bahan ske 3 geriatri

4
Terapi Kasus Pada Skenario 1. Oksigenasi Indikasi pemberian O 2 adalah adanya hipoksemia, yang dilihat dari: a. Tanda klinis: Peningkatan frekuensi nafas, tarikan dinding dada yang dalam, napas cuping hidung, bunyi napas abnormal, kejang lama, letargi atau koma. b. Oksimeter denyut (Pulse oxymeter) c. Analisis gas darah: pada lansia saturasi oksigen sudah mulai menurun 2. Rehabilitasi Medis Rehabilitasi medik ialah meningkatkan kemampuan fungsional seseorang sesuai dengan potensi yang dimiliki untuk mempertahankan dan atau meningkatkan Kualitas hidup dengan cara mencegah atau mengurangi Impairment, Disability dan handicap semaksimal mungkin. Geriatri dalam hal ini perlu dikonsulkan ke RM untuk mengetahui kemampuan aktivitas pasien yang selanjutnya ditentukan apakah perlu di ikutkan program dalam RM atau tidak. Jika perlu, selanjutnya rencanakan program-program yang mendukung sesuai keluhan dan keterbatasan kemampuan beraktivitas. a. “IMPAIRMENT” (tingkat organ) dimana penderita masih memerlukan / tergantung pada perawatan dan terapi secara aktif, sehingga tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari (ADL), “temporary disability”. b. “DISABILITY” (tingkat manusia):

Upload: agoenk-setiaone

Post on 05-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Bahan Ske 3 Geriatri

TRANSCRIPT

Terapi Kasus Pada Skenario1. OksigenasiIndikasi pemberian O2 adalah adanya hipoksemia, yang dilihat dari:1. Tanda klinis: Peningkatan frekuensi nafas, tarikan dinding dada yang dalam, napas cuping hidung, bunyi napas abnormal, kejang lama, letargi atau koma.1. Oksimeter denyut (Pulse oxymeter)1. Analisis gas darah: pada lansia saturasi oksigen sudah mulai menurun

1. Rehabilitasi MedisRehabilitasi medik ialah meningkatkan kemampuan fungsional seseorang sesuai dengan potensi yang dimiliki untuk mempertahankan dan atau meningkatkan Kualitas hidup dengan cara mencegah atau mengurangi Impairment, Disability dan handicap semaksimal mungkin.Geriatri dalam hal ini perlu dikonsulkan ke RM untuk mengetahui kemampuan aktivitas pasien yang selanjutnya ditentukan apakah perlu di ikutkan program dalam RM atau tidak. Jika perlu, selanjutnya rencanakan program-program yang mendukung sesuai keluhan dan keterbatasan kemampuan beraktivitas.a. IMPAIRMENT (tingkat organ)dimana penderita masih memerlukan / tergantung pada perawatan dan terapi secara aktif, sehingga tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari (ADL), temporary disability.b. DISABILITY (tingkat manusia):disebut juga recovery period dimana penderita mulai dapat melaksanakan pekerjaan sesuai keadaan kesembuhan penyakitnya.c. HANDICAP (tingkat sosial):cacat menetap, keterbatasan kemampuan, dan melaksanakan tugas pekerjaan.Proses RMa. Langkah 1: Atasi masalah medis utama, kcondisi stabil, menjadi landasan untuk mengawali program Rehabilitasi Medisb. Langkah 2 :Cegah komplikasi sekunder: Malnutrisi, Inkontinensia, Gangguan kognisi, Pneumonia, Kontraktur, Dekubitus, Sindroma dekondisi, Ketergantungan Psikologis, Depresi, Trombosis Venad. Langkah 3 : Mengembalikan fungsi yang hilange. Langkah 4: Ciptakan kemampuan adaptasi pasienf. Langkah 5: Ciptakan lingkungan yang aman dan nyamang. Langkah 6 (Adaptasi keluarga) : 85% aktifitas usia lanjut dikerjakan dirumah, para usia lanjut butuh waktu untuk menerima kondisinya, keluarga makna hidup bagi para usia lanjut, keluarga mitra kerja tenaga medis/paramedis.

INTERPRETASI PEMERIKSAN FISIK

Dari hasil pemeriksaan didapatkan kesadaran: apatis, TD 120/ 70 mmHg, RR 30x/ menit, T 36C, HR 108x/ menit. Kesadaran apatis dalam Glaslow Coma Scale (GSC) bernilai antara 12-13, berada di antara compos mentis dan somnolen. Tekanan darah 120/ 70 mmHg dalam batas normal. Respiration rate terdapat peningkatan (normal 14-20x/ menit), temperatur dalam batas normal (suhu oral rata-rata usia lanjut 36C). Heart rate terdapat peningkatan (normal 60-100x/ menit). Berbagai studi menunjukkan suhu tubuh inti pada usia lanjut lebih rendah daripada dewasa muda tampaknya mencerminkan pengaruh status nutrisi, penyakit, dan obat-obatan. Pada pemeriksaan paru sebelah kanan didapatkan ronkhi basah kasar, suara dasar bronkhial, dan fremitus raba meningkat. Suara ronkhi basah kasar dapat terjadi pada abnormalitas jaringan paru (contoh: pneumonia) maupun karena abnormalitas jalan nafas (contoh: bronkhitis). Ronkhi basah kasar merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran nafas besar dengan intensitas suara lebih keras, nada rendah, dan durasi lebih lama. Fremitus raba meningkat pada konsolidasi paru (contoh: penumonia). Ketiga hasil pemeriksaan paru tersebut merupakan kelainan fisik yang lazim pada penumonia yaitu tanda konsolidasi paru meliputi perkusi redup/ pekak pada daerah paru dengan kelainan, ronkhi basah kasar, dan suara nafas bronkhial. Selain itu bisa didapatkan juga peningkatan frekuensi nafas 24x/menit dan dapat disertai syok septik dengan gejala kelelahan, inanisi, dan penurunan kesadaran. Skor Norton 9. Pemeriksaan ini menandakan telah terjadi ulkus dekubitus pada pasien. Punggung bawah merupakan salah satu predileksi ulkus dekubitus karena pada daerah tersebut sering tertekan. Penilaian derajat dilakukan dengan melihat reaksi peradangan apakah mencapai epidermis (derajat I), dermis/ subkutan (derajat II), jaringan lunak dan fascia dalam (derajat III), dan sudah terlihat otot dan tulang (derajat IV). Skor Norton merupakan alat untuk menilai risiko ulkus dekubitus pada pasien imobilisasi. Skor 12 menunjukkan bahwa terjadi resiko tinggi untuk terjadi ulkus dekubitus dengan peningkatan risiko 50x lebih besar. Hasil lab: leukosit 7.500 didapatkan hasil dalam batas normal (4000-11.000/ mm3). Pneumonia pada lansia sebagian besar didapatkan leukosit yang normal atau sedikit meninggi, kadang-kadang didapatkan leukositosis. Terapi kuratif diberikan pada pasien untuk mengatasi gejala yang timbul. Pada pasien telah dilakukan terapi oksigenasi, pemberian antibiotik dan terapi cairan. Terapi oksigenasi diberikan untuk menjaga asupan oksigen pada pasien sehingga tidak timbul hipoksia, terapi cairan diberikan untuk mencegah dehidrasi dan hipoglikemi, serta untuk indikasi adanya peningkatan frekuensi pernafasan, dimana pemberian oksigenasi ini diberikan jika frekuensi pernafasan > 24 kali/ menit.