wrap up skenario 1 medikolegal

49
SKENARIO 1 DARI MEJA OPERASI KE MEJA HIJAU Kelompok A - 4 KETUA Lamia Adilia (110.2009155) SEKERTARIS Mustika Nur Jayasari (110.2008.169) ANGGOTA Erikawati Renny A (110.2009.099) Eva Ropiah (110.2008.095) Arie Ramdhani P. (110.2009.041) Bella N. Virgianty (110.2009.055) Bahrun (110.2009.053) Isti Iryan Prianti (110.2009.146) Izza Aliya (110.2008.124)

Upload: hilyajae-hee

Post on 30-Sep-2015

280 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

HAHA

TRANSCRIPT

SKENARIO 1

DARI MEJA OPERASI KE MEJA HIJAU

Kelompok A - 4

KETUA

Lamia Adilia (110.2009155)

SEKERTARIS

Mustika Nur Jayasari (110.2008.169)

ANGGOTA

Erikawati Renny A (110.2009.099)

Eva Ropiah (110.2008.095)

Arie Ramdhani P. (110.2009.041)

Bella N. Virgianty (110.2009.055)

Bahrun

(110.2009.053)

Isti Iryan Prianti (110.2009.146)

Izza Aliya

(110.2008.124)

Fakultas Kedokteran

Universitas Yarsi

2012Dari Meja Operasi Ke Meja Hijau

Pasien perempuan, 37 tahun datang dengan keluhan nyeri pada pinggang dan gangguan menstruasi. Pasien datang ke RSUD Marabahan Kalimantan Selatan pada tanggal 10 Maret 2007. Pasien diperiksa pertama kali oleh dr.R, SpOG. Dokter pun menyarankan untuk dilakukan operasi. Diagnosis awal dari rekam medis diketahui bahwa pasien tersebut menderita suspect cysta ovarii, yang ditunjang dengan hasil pemeriksaan USG dengan diagnosis hydronefrosis ginjal dan asites, dr.R mengatakan, Ibu nggak usah pulang,langsung masuk untuk opname saja. Merasa penyakitnya sudah berat pasien dan keluarganya menyetujui untuk rawat inap. Dengan diantar oleh Ibu Nisma sebagai kepala perawat, pasien masuk Pav Kenanga II. Pasien disarankan membawa kain 3 buah dan blus. Keesokan harinya Pukul 07.00 WIB, baru dipasang infus. Karena dr.R adalah dokter senior dengan banyak kesibukan dan akan mengikuti kongres di luar negeri, maka operasi akan dilakukan oleh dr.S, SpOG selaku junior dan bekas murid dr.R. Hal ini pun sudah diberitahukan kepada pasien dan pasien setuju. Pada tanggal 11 Maret 2007 Pukul 09.30 WIB, pasien dibawa ke kamar operasi. Disana sudah ada dr.S bersama dokter residen (calon dokter spesialis yang masih dalam masa pendidikan) maupun perawat kamar operasi. Di ruangan itu pasien mendengar pembicaraan residen yang mengatakan bahwa mereka sebenarnya bisa melakukan tetapi tidak boleh oleh dr.R.

Setelah operasi selesai, asisten dokter menanyakan keadaan pasien. Kemudian asisten dokter mengatakan kalau keadaan pasien sehat dan diperbolehkan untuk makan dan minum. Akhirnya pasien dibawa keluar kamar operasi. Disana sudah ada suami dan 2 anak laki-laki pasien serta 2 teman dari suami pasien. Suami kemudian menanyakan hasil dari operasi tersebut, karena curiga melihat perut pasien masih besar pasca operasi. Asisten mengatakan bahwa hasil operasi dibawa dr.S, SpOG.

Kemudian suami pasien mencari dokter tersebut tetapi tidak bertemu. Ketika didatangi ke polikliniknya pun diperoleh keterangan bahwa dr.S sedang rapat guna persiapan haji. Sampai hari ke 5 akhirnya suami pasien dapat bertemu dengan dr.S saat sedang melakukan visit. Suami pasien menanyakan hasil operasi yang telah dilakukan. dr.S mengatakan bahwa hasil operasi tersebut tidak ada dan penyakit pasien masih ada di dalam. Seketika itu pasien menangis dan dr.S mengatakan seharusnya Ibu bersyukur dengan adanya operasi tersebut jadi tahu penyakitnya, nanti kalau sudah pulang, pada saat kontrol lagi saya beri surat pengantar untuk diperiksa dan dioperasi di RSUD Ulin Kalimantan Selatan. 5hari setelah pulang dari RSUD Marabahan, suami pasien dengan ditemani oleh pengacara muda melaporkan kasus ini kePolres. Dan dengan surat pengaduan kepada ibu Menteri Kesehatan RI, bapak Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Selatan, Bapak Kepala Dinas, MKEK dan melakukan tindakan tegas sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Baik itu berupa pemecatan maupun pencabutan ijin praktek terhadap dokter-dokter yang bersangkutan, baik itu tim dokter yang mengoperasi, ketua komite medik, direktur RSUD Marabahan, karena fakta membuktikan telah terjadi malpraktek,dokter yang tidak profesional, bekerja tidak sesuai standar disiplin, tidak memeriksa teliti rekam medis dan pemberian informed consent yang tidak jelas.

Pengacara pasien juga menuliskan dasar gugatannya berdasarkan :1. Pasal 27 ayat 1 UUD 19452. Kitab undang-undang hukum pidana3. Kitab undang-undang hukum perdata4. UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan5. UU No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran6. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit7. Kode etik kedokteran8. UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

STEP 1

TIU 1 : Memahami dan Menjelaskan MKEK & MKDKI

1.1 : Definisi dan Fungsi MKEK & MKDKITIU 2 : Memahami dan Menjelaskan malpraktek

2.1: Definisi Malpraktek2.2: Faktor Penyebab Malpraktek2.3: Penanganan Malpraktek2.4: Pencegahan MalpraktekTIU 3 : Memahami dna Menjelaskan Rekam Medis

3.1: Definisi Rekam Medis

3.2: Tujuan Rekam Medis

3.3: Manfaat Rekam Medis

3.4: Jenis Rekam Medis

3.5: Isi Rekam Medis

3.6: Tata Cara Rekam Medis

3.7: Kerahasiaan rekam Medis

3.8: Tanggung Jawab Rekam Medis

3.9: Sanksi dan Pelanggaran Rekam Medis

TIU 4: Memahami dan Menjelaskan Informed Consent

4.1: Definisi Informed Consent

4.2: Tujuan Informed Consent

4.3: Manfaat Informed Consent

4.4: Isi Informed Consent

4.5: Jenis Informed Consent

4.6: Tata cara Informed Consent

TIU 5: Memahami dan Menjelaskan Undang- Undang yang berhubungan dengan Kesehatan & Kedokteran

5.1: Pasal 27 ayat 1 UUD 1945

: Kitab undang-undang hukum pidana

: Kitab undang-undang hukum perdata

: UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan

: UU No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran

: UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

: Kode etik kedokteran

: UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

STEP 2MANDIRI

STEP 3

TIU 1. Memahami & Menjelaskan tentang MKEK DAN MKDKI

A. MKEK

MKEK adalah badan otonom IDI yang bertanggung jawab mengkoordinasi kegiatan internal organisasi dalam pengembangan kebijakan, pembinaan pelaksanaan dan pengawasan penerapan etika kedokteran.

Tugas dan wewenanga. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semuakeputusan yang ditetapkan muktamar.b. Melakukan tugas bimbingan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan

etik kedokteran, termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur kedokteran.c. Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di Indonesia.d. Memberikan usul dan saran diminta atau tidak diminta kepada pengurus

besar, pengurus wilayah dan pengurus cabang, serta kepada Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia.e. Membina hubungan baik dengan majelis atau instansi yang berhubungan

dengan etik profesi, baik pemerintah maupun organisasi profesi lain.f. Bertanggung jawab kepada muktamar, musyawarah wilayah dan

musyawarah cabang.

B. MKDKI

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang akan berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi. MKDKI merupakan lembaga otonom dari konsil kedokteran indonesia yang bersifat independen dan berkedudukan diibukota. Anggota MKDKI terdiri dari dokter, dokter gigi, dan sarjana hukum

Tujuan penegakan disiplin adalah :

1. Memberikan perlindungan kepada pasien.

2. Menjaga mutu dokter/dokter gigi.

3. Menjaga kehormatan profesi kedokteran/kedokteran gigi.

Tugas MKDKI :

a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan dan

b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi.

Dalam melaksanakan tugas MKDKI mempunyai wewenang:

a) menerima pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi

b) menetapkan jenis pengaduan pelanggaran disiplin atau pelanggaran etika atau bukan keduanya

c) memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi

d) memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi

e) menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi

f) melaksanakan keputusan MKDKI

g) menyusun tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi

h) menyusun buku pedoman MKDKI dan MKDKI-P

i) membina, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas MKDKI-P

j) membuat dan memberikan pertimbangan usulan pembentukan MKDKI-P kepada Konsil Kedokteran Indonesia

k) mengadakan sosialisasi, penyuluhan, dan diseminasi tentang MKDKI dan dan MKDKI-P mencatat dan mendokumentasikan pengaduan, proses pemeriksaan, dan keputusan MKDKI.

TIU 2 : Memahami dan Menjelaskan malpraktek 2.1 Definisi

Malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Jika akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).

Malpraktek secara Umum, seperti disebutkan di atas, teori tentang kelalaian melibatkan lima elemen : (1) tugas yang mestinya dikerjakan, (2) tugas yang dilalaikan, (3) kerugian yang ditimbulkan, (4) Penyebabnya, dan (5) Antisipasi yang dilakukan.

Apabila tenaga tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.

Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan criminal malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni :

a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela

b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.

2.2 Penanganan

Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan melakukan kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana, malpraktik medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau kalalaian berat dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991). Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata dari dokter atau dokter gigi.

Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum pidana meliputi unsur :

1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;

2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan

3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360, KUHP.

Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :

1) Adanya unsur kelalaian (culpa).

2) Adanya wujud perbuatan tertentu .

3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.

4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu.

Tiga tingkatan culpa:

a. Culpa lata : sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius, sembrono (gross fault or neglect)

b. Culpa levis : kesalahan biasa (ordinary fault or neglect)

c. Culpa levissima : kesalahan ringan (slight fault or neglect) (Black 1979 hal. 241)

Dalam pembuktian perkara perdata, pihak yang mendalilkan sesuatu harus mengajukan bukti-buktinya. Dalam hal ini dapat dipanggil saksi ahli untuk diminta pendapatnya. Jika kesalahan yang dilakukan sudah demikian jelasnya (res ipsa loquitur, the thing speaks for itself) sehingga tidak diperlukan saksi ahli lagi, maka beban pembuktian dapat dibebankan pada dokternya.

Cara penelusuran dan pembuktian malpraktek

Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :

Cara langsung

Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :

Duty (kewajiban) : Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah bertindak berdasarkan :

Adanya indikasi medis

Bertindak secara hati-hati dan teliti

Bekerja sesuai standar profesi

Sudah ada informed consent.

Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban) : Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.

Direct Causation (penyebab langsung) : Penyebab langsung yang dimaksudkan dimana suatu tindakan langsung yang terjadi, yang mengakibatkan kecacatan pada pasien akibat kealpaan seorang dokter pada diagnosis dan perawatan terhadap pasien. Secara hukum harus dapat dibuktikan secara medis yang menjadi bukti penyebab langsung terjadinya malpraktik dalam kasus manapun. Untuk berhasilnya suatu gugatan ganti-rugi berdasarkan malpraktek medik, maka harus ada hubungan kausal yang wajar antara sikap-tindak tergugat (dokter) dengan kerugian (damage) yang menjadi diderita oleh pasien sebagai akibatnya. Tindakan dokter itu harus merupakan penyebab langsung. Hanya atas dasar penyimpangan saja, belumlah cuklup untuk mengajukan tutunyutan ganti-kerugian. Kecuali jika sifat penyimpangan itu sedemikian tidak wajar sehingga sampai mencederai pasien. Namun apabila pasien tersebut sudah diperiksa oleh dokter secara edekuat, maka hanya atas dasar suatu kekeliruan dalam menegakkan diagnosis saja, tidaklah cukup kuat untuk meminta pertanggungjawaban hukumannya. Damage (kerugian) : adalah cedera atau kerugian yang diakibatkan kepada pasien. Walaupun seorang dokter atau rumah sakit dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak sampai menimbulkan luka/cedera/kerugian (damage, injury, harm) kepada pasien, maka ia tidak dapat dituntut ganti-kerugian. Istilah luka (injury) tidak saja dala bentuk fisik, namun kadangkala juga termasuk dalam arti ini gangguan mental yang hebat (mental anguish). Juga apabila tejadi pelanggaran terhadap hak privasi orang lain.

Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).

Cara tidak langsungCara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:

a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai

b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan

c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.d. Gugatan pasien

2.3 Pencegahan

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena

perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan

berhasil (resultaat verbintenis).b.Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.

c.Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.

d.Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.

e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala

kebutuhannya.f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat

sekitarnya.

TIU 3. Memahami dan Menjelaskan Rekam Medis

3.1 Definisi Rekam MedisRekam medis mempunyai berbagai pengertian menurut pelbagai kepustakaan, antaranya adalah:

a. Menurut Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran: Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

b. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989: Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.

c. Menurut Edna K Huffman: Rekam Medis adalab berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan dan bagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama dirawat atau menjalani pengobatan.Kesemua catatan mengenai keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data tentang identitas dan data medis seorang pasien merupakan isi di dalam rekam medis. Secara umum isi Rekam Medis dapat dibagi dalam dua kelompok data yaitu:a. Data medis atau klinis: segala data tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, rontgen, diagnosis, pengobatan serta hasilnya, laporan dokter, perawat dan sebagainya. Segalam data medis ini merupakan rahsia dan tidak boleh dibuka kepada orang lain tanpa izin pasien kecuali ada alasan lain yang berkaitan peraturan atau undang-undang.

b. Data sosiologis atau non-medis: data selain data medis yaitu identitas pasien, data sosial ekonomi, alamat, pekerjaan, status perkahwinan dan sebagainya. Data ini bagi sebagian orang tidak rahsia tetapi ade juga yang mengatakan ianya rahsia.3.2 Tujuan Rekam Medis1. Untuk menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan kualitas yang tinggi serta bahan yang berguna bagi dokter pada waktu menerima pasien untuk dirawat kembali.

2. Bahan penilaian staf medik RS

3. Untuk memenuhi permintaan dari badan-badan resmi atau perseorangan tentang perawatan seorang pasien. Misalnya, dari perusahaan Asuransi (setelah persetujuan Direktur)

4. Sebagai bahan informasi bagi dokter yang bertugas, dokter yang mengirim dan dokter konsultan.

5. Untuk pasien yang meninggal dibuat laporan sebab kematian.

Kegunaan :

1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang ikut ambil bagian dalam memberi pelayanan, pengobatan dan perawatan pasien.

2. Sebagai dasar untuk perencanaan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada pasien.

3. Sebagai bukti tertulis atas segala pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di rumah sakit.

4. Sebagai dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien.

5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

6. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.

7. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien.

8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan.

Pemanfaatan rekam medis harus mendapat persetujuan secara tertulis dari pasien atau ahli warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya.

Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan negara.

3.3 Manfaat Rekam MedisMenurut Permenkes no. 749a tahun 1989, rekam medis mempunyai 5 manfaat yaitu:

a. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.

b. Bahan bukti dalam perkara hukum.

c. Bahan bagi kepentingan penelitian.

d. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.

e. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 6 manfaat, yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:

1. Adminstrative value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif

pelayanan kesehatan.

2. Legal value: Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan

3. Financlal value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien

4. Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan.

5. Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya.

6. Documentation value: Rekam medis merupakan sarana untuk penyimpanan berbagai dokumen yang berkaitan dengan kesehatan pasien.

Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan. Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat. Oleh sebab itu, di setiap institusi pelayanan kesehatan, Unit Rekam Medis dibentuk bagi menyelenggarakan proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis6.

Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut. Karena isi Rekam Medis merupakan milik pasien, maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika dokter atau petugas medis menolak memberitahu tentang isi Rekam Medis kepada pasiennya, kecuali pada keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk bertindak sebaliknya. Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik institusi, maka tidak pada tempatnya pula jika pasien meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi jika institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.

3.4 Jenis Rekam MedisTerdapat pelbagai jenis rekam medis antaranya adalah:

a. Rekam medis konvensional

b. Rekam medis elektronik

Berdasarkan Pasal 2:

(1) Rekam meds harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik.

(2) Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.

Selain itu, rekam medis juga terbagi kepada:

a. Rekam medis bagi pasien rawat jalan.

b. Rekam medis pasien rawat inap.

c. Rekam medis untuk pasien gawat darurat.

d. Rekam medis pasien dalam keadaan bencana.

Yang berkewajiban membuat rekam medis adalah tenaga kesehatan yang terdiri daripada:

a. Dokter dan dokter gigi

b. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.

c. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.

d. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.

e. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.

f. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.

g. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analisi kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik, teknisi tranfusi dan perekam medis.

3.5 Isi Rekam medisIsi rekam medis untuk pasien rawat jalan sekurang-kurangnya:

a. Identitas pasien

b. Tanggal dan waktu

c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit

d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik

e. Diagnosis

f. Rencana penatalaksanaan

g. Pengobatan dan/atau tindakan

h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

i. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik dan

j. Persetujuan tindakan yang diperlukan.

Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari:

a. Point a-g

b. Persetujuan tindakan bila diperlukan

c. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan

d. Ringkasan pulang (discharge summary)

e. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan.

f. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu dan

g. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik

Resume akhir

Resume ini dibuat segera setelah pasien dipulangkan. Isi resume harus singkat, menjelaskan informasi penting tentang penyakit, pemeriksaan yang dilakukan dan pengobatannya.

Isinya antara lain:

1. Mengapa pasien masuk RS (anamnesis).

2. Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, rontgen, dan lain-lain.

3. Pengobatan dan tindakan operasi yang dilaksanakan.

4. Keadaan pasien waktu keluar (perlu berobat jalan, mampu untuk bekerja, dll)

5. Anjuran pengobatan dan perawatan (nama obat dan dosisnya, tindakan pengobatan lain, dirujuk kemana, perjanjian untuk datang lagi, dll)

3.6 Tata Cara Rekam MedisTata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis

Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter dan dokter gigi wajib membuat rekam medis dalam menjalankan praktik kedokteran. Setelah memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada pasien, dokter dan dokter gigi segera melengkapi rekam medis dengan mengisi atau menulis semua pelayanan praktik kedokteran yang telah dilakukannya.

Setiap catatan dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Apabila dalam pencatatan rekam medis menggunakan teknlogi informasi elektronik, kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan nomor identitas pribadi/personal identification number (PIN).

Dalam hal terjadi kesalahan saat melakukan pencatatan pada rekam medis, catatan dan berkas tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun. Perubahan catatan atas kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan dengan pencoretan dan kemudian dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan. Lebih lanjut penjelasan tentang tata cara ini dapat dibaca pada Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rekam Medis dan pedoman pelaksanaannya.Dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu bertanggung jawab atas catatan dan/atau dokumen yang dibuat pada rekam medis.

Berdasarkan Pasal 5 PERMENKES No. 260/MENKES/PER/III/2008

1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis

2. Rekam medis harus segera dibuat dan dilengkapi setelah pasien mendapatkan pelayanan

3. Pembuatan rekam medis dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

4. Setiap pencatatan dari rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu, yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung

5. Jika terjadi kesalahan dalam pencatatan rekam medis dapat dilakukan pembetulan

6. Pembetulan hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan pencatatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf tenaga kesehatan yang bersangkutan.

Penyimpanan, Pemusnahan dan Kerahasiaan Rekam Medis

Berdasarkan Pasal 8 PERMENKES No. 269/MENKES/PER/III/2008

1. Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan

2. Setelah batas waktu 5 tahun sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik

3. Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik sebagaiman dimaksud pada ayat (2) harus disimpan untuk jangka waktu 10 tahun terhitung dari tanggal ringkasan itu dibuat

4. Penyimpanan rekam medis dan ringkasan pulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan saranan pelayanan kesehatan

Berdasarkan Pasal 9 PERMENKES No. 269/MENKES/PER/III/2008

1. Rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat

2. Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui, maka rekam medis dapat dimusnahkan

Berdasarkan Pasal 10 PERMENKES No. 269/MENKES/PER/III/2008

1. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas peneglola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan

2. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal :

a. untuk kepentingan kesehatan pasien;

b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan;

c. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;

d. permintaan institusi/ lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan

e. untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.

3. Permintaan rekam medis untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan secara tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan

Berdasarkan Pasal 11 PERMENKES No. 269/MENKES/PER/III/2008

1. Penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan perundang-undangan

2. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan perundang-undangan

Berdasarkan KUHP Pasal 322

Barang siapa sengaja membuka sesuatu rahasia yang menurut jabatannya atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, ia diwajibkan menyimpannya, dihukum penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyak Rp 9.000,-

Kepemilikan dan Tanggung jawab Rekam Medis

Berdasarkan Pasal 12 PERMENKES No. 269/MENKES/PER/III/2008

1. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan

2. Isi rekam medis merupakan milik pasien

3. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan rekam medis

4. Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu

Berdasarkan Pasal 14 PERMENKES No. 269/MENKES/PER/III/2008

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak,pemalsuan, dan/atau penggunaan oleh orang lain atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis

Sanksi Jika Seorang Dokter Tidak Membuat Rekam Medis

Berdasarkan UU RI No. 29 Tahun 2004 Pasal 79

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang :

a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaiman dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);

b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atau

c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d atau huruf e

Berdasarkan UU RI No. 29 Tahun 2004 Pasal 69. Sanksi Admistratif

1. Keputusan MKDKI mengikat dokter, dokter gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia

2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin

3. Sanksi didiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :

a. pemberian peringatan tertulis;

b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau

c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi

TIU 4 : Memahami dan Menjelaskan Informed Consent4.1 Pengertian Informed Consent

Munurut Permenkes No.585/Menkes/Per/IX/1989, PTM berarti persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Dari pengertian di atas PTM adalah persetujuan yang diperoleh dokter sebelum melakukan pemeriksaan, pengobatan atau tindakan medik apapun yang akan dilakukan.

