evapro rio phbs.docx

Upload: gilang-pratama

Post on 10-Jan-2016

270 views

Category:

Documents


43 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Berkaitan dengan hal itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dicapai melalui penyelenggaraan dan pembangunan kesehatan (Kemenkes, 2011).

Banyak hal di bidang kesehatan telah dicapai melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Namun demikian, bila digunakan sasaran strategis dan target-target Millennium Development Goals (MDGs) yang harus dicapai tahun 2015 sebagai acuan, berbagai hal yang telah dicapai tersebut kiranya masih memerlukan peningkatan yang luar biasa. Derajat kesehatan masyarakat yang masih belum optimal pada hakikatnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan genetika. Kalangan ilmuwan berpendapat bahwa determinan utama dari derajat kesehatan masyarakat tersebut, selain kondisi lingkungan adalah perilaku masyarakat (Kemenkes, 2011).

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengubah perilaku masyarakat guna mendukung peningkatan derajat kesehatan dilakukan melalui program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang termasuk salah satu indikator kinerja utama (IKU) dari Kementerian Kesehatan. Evaluasi keberhasilan pembinaan PHBS dilakukan dengan melihat indikator PHBS di tatanan rumah tangga. Indikator PHBS yang ditetapkan pada tahun 2011 oleh pusat promosi kesehatan Kementerian Kesehatan mencakup 10 indikator yang meliputi: 1) persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan; 2) melakukan penimbangan bayi dan balita; 3) memberikan ASI eksklusif; 4) penggunaan air bersih; 5) mencuci tangan dengan air bersih dan sabun; 6) memberantas jentik nyamuk; 7) memakai jamban sehat; 8) makan buah dan sayur setiap hari; 9) melakukan aktivitas fisik setiap hari; 10) tidak merokok dalam rumah (Kemenkes, 2011).

52

Prevalensi nasional rumah tangga ber-PHBS tahun 2007 adalah 38,7% dan terjadi penurunan persentase di tahun 2010 yang hanya mencapai 24,9% rumah penduduk di Indonesia yang tergolong rumah tangga ber-PHBS. Tahun 2013, proporsi nasional rumah tangga dengan PHBS meningkat menjadi 32,3%. (Riskesdas 2007; 2010; 2013). Data kesehatan Indonesia tahun 2011 yang dibuat oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menjelaskan bahwa rumah tangga yang telah mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di seluruh Indonesia baru mencapai 53,89% dan di provinsi Jawa Barat sebesar 45,90% (Kemenkes, 2011).

Kondisi perilaku masyarakat dan lingkungan sekitar dapat menjadi penentu dalam peningkatan taraf kesehatan masyarakat. Pengetahuan yang baik serta informasi yang benar dapat membantu penyelesaian masalah PHBS tersebut. Hal ini nyata bahwa terdapat hubungan antara perilaku yang baik dan sehat dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian (Kemenkes, 2011).

Pencapian PHBS tahun 2012 di Puskesmas Beji adalah 48,25% dan tahun 2013 sebesar 68,90%. Pencapaian ini belum memenuhi target jika merujuk pada PMK No. 741 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Kabupaten/Kota dengan 80% rumah tangga ber-PHBS pada tahun 2015. Oleh karena itu, dilakukan evaluasi program perilaku hidup bersih dan sehat periode Januari-Desember 2013 di Puskesmas Beji untuk mengidentifikasi masalah sehingga diperoleh jalan keluar untuk mencapai target tersebut (Profil Puskesmas Beji, 2013; Kemenkes, 2008).

I.2. Masalah

Belum tercapainya target program PHBS periode Januari-Desember 2014 di Puskesmas Beji, Depok.

I.3. Tujuan

I.3.1. Tujuan Umum

Melakukan evaluasi program PHBS di Puskesmas Beji untuk meningkatkan keberhasilan program tersebut.

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya keberhasilan program PHBS periode Januari-Desember 2014 di Puskesmas Kecamatan Beji, Depok.

2. Diketahuinya masalah dalam pelaksanaan program PHBS periode Januari-Desember 2014 di Puskesmas Kecamatan Beji, Depok.

3. Diketahuinya prioritas masalah program PHBS periode Januari-Desember 2014 di Puskesmas Kecamatan Beji, Depok.

4. Diketahuinya penyebab dari prioritas masalah program PHBS periode Januari-Desember 2014 di Puskesmas Kecamatan Beji, Depok.

5. Diketahuinya alternatif pemecahan masalah program program PHBS periode Januari-Desember 2014 di Puskesmas Kecamatan Beji, Depok.

6. Diketahuinya cara pemecahan masalah program PHBS periode Januari-Desember 2014 di Puskesmas Kecamatan Beji, Depok.

I.4. Manfaat

I.4.1. Manfaat teoritis : Evaluasi program PHBS periode Januari-Desember 2014 di Puskesmas Beji tahun 2014 dapat bermanfaat di bidang keilmuan

I.4.2. Manfaat praktis :

I.4.2.1 Bagi Puskesmas

1. Sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan program PHBS di Puskesmas Kecamatan Beji.

2. Mendapatkan gambaran tentang penyebab masalah pada pelaksanaan program PHBS di Puskesmas Kecamatan Beji.

3. Mendapatkan alternatif pemecahan masalah pada program perilaku hidup bersih sehat di Puskesmas Kecamatan Beji.

4. Sebagai bahan masukan untuk peningkatan keberhasilan program PHBS di Puskesmas Kecamatan Beji.

I.4.2.2 Manfaat bagi Universitas

Melaksanakan tanggung jawab universitas yang tertuang dalam tridharma perguruan tinggi dengan melaksanakan fungsi dan tugas perguruan tinggi sebagai lembaga penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian bagi masyarakat.

I.4.2.3 Manfaat bagi Mahasiswa

1. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

2. Mendapatkan pengalaman belajar mengenai manajemen dan evaluasi program puskesmas.

3. Mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan program PHBS periode Januari Desember 2014 di Puskesmas Kecamatan Beji, Depok.

4. Dapat mengidentifikasi masalah dan memberikan alternatif penyelesaian masalah sebagai masukan untuk pelaksanaan program PHBS periode Januari Desember 2014 di Puskesmas Kecamatan Beji, Depok.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Perilaku Hidup Bersih Sehat

PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Dengan demikian, PHBS mencakup beratus-ratus bahkan mungkin beribu-ribu perilaku yang harus dipraktikan dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kemenkes RI, 2011).

Di bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta penyehatan lingkungan harus dipraktikan perilaku mencuci tangan dengan sabun, pengelolaan air minum dan makanan yang memenuhi syarat, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, pengelolaan limbah cair yang memenuhi syarat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam ruangan dan lain-lain. Di bidang kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, harus dipraktikkan perilaku meminta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, menimbang balita setiap bulan, mengimunisasi lengkap bayi, menjadi akseptor keluarga berencana dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).

Di bidang gizi dan farmasi harus dipraktikkan, perilaku makan dengan gizi seimbang, minum tablet tambah darah selama hamil, memberi bayi air susu ibu (ASI) eksklusif, mengkonsumsi garam beryodium dan lain-lain. Sedangkan di bidang pemeliharaan kesehatan harus dipraktikkan perilaku ikut serta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan, aktif mengurus dan atau memanfaatkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM), memanfaatkan Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lain dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).

II.2. Hakikat Perilaku

Perilaku adalah sesuatu yang rumit. Perilaku individu berkaitan dengan faktor-faktor pengetahuan dan sikap individu. Perilaku juga menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma. Sistem nilai adalah acuan tentang hal-hal yang dianggap baik dan hal-hal yang dianggap buruk. Sedangkan norma

adalah aturan tidak tertulis yang disebut norma sosial dan aturan tertulis yang disebut norma hukum. Selain itu, perilaku juga berkaitan dengan dimensi ekonomi dan hal-hal lain yang merupakan pendukung perilaku (Kemenkes RI, 2011).

Perilaku seseorang selain dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikapnya, memiliki acuan kepada sistem nilai dan norma yang dianutnya. Dengan kata lain, sistem nilai dan norma merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sistem nilai dan norma dibuat oleh masyarakat di suatu tatanan untuk dianut oleh individu-individu anggota masyarakat tatanan tersebut. Inilah yang juga disebut sebagai faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) (Kemenkes RI, 2011).

Gambar 2.1 Faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku

Untuk sistem nilai dan norma yang sesuai dengan kaidah-kaidah kesehatan, perlu diupayakan terpeliharanya sistem nilai dan norma tersebut. Sedangkan untuk sistem nilai dan norma yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah kesehatan, perlu dilakukan upaya guna mengubah sistem nilai dan norma tersebut melalui perubahan perilaku individu-individu anggota masyarakat. Individu-individu anggota masyarakat yang memiliki potensi besar untuk mengubah sistem

nilai dan norma adalah mereka yang disebut dengan pemuka masyarakat atau tokoh masyarakat, baik yang formal maupun yang informal. Pemuka masyarakat formal mencakup para petugas atau pejabat kesehatan dan mereka yang menduduki posisi formal (resmi) dalam organisasinya. Pemuka masyarakat informal adalah mereka yang tidak menduduki posisi formal dalam organisasi, tetapi memiliki pengaruh individual terhadap masyarakat oleh sebab keahlian, pengalaman, keturunan, kharisma dan lain-lain. Mereka inilah yang berperan sebagai faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) bagi terjadinya perubahan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2011).

Akan tetapi, perilaku juga menyangkut dimensi ekonomi, termasuk tersedianya sarana dan prasarana. Seseorang yang sudah mau berperilaku tertentu tidak pernah mempraktikkan perilaku itu karena tidak adanya kemampuan secara ekonomis atau tidak tersedianya sarana. Misalnya, seseorang yang sudah mau membuang hajat (air besar) di jamban, tidak kunjung melakukan hal itu karena ia tidak mampu membuat jamban pribadi dan di sekitarnya tidak terdapat jamban umum. Sarana dan prasarana ini sering pula disebut sebagai faktor-faktor pendukung (enabling factors) bagi terjadinya perubahan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, agar perilaku dari sasaran primer di setiap tatanan dapat tercipta dan berkesinambungan diperlukan dukungan perilaku dari sasaran sekunder dan sasaran tersier di setiap tatanan yang bersangkutan (Kemenkes RI, 2011).

Sasaran sekunder harus berperilaku yang dapat menciptakan suasana kondusif dan lingkungan sosial yang mendorong (social pressure) bagi tercipta dan berkesinambungannya perilaku sasaran primer. Sasaran sekunder juga diharapkan berperilaku sebagai panutan dalam rangka mempraktikkan PHBS. Sedangkan sasaran tersier harus berperilaku memberikan dukungan, baik material maupun non material, bagi tercipta dan berkesinambungannya perilaku sasaran primer. Dukungan tersebut antara lain dalam bentuk menetapkan dan memberlakukan kebijakan atau peraturan sebagai acuan dan rambu-rambu bagi pembinaan PHBS di tatanan dan juga menyediakan sarana-sarana sebagai faktor pendukung seperti misalnya tempat sampah, air bersih, jamban sehat, kantin sehat, perlengkapan kesehatan kerja dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).

II.3. Konsep Tatanan

Manusia hidup di berbagai tatanan, yaitu berbagai tempat atau sistem sosial dimana ia melakukan kegiatan sehari-harinya. Di setiap tatanan, faktor-faktor individu, lingkungan fisik dan lingkungan sosial berinteraksi dan menimbulkan dampak terhadap kesehatan. Oleh sebab itu, dapat pula dikatakan bahwa suatu tatanan adalah suatu tempat dimana manusia secara aktif memanipulasi lingkungan, sehingga menciptakan dan sekaligus juga mengatasi masalah-masalahnya di bidang kesehatan (Kemenkes RI, 2011).

Telah disepakati adanya lima tatanan, yaitu tatanan rumah tangga, tatanan institusi pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan tempat umum dan tatanan fasilitas kesehatan. Akan tetapi, untuk melihat keberhasilan praktik PHBS yang diukur adalah yang dijumpai di tatanan rumah tangga. Telah ditetapkan 10 (sepuluh) indikator untuk menetapkan apakah sebuah rumah tangga telah mempraktikkan PHBS. Namun demikian perlu disadari bahwa PHBS di tatanan rumah tangga sangat dipengaruhi oleh PHBS di tatanan-tatanan lain (Kemenkes RI, 2011).

Gambar 2.2 Hubungan antar tatanan dalam PHBS

II.3.1. PHBS DI BERBAGAI TATANAN

1. PHBS di Rumah Tangga

Di rumah tangga, sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan Rumah tangga ber-PHBS, yang mencakup

persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI eksklusif, menimbang balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, pengelolaan air minum dan makan di rumah tangga, menggunakan jamban sehat (stop buang air besar sembarangan/Stop BABS), pengelolaan limbah cair di rumah tangga, membuang sampah di tempat sampah, memberantas jentik nyamuk, makan buah dan sayur setap hari, melakukan aktivitas fisik setiaphari, tidak merokok di dalam rumah dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).

2. PHBS di Institusi Pendidikan

Di institusi pendidikan (kampus, sekolah, pesantren, seminari, padepokan dan lain-lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan institusi pendidikan ber-PHBS, yang mencakup antara lain mencuci tangan menggunakan sabun, mengkonsumsi makanan dan minuman sehat, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak menkonsumsi narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA), tidak meludah sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).

3. PHBS di Tempat Kerja

Di tempat kerja (kantor, pabrik dan lain-lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan tempat kerja ber-PHBS, yang mencakup mencuci tangan dengan sabun, mengkonsumsi makanan dan minuman sehat, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak mengkonsumsi NAPZA, tidak meludah sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).

4. PHBS di Tempat Umum

Di tempat umum (tempat ibadah, pasar, pertokoan, terminal, dermaga dan lain-lain), sasaran primer harus mempraktikan perilaku yang dapat menciptakan tempat umum ber-PHBS, yang mencakup mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak mengkonsumsi

NAPZA, tidak meludah di sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).

5. PHBS di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Di fasilitas pelayanan kesehatan (klinik, Puskesmas, rumah sakit dan lain-lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan fasilitas pelayanan kesehatan ber-PHBS, yang mencakup mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak mengkonsumsi NAPZA, tidak meludah di sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).

II.4. Perilaku Hidup Bersih Sehat di Rumah Tangga

PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mencapai rumah tangga sehat. Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di rumah tangga yaitu (Kemenkes RI, 2011):

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

2. Memberi bayi ASI eksklusif

3. Menimbang bayi dan balita

4. Menggunakan air bersih

5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

6. Menggunakan jamban sehat

7. Memberantas jentik di rumah

8. Makan buah dan sayur setiap hari

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

10. Tidak merokok di dalam rumah

1. Persalinan ditolong tenaga kesehatan

Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan yang dimaksud adalah persalinan melalui pertolongan bidan, dokter, dan tenaga medis lainnya seperti perawat bagian kebidanan atau perawat yang terlatih. Dengan tujuan

segera diketahui apabila persalinan memiliki kelainan dan dapat segera mendapat pertolongan atau dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit. Selain itu persalinan ditolong dengan tenaga kesehatan menggunakan peralatan yang aman, bersih dan steril sehingga mencegah terjadinnya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya (Kemenkes RI, 2011).

2. Pemberian ASI eksklusif pada bayi

ASI adalah makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan gizi yang cukup dan sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga bayi tumbuh dan berkembang dengan baik. Air susu ibu pertama berupa cairan bening berwarna kekuningan (kolostrum), sangat baik untuk bayi karena mengandung zat kekebalan terhadap penyakit. ASI eksklusif adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa memberikan tambahan makanan atau minuman lain. ASI memiliki berbagai keunggulan, yaitu (Kemenkes RI, 2011):

a. Mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan.

b. Mengandung zat kekebalan.

c. Melindungi bayi dari alergi.

d. Aman dan terjamin kebersihannya, karena langsung disusukan kepada bayi dalam keadaan segar.

e. Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat dan dapat diberikan kapan saja dan di mana saja.

f. Membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan dan pernapasan bayi.

Manfaat memberikan ASI (Kemenkes RI, 2011):

a. Bagi ibu:

Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dengan bayi.

Mengurangi pendarahan setelah persalinan.

Mempercepat pemulihan kesehatan ibu.

Menunda kehamilan berikutnya.

Mengurangi risiko terkena kanker payudara.

Lebih praktis karena ASI lebih mudah diberikan pada setiap saat bayi membutuhkan.

b. Bagi bayi:

Bayi lebih sehat, lincah dan tidak cengeng.

Bayi tidak sering sakit.

c. Bagi keluarga:

Praktis dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian susu formula dan perlengkapannya.

Tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu formula, misalnya merebus air dan pencucian peralatan.

3. Menimbang bayi dan balita setiap bulan

Pentingnya penimbangan bayi dan balita untuk memantau pertumbuhannya setiap bulan. Penimbangan perlu dilakukan setiap bulan mulai umur 1 bulan hingga 5 tahun di posyandu. Manfaat penimbangan balita setiap bulan di Posyandu (Kemenkes RI, 2011):

a. Untuk mengetahui apakah balita tumbuh sehat.

b. Untuk mengetahui dan mencegah gangguan pertumbuhan balita.

c. Untuk mengetahui balita yang sakit, (demam/batuk/pilek/diare), berat badan dua bulan berturut-turut tidak naik, balita yang berat badannya BGM (bawah garis merah) dan dicurigai gizi buruk sehingga dapat segera dirujuk ke Puskesmas.

d. Untuk mengetahui kelengkapan imunisasi.

e. Untuk mendapatkan penyuluhan gizi.

4. Menggunakan air bersih

Air adalah kebutuhan dasar yang dipergunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mandi, berkumur, membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci pakaian, dan sebagainya, agar kita tidak terkena penyakit atau terhindar dari sakit. Tujuan penggunaan air bersih dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah dan terhindar dari penyakit seperti diare, kolera, disentri, tipus, kecacingan, penyakit mata, penyakit kulit atau keracunan dan

terpelihara kebersihan dirinya. Sumber air bersih didapatkan dari mata air, air sumur atau air sumur pompa, air ledeng/perusahaan air minum, air hujan dan air dalam kemasan. Syarat-syarat air bersih (Kemenkes RI, 2011):

a. Air tidak berwarna harus bening/jernih.

b. Air tidak keruh, harus bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah, busa dan kotoran lainnya.

c. Air tidak berasa, tidak berasa asin, tidak berasa asam, tidak payau, dan tidak pahit, harus bebas dari bahan kimia beracun.

d. Air tidak berbau seperti bau amis, anyir, busuk atau bau belerang.

5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

Waktu untuk mencuci tangan (Kemenkes RI, 2011):

Setiap kali tangan kita kotor (setelah; memegang uang, memegang binatang, berkebun, dll).

a. Setelah buang air besar.

b. Setelah menceboki bayi atau anak.

c. Sebelum makan dan menyuapi anak.

d. Sebelum memegang makanan.

e. Sebelum menyusui bayi

Gambar 2.3 Waktu mencuci tangan

Manfaat mencuci tangan (Kemenkes RI, 2011):

a. Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan

b. Mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera disentri, Tipus, kecacingan, penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), flu burung atau severe acute respiratory syndrome (SARS).

c. Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.

Cara mencuci tangan yang benar (Kemenkes RI, 2011):

a. Memakai air bersih yang mengalir dan pembuangannya juga terarah kepada pembuangan yang benar.

b. Menggunakan sabun yang bersih.

c. Membasahi tangan terlebih dahulu.

d. Menggunakan sabun.

e. Menggosok telapak tangan, punggung tangan, sela-sela jari, seluruhjari, kuku, pergelangan tangan, dan dimungkinkan hingga siku.

f. Lalu bilas dengan air mengalir.

g. Keringkan dengan lap kering yang bersih.

6. Menggunakan jamban sehat

Jamban adalah suatu rangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran yang terdiri dari tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Setiap anggota rumah tangga harus menggunakan jamban untuk buang air besar/buang air kecil. Jenis jamban yang digunakan (Kemenkes RI, 2011):

a. Jamban cemplung

Adalah jamban yang penampungannya berupa lubang yang berfungsi menyimpan dan meresapkan cairan kotoran/tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban cemplung diharuskan ada penutup agar tidak berbau.

b. Jamban tangki septik/leher angsa

Adalah jamban berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses

penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi dengan

resapannya.

Cara memilih jenis jamban (Kemenkes RI, 2011):

a. Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air.

b. Jamban tangki septik/leher angsa digunakan untuk:

Daerah yang cukup air

Daerah yang padat penduduk, karena dapat menggunakan multiple latrine yaitu satu lubang penampungan tinja/tangki septik digunakan oleh beberapa jamban (satu lubang dapat menampung kotoran/tinja dari 3-5 jamban)

c. Daerah pasang surut, tempat penampungan kotoran/tinja hendaknya Syarat jamban sehat (Kemenkes RI, 2011):

a. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan lubang penampungan minimal 10 meter)

b. Tidak berbau.

c. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus.

d. Tidak mencemari tanah disekitarnya.

e. Mudah dibersihkan dan aman digunakan.

f. Dilengkapi dinding dan atap pelindung.

g. Penerangan dan ventilasi cukup.

h. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai.

i. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih.

7. Memberantas jentik di rumah

Rumah bebas jentik adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan jentik secara berkala tidak terdapat jentik nyamuk. Pemeriksaan jentik berkala yaitu pemeriksaan tempat perkembangbiakan nyamuk (tempat-tempat penampungan air) yang ada dalam rumah seperti bak mandi/WC, vas bunga, tatakan kulkas baik di dalam maupun di luar rumah yang dilakukan setiap minggu. Pemeriksaan jentik berkala dapat dilakukan oleh anggota rumah tangga, kader, juru pemantau jentik (Jumantik) dan tenaga pemeriksa jentik lainnya. Hal-hal yang perlu dilakukan agar rumah bebas jentik (Kemenkes RI, 2011):

a. Lakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara 3 M plus (Menguras, Menutup, Mengubur, plus Menghindari gigitan nyamuk).

b. PSN merupakan kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular berbagai penyakit seperti demam berdarah dengue, Chikungunya, Malaria, Filariasis (kaki gajah) di tempat-tempat perkembangbiakannya.

c. M plus adalah tiga cara plus yang dilakukan pada saat PSN yaitu:

Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tatakan kulkas, tatakan pot kembang dan tempat air minum burung.

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti lubang bak kontrol, lubang pohon, lekukan-lekukan yang dapat menampung air hujan.

Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air seperti ban bekas, kaleng bekas, plastik-plastik

yang dibuang sembarangan (bekas botol/gelas akua, plastik

kresek, dll)

Manfaat dari rumah bebas jentik (Kemenkes RI, 2011):

a. Populasi nyamuk menjadi terkendali sehingga penularan penyakit dengan perantara nyamuk dapat dicegah atau dikurangi

b. Kemungkinan terhindar dari berbagai penyakit semakin besar seperti demam berdarah dengue (DBD), Malaria, Chikungunya, atau Kaki Gajah.

c. Lingkungan rumah menjadi bersih dan sehat.

8. Makan buah dan sayur setiap hari

Setiap anggota keluarga mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari. Manfaat vitamin yang ada di dalam sayur dan buah (Kemenkes RI, 2011):

a. Vitamin A untuk pemeliharaan kesehatan mata.

b. Vitamin D untuk kesehatan tulang.

c. Vitamin E untuk kesuburan dan awet muda.

d. Vitamin K untuk pembekuan darah.

e. Vitamin C meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.

f. Vitamin B mencegah penyakit beri-beri.

g. Vitamin B12 meningkatkan nafsu makan.

Manfaat makanan berserat, yaitu:

a. Mencegah diabetes.

b. Melancarkan buang air besar.

c. Menurunkan berat badan.

d. Membantu proses pembersihan racun (detoksifikasi).

e. Membuat awet muda.

f. Mencegah kanker.

g. Memperindah kulit, rambut dan kuku.

h. Membantu mengatasi Anemia (kurang darah).

i. Membantu perkembangan bakteri yang baik dalam usus.

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

Setiap anggota keluarga diharapkan melakukan aktivitas fisik 30 menit setiap hari. Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Jenis aktivitas fisik yang dapat dilakukan setiap hari (Kemenkes RI, 2011):

a. Bisa berupa kegiatan sehari-hari, yaitu: berjalan kaki, berkebun, kerja di taman, mencuci pakaian, mencuci mobil, mengepel lantai, naik turun tangga, membawa belanjaan.

b. Bisa berupa olah raga, yaitu: push-up, lari ringan, bermain bola, berenang, senam, bermain tenis, yoga, fitness, angkat beban/ berat.

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas fisik secara teratur paling sedikit 30 menit dalam sehari, sehingga dapat menyehatkan jantung, paru-paru serta alat tubuh lainnya. Jika lebih banyak waktu yang digunakan untuk beraktivitas fisik, maka manfaat yang diperoleh juga lebih banyak. Jika kegiatan ini dilakukan setiap hari secara teratur maka dalam waktu 3 bulan ke

depan akan terasa hasilnya (Kemenkes RI, 2011).

10. Tidak Merokok di Dalam Rumah

Setiap anggota keluarga tidak boleh merokok di dalam rumah. Larangan merokok dimaksudkan karena rokok mengandung zat yang berbahaya ibarat pabrik bahan kimia. Dalam satu batang rokok yang diisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, di antaranya yang paling berbahaya adalah nikotin, tar, dan carbon monoksida (CO) (Kemenkes RI, 2011).

a. Nikotin menyebabkan ketagihan dan merusak jantung dan aliran darah.

b. Tar menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker

c. CO menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa

oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati.

Klasifikasi perokok (Kemenkes RI, 2011):

a. Perokok aktif adalah orang yang mengkonsumsi rokok secara rutin dengan sekecil apapun walaupun itu cuma 1 batang dalam sehari. Atau orang yang menghisap rokok walau tidak rutin sekalipun atau hanya sekedar coba-coba dan cara menghisap rokok cuma sekedar menghembuskan asap walau tidak diisap masuk ke dalam paru-paru.

b. Perokok pasif adalah orang yang bukan perokok tapi menghirup asap rokok orang lain atau orang yang berada dalam satu ruangan tertutup

dengan orang yang sedang merokok. Perokok pasif harus berani menyuarakan haknya untuk tidak menghirup asap rokok.

Bahaya perokok aktif dan perokok pasif (Kemenkes RI, 2011):

a. Menyebabkan kerontokan rambut.

b. Gangguan pada mata, seperti katarak.

c. Kehilangan pendengaran lebih awal dibanding bukan perokok.

d. Menyebabkan penyakit paru-paru kronis.

e. Merusak gigi dan menyebabkan bau mulut yang tidak sedap.

f. Menyebabkan stoke dan serangan jantung.

g. Tulang lebih mudah patah.

h. Menyebabkan kanker kulit.

i. Menyebabkan kemandulan dan impotensi.

j. Menyebabkan kanker rahim dan keguguran. Cara berhenti merokok (Kemenkes RI, 2011):

Ada 3 cara untuk berhenti merokok, yaitu berhenti seketika, menunda dan mengurangi. Hal yang paling utama adalah niat dan tekad yang bulat untuk melaksanakan cara tersebut :

Seketika

Cara ini merupakan upaya yang paling berhasil. Bagi perokok berat, mungkin perlu bantuan tenaga kesehatan untuk mengatasi efek ketagihan karena rokok mengandung zat Adiktif.

Menunda

Perokok dapat menunda mengisap rokok pertama 2 jam setiap hari sebelumnya dan selama 7 hari berturut-turut. Sebagai contoh :

Seorang Perokok biasanya merokok setiap hari pada pukul 07.00 pagi, maka pada:

Hari 1 : pukul 09.00 Hari 2 : pukul 11.00 Hari 3 : pukul 13.00 Hari 4 : pukul 15.00 Hari 5 : pukul 17.00 Hari 6 : pukul 19.00 Hari 7 : pukul 21.00

Mengurangi

Jumlah rokok yang diisap setiap hari dikurangi secara berangsur- angsur dengan jumlah yang sama sampai 0 batang pada hari ke 7 atau yang ditetapkan. Misalkan dalam sehari-hari seorang perokok menghabiskan 28 batang rokok maka asi perokok dapat merencanakan pengurangan jumlah rokok selama 7 hari dengan jumlah pengurangan sebanyak 4 batang perhari. Sebagai contoh:

Hari 1 : 24 batang Hari 2 : 20 batang Hari 3 : 16 batang

Hari 4 : 12 batang

Hari 5 : 8 batang

Hari 6 : 4 batang

Hari 7 : 0 batang

II.5. Sistem

II.5.1. Pengertian sistem

Kata sistem awalnya berasal dari bahasa Yunani (sustma) dan bahasa Latin (systma). Terdapat beberapa macam pengertian dari sistem yang dikemukakan, antara lain (Anwar dkk., 2008):

a) Sistem adalah sekumpulan unsur / elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan.

b) Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan

sesuatu yang telah ditetapkan (Ryans).

Sesuatu disebut sebagai sistem apabila ia memiliki beberapa ciri pokok sistem. Ciri-ciri pokok yang dinaksud banyak macamnya, jika disederhanakan dapat dibedakan atas empat macam, yaitu (Anwar dkk., 2008):

1. Dalam sistem terdapat bagian atau elemen yang satu sama lain saling berhubungan dan mempengaruhi yang kesemuanya membentuk satu kesatuan, dalam arti semuanya berfungsi untuk mencapai tujuan yang sama yang telah ditetapkan.

2. Fungsi yang diperankan oleh masing-masing bagian atau elemen yang membentuk satu kesatuan tersebut adalah dalam rangka mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.

3. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, semuanya bekerja sama secara bebas namun terkait, dalam arti terdapat mekanisme pengendalian yang mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan.

4. Sekalipun sistem merupakan satu kesatuan yang terpadu, bukan berarti ia tertutup terhadap lingkungan.

II.5.2. Unsur Sistem

Sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen tersebut disederhanakan dapat dikelompokan ke dalam enam unsur, yaitu (Anwar dkk., 2008):

1. Masukan (input)

Masukan adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut.

2. Proses (process)

Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.

3. Keluaran (output)

Keluaran adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem.

4. Umpan balik (feed back)

Umpan balik adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.

5. Dampak (impact)

Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.

6. Lingkungan (environment)

Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang tidak dikelola olah sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem (Anwar Azrul dkk., 2008).

LINGKUNGAN

MASUKANPROSESKELUARANDAMPAK

UMPAN BALIK

Bagan 2.1 Bagan Hubungan Unsur-unsur Sistem

II.5.3. Pendekatan Sistem

Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan sistem (system approach) (Anwar dkk., 2008).

Pada sistem ini batasan tentang pendekatan sistem banyak macamnya, beberapa yang terpenting adalah :

1. Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam merancang suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Anwar dkk., 2008).

2. Pendekatan sistem adalah suatu strategi yang menggunakan metode analisis, desain dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien (Anwar dkk., 2008).

3. Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi (Anwar dkk., 2008).

II.6. Evaluasi program

Menurut The American Public Association definisi evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan menurut The International Clearing House on Adolescent Fertility Control For Population Options, evaluasi adalah suatu yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur dan kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan serta penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program. Menurut Riecken, evaluasi adalah pengukuran terhadap akibat yang ditimbulkan dari dilaksanakannya program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap program tergantung tujuannya, yakni: (Anwar dkk., 2008).

1. Evaluasi formatif (dilakukan pada tahap perencanaan program) Tujuannya adalah meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan sehingga nantinya dapat menyelesaikan masalah tersebut.

2. Evaluasi promotif (pada tahap pelaksanaan program)

Tujuannya untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak dan apakah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan tujuan program.

3. Evaluasi sumatif (dilakukan pada tahap akhir program)

Tujuannya untuk mengukur keluaran atau dampak bila memungkinkan. Jenis evaluasi ini yang dilakukan dalam makalah ini.

Ruang lingkup evaluasi program secara sederhana dibedakan menjadi 4 kelompok, yakni evaluasi terhadap masukan, proses, keluaran dan dampak secara umum. Evaluasi bertujuan untuk menilai keberhasilan program serta meningkatkan keberhasilan program di masa yang akan datang (Anwar dkk., 2008).

Langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan evaluasi terhadap suatu program meliputi :

1. Penetapan indikator dari unsur keluaran

2. Penetapan tolok ukur dari tiap indikator keluaran

3. Membandingan pencapaian masing-masing indikator keluaran program dengan tolok ukurnya

4. Penetapan prioritas masalah

5. Pembuatan kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan

6. Identifikasi penyebab masalah

7. Pembuatan alternatif pemecahan masalah

8. Penentuan prioritas cara pemecahan masalah yang dirangkum dalam kesimpulan dan saran

BAB III

METODE EVALUASI

III.1. Pengumpulan Data

Evaluasi ini dilakukan dengan pendekatan sistem. Data dikumpulkan menurut komponen sistem, baik tolok ukur maupun pencapaian program. Sumber rujukan variabel dan tolok ukur penilaian yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Pedoman pembinaan perilaku hidup bersih sehat di rumah tangga Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, tahun 2011

2. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 741/MENKES/PER/VII/2008

3. Panduan dan penilaian perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga melalui tim penggerak PKK tahun 2011

4. Petunjuk teknis perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2010

5. Profil kesehatan Puskesmas Beji Tahun 2014

6. Buku laporan tahunan 2014 Puskesmas Kecamatan Beji, Depok.

III.2. Cara Penilaian dan EvaluasiIII.2.1. Penetapan Indikator dan Tolok Ukur PenilaianTabel 3.1 Variabel dan Tolok Ukur Penilaian

NoVariabelDefinisi OperasionalTolok Ukur

Keberhasilan

1AngkaJumlah persalinan yang ditolong tenaga kesehatan80%

persalinanyang memiliki kompetensi kebidananx 100%

ditolong olehJumlah seluruh persalinan di wilayah kerja

Tenaga

kesehatan

2Memberi bayiJumlah bayi usia 6-12 bulan yang mendapat ASI saja80%

ASI eksklusifpada usia 0-6 bulanx 100%

Jumlah bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja

3MenimbangJumlah bayi dan balita mulai usia 0-59 bulan yang80%

bayi dan balitaditimbang setiap bulan dan dicatat dalam kartu

menuju sehat (KMS) berturut-turut dalam 3 bulan

terakhir di seluruh posyandux 100%

Jumlah seluruh bayi dan balita mulai 0-59 bulan di

wilayah kerja

4MenggunakanJumlah rumah tangga yang menggunakan air bersih80%

air bersihuntuk kebutuhan sehari-hari yang berasal dari air

sumur terlindung air pompa, mata air terlindung,

penampungan air hujan dan air ledengx 100%

Jumlah seluruh rumah tangga di wilayah kerja5Mencuci tanganJumlah rumah tangga yang mencuci tangan dengan

dengan airair bersih dan sabun setiap kali tangan kotor, sebelum

bersih danmakan, sebelum merawat anak dan sesudah buanag80%

sabunair besarx 100%

Jumlah seluruh rumah tangga di wilayah kerja

6MenggunakanJumlahrumahtanggayangmenggunakan80%

jamban sehatjamban/WC/cubluk/kakus leher angsa dengan tangki

septic atau lubang penampunagan kotoran sebagai

pembuangan airx 100%

Jumlah rumah tangga di wilayah kerja

7MemberantasJumlahrumah/bangunanyangmelaksanakan80%

jentik di rumahpemberantasan sarang nyamuk di rumah 1 kali dalam

seminggu di tempat penampungan air, bak mandi,

gentong air, vas bunga, wadah pembuangan air

dispenser, wadah pembuangan air kulkas dan barang

bekasx 100%

Jumlah seluruh rumah/bangunan yang diperiksa di

wilayah kerja

8Makan buahJumlah rumah tangga yang mengkonsumsi minimal 280%

dan sayur setiapporsi sayur dan 3 porsi buah atau sebaliknya setiap

hariharix 100%

Jumlah rumah tangga di wilayah kerja

9MelakukanJumlah rumah tangga yang melakukan aktivitas fisik80%

aktivitas fisikminimal 30 menit setiap hari dan kegiatan dalam

setiap harirumah tangga seperti mencuci pakaian/mobil,

mengepel lantai dan berkebunx 100%

Jumlah seluruh rumah tangga di wilayah kerja

10Tidak merokokJumlah RT yang tidak merokok didalam rumah80%

di dalam rumahketika bersama anggota keluarga lainnyax 100%

Jumlah seluruh rumah tangga di wilayah kerja

Sumber : Petunjuk teknis perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2010, Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 741/MENKES/PER/VII/2008

III.3. Cara Evaluasi

III.3.1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada evaluasi program PHBS meliputi :

1. Data Primer

Diperoleh melalui wawancara dengan koordinator program pelaksana PHBS di Puskesmas Kecamatan Beji, Depok.

2. Data Sekunder

Diperoleh dari dokumentasi puskesmas berupa profil kesehatan

dan laporan tahunan PHBS di Puskesmas Kecamatan Beji

periode Januari-Desember 2014.

Sumber data yang digunakan meliputi :

1. Sumber data primer

Diperoleh dari koordinator program dan pelaksana PHBS di Puskesmas Kecamatan Beji, Depok.

2. Sumber data sekunder

Meliputi profil kesehatan dan laporan tahunan PHBS di Puskesmas Kecamatan Beji periode Januari-Desember 2014.

III.3.2. Pengolahan data

Pengolahan data yang dilakukan secara manual dengan tabel-tabel yang sudah dipersiapkan, kemudian dilanjutkan dengan proses komputerisasi.

III.4. Cara Analisis

III.4.1. Menetapkan Masalah

Masalah yang dimaksud dalam pendekatan sistem adalah kesenjangan antara tolok ukur dengan hasil pencapaian pada unsur keluaran. Adanya masalah diidentifikasi dengan membandingkan keluaran pada program dengan tolok ukur yang ada.

III.4.2. Menetapkan Prioritas Masalah

Penentuan prioritas masalah harus dilakukan jika terdapat lebih dari satu masalah. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan dan sumber daya, serta kemungkinan adanya masalah-masalah tersebut berkaitan satu dengan yang lainnya. Masalah yang dianggap paling besar, mudah diintervensi, dan paling penting, akan menjadi prioritas, dimana jika masalah tersebut diatasi maka masalah-masalah lain diharapkan juga teratasi.

Penentuan prioritas masalah dilakukan menggunakan teknik kriteria matriks yang terdiri dari 3 komponen:

1. Pentingnya masalah (I), yang terdiri dari:

a. Besarnya masalah (P)

b. Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (S)

c. Kenaikan besarnya masalah (RI)

d. Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (DU)

e. Keuntungan sosial karena selesainya masalah (SB)

f. Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (PB)

g. Suasana politik (PC)

2. Kelayakan teknologi (T)

Makin layaknya teknologi yang tersedia dan dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.

3. Sumber daya yang tersedia (R)

Terdiri dari man, money, material, makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah makin diprioritaskan masalah tersebut.

Selanjutnya beri nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5

(sangat penting) pada tiap kotak dalam matriks sesuai dengan jenis masalah masing-masing. Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah yang memiliki nilai I x T x R tertinggi.

III.4.3. Penentuan Penyebab Masalah dan Prioritas Penyebab Masalah

Identifikasi penyebab masalah dilakukan dengan membandingkan antara tolok ukur /standar komponen-komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik dengan pencapaian di lapangan. Bila terdapat kesenjangan maka ditetapkan sebagai penyebab masalah yang diprioritaskan tadi.

Prioritas penyebab masalah dilakukan dengan menggunakan teknik kriteria matriks (crtiteria matrix technique). Hal ini tergantung dari kontribusi (C/contribution), kelayakan teknologi (T/technical feasibility), dan ketersediaan sumber daya (R/resource availability). Penetapan prioritas (P/priority) masalah dilakukan dengan cara mengalikan C, T, R.

III.4.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dibuat untuk menentukan penyebab masalah yang telah diprioritaskan. Hal ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang telah diprioritaskan yang berasal dari komponen sistem yang lainnya, yaitu komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik. Dengan menggunakan kerangka konsep yang diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat diketahui dan diidentifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.

III.4.5. Identifikasi Penyebab Masalah

Identifikasi penyebab masalah dilakukan dengan:

1. Mengelompokkan faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap prioritas masalah dalam unsur masukan, proses, umpan balik dan lingkungan.

2. Menentukan indikator-indikator serta tolok ukurnya masing-masing dari faktor-faktor tersebut.

3. Mengukur besarnya nilai indikator-indikator tersebut di lapangan.

4. Membandingkan nilai dari tiap-tiap indikator tersebut dengan tolok ukurnya.

Diperlukanpengumpulan data dari dokumentasi puskesmas,

wawancara, atau kuesioner untuk mengetahui pencapaian di lapangan.

Tabel 3.2. Tolok ukur pada komponen masukan

NoVariabelTolok Ukur

1TenagaTenaga pelaksana minimal: 1 penanggung jawab program, 1 dokter,

minimal 5 orang kader yang terlatih PHBS dan minimal 5 kader aktif

membina PHBS di rumah tangga

2DanaTersedianya dana khusus untuk pelaksanaan program yang berasal

dari APBD dan APBN

3SaranaTersedianya sarana:

1. Kebijakan penyelenggaraan PHBS di rumah tangga mulai dari

Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Kelurahan/Desa

2. Sarana penyuluhan: LCD, poster, buku untuk 10 indikator

PHBS

4MetodePenyuluhan kesehatan

a. Penyuluhan ke masyarakat

Pembinaaan dan pelatihan kader

Pencatatan dan pelaporan PHBS

Sumber : Petunjuk teknis perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2010

Tabel 3.3. Tolok ukur pada komponen proses

NoVariabelTolok Ukur

1PerencanaanAdanya perencanaan operasional yang jelas: penentuan prioritas

kegiatan, tujuan kegiatan, jenis kegiatan, intervensi kegiatan,

target kegiatan dan jadual kegiatan.

2Pengorganisasia. Adanya struktur pelaksana program

Anb. Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas

3PelaksanaanPenyuluhan

a. Penyuluhan ke masyarakat

1)Kunjungan rumah/penyuluhan individual yang

dilakukan oleh kader PKK/Posyandu dan

petugas sesuai rencana

2)Penyuluhan kelompok minimal 1 kali sebulan

oleh forum masyarakat desa beserta jajarannya

3)Penyuluhan massa minimal 1 kali sebulan oleh

petugas kesehatan puskesmas Gerakan pemberdayaan masyarakat dalam PHBS

1) Kader PHBS

2) Gerakan pembersihan sarang nyamuk (PSN)

3) Gerakan jumat bersih

4) Gerakan kelompok senam

5) Membentuk Posyandu dan Posbindu

Pelatihan kader

a.Materi pelatihan:

1) Program PHBS di rumah tangga

2) Cara pengumpulan, pengolahan dan pemetaan data PHBS

3) Cara pemberian promosi kesehatan melalui penyuluhan perorangan, penyuluhan kelompok, penyuluhan massa dan pengorganisasian masyarakat

4) Cara pencatatan kegiatan pembinaan PHBS di rumah tangga

b. Pelatihan dilakukan minimal 2x dalam setahun Koordinasi puskesmas kecamatan dengan kelurahan

4Pencatatan dana.Penilaian kegiatan dalam bentuk laporan tertulis secara

pelaporanperiodik

b.Pencatatan laporan yang benar

c.Penyimpanan laporan tertulis yang benar

5PemantauanAdanya :

dan penilaiana. Pemantauan oleh kader setiap tahun

b. PenilaiantimPuskesmasdanDinasKesehatan

Kabupaten/Kota setiap tahun

Sumber : Panduan dan Penilaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Melalui Tim Penggerak PKK Tahun 2011

Tabel 3.4. Tolak ukur komponen lingkungan dan umpan balik

NoVariabelTolok Ukur

1Lingkungana. Tingkat pendididkan menengah atau tinggi menunjang

keberhasilan perilaku PHBS di rumah tangga

2Umpan balikMasukan hasil pencatatan danpelaporan untuk perbaikan

program selanjutnya

Sumber : Petunjuk teknis perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga, Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2010

III.4.6. Alternatif Pemecahan Masalah dan Prioritas Cara Pemecahan

Masalah

III.3.4.6.1. Alternatif Pemecahan Masalah

Setelah penyebab masalah diketahui, langkah selanjutnya adalah membuat beberapa alternatif pemecahan masalah. Pemilihan alternatif pemecahan masalah harus disesuaikan dengan kemampuan serta situasi dan kondisi puskesmas. Alternatif pemecahan masalah dibuat secara rinci,

meliputi tujuan, sasaran, target, metode, jadwal kegiatan, serta rincian pendanaan.

III.3.4.6.2. Prioritas Cara Pemecahan Masalah

Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat, dipilih salah satu cara pemecahan masalah yang dianggap paling baik dan memungkinkan. Pemilihan/ penentuan prioritas cara pemecahan masalah ini dengan memakai teknik kriteria matriks. Dua kriteria yang lazim digunakan adalah:

1. Efektifitas Jalan Keluar

Menetapkan nilai efektifitas (effectiveness) untuk setiap alternatif jalan keluar, yaitu dengan memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai angka 5 (paling efektif). Prioritas jalan keluar adalah yang nilai efektifitasnya paling tinggi. Untuk menentukan efektifitas jalan keluar, dipergunakan kriteria tambahan sebagai berikut:

a. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude)

Makin besar masalah yang dapat diatasi, makin tinggi prioritas jalan keluar tersebut.

b.Pentingnya Jalan Keluar (Importancy)

Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelanggengan penyelesaian masalah. Makin lama masa bebas masalah, makin penting jalan keluar tersebut.

c.Sensitivitas Jalan Keluar (Vulnerability)

Sensitivitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar mengatasi masalah. Makin cepat masalah diatasi, makin sensitif jalan keluar tersebut.

2. Efisiensi Jalan Keluar (Cost)

Menetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap alternatif jalan keluar. Nilai efisiensi ini biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan, maka makin tidak efisien jalan keluar tersebut. Beri angka 1 (biaya paling sedikit) sampai angka 5 (biaya paling besar).

Menghitung nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif jalan keluar dengan rumus :

P = M x I x V C

Jalan keluar dengan nilai P tertinggi adalah prioritas jalan keluar terpilih.III.5 Tahapan KerjaIII.5.1. PelaporanPelaporan data dilakukan dalam bentuk tekstular dan tabular. Interpretasi data dilakukan dengan bantuan kepustakaan.

III.6. Lokasi

Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Kecamatan Beji, Depok.

III.7. Waktu

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2015.

BAB IVPENYAJIAN DATA

IV. 1 Data umum Sumber : Laporan tahunan Puskesmas Kecamatan Beji tahun 2014 1. Kondisi Geografi Puskesmas Beji merupakan Puskesmas Rawat Jalan yang terletak di Jl. Bambon Raya no 7B Kelurahan Beji Timur, yang mempunyai tanggung jawab dua wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur dengan luas wilayah kerja 3,17 km Dan membawahi 2 Puskesmas Kelurahan, yaitu : Puskesmas Kemiri Muka dan Puskesmas Tanah Baru.Kondisi alam di wilayah kerja Puskesmas Beji sebagian besar merupakan daerah pemukiman dimana apabila musim penghujan lokasi daerah yang rawan bencana terutama banjir ada di Kelurahan Beji yaitu di RW 03 dan Kelurahan Beji Timur di RW 01. Letaknya dekat dengan perumahan dan dekat dengan Kampus UI Depok sehingga cukup mudah dilalui kendaraan mobil dan motor sampai ke lokasi Puskesmas, disamping juga dilalui oleh jalur angkot. Adapun wilayah kerja Puskesmas Beji dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut :

- Batas Utara: Kelurahan Kukusan- Batas Selatan: Kecamatan Pancoran Mas- Batas Barat: Kelurahan Tanah Baru- Batas Timur : Kelurahan Kemiri Muka

2. Kondisi Demografia. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok UmurBerdasarkan proyeksi penduduk BPS Kota Depok penduduk wilayah Puskesmas Beji tahun 2014 meliputi Kelurahan Beji dan Beji Timur berjumlah 66.645 orang . Penduduk Kelurahan Beji berjumlah 54.569 orang dengan kepadatan penduduk pada sebesar 3818 orang/km2 dan pada kelurahan Beji Timur berjumlah 12.076 orang dengan kepadatan penduduk 980 orang/km2. Kepadatan : 2.505 orang/km2, jumlah KK : 19.458.Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur

Jumlah Penduduk : 66.645 orang, Kepadatan : 2.505 orang/km2, Jumlah KK : 19.458, Laki-laki : 33.414 orang, Perempuan : 33.231 orang, Jumlah Ibu Hamil : 1760 orang, Jumlah Bulin/Bufas : 1680 orang, Jumlah Bayi : 1536 orang, Jumlah Balita : 5910 orang, Jumlah PUS : 24.423 orang, Jumlah Lansia : 2035 orang.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Jumlah Penduduk Menurut Agama

IV.2. Gambaran UmumKode Puskesmas: P.3.27.606.02.01Nama Puskesmas: BejiKecamatan: BejiKabupaten/Kotamadya: DepokPropinsi : Jawa BaratPuskesmas Beji merupakan Puskesmas Rawat Jalan yang terletak di Jl.Bambon Raya no 7B Kelurahan Beji Timur,berdiri sekitar bulan Agustus tahun 1981, pada awal berdirinya karyawannya hanya berjumlah 12 orang. Seiring dengan berjalannya waktu Puskesmas Beji berkembang pesat, dan terus meningkatkan pelayanan. Saat ini Puskesmas Beji mempunyai karyawan 66 orang, sejak bulan April 2014 mulai menjadi Puskesmas 24 jam dan PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) dan klinik dampak merokok. Saat ini Puskesmas menyelenggarakan Rawat jalan 24 Jam dan melayani persalinan normal. Dan pada tahun yang sama Puskesmas Beji juga mulai membuka Puskesmas Pembantu (Pustu) yang terletak di Jl. Halmahera Depok Utara Kelurahan Beji. Puskesmas Beji adalah Puskesmas Kecamatan yang membawahi 2 Puskesmas Kelurahan, yaitu : Puskesmas Kemiri Muka dan Puskesmas Tanah Baru. Dalam kegiatannya Puskesmas Beji bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di 2 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Beji dan Beji Timur.Semakin berkembangnya jumlah dan jenis pelayanan kesehatan dan beragamnya tuntutan dari masyarakat saat ini dan di masa yang akan datang maka UPT Puskesmas Kecamatan Beji selalu berusaha untuk dapat memenuhi kriteria mutu pelayanan kesehatan yang baik dengan selalu meningkatkan kinerja sumber daya manusia serta mengembangkan fungsi sosial Puskesmas.Sejak pertengahan tahun 2012, tepatnya 1 Juli 2012 Puskesmas Beji telah mengimplementasikan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 pada beberapa pelayanannya. Adapun pelayanan yang telah menerapkan antara lain: Poli Umum, Poli Gigi, Poli MTBS, Laboratorium,Loket, Farmasi dan TU sebagai Penunjang. Pada tanggal 4 Desember 2012 Puskesmas Beji telah dilakukan audit sertifikasi ISO 9001:2008 oleh Badan Sertifikasi Beureu Veritas (BV) dan berhak untuk mendapatkan sertifikat ISO: 9001:2008. Dengan di terapkannya Sistem Manajemen Mutu berdasarkan persyaratan ISO 9001 :2008 diharapkan Puskesmas Kecamatan Beji dapat menjadi pusat pelayanan kesehatan yang berkualitas dan dapat memenuhi kepuasan pelanggan. Pada bulan Juli 2014 dan Januari 2015 UPT Puskesmas Beji telah dilakukan audit. Surveilance ISO 9001:2008 oleh Badan Sertifikasi SAI Global pada beberapa pelayanan yaitu : poli umum, Poli KIA/KB, poli gigi, Farmasi, Loket dan TU sebagai pendukung.

IV.3Visi , Misi, dan Kebijakan Mutu VisiTerwujudnya Kecamatan Beji Sehat 2020 Dengan Layanan Kesehatan Berkualitas Misi Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Yang Berkualitas Memeliharan Dan Meningkatkan Kesehataan Perorangan, Keluarga & Masyarakat Menyelenggarakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan

Kebijakan Mutua. Puskesmas Kecamatan Beji bertekad memberikan pelayanan berkualitas, menuju masyarakat sehat yang mandiri secara berkesinambungan.b. Berkomitmen memenuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlakuc. Melakukan pengkajian secara berkala kebijakan, sasaran mutu dan mekanisme kerja untuk memastikan efektifitas penerapan sistem manajemen mutud. Mengkomunikasikan kebijakan, sasaran mutu dan mekanisme kerja sistem manajemen mutu kepada semua pegawai puskesmas Beji sehingga dapat dipahami dan dijalankan dengan baik di lapangan.e. Terus-menerus melakukan monitoring dan evaluasi penerapan sistem manajemen Secara mutu untuk memastikan peningkatan secara berkelanjutan KetenagaanPuskesmas Beji pada tahun 2014 memiliki 66 karyawan, terdiri dari pegawai negeri sipil dan 8 sukwan/swakelola dengan berbagai kualifikasi bidang pendidikan, sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut

IV.4Peran Serta Masyarakat Jumlah Posyandu : 32 Jumlah Kader Aktif : 314 Jumlah Posbindu : 31 Jumlah Kelompok Dana Sehat : 23 Jumlah Toga : 24

IV.5Bangunan Fisik

IV.6KendaraanPusling : 1, kurang baik :1Ambulan Siaga : 2 Kondisi baikMotor : 3, Baik : 2 Kurang Baik :1

IV.7Sumber DanaSumber dana untuk kegiatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Beji selama tahun 2014 terdiri dari :a) BOP (APBD)b) Dana BOKc) Dana Pajak Rokok

IV.8. Motto dan Tata KerjaA. MottoMelayani dengan senyum dan sepenuh hati

B. Tata Kerja Profesional dalam memberikan pelayanan Responsibility dalam melaksanakan tugas yang diberikan Inovatif dalam pelayanan kesehatan yang diberikan Measurable dalam kualitas pelayanan kesehatan Aktif dalam melakukan perbaikan dan pengembangan

IV.9. Bentuk KegiatanDalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan diwilayahnya, UPT Puskesmas Beji melakukan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang keduanya jika ditinjau dari system kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokan menjadi dua yaitu:1. Upaya kesehatan masyarakata) Upaya kesehatan wajib Upaya promosi kesehatan (promkes) Upaya kesehatan lingkungan (Kesling) Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana (KIA/KB) Upaya perbaikan gizi masyarakat Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular Upaya pengobatanb) Upaya kesehatan pengembangan Usaha kesehatan sekolah (UKS/UKGS) Upaya kesehatan olahraga Upaya kesehatan jiwa Upaya kesehatan indra Upaya kesehatan gigi masyarakat Upaya kesehatan tradisional Pelayanan Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) Upaya kesehatan usia lanjut

c) Upaya Kesehatan Perorangan, pelayanan kefarmasian dan pelayanan pemeriksaaan penunjang Layanan Umum dan 24 Jam dan Kegawatdaruratan Layanan Gigi dan Mulut MTBS Lansia Layanan KIA dan KB Konseling Gizi dan Menyusui Klinik Sanitasi Klinik TB Paru Layanan Farmasi Layanan Laboratorium PONED Puskesmas Pembantu (Pustu)IV.10.Fasilitas Kesehatan Puskesmas Rawat jalan : 1 Puskesmas Pembantu : 1 Klinik Dampak Rokok : 1 Poned : 1 Rumah Sakit : - Rumah Bersalin : 1 Puskesmas non Perawatan : 1 Balai Pengobatan/Klinik : 6 Praktek Dokter bersama : 4 Praktek Dokter Perorangan : 7 Posyandu : 32 Apotik : 8

IV.11. Fasilitas Pendidikan TK /RA : 12 SD/Madrasah : 21 SMP : 8 SMA : 6 SLB : 1 Panti Asuhan : 1Jumlah Penduduk Berdasarkan PendidikanPenduduk sebagai sumber daya manusia mencakup modal dasar pembangunan karena pelaksanaan pembangunan tidak cukup hanya mengandalkan sumber daya alam tetapi bergantung juga pada sumber daya manusia. Mutu pendidikan wilayah Puskesmas Beji dapat dilihat dari kemampuan baca tulis juga tingkat pendidikan formalyang diselesaikan. Tingkat pendidikan formal penduduk dapat dijadikan dasar perencanaan program kesehatan khususnya bidang promorif dan preventif.

Sumber: laporan kecamatan Beji 2014

Presentase Penduduk berdasarkan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra BayarPenduduk wilayah Puskesmas Beji yang mendapatkan jaminan kesehatan prabayar berupa Askes PNS, Jamkesmas dan Jamkesda sebanyak 30.120 jiwa atau 45 % dari jumlah penduduk Puskesmas Beji.

Capaian Indikator Rumah Tangga ber-PHBS Kecamatan Beji Periode Januari - Desember 2014

Capaian indikator rumah tangga ber-PHBS

Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatanMemberi bayi ASI eksklusifMenimbang bayi dan balitaMenggunakan air bersihMencuci tangan dengan air bersih dan sabunMenggunakan jamban sehatMemberantas jentik di rumahMakan sayur dan buah setiap hariMelakukan aktivitas fisik setiap hariTidak merokok di dalam rumah

100%54%81%97%88%95%92%95%94%59%

BAB VHASIL EVALUASI

V.1. Identifikasi Masalah

Masalah ditetapkan jika terdapat kesenjangan antara keluaran dengan tolok ukur, sedangkan penyebab masalah ditentukan bila ada kesenjangan antara unsur sistem lainnya dengan tolok ukur. Proses identifikasi masalah dilakukan secara bertahap, dimulai dari keluaran program kerja puskesmas kemudian bila ditemukan adanya kesenjangan antara tolok ukur dengan data keluaran tersebut maka harus dicari kemungkinan penyebab masalah pada unsur masukan, proses, lingkungan, umpan balik dan dampak.

Identifikasi masalah program PHBS di Puskesmas Kecamatan Beji Kota Depok periode Januari hingga Desember 2014 dilakukan dengan membandingkan antara pencapaian keluaran dengan tolok ukur program.

Tabel 5.1. Identifikasi masalah program PHBS di Kecamatan Beji periode Januari-Desember 2014

NoVariabelTolokPencapaianMasalah

Ukur

1Angka persalinan oleh tenaga kesehatan80%1371x100%(-)

Jumlahpersalinanditolongtenaga1371

kesehatanyang memilikikompetensi= 100%

kebidananx 100%

Jumlah seluruh persalinan di wilayah kerja

2Memberi bayi ASI eksklusif80%534x100%(+)

Jumlah bayi usia 6-12 bulan mendapat ASI994

saja pada usia 0-6 bulanx 100%= 54%

Jumlah bayi usia 6-12 bulan di wilayah

kerja

3Menimbang bayi dan balita80%7131x100%(-)

Jumlah bayi dan balita usia 0-59 bulan yang8780

ditimbang setiap bulan dan dicatat dalam= 81%

KMS berturut-turut 3 bulan terakhir di

seluruh posyandux 100%

Jumlah seluruh bayi dan balita mulai 0-59

bulan di wilayah kerja

4Menggunakan air bersih80%30150x100%(-)

Jumlah rumah tangga menggunakan air30930

bersih untuk kebutuhan sehari-hari yang= 97%

berasal dari air sumur terlindung air pompa,

mata air terlindung, penampungan air hujan

dan air ledengx 100%

Jumlah seluruh rumahtanggadiwilayah

kerja

5Mencucitangandenganair bersih dan80%27198x100%(-)

sabun30930

Jumlah rumah tangga mencuci tangan= 88%

dengan air bersih dan sabun setiap kali

tangan kotor, sebelum makan, sebelum

merawat anak dan sesudah buang air besarx

100%

Jumlah seluruh rumah tangga di wilayah

kerja

6Menggunakan jamban sehat80%29429x100%(-)

Jumlahrumahtanggamenggunakan30930

jamban/WC/cubluk/kakusleherangsa= 95%

dengan tangki septic atau lubang

penampunagankotoransebagai

pembuangan airx 100%

Jumlah rumah tangga di wilayah kerja

7Memberantas jentik di rumah80%28447x100%(-)

Jumlahrumah/bangunanmelaksanakan30930

pemberantasan sarang nyamuk di rumah 1= 92%

kalidalamsemingguditempat

penampungan air, bak mandi, gentong air,

vas bunga, wadah pembuangan air

dispenser, wadah pembuangan air kulkas

dan barang bekasx 100%

Jumlah seluruh rumah/bangunan yang

diperiksa di wilayah kerja

8Makan buah dan sayur setiap hari80%29456x100%(-)

Jumlahrumahtanggamengkonsumsi30930

minimal 2 porsi sayur dan 3 porsi buah atau= 95%

sebaliknya setiap harix 100%

Jumlah rumah tangga di wilayah kerja

9Melakukan aktivitas fisik setiap hari80%29007x100%(-)

Jumlah rumah tangga melakukan aktivitas30930

fisik minimal 30 menit setiap hari dan= 94%

kegiatan dalam rumah tangga seperti

mencucipakaian/mobil, mengepel lantai

dan berkebunx 100%

Jumlah seluruh rumah tangga di wilayah

kerja

10Tidak merokok di dalam rumah80%18124x100%(+)

Jumlah RT yang tidak merokok di dalam30930

rumah ketika bersama anggota keluarga= 59%

lainnyax 100%

Jumlah seluruh rumah tangga di wilayah kerja

V.2. Penetapan Masalah

Pada tabel 5.1 didapatkan masalah pada program perilaku hidup bersih sehat adalah :

a. Angka pemberian ASI eksklusif

b. Angka tidak merokok di dalam rumah

V.3. Pemilihan Prioritas Masalah

Tidak semua masalah tersebut harus diselesaikan karena mungkin ada masalah yang saling berkaitan dan karena adanya keterbatasan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pokok tersebut.

Pemilihan prioritas masalah dilakukan menggunakan teknik kriteria matriks (criteria matrix technique), di bawah ini penetapan prioritas masalah di atas dilakukan dengan teknik skoring sederhana, penilaian antara 1 (tidak penting) sampai dengan dengan 5 (sangat penting).

Tabel 5.2. Pemilihan Prioritas Masalah

NoDaftar MasalahITRJumlah

(I x T x R)

PSRIDUSBPBPC

1Angka pemberian554444334348

ASI eksklusif

2Angka tidak555555535525

merokok di

dalam rumah

Keterangan :

P= PrevalencePB= Public concern

S= SeverityPC= Political climate

RI = Rate of increaseT= Technical feasiability

DU= Degree of unmeet needR= Resources availability

SB = Social benefit

Prioritas masalah berdasarkan teknik kriteria matriks diatas adalah kurangnya angka tidak merokok di dalam rumah. Adapun urutan prioritas masalah yang berhasil ditetapkan adalah sebagai berikut :

1. Angka tidak merokok di dalam rumah

Besarnya masalah (Prevalence) angka tidak merokok di dalam rumah adalah 5. Angka tersebut diberikan berdasarkan pada pencapaian program tersebut di Puskesmas Beji tahun 2014 adalah 59% sedangkan tolak ukur pencapaiannya adalah 80%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa angka keberhasilan untuk indikator program tersebut masih sangat rendah dan dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masalah yang belum teratasi masih cukup besar (Profil kesehatan Puskesmas Beji, 2014).

Penilaian severity angka tidak merokok di dalam rumah adalah 5 karena berdasarkan hasil penelitian ilmiah terdapat 4.000 macam zat berbahaya didalamnya dan Indonesia termasuk dalam 5 negara terbesar dalam konsumsi rokok di dunia. Efek yang ditimbulkan rokok meliputi berbagai aspek seperti kesehatan, ekonomi dan hak asasi manusia. Indonesia menempati urutan ketiga terbesar di dunia untuk kematian akibat rokok dengan data tahun 2010 sebanyak 190.260 kematian dan di tahun 2020 diprediksikan bahwa angka tersebut meningkat dan menyentuh angka 235.000 kematian (Kemenkes, 2011).Selain itu, perokok pasif yaitu perokok yang tidak merokok tapi ikut menghisap asap rokok juga akan terkena bahaya rokok. Jika merokok dilakukan dirumah, efek yang ditimbulkan menyerang semua anggota rumah termasuk bayi, anak dan ibu hamil. Hal ini akan turut meningkatkan angka kesakitan dan kematian Indonesia (Kemenkes, 2011).

Dampak buruk akibat tembakau dan merokok pada kesehatan masyarakat di Indonesia tampak jelas pada hasil kajian badan Litbangkes tahun 2013. Hasil kajian menunjukkan telah terjadi kenaikan kematian prematur akibat penyakit terkait tembakau dari 190.260 (2010) menjadi 240.618 kematian (2013), serta kenaikan penderita penyakit akibat konsumsi tembakau dari 384.058 orang (2010) menjadi 962.403 orang (2013). Kondisi tersebut berdampak pula pada peningkatan total kumulatif kerugian ekonomi secara makro akibat penggunaan tembakau. Jika dinilai dengan uang, kerugian ekonomi naik dari 245,41 triliun rupiah (2010) menjadi 378,75 triliun rupiah (Litbangkes, 2013).Upaya pemerintah menyikapi besarnya tantangan dalam pengendalian dampak buruk kesehatan akibat konsumsi tembakau telah dilaksanakan sejak beberapa dasa warsa lalu. Untuk maksud tersebut, pemerintah bersama masyarakat melakukan upaya advokasi, sosialisasi, dan penerbitan regulasi dan diperkuat dengan pelembagaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sebagai bagian dari upaya promotif-preventif dalam pembangunan kesehatan. Merokok di dalam rumah juga melanggar hak asasi manusia untuk mendapatkan udara bersih dan bebas asap rokok (Kemenkes, 2011).

Kenaikan besar masalah (Rate of Increase) untuk angka tidak merokok di dalam rumah adalah 5 karena dapat kita lihat setiap tahun jumlah perokok semakin meningkat dan apabila masalah tersebut tidak segera ditangani maka kenaikan besarnya masalah akan berlangsung cepat dan akan menimbulkan masalah masalah baru yang lebih besar lagi akibat dampak negatif dari rokok yang terus bertambah dan tidak menutup kemungkinan akan ditemukan penyakit baru yang disebabkan oleh rokok.Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (Degree of Unmeet Need) untuk angka tidak merokok di dalam rumah adalah 5. Pada poin ini diberikan angka yang lebih besar dibandingkan dengan indikator pemberian ASI eksklusif karena dapat dilihat bahwa masyarakat lebih memperhatikan dan lebih memiliki keinginan untuk semakin berkurangnya jumlah perokok dibandingkan dengan semakin banyaknya jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif dan keinginan masyarakat untuk bisa mengurangi jumlah perokok tersebut ternyata masih jauh dari harapan jika dilihat dari target capaian PHBS.

Keuntungan sosial karena selesainya masalah (Social Benefit) untuk angka tidak merokok di dalam rumah adalah 5 karena efek yang dihasilkan oleh rokok tidak hanya dirasakan oleh perokok saja melainkan oleh masyarakat sekitar yang menjadi perokok pasif karena bahaya akibat rokok meningkat 3 kali lipat pada perokok pasif sehingga penyelesaian masalah ini berdampak pula untuk perbaikan status kesehatan masyarakat (Kemenkes, 2011).

Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah tersebut (Public concern) untuk angka tidak merokok di dalam rumah adalah 5 karena dapat dilihat masyarakat khususnya mereka yang tidak merokok, mereka sangat prihatin terhadap masih banyaknya jumlah perokok. Hal tersebut dibuktikan dengan mereka ikut mendukung gerakan pemerintah yaitu kawasan tanpa rokok dan mereka ikut serta memberi peringatan bagi perokok akan bahaya yang dapat ditimbulkan akibat rokok.

Suasana politik (Political Climate) untuk angka tidak merokok di dalam rumah adalah 5 didasarkan dengan adanya peraturan daerah Kota Depok nomor 3 tahun 2014 mengenai kawasan tanpa rokok. Banyaknya penyuluhan, seminar, spanduk, stiker dan kegiatan anti rokok di Depok menandakan dukungan yang besar Pemerintah Depok untuk program ini.Sumber daya (Resource) untuk angka tidak merokok di dalam rumah adalah 5 didasarkan dengan tersedianya sumber daya yang berada di Puskesmas Beji berupa dana untuk pelakasanaan promosi KTR di dalam gedung ,maupun diluar gedung yang diadakan minimal 1 kali sebulan, adanya poster, spanduk dan leaflet untuk bahaya rokok dan kawasan tanpa rokok yang tersedia di hampir semua ruangan serta sumber daya manusia untuk melaksanakan dan mendukung program kawasan tanpa rokok dengan tidak merokok selama bertugas di puskesmas (Profil kesehatan Puskesmas Beji, 2014).Berdasarkan penghitungan dengan metode matriks tersebut, ditetapkan prioritas masalah program PHBS tahun 2014 di Puskesmas Beji adalah angka tidak merokok di dalam rumah.

V.4. Identifikasi Penyebab Masalah

V.4.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dibuat dengan menggunakan pendekatan analisis, hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor penyebab masalah tidak tercapainya target angka tidak merokok di rumah Puskesmas Kecamatan Beji. Kerangka konsep yang telah dipikirkan untuk masalah tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Bagan 1. Kerangka Konsep

Angka Indikator PHBS tidak merokok di dalam rumah

Pembagian tugas dan tanggung jawab

Tingkat pendidikan masyarakat yang beragam sehingga memiliki pemahaman yang berbeda tentang program PHBS

Pembagian tugas dan tanggung jawab tim PHBS yang masih merangkapPencatatan dan pelaporan yang masih belum lengkap yang dilakukan oleh kader

V.4.2. Estimasi Penyebab Masalah

Masalah dalam pelaksanaan program PHBS akan dibahas sesuai dengan pendekatan sistem yang mempertimbangkan seluruh faktor baik dari unsur masukan, proses, umpan balik, dan lingkungan.

Pada komponen masukan, yang berpotensi menjadi penyebab masalah adalah sumber daya manusia termasuk di dalamnya adalah dokter, kader, dana yang tersedia, sarana penyuluhan, dan metode yang digunakan. Kuranganya jumlah sumber daya manusia, pengetahuan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung dapat mengakibatkan metode yang digunakan dalam program PHBS menjadi kurang optimal, meliputi penyuluhan dan pelatihan kader. Sehingga partisipasi masyarakat menjadi lebih rendah dari yang diharapkan. Selain SDM yang kurang, faktor dana dan sarana medis serta non medis juga memegang peranan yang penting. Oleh sebab itu bila kurang memadai juga dapat menyulitkan pelaksanaan program ini.

Komponen proses terdiri dari: perencanaan dan pengorganisasian, pelaksanaan, pencatatan dan pelaporan, serta pemantauan dan penilaian. Setiap program memiliki perencanaan target dan waktu pelaksanaan program, sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. Organisasi juga perlu direncanakan dengan baik, agar terdapat staffing dan pembagian tugas yang jelas sehingga masing-masing pelaksana dalam organisasi dapat bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing sehingga tercipta kerjasama yang baik. Pelaksanaan program, meliputi: penyuluhan ke masyarakat, gerakan pemberdayaan masyarakat dalam PHBS dan pelatihan kader, merupakan faktor penentu keberhasilan program. Tidak adanya penyuluhan kesehatan mengenai rokok juga berdampak pada kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap bahaya rokok dan kawasan tanpa rokok. Kurangnya kader terlatih menyulitkan pelaksanaan program terutama dalam melakukan tugas eksternal seperti penyuluhan di masyarakat dan pendataan PHBS. Pengawasan juga merupakan hal yang penting karena apabila tidak terlaksana dengan baik, dapat menyebabkan tidak adanya laporan tertulis, penyimpanan laporan yang tidak tersistematisasi dengan baik, dan pelaporan yang terlambat atau tidak lengkap kepada puskesmas. Hal-hal diatas pada akhirnya dapat mengakibatkan target pencapaian program yang telah ditentukan tidak tercapai.

Komponen lingkungan juga berperan dalam keberhasilan program. Komponen lingkungan ini meliputi: tingkat pendidikan masyarakat,tingkat sosial ekonomi, dan akses. Tingginya tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam menerima dan memahami informasi mengenai rokok. Sementara tingginya tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi kemauan dan kemampuan masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan. Sementara akses ke tempat layanan kesehatan juga dapat menjadi masalah apabila pusat layanan kesehatan terletak di lokasi yang sulit dijangkau.

Komponen umpan balik terdiri dari masukan hasil pelaporan setelah dilaksanakannya program PHBS selama satu periode. Hasil pelaporan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan puskesmas untuk menyusun rencana program pada periode selanjutnya sehingga diharapkan adanya perbaikan dari yang sebelumnya.

V.4.3 Konfirmasi Penyebab Masalah

Tabel 5.3 Konfirmasi penyebab masalah program PHBS pada komponen masukan

NoVariabelTolok UkurPencapaianMasalah

1TenagaTenaga pelaksana minimal:1Terdapat1dokter(-)

dokterpelaksana, minimal5pelaksana dan lebih dari

orangkaderyangterlatih10kaderyangtelah

PHBS dan minimal 5 kaderdilatihdanaktif

aktif membina PHBS di rumahmembinaPHBSdi

tanggarumah tangga

2DanaTersedianyadanakhususTersedianyadanadari(-)

untukpelaksanaanprogramAPBD dan APBN

yang berasal dari APBD dan

APBN

3SaranaTersedianya sarana:

a.KebijakanAdanyakebijakan(-)

penyelenggaraanpenyelenggaraanPHBS

PHBSdirumahdi rumahtanggamulai

tanggamulai daridariperaturandaerah

Provinsi,Kota Depok

Kabupaten/Kota,

Kecamatandan

Kelurahan/Desa

b.Saranapenyuluhan:AdanyaLCD,brosur(-)

LCD, poster dan bukudan buku

4MetodePenyuluhan kesehatan

a.PenyuluhankeTerdapat pelatihan kader(-)

masyarakatPenyuluhan ke

masyarakat

PembinaaandanpelatihanAdanyapelatihankader(-)

kaderyangdilakukanoleh

petugas Puskesmas

PencatatandanpelaporanAdanyapencatatan dan(-)

kegiatan PHBSpelaporankegiatan

PHBSyangdilaporkan

setiap tahun

Sumber : Panduan dan Penilaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Melalui Tim Penggerak PKK Tahun 2011

Tabel 3.3. Tolok ukur pada komponen proses

NoVariabelTolok UkurPencapaianMasalah

1PerencanaanAdanya perencanaan operasionalTerdapatperencanaan(-)

yangjelas:penentuanprioritasoperasional yang jelas:

kegiatan,tujuankegiatan,jenispenentuanprioritas

kegiatan,intervensikegiatan,kegiatan,tujuan

targetkegiatandanjadualkegiatan,jenis

kegiatan.kegiatan,intervensi

kegiatan, target

kegiatandanjadual

kegiatan.

2Pengorganisaa. Adanyastrukturpelaksanaa. Terdapatstruktur(-)

sianprogrampelaksana program

b.Adanyapembagiantugasb. Petugaskesehatan(+)

dan tanggung jawabmerangkap sebagai

penanggungjawab

programsehingga

memilikitugas

yangbanyak dan

tidak semua

kegiatan dapat

Dilaksanakan

3PelaksanaanPenyuluhan

a. Penyuluhan ke masyarakat

1)Kunjungan1)Terdapat(-)

rumah/penyuluhankunjunganrumah

individualyangdilakukan

dilakukanolehkader

kaderPKK/Posyandu

PKK/Posyandu dan

petugassesuai

rencana

2)Penyuluhan2)Penyuluhan(-)

kelompok minimalkelompok

1 kali sebulan olehdilakukan1kali

forummasyarakatsetiapbulandi

desabesertalingkungan RW

jajarannya

Gerakanpemberdayaan

masyarakat dalam PHBS

1)Kader PHBS1)Terdapat10 kader(-)

di setiap RW

2)Gerakanpembersihan2)Terdapatgerakan(-)

sarang nyamuk (PSN)PSN

3)Gerakan jumat bersih3)Terdapat gerakan(-)

jumat bersih

4)Gerakankelompok4)Terdapat gerakan(-)

senamkelompok senam

5)MembentukPosyandu5)Terdapat posyandu(-)

dan Posbindudan posbindu di

setiap RW dengan

jadwal 1 kali/bulan

Pelatihan kader

a.Materi pelatihan:

1)ProgramPHBS dia.Terdapatpelatihan(-)

rumah tanggayangdilakukan

2)Cara pengumpulan,olehpetugas

pengolahandanpromosikesehatan

pemetaandataPuskesmas

PHBSmengenaiprogram

3)CarapemberianPHBS,

promosikesehatanpengumpulandata

melaluidanpencatatan

penyuluhankegiatan PHBS

perorangan,

penyuluhan

kelompok,

penyuluhanmassa

dan

pengorganisasian

masyarakat

4) Cara pencatatan kegiatan

pembinaanPHBS

di rumah tangga

b. Pelatihandilakukanb.Pelatihan kader dilakukan 2x(-)

minimal2xdalam Dalam setahun

setahun

Koordinasi puskesmasc.Dilakukan koordinasi pada setiap kegiatan(-)

kecamatan dengan kelurahan

4Pencatatana.Pencatatan laporantertulisa. Terdapat

danyang tidak lengkapKetidaksesuaian

pelaporanPengisian

Laporan indicator(+)

PHBS

Dan penulisan

laporan dilakukansepenuhnya olehkader tanpa pengawasandari tim PHBS

b.Penyimpanan laporan tertulisb. Seluruh hasil kegiatan

yang benar dilampirkan saat (-)

laporan tahunan

5PemantauanAdanya :

dan penilaianc.Pemantauanolehkadera. Dilkukan setiap bulan(-)

setiap bulan

d. Penilaian tim Puskesmas danb. Dilakukan stiap tahun(-)

DinasKesehatan

Kabupaten/Kota setiap tahun

Sumber : Panduan dan Penilaian PHBS Melalui Tim PKK Tahun 2011

Tabel 3.4. Tolok ukur komponen lingkungan dan umpan balik

NoVariabelTolok UkurPencapaianMasalah

1LingkunganTingkatpendididkanTingkatpendidikan(+)

menengahatautinggimasyarakatKelurahan

menunjangkeberhasilanBejiyangtidak

perilaku PHBS dirumahbersekolah10%,

tanggabersekolahsampai

menengahatas40%

dan50%yang

menempuhperguruan

tinggi.Bervariasinya

tingkatpendidikan

Menyebabkan pemahaman yang

kurangmengenai

PHBS

2UmpanMasukanhasilpencatatanTerdapatpelaporan(-)

balikdanpelaporan untuksetiapTahunke

perbaikanprogrampuskesmasmengenai

selanjutnyahasil program PHBS di

KecamatanBejiyang

akandiolahdan

dilaporkankembali ke

tingkat organisasi yang

lebih tinggi

Sumber : Panduan dan Penilaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Melalui Tim Penggerak PKK Tahun 2011

Berdasarkan tabel diatas maka ditetapkan penyebab masalah belum optimalnya program PHBS di Puskesmas Kecamatan Beji untuk Periode Januari-Desember 2014 berdasarkan komponen masukan, proses, umpan balik, dan lingkungan yaitu :

1. Proses

a. Pembagian tugas dan tanggung jawab yang masih merangkap

b. Pengisian laporan tertulis yang tidak lengkap oleh kader

2. Komponen Lingkungan dan Umpan Balik

a. Tingkat pendidikan masyarakat yang beragam sehingga terdapat perbedaan dalam memahami maksud dan tujuan program PHBS

5.5. Penetapan Prioritas Penyebab Masalah

Berdasarkan penyajian data di atas, ditemukan beberapa penyebab dari masalah yang terjadi. Namun penyebab masalah yang timbul tidak dapat diselesaikan semuanya secara langsung karena mungkin ada masalah yang saling berkaitan dan karena adanya keterbatasan kemampuan dalam menyelesaikan semua masalah. Karena itu harus ditentukan prioritas penyebab masalah dan mencari alternatif penyelesaian masalah yang telah diprioritaskan. Penetapan prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan teknik kriteria matriks.

Tabel 5.6. Prioritas Penyebab Masalah

NoMasalahPenentu PrioritasTotal

PenyebabC x T x R

CTR

1.Pembagian tugas dan tanggung jawab43336

yang merangkap

2.Pencatatan laporan tertulis yang tidak555125

benar

3Tingkat pendidikan masyarakat55375

Pada poin Contribution/C pengisian laporan yang tidak lengkap dan tingkat pendidikan masyarakat diberikan skor lebih tinggi dibandingkan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas karena pengisian laporan tertulis yang lengkap berpengaruh terhadap penyebab masalah program ini karena pengisian data akan menunjukan pencapaian program yang dilakukan serta tingkat pemahaman masyarakat akan bahaya rokok sangat berpengaruh besar terhadap kesadaran masyarakat untuk tidak merokok di dalam rumah.

Pada poin Technical Feasibility/T diberikan skor 5 pada poin pengisian laporan yang tidak lengkap dan tingkat pendidikan masyarakat karena dengan adanya kartu pendataan PHBS dan teknik komputerisasi diharapkan laporan menjadi lebih lengkap serta adanya sarana penyuluhan menggunakan LCD, poster dan leaflet akan meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai program tidak merokok di dalam rumah.

Pada Resources/R diberikan skor 5 karena tim PHBS meminta bantuan kader dalam hal pencatatan laporan tertulisnya sehingga pada hal ini sumber daya yang berperan (kader) yang sudah terlatih untuk penyuluhan berpengaruh terhadap timbulnya masalah pengisian laporan tertulis yang tidak lengkap.

Berdasarkan tabel teknik kriteria matriks di atas maka urutan prioritas penyebab masalah adalah pengisian laporan tertulis yang tidak lengkap.

5.6. Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan penetapan prioritas penyebab masalah, didapatkan alternatif pemecahan masalah dan penjabaran programnya adalah:

1. Pembinaan berkala kader mengenai cara pencatatan program PHBS Tujuan : Meningkatkan keberhasilan program PHBS

Sasaran : kader PHBS

Alat dan Bahan : Ruang pertemuan, Notebook, Proyektor LCD

Alokasi dana :

Jasa tenaga pengajar1 x Rp 100.000=Rp100.000

Foto kopi materi30 x Rp10.000=Rp300.000

Konsumsi30 x Rp10.000=Rp300.000

Alat tulis=Rp20.000

Notebook & proyektorMilik puskesmas

Biaya tak terduga=Rp100.000

Total dana=Rp820.000

2. Penyediaan alat dan media pencatatan program PHBS

Tujuan : Meningkatkan keberhasilan program PHBS dengan menyediakan sarana bagi kader

Sasaran : kader

Alat dan Bahan : kartu pencatatan PHBS setiap rumah, map untuk masing-masing RT dan RW

Alokasi dana :

Kartu pencatatan PHBS (500 @ rumah)= Rp 2.999.000

Map (1500 @ rt dan rw)= Rp 241.500

Total dana=Rp 3.240.000

5.7. Penentuan Prioritas Jalan Keluar

Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat, dipilih satu cara pemecahan masalah yang dianggap paling baik dan memungkinkan. Pemilihan prioritas cara dari pemecahan masalah ini dengan menggunakan teknik kriteria matriks, yaitu dengan menentukan:

1. Efektifitas Jalan Keluar

Menetapkan nilai efektifitas (effectiveness) untuk setiap alternatif jalan keluar, yaitu dengan memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai angka 5 (paling efektif). Prioritas jalan keluar adalah yang nilai efektifitasnya paling tinggi. Untuk menentukan efektifitas jalan keluar, dipergunakan kriteria tambahan sebagai berikut:

a. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude)

b. Pentingnya Jalan Keluar (Importancy)

c. Sensitivitas Jalan Keluar (Vulnerability)

2. Efisiensi Jalan Keluar (C)

Menetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap alternatif jalan keluar. Nilai efisiensi ini biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan, maka makin tidak efisien jalan keluar tersebut. Beri angka 1 (biaya paling sedikit) sampai angka 5 (biaya paling besar).

Menghitung nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif jalan keluar dengan membagi hasil perkalian nilai M x I x V dengan C. Jalan keluar dengan nilai P tertinggi adalah prioritas jalan keluar terpilih

Tabel 5.7. Penentuan Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah

NoAlternatif Pemecahan MasalahEfektifitasEfisiensiJumlah

(C)(P)

MIVMxIxV

C

1.Pembinaan berkala kader mengenai553325

cara pencatatan program PHBS

2.Penyediaanalatdanmedia33457.2

pencatatan program PHBS

Berdasarkan perhitungan Tabel 5.7 penentuan alternatif pemecahan masalah, maka alternatif pemecahan masalah terpilih adalah pembinaan berkala kader mengenai cara pencatatan program PHBS. Kurangnya pembinaan pada kader mengenai cara pencatatan program PHBS menjadi salah satu penyebab masalah pencatatan yang tidak lengkap yang dapat menyebabkan pencapaian indikator yang salah. Diharapkan dengan pembinaan kader yang dilatih secara berkala, dapat membantu pemahaman kader mengenai pendataan program.

Pemecahan masalah dengan pengadaan alat dan media penyuluhan bagi kader mendapatkan poin Magnitude (M ) yang tidak terlalu besar, pengadaan alat dan materi penyuluhan akan sangat membantu kader dalam pencatatan program tetapi kelemahan dari alternatif ini adalah tingkat keberhasilan

penyuluhan masih bergantung dari tingkat pemahaman kader mengenai cara pendataan program.

Importancy (I) atau pentingnya jalan keluar, semakin lama masa bebas masalah, semakin penting alternatif jalan keluar tersebut. Pada pengkajian alternatif penyelesaian masalah program ini, pembinaan kader diberikan nilai yang paling besar, karena dengan pemahaman kader mengenai cara pendataan, diharapkan data yang dihasilkan tepat dan akurat sehingga angka pencapaian program ini dapat dipercaya.

Vulnerability (V) dinilai dari banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi penyebab masalah yang ada. Untuk pembinaan kader, nilai V sedikit lebih rendah, karena tergantung dari kesediaan kader untuk mengikuti pelatihan, serta pembinaannya juga membutuhkan waktu yang lebih lama.

Untuk efisiensi jalan keluar (C), pembinaan kader mendapatkan nilai yang terbesar karena dari segi cost nya, pembinaan kader mengeluarkan biaya yang lebih rendah dibandingkan alternatif pemecahan masalah yang lain, sehingga berdasarkan nilai Prioritas (P), pembinaan kader tetap lebih baik dibanding yang lain.

5.8. Rancangan Pemecahan Masalah (Plan of Action)

Puskesmas memerlukan bantuan kader kesehatan, dalam hal ini kader program PHBS untuk meningkatkan keberhasilan program tersebut. Untuk itu, dibuatlah program khusus pembinaan kader program PHBS ini.

Program pembin