laporan ske n3

63
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL BLOK MATA SKENARIO 3 MATA MERAH DENGAN VISUS TURUN Disusun Oleh Kelompok 18: Annisa Pertiwi G0010024 M. Maulana Shofri G0010116 Aryo Seno G0010030 Maulidina Kurniawati G0010122 Chumaidah Nur Aini G0010044 Nurul Dwi Utami G0010144 Endang Susilowati N G0010072 Rukmana Wijayanto G0010170 Firza Fatchya G0010082 Wahyu Aprillia G0010194 TUTOR: Dr. Ratih Puspita Febrinasari

Upload: sayekti-asih

Post on 23-Oct-2015

125 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

laporan skenario 3 blok mata

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Ske n3

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

BLOK MATA

SKENARIO 3

MATA MERAH DENGAN VISUS TURUN

Disusun Oleh

Kelompok 18:

Annisa Pertiwi G0010024 M. Maulana Shofri G0010116

Aryo Seno G0010030 Maulidina Kurniawati G0010122

Chumaidah Nur Aini G0010044 Nurul Dwi Utami G0010144

Endang Susilowati N G0010072 Rukmana Wijayanto G0010170

Firza Fatchya G0010082 Wahyu Aprillia G0010194

TUTOR:

Dr. Ratih Puspita Febrinasari

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2012

Page 2: Laporan Ske n3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skenario

Saat dr. Ali jaga di Puskesmas, datang seorang pasien Bapak Joko, usia 34

tahun dengan keluhan mata kiri merah sejak satu hari yang lalu. Selain itu ia

merasakan nyeri, cekot-cekot, pandangan kabur, dan silau.

Pada pemeriksaan didapatkan VOS 5/60 uji pinhole tidak maju, kelopak mata

bengkak dan spasme, konjungtiva bulbi injeksi, kornea tampak tidak jernih.

Setelah melakukan pemeriksaan lebih lanjut, mendiagnosis dan memberikan

terapi pendahuluan, dr. Ali merujuk pasien tersebut ke dokter spesialis mata di RSUD

Dr. Moewardi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi kornea?

2. Bagaimana patofisiologi gejala (nyeri, cekot-cekot, pandangan kabur, silau,

blepharospasme, injeksi konjungtiva bulbi, kornea tidak jernih) ?

3. Apa saja Diagnosis Banding pada kasus mata merah disertai penurunan visus?

4. Bagaimana terapi pendahuluan yang seharusnya diberikan?

5. Pemeriksaan lanjutan apa yang seharusnya dilakukan pada kasus tersebut?

6. Bagaimana tatalaksana pasien pada skenario?

7. Bagaimana peran Bank Mata dalam pendonoran mata dan bagaimana

persyaratan menjadi donor mata?

8. Bagaimana prognosis penyakit yang diderita pasien tersebut?

9. Komplikasi apa yang dapat terjadi pada kasus tersebut?

C. Tujuan

1. Mengetahui anatomi, histologi, dan fisiologi kornea.

2. Mengetahui patofisiologi gejala (nyeri, cekot-cekot, pandangan kabur, silau,

blepharospasme, injeksi konjungtiva bulbi, kornea tidak jernih).

3. Mengetahui Diagnosis Banding pada kasus mata merah disertai penurunan

visus.

4. Mengetahui terapi pendahuluan yang seharusnya diberikan.

Page 3: Laporan Ske n3

5. Mengetahui pemeriksaan lanjutan yang seharusnya dilakukan pada kasus

tersebut.

6. Mengetahui tatalaksana pasien pada skenario.

7. Mengetahui peran bank mata dalam pendonoran mata dan persyartan yang harus

dipenuhi oleh donor mata.

8. Mengetahui prognosis penyakit yang diderita pasien tersebut.

9. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada kasus tersebut.

Page 4: Laporan Ske n3

A. POMPA ION

Untuk mempertahankan transparansi kornea pada endotelium kornea terdapat pompa

natrium dan bikarbonat melalui lapisan endotel. Keluarnya ion natrium ini diikuti oleh

air dan ion klorin ke camera occuli anterior, sehingga kornea terjaga status

dehidrasinya. Kerusakan pada lapisan endotel ini akan menyebabkan kornea oedem

karena ketidakmampuan pompa natrium-bikarbonat ini.

Pada diagram ini ditunjukkan hipotesis dari mekanisme regulasi mineralokortikoid

terhadap transport natrium pada endotel kornea. Aqueous humour mengandung

kortisol dan aldosteron (Aldo) mengalir secara bebas dari camera oculi anterior ke

stroma kornea. Bersamaan dengan pompa endotel yang bergantung pada sistem

Na+K+ATPase dan HCO3- mengatur keadaan endotel agar tetap dalam keadaan

dehidrasi.

B. Fotofobia

Fotofobia adalah ketidaknyamanan mata dalam cahaya terang. Fotofobia adalah gejala

yang cukup umum. Bagi banyak orang, fotofobia bukan karena penyakit. Fotofobia

berat dapat terjadi dengan masalah mata dan dapat menyebabkan sakit mata parah

bahkan dalam cahaya relatif rendah.

Page 5: Laporan Ske n3

Penyebab:

Ada beberapa alasan yang berbeda mengapa seseorang mungkin menderita fotofobia

atau sensitivitas terhadap cahaya. Ini bukan penyakit, gangguan, masalah atau kondisi.

Bahkan, itu adalah gejala dari berbagai penyakit, gangguan, masalah dan kondisi.

Misalnya, infeksi atau peradangan yang mengiritasi mata dapat menyebabkan

fotofobia. Selain itu, dapat merupakan gejala dari suatu penyakit yang mendasari

seperti penyakit virus atau sakit kepala parah atau migren.

Warna mata seseorang juga dapat mempengaruhi sensitivitas terhadap cahaya yang.

Orang dengan mata berwarna lebih terang mengalami berbagai tingkat sensitivitas

cahaya dibandingkan orang dengan mata berwarna gelap. Dikatakan bahwa ini adalah

karena kurangnya pigmen di mata berwarna lebih terang, dan lebih banyak pigmen di

mata berwarna gelap dikatakan untuk melindungi terhadap pencahayaan yang keras

seperti sinar matahari cerah.

Penyebabnya:

Akut iritis atau uveitis (peradangan di dalam mata)

Luka bakar pada mata

Kornea abrasi

Kornea ulkus

Obat-obatan seperti amfetamin, atropin, kokain , cyclopentolate, idoxuridine,

fenilefrin, skopolamin, trifluridine, tropicamide, dan vidarabine

Berlebihan memakai lensa kontak, atau memakai lensa kontak dipasang buruk

Penyakit mata, cedera, atau infeksi (seperti chalazion , episkleritis , glaukoma )

Eye pengujian ketika mata telah melebar

Radang selaput

Migrain

C. UVEITIS ANTERIOR

a. Etiologi

Eksogen : trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau agen dari luar

Endogen : idiopatik, autoimun, mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh

pasien, misalnya pada infeksi tuberculosis, Herpes simples, dan sebagainya.

b. Patofisiologi

Page 6: Laporan Ske n3

Reaksi imunologi terhadap jaringan uvea anterior

c. Manifestasi Klinis

Fotofobia, sakit, mata merah, penurunan penglihatan, sukar melihat dekat, dan

lakrimasi pada keadaan akut. Bila kronik mata menjadi putih, dan gejala-gejala

minimal walau terjadi inflamasi berat.

Pada pemeriksaan ditemukan injeksi siliar, miosis pupil, flare pada bilik mata

depan, bila sangat akut dapat terjadi hifema atau hipopion, nodul iris seperti

benjolan Koeppe atau benjolan Busacca, tekanan bola mata dapat turun akibat

hipofungsi badan siliar atau meningkat karena pelebaran pembuluh siliar dan

perilimbus.

d. Komplikasi

Sinekia posterior dan sinekia anterior perifer dapat mengakibatkan glaukoma

sekunder. Dapat pula terjadi uveitis simpatis. Pemakaian steroid jangka panjang

harus diperhatikan.

e. Penatalaksanaan

Terapi harus segera dilakukan untuk mencegah kebutaan. Diberikan steroid tetes

mata pada siang hari dan salep pada malam hari. Dapat dipakai deksametason,

betametason, atau pednisolon 1 tetes setiap 5 menit kemudian diturunkan hingga

perhari. Bila perlu, juga steroid sistemik dalam dosis tinggi tunggal selang sehari

kemudian diturunkan sampai dosis efektif, dapat dipakai prednisolon 5 mg. Dapat

pula diberikan subkonjungtiva dan peribulbar. Untuk mengurangi rasa sakit,

melepas sinekia, dan mengistirahatkan iris yang meradang, diberikan siklopegik.

Setelah infeksi fokal, penyakit yang mendasari atau kuman penyebab diketahui,

diberikan pengobatan spesifik (Mansjoer et al, 2005)

D. BLEPHAROPASME

Blepharospasme adalah keadaan dimana terjadi kontraksi orbikularis okuli

yaitu otot-otot di sekitar mata tanpa disadari. Penyebabnya belum diketahui pasti

tetapi diduga karena kelainan persarafan. Blepharospasme dapat berlangsung

beberapa detik sampai beberapa jam.

Kelopak mata mempunyai sejumlah otot yang berfungsi untuk menutup dan

membuka mata. Otot yang berfungsi menutup dan mengedip pada kelopak mata atas

dan bawah adalah otot orbikularis okuli. Selain itu ada lagi otot yang berfungsi

Page 7: Laporan Ske n3

membuka mata pada kelopak mata. Normalnya mata berkedip rata-rata 14-15 kali per

menit, apabila lebih dari itu dapat dicurigai adanya blepharospasme.

Kelainan ini biasanya terjadi pada orang dewasa berusia 50-60 tahun, lebih

banyak pada wanita dan kontraksi tidak timbul pada saat tidur. Namun perlu juga

diwaspadai karena jika terjadi kontraksi yang berat dan hebat dapat menimbulkan

kebutaan fungsional karena penderita tidak bisa membuka matanya. Selain itu, gejala

yang biasa dialami meliputi iritasi mata yang membuat tidak nyaman, sensitif saat

melihat dan semakin sering mengedipkan mata.

Blepharospasme biasanya terjadi secara bertahap dengan berkedip yang

berlebihan dan dapat juga disertai iritasi mata. Pada stadium awal, blepharospasme

hanya dapat timbul bila adanya faktor predisposisi yang spesifik, contohnya sinar

lampu yang terang, kelelahan dan tekanan emosional. Keadaan dapat berlanjut jika

blepharospasme terjadi sepanjang hari. Pada keadaan lanjut, spasme yang terjadi

sangat hebat dan penglihatan pasien menjadi gelap, kelopak mata tertutup kuat dengan

paksa untuk beberapa jam.

Penyebab penyakit ini tida diketahui pasti tetapi ada dugaan kondisi ini

disebabkan oleh adanya kelainan pada ganglia basalis. Hal ini akan menyebabkan

aktivitas asetilkolin yang berlebihan sehingga akan menyebabkan kontraksi otot yang

berlebihan pula. Pada banyak orang blepharospasme timbul secara tiba-tiba tanpa

diktahui faktor predisposisinya.

E. EROSI KORNEA

Erosi kornea meripakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat

diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera

pada membran basal. Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi

dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut.

Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang

mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair dengan blefarospasme, lakrimasi,

fotofobia dan penlihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh.

Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi pewarnaan

fluoresein akan berwarna hijau. Pada erosi kornea yang perlu diperhatikan adalah

adanya infeksi yang timbul kemudian.

Page 8: Laporan Ske n3

Anastesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan

menghilangkan rasa sakit yang sangat. Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya

dilepas atau dikupas. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika. Akibat

rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka diberikan sikoplegik aksi

pendek. Erossi yang kecil biasanya akan tertutu kembali setelah 48 jam.

F. ULKUS KORNEA

Ulkus kornea merupakan salah satu dari kegawatdaruratan mata. Hal ini disebabkan

potensinya dalam menurunkan visus dan merusak mata. Hampir semua ulkus kornea

disebabkan oleh infeksi walaupun dapat juga steril. Ulkus yang disebabkan oleh

infeksi virus muncul setelah sebelumnya epitel kornea utuh. Sedangkan ulkus bakteria

umumnya mengikuti robeknya kornea akibat trauma. Robekan ini dapat menjadi

pintu masuk bakteri. Trauma ini dapat disebabkan oleh banyak hal misalnya abrasi

minor akibat benda asing, insufisiensi air mata, malnutrisi, atau penggunaan lensa

kontak.

Patogenesis dari ulkus kornea masih belum diketahui secara jelas. Kemungkinan

terdapat peranan respon imunologis terhadap antigen dan kelemahan genetik, seperti

predisposisi genetik terhadap tidak sempurnanya perkembangan fungsi limfosit T,

produksi autoantibodi, dan aktivasi jalur komplemen. Pemakaianlensa kontak, HIV,

trauma, penyakit mata, dan operasi mata merupakan beberapa faktor risiko ulkus

kornea (Jeng, 2010)

ETIOLOGI (Vaughan, 2000; Ilyas, 2004; Perdami, 2002; Wijaya, 1989)

a. Infeksi

Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies

Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk

sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar

bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.

Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,

Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.

Infeksi virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk

khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel

Page 9: Laporan Ske n3

yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi

pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral.

Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).

Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air

yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi

kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal

pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan

garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan

pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.

b. Noninfeksi

Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,

organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka

akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila

konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya

kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain

amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium

hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen

kornea.

Radiasi atau suhu

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang

akan merusak epitel kornea.

Sindrom Sjorgen

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca

yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan

defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan

permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya

bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat

timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan

flurosein.

Defisiensi vitamin A

Page 10: Laporan Ske n3

Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan

vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan

ganggun pemanfaatan oleh tubuh.

Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;

kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan

imunosupresif.

Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

Pajanan (exposure)

Neurotropik

c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

Granulomatosa wagener

Rheumathoid arthritis

KLASIFIKASI (Vaughan, 2000; Wijaya, 1989)

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis

b. Ulkus kornea fungi

c. Ulkus kornea virus

d. Ulkus kornea acanthamoeba

2. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus marginal

b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

c. Ulkus cincin (ring ulcer)

Ulkus Kornea Sentral

a. Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah

tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram

dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan

perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.

Page 11: Laporan Ske n3

Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik

kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak

diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan

infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu

reaksi radangnya minimal.

Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.

ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke

dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa

ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan.

Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat

hipopion yang banyak.

Gambar 3.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 3.b Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang

dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan

gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel

yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan

sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus

ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus

yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.

b.. Ulkus Kornea Fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa

minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.

Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak

kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada

bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian

sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam,

Page 12: Laporan Ske n3

seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong

dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang.

Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus

Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan

perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada

mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh

akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang

bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna

abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit

keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.

Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus

herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan

tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan

epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi

pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar

preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan

fluoresin dengan benjolan diujungnya

Gambar 5.a Ulkus Kornea Dendritik Gambar 5.b Ulkus Kornea Herpetik

d. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Page 13: Laporan Ske n3

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,

kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin

stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Ulkus Kornea Perifer

a. Ulkus Marginal

Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk

ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus,

toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok

arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya

lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan

lain-lain.

Gambar 7. Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.

ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang

belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori

hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu

mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang

meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.

Page 14: Laporan Ske n3

Gambar 8. Mooren's Ulcer

c. Ring Ulcer

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang

berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,

kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat

menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada

hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.

MANIFESTASI KLINIS (Ilyas, 2004)

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

Gejala Subjektif

Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva

Sekret mukopurulen

Merasa ada benda asing di mata

Pandangan kabur

Mata berair

Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

Silau

Nyeri

Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada

perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

Gejala Objektif

Injeksi siliar

Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

Hipopion

DIAGNOSIS (Vaughan, 2000; Perdami, 2002)

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.

Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya

riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat,

misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.

Page 15: Laporan Ske n3

Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti

kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus

terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit

sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,

kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat

terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :

Ketajaman penglihatan

Tes refraksi

Tes air mata

Pemeriksaan slit-lamp

Keratometri (pengukuran kornea)

Respon reflek pupil

Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi

Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)

Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura

dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH,

gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan

diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan

agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

Gambar 9. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Page 16: Laporan Ske n3

Gambar 10 a.Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 10 b.Pewarnaan gram ulkus kornea

herpes simplex herpes zoster

Gambar 11. a Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar 11. b Pewarnaan gram ulkus kornea

bakteri akantamoeba

PENATALAKSANAAN(Ilyas, 2004; Wijaya, 1989)

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis

mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus

kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung

antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan

dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat

memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.

a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah

1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya

2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan

mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih

4. Berikan analgetik jika nyeri

b. Penatalaksanaan medis

1. Pengobatan konstitusi

Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum

yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan

makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian

roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C.

Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh

Page 17: Laporan Ske n3

dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu

steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan

penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C.

Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam

badan dan menjadi lekas sembuh.

2. Pengobatan lokal

Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi

kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.

Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada

hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.

Infeksi pada mata harus diberikan :

Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,

Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.

Efek kerja sulfas atropine :

- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi

sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M.

konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang

telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior

yang baru

Skopolamin sebagai midriatika.

Analgetik.

Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau

tetrakain tetapi jangan sering-sering.

Antibiotik

Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang

berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi

subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap

mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat

menimbulkan erosi kornea kembali.

Anti jamur

Page 18: Laporan Ske n3

Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya

preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang

dihadapi bisa dibagi :

1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya :

topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,

Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole

2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B,

thiomerosal, Natamicin, Imidazol

3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa,

berbagai jenis anti biotik

Anti Viral

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid

lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk

infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.

Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,

interferon inducer.

Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat

menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik

terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada

ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :

1. Kauterisasi

a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni

trikloralasetat

b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau

termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung

panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.

2. Pengerokan epitel yang sakit

Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan

perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang

banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus

dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang

kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi

Page 19: Laporan Ske n3

pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva

ini dapat dilepaskan kembali.

Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan

sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan

melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru

saja, maka dapat dilakukan :

Iridektomi dari iris yang prolaps

Iris reposisi

Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva

Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat

Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita

obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh

menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

Gambar 7.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi perforasi.

3. Keratoplasti

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak

berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan,

kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi

beberapa kriteria yaitu :

1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita

2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.

3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Page 20: Laporan Ske n3

Gambar 14. Keratoplasti

PENCEGAHAN (Dahl, 2012)

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi

kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil

pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat

buruk bagi mata.

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata

- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup

sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah

- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan

merawat lensa tersebut.

KOMPLIKASI (Mills, 2011)

Komplikasi pada ulkus kornea dapat sangat merusak. perforasi kornea dapat terjadi.

Tumbuhnya jaringan parut pada kornea dapat menurunkan fungsi penglihatan

sebagian maupun total. Dapat juga mengakibatkan synechia anterior dan posterior,

glaucoma, dan katarak (Mills, 2011).

PROGNOSIS

Ulkus kornea dapat membaik dan dapat disembuhkan dengan pemberian terapi

yang tepat (Mills, 2011).

G. Keratitis

Radang kornea biasanya diklasifikasi dalam lapis kornea yang terkena, seperti

keratitis suprtficial dan interstitial atau profunda. Keratitis dapat disebabkan oleh

berbagai hal seperti kuarngnya air mta, keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang

diberi topical, dan reaksi terhadap konjungtivitis menhaun. Keratitis akan memberikan

gejala mata merah, rasa silau, dan merasa kelilipan. Pengobatannya dapat diberikan

dengan atibiotika, air mata buatan, dan sikloplegik.

Keratitis Pungtata

Keratitis yang terkumpul di atas membrane Bowman, dengan infiltrate berbentuk

bercak-bercak halus. Keratistis ini disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat

Page 21: Laporan Ske n3

terjad pada moluskum kontagiosum, akne rosasea, herpes simpleks, herpes zoster,

blefaritis neuroparalitik, infeksi vurus, vaksinia, trakoma dan trauma radiasi, dry eyes,

trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin, tobramosin, dan bahan

pengawet lainnya. Kelainan dapat berupa:

a) Keratitis pungtata epitel

b) Keratitis pungtata

c) Konjungtivitis verna dan atopic ditemukan bersama-sama papil raksasa

d) Pada trakoma, pamfigoid, sindrom Stevens Johnson dan pasca pengobatan

radiasi dapat ditemukan bersama-sama dengan jaringan parut konjungtiva

Keratitis pungtata biasanya terdapat bilateral dan perjalanan kronis tanpa gejala

terlihatnya kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut, yang biasanya terjadi pada

dewasa muda.

Keratitis Pungtata Superficial

Keratitis pungtata superficial memberikan gambaran seperti infiltrate halus bertitik-

titik pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea superficial dan hijau bila

diwarnai flouroresein. Keratitis pungtata superficial dapat disebabkan oleh sindrom

dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmus, keracunan obat topical (neomisin,

obramisin, atau obat lainnya), sinar UV, trauma kimia ringan, an pemakain lensa

kontak. Pasien akan mengeluah sakit, silau, mata merah, dan rasa kelilipan. Pasien

diberi air mata buatan, tobramisin tetes mata, dan sikloplegik.

Keratitis Pungtata Subepitel

Keratitis yang terkumpul di dareah membrane Bowman. Pada keratitis ini hanya

terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelianan konjungtiva,

ataupun tanda akut, yang biasanya terjadi pada dewasa muda.

Keratitis Marginal

Page 22: Laporan Ske n3

Keratiitis marginal merupakan infiltrate yang tertimbun pada tepi kornea sejajar

dengan limbus. Penyakit infeksi local konjungtiva dapat mengakibatkan keratitis

kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada

pasien setengah umur dengan adanya blearokongjungtivitis. Bila tidak diobati dengan

bai maka akan menyebabkan tukak kornea. Biasanya bersfat rekuren, dengan

kemungkinan terdapatnya Streptococcus pneumonia, Hemophyllis aegepty, Moraxella

lacunata, dan Esrichia. Infiltrate dan tukak yang terlihat diduga merupakan timbunan

kom[leks anyigen-antibodi. Penderita aka mengeluh sakit seperti kelilipan, lakrimasi,

dsertai fptofobia berat. Pada mata akan terihat blefarospasme pada satu mata, injeksi

konjungtiva, infiltrate atau ulkus yang memanjang, dangkal unilateral dapat tunggal

atau multiple, sering disertai neovaskularisai dari arah limbus. Bila tidak diobati

dengan baik kan mengakibatkan tkak kornea. Pengobatan yang diberikan adala

antibotika yang sesuai dengan penyebab infeksi lokalnya dan steroid dosis ringan.

Pada pasien dapat diberikan vitamin B dan C dosis tinggi. Pada kelainan yang indolen

dilakukan kauterisasi dengan listrik atau AgNO3 di pembuluh darahnya atau

dilakukan flep konjungtiva yang kecil. Penyulit yang terjadi berupa jaringan parut

pada kornea yang akan menggaggu penglhatan atau ulkus meluas dan menjadi lebih

dalam. Keratitis marginalis trakomatosa merupakan keratitis dengan pembentukan

membrane pada kornea atas. Keadaan ini akan membentuk pannus, berupa keratitis

dengan neovaskularisasi.

Keratitis Interstitial

Keratitis interstitial(KI) adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah ke

dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea. KI dapat berlanjut menjadi

kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering dari KI.

Keratitis Bakteri

Keratitis bakteri adalah proses yang mengancam penglihatan. Sebuah cirri-ciri khusus

dari keratitis bakteri adalah perkembangan yang cepat, kerusakan kornea dapat

terjadidalam 24-48 jam dengan beberapa bakteri yang lebih ganas. Ulserasi kornea,

pembentukan abses stroma, edema kornea sekitarnya, dan peradangan segmen

anterior adalah karakteristik dari penyakit ini.

Keratitis bakteri tetap menjadi salah satu potensi komplikasi yang paling penting dari

pemakain lensa kontak dan bedah kornea refraktif. Untuk menjaganya, diagnosis dini

dan pengobatan adalah kunci untuk meminimalisasi gejala sisa visual yang

Page 23: Laporan Ske n3

mengancam. Selain itu, tindak lanjut selanjutnya, perhatian terhadap data

laboratorium, dan mengubah antimikroba jika tidak ada perbaikan klinis terbukti

merupakan elemen yang penting bagi hasil yang sukses.

Patofisiologi

Gangguan dari epitel kornea utuh dan / atau lapisan air mata yang abnormal

memungkinkan masuknya mikroorganisme ke dalam stroma kornea, di mana mereka

dapat berkembang biak dan menyebabkan ulserasi. Faktor virulensi dapat memulai

invasi mikroba, atau molekul efektor sekunder yang dapat membantu proses infektif.

Banyak bakteri menampilkan beberapa adhesins pada struktur fimbria dan nonfimbria

yang dapat membantu dalam kepatuhan mereka untuk menjadi penghuni sel kornea.

Selama tahap awal, epitel dan stroma di daerah cedera dan infeksi membengkak dan

mengalami nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi ulkus awal

dan nekrosis penyebab lamellae stroma. Difusi produk inflamasi (termasuk sitokin)

posterior memunculkan pencurahan sel inflamasi ke ruang anterior dan dapat

menciptakan suatu hypopyon. Racun bakteri yang berbeda dan enzim (termasuk

elastase dan protease alkalin) dapat diproduksi selama infeksi kornea, berkontribusi

terhadap perusakan substansi kornea. Kelompok bakteri yang paling umum

bertanggung jawab atas keratitis bakteri adalah sebagai berikut: Streptococcus,

Pseudomonas, Enterobacteriaceae (termasuk Klebsiella, Enterobacter, Serratia, dan

Proteus), dan spesies Staphylococcus. Hingga 20% dari kasus keratitis jamur

(candidiasis khususnya) yang rumit oleh koinfeksi bakteri.

Penyebab

Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel kornea adalah

penyebab potensial atau faktor risiko untuk keratitis bakteri. Selanjutnya, paparan

beberapa bakteri mematikan yang dapat menembus epitel utuh (misalnya, Neisseria

gonorrhoeae) juga dapat menyebabkan keratitis bakteri. Sejauh ini penyebab paling

umum dari trauma pada epitel kornea dan faktor risiko utama untuk keratitis bakteri

adalah penggunaan lensa kontak, terutama pemakaian lensa kontak yang lama. Pasien

dengan keratitis bakteri, 19-42% adalah pemakai lensa kontak. Insiden keratitis

bakteri sekunder untuk pemakai lensa kontak yang lama adalah sekitar 8.000 kasus

per tahun. Kejadian tahunan keratitis bakteri dengan sehari-memakai lensa adalah 3

kasus per 10.000.  

Page 24: Laporan Ske n3

Perawatan Medis

Jika tidak ada organisme diidentifikasi pada Pap slide, pengobatan dapat dimulai

dengan antibiotik spektrum luas dengan berikut: tobramycin (14 mg / mL) 1

menjatuhkan setiap jam bergantian dengan cefazolin dibentengi (50 mg / mL) 1

menjatuhkan setiap jam. Jika ulkus kornea kecil, perifer dan tidak ada perforasi ,

monoterapi intensif dengan fluoroquinolones merupakan pengobatan alternatif.

Antimikroba lain dapat digunakan, tergantung pada kemajuan klinis dan temuan

laboratorium. Generasi keempat fluoroquinolones oftalmik termasuk moksifloksasin

(VIGAMOX, Alcon Laboratories, Inc, Fort Worth, TX) dan gatifloksasin (Zymar,

Allergan, Irvine, CA), dan itu semua sekarang sedang digunakan untuk pengobatan

konjungtivitis bakteri. Kedua antibiotik tersebut memiliki aktivitas baik secara in

vitro terhadap bakteri gram positif daripada ciprofloxacin atau ofloxacin.

Moksifloksasin menembus baik ke dalam jaringan okular dibandingkan gatifloksasin

dan fluoroquinolones yang lebih tuatua, aktivitas in vitro dari moksifloksasin dan

gatifloksasin terhadap bakteri gram negatif adalah mirip dengan fluoroquinolones tua.

Moksifloksasin juga memiliki karakteristik pencegahan lebih baik daripada mutan

fluoroquinolones lainnya. Temuan ini mendukung penggunaan fluoroquinolones baru

untuk pencegahan dan pengobatan infeksi mata yang serius (misalnya, keratitis,

endophthalmitis) yang disebabkan oleh bakteri yang rentan. Dalam pandangan dari

temuan ini, moksifloksasin atau gatifloksasin mungkin menjadi alternatif pilihan

untuk ciprofloxacin sebagai monoterapi lini pertama pada keratitis bakteri. Selain itu,

0,5% dan moksifloksasin, pada tingkat lebih rendah, levofloxacin dan ciprofloxacin

telah menunjukkan efektivitas yang signifikan untuk mengurangi jumlah

Mycobacterium abscessus in vivo yang menunjukkan potensi penggunaan agen-agen

dalam pencegahan keratitis abscessus M. Tiga pasien dengan keratitis Acanthamoeba

yang berhasil diobati dengan aplikasi topikal larutan riboflavin 0,1% dan 30 menit

dari radiasi UV difokuskan pada ulkus kornea. Frekuensi pemberian antibiotik harus

tapering off sesuai dengan perjalanan klinis dengan menggunakan beberapa

parameter berikut (1)Menumpulkan dari perimeter stroma menyusup (2)Penurunan

kepadatan stroma menyusup (3)Penurunan stroma edema dan plak inflamasi endotel

(4)Penurunan peradangan bilik mata depan (5)Reepithelialization dari cacat epitel

kornea (6)Peningkatan gejala nyeri

Page 25: Laporan Ske n3

Pencegahan

    Antibiotik topikal diberikan secara rutin setelah cedera traumatik pada kornea

(termasuk operasi). Mencegah kontaminasi dari obat topikal dan penggunaan solusi

lensa kontak steril merupakan langkah penting dalam mencegah lensa kontak yang

berhubungan dengan infeksi.

Komplikasi

    Komplikasi yang paling ditakuti dari kondisi ini adalah penipisan kornea,

descemetocele sekunder, dan perforasi akhirnya dapat mengakibatkan hilangnya

endophthalmitis dan mata.

Prognosa

 Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, seperti diuraikan di bawah, dan

dapat berakibat pada penurunan ringan sampai parah di terbaik dikoreksi ketajaman

visual. Virulensi dari organisme yang bertanggung jawab atas keratitis.  Luas dan

lokasi ulkus kornea. Menghasilkan vaskularisasi dan / atau deposisi kolagen.

Keratitis Jamur

Keratitis jamur pertama kali dijelaskan oleh Leber pada tahun 1879. Ini bukan

penyebab umum dari infeksi kornea, tetapi merupakan salah satu penyebab utama

keratitis menular di daerah tropis di dunia. Mengingat jamur sebagai kemungkinan

penyebab keratitis menular adalah penting karena dapat merusak mata jika tidak

didiagnosis dan diobati dengan cepat dan efektif. Lihat gambar di bawah.

Jamur kornea ulkus.

Page 26: Laporan Ske n3

Jamur borok pada seorang wanita tua.

Jamur keratitis.

Infeksi jamur.

Jamur ulkus

Page 27: Laporan Ske n3

Infeksi jamur.

ulkus kornea dengan berlebihan vascularisasi

Keratitis jamur adalah istilah umum yang berarti setiap radang kornea. Jamur dapat

menginfeksi (dan kemudian menyebabkan peradangan) kornea. Keratitis jamur

merujuk pada infeksi kornea yang disebabkan oleh jamur. Salah satu jenis jamur yang

dapat menginfeksi kornea adalah Fusarium. Ketika Fusarium menginfeksi kornea

disebut sebagai keratitis Fusarium. Keratitis jamur tetap menjadi tantangan diagnostik

dan terapi ke dokter spesialis mata. Kesulitan yang terkait dengan menetapkan

diagnosis klinis, mengisolasi organisme jamur etiologi di laboratorium, dan

mengobati keratitis secara efektif dengan agen antijamur topikal. Sayangnya,

diagnosis dapat tertunda adalah umum, terutama karena kurangnya kecurigaan,

bahkan jika diagnosis dibuat secara akurat, manajemen tetap menjadi tantangan

karena penetrasi kornea miskin dan ketersediaan komersial terbatas agen antijamur.

Selain itu, kejadian keratitis jamur telah meningkat selama 30 tahun terakhir. Ini

terjadinya peningkatan keratitis jamur merupakan akibat dari seringnya penggunaan

kortikosteroid topikal dan agen antibakteri dalam mengobati pasien dengan keratitis,

kenaikan jumlah pasien yang immunocompromised, dan teknik laboratorium

diagnostik yang lebih baik membantu dalam diagnosa.

Keratitis jamur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dan sering

terjadi pada pasien dengan riwayat trauma okular luar ruangan.

Page 28: Laporan Ske n3

Klasifikasi

Dari 70 jamur yang berbeda yang telah terlibat sebagai penyebab keratitis jamur, 2

kelompok medis penting yang bertanggung jawab untuk infeksi kornea adalah ragi

dan jamur berfilamen (septate dan nonseptate).

Ragi menghasilkan karakteristik krem, buram, koloni pucat pada permukaan media

kultur. Candida adalah patogen yang paling representatif dalam kelompok ini,

terutama mempengaruhi orang-orang yang korneanya sudah dikompromi oleh steroid

topikal, permukaan patologi, atau keduanya. Suatu pertumbuhan tepung pada

permukaan media kultur yang dihasilkan oleh jamur septate filamen, yang merupakan

penyebab paling umum dari keratitis jamur.

Patofisiologi

Organisme jamur yang terkait dengan infeksi okular di mana-mana, organisme

saprophytic dan telah dilaporkan sebagai penyebab infeksi hanya dalam literatur mata.

Isolat jamur telah diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut: Moniliaceae (jamur

filamen nonpigmented, termasuk Fusarium dan spesies Aspergillus), Dematiaceae

(jamur filamen berpigmen, termasuk Curvularia dan spesies Lasiodiplodia), dan ragi

(termasuk spesies Candida).

Jamur dapat masuk ke dalam stroma kornea melalui luka dalam epitel, kemudian

berkembang biak dan menyebabkan nekrosis jaringan dan reaksi inflamasi. Luka

epitel biasanya hasil dari trauma (misalnya, memakai lensa kontak, benda asing,

operasi kornea sebelumnya). Organisme dapat menembus membran descemet utuh

dan mendapatkan akses ke ruang anterior atau segmen posterior. Mikotoksin dan

enzim proteolitik yang dapat menambah kerusakan jaringan.

Keratitis jamur juga telah dijelaskan terjadi sekunder pada endophthalmitis jamur.

Dalam kasus ini, organisme jamur membentang dari segmen posterior melalui

membran descemet dan ke stroma kornea.

Jamur bukan merupakan penyebab umum dari keratitis mikroba. Jamur tidak bisa

menembus epitel kornea utuh dan tidak masuk kornea dari pembuluh darah limbus

episcleral. Mereka membutuhkan cedera penetrasi atau cacat epitel sebelumnya agar

dapat masuk ke kornea. Sekali dalam kornea, namun, mampu berkembang biak.

Organisme yang menginfeksi sudah ada cacat epitel dari mikroflora normal

konjungtiva dan adneksa. Patogen yang paling umum yang menyerang cacat epitel

yang sudah ada sebelumnya adalah Candida. Jamur berfilamen adalah penyebab

Page 29: Laporan Ske n3

utama infeksi pasca trauma. Virulensi intrinsik jamur tergantung pada zat jamur

diproduksi dan respon host yang dihasilkan.

Jamur berfilamen berkembang biak dalam stroma kornea tanpa pelepasan substansi

kimiawi, sehingga menunda kekebalan tubuh inang / respon inflamasi. Sebaliknya,

Candida albicans menghasilkan fosfolipase A dan lysophospholipase pada permukaan

blastospores, memfasilitasi pintu masuk ke jaringan. Fusarium solani, yang

merupakan jamur mematikan, mampu (seperti jamur berfilamen lainnya), untuk

menyebarkan dalam stroma kornea dan menembus membran descemet.

Trauma kornea adalah faktor risiko yang paling sering dan utama untuk keratitis

jamur. Bahkan, dokter harus memiliki tingkat kecurigaan yang tinggi pada pasien

dengan riwayat trauma kornea, terutama dengan materi tanaman atau tanah.

Trauma yang menyertai memakai lensa kontak miniscule, lensa kontak yang bukan

merupakan faktor risiko umum dari keratitis jamur. Candida adalah penyebab utama

keratitis terkait dengan lensa kontak terapi dan jamur berfilamen yang terkait dengan

memakai lensa kontak bias.

Penggunaan steroid topikal secara definitif telah terlibat sebagai penyebab insiden

meningkat, pengembangan, dan memburuknya keratitis jamur. Faktor risiko lain yang

perlu dipertimbangkan adalah benda asing, operasi kornea, keratitis kronis, dan

penyakit imunosupresif.

Penyebab

Aspergillus adalah penyebab paling umum dari seluruh dunia keratitis jamur. Namun,

epidemiologi keratitis jamur bersifat spesifik iklim. Di Amerika Serikat bagian

selatan, spesies Fusarium adalah penyebab paling umum dari keratitis jamur, dengan

kejadian sangat tinggi di Florida. Sebaliknya, Candida dan Aspergillus spesies adalah

patogen yang paling umum di Amerika Serikat bagian utara. Faktor risiko umum

untuk pengembangan keratitis jamur meliputi:

Trauma (misalnya, lensa kontak, benda asing), dalam sebuah studi dari keratitis jamur

dari selatan Florida, trauma dengan materi sayuran adalah faktor risiko utama pada

44% pasien; Penggunaan Kortikosteroid topikal; operasi kornea seperti keratoplasty;

operasi katarak, atau LASIK; Karena herpes simplex, herpes zoster, atau

keratoconjunctivitis vernal keratitis kronis

Page 30: Laporan Ske n3

Faktor risiko keratitis Candida adalah sebagai berikut: lama pasien; sudah ada

penyakit okular; paparan keratopati; kronis keratitis; penggunaan steroid jangka

panjang ; penyakit imunosupresif.

Perawatan Medis

Agen antijamur diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:Poliena termasuk

Natamycin, nistatin, dan amfoterisin B. poliena mengganggu sel dengan cara

mengikat sel jamur dinding ergosterol dan efektif terhadap bentuk filamen dan ragi.

Amfoterisin B adalah obat pilihan untuk mengobati pasien dengan keratitis jamur

yang disebabkan oleh ragi.

Meskipun poliena menembus jaringan mata buruk, amfoterisin B adalah obat pilihan

untuk pengobatan keratitis jamur yang disebabkan oleh Candida. Selain itu, ia

memiliki khasiat terhadap jamur berfilamen banyak. Administrasi adalah setiap 30

menit selama 24 jam pertama, setiap jam selama 24 jam kedua, dan kemudian secara

perlahan meruncing sesuai dengan respon klinis.

Natamycin memiliki aktivitas spektrum yang luas terhadap organisme filamen.

Penetrasi B amfoterisin yang dioleskan ditemukan untuk menjadi lebih rendah dari

Natamycin yang dioleskan melalui epitel kornea utuh.

Natamycin adalah obat antijamur topical yang tersedia secara umum. Hal ini efektif

terhadap jamur berfilamen, terutama untuk infeksi yang disebabkan oleh Fusarium.

Namun, karena penetrasi okular miskin, itu terutama sangat berguna dalam kasus-

kasus dengan infeksi kornea superfisial.

Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole, miconazole, fluconazole,

itraconazole, ekonazol, dan clotrimazole. Azoles menghambat sintesis ergosterol pada

konsentrasi rendah, dan, pada konsentrasi yang lebih tinggi untuk menyebabkan

kerusakan langsung ke dinding sel.

Oral flukonazol dan ketokonazol sistemik diserap dengan baik di ruang anterior dan

kornea, karena itu, obat tersebut harus dipertimbangkan dalam pengelolaan keratitis

jamