ini.a. Angka Kematian BayiTahun 2014 terdapat 11 kasus kematian bayi dari 1034 kelahiran hidup. Jika dikonversi maka AKB di Puskesmas I Wangon adalah 10,5 per 1000 kelahiran hidup. Dibanding tahun sebelumnya jumlah kematian bayi tahun ini menurun., di mana tahun 2013 terdapat 20 kasus kematian bayi dari 1036 kelahiran hidup (AKB 19,3 per 1000 kelahiran hidup). Jika dibandingkan dengan Indikator Indonesia Sehat 2010, AKB di puskesmas I Wangon masih lebih rendah, begitu juga dibandingkan cakupan MDGs ke-4 tahun 2015 (IIS = 40 per 1000 kelahiran hidup, MDGs 2015 = 17 per 1000 kelahiran hidup). Penurunan kasus kematian bayi di wilayah kerja Puskesmas I Wangon akan terus diupayakan dengan meningkatkan upaya promotif preventif baik program KIA, gizi, imunisasi maupun promkes.b. Angka Kematian IbuSebagai Puskesmas PONED, Puskesmas I Wangon berusaha menekan angka kematian ibu serendah mungkin. Tahun 2014 terdapat 1 kasus kematian ibu. Menurut data pelacakan dari RS yang merawat, penyebab kematian karena penyakit jantung yang diderita (infark miokard akut).c. Angka Kematian BalitaJumlah balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon sebanyak 5521 balita, di mana terdapat 8 kasus kematian balita. Dibandingkan tahun sebelumnya terdapat kenaikan kejadian kematian balita.d. Angka KecelakaanSelama tahun 2014 di wilayah kerja Puskesmas I Wangon terjadi sebanyak 589 kejadian kecelakaan. Dari peristiwa itu korban yang meninggal dunia sebanyak 4 orang, sementara korban luka berat sebanyak 160 orang dan luka ringan sebanyak 618 orang.2. Morbiditasa. Penyakit MalariaSelama tahun 2014 di Puskesmas 1 Wangon tidak dijumpai kasus malaria, hal ini sama dengan tahun lalu juga tidak terdapat kasus malaria.b. TB ParuJumlah kasus TB paru klinis tahun 2014 di Puskesmas 1 Wangon sebanyak 81 kasus, sebanyak 26 kasus baru BTA (+), sementara pada tahun sebelumnya didapatkan 33 kasus TB paru positif atau ditemukan penurunan sebanyak 7 kasus TB paru (+). Jumlah ini tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya, karena masih ada penderita TB yang berobat ke praktek pribadi dokter dan tidak terpantau oleh puskesmas.c. HIVSelama tahun 2014 tidak didapatkan kasus HIV/AIDS di wilayah Puskesmas 1 Wangon.d. AFP/ Acute Flaccid ParalysisSelama tahun 2014 tidak didapatkan kasus AFP di wilayah Puskesmas 1 Wangon.e. Demam Berdarah DengueSelama tahun 2014 didapatkan 11 kasus DBD di wilayah Puskesmas 1 Wangon. Dari jumlah kasus itu tidak ada penderita yang meninggal, semua dapat ditangani dengan baik di Puskesmas maupun dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Masyarakat kecamatan Wangon turut berperan aktif dalam program kegiatan PSN untuk mncegah terjadinya DBDf. DiareSelama tahun 2014 terdapat 923 kasus Diare, dengan angka kejadian tertinggi pada warga Wangon sebanyak 200 kasus. Tidak dijumpai penderita yang meninggal akibat diare.g. Pneumonia BalitaSelama tahun 2014 di Puskesmas I Wangon ditemukan sebanyak 21 kasus pneumonia dari perkiraan sebanyak 552 kasus (3,8%).

D. Status GiziTotal jumlah balita sebanyak 4.288 anak, dirinci sebagai berikut :1. Balita yang ditimbang: 3.445 anak2. Berat Badan Naik: 2.463 anak3. Bawah Garis Merah: 12 anak4. Gizi Buruk: 1 anak, yaitu di RawahengSeluruh daerah bebas rawan gizi di kecamatan Wangon.ASI ekslusifDari total jumlah bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas I Wangon sebanyak 402 anak, yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan sebanyak 257 anak atau sekitar 63,9%. Meskipun meningkat, edukasi kepada warga masyarakat tentang ASI eksklusif tentang pentingnya ASI ekslusif akan terus kami galangkan.

UPAYA KESEHATANA. Pelayanan Kesehatan DasarUpaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat sudah dapat diatasi. Berbagai pelayanankesehatan dasar yang dilaksankan oleh fasilitas pelayanan kesehatan adalah :1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan AnakPeranan ibu dalam tumbuh kembang bayi dan balita sangatlah besar. Manusia yang sehat berawat dari ibu hamil yang sehat pula.a. Pelayanan K-4Masa kehamilan adalah masa penting yang harus dipantau secara rutin. Sehingga tumbuh kembang janin serta gangguan kesakitan pada ibu selama kehamilan dapat terus dipantau. Deteksi diniterhadap kelainan pada janin maupun kesakitan pada ibu dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin oleh ibu hamil. Jumlah ibu hamil di wilayah Puskesmas 1 Wangon pada tahun 2014 sebanyak 1.136 ibu hamil, yang mendapat pelayanan K4 sebanyak 1.102 (97%). Sedangkan target pelayanan minimal untuk cakupan ibu hamil K-4 adalah sebesar 95%. Sehingga Puskesmas 1 Wangon mampu memenuhi target SPM yang diharapkan..b. Pertolongan oleh NakesKomplikasi dan kematian pada ibu maternal serta bayi baru lahir sangat ditentukan dari penolong persalinan terutama bidan yang mempunyai kompetensi. Pertolongan persalinan yang tidak dilakukan oleh nakes akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi maupun kematian pada ibu bersalin maupun bayi. Di wilayah Puskesmas 1 Wangon pertolongan persalinan oleh nakes selama tahun 2014 sebesar 95,7%. Sedangkan target Standart Pelayanan Mnimal Kabupaten Banyumassebesar 81%, sehingga pencapaian di Puskesmas 1 Wangon sudah mencapai hasil mendekati harapan.c. Bumil Resti di tanganiPada tahun 2014 Bumil Risti yang ada di wilayah Puskesmas 1 Wangon sebanyak 227 Bumil dari total 1.136.d. Bayi dan Bayi BBLRPada tahun 2014 terdapat 91 Berat Badan Lahir Rendah dari 1034 jumlah kelahiran hidup yang ada atau 8,3%. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu dimana jumlah bayi dengan BBLR sebanyak 7,3%.e. Pelayanan Keluarga BerencanaPasangan usia produktif memiliki peranan penting dalam meningkatkan jumlah penduduk, wanita usia subur antara 15-49 tahun. Untuk mengatur jarak kehamilan pada WUS dilakukan dengan dengan menggunakan kontrasepsi. Berdasarkan data yang dihimpun pada tahun 2014 jumpah PUS di wilayah Puskesmas 1 Wangon adalah sebanyak 13.079 pasangan. Dari jumlah tersebut, peserta KB aktif sebanyak 10.789 atau sekitar 82,3%, sedangkan jumlah peserta KB baru sebanyak 1.098 atau sekitar 8,4%. Dibandingkan tahun sebelumnya maka jumlah PUS, pesetra KB aktif dan pesetra KB baru di Puskesmas 1 Wangon mengalami penurunan.f. Pelayanan ImunisasiKegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk bayi umur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB), imunisasi untuk wanita usia subur/ibu hamil (TT) dan imunisasi untuk anak sekolah dasar (kelas 1: DT dan kelas 2-3: TT).Desa/ keluarahan Universal Child Immunization (UCI) sebanyak 7 desa atau 100%. Sementara cakupan imunisasi bayi, dengan jumlah bayi sasaran tahun 2014 sebanyak 984 bayi, cakupan DPT1+Hb1 (104,4%), DPT3+Hb3 (101,2%), Campak (97,6%).

(59,65 %) dari jumlah yang diperiksa. Ini dikatagorikan Perilaku untuk Hidup Bersih dan Sehat tidak ada peningkatan yang berarti.

B. Perilaku MasyarakatPerilaku masyarakat merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Pendidikan dan pengetahuan mengenai kesehatan harus ditanamkan agar terjadi perubahan perilaku sehat. Terjadinya perilaku sehat membutuhkan waktu yang lama, oleh sebab itu program gizi seharusnya lebih merupakan prioritas dalam setiap pengambilan kebijakan pelayanan kesehatan. Perilaku sehat yang mendorong masyarakat untuk berperan aktif menuju masyarakat yang sehat, sehingga akan tercapai penurunan angka kematian bayi dan ibu. Pencapaian program perilaku masyarakat khususnya program gizi pada Puskesmas 1 Wangon diterangkan bahwa dari total jumlah balita sebanyak 4.288 anak, dirinci sebagai berikut :1) Balita yang ditimbang : 3.445 anak2) Berat badan naik : 2.463 anak3) Bawah garis merah : 12 anak4) Gizi buruk : 1 anak, yaitu di RawaengSeluruh daerah bebas rawan gizi di kecamatan Wangon.Pemberian tablet BesiPemberian tablet besi (fe) dimaksudkan untuk mengatasi kasus anemia serta mengurangi dampak buruk akibat kekurangan Fe khususnya yang dialami ibu hamil.Berdasarkan data primer dari Puskesmas 1 Wangon, jumlah ibu hamil selama tahun 2014 sebanyak 446 orang, yang mendapat tablet fe sebanyak 151 orang atau sekitar 34 %. Dibangkan tahun sebelumnya tahun ini mengalami penurunan. Perlu dilakukan edukasi kepada warga tentang pentingnya konsumsi tablet Fe oleh ibu hamil.

BAB IIIANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS

A. InputMenurut Donabedian struktur merupakan masukan (input) yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas kesehatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya, dan kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik, penilaian juga mencakup pada karakteristik dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatanBerikut ini data jumlah tenaga medis, paramedis dan non-medis yang bekerja di Puskesmas 1 Wangon pada tahun 2014.

NONAMANIP

PANGKATJABATAN

GOLTMT

1dr. Tulus Budi Purwanto19820327 200903 1 006III/c1032009Ka. Puskesmas

2Sudarso, SE1961107 198603 1 010III/c1031986Ka. Tata usaha

3dr. Bety JalanitaDokter

4Gatot Sunarno, AMK19771008 199803 1 001II/d1031998Perawat

5Sardi19630604 198703 1 016III/d1031987Perawat gigi

6Agus Raharjo, AMK19670620 198703 1 003III/d1031987Perawat

7Sugianto, AMK19670724 199003 1 012III/c1031990Perawat

8Sukirman19590315 198107 1 001III/c1071981Perawat

9Sumarno19631011 198603 1 009III/c1031986Kes. Lingkungan

10Wahyu Dwi Ratmono19650604 198703 1 014III/b1031987Pekarya kesehatan

11Titin Listiyoningsih, Amd.Keb19720513 199203 2 009III/c1031992Bidan

12Admini, Amd.Keb19730618 199203 2 002III/c1031992Bidan

13Nur Indah RBidan

14Kristinah, SE19611010 199103 2 004III/c1031991Petugas obat

15SumarniBidan desa

16Turiman19710423 199303 1 003III/c1031993Perawat

17Titi Hari Pangesti, A.Md. Keb19820624 200501 2 010II/d1012005Bidan

18Silviana Putri WS t a f

19Lasmi Puji Astuti19720517 200604 2 014II/a1042006Bidan desa

20Sri Naipi, A.Md.Keb19760506 200701 2 012II/c1012007Bidan

21Westi Rachmawati19771203 200604 2 008II/b1042006Bidan

22Nasipah 19700718 200701 2 006II/b1012007Adminkes

23Murniasih11.4.047 17951072005Bidan desa

24Nita Umi Fatmawati11.4.047 1083410072007Bidan desa

25Dwi Indriyanti11.4.047.108131072007Bidan desa

26Januar Nenen Nikita11.4.0253336252012Bidan desa

27Meiana Penisetya Putri11.4.047.110961012009Bidan desa

28Alin Nur Ubay11.4.048.1738872112009Bidan desa

29Runmiyati11.4.048.174172112009Bidan desa

30Elen Afriani11.4.33009856252012Bidan desa

31Haryani Mei Lestari

B. Sumber : profil Puskesmas I Wangon 2014Input mencakup indikator yaitu man (sumber daya manusia), money (sumber dana), method (cara pelaksanaan suatu kegiatan), material (perlengkapan), minute (waktu) dan market (sasaran). Proses menjelaskan fungsi manajemen yang meliputi tiga indikator yaitu: P1 (perencanaan), P2 (penyelenggaraan) dan P3 (pengawasan, pemantauan, dan penilaian).ManSecara umum, tenaga medis dan non medis yang terdapat pada Puskesmas I Wangon terdiri dari 2 dokter umum, 1 apoteker, 20 bidan desa, 7 orang perawat, 2 perawat gigi, 1 tenaga gizi , 1 pelaksana kesehatan lingkungan, 1 koordinator TU, 2 juru masak honor, 2 cleaning service, dan 1 supir ambulans. Sumber daya manusia pelaksaan program pemberian tablet Fe meliputi 20 bidan dan 2 orang dokter. Sumber daya manusia dirasa sudah mencukupi kebutuhan.Money Dana untuk kegiatan program berasal dari pemerintah pusat (JAMKESMAS dan KBS), dana dari pemerintah daerah (APBD I dan APBD II), dana dari masyarakat ( ASKES dan retribusi Puskesmas) dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). MaterialLogistik, obat, vaksin berasal dari pihak kantor dinas kesehatan tingkat II dan BKKBN Kabupaten Banyumas. Jumlah dan jenisnya disesuaikan dengan perencanaan yang telah diajukan oleh Puskesmas. Alat-alat kedokteran : 1 unit mobil ambulans, 1 unit kulkas penyimpan. vaksin, 7 termos penyimpan vaksin, dan alat laboratorium sederhana. MetodeMetode kegiatan posyandu adalah 5 meja yaitu Pendaftaran, Penimbangan, Pencatatan, Penyuluhan, dan Pelayanan. Metode kegiatan minimal terdapat 3 meja. Kegiatan 5 meja tersebut sudah dilakukan secara berkesinambungan pada setiap kegiatan puskemas.MinuteJangka waktu pelaksanaan kegiatan program sesuai dengan besarnya kasus dan demografi/wilayah terdapatnya kasus. MarketSasaran masyarakat pada program DOTS tentang penjaringan penderita suspek TB sampai pemilihan PMO pada masyarakat ditujukan kepada seluruh masyarakat wilayah kerja Puskesmas I Wangon.

C. PROSES Perencanaan (P1) : Arah : Terwujudnya KECAMATAN WANGON SEHAT 2015. Untuk mempermudah mencapai tersebut, perencanaan mengacu pada Standard Pelayanan Minimal (SPM) untuk program Pemberantasan Penyakit Menular yang sudah ditetapkan di tingkat Provinsi.Pengorganisasian (P2) 1. Penggalangan kerjasama dalam Tim Promosi Kesehatan2. Penggalangan kerjasama lintas sektoral3. Penggalangan kerjasama dengan tenaga kesehatan dan kader 4. Penggalangan Desa Siaga Mempertimbangkan jumlah tenaga, beban kerja dan sarana Penggerakan dan pelaksanaan program. Tim Puskesmas Wangon bekerjasama dengan masyarakat khususnya bagian P2M dan kader untuk menindaklanjuti masalah TB sehingga angka penderita TB di Kecamatan Wangon dapat menurun.

Pergerakan dan pelaksanaan programTim Puskesmas 1 Wangon khususnya bagian P2M serta peran serta tenaga kesehatan dan kader kesehatan berkerjasama dengan masyarakat untuk meningkatkan program DOTS pada masyarakat.

Pengawasan dan pengendalian (P3) untuk kelancaran kegiatan 1. Dinas Kesehatan wilayah Bayumas2. Tenaga kesehatan Kecamatan Wangon3. PWS = Pemantauan wilayah setempat4. Kader atau perangkat desa setempat

D. Out PutBerdasarkan data yang ada dapat diketaui bahwa hasil kegiatan indikator kinerja cakupan TB Puskesmas I Wangon selama tahun 2014 belum memenuhi target pencapaian yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas untuk tahun 2014. Apabila kita menggunakan analisa SWOT mengenai maslah penyakit TB, maka didapat informasi sebagai berikut :a. Strength 1) Puskesmas I Wangon memiliki letak yang strategis, yaitu berada di pusat kecamatan sehingga akses layanan kesehatan mudah.2) Tersedianya tenaga kesehatan dan koordinator program untuk mendeteksi dan menangani penderita TB di puskesmasb. Weakness 1) Terbatasnya tenaga kesehatan di bidang P2M khususnya yang menangani masalah TB yaitu hanya satu orang sehingga kurang optimal. 2) Belum semua petugas puskesmas terutama paramedis (perawat, bidan desa) mengetahui secara tepat cara menjaring kasus TB3) Sistem deteksi penyakit TB masih dilakukan secara pasif, yaitu hanya mengandalkan pasien yang datang ke puskesmas dan memiliki tanda dan gejala TB. Deteksi penderita secara aktif, penyuluhan kesehatan ke desa-desa dan pembentukan kader kesehatan dalam penananganan TB belum berjalan. 4) Penyediaan obat yang belum kontinyu.5) Pengetahuan penderita yang kurang mengenai penyakit TB paru, cara pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak adekuat.6) Tidak adanya kader TB di tiap desa.7) Kurangnya PMO di keluarga atau masyarakat.c. Opportunity1) Warga Kecamatan Wangon mudah diajak kerjasama dalam masalah kesehatan, hal ini terlihat dari mereka sangat mudah dikumpulkan dalam acara kesehatan, misalnya Posyandu maupun Posyandu Lansia.d. Threat1) Sarana dan prasarana yang belum memadai.2) Perlindungan diri terhadap analis laboratorium yang belum optimal.3) Kurangnya motivasi tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas P2M TB.4) Kurangnya pendidikan mengenai bahaya penularan TB pada penderita.5) Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai TB.

Identifikasi Aspek Isu Strategis dari Hasil Analisis SWOTDari hasil analisis SWOT, dapat disimpulkan permasalahan yang terjadi seputar tentang evaluasi program pengendalian tuberkulosis dengan strategi DOTS, baik dari dalam maupun dari luar puskesmas. Puskesmas I Wangon memiliki kekuatan dalam upaya melaksanakan program P2M TB dengan letak puskesmas yang strategis berada di pusat kecamatan sehingga masyarakat mudah menjangkau. Akan tetapi kondisi ini kurang mendukung karena tenaga kesehatan di bidang penanggulangan penyakit menular sangat terbatas sedangkan wilayah kerja Puskesmas I Wangon cukup luas. Sementara itu, jika kita melihat ke masyarakat Kecamatan Wangon, sebenarnya lebih banyak kekuatan yang dapat dioptimalkan. Kondisi ini terlihat dari antusiasme warga yang sangat tinggi terhadap masalah kesehatan, mereka mudah dikumpulkan dalam acara posyandu dan posyandu lansia. Dari mereka juga banyak yang menjadi kader kesehatan di desa masing-masing. Sementara, hambatan yang terjadi yaitu masalah pengetahuan kesehatan yang rendah. Jika dilihat kekuatan dan kelemahan yang telah dianalisis, baik dari dalam dan luar Puskesmas, mengajak peran serta masyarakat dalam penemuan TB, penanggulangan TB, serta pengawasan terhadap penderita TB adalah solusi yang cukup tepat, dibanding hanya mengandalkaan peran petugas kesehatan saja yang jumlahnya terbatas untuk turun langsung ke masyarakat. Hal ini mengingat mereka, masyarakat Kecamatan Wangon memiliki tingkat partisipatif yang cukup baik di bidang kesehatan dan dapat diajak kerjasama.

BAB IIIPEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN ALTERNATIF YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENGANTISIPASI ISU STRATEGIS TERSEBUT

Indikator nasional yang dipakai untuk menentukan keberhasilan pencapaian program TB paru adalah angka penemuan penderita (Case Detection Rate) minimal 100%, angka kesembuhan (Cure Rate) minimal 90% dan angka konversi (Conversion Rate) minimal 80%. Dengan jumlah penduduk Kecamatan Wangon akhir tahun 2013 sebesar 55.232 jiwa maka indikator keberhasilan pencapaian program TB paru yang telah dicapai selama tahun 2014 ialah:1. Case Detection RateCDR adalah presentase jumlah penderita dari BTA (+) yang ditemukan dibanding jumlah penderita baru BTA (+) yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Perkiraan sebesar 58,93%. 2. Cure RateCure Rate adalah angka yang menunjukkan presentase penderita TB BTA(+) yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara penderita TB BTA(+) yang tercatat. Berdasarkan profil Puskesmas I Wangon tahun 2013 jumlah penderita TB BTA(+) yang sembuh sebesar 32 kasus, sedangkan jumlah penderita TB BTA(+) yang tercatat sebesar 33 kasus. Maka CR Puskesmas I Wangon sebesar 96,97 %.3. Conversion RateConversion Rate adalah presentase penderita TB paru BTA(+) yang mengalami konversi menjadi BTA (-) setelah menjalani masa pengobatan intensif (2-3 bulan). Angka konversi didapatkan dari jumlah penderita TB BTA (+) yang mengalami konversi menjadi BTA(-) setelah pengobatan fase intensif dibanding dengan jumlah penderita TB BTA (+) yang selesai pengobatan fase intensif 2-3 bulan. Dari data diatas didapatkan rata-rata Conversion Rate tahun 2013 sebesar 83,33%. Hasil tersebut sudah memenuhi target untuk Conversion Rate nasional yaitu sebesar 80%.Dari hasil cakupan P2M TB Puskesmas I Wangon, dapat dilihat bahwa indikator-indikator keberhasilan pencapaian program TB paru yang telah dicapai selama tahun 2009 belum memenuhi target pencapaian nasional. Dimana CDR sebesar 58,93% masih jauh dari target pencapaian nasional yaitu sebesar 100%, angka Cure Rate sebesar 96,97% dengan target minimal untuk kesembuhan penderita TB BTA (+) sebesar 90%, angka Conversion Rate sebesar 83,33% yang dimana sudah memenuhi target nasional yaitu sebesar 80%. Sumber penularan penderita TB melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+). Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain bila terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran pernafasan, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2006).Risiko penularan tiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% mempunyai arti bahwa pada tiap tahunnya diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang terinfeksi tidak akan menderita tuberkulosis, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita tuberkulosis (Depkes RI, 2006).

Pengobatan Tuberkulosis ParuPrinsip pengobatanTerdapat 2 macam aktifitas/sifat obat terhadap TB yaitu aktivitas bakterisid di mana obat bersifat membunuh kumankuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif) dan aktivitas sterilisasi, obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat tersebut membunuh/melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Hampir semua OAT mempunyai sifat bakterisid kecuali Etambutol dan Tiasetazon yang hanya bersifat bakteriostatik dan masih berperan untuk mencegah resistensi kuman terhadap obat. Rifampisin dan Pirazinamid mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik, sedangkan INH dan Streptomisin menempati urutan lebih bawah (Bahar & Amin, 2007).

Kemoterapi TBProgram nasional pemberantasan TB di Indonesia sudah dilaksanakan sejak tahun 1950-an. Ada 6 macam obat esensial yang telah dipakai yaitu Isoniazid (H), Para Amino Salisilik Asid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol (E), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z). Sejak tahun 1994 program pengobatan TB di Indonesia telah mengacu pada program Directly observed Treatment Short-course (DOTS) yang didasarkan pada rekomendasi WHO, strategi ini memasukkan pendidikan kesehatan, penyediaan OAT gratis dan pencarian secara aktif kasus TB. Pengobatan ini memiliki 2 prinsip dasar : Pertama, terapi yang berhasil memerlukan minimal 2 macam obat yang basilnya peka terhadap obat tersebut dan salah satu daripadanya harus bakterisidik. Obat anti tuberkulosis mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mencegah terjadinya resistensi terhadap obat lainnya. Obat H dan R merupakan obat yang paling efektif, E dan S dengan kemampuan mencegah, sedangkan Z mempunyai efektifitas terkecil. Kedua, penyembuhan penyakit membutuhkan pengobatan yang baik setelah perbaikan gejala klinisnya, perpanjangan lama pengobatan diperlukan untuk mengeleminasi basil yang persisten (Bahar & Amin, 2007).Regimen pada pengobatan sekitar tahun 1950-1960 memerlukan waktu 18-24 bulan untuk jaminan menjadi sembuh. Dengan metode DOTS pengobatan TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari berbagai jenis OAT, dalam jumlah yang cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman dapat dibunuh. Pengobatan diberikan dalam 2 tahap, tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif penderita mendapat obat baru setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua jenis OAT terutama Rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap ini sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit tetapi dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap ini bertujuan untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan (Bahar & Amin, 2007; Depkes RI, 2006).

Obat Anti Tuberkulosis (OAT)Obat-obat TB dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat lapis pertama dan obat lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil, pengurangan basil dormant dan pencegahan resistensi. Obat-obatan lapis pertama terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin. Obat-obatan lapis dua mencakup Rifabutin, Ethionamid, Cycloserine, Para-Amino Salicylic acid, Clofazimine, Aminoglycosides di luar Streptomycin dan Quinolones. Obat lapis kedua ini dicadangkan untuk pengobatan kasus-kasus multi drug resistance. Obat tuberkulosis yang aman diberikan pada perempuan hamil adalah Isoniazid, Rifampisin, dan Etambutol (Bahar & Amin, 2007).Jenis OAT lapis pertama dan sifatnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Jenis dan Sifat OATJenis OATSifatKeterangan

Isoniazid (H)BakterisidterkuatObat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Mekanisme kerjanya adalah menghambat cell-wall biosynthesis pathway

Rifampisin (R)bakterisidRifampisin dapat membunuh kuman semi-dormant (persistent) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid. Mekanisme kerjanya adalah menghambat polimerase DNA-dependent ribonucleic acid (RNA) M. Tuberculosis

Pirazinamid (Z)BakterisidPirazinamid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Obat ini hanya diberikan dalam 2 bulan pertama pengobatan.

Streptomisin (S)Bakterisidobat ini adalah suatu antibiotik golongan aminoglikosida dan bekerja mencegah pertumbuhan organisme ekstraselular.

Etambutol (E)bakteriostatik-

(Depkes RI, 2006; Bahar & Amin, 2007).Regimen pengobatan (metode DOTS)Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah perkembangan resistensi obat, oleh karena itu WHO telah menerapkan strategi DOTS dimana petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat untuk memastikan kepatuhannya. Oleh karena itu WHO juga telah menetapkan regimen pengobatan standar yang membagi pasien menjadi 4 kategori berbeda menurut definisi kasus tersebut, seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini (Bahar & Amin, 2007) : Tabel 2.2 Berbagai Paduan Alternatif Untuk Setiap Kategori PengobatanKategori pengobatan TBPasien TBPaduan pengobatan TB alternatif

Fase awal(setiap hari / 3 x seminggu)Fase lanjutan

IKasus baru TB paru dahak positif; kasus baru TB paru dahak negatif dengan kelainan luas di paru; kasus baru TB ekstra-pulmonal berat

2 EHRZ (SHRZ)2 EHRZ (SHRZ)2 EHRZ (SHRZ)6 HE4 HR4 H3 R3

IIKambuh, dahak positif; pengobatan gagal; pengobatan setelah terputus

2 SHRZE / 1 HRZE2 SHRZE / 1 HRZE

5 H3R3E35 HRE

IIIKasus baru TB paru dahak negatif (selain dari kategori I); kasus baru TB ekstra-pulmonal yang tidak berat2 HRZ atau 2H3R3Z32 HRZ atau 2H3R3Z32 HRZ atau 2H3R3Z36 HE

2 HR/4H

2 H3R3/4H

IVKasus kronis (dahak masih positif setelah menjalankan pengobatan ulang)TIDAK DIPERGUNAKAN(merujuk ke penuntun WHO guna pemakaian obat lini kedua yang diawasi pada pusat-pusat spesialis)

(Crofton, 2002; Bahar & Amin, 2007)Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program penanggulangan tuberkulosis di Indonesia adalah (Bahar & Amin, 2007):Kategori I : 2HRZE (S) / 6HE.Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari selama 2 bulan obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah 2 bulan diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau 4 H3 R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak.

Kategori II : 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE yaitu R dengan H, Z, E, setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3 atau 5 HRE.

Kategori III : 2HRZ/2H3R3Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3, yang dilanjutkan dengan fase lanjutan 2HR atau 2 H3R3.

Kategori IV : Rujuk ke ahli paru atau menggunakan INH seumur hidupPada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya harus dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup diberikan H saja sesuai rekomendasi WHO atau menggunakan pengobatan TB resistensi ganda (MDR-TB).Selain 4 kategori di atas, disediakan juga paduan obat sisipan (HRZE).Obat sisipan akan diberikan bila pasien tuberkulosis kategori I dan kategori II pada tahap akhir intensif pengobatan (setelah melakukan pengobatan selama 2 minggu), hasil pemeriksaan dahak/sputum masih BTA positif (Depkes RI, 2006).

Dosis obatTabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai di Indonesia secara harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien (Bahar & Amin, 2007):Dosis Obat yang Dipakai di IndonesiaJenisDosis

Isoniazid (H) harian : 5mg/kg BB intermiten : 10 mg/kg BB 3x seminggu

Rifampisin (R)

harian = intermiten : 10 mg/kgBB

Pirazinamid (Z)

harian : 25mg/kg BB intermiten : 35 mg/kg BB 3x seminggu

Streptomisin (S)

harian = intermiten : 15 mg/kgBB usia sampai 60 th : 0,75 gr/hari usia > 60 th : 0,50 gr/hari

Etambutol (E)

harian : 15mg/kg BB intermiten : 30 mg/kg BB 3x seminggu

(Depkes RI, 2006; Bahar & Amin, 2007)Kombinasi obatPada tahun 1998 WHO dan IUATLD merekomendasikan pemakaian obat kombinasi dosis tetap 4 obat sebagai dosis yang efektif dalam terapi TB untuk menggantikan paduan obat tunggal sebagai bagian dari strategi DOTS. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket dengan tujuan memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai. Tersedia obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) untuk paduan OAT kategori I dan II. Tablet OAT-KDT ini adalah kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosisnya (jumlah tablet yang diminum) disesuaikan dengan berat badan pasien, paduan ini dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien dalam 1 masa pengobatan. Dosis paduan OAT-KDT untuk kategori I, II dan sisipan dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Depkes RI, 2006) :

Dosis Paduan OAT KDT Kategori I : 2(RHZE)/4(RH)3Berat badanTahap Intensif tiap hari selama 56 hariRHZE (150/75/400/275)Tahap Lanjutan 3x seminggu selama 16 mingguRH (150/150)

30 37 kg2 tablet 4KDT2 tablet 4KDT

38 54 kg3 tablet 4KDT3 tablet 4KDT

55 70 kg4 tablet 4KDT4 tablet 4KDT

> 71 kg5 tablet 4KDT5 tablet 4KDT

(Depkes RI, 2006)Dosis Paduan OAT KDT Kategori II: 2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3Berat badanTahap Intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275) + STahap Lanjutan3x semingguRH (150/150) + E (400)

Selama 58 hariSelama 28 hariSelama 2 Minggu

30 37 kg2 tab 4KDT + 500mgStreptomisin inj2 tab 4KDT2 tab 2KDT + 2 tab Etambutol

38 54 kg3 tab 4KDT + 750mgStreptomisin inj3 tab 4KDT3 tab 2KDT + 3 tab Etambutol

55 70 kg4 tab 4KDT + 1000mgStreptomisin inj4 tab 4KDT4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol

> 71 kg5 tab 4KDT + 1000mgStreptomisin inj5 tab 4KDT5 tab 2KDT + 5 tab Etambutol

(Depkes RI, 2006)Dosis OAT untuk SisipanBerat BadanTahap Intensif tiap hari selama 28 hariRHZE (150/75/400/275)

30 37 kg 2 tablet 4KDT

38 54 kg 3 tablet 4KDT

55 70 kg 4 tablet 4KDT

71 kg 5 tablet 4KDT

(Depkes RI, 2006)Efek samping pengobatanDalam pemakaian OAT sering ditemukan efek samping yang mempersulit sasaran pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin OAT masih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek samping ini sangat mengganggu OAT yang bersangkutan harus dihentikan dan pengobatan dapat diteruskan dengan OAT yang lain (Bahar & Amin 2007).Efek samping yang dapat ditimbulkan OAT berbeda-beda pada tiap pasien, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :Efek Samping Pengobatan dengan OATJenis ObatRinganBerat

Isoniazid (H) tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, nyeri otot dan gangguan kesadaran. Kelainan yang lain menyerupai defisiensi piridoksin (pellagra) dan kelainan kulit yang bervariasi antara lain gatal-gatal.

Hepatitis, ikhterus

Rifampisin (R)

gatal-gatal kemerahan kulit, sindrom flu, sindrom perut. Hepatitis, sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak nafas, kadang disertai dengan kolaps atau renjatan (syok), purpura, anemia hemolitik yang akut, gagal ginjal

Pirazinamid (Z)

Reaksi hipersensitifitas : demam, mual dan kemerahan

Hepatitis, nyeri sendi, serangan arthritis gout

Streptomisin (S)

Reaksi hipersensitifitas : demam, sakit kepala, muntah dan eritema pada kulitKerusakan saraf VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran

Etambutol (E)

Gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan Buta warna untuk warna merah dan hijau

(Depkes RI, 2006; Bahar & Amin, 2007)Untuk mencegah terjadinya efek samping OAT perlu dilakukan pemeriksaan kontrol, seperti (Bahar & Amin, 2007):a. Tes warna untuk mata, bagi pasien yang memakai Etambutolb. Tes audiometri bagi pasien yang memakai Streptomisinc. Pemeriksaan darah terhadap enzim hepar, bilirubin, ureum/kreatinin, darah perifer dan asam urat (untuk pasien yang menggunakan Pirazinamid).

Hasil pengobatan tuberkulosisWorld Health Organization (1993) menjelaskan bahwa hasil pengobatan penderita tuberkulosis paru dibedakan menjadi :a. Sembuh: bila pasien tuberkulosis kategori I dan II yang BTA nya negatif 2 kali atau lebih secara berurutan pada sebulan sebelum akhir pengobatannya.b. Pengobatan lengkap: pasien yang telah melakukan pengobatan sesuai jadwal yaitu selama 6 bulan tanpa ada follow up laboratorium atau hanya 1 kali follow up dengan hasil BTA negatif pada 2 bulan terakhir pengobatan.c. Gagal: pasien tuberkulosis yang BTA-nya masih positif pada 2 bulan dan seterusnya sebelum akhir pengobatan atau BTAnya masih positif pada akhir pengobatan.Pasien putus berobat lebih dari 2 bulan sebelum bulan ke-5 dan BTA terkhir masih positif.Pasien tuberkulosis kategori II yang BTA menjadi positif pada bulan ke-2 dari pengobatan.d. Putus berobat/defaulter: pasien TB yang tidak kembali berobat lebih dari 2 bulan sebelum bulan ke-5 dimana BTA terakhir telah negatif.e. Meninggal: penderita TB yang meninggal selama pengobatan tanpa melihat sebab kematiannya.

Evaluasi pengobatanBayupurnama (2007) menjelaskan bahwa terdapat beberapa metode yang bisa digunakan untuk evaluasai pengobatan TB paru :a. Klinis: biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya 2 minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan-keluhan pasien seperti batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah, berat badan meningkat dll.b. Bakteriologis: biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi negatif. Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan. WHO (1991) menganjurkan kontrol sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4 dan 6. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi bagi pasien yang mendapatkan pengobatan ulang (retreatment). Bila sudah negatif, sputum BTA tetap diperiksakan sedikitnya sampai 3 kali berturut-turut. Bila BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), maka pasien yang sebelumnya telah sembuh mulai kambuh lagi.c. Radiologis: bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus kambuh. Jika keluhan pasien tidak berkurang (misalnya tetap batuk-batuk), dengan pemeriksaan radiologis dapat dilihat keadaan TB parunya atau adakah penyakit lain yang menyertainya. Karena perubahan gambar radiologis tidak secepat perubahan bakteriologis, evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan sekali (Bayupurnama, 2007).

Isu strategis tersebut lebih mengarah ke peran serta masyarakat dalam deteksi pasien TB Paru secara aktif. Strategi ini berdasarkan analisis SWOT dianggap paling realistis, mengingat jika orientasi pemecahan masalah ini lebih ke arah interna puskesmas, maka lebih banyak kesulitan, terutama masalah terbatasnya tenaga kesehatan di bidang penanggulangan penyakit menular dan luasnya wilayah kerja Puskesmas I Wangon yang membawahi 7 desa.Dalam penanggulangan TB diperlukan upaya yang melibatkan berbagai sektor, baik dari pemerintah, swasta maupun kelompok organisasi masyarakat, mengingat beban masalah TB yang tinggi, keterbatasan sektor pemerintah, potensi melibatkan sektor lain, keberlanjutan program dan akuntabilitas, mutu serta transparansi. Dalam pengendalian penderita TB dalam hal ini berorientasi pada peran serta masyarakat, maka diperlukan strategi utama dan strategi alternatif unntuk mengatasi masalah ini. Strategi yang dapat dilakukan adalah promosi aktif melalui media baik langsung atau tidak kepada masyarakat di tiap-tiap desa di Wilayah Kecamatan Wangon, strategi alternatif yang dapat dilakukan adalah melakukan penyuluhan secara intensif dan berkesinambungan dengan mengajak peran serta masyarakat, serta melibatkan tokoh masyrakat dalam penganjuran adanya PMO didalam keluarga. Sehingga menjamin kepatuhan pasien dalam minum obat.

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAHNoJenis KegiatanSasaranTujuanPlanningOrganizingAction Control

1Penggunaan metode passive proactive case finding Petugas kesehatan dan kader TBMeningkatkan angka cakupan TBSetiap ada penderita suspek TB dilakukan pemeriksaan lebih lanjutPetugas kesehatan PuskemasSosialisasi kepada petugas kesehatan yang ada di pustuMeningkatnya temuan kasus TB dan suspek TB

2Pembentukan Kader TB di masyarakatMasyarakat Mengumpulkan kasus BTA (+) dan suspek TBPenunjukkan kader TB tiap desaDikoordinir oleh bidan desaTiap penanggung jawab mencatat suspek TB dan kasus BTA (+)Evaluasi kegiatan kader TB tiap bulan

3Pelatihan kader Kader TBMenjelaskan langkah langkah penanggulangan TBPelatihan sebelum dan dalam tugasPetugas P2M TBPelatihan sebelum dan saat tugasPenilaian secara sistematis apakah tujuan pelatihan telah tercapai

4Home visitKader dan petugas kesehatan

Menjelaskan mengenai TB pada penderitaPenyuluhan kepada pendeita dan keluargaPetugas kesehatanMateri TBPenderita dan keluarga paham mengenai TB

5Penyuluhan TB, menjelaskan pentingnya pemeriksaan sampel dahak pada tersangka penderita TB serta menjelaskan cara dan waktu pengumpulan dahak yang benar Masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas I WangonMeningkatkan pengetahuan serta kesadaran masyarakat tentang bahaya TB sekaligus menghapus stigma negatif yang berkembang di masyarakatPenyuluhan perorangan dan kelompok dilakukan 3 bulan sekaliPetugas kesehatan Puskesmas I WangonMateri Masyarakat paham dan mengerti mengenai penyakit TBC

6Kolaborasi DPS dengan PuskesmasDPS tiap wilayah desaMeningkatkan angka cakupan TBRapat koordinasi tingkat kecamatanKepala dan petugas P2M TB Puskemas I WangonSosialisasi DPSDPS memberikan data penderita TB ke Puskesmas

7Pengobatan TB Kasus BTA (+)Mengurangi angka morbiditas dan mortalitas TBPenyediaan OATPetugas kesehatan PuskesmasPenyediaan OAT

PENYULUHAN DOOR TO DOORPenyuluhan perorangan lebih besar untuk berhasil dibanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan langsung perorangan, unsur yang terpenting yang harus diperhatikan adalah membina hubungan yang baik antara petugas kesehatan (dokter, perawat, dll) dengan penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di rumah, di puskesmas, posyandu, dan lain lain sesuai kesempatan yang ada. Supaya komunikasi dengan penderita bisa berhasil, petugas harus menggunakan bahasa yang sederhana dan sesuai dengan latar belakang pasien. Gunakan istilah-istilah setempat yang sering dipakai masyarakat untuk penyakit TB dan gejala-gejalanya. Supaya komunikasi berhasil baik, petugas kesehatan harus melayani penderita secara ramah dan bersahabat, penuh hormat dan simpati, mendengar keluhan-keluhan mereka, serta tunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Penyuluhan langsung perorangan ini dapat dianggap berhasil bila:1) Penderita bisa menjelaskan secara tepat tentang riwayat pengobatan sebelumnya2) Penderita datang berobat secara teratur sesuai jadwal pengobatan3) Anggota keluarga penderita dapat menjaga dan melindungi kesehatannya.4) Penderita paham akan penyakit yang sedang dideritanya saat ini.

PENYULUHANPenyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi penderita, tetapi juga masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan penanggulangan TB sangat tergantung pada tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat. Pesan-pesan penyuluhan TB melalui media massa (surat kabar, radio, dan TV) akan menjangkau masyarakat. Bahan cetak berupa leaflet, poster, billboard hanya menjangkau masyarakat terbatas, terutama pengunjung sarana kesehatan. Penyampaian pesan TB perlu memperhitungkan kesiapan unit pelayanan, misalnya tenaga sudah dilatih, obat tersedia dan sarana laboratorium berfungsi. Hal ini perlu dipertimbangkan agar tidak mengecewakan masyarakat yang datang untuk mendapatkan pelayanan. Penyuluhan massa yang tidak dibarengi kesiapan UPK akan menjadi bumerang (counter productive) terhadap keberhasilan penanggulangan TB (Eddy W, 2004).

PELATIHAN KADER KESEHATAN DAN PMOPenemuan suspek dan kasus TB melalui fasilitas kesehatan masih belum maksimal, sehingga perlu untuk dikembangkan system surveilans penemuan suspek TB yang berbasis masyrakat bertujuan untuk meningkatkan peran serta anggota masyarakat dalam penemuan suspek TB yang ada diwilayahnya. Agar masyakarat berperan dalam kegiatan surveilans yang berbasis masyarakat, petugas kesehatan berperan serta memfasilitasi untuk meningkatkan kemampuan dan keberdayaan masyarakat. Dilakukan upaya yang bekerja sama dengan bidang promosi kesehatan membantu indiviud dan masyarakat meningkatkan kemampuan dan ketrampilan mengendlikan berbagai faktor yang berpengaruh pada kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan. Upaya promosi kesehatan dilakukan melalui pendekatan pendidikan, prevensi, dam proteksi pada tingkat individu yang berhubungan dengan surveilans TB berbasis masyarakat. Tugas kader kesehatan :1. Mendeteksi secara aktif warga yang memiliki gejala TB2. Menyarankan untuk melakukan pemeriksaan dahak ke pelayanan kesehatan3. Mengantarkan pasien dengan gejala TB ke puskesmas4. Memonitor proses pengobatan pada pasien TB5. Mendorong pasien TB untuk melakukan kontrol dan pemeriksaan dahak secara teratur6. Mendorong anggota keluarga atau yang kontak langsung dengan pasien TB untuk melakukan pemeriksaan dahak7. Memonitor kemajuan kesehatan pasien TB8. Memonitor efek samping obat TB9. Mendorong terbentunknya swabantu TB10. Sebagai fasilitattor pada kelompok swabantu TBSelain pentingnya peran serta kader kesehatan dalam menenmukan dan mengendalikan jumlah suspek TB yang ada diwilayahnya, penderita TB juga memiliki PMO dalam keluarga atau masyarakat sekitar penderita TB itu sendiri. PMO memiliki tugas 5M yang merupakan tugas rutin adalah :1. Mendampingi orang yang memiliki gejala TB untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan2. Memastikan pasien TB meminumo obatnya secara teratur sampai sembuh3. Memantau pengobatan pasien TB termasuk efek samping pengobatan4. Mendorong pasien TB untuk melakukan pemeriksaan ulang dahak5. Memerikan penyuluhan kepada pasien TB, keluarga dan masyarakat umum

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN1. Kekuatan internal yang paling mendukung program P2M di Puskesmas Wangon adalah sarana, prasarana, dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu kekuatan eksternal yang mendukung program P2M adalah antusiasme warga. 2. Permasalahan yang muncul adalah tingkat pengetahuan dan tingkat pendidikan masyarakat dan keluarga di wilayah Wangon berbeda-beda, selain itu tingkat usia juga dalam berbagai tingkat hal inilah yang membuat pemahaman serta pengertian juga berbeda.3. Alternatif pemecahan dapat berupa :a. Penggunaan metode passive proactive case finding b. Pembentukan Kader TB di masyarakatc. Pelatihan kader dan PMOd. Home visite. Penyuluhan TB, menjelaskan pentingnya pemeriksaan sampel dahak pada tersangka penderita TB serta menjelaskan cara dan waktu pengumpulan dahak yang benar f. Kolaborasi DPS dengan Puskesmasg. Pengobatan TB

B. SARAN1. Untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan adalah dengan melaksanakan sosialisasi secara terus-menerus kepada masyarakat yang dilaksanakan oleh petugas Puskesmas bekerja sama dengan lintas program dan lintas sektoral.2. Monitoring dan evaluasi kegiatan secara rutin untuk dapat diketahui perkembangan kegiatan yang telah dilaksanakan dan segera mengetahui permasalahan yang ditemukan dalam bentuk laporan.3. Adapun kegiatan yang perlu disusun dalam Rencana Tindak Lanjut (RTL) dalam kegiatan Penyusunan Profil Kesehatan antara lain: validasi data, koordinasi lintas program dan sektoral dan penguasaan data bagi masing-masing pemegang program, sehingga dalam pemecahan masalah dan penyusunan rencana kegiatan bisa sesuai dengan kebutuhan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Bahar, A., 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 988-994.Bahar, A., Zulkifli Amin. 2007. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 995-1000.Bayupurnama, Putut. 2007. Hepatoksisitas karena Obat dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI;471-474.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta.World Health Organization. 2010. Epidemiologi tuberkulosis di Indonesia. DepKes RI. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi ke 2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.WHO. 2009. WHO Report 2009: Global Tuberculosis Control Epidemiology, Strategy, Financing. Geneva, Switzerland: WHO Press.