ske 1 medikolegal

24
DARI MEJA OPERASI KE MEJA HIJAU 1. Fungsi Lembaga Hukum Kedokteran 1. KKI ( Konsil Kedokteran Indonesia ) Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata kembali berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka perlu diatur praktik kedokteran dalam suatu undang undang. Untuk itu dibentuk Undang Undang tentang Praktik Kedokteran. Dalam Undang Undang ini diatur: 1. Azas dan tujuan penyelenggaraan praktik kedokteran yang menjadi landasan yang didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan serta perlindungan dan keselamatan pasien. 2. Pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri dari Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi disertai susunan organisasi, fungsi, tugas dan kewenangan. 3. Registrasi dokter dan dokter gigi. 4. Penyusunan, penetapan dan pengesahan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi. 5. Penyelenggaraan praktik kedokteran. 6. Pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ( MKDKI ) 7. Pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran. 8. Pengaturan ketentuan pidana. KKI merupakan suatu badan yang independen yang akan menjalankan fungsi regulator, yang terkait dengan peningkatan kemampuan dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran. Disamping itu, peran dari berbagai organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan yang ada saat ini juga perlu di berdayakan dalam rangka

Upload: rizky-triyadi

Post on 27-Oct-2015

41 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Medikolegal yarsi

TRANSCRIPT

Page 1: Ske 1 Medikolegal

DARI MEJA OPERASI KE MEJA HIJAU1. Fungsi Lembaga Hukum Kedokteran

1. KKI ( Konsil Kedokteran Indonesia )Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata kembali berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka perlu diatur praktik kedokteran dalam suatu undang undang. Untuk itu dibentuk Undang Undang tentang Praktik Kedokteran. Dalam Undang Undang ini diatur:

1. Azas dan tujuan penyelenggaraan praktik kedokteran yang menjadi landasan yang didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan serta perlindungan dan keselamatan pasien.

2. Pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri dari Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi disertai susunan organisasi, fungsi, tugas dan kewenangan.

3. Registrasi dokter dan dokter gigi.

4. Penyusunan, penetapan dan pengesahan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi.

5. Penyelenggaraan praktik kedokteran.

6. Pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ( MKDKI )

7. Pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran.

8. Pengaturan ketentuan pidana.

KKI merupakan suatu badan yang independen yang akan menjalankan fungsi regulator, yang terkait dengan peningkatan kemampuan dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran. Disamping itu, peran dari berbagai organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan yang ada saat ini juga perlu di berdayakan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter atau dokter gigi.

Dengan demikian, dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran selain tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, juga harus menaati ketentuan kode etik yang disusun oleh organisasi profesi dan didasarkan pada disiplin ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Dalam menjalankan fungsinya KKI bertugas: ● Melakukan registrasi terhadap semua dokter dan dokter gigi yang akan

menjalankan praktik kedokteran.● Mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi● Melakukan pembinaan bersama lembaga terkait lainnya terhadap

penyelenggaraan praktik kedokteran

Page 2: Ske 1 Medikolegal

Dalam menjalankan tugas Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai wewenang :

● Menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi;● menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;● mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi;● melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;● mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;● melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai

pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; dan● melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi

oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.

Standar Profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang Individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi;

KKI mengesahkan standar pendidikan profesi dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang telah ditetapkan asosiasi institusi pendidikan kedokteran dan asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi dan asosiasi rumah sakit pendidikan

Sumber: Buku Petunjuk Teknis Praktik Kedokteran Tahun 2005

MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA ( MKDKI )

Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia, dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen, serta bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran Indonesia. Berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia.

Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri atas usul organisasi profesi.Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dipilih dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas:1. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan2. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi.

Page 3: Ske 1 Medikolegal

Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang seharusnya diikuti oleh dokter dan dokter gigi. Sebagian dari aturan dan ketentuan tersebut terdapat dalam UU Praktik Kedokteran, dan sebagian lagi tersebar didalam Peraturan Pemerintah, Permenkes, Peraturan KKI, Pedoman Organisasi Profesi, KODEKI, Pedoman atau ketentuan lain.Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:

1. identitas pengadu;

2. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan dan3. alasan pengaduan.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.Keputusan dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin. Sanksi disiplin dapat berupa:

● Pemberian peringatan tertulis;● Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau● Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan

kedokteran atau kedokteran gigi.Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN● Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.● Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki

kompetensi sesuai.● Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak

memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.● Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki

kompetensi dan kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan pemberitahuan perihal penggantian tersebut.

● Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien.

● Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan

Page 4: Ske 1 Medikolegal

atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien.

● Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien.

● Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.

● Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat atau wali atau pengampunya.

● Dengan sengaja tidak membuat atau menyimpan Rekam Medik sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan atau etika profesi.

● Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan dan etika profesi.

● Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri dan atau keluarganya.

● Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau ketrampilan atau teknologi yang belum diterima, atau diluar tata cara praktik kedokteran yang layak.

● Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai subyek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik dari lembaga yang diakui pemerintah.

● Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.

● Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah sebagaimana diatur dalam perundang undangan atau etika profesi

● Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan atau etika profesi.

● Membuat keterangan medik yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang diketahuinya secara benar dan patut.

● Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan atau eksekusi hukuman mati.

● Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya ( NAPZA ) yang tidak sesuai dengan perundang undangan dan etika profesi.

● Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan terhadap pasien, ditempat praktik.

● Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya.● Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau

memberikan resep obat/alat kesehatan.● Mengiklankan kemampuan /pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan

yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.● Ketergantungan pada narkotika, psikotropika, alkohol serta zat adiktif lainnya.● Berpraktik dengan menggunakan STR atau SIP dan/atau sertifikat kompetensi

yang tidak sah.● Ketidakjujuran dalam menentukan jasa medik.● Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan

MKDKI untuk pemeriksaan pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.

Page 5: Ske 1 Medikolegal

Sumber: Buku Himpunan Peraturan tentang MKDKI Tahun 2008

MKEK Bagian XIII pasal 29ETIK PROFESI KEDOKTERANWorld Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menelorkan sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian profesi).Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (Makersi).Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERANDalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa

Page 6: Ske 1 Medikolegal

melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran.MKDKI bertujuan menegakkan disiplin dokter / dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran. Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah “disiplin profesi”, yaitu permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran seorang profesional atas peraturan internal profesinya, yang menyimpangi apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang (profesional) dengan pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK.Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses persidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinya berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan – tanpa adanya keharusan saling berhubungan di antara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim.Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh :1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang dibutuhkan2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.Majelis etik ataupun disiplin umumnya tidak memiliki syarat-syarat bukti seketat pada hukum pidana ataupun perdata. Bar’s Disciplinary Tribunal Regulation, misalnya, membolehkan adanya bukti yang bersifat hearsay dan bukti tentang perilaku teradu di masa lampau. Cara pemberian keterangan juga ada yang mengharuskan didahului dengan pengangkatan sumpah, tetapi ada pula yang tidak mengharuskannya. Di Australia, saksi tidak perlu disumpah pada informal hearing, tetapi harus disumpah pada formal hearing (jenis persidangan yang lebih tinggi daripada yang informal).Sedangkan bukti berupa dokumen umumnya di”sah”kan dengan tandatangan dan/atau stempel institusi terkait, dan pada bukti keterangan diakhiri dengan pernyataan kebenaran keterangan dan tandatangan (affidavit).

Page 7: Ske 1 Medikolegal

Dalam persidangan majelis etik dan disiplin, putusan diambil berdasarkan bukti-bukti yang dianggap cukup kuat. Memang bukti-bukti tersebut tidak harus memiliki standard of proof seperti pada hukum acara pidana, yaitu setinggi beyond reasonable doubt, namun juga tidak serendah pada hukum acara perdata, yaitu preponderance of evidence. Pada beyond reasonable doubt tingkat kepastiannya dianggap melebihi 90%, sedangkan pada preponderance of evidence dianggap cukup bila telah 51% ke atas. Banyak ahli menyatakan bahwa tingkat kepastian pada perkara etik dan disiplin bergantung kepada sifat masalah yang diajukan. Semakin serius dugaan pelanggaran yang dilakukan semakin tinggi tingkat kepastian yang dibutuhkan.5

Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya. Di Australia digunakan berbagai istilah seperti unacceptable conduct, unsatisfactory professional conduct, unprofessional conduct, professional misconduct dan infamous conduct in professional respect. Namun demikian tidak ada penjelasan yang mantap tentang istilah-istilah tersebut, meskipun umumnya memasukkan dua istilah terakhir sebagai pelanggaran yang serius hingga dapat dikenai sanksi skorsing ataupun pencabutan ijin praktik. Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK.Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.

2. Mal praktek1.PengertianSecara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”.Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World Medical Associations) (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien). Black's Law Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai "professional misconduct or unreasonable lack of skill" atau "failure of one rendering professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under all the circumstances in the community by the average prudent reputable member of the profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon them".Pengertian malpraktik di atas bukanlah monopoli bagi profesi medis, melainkan juga

Page 8: Ske 1 Medikolegal

berlaku bagi profesi hukum (misalnya mafia peradilan), akuntan, perbankan (misalnya kasus BLBI), dan lain-lain. Pengertian malpraktik medis menurut World Medical Association (1992) adalah: "medical malpractice involves the physician's failure to conform to the standard of care for treatment of the patient's condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient."Dari segi hukum, di dalam definisi di atas dapat ditarik pemahaman bahwa malpraktik dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran / ketidak-kompetenan yang tidak beralasan.Professional misconduct yang merupakan kesengajaan dapat dilakukan dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi, hukum administratif, serta hukum pidana dan perdata, seperti melakukan kesengajaan yang merugikan pasien, fraud, "penahanan" pasien, pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran, aborsi ilegal, euthanasia, penyerangan seksual, misrepresentasi atau fraud, keterangan palsu, menggunakan iptekdok yang belum teruji / diterima, berpraktek tanpa SIP, berpraktek di luar kompetensinya, dll.  Kesengajaan tersebut tidak harus berupa sengaja mengakibatkan hasil buruk bagi pasien, namun yang penting lebih ke arah deliberate violation (berkaitan dengan motivasi) ketimbang hanya berupa error (berkaitan dengan informasi).Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance. Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai (pilihan tindakan medis tersebut sudah improper). Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur. Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error (mistakes, slips and lapses) yang telah diuraikan sebelumnya, namun pada kelalaian harus memenuhi ke-empat unsur kelalaian dalam hukum - khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan dampak buruk (lihat pula bagan 1).Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain.Unsur dalam mal praktek

Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, ia hanya melakukan malpraktik etik. Untuk dapat menuntuk pergantian kerugian (perdata)karena kelalaian , penggugat harus dapat membuktikan adanya 4 unsur :

● Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien● Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan● Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya

Page 9: Ske 1 Medikolegal

● Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar

Res Ipsa Loquitur : fakta berbicara

3.Rekam MedisRekam Medis Kesehatan menurut Lampiran SK PB IDI No 315/PB/A.4/88 adalah rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medis / kesehatan kepada seorang pasien.

Isinya adalah:Kumpulan bukti bukti dalam bentuk berkas catatan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya, hasil pemeriksaan laboratorium, gejala gejala yang timbul. Singkatnya mengenai segala sesuatu yang telah dilakukan di RS selama pasien dirawat, termasuk Informed Consent yang sudah dibubuhi tanda tangan yang dilekatkan pada berkas Rekam Medis tersebut. Kegunaan dari Rekam Medis merupakan 'flash back' tentang apa apa saja yang dilakukan selama pasien dirawat di RS tersebut.

Kegunaan Rekam Medis menurut Pasal 70 Permenkes No 749 tahun 1989 adalah:1. Berkas Rekam Medis milik sarana pelayanan kesehatan.

2. Isi Rekam Medis milik RS, pasien hanya mendapat fotocopi resume.Pasal 11 : Rekam Medis wajib dijaga kerahasiaannya.Pasal 12 : Pemaparan isi Rekam Medis hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat dengan izin dari pasien.

Isi Rekam Medis:

1. Data PribadiNama, nomor KTP, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, alamat sekarang, keluarga terdekat, pekerjaan, nama dokter dan keterangan yang diperlukan untuk identifikasi lainnya

2. Data FinansialNama / alamat majikan / perusahaan, perusahaan asuransi yang menanggung, tipe asuransi, nomor polis, dsb.3.Data SosialKewarganegaraan / kebangsaan, hubungan keluarga, agama, penghidupan, kegiatan masyarakat dan data data lain mengenai kedudukan sosial pasien.4. Data MedisMerupakan rekam klinis dari pasien, rekaman pengobatan yang berkesinambungan yang diberikan kepada pasien selama ia dirawat di RS. Data data ini memuat hasil hasil pemeriksaan fisik, riwayat penyakit, pengobatan yang diberikan, laporan kemajuan pengobatan, instruksi dokter, laporan lab klinik, laporan laporan konsultasi, anestesi, operasi, formulir Informed Consent, catatan perawat dan laporan / catatan lain yang terjadi dan dibuat selama pasien dirawat.

Kegunaan Rekam Medis menurut Permenkes No 749 tahun 1989 adalah sebagai:a. Atas dasar apa pasien dirawat dan adakah monitor dan evaluasi pengobatan selama

Page 10: Ske 1 Medikolegal

dalam perawatan.

b. Data data rekam medis dapat dipakai sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum.c. Data data tersebut kemudian dapat dipakai untuk keperluan penelitian dan pendidikan.d. Data data tersebut dapat dipakai sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.e. Serta sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

Semua catatan tulisan dalam Rekam Medis harus dapat dibaca dan lengkap, harus otentik dan diberi tanggal dan waktu, langsung oleh orang yang bertanggung jawab untuk memberi instruksi, memberi atau mengevaluasi pelayanan yang diberikan ( identifikasi dengan nama dan disiplin ilmu, tanda tangan, inisial tertulis atau pemasukan pakai komputer ). Dalam hal dokter memberi instruksi via telepon untuk suatu tindakan medis, harus diterima oleh perawat senior, perawat tersebut harus membaca ulang perintah tersebut dan mencatatnya di rekam medik pasien. Dalam waktu paling lama 24 jam dokter yang memberi perintah harus menandatangani catatan perintah tersebut.

Semua catatan data harus mendokumentasikan:

1. Bukti dari pemeriksaan fisik, termasuk riwayat kesehatan dan dilakukan tidak lebih lama dari 7 hari sebelum masuk rawat atau dalam jangka waktu 48 jam sesudah masuk rumah sakit.2. Diagnosa masuk rawat.3.Hasil dari evaluasi konsultasi pasien dan temuan yang cocok dengan staf klinik dan staf lainnya dalam merawat pasien.4. Dokumentasi komplikasi, infeksi yang timbul di rumah sakit dan reaksi tidak cocok dengan obat dan anestesi.5. Dijalankan dengan tepat formulir Informed Consent untuk prosedur dan tindakan yang ditentukan oleh staf medis, atau Hukum Federal atau Hukum Negara, apabila cocok, untuk memperoleh persetujuan.

Semua instruksi dokter, catatan perawat, laporan dari tindakan, data medikasi, rodiologi dan hasil laboratorium, serta tanda tanda vital dan informasi lain yang diperlukan untuk memonitor keadaan pasien, harus di dokumentasikan dalam Rekam Medis, termasuk catatan pemulangan pasien dengan hasil masuk rawat, catatan kasus dan catatan pemberian perawatan follow up. Tidak lupa cantumkan diagnosis akhir/Ringkasan Pulang dengan melengkapi Rekam Medis dalam waktu 30 hari sesudah pemulangan pasien.

Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada Rekam Medis, dapat dilakukan pembetulan. Pembetulan hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa penghapusan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter., dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan. ( Pasal 5 Ayat 5 dan 6 Permenkes No 269 / Menkes / PER / III / 2008.

Sayangnya UU Praktik Kedokteran tidak menyebutkan sampai kapan Rekam Medis ini harus disimpan dalam arsip seorang dokter atau dokter gigi, apalagi penyimpanan arsip

Page 11: Ske 1 Medikolegal

seringkali memerlukan penangan khusus yang tidak sesederhana seperti yang kita bayangkan. Tetapi dalam Permenkes No269/ Menkes / Per / III / 2008 Pasal 8 dicantumkan Rekam Medis pasien rawat inap RS wajib disimpan sekurang kurangnya untuk 5 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan. Sesudah jangka waktu 5 tahun dilampaui, Rekam Medis tersebut dapat dimusnahkan kecuali Ringkasan Pulang dan Informed Consent, yang masih harus disimpan untuk jangka waktu 10 tahun, terhitung tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.Rekam Medis pada sarana pelayanan kesehatan non RS wajib disimpan sekurang kurangnya untuk jangka waktu 2 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien tersebut berobat.

Sumber: Buku Quo Vadis Kliniko Mediko Legal Indonesia dan Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di IndonesiaJENIS DAN ISI REKAM MEDISPasal 2(1) Rekam medís harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik.(2) Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.

Pasal 3(1) isi rekam medís untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya memua! :a. identitas pasien;b. tanggal dan waktu;c. hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayaî penyakjt;d. hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;e. diagnosis;f. rencana penatalaksanaan;g. pengobatan dan/atau tindakan;h. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien;i. untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik; danj. persetujuan tindakan bila diperlukan.

(2) Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu nari sekurang-kurangnya memuat :a. identitas pasien;b. tanggal dan waktu;c. hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;d. hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;e. diagnosis;f. rencana penatalaksanaan,g. pengobatan dan/atau tindakan;h. persetujuan tindakan bila diperlukan;i. catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;j ringkasan pulang (discharge summary),k. ñama dan tanda tangán dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan;I. pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu; danm. untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.

Page 12: Ske 1 Medikolegal

(3) Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat, sekurang-kurangnya memuat :a. identitas pasien;b. kondísi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan;c. identitas pengantar pasien;d. tanggal dan waktu;e. hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;f. hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;g. diagnosis;h. pengobatan dan/atau tindakan;i. ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut;j. ñama dan tanda tangán dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan;k. sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain; danI. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

(4) Isi rekam medís pasien dalam keadaan bencana. selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditambah dengan :a. jenis bencana dan lokasi dimana pasien dítemukan;b. kategori kegawatan dan nomor pasien bencana masal; danc identitas yang menemukan pasien;

(5) Isi rekam medís untuk pelayanan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.(6) Pelayanan yang díberikan dalam ambulans atau pengobatan masal dicatat dalam rekam medís sesuai ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (3) dan disimpan pada sarana pelayanan kesehatan yang merawatnya.

Pasal 4(1) Ringkasan pulang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) harus dibuat oleh dokter atau dokter gigi yang melakukan perawatan pasien.(2) Isi ríngkasan pulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :a. identitas pasien;b. diagnosis masuk dan ¡ndikasi pasien dirawat;C. ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir. pengobatan dan tindak lanjut; dand. ñama dan tanda tangán dokter atau dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan.TATA CARA PENYELENGGARAANPasal 5(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib rnembuat rekam medis.(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan.(3) Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah díberikan kepada pasien.

Page 13: Ske 1 Medikolegal

(4) Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi ñama, waktu dan tanda tangán dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yangmemberikan pelayanan kesehatan secara langsung,(5) Dalam hai terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat dilakukan pembetulan.(6) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.

Pasal 6Dokter, dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan tertentu bertanggungjawab atas catatan dan/atau dokumen yang dibuat pada rekam medis.

Pasal 7Sarana pelayanan kesehatan wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dafam rangka penyelenggaraan rekam medis.

BAB IVPENYIMPANAN, PENIUSNAHAN, DAN KERAHASIAANPasal 8(1) Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan.(2) Setelah batas waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik.(3) Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disimpan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.(4) Penyimpanan rekam medis dan ringkasan pulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan, ayat (3), dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

Pasal 9(1) Rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat.(2) Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan.

Pasal 10(1) Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.(2) Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hai :a. untuk kepentingan kesehatan pasien;b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan;c. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;

Page 14: Ske 1 Medikolegal

d permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dane. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.(3) Permintaan rekam medis untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan secara tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

Pasal 11(1) Penjelasan tentang ¡si rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.(2) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB VKEPEMILIKAN, PEMANFAATAN DAN TANGGUNG JAWABPasal 12(1) Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan(2) Isi rekam medis merupakan milik pasien(3) Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan rekam medis.(4) Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.

Pasal 13(1) Pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai:a. pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;b. alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi;c. keperluan pendidikan dan penelitian;d dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan; dane. data Statistik kesehatan(2) Pemanfaatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang menyebutkan identitas pasien harus mendapat persetujuan secara tertulis dari pasien atau ahli warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya.(3) Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan negara.

Pasal 14Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan,dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis.

INFORMED CONSENT

Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI

Page 15: Ske 1 Medikolegal

No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.

Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian.Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:1. Diagnosa yang telah ditegakkan.2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut.5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan yang lain.6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran :a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan ( Ayat 2 ).

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.PIHAK YANG BERHAK MENYATAKAN PERSETUJUAN:

● Pasien sendiri (bila telah berumur 21 tahun atau telah menikah)● Bagi pasien di bawah umur 21 tahun diberikan oleh mereka menurut hak

sebagai berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Saudara-saudara kandung.● Bagi yang di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang

tuanya berhalangan hadir diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (l) Ayah/ibu adopsi, (2) Saudara-saudara kandung, (3) Induk semang.

● Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Wali yang sah, (3) Saudara-saudara kandung.

Page 16: Ske 1 Medikolegal

● Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), diberikan menurut urutan hak sebagai berikut: (1) Wali, (2) Curator.

● Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: a. Suami/istri, b. Ayah/ibu kandung, c. Anak-anak kandung, d. Saudara-saudara kandung.

[Wali: yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum atau yang menurut hukum menggantikan kedudukan orang tua. Induk semang : orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain seperti pimpinan asrama dari anak perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa.]

Tujuan Informed Consent:a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )

Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ).Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).

Sumber: Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia

4. Undang-Undang Kesehatan