sk 1 medikolegal

23

Click here to load reader

Upload: retma-rosela-nurkayanty

Post on 02-Dec-2015

246 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

medikolegal

TRANSCRIPT

Page 1: Sk 1 Medikolegal

Nama : Retma Rosela Nurkayanty

Npm : 1102011228

LI 1. MM Malpraktek

LO 1.1 Definisi

Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).

Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World Medical Associations) adalah Involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient  (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien).

LO 1.2 Klasifikasi

Untuk malpraktik hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan Administrative malpractice.1. Criminal malpractice (Malfeasance)

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan

(reklessness) atau kealpaan (negligence).• Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya

melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan(pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).

• Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnyamelakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informedconsent.

• Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kuranghati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien,ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalahbersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkankepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

2. Civil malpractice (Nonfeasance)Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung

Page 2: Sk 1 Medikolegal

gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :1. Cara langsung

Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolak ukur adanya 4 D yakni a. Duty (kewajiban)

Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak berdasarkan:a. Adanya indikasi medisb. Bertindak secara hati-hati dan telitic. Bekerja sesuai standar profesid. Sudah ada informed consent.

b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)Jika seorang dokter melakukan tindakan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka dokter dapat dipersalahkan.

c. Direct Cause (penyebab langsung)d. Damage (kerugian)

Dokter untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan dokter. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).

2. Cara tidak langsungCara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalaib. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokterc. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.Di dalam transaksi terapeutik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain:

1. Contractual liabilityTanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan pengobatan, kewajiban yang harus dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanankesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.

2. Vicarius liabilityVicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian perawat sebagai karyawannya.

3. Liability in tortLiability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas haya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yangpatut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).

3. Administrative malpractice (Misfeasance)Dokter dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan.

Page 3: Sk 1 Medikolegal

Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

LO 1.3 Bentuk

LO 1.4 Alur Hukum

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme.

Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.

Dalam kenyataan pasien yang kecewa terhadap pelayanan dokter akan menghadapi gugatan. Masalah : Pelanggaran ini sulit dipilah-pilah apakah pelanggaran hukum atau pelanggaran etika atau bahkan hanya pelanggaran pribadi. Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.

Pelanggaran serius : Berkaitan dengan kompetensi dan kemampuan Mengabaikan tanggung jawab profesional Peresepan tak bertanggung jawab Perilaku sexual menyimpang Kecurangan akademik Pengiklanan diri

Pelanggaran Etik suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi bentuk peringatan hingga ke bentuk yang

lebih berat : kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten), pencabutan haknya berpraktik profesi.

Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.

LO 1.5 Dasar Hukum

1. Peraturan Non HukumPeraturan non hukum yang mengatur tentang kegiatan praktek kedokteran adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). KODEKI semula merupakan peraturan non hukum karena peraturan ini telah menjadi petunjuk perilaku atau etika seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Dalam KODEKI diatur tentang kewajiban dokter terhadap pasien yang dicantumkan di dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 14, yaitu : Pasal 10 KODEKI tertulis ”Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi makhluk

insani”. Pasal 11 KODEKI mengatakan bahwa setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu

dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam bidang penyakit tersebut.

Pasal 13 KODEKI, setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.

Pasal 14 KODEKI menyebutkan bahwa setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu memberikan pertolongan darurat terhadap pasien yang membutuhkannya, padahal ia mampu dapat terkena sasaran tuntutan malpraktek juga.

2. Peraturan Hukum- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Page 4: Sk 1 Medikolegal

Pasal-pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang terkait dengan malpraktik medik, yaitu :a. Pasal 263 dan 267 KUHP (Membuat Surat Keterangan Palsu);b. Pasal 290 KUHP (Melakukan Pelanggaran Kesopanan);c. Pasal 299 KUHP (Mengobati seorang wanita dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan

bahwa kandungannya dapat digugurkan);d. Pasal 322 KUHP (Membuka Rahasia);e. Pasal 304 KUHP (Pembiaran/Penelantaran);f. Pasal 306 KUHP (Apabila tindakan penelantaran tersebut mengakibatkan kematian);g. Pasal 322 KUHP (Membocorkan rahasia profesi);h. Pasal 333 KUHP (Dengan sengaja dan tanpa hak telah merampas kemerdekaan seseorang);i. Pasal 344 KUHP (Euthanasia);j. Pasal 347 KUHP (Sengaja melakukan abortus tanpa persetujuan wanita yang bersangkutan;k. Pasal 348 KUHP (Sengaja melakukan abortus dengan persetujuan);l. Pasal 349 KUHP (Membantu atau melakukan tindakan Abortus Provocatus Criminalis);m. Pasal 359 KUHP (Kelalaian yang Menyebabkan Kematian);n. Pasal 360 KUHP (Kelalaian yang Menyebabkan Luka/ Cacat);o. Pasal 361 KUHP (Kelalaian dalam menjalankan pekerjaannya);p. Pasal 386 KUHP (Memberi atau Menjual Obat Palsu);q. Pasal 531 KUHP (Tidak Memberi Pertolongan pada Orang yang Berada dalam Keadaan bahaya)

Pemberlakukan hukum pidana dalam kasus-kasus kelalaian medis yang terjadi di dalam penyelenggaraan praktek kedokteran haruslah sebagai ultimum remidium artinya hukum pidana sebagai alternatif terakhir apabila upaya-upaya non litigasi sudah tidak bisa lagi berhasil untuk mengatasi permasalahan yang timbul. Selain itu juga karena praktek kedokteran merupakan profesi yang sangat mulia dan luhur yang diperlukan oleh banyak orang dan prakek kedokteran dijamin pelaksanaannya oleh undang-undang.

- Kitab Undang-Undang Hukum PerdataPasal-pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang terkait dengan malpraktik medik, yaitu :

a. Pasal 1239 KUH Perdata (Melakukan wanprestasi atau cidera janji);b. Pasal 1365 KUH Perdata (Melakukan perbuatan melawan hukum);c. Pasal 1366 KUH Perdata (Melakukan Kelalaian sehingga menimbulkan kerugian);d. Pasal 1367 KUH Perdata (Bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan oleh

bawahannya).

- Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 Tentang KesehatanTerbentuknya Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 sebagai salah satu upaya pembangunan kesehatan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Upaya dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 merupakan suatu usaha pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan melalui tenaga medis kepada pasien. Diantara isi Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, mempunyai peraturan yang mengatur tentang sanksi yang diberikan terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melakukan tindakan medik, yaitu:a. Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga

kesehatan);b. Pasal 80 (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja melakukan tindakan medis tidak sesuai dengan

Standart Operational Prosedure pada ibu hamil);c. Pasal 80 (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja Melakukan Transplantasi organ Tubuh untuk

Tujuan Komersil);d. Pasal 81(1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Tanpa Keahlian Sengaja Melakukan Transplantasi,

Implan Alat kesehatan, Bedah Plastik);e. Pasal 81(2a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja Mengambil Organ Tanpa memperhatikan

Kesehatan dan Persetujuan Pendonor/ Ahli Waris)

Page 5: Sk 1 Medikolegal

- Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek KedokteranPembentukan UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dimaksudkan untuk memberikan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan, dan dokter dan dokter gigi. Hal tersebut ditegaskan dalam konsideran menimbang point (d) undang-undang tersebut yang berbunyi bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan, dokter dan dokter gigi diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktek kedokteran. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 menegaskan bahwa pengaturan praktek kedokteran bertujuan untuk, pertama memberikan perlindungan kepada pasien. Kedua, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi dan ketiga memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Bahkan dalam Undang-Undang tersebut juga dibentuk suatu Konsil Kedokteran Indonesia yang mempunyai tanggung jawab untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi. Untuk lebih meningkatkan mutu dan pelayanan dokter kepada pasien, Undang-Undang Praktek Kedokeran mensyaratkan tentang standar pendidikan profesi kedokeran dan kedokteran gigi, pemberian pendidikan dan pelatihan kedokteran dan kedokteran gigi serta mewajibkan setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.Pasal 44 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 mensyaratkan kepada setiap dokter dan dokter gigi dalam memberikan pelayanan haruslah mempunyai standar pelayanan. Standar pelayanan di sini adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 juga mengatur tentang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang dibentuk dalam rangka terselenggaranya praktek kedokteran yang bermutu dan melindungi masyarakat sesuai dengan ketentuan undang-undang. MKDKI berwenang menerima pengaduan dari orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran, selanjutnya berdasarkan pengaduan tersebut MKDKI berwenang melakukan pemeriksaan dan apabila ditemukan pelanggaran etika meneruskan pengaduan kepada organisasi profesi. Selain itu MKDKI juga berwenang mengeluarkan keputusan berupa pernyataan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin yang berupa pertama, pemberian peringatan, kedua rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik dan ketiga kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran dan dokter gigi. Pada UU No: 29 tahun 2004 pada Pasal 75 dan 76 juga mensyaratkan setiap dokter harus mempunyai surat registrasi yang ditandatangani oleh konsil kedokteran. Sedangkan surat izin praktek kedokteran ditandatangani oleh pejabat kesehatan yang berwenang dikabupaten/ kota tempat praktek kedokteran atau dokter gigi dilaksanakan. Kedua persyaratan tersebut menjadi suatu hal yang mutlak dimiliki oleh seorang dokter. Apabila dokter tidak mempunyai surat registrasi dan surat izin praktek, maka selain dokter tersebut tidak sah, masyarakat juga tidak berani di diagnosa oleh dokter tersebut, karena takut terjadi malpraktek.

- Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga KesehatanPasal-pasal di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan yang terkait dengan malpraktek kedokteran, yaitu : Pasal 23 (1) Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga

kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena kesehatan atau kelalaian; Bila tenaga kesehatan tidak melakukan kewajibannya, maka pasien dapat menuntut ganti rugi. Hal itu disebabkan bahwa pasien yang dating ke rumah sakit atau ke dokter seharusnya mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya. Karena hubungan antara dokter dengan pasien termasuk ke dalam perjanjian sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1320 KHUPerdata.Menurut Pasal 1320 KHUPerdata untuk sahnya perjanjian harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya;2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan;3. Mengenai suatu hal tertentu;4. Untuk suatu sebab yang halal

Untuk keabsahan kesepakatan para pihak yang mengikatkan dirinya, maka kesepakatan ini harus memenuhi kriteria pasal 1321 KUHPerdata yang berbunyi :

Page 6: Sk 1 Medikolegal

”Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kehilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”. Sepakat ini merupakan persetujuan yang dilakukan oleh kedua belah pihak dimana kedua belah pihak mempunyai persesuaian kehendak. Dalam hubungan antara dokter dan pasien, persesuaian kehendak dapat ditemukan yaitu pasien setuju untuk diobati oleh dokter dan dokter setuju untuk mengobati pasiennya. Agar kesepakatan ini sah menurut hukum, maka di dalam kesepakatan antara dokter dan pasien tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak dan tidak ada penipuan di dalamnya. Untuk itudiperlukan adanya persetujuan tindakan medik (informed consent).

Untuk syarat kedua, adanya suatu kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Dalam hubungan pasien dan dokter hal ini diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 520 Tahun 2008 Tentang Persetujuan Tindakan Medis. Pasal 2 Peraturan Menteri kesehatan tersebut menyebutkan bahwayang dimaksud dewasa adalah mereka yang berumur 21 tahun atau telah menikah. Jadi bagi seorang yang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah,maka perjanjian terapeutik harus ditanda tangani oleh orang tua atau walinya yang merupakan pihak yang berhak memberikan persetujuan.

Syarat ketiga dan keempat, objek yang diperjanjikan terdiri dari ”suatu hal tertentu” dan harus ”suatu sebab yang halal” untuk diperjanjikan. Dalam perjanjian terapeutik, mengenai hal tertentu yang diperjanjikan atau objek perjanjian adalah upaya penyembuhanterhadap penyakit yang tidak dilarang undang-undang.

Dalam perikatan sebagaimana diatur di dalam KUHPerdata dikenal adanya dua macam perjanjian, yaitu :1. Inspanningsverbintenis, yakni perjanjian upaya, artinya kedua belah pihak yang berjanji berdaya upaya secara

maksimal untuk mewujudkan apa yang diperjanjikan;2. Resultaatbintennis, yakni perjanjian bahwa pihak yang berjanji akanmemberikan result, yaitu sesuatu hasil yang nyata

sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

Sanksi HukumSanksi Pidana

KUHP 359Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama- lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.

KUHP 3601. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan

hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selam-lamanya satu tahun.2. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga

orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau hukuman denda setinggi-tingginya Rp.4500,-

KUHP 361Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam melakukan sesuatu jabatan atau pekerjaan, maka hukuman dapat ditambah dengan sepertiganya dan bersitersalah dapat dipecat daripekerjaannya, dalam waktu mana kejahatan itu dilakukan dan hakim dapat memerintahkan supayakeputusannya itu diumumkan.

UU RI No. 23 Tahun 1992Pasal 801. Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil

yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

Pasal 81 1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:

a. Melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 1.b. Melakukan implan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1.c. Melakukan bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 1.Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah).

Pasal 82

Page 7: Sk 1 Medikolegal

1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:a. Melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 4.b. Melakukan transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat 1.c. Melakukan implan obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1. d. Melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1.e. Melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 2.Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

UU RI No. 29 Tahun 2004Pasal 751. Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran

tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 76Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)

Pasal 79 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:

a. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 1.

b. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1.

c. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Sanksi Perdata KUH Perdata 1366

Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kuranghati-hatinya.

KUH Perdata 1367Mengatur tentang kewajiban pemimpin atau majikan untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh kelalaian yang dilakukan oleh anak buah atau bawahannya.

KUH Perdata 1370Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain) dengan sengaja atau kurang hati-hatinya seseorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua korban yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban, mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukannya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut keadaan.

KUH Perdata 1371Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati, memberikan hak kepada korban, selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, juga menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut.

UU RI No. 23 Tahun 1992Pasal 55

1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sanksi Administratif

Page 8: Sk 1 Medikolegal

UU RI No. 29 Tahun 2004Pasal 661. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan

praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

2. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:a. Identitas pengadub. Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan

dilakukan.c. Alasan pengaduan.

3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Pasal 67 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi. Pasal 69

1. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia.

2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.

3. Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat berupa:a. Pemberian peringatan tertulis.b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.

PERMENKES RI No.1419/MENKES/PER/X/2005Pasal 24

1. Menteri, Konsil Kedokteran Indonesia,Pemerintah Daerah, dan organisasi profesi melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing.

2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diarahkan pada pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi. Pasal 25

1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat mengambil tindakan administratip terhadap pelanggaran peraturan ini.

2. Sanksi administratip sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat berupa peringatan lisan, tertulis sampai pencabutan SIP.

3. Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dalam memberikan sanksi administrative sebagaimana dimaksud ayat 2 terlebih dahulu dapat mendengar pertimbangan organisasi profesi.

Pasal 26 Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat mencabut SIP dokter dan dokter gigi:

1. Atas dasar keputusan MKDKI2. STR dokter atau dokter dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia.3. Melakukan tindak pidana.

Pasal 271. Pencabutan SIP yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota wajib

disampaikan kepada dokter dan dokter gigi yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal keputusan ditetapkan.

2. Dalam hal keputusan dimaksud pada ayat 1 tidak dapat diterima, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi untuk diteruskan kepada Menteri Kesehatan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah keputusan diterima.

Page 9: Sk 1 Medikolegal

3. Menteri setelah menerima keputusan sebagaimana dimaksud ayat 2 meneruskan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari.

Pasal 28 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melaporkan setiap pencabutan SIP dokter dan dokter gigi kepada Menteri Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia dan Dinas Kesehatan Provinsi, serta tembusannya disampaikan kepada organisasi profesi setempat.

LO 1.6 Pencegahan

1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatanDengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:- Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya

(inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).- Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.- Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.- Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.- Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.- Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

2. Upaya menghadapi tuntutan hukumApabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan :- Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak

berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.

- Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.

Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.

LI. 2 MM Informed Consent& Rekam Medis

Page 10: Sk 1 Medikolegal

LO 2.1 Definisi

1. Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yangdilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.

a. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.

b. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti jantung.

c. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal, pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan invasive.

2. Definisi Rekam Medis dalam berbagai kepustakaan dituliskan dalam berbagai pengertian, seperti dibawab ini:a. Menurut Edna K Huffman:

Rekam Medis adalab berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan dan bagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama dirawat atau menjalani pengobatan.

b. Menurut Permenkes No. 749a/Menkes!Per/XII/1989:Rekam Medis adalah berkas yang beiisi catatan dan dokumen mengenai identitas pasien, basil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima pasien pada sarana kesebatan, baik rawat jalan maupun rawat inap.

c. Menurut Gemala HattaRekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleb para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

d. Waters dan Murphy :Kompendium (ikhtisar) yang berisi informasi tentang keadaan pasien selama perawatan atau selama pemeliharaan kesehatan”.

e. IDI :Sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang pasien.

LO 2.2 Tujuan

1. Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

2. Permenkes no. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam Medis memiliki 5 ,manfaat yaitu:1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.

Page 11: Sk 1 Medikolegal

2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum3. Bahan untuk kepentingan penelitian c4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan. Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 6 manfaat, yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:1. Adminstratlve value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif pelayanan kesehatan.2. Legal value: Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan3. Financial value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien4. Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan. 5. Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya.6. Documentation value: Rekam medis merupakan sarana untuk penyimpanan berbagai dokumen yang berkaitan dengan kesehatan pasien.

LO 2.3 Dasar Hukum

1. Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien / keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani pasien baik diagnostic maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat memahaminya. Ini mencangkup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternative terapi (Hanafiah, 1999).Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien yang harus diinformasikan sebelumnya, namun izin yang harus diberikan oleh pasien dapat berbagai macam bentuknya, baik yang dinyatakan ataupun tidak. Yang paling untuk diketahui adalah bagaimana izin tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga akan memudahkan pembuktiannya kelak bila timbul perselisihan.Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus menjelaskan beberapa hal, yaitu:1) Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan / pengobatan yang akan diberikan /

diterapkan.2) Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.3) Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.4) Alternative metode perawatan / pengobatan.5) Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan persetujuan.6) Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu percobaan atau menyimpang dari

kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukan Dokter juga perlu menyampaikan (meskipun hanya sekilas), mengenai cara kerja dan pengalamannya dalam melakukan tindakan medis tersebut (Achadiat, 2007).

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:- Diagnosa yang telah ditegakkan.- Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.- Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.- Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut.- Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan yang lain.- Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran :

- Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.- Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Page 12: Sk 1 Medikolegal

Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan (Ayat 2). Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:

Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.

Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.

2. Penyelenggaraan Rekam Medis pada suatu sarana pelayanan kesehatan merupakan salah satu indikator mutu pelayanan pada institusi tersebut. Berdasarkan data pada Rekam Medis tersebut akan dapat dinilai apakah pelayanan yang diberikan sudah cukup baik mutunya atau tidak, serta apakah sudah sesuai standar atau tidak. Untuk itulah, maka pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan merasa perlu mengatur tata cara penyelenggaraan Rekam Medis dalam suatu peraturan menteri keehatan agar jelas rambu-rambunya, yaitu berupa Permenkes No.749a1Menkes/Per/XII/1989.Secara garis besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes tersebut diatur sebagai berikut:1. Rekam Medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima pelayanan (pasal 4). Hal ini dimaksudkan agar data yang dicatat masih original dan tidak ada yang terlupakan karena adanya tenggang waktu.2. Setiap pencatatan Rekam Medis harus dibubuhi nama dan tanda tangan petugas pelayanan kesehatan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sistim pertanggung-jawaban atas pencatatan tersebut (pasal 5).3. Jika terdapat kesalahan pencatatan, maka pembetulan catatan yang salah harus dilakukan pada tulisan yang salah dan diparaf oleh petugas yang bersangkutan (pasal 6 ayat 1). Secara lebih tegas ayat 2 dari pasal yang sama menyatakan bahwa penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan.

LO 2.4 Tata Cara

1. Ketentuan persetujuan tidakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik No.HR.00.06.3.5.1866 Tanggal 21 April 1999, diantaranya :a. Persetujuan atau penolakan tindakan medik harus dalam kebijakan dan prosedur (SOP) dan ditetapkan tertulis

oleh pimpinan RS.b. Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter.c. Informed Consent dianggap benar :

• Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan secara spesifik.

• Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (valuentery)• Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang sehat mental dan

memang berhak memberikan dari segi hokum• Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan.

d. Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :• Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan (purhate of medical

procedure)• Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical procedure)• Tentang risiko • Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi• Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko –risikonya (alternative medical

procedure and risk)• Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan• Diagnosis

e. Kewajiban memberi informasi dan penjelasan• Dokter yang melakukan tindakan medis tanggung jawab• Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain, dengan diketahui dokter yang bersangkutan

f. Cara menyampaikan informasi

Page 13: Sk 1 Medikolegal

• Lisan• Tulisan

g. Pihak yang menyatakan persetujuan• Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah• Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :

- Ayah/ibu kandung- Saudara saudara kandung

• Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak :- Ayah/ibu adopsi- Saudara-saudara kandung- Induk semang

• Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :- Ayah/ibu kandung- Wali yang sah- Saudara-saudara kandung

• Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle) :- Wali- Kurator

• Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua- Suami/istri- Ayah/ibu kandung- Anak-anak kandung- Saudara-saudara kandung

h. Cara menyatakan persetujuan- Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi- Lisan; tindakan tidak beresiko

i. Jenis tindakan medis yang perlu informed consent disusun oleh komite medik ditetapkan pimpinan RS.j. Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga pasien.k. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan

• Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai salah satu saksi• Materai tidak diperlukan• Formulir asli harus dismpan dalam berkas rekam medis pasien• Formulir harus ditandatangan 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan• Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah diberikan informasi• Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanannya

l. Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada rekam medisnya.

2. Isi Rekam Medis merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data tentang identitas dan data medis seorang pasien. Secara umum isi Rekam Medis dapat dibagi dalam dua kelompok data yaitu:a. Data medis atau data klinisYang termasuk data medis adalah segala data tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta basilnya, laporan dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data-data ini merupakan data yang bersifat rabasia (confidential) sebingga tidak dapat dibuka kepada pibak ketiga tanpa izin dari pasien yang bersangkutan kecuali jika ada alasan lain berdasarkan peraturan atau perundang-undangan yang memaksa dibukanya informasi tersebut.b. Data sosiologis atau data non-medis:Yang termasuk data ini adalah segala data lain yang tidak berkaitan langsung dengan data medis, seperti data identitas, data sosial ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan rahasia, tetapi menurut sebagian lainnya merupakan data yang juga bersifat rahasia (confidensial).

Penyelenggaraan Rekam Medis

Page 14: Sk 1 Medikolegal

Penyelenggaraan Rekam Medis pada suatu sarana pelayanan kesehatan merupakan salah satu indikator mutu pelayanan pada institusi tersebut. Berdasarkan data pada Rekam Medis tersebut akan dapat dinilai apakah pelayanan yang diberikan sudah cukup baik mutunya atau tidak, serta apakah sudah sesuai standar atau tidak. Untuk itulah, maka pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan merasa perlu mengatur tata cara penyelenggaraan Rekam Medis dalam suatu peraturan menteri keehatan agar jelas rambu-rambunya, yaitu berupa Permenkes No.749a1Menkes/Per/XII/1989.Secara garis besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes tersebut diatur sebagai berikut:1. Rekam Medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima pelayanan (pasal 4). Hal ini dimaksudkan agar data yang dicatat masih original dan tidak ada yang terlupakan karena adanya tenggang waktu.2. Setiap pencatatan Rekam Medis harus dibubuhi nama dan tanda tangan petugas pelayanan kesehatan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sistim pertanggung-jawaban atas pencatatan tersebut (pasal 5).3. Jika terdapat kesalahan pencatatan, maka pembetulan catatan yang salah harus dilakukan pada tulisan yang salah dan diparaf oleh petugas yang bersangkutan (pasal 6 ayat 1). Secara lebih tegas ayat 2 dari pasal yang sama menyatakan bahwa penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan.

Kepemilikan Rekam MedisPada saat seorang pasien berobat ke dokter, sebenamya telah terjadi suatu hubungan kontrak terapeutik antara pasien dan dokter. Hubungan tersebut didasarkan atas kepercayaan pasien bahwa dokter tersebut mampu mengobatinya, dan akan merahasiakan semua rahasia pasien yang diketahuinya pada saat hubungan tersebut terjadi. Dalam hubungan tersebut se«ara otomatis akan banyak data pribadi pasien tersebut yang akan diketahui oleh dokter serta tenaga kesehatan yang memeriksa pasien tersebut. Sebagian dari rahasia tadi dibuat dalam bentuk tulisan yang kita kenal sebagai Rekam Medis. Dengan demikian, kewajiban tenaga kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran, mencakup juga kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi Rekam Medis.Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan. Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut. Karena isi Rekam Medis merupakan milik pasien, maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika dokter atau petugas medis menolak memberitahu tentang isi Rekam Medis kepada pasiennya, kacuali pada keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk bertindak sebaliknya. Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik institusi, maka tidak pada tempatnya pula jika pasien meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi jika institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.

LI 3. Malpraktek dalam Islam

Malpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggung-jawab secara profesi bisa digolongkan sebagai berikut:1. Tidak Punya Keahlian (Jahil)

Yang dimaksudkan di sini adalah melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keahlian, baik tidak memiliki keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki sebagian keahlian tapi bertindak di luar keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di bidang kedokteran kemudian nekat membuka praktek, telah disinggung oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau: َض�اِم�ٌن� َف�ُهَو� ، �َك� َذ�ِل �َل� َق�ْب ِط�ٌّب� �ُه ِم�ْن �ْم� ْع�َل ُي �ْم� َو�ِل �ٌّب� �َط�ْب َت ِم�ٌن�"Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui memiliki keahlian, maka ia bertanggung-jawab"

Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak orang, sehingga para Ulama sepakat bahwa mutathabbib (pelakunya) harus bertanggung-jawab, jika timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan menjadi pelajaran bagi orang lain.

2. Menyalahi Prinsip-Prinsip Ilmiah (Mukhâlafatul Ushûl Al-'Ilmiyyah)

Page 15: Sk 1 Medikolegal

Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang telah baku dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi kedokteran.

Para ulama telah menjelaskan kewajiban para dokter untuk mengikuti prinsip-prinsip ini dan tidak boleh menyalahinya. Imam Syâfi'i rahimahullah –misalnya- mengatakan: "Jika menyuruh seseorang untuk membekam, mengkhitan anak, atau mengobati hewan piaraan, kemudian semua meninggal karena praktek itu, jika orang tersebut telah melakukan apa yang seharusnya dan biasa dilakukan untuk maslahat pasien menurut para pakar dalam profesi tersebut, maka ia tidak bertanggung-jawab. Sebaliknya, jika ia tahu dan menyalahinya, maka ia bertanggung-jawab."[6] Bahkan hal ini adalah kesepakatan seluruh Ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah.

Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar terjadi pelanggaran prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini termasuk permasalahan yang pelik.

3. Ketidaksengajaan (Khatha')Ketidaksengajaan adalah suatu kejadian (tindakan) yang orang tidak memiliki maksud di dalamnya.

Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus bertanggungjawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat khatha' (tidak sengaja).

4. Sengaja Menimbulkan Bahaya (I'tidâ')Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk malpraktek yang paling buruk.

Tentu saja sulit diterima bila ada dokter atau paramedis yang melakukan hal ini, sementara mereka telah menghabiskan umur mereka untuk mengabdi dengan profesi ini. Kasus seperti ini terhitung jarang dan sulit dibuktikan karena berhubungan dengan isi hati orang. Biasanya pembuktiannya dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun mungkin juga factor kesengajaan ini dapat diketahui melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek yang sangat jelas. Misalnya, adanya perselisihan antara pelaku malpraktek dengan pasien atau keluarganya.

PEMBUKTIAN MALPRAKTEKAgama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan malparaktek harus

diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban dari pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan langsung diterima tanpa bukti, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka meninggalkan profesi mereka, sehingga akhirnya membahayakan kehidupan umat manusia. Sebaliknya, jika tidak ada pertanggungjawaban atas tindakan malpraktek yang terbukti, pasien terzhalimi, dan para dokter bisa jadi berbuat seenak mereka.

Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat sebagai berikut: 1. Pengakuan Pelaku Malpraktek (Iqrâr ).

Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri, dan ia lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri, biasanya pengakuan ini menunjukkan kejujuran.

2. Kesaksian (Syahâdah).Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zîr, dibutuhkan kesaksian dua pria yang adil. Jika

kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi, dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian empat wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan kelayakan saksi, hendaknya hakim juga memperhatikan tidak memiliki tuhmah (kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek dari dirinya).

3. Catatan Medis. Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat agar bisa menjadi

referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti yang sah.

BENTUK TANGGUNG JAWAB MALPRAKTEKJika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang dipikul pelakunya.

Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut:1. Qishash

Page 16: Sk 1 Medikolegal

Qishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja untuk menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash, Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area bedah) dengan sengaja. [9]"

2. Dhamân (Tanggung Jawab Materiil Berupa Ganti Rugi Atau Diyat)Bentuk tanggung-jawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut: a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada kesengajaan

dalam menimbulkan bahaya.b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah. c. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan tidak disengaja. d. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin dari pasien, wali pasien

atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat. 3. Ta'zîr berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain. Ta'zîr berlaku untuk dua bentuk malpraktek:

a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.

b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.

PIHAK YANG BERTANGGUNG-JAWABTanggung-jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang dokter melakukan kesalahan langsung, dan

bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek secara tidak langsung. Misalnya, seorang dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan awal sengaja merekomendasikan pasien untuk merujuk kepada dokter bedah yang tidak ahli, kemudian terjadi malpraktek. Dalam kasus ini, dokter bedah adalah adalah pelaku langsung malpraktek, sedangkan dokter pemeriksa ikut menyebabkan malpraktek secara tidak langsung.

Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang bertanggung-jawab. Kadang juga ada pihak lain lain yang ikut bertanggung-jawab bersamanya. Karenanya, rumah sakit atau klinik juga bisa ikut bertanggung-jawab jika terbukti teledor dalam tanggung-jawab yang diemban, sehingga secara tidak langsung menyebabkan terjadinya malpraktek, misalnya mengetahui dokter yang dipekerjakan tidak ahli.