4.2 Tujuan Informed Consent

1. Perlindungan pasien untuk segala tindakan medik. Perlakuan medik tidak diketahui/disadari pasien/keluarga, yang seharusnya tidak dilakukan ataupun yang merugikan/membahayakan diri pasien.

2. Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga serta dianggap meragukan pihak lain. Tak selamanya tindakan dokter berhasil, tak terduga malah merugikan pasien meskipun dengan sangat hati-hati, sesuai dengan SOP. Peristiwa tersebut bisa risk of treatment ataupun error judgement.

A. DASAR HUKUM INFORMED CONSENT

1 UU No. 32 tahun 1992 tentang kesehatan

2 Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1998 tentang Tenaga Kesehatan

3 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 159 b/Menkes/SK/Per/II/1998 tentang RS

4 Peraturan Mentri kesehatan RI No. 749A/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Rekam Medis/Medical Record

5 Peraturan Mentri Kesehatan RI nomor 585/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Pesetujuan Tindakan Medis

6 Kep Menkes RI No. 466/Menkes/SK dan Standar Pelayanan Medis di RS

7 Fatwa Pengurus IDI Nomor : 319/PB/A.4/88 tertanggal 22 Pebruari 1988 tentang Informed Consent

8 Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1981 tertanggal 16 Juni 1981 tentang Bedah Mayat Klinik dan Bedah Mayat Anatomis serta Tranplantasi Alat dan/atau Jaringan Tubuh Manusia.

B. BENTUK INFORMED CONSENT

1. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.

2. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti jantung.

3. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal, pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan invasive.

C. KETENTUAN INFORMED CONSENT

Ketentuan persetujuan tidakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik No.HR.00.06.3.5.1866 Tanggal 21 April 1999, diantaranya :

1 Persetujuan atau penolakan tindakan medik harus dalam kebijakan dan prosedur (SOP) dan ditetapkan tertulis oleh pimpinan RS.

2 Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter

3. Informed Consent dianggap benar :

a. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan secara spesifik.

b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (valuentery)

c. Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang sehat mental dan memang berhak memberikan dari segi hukum

d. Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan

4 Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :

a. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan (purhate of medical procedure)

b. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical procedure)

c. Tentang risiko

d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

e. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko risikonya (alternative medical procedure and risk)

f. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan

g. Diagnosis

5. Kewajiban memberi informasi dan penjelasan

Dokter yang melakukan tindakan medis tanggung jawab

Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain, dengan diketahui dokter yang bersangkutan

6. Cara menyampaikan informasi

Lisan

Tulisan

7. Pihak yang menyatakan persetujuan

a. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah

b. Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :

Ayah/ibu kandung

Saudara saudara kandung

c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak :

Ayah/ibu adopsi

Saudara-saudara kandung

Induk semang

d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :

Ayah/ibu kandung

Wali yang sah

Saudara-saudara kandung

e. Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle) :

Wali

Kurator

f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua

Suami/istri

Ayah/ibu kandung

Anak-anak kandung

Saudara-saudara kandung

8. Cara menyatakan persetujuan

Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi

Lisan; tindakan tidak beresiko

9. Jenis tindakan medis yang perlu informed consent disusun oleh komite medik ditetapkan pimpinan RS.

10. Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga pasien.

13. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan

Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai salah satu saksi

Materai tidak diperlukan

Formulir asli harus dismpan dalam berkas rekam medis pasien

Formulir harus ditandatangan 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan

Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah diberikan informasi

Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanannya

14. Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada rekam medisnya.

4.3 Manfaat Informed Consent

1. Promosi dari hak otonomi perorangan

2. Proteksi dari pasien dan subjek

3. Mencegah penipuan atau paksaan

4. Rangsangan kepada profesi medis intropeksi terhadap diri sediri

5. Promosi dari keputusankeputusan yang rasional

6. Keterlibatan masyarakat sebagai

Nilai sosial

Pengawasan

HAKIKAT INFORMED CONSENT

1. Merupakan sarana legimitasi bagi dokter untuk melakukan intervensi medik yang mengandung resiko serta akibat yang tidak menyenangkan

2. Merupakan pernyataan sepihak; maka yang menyatakan secara tertulis (written consent) hanya yang bersangkutan saja yang seharusnya menandatangani

3. Merupakan dokumen walau tidak pakai materai tetap syah.

ASPEK HUKUM INFORMED CONSENT

1. Pasal 1320 KUHPerdata syarat syahnya persetujuan

Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Kecakapan untuk berbuat suatu perikatan

Suatu hal tertentu

Suatu sebab yang halal

2. Pasal 1321 tiada sepakat yang syah apabila sepakat itu diberikan karena kehilafan atau diperlukan dengan paksaan atau penipuan

3. KUHPidana pasal 351

Penganiayaan dihukum dengan hukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.

Menjadikan luka berat hukum selama-lamanya 5 tahun (KUHP 20)

Membuat orang mati hukum selam-lamanya 7 tahun (KUHP 338)

4. UU No. 23/1992 tentang kesehatan pasal 53

Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya

Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien

Hak pasien antara lain ; hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion).

5. UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5,) (6)

Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan

6. Permenkes No. 585/1989 tentang persetujuan tindakan medis

Dokter melakukan tindakan medis tanpa informed consent dari pasien atau keluarganya saksi administratif berupa pencabutan surat ijin prakteknya.

MASALAH YANG SERING TIMBUL

Pengertian informed consent itu sendiri yang disalah artikan oleh pasien, dokter & RS.

Dokter atau RS sering berpendapat kalau pasien telah memberikan persetujuan untuk dilakukan tindakan medik, maka berarti dokter atau RS akan bebas dari tuntutan/gugatan pasien, sebab dengan telah diberikannya persetujuan, berarti pasien telah melepaskan haknya untuk menuntut/menggugat & sebaliknya pasien menganggap kalau sudah setuju, berarti dia sudah kehilangan hak untuk menuntut & menggugat. Konstruksi pemikiran ini adalah salah, sebab persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter atau RS adalah persetujuan untuk dilakukan tindakan medik atas dirinya. Apabila dokter melakukan kesalahan atau kelalaian, kemudian kesalahan atau kelalaian itu menimbulkan kerugian kepada pasien, maka pasien mempunyai hak untuk menggugat atau menuntut dokter atauRS yang bersangkutan.

Banyaknya informasi yang dapat atau harus diberikan kepada pasien

Bahasa yang dipakai oleh dokter dalam menyampaikan informasi.

TIU 5. Memahami dan Menjelaskan tentang undang undang yang berhubungan dengan kesehatan dan kedokteran

1. Undang-Undang Dasar 1945

Pasal27(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.2. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Pasal 4

Hak Konsumen:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk diberlakuakan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

g. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 5

Kewajiban konsumen:

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Pasal 7Kewajiban pelaku usaha:

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

c. memperlakuakan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

d. memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

Pasal 8

1) pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan-perundangan.

Pasal 19

Tanggung Jawab Pelaku Usaha

1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2) ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3) pemberian ganti rugi sebagaiman dimaksud ayat (1) dan (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan.

3. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERANPasal 3

Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :

a) memberikan perlindungan kepada pasien;

b) mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan

c) memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

Fungsi, Tugas, dan Wewenang

Pasal 6

Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.

Pasal 7

(1) Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas :

a. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;

b. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan

c. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.

(2) Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.

Pasal 8

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai wewenang :

a. menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi;

b. menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;

c. mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi;

d. melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;

e. mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;

f. melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; dan

g. melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.

tentang persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi Pasal 45 1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

2. Persetujuan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.

3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c. Alternatif tindakan lain dan resikonya;

d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.

tentang hak dokter atau dokter gigi

Pasal 50

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :

a) memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

b) memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;

c) memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan

d) menerima imbalan jasa.

Pasal 51

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;

d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Hak dan Kewajiban Pasien

Pasal 52

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:

a) mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);

b) meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

c) mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

d) menolak tindakan medis; dan

e) mendapatkan isi rekam medis.

Pasal 53

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :

a) memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;

b) mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

c) mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan

d) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima

Tentang Pengaduan

Pasal 66

(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :

a. identitas pengadu;

b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan; dan

c. alasan pengaduan.

(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Sebagai keputusan:

Pasal 69

(1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.

(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.

(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :

a. pemberian peringatan tertulis;

b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau

c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.

Analisis: Setiap tindakan dokter/ dokter gigi yang terbukti bersalah akan ditindak dan mendapatkan sanksi.

