08.05.09 - ske 3_transplantasi

23
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tubuh manusia memiliki respon imun yang bisa melindungi tubuh dari serangan patogen apapun. Penyakit yang menyerang tubuh akan menurunkan system imun, seperti adanya penyakit gagal ginjal. Bahkan, jika dibutuhkan, dapat dilakukan tranfusi atau bahkan transplantasi untuk kualitas hidup yang lebih baik. Pada skenario ini, ada istri pak Eko yang menderita gagal ginjal dan perlu mendapatkan transfusi darah karena kadar hemoglobinnya terus menurun. Namun, transfusi memiliki beberapa risiko, diantaranya adanya penyakit yang bisa ditularkan melalui transfusi seperti hepatitis, malaria, sifilis bahkan HIV/AIDS. Selain itu transfusi hanya bersifat sementara dan istri Pak Eko diharapkan dapat menjalankan cangkok ginjal. Menurut dokter, daya imunnya juga terus menurun, baik karena perkembangan penyakit, diet ketat maupun terapi yang harus diterimanya. Apakah sama dengan imunisasi tidak yang berhasil karena daya imun yang lemah? Lalu bila mendonorkan darah, pernah ada kejadian setelah gatal-gatal dan sesak nafas, yang

Upload: amalliaardanareswari

Post on 09-Sep-2015

232 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

transplantasi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUANA. LATAR BELAKANGTubuh manusia memiliki respon imun yang bisa melindungi tubuh dari serangan patogen apapun. Penyakit yang menyerang tubuh akan menurunkan system imun, seperti adanya penyakit gagal ginjal. Bahkan, jika dibutuhkan, dapat dilakukan tranfusi atau bahkan transplantasi untuk kualitas hidup yang lebih baik. Pada skenario ini, ada istri pak Eko yang menderita gagal ginjal dan perlu mendapatkan transfusi darah karena kadar hemoglobinnya terus menurun. Namun, transfusi memiliki beberapa risiko, diantaranya adanya penyakit yang bisa ditularkan melalui transfusi seperti hepatitis, malaria, sifilis bahkan HIV/AIDS. Selain itu transfusi hanya bersifat sementara dan istri Pak Eko diharapkan dapat menjalankan cangkok ginjal.

Menurut dokter, daya imunnya juga terus menurun, baik karena perkembangan penyakit, diet ketat maupun terapi yang harus diterimanya. Apakah sama dengan imunisasi tidak yang berhasil karena daya imun yang lemah? Lalu bila mendonorkan darah, pernah ada kejadian setelah gatal-gatal dan sesak nafas, yang disebabkan karena darah yang tidak cocok. Ada juga kasus keguguran yang terjadi karena janin dan darah ibunya tidak cocok. Sebenarnya, apa yang tidak cocok?

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana hubungan antara sistem imunitas tubuh dengan transplantasi dan transfusi?

2. Mengapa penyakit gagal ginjal dapat menyebabkan menurunnya daya imun dan menurunnya kadar hemoglobin? C. TUJUAN

1. Dapat menjelaskan sistem imun manusia serta komponen-komponennya.

2. Dapat menjelaskan imunohematologi dan transplantasi organ.

D. MANFAAT PENULISAN

1. Sebagai sarana pelaporan akan hasil kegiatan diskusi tutorial yang telah berlangsung di dalam 2 (dua) sesi pertemuan.

2. Sebagai sarana pembelajaran di dalam pembuatan laporan, yang mana kelak laporan ini merupakan suatu hal yang tidak dapat ditinggalkan dalam setiap kegiatan.

3. Sebagai sarana pembelajaran blok imunologi.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TRANSFUSI

Antigenitas dapat menyerbabkan respon imun dalam darah. Saat transfusi pertama kali biasanya timbul aglutinasi dan hemolisis sel darah cepat atau lambat, yang menimbulkan reaksi transfusi yang khas dan kadang-kadang menyebabkan kematian.

Kalau darah yang ditransfusikan tidak cocok maka akan terjadi aglutinasi. Aglutinin mempunyai 2 tempat pengikatan IgG dan 10 tempat pengikatan dengan IgM. Jadi satu aglutinin bisa melekat pada dua atau lebih sel darah merah pada waktu yang sama sel-sel menggumpal (aglutinasi) menyumbat pembuluh darah kecil di seluruh sistem sirkulasi gangguan fisik sel dan serangan sel darah putih fagositik menghancurkan sel-sel yang teraglutinasi melepas Hb ke plasma hemolisis sel darah merah.

REAKSI CEPAT

Terjadi karena inkompabilitas golongan darah ABO yang di[pacu IgM. Biasanya terjadi hemoglobinuria. Hemoglobin yang ada di dalam bilirubin bersifat toksik. Gejala yang terjadi : demam, menggigil, nausea, bekuan pembuluh darah, hemoglobinuria, nyeri pinggang bawah.

REAKSI LAMBAT

Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah kompatibel ABO tapi inkompatibel dengan golongan darah lainnya. Reaksi terjadi setelah 2-6 hari setelah transfusi. Darah transfusi memacu pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membran golongan darah (Rhesus, Kidd, Kell, Duffy)Pada sistem imun ABO, aglutinin plasma bertanggung jawab atas terjadinya reaksi transfusiu yang timbul secara spontan. Pada sisem imun Rh, reaksi aglutinin spontan hampir tidak pernah terjadi.orang mula-mula harus terpajan antigen Rh secara masif baru bisa mempunyai cukup aglutinin untuk menyebbakan reaksi transfusi yang bermakna.

Jika orang Rh- belum pernah terpajan transfusi Rh+ akan menyebabkan reaksi transfusi lambat dan ringan. Reaksi ini terjadi setelah terbentuk aglutinin anti Rh cukup (2-4 minggu). Jika orang tersebut ditransfusi lagi maka reaksi akan segera timbul dan sangat kuat. Reaksi transfusi aglutinasi yang terjadi ketika sel darah transfusi masih di sirkulasi setelah aglutinin anti Rh terbentuk cukup. Kemudian sel darah transfusi dihemolisis sel makrofag.

Perbedaan Rh pada ibu dan anak dapat menyebabkan eritoblastosis fetalis. Penyakit ini terjadi pada janin yang baru lahir karena adanya fagositosis dan aglutinasi sel darah merah. Biasanya bapak Rh+,ibu Rh -. Aglutinin ibu ke janin akan beraglutinasi jika janin Rh+. Jadi akan terjadi aglutinasi di janin hemolisis Hb dilepas di darah makrofag janin mengubah Hb menjadi bilirubin bayi ikterik. Antibodi ibu bersirkulasi di darah bayi selama 1-2 bulan dan menyerang sel-sel tubuh lainnya dan dapat menyebakan keguguran pada kehamilan. Insidens penyakit terus meningkat secara progresif pada kehamilan berikutnya.

(Guyton & Hall, 2007)C. TRANSPLANTASI

Setiap sel dan jaringan tubuh mempunyai komplemen tambahan masing-masing terhadap antigen yang menyebabkan transplantasi sel asing akan diinvasi resipien dengan sistem imunnya

ISTILAHARTI

AutograftMemakai jaringan sendiri

Isograft/syngeneicIdentitas genetik antara donor dan resipien sama

Allograft/allogeneicDonor dan resipien dari spesies sama, tetapi genetik tidak identik

Xenograft/xeno-geneicDonor dan resipien dari spesies berbeda

(Baratawidjaja, 2006)D. REAKSI PENOLAKAN

Sistem imun yang berperan pada proses penolakan adalah system imun yang juga berperan terhadap mikroba. Transplantasi adalah memindahkan alat atau jaringan tubuh dari satu orang ke orang lain. Hal tersebut merupakan tindakan pilihan bila suatu alat atau jaringan tubuh yang vital rusak permanen akibat proses penyakit. Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian utama adalah antigen golongan darah ABO, sistem HLA yang polimorfik, antigen minor yang menyangkut golongan darah non-ABO, dan antigen yang berhubungan dengan kromosom sex. (Baratawidjaja, 2007).

Permasalahan yang dapat terjadi dalam transplantasi adalah penolakan alat atau jaringan tubuh donor oleh resipien atau sebaliknnya. Yang terjadi dalam mekanisme penolakan ini adalah hipersensitivitas tipe IV yaitu reaksi dari sistem imun tubuh yang berlebihan yang diperantarai oleh sel T. Berdasarkan kecepatan terjadinya penolakan pada tubuh resipien, maka reaksi penolakan di bagi menjadi tiga yaitu:

a) Penolakan hiperakut: tejadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah transplantasi. Hal ini disebabkan oleh destruksi oleh antibodi yang sudah ada pada resipien terhadap tandur/antigen donor, akibat transplantasi/transfusi darah atau kehamilan sebelumnya. Antibodi tersebut mengaktifkan komplemen yang menimbulkan edem dan perdarahan interstitial dalam jaringan tandur sehingga mengurangi aliran darah ke seluruh jaringan.

b) Penolakan akut: penolakan akut terlihat pada resipien yang sebelumnya tidak disensitasi terhadap tandur. Penolakan dapat terjadi sesudah beberapa minggu sampai bulan setelah tandur tidak berfungsi sama sekali dalam waktu 5-21 hari.

c) Penolakan kronik: adalah hilangnya fungsi organ yang dicangkokkan secara perlahan beberapa bulan setelah organ berfungsi normal. Hal tersebut disebabkan oleh sensitivitas yang timbul terhadap antigen tandur oleh karena timbulnya intoleransi terhadap sel T. Terkadang juga diakibatkan sesudah pemberian imunosupresan dihentikan (Baratawidjja, 2006).

Untuk mengurangi reaksi penolakan dalam transplanstasi organ yang dalam kasus ini dalah transplantasi ginjal maka perlu dilakukan beberapa prosedur baik untuk resipien maupun untuk donor. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari resipien adalah sebelum pasien gagal ginjal dicalonkan sebagai calon resipien transplantasi ginjal, harus dipastikan terlebih dahulu apakah pasien memang sudah mengalami gagal ginjal tahap akhir. Karena tranplantasi ginjal merupakan suatu tindakan medik yang sangat beresiko. Dari pihak donor yang perlu diperhatikan adalah pada seleksi calon donor mengenai transplantasi ginjal adalah untuk identifikasi adanya masalah dari segi faktor imunologi yaitu berupa golongan darah ABO resipien harus sama dengan donor agar tidak tejadi penolakan akut dan hiperakut. Selain golongan darah ABO, kompleks histokompabilitas mayor (HLA) juga mempunyai peran yang penting. Kesesuaian HLA antara donor dan resipien dapat mempengaruhi keberhasilan transplantasi. Jika donor adalah saudara kandung yang mempunyai HLA identik, maka ketahanan hidup ginjal transplant 1 tahun adalah 90-95%. (Sudoyo, Aru W., 2006)Pada transplantasi autograph dan isograph biasanya memberikan hasil yang baik, sedang allograft sering ditolak. Telah dibuktikan bahwa penolakan allograft disebabkan karena reaksi imun yang ditimbulkan oleh limfosit. Reaksi tersebut terjadi dengan memori,sehingga jaringan kedua yang dicangkokkan dari donor yang sama akan menimbulkan penolakan yang lebih cepat.

Histokompatibilitas adalah kemampuan seseorang utnuk menerima tandur dari orang lain, suatu keadaan bila tidak terjadi respons imun. Yang menentukan apakah tandur dapat diterima ialah gen histokompabilitas, yang terpenting adalah gen MHC.

Kompabilitas golongan darah ABO merupakan hal yang pertama harus dilakukan. Antigen ABO yang merupakan golongan darah utama, ditemukan pada permukaan sel darah merah, dan gen yang member kodenya adalah polimorfik.Antigen karbohidrat itemukan pada sel darah merah dan beberapa jaringan lain. Kebanyakan orang mempunyai antibody (isohemaglutinin) yang mengenal antigen tersebut.

Tissue typing adalah identifikasi antigen MHC. MHC-I menentukan antigen permukaan semua sel dalam tubuh yang memiliki nucleus yang dapat menjadi sasaran penolakan pada transplantasi atas pengaruh sel CTL/Tc antibodi dan komplemen. Gen-gen yang memberi kode molekul MHC adalah polimorfik. Antigen MHC-II atau antigen Ia merupakan antigen yang mengaktifkan sel Th. Antigen MHC-II merupakan antigen terpenting pada penolakan tandur. Pada umumnya tandur tidak akan hidup bila donor dan resipien tidak memiliki satu haplotip DR pun yang sama. Sel Th resipien akan memberikan respons terhadap antigen donor sedang sel TH donor akan memberikan respons yang sama terhadap antigen resipien dangan akibat matinya tnadur. Kemungkinan antigen HLA dari 2 individu akan sama sanagat kecil (1 dalam 10 juta).

Antigen histokompabilitas minor antara lain adalah golongan non ABO dan antigen yang berhubungan dengan kromosom seks. Antigen tersebut biasanya lebih lemah dibanding antigen MHC, dan diduga merupakan antigen yang dijadikan sasaran pada penolakan dengan awitan lambat.

Sel passenger adalah sel leukosit donor yang terdapat dalam jaringan tandur. Sel Th resipien dapat memberikan respons terhadap antigen donor. Interaksi dapat pula terjadi antara sel-sel system imun donor dan resipien karena keduanya memiliki profil MHC-II. Leukosit donor dapat bermigrasi ke luar dari tandur dan meusk ke dalam system limfoid resipien.

Cross-matching merupakan suatu tindakan untuk menguji serum resipien terhadap antibody HLA performed donor. Bila serum pasien tidak menghancurkan limfosit donor, Mixed Lymphocyte Reaction (MLR) dapat dilakukan tunuk menentukan apakah sel donor merangsang blastogenesis dengan adanya linfosit resipien. Untuk mencegah penolakan tandur, pertama jenis jaringan donor dan resipien harus disesuaikan dalam golongan darah ABO. Antigen ABO adalah penting oeh karena antigen itu diekspresikan pada banyak jenis sel. Antibodinya yang sudah ada pada resipien yang inkompatibel dapat menimbulkan kerusakan jaringan tandur, misalnya pada ginjal. Berikutnya adalah antigen histokompabilitas mayor dan minor. MHC merupakan induksi terkuat dari reaksi penolakan yang ditimbulkan melalui sel T. Keseulitan dengan MHC adalah bentuknya yang sangat polimorfik,sehingga untuk menemukan donor an resepien yang cocok sangat sulit, kecuali pada kembar identik. Masa hidup tandur ditentukan oleh banyaknya spesifisitas yang dimiliki bersama oleh donor dan resipien. (Baratawijadja, 2006)E. IMUNOSUPRESI

Imunosupresi merupakan suatu tindakan untuk menekan respon imun. Kegunaannya di klinik terutama pada transplantasi dalam usaha mencegah reaksi penolakan dan berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan.

A. Steroid

1. Efek Inflamasi

Steroid seperti glukokortikoid atau kortikosteroid adalah molekul lipofilik yang ditemukan dalam darah dan kebanyakan diikat oleh globulin dan albumin. KS merupakan antiinflamasi terefektif. Namun kegunaannya terbatas oleh efek samping yang ditimbulkannya. Efeknya terhadap metabolisme otot, kulit, lemak, tulang dan perilaku diduga disebabkan oleh efek reseptor KS jalur yang berbeda dari jalur inflamasi.

2. Efek Imunosupresi

KS menimbulkan redistribusi sel B dan T matang dari sirkulasi ke limpa dan sumsum tulang. Aktivasi farmakologis KS adalah meningkatkan sintesis protein anti-inflamasi dan menurunkan sintesis protein pro-inflamasi. Dalam pencegahan sintesis protein anti-inflamasi ada 2 mekanisme molecular:

a.Mekanisme direk yang mengikat kompleks GC-R pada tempat GRE yang terletak dalam DNA, mengakibatkan represi gen yang menyandi protein transkriptasi untuk protein pro-inflamasi.

b. Mekanisme indirek, melibatkan interaksi kompleks GC-R dengan sasaran gene transcription factor, mencegah transcription coding untuk sintesis protein pro-inflamasi.

B. Siklofosfamid

Siklofosfamid merupakan alkylating agent yang semula dibuat sebagai analog nitrogen mustard dalam pengobatan kanker. Dewasa ini SP banyak digunakan dalam pengobaatan penyakit imun sebagai kemoterapi kanker dan pada transplantasi sumsum tulang. SP diabsorbsi baik oleh usus dan metabolismenya terjadi di hati.Bahan aktif utama SP ialah metabolitnya berupa phosphoramide mustard dan akrolein. Phosporamide merupaka alkylating agent yang mengikat makromolekul selular antara lain DNA, RNA dan protein. SP dapat pula menimbulkan komplikasi pada jantung berupa miokarditis hemoragi dan pada paru-paru berupa pembengkakan endotel.

C. Antagonis Purin

1. Azatioprin

Kegunaannya dalam klinik yaitu pada transplantasi, arthritis rheumatoid, LES, IBD, penyakit saraf. Efek samping potensial AT dapat berupa mielotoksik dan toksik terhadap hati dan gastrointestinal. Efek samping yang sering berupa nausea, muntah, leucopenia.

2.Mikofenolat Mofetil

Merupakan inhibitor inosin monofosfat dihidrogenase yang berperan pada sintesis guanosin dan tidak menghambat enzim yang berperan dalm sintesis DNA atau merusak kromosom. Efek samping MM berupa gastrointestinal seperti muntah, sakit perut dan diare. Jadi MM dapat meningkatan risiko terhadap infeksi berbagai virus seperti herpes, CMV, Epstein-Barr dan jamur oportunistik.

D. Siklosporin-A

Siklosporin diisolasi dari jamur Tolypocladium Inflatum Gams dapat mencegah proliferasi sel T reaktif. Dewasa ini banyak digunakan untuk mencegah penolakan pada transplantasi antara lain sumsum tulang.

E. Takrolimus

Diisolasi dari mikroorganisme asal tanah dan dapat mencegah aktifasi sel T aloreaktif. Takrolimus mencegah sinyal jalur transduksi dengan meningkatkan kadar kalsium bebas intraseluler sehinggan akan mengaktifkan transkripsi limfokin dan gen lain yang esensial untuk ploriferasi sel T.

F. Rapamisin

Rapamisin diisolasi dari Streptomyces hygroscopius dapat mencegah proliferasi sel T. Repamisin mencegah jalur sinyal proliferasi selular yang tidak tergantung dari kadar Ca.

G. Metotreksat

Merupakan antagonis asamfolat yang sudah digunakan untuk lebih dari 40 tahun yang semula dibuat sebagai anti kanker. Efek toksik yang sering terjadi pada system gastrointestinal berupa anoreksia, nausea, muntah dan diare.F. REAKSI HIPERSENSITIFITAS

Reaksi hipersensitifitas adalh reaksi inflamasi, dapat humoral atau selular. Ada 4 tipe reaksi, yaitu (Baratawidjaja, 2009)a. Reaksi tipe I

Diperankan oleh IgE yang diikat Fc-R pada sel mast atau basofil. Ikatan silan antara IgE pada sel mast atau basofil dan alergen yang melepas sejumlah mediator farmakologis aktir. Efek utama mediatu tersebut adalah kontraksi otot polis dan vasodilatasi.

b. Reaksi tipe II

Terjadi bila antibodi bereaksi dengan determinan antigen pada permukaan sel yang menimbulakn kerusakan sel atau kematian melalui lisis dengna bantuan komplemen atau ADCC. Reaksi transfusi dan penyakit hemolitik pada bai baru lahir merupakan reaksi tipe II.

c. Reaksi tipe II

Terjadi mlalui pembentukan kompleks imun yang mengaktifkan komplemen.Aktivasi komplemen menghasilkan melokul efektor yang menimbulkan vasodilatasi lokal dan menarik neutrofil. Endapan kompleks imun di dekat antigen masuk dapat menginduksi reaksi Arthus; akumulasi neutrofil yang melepas enzim litik, aktivasi komplemen yang menimbulkan kerusakan jaringan setempat.

d. Reaksi tipe IV

Merupakan hipersensitivitas tipe lambat yang dikontrol sebagain besar oleh reaktivitas sel T terhadap antigen.BAB III

PEMBAHASAN

Bu Eko menderita gagal ginjal, yang membuatnya perlu mendapatkan transfusi darah dan diharapkan dapat menjalani operasi cangkok ginjal. Pada pencangkokan organ, dapat terjadi rejection atau reaksi penolakan. Hal ini terjadi karena organ yang ditransplantasi tersebut dianggap sebagai benda asing oleh tubuh. Maka, terjadi reaksi imun baik humoral maupun seluler, yang merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV. Pada mekanisme humoral Sel T akan merangsang sel B dengan mengeluarkan beberapa sitokin yaitu IL-2, IL-4, IL5, IL-6. Sel B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang kemudian mengeluarkan antibodi terhadap antigen sel donor sehingga merangsang aktivasi komplemen, dan ADCC yang menimbulkan apoptosis atau lisinya sel donor. Pada mekanisme seluler sel T akan mengeluarkan IFN- untuk merangsang makrofag mengeluarkan zat toksik seperti NO, H2O2, dan enzim protease yang dapat melisiskan sel donor. Selain itu sel T juga mengeluarkan IL2 yang dapat mengaktifkan sel Tc dan Th untuk mengenali sel donor melalui MHCI dan MHCII sehingga sel dapat dilisiskan, begitu pula pada sel donor terhadap resipien. Untuk mengurangi reaksi penolakan tersebut, maka diberikanlah imunosupresan untuk menekan sistem imun tubuh.Keadaan hemoglobin yang terus menurun disebabkan karena keadaan gagal ginjal itu sendiri, yang menyebabkan kadar eritropoiesis yang menurun. Keadaan turunnya hemoglobin ini dapat diatasi dengan diberikannya transfusi darah. Namun, seperti yang dikatakan dalam skenario, transfusi ini hanya penatalaksanaan sementara. Yang diharapkan dapat dilakukan ialah melakukan pencangkokan ginjal, sehingga eritropoiesis dapat dihasilkan dengan normal kembali dan keadaan hemoglobin darah membaik.

Pemberian transfusi pada istri pak Eko merupakan suatu upaya medis untuk memperbaiki penyakit ginjal kronik yang diderita ibu tersebut. Transfusi dapat diberikan apabila terdapat indikasi medis yang jelas dan telah melalui berbagai prosedur untuk melaksanakan trasfusi darah yaitu diantaranya tes Coombs indirek untuk donor yaitu antibodi dalam serum donor dicampur dengan sel-sel dari resipien dan tes serologis untuk beberapa penyakit seperti HIV, hepatitis B/C, sifilis (VLDR), dan CMV. Sedangkan untuk resipien dilakukan juga major cross match yaitu serum dari resipien di campur dengan RBC dari donor. Beberapa prosedural dalam pelaksanaan transfusi dilakukan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan salah satunya anemia hemolitik yang merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 2 dan penyakit yang dapat ditularkan melalui darah dalam proses transfusi.

Pada sistem imun ABO, aglutinin plasma bertanggung jawab atas terjadinya reaksi transfusi yang timbul secara spontan. Pada sisem imun Rh, reaksi aglutinin spontan hampir tidak pernah terjadi.orang mula-mula harus terpajan antigen Rh secara masif baru bisa mempunyai cukup aglutinin untuk menyebabkan reaksi transfusi yang bermakna.

Jika orang Rh- belum pernah terpajan transfusi Rh+ akan menyebabkan reaksi transfusi lambat dan ringan. Reaksi ini terjadi setelah terbentuk aglutinin anti Rh cukup (2-4 minggu). Jika orang tersebut ditransfusi lagi maka reaksi akan segera timbul dan sangat kuat. Reaksi transfusi aglutinasi yang terjadi ketika sel darah transfusi masih di sirkulasi setelah aglutinin anti Rh terbentuk cukup. Kemudian sel darah transfusi dihemolisis sel makrofag.

Perbedaan Rh pada ibu dan anak dapat menyebabkan eritoblastosis fetalis. Penyakit ini terjadi pada janin yang baru lahir karena adanya fagositosis dan aglutinasi sel darah merah. Biasanya bapak Rh+,ibu Rh -. Aglutinin ibu ke janin akan beraglutinasi jika janin Rh+. Jadi akan terjadi aglutinasi di janin hemolisis Hb dilepas di darah makrofag janin mengubah Hb menjadi bilirubin bayi ikterik. Antibodi ibu bersirkulasi di darah bayi selama 1-2 bulan dan menyerang sel-sel tubuh lainnya dan inilah yang dapat menyebabkan keguguran pada kehamilan. Insidens penyakit terus meningkat secara progresif pada kehamilan berikutnyaBAB IVSIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

1. Pada transfusi dan transplantasi, dapat terjadi reaksi hipersensitifitas. Pada transfusi, dapat terjadi reaksi hipersensitifitas tipe II, sedangkan pada transplantasi, dapat terjadi reaksi hipersensitifitas tipe IV. Oleh karena itu, setelah dilakukan transplantasi, perlu diberikan imunosupresif untuk menekan sistem imun agar tidak terjadi reaksi penolakan.2. Pada penyakit gagal ginjal, dapat terjadi hemoglobin dan daya imun yang menurun karena gangguan atau menurunnya produksi eritropoiesis, yang dihasilkan di ginjal.B. SARAN1. Perlu pelaksanaan transfusi dan transplantasi yang sesuai prosedur untuk menghindari berbagai komplikasi yang dapat terjadi.

DAFTAR PUSTAKASudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Baratawidjaja, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar Edisi ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUIBaratawidjaja, Karnen Garna. 2009. Imunologi Dasar Edisi ke Delapan. Jakarta : Balai Penerbit FKUIGuyton, Arthur C. And Hall, John E.. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC