pbl 1 medikolegal

49
TIARA WINDASARI AGUSTIN 1102011279 SKENARIO 1 – MEDIKOLEGAL LI.1 Memahami dan Menjelaskan Malpraktik 1.1 Definisi Malpraktek Malpraktik atau malpractice berasal dari kata ”mal” yang berarti buruk dan ”practice” yang berarti suatu tindakan atau praktik, dengan demikian malpraktek adalah suatu tindakan medis buruk yang dilakukan dokter/tenaga kesehatan dalam hubungannya dengan pasien. Malparaktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter/tenaga kesehatan pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan oleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman, 1950). Menurut Hoekema, 1981 malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama, dan masih banyak lagi definisi tentang malparaktik yang telah dipublikasikan. 1. Pengertian Malpraktik Medis

Upload: tiarawindasari

Post on 03-Dec-2015

119 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

YARSI

TRANSCRIPT

TIARA WINDASARI AGUSTIN 1102011279SKENARIO 1 MEDIKOLEGAL

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Malpraktik1.1 Definisi MalpraktekMalpraktik atau malpractice berasal dari kata mal yang berarti buruk dan practice yang berarti suatu tindakan atau praktik, dengan demikian malpraktek adalah suatu tindakan medis buruk yang dilakukan dokter/tenaga kesehatan dalam hubungannya dengan pasien.Malparaktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter/tenaga kesehatan pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan oleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman, 1950).Menurut Hoekema, 1981 malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama, dan masih banyak lagi definisi tentang malparaktik yang telah dipublikasikan.1. Pengertian Malpraktik Medis Malpraktik merupakan istilah yang berasal dari kata mal yang mengandung arti salah dan kata praktik bermakna pelaksanaan, tindakan, amalan atau mempraktikkan teori sehingga makna harfiahnya adalah pelaksanaan yang salah. Malpraktik Medis adalah suatu tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan Standar Operating Procedure (SOP), Kode Etik Profesi serta Undang-Undang yang berlaku baik disengaja maupun akibat kealpaan yang mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain. Pemahaman malpraktik medis mengandung beberapa indikator sebagai berikut :a. Adanya wujud perbuatan (aktif maupun pasif) tertentu dalam praktik kedokteran.b. Yang dilakukan oleh dokter atau orang yang ada di bawah perintahnya. c. Dilakukan terhadap pasiennya. d. Dengan sengaja maupun kealpaannya. e. Yang bertentangan dengan standar profesi, standar prosedur, prinsip-prinsip profesional kedokteran atau melanggar hukum atau dilakukan tanpa wewenang baik disebabkan tanpa informed consent , tanpa Surat Tanda Registrasi (STR), tanpa Surat Ijin Praktik (SIP) dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien dan sebagainya. f. Yang menimbulkan akibat kerugian (causaliteit) bagi kesehatan fisik maupun mental atau nyawa pasien. Dalam tindakan malpraktik medik dapat disebabkan oleh empat hal yaitu : a. Adanya hubungan antara dokter dan pasien. b. Adanya standar kehati-hatian dan pelanggarannya. c. Adanya kerugian pada pasien. d. Adanya hubungan kausal antara pelanggaran, kehati-hatian dan kerugian yang diderita.Suatu perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap lalai apabila memenuhi empat unsur di bawah ini, yaitu:1. Duty atau kewajiban dokter dan dokter gigi untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu.2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut.3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan.Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya merupakan proximate cause.1.2 Jenis MalpraktekNgesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktek medik menjadi dua bentuk, yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek yuridis (yuridical malpractice), ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum.a. Malpraktek Etik Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk seluruh bidan. b. Malpraktek Yuridis Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administratif (administrative malpractice).1. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice) Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.Adapun isi daripada tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa:a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan. b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi terlambat melaksanakannya. c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya. d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi beberapa syarat seperti: - Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat). - Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis). - Ada kerugian - Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang diderita. - Adanya kesalahan (schuld) Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian tenaga kesehatan, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsur berikut:a. Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasien.b. Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan. c. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya. d. Secara faktual kerugian itu diesbabkan oleh tindakan dibawah standar. Namun adakalanya seorang pasien (penggugat) tidak perlu membuktikan adanya kelalaian tenaga kesehatan (tergugat). Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi res ipsa loquitor yang artinya fakta telah berbicara. Dalam hal demikian tenaga kesehatan itulah yang harus membutikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.Dalam malpraktek perdata yang dijadikan ukuran dalam melpraktek yang disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpa levis). Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktek pidana. Contoh dari malpraktek perdata, misalnya seorang dokter yang melakukan operasi ternyata meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang tertinggal tersebut. Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat negatif yang berkepanjangan terhadap pasien.2. Malpraktek Pidana Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut. Malpraktek pidana ada tiga bentuk yaitu: a. Malpraktek pidana karena kesengajaan(intensional), misalnya pada kasus aborsi tanpa insikasi medis, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak benar. b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis. c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati. 3. Malpraktek Administratif Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya, menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.Kelalaian medik Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance: Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai. Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur. Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error (mistakes, slips and lapses), namun pada kelalaian harus memenuhi keempat unsur kelalaian dalam hukum khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan dampak buruk.1.3 Pasal tentang Malpraktek1. Hukum Perdata Hukum Pidana dan Hukum Administrasi. Secara yuridis kasus malpraktek medis di Indonesia dapat diselesaikan dengan bersandar pada beberapa dasar hukum yaitu: a. KUHP, KUHPerdata, UU No 23 Tahun 1992,b. UU No 8 Tahun 1999, UU No 29 Tahun 2004, c. UU No 36 Tahun 2009, UU Nomor 44 Tahun 2009, d. Peraturan Menteri Kesehatan No 585/Menkes/Per/IX/1989, e. Peraturan Menteri Kesehatan No 512/Menkes/Per/IV/2007, f. Peraturan Menteri Kesehatan No 269/Menkes/Per/III/2008.Undang-Undang yang bersangkutan, antara lain : a. UU No 23 Tahun 1992, UU No 29 Tahun 2004,b. UU No 36 Tahun 2009, UU No 44 Tahun 2009. Serta UUPK memberikan dasar bagi pasien untuk mengajukan upaya hukum.2. Peraturan yang tidak masuk dalam hierarki sistem hukum Indonesia tetapi berkaitan dengan malpraktek medis antara lain: a. Peraturan Menteri Kesehatan No 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis,b. Peraturan Menteri Kesehatan No 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran, c. Peraturan Menteri Kesehatan No: 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.Dari pengaturan tersebut yang sudah tidak berlaku lagi yakni:a. UU No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan yang sudah diganti dengan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 3. Surat Edaran Mahkamah Agung Repiblik Indonesia (SEMA RI) tahun 1982, dianjurkan agar kasus-kasus yang menyangkut dokter atau tenaga kesehatan lainnya seyogyanya tidak langsung diproses melalui jalur hukum, tetapi dimintakan pendapat terlebih dahulu kepada Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK).4. Majelis Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di dalam struktur organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini akan menentukan kasus yang terjadi merpuakan pelanggaran etika ataukah pelanggaran hukum. Hal ini juga diperkuat dengan UU No. 23/1992 tentang kesehatan yang menyebutkan bahwa penentuan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (pasal 54 ayat 2) yang dibentuk secara resmi melalui Keputusan Presiden (pasal 54 ayat 3).5. Pada tanggal 10 Agustus 1995 telah ditetapkan Keputusan Presiden No. 56/1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan tanggung jawab profesinya. Lembaga ini bersifat otonom, mandiri dan non structural yang keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana Hukum, Ahli Kesehatan yang mewakili organisasi profesi dibidang kesehatan, Ahli Agama, Ahli Psikologi, Ahli Sosiologi. Bila dibandingkan dengan MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh MDTK dapat diharapkan lebih obyektif, karena anggota dari MKEK hanya terdiri dari para dokter yang terikat kepada sumpah jabatannya sehingga cenderung untuk bertindak sepihak dan membela teman sejawatnya yang seprofesi. Akibatnya pasien tidak akan merasa puas karena MKEK dianggap melindungi kepentingan dokter saja dan kurang memikirkan kepentingan pasien.A. Malpraktik yang dapat dituntut pertanggungjawaban secara pidana adalah kesalahan dalam menjalankan praktik yang berkaiatan dengan pelanggaran KUH Pidana, pelanggaran tersebut mencakup :a. Menyebabkan pasien mati atau luka karena keyakinan dikenakan pasal 90: Luka berat berarti : jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut, tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian, kehilangan salah satu panca indera, mendapat cacat berat (verminking), menderita sakit lumpuh, terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih, gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.b. Pasal 359. (L. N. 1960-1). Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.c. Pasal 360. (1) (L. N. 1960-1). Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancamdengan pidana kurungan paling lama satu tahun. d. Pasal 360 (2). Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikan rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.e. Pasal 361. Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan Hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan. f. Pasal 299. (1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah (2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat ; pidananya dapat ditambah sepertiga (3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.g. Pasal 347 (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 35 Pasal 347 (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun. h. Pasal 348. (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.i. Pasal 349. Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.j. Pasal 285. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.k. Pasal 286. Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar pernikahan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 40 Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : ke-1. barang siapa melakukan perbauatan cabul dengan seorang padahal diketahui, bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya ; ke-2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin ; (3). barang siapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul atau bersetubuh diluar pernikahan dengan orang lain.l. Pasal 322. (1) barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah. (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu. Pasal 263. (1) barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.m. Pasal 267. (1) seorang dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.n. Pasal 304. barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.o. Pasal 531. barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi maut, tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam jika kemudian orang itu meninggal, dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.B. Peraturan Non Hukum KODEKI merupakan terjemahan dari The International Code of Medical Etchis yang merupakan hasil rumusan Persatuan Dokter Sedunia (Word Medical Association), yang telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia. KODEKI ini hanya bersifat petunjuk perilaku yang berisi kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang dokter.51 Pada awalnya KODEKI ini tidak mempunyai kekuatan yang mengikat, karena bukan merupakan peraturan pemerintah. Tetapi dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 554/Men. Kes/Per/XII/1982 tentang Panitia Perkembangan dan Pembinaan Etik Kedokteran, maka Etik Kedokteran ini mempunyai hukum bagi profesi dokter maupun dokter gigi.Dalam kaitannya dengan tuduhan malpraktik, kiranya yang perlu betulbetul diketahui oleh dokter adalah kewajibannya terhadap penderita (pasien) yang didalam KODEKI dicantumkan didalam pasal 10 sampai dengan pasal 14 yang antara lain sebagai berikut: a. Pasal 10 : Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.b. Pasal 11 : Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.c. Pasal 12 : Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya. d. Pasal 13 : Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.e. Pasal 14 : Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas kemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya1.4 Alur penyelesaian MalpraktekInvestigasiSeorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan melakukan kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana, malpraktik medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau kalalaian berat dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991). Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata dari dokter atau dokter gigi. Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum pidana meliputi unsur :1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360, KUHP.Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :1) Adanya unsur kelalaian (culpa).2) Adanya wujud perbuatan tertentu.3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu.Tiga tingkatan culpa:a. Culpa lata : sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius, sembrono (gross fault or neglect)b. Culpa levis : kesalahan biasa (ordinary fault or neglect)c. Culpa levissima : kesalahan ringan (slight fault or neglect) (Black 1979 hal. 241)Dalam pembuktian perkara perdata, pihak yang mendalilkan sesuatu harus mengajukan bukti-buktinya. Dalam hal ini dapat dipanggil saksi ahli untuk diminta pendapatnya. Jika kesalahan yang dilakukan sudah demikian jelasnya ( res ipsa loquitur, the thing speaks for itself ) sehingga tidak diperlukan saksi ahli lagi, maka beban pembuktian dapat dibebankan pada dokternya.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran/MKEKSeorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban etik dan disiplin profesinya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi.Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan-tanpa adanya keharusan saling berhubungan di antara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim.Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh:1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group/para ahli di bidangnya yang dibutuhkan2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannyaPutusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK. Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia/MKDKIMKDKI adalah lembaga yang berwenang untuk : 1. Menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi. 2. Menetapkan sanksi disiplin. MKDKI merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.Tujuan penegakan disiplin adalah : 1. Memberikan perlindungan kepada pasien. 2. Menjaga mutu dokter/dokter gigi. 3. Menjaga kehormatan profesi kedokteran/kedokteran gigi. Anggota MKDKI terdiri dari dokter, dokter gigi, dan sarjana hukum.Tugas MKDKI : a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan dan b. menyusun pedoman dan tatacara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi. Dalam melaksanakan tugas MKDKI mempunyai wewenang: a) menerima pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigib) menetapkan jenis pengaduan pelanggaran disiplin atau pelanggaran etika atau bukan keduanyac) memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigid) memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigie) menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigif) melaksanakan keputusan MKDKIg) menyusun tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigih) menyusun buku pedoman MKDKI dan MKDKI-Pi) membina, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas MKDKI-Pj) membuat dan memberikan pertimbangan usulan pembentukan MKDKI-P kepada Konsil Kedokteran Indonesiak) mengadakan sosialisasi, penyuluhan, dan diseminasi tentang MKDKI dan dan MKDKI-P mencatat dan mendokumentasikan pengaduan, proses pemeriksaan, dan keputusan MKDKI. 1.5 Pencegahan MalpraktekAgar dokter terhindar dari tindakan medik yang dapat membahayakan pasien, maka perlu kiranya dokter melakukan suatu tindakan medik dengan cara : a. Bertindak dengan hati-hati dan teliti. b. Berdasarkan indikasi medik. c. Tindakan yang dilakukan berdasarkan standar profesi medik. d. Adanya persetujuan pasien informed consent.LI.2 Memahami dan Menjelaskan Informed Consent2.1 Definisi Informed ConsentInformed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.Pihak Yang Berhak Menyatakan Persetujuan:1. Pasien sendiri (bila telah berumur 21 tahun atau telah menikah)2. Bagi pasien di bawah umur 21 tahun diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Saudara-saudara kandung.3. Bagi yang di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya berhalangan hadir diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (l) Ayah/ibu adopsi, (2) Saudara-saudara kandung, (3) Induk semang.

4. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Wali yang sah, (3) Saudara-saudara kandung. 5. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), diberikan menurut urutan hak sebagai berikut: (1) Wali, (2) Curator.6. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: a. Suami/istri, b. Ayah/ibu kandung, c. Anak-anak kandung, d. Saudara-saudara kandung.[Wali: yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum atau yang menurut hukum menggantikan kedudukan orang tua. Induk semang : orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain seperti pimpinan asrama dari anak perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa.].2.2 Tujuan Informed Consenta. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko.2.3 Fungsi Informed ConsentDilihat dari pihak dokter maka informasi dalam proses Informed consent pun mempunyai fungsi yang tidak kecil. Azwar (1991) mengemukan ada 5 hal pentingnya fungsi informasi bagi dokter :

1. Dapat membantu lancarnya tindakan kedokteran Dengan penyampaian informasi kepada pasien mengenai penyakit, terapi, keuntungan, risiko, dan lain-lain. Dari tindakan medis yang akan dilakukan maka terjalin hubungan yang baik antara dokter dan pasien. Sementara pasien pun akan menentukan hal yang terbaik dengan landasan informasi dokter tadi, sehingga tindakan-tindakan medis pun akan lancar dijalani oleh kedua pihak karena keduanya telah memahami kegunaan semua tindakan medis itu. 2. Dapat mengurangi timbulnya akibat sampingan dan komplikasi Dengan penyampaian informasi yang baik akan memberi dampak yang baik dalam komunikasi dokter pasien terutama dalam menerapkan terapi. Misal dokter sebelum menyuntik pasien dengan penisilin bertanya, apakah pasien alergi terhadap penisilin? Bila pasien memang alergi maka akibat/risiko yang besar jika terjadi anafilaktik shock dapat dihindari. Betapa risiko besar itu akan menimpa pasien bila dokter tidak bertanya kepada pasien. 3. Dapat mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan penyakit Sama halnya dengan kelancaran tindakan, maka sebagai akibat adanya pengetahuan dan pemahaman yang cukup dari pasien terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan, maka proses pemulihan dan penyembuhan penyakit akan lebih cepat. Keadaan yang demikian juga jelas akan menguntungkan dokter, karena dapat mengurangi beban kerja. 4. Dapat meningkatkan mutu pelayanan Keberhasilan meningkatkan mutu pelayanan disini adalah sebagai akibat dari lancarnya tindakan kedokteran, berkurangnya akibat sampingan dan komplikasi serta cepatnya proses pemulihan dan penyembuhan penyakit. 5. Dapat melindungi dokter dari kemungkinan tuntutan hukum Perlindungan yang dimaksudkan disini adalah apabila disuatu pihak, tindakan dokter yang dilakukan memang tidak menimbulkan masalah apapun, dan dilain pihak, kalaupun kebetulan sampai menimbulkan masalah, misalnya akibat sampingan dan atau komplikasi, sama sekali tidak ada hubungannya dengan kelalaian dan ataupun kesalahan tindakan (malpractice). Timbulnya masalah tersebut sematamata hanya karena berlakunya prinsip ketidakpastian hasil dari setiap tindakan kedokteran/medis. Dengan perkataan lain, semua tindakan kedokteran yang dilakukan memang telah sesuai dengan standar pelayanan profesi (standar profesi medis) yang telah ditetapkan.2.4 Jenis Informed ConsentPersetujuan dalam tindakan medik terdiri dari dua bentuk, yaitu : 1. Persetujuan Tertulis Bentuk persetujuan tertulis ini harus dimintakan dari pasien/keluarganya jika dokter akan melakukan suatu tindakan medik invasif yang mempunyai resiko besar. Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam pasal 3 (1) Permenkes No.585 tahun 1989. Persetujuanpersetujuan tertulis itu dalam bentuk formulirformulir persetujuan bedah, operasi dan lain-lain yang harus diisi (umumnya) dengan tulisan tangan. Dan dari sudut hukum positif, formulir persetujuan ini sangat penting sebagai bukti tertulis yang dapat dikemukan oleh para pihak kepada hakim bila terjadi kasus malpraktek. Oleh karena itu, pengisian data pada formulir itu haruslah tepat dan benar sehingga tidak akan menimbulkan masalah dikemudian hari bagi para pihak. 2. Persetujuan Lisan Terhadap tindakan medik yang tidak invasif dan tidak mengandung resiko besar maka persetujuan dari pasien dapat disampaikan secara lisan kepada dokter. Segi praktis dan kelancaran pelayanan medis yang dilakukan oleh dokter merupakan alasan dari penyampaian persetujuan itu secara tertulis. Meski persetujuan lisan itu diperbolehkan untuk tindakan, dokter membiasakan diri untuk menulis/mencatat persetujuan lisan pasien itu pada rekam medis/rekam kesehatan, karena segala kegiatan yang dilakukan oleh dokter harus dicatat dalam rekam medis termasuk persetujuan pasien secara lisan.2.5 Isi Informed ConsentDalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien / keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani pasien baik diagnostic maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat memahaminya. Ini mencangkup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternative terapi (Hanafiah, 1999).Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien yang harus diinformasikan sebelumnya, namun izin yang harus diberikan oleh pasien dapat berbagai macam bentuknya, baik yang dinyatakan ataupun tidak. Yang paling untuk diketahui adalah bagaimana izin tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga akan memudahkan pembuktiannya kelak bila timbul perselisihan.Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus menjelaskan beberapa hal, yaitu:

1. Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan / pengobatan yang akan diberikan / diterapkan.2.Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.3.Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.4.Alternative metode perawatan / pengobatan.5.Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan persetujuan.6.Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu percobaan atau menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukanDokter juga perlu menyampaikan (meskipun hanya sekilas), mengenai cara kerja dan pengalamannya dalam melakukan tindakan medis tersebut (Achadiat, 2007).Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:1.Diagnosa yang telah ditegakkan.2.Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.3.Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.4.Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut.5.Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan yang lain.6.Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran :1.Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.2.Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan (Ayat 2).Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:1.Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.2.Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya. Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.LI.3 Memahami dan Menjelaskan Malpraktek Menurut IslamBerobat merupakan salah satu kebutuhan vital umat manusia. Banyak orang rela mengorbankan apa saja untuk mempertahankan kesehatannya atau untuk mendapatkan kesembuhan. Di sisi lain, para dokter adalah manusia biasa yang tidak terlepas dari kesalahan. Demikian juga paramedis yang bekerja di bidang pelayanan kesehatan. Kemajuan teknologi tidak serta merta menjamin menutup pintu kesalahan.

Meski pada dasarnya memberikan pelayanann sebagai pengabdian, mereka juga bisa jadi tergoda oleh keuntungan duniawi, sehingga mengabaikan kemaslahatan pasien. Karenanya, diperlukan aturan yang adil yang menjamin ketenangan bagi pasien dan pada saat yang sama memberikan kenyamanan bagi para profesional bidang kesehatan dalam bekerja. Tentu Islam sebagai syariat akhir zaman yang sempurna ini telah mengatur semuanya. Tulisan sederhana ini mencoba menggali khazanah literatur para ulama Islam dalam hal persoalan yang akhir-akhir ini mencuat kembali, yakni malpraktek.PENGERTIAN MALPRAKTEKMalpraktek berasal dari kata 'malpractice' dalam bahasa Inggris . Secara harfiah, 'mal' berarti 'salah', dan 'practice' berarti 'pelaksanaan' atau 'tindakan', sehingga malpraktek berarti 'pelaksanaan atau tindakan yang salah'. Jadi, malpraktek adalah tindakan yang salah dalam pelaksanaan suatu profesi. Istilah ini bisa dipakai dalam berbagai bidang, namun lebih sering dipakai dalam dunia kedokteran dan kesehatan. Artikel ini juga hanya akan menyoroti malpraktek di seputar dunia kedokteran saja.Perlu diketahui bahwa kesalahan dokter atau profesional lain di dunia kedokteran dan kesehatan- kadang berhubungan dengan etika/akhlak. Misalnya, mengatakan bahwa pasien harus dioperasi, padahal tidak demikian. Atau memanipulasi data foto rontgen agar bisa mengambil keuntungan dari operasi yang dilakukan. Jika kesalahan ini terbukti dan membahayakan pasien, dokter harus mempertanggungjawabkannya secara etika. Hukumannya bisa berupa ta'zr, ganti rugi, diyat, hingga qishash.Malpraktek juga kadang berhubungan dengan disiplin ilmu kedokteran. Jenis kesalahan ini yang akan mendapat porsi lebih dalam tulisan ini.BENTUK-BENTUK MALPRAKTEKMalpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggung-jawab secara profesi bisa digolongkan sebagai berikut:1. Tidak Punya Keahlian (Jahil)Yang dimaksudkan di sini adalah melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keahlian, baik tidak memiliki keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki sebagian keahlian tapi bertindak di luar keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di bidang kedokteran kemudian nekat membuka praktek, telah disinggung oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau: "Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui memiliki keahlian, maka ia bertanggung-jawab"Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak orang, sehingga para Ulama sepakat bahwa mutathabbib (pelakunya) harus bertanggung-jawab, jika timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan menjadi pelajaran bagi orang lain.2. Menyalahi Prinsip-Prinsip Ilmiah (Mukhlafatul Ushl Al-'Ilmiyyah)Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang telah baku dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi kedokteran.Para ulama telah menjelaskan kewajiban para dokter untuk mengikuti prinsip-prinsip ini dan tidak boleh menyalahinya. Imam Syfi'i rahimahullah misalnya- mengatakan: "Jika

menyuruh seseorang untuk membekam, mengkhitan anak, atau mengobati hewan piaraan, kemudian semua meninggal karena praktek itu, jika orang tersebut telah melakukan apa yang seharusnya dan biasa dilakukan untuk maslahat pasien menurut para pakar dalam profesi tersebut, maka ia tidak bertanggung-jawab. Sebaliknya, jika ia tahu dan menyalahinya, maka ia bertanggung-jawab." Bahkan hal ini adalah kesepakatan seluruh Ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah.Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar terjadi pelanggaran prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini termasuk permasalahan yang pelik.3. Ketidaksengajaan (Khatha')Ketidaksengajaan adalah suatu kejadian (tindakan) yang orang tidak memiliki maksud di dalamnya. Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus bertanggungjawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat khatha' (tidak sengaja).4. Sengaja Menimbulkan Bahaya (I'tid')Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk malpraktek yang paling buruk. Tentu saja sulit diterima bila ada dokter atau paramedis yang melakukan hal ini, sementara mereka telah menghabiskan umur mereka untuk mengabdi dengan profesi ini. Kasus seperti ini terhitung jarang dan sulit dibuktikan karena berhubungan dengan isi hati orang. Biasanya pembuktiannya dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun mungkin juga faktor kesengajaan ini dapat diketahui melalui indikasi-indikasi kuat

yang menyertai terjadinya malpraktek yang sangat jelas. Misalnya, adanya perselisihan antara pelaku malpraktek dengan pasien atau keluarganya.PEMBUKTIAN MALPRAKTEKAgama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan malparaktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban dari pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan langsung diterima tanpa bukti, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka meninggalkan profesi mereka, sehingga akhirnya membahayakan kehidupan umat manusia. Sebaliknya, jika tidak ada pertanggungjawaban atas tindakan malpraktek yang terbukti, pasien terzhalimi, dan para dokter bisa jadi berbuat seenak mereka.Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat sebagai berikut:1. Pengakuan Pelaku Malpraktek (Iqrr ).Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri, dan ia lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri, biasanya pengakuan ini menunjukkan kejujuran.2. Kesaksian (Syahdah).Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zr, dibutuhkan kesaksian dua pria yang adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi, dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian empat

wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan kelayakan saksi, hendaknya hakim juga memperhatikan tidak memiliki tuhmah (kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek dari dirinya).3. Catatan Medis.Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat agar bisa menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti yang sah.BENTUK TANGGUNG JAWAB MALPRAKTEKJika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang dipikul pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut:1. QishashQishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja untuk menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash, Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area bedah) dengan sengaja."2. Dhamn (Tanggung Jawab Materiil Berupa Ganti Rugi Atau Diyat)Bentuk tanggung-jawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut:a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.

b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.c. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan tidak disengaja.d. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin dari pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.3. Ta'zr berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain.Ta'zr berlaku untuk dua bentuk malpraktek:a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiahPIHAK YANG BERTANGGUNG-JAWABTanggung-jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang dokter melakukan kesalahan langsung, dan bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek secara tidak langsung. Misalnya, seorang dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan awal sengaja merekomendasikan pasien untuk merujuk kepada dokter bedah yang tidak ahli, kemudian terjadi malpraktek. Dalam kasus ini, dokter bedah adalah adalah pelaku langsung malpraktek, sedangkan dokter pemeriksa ikut menyebabkan malpraktek secara tidak langsung.Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang bertanggung-jawab. Kadang juga ada pihak lain lain yang ikut bertanggung-jawab bersamanya.

Karenanya, rumah sakit atau klinik juga bisa ikut bertanggung-jawab jika terbukti teledor dalam tanggung-jawab yang diemban, sehingga secara tidak langsung menyebabkan terjadinya malpraktek, misalnya mengetahui dokter yang dipekerjakan tidak ahli.