4. SANKSI HUKUM PIDANA

Pasal 267 KUHP (surat keterangan palsu)

1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit , kelemahan atau cacat, diancam dengan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seorang kedalam rumah sakit gila atau menahannya disitu , dijatuhkan pidana paling lama delapan tahun enam bulan.

3. Di ancam dengan pidana yang sama ,barangsiapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran

Pasal 268 KUHP

1. Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat , dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung (verzekeraar), diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

2. Diancam dengan pidana yang sama ,barangsiapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu

PASAL 359 KUHP

Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan matinya orang lain , diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun

PASAL 360 KUHP

1. Barangsiapa karena kelalainnyamenyebabkan orang lain menderita luka berat,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun

2. Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga menderita sakit untuk sementara waktu atau tidak dapat menjalankan jabatan atau perkejaannya selama waktu tertenu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan enam bulan atau denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah5,6

5. SANKSI HUKUM PERDATA Pasal 1338 KUH Perdata ( wan prestasi )

1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alas an-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

3. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikadbaik

Pasal 1365 KUH Perdata

1.Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Pasal 1366 KUH Perdata( Kelalaian )

1.Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya , tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalainnnya atau

kurang hati hatinya

Pasal 1370 KUH Perdata

Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain ) dengan sengaja atau kurang hati hatinya seeorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau korban orang tua yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukanya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut keadaan .

Pasal 55 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibatkesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan .

2. Ganti rugi sebagaimana diatur dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku6. UU NO.44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT

tentang asas dan tujuan

Pasal 3Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:

b.memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;

tentang kewajiban dan hak

Pasal 29

Ayat (1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban :

l.memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien;

m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien;

tentang kewajiban pasien

Pasal 31

(1) Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan yang diterimanya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan Peraturan Menteri.

tentang hak pasien

Pasal 32

Setiap pasien mempunyai hak:

d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;

f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;

j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;

q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana;

Pasal 32 yang digunakan apabila pasien mengeluhkan ke publik,

r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

tentang pengelolaan klinik

Pasal 37

(1) Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.

Pasal 46 tanggungjawab hukum

Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

7. UU KESEHATAN No. 36 Tahun 2009

Sebagai tuntutan:

Pasal 23

(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

(2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.

(3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.

(4) Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.

(5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 24

(1)Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.

(2)Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.

(3)Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 49

(2)Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial, nilai, dan norma agama, sosial budaya, moral, dan etika profesi.

Sebagai dasar pembelaan dokter:

Pasal 27

(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

(3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Sebagai penyelesaiannya:

Pasal 29

Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.

Sebagai dasar tuntutan:

Pasal 58

(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8. KODE ETIKA

KEWAJIBAN UMUM

Pasal1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter.

Pasal2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standard profesi yang tertinggi.

Pasal3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan

hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan

dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal6

Setiap dokter harus senantiasa berhati hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan tehnik atau pengobatan

baru yang belum diuji kebenarannya dan hal hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya..

Pasal7a

Seorang dokter harus, dalam setiappraktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan

teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang ( compassion ) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dansejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan

sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau

penggelapan, dalam menangani pasien.

Pasal7c

Seorang dokter harus menghormati hak hak pasien, hak hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus

menjaga kepercayaan pasien.

Pasal7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup mahluk insani.

Pasal8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh ( promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif ), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar benarnya.

Pasal9

setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada

orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi kedokteran/kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA1. Etika Kedokteran Indonesi. [online]. 2008. [cited 25 January 2011]. Available from: http://www.freewebs.com/etikakedokteranindonesia/2. Hanafiah, M.Jusuf dan Amri Amir. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan Edisi 3. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.3. Suprapti, Samil, Prof. dr. Ratna. Etika Kedokteran Indonesia. Edisi 2. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.4. Rizaldy Pinzon. Strategi 4s untuk pelayanan medik berbasis bukti. Cermin dunia kedokteran 163:Vol 36;2009;208.5. Bagian kedokteran forensik. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Hukum perdata yang berkaitan dengan profesi dokter. FKUI. Jakarta:1994;51

6. Penerangan informed consent dalam pelayanan kesihatan [online]. 2009. [cited 25 January 2011]. Available from:

http://eprints.undip.ac.id/1133/1/A_1_Informed_Consent_Journal__RS.pdf7. http://online.trisakti.ac.id/news/jurlemlit/9Rina00.htm

8. http://hukumkesehatan.com/informedconsent.html(http://indonesia.ahrchk.net/news/mainfile.php/Constitution/22PAGE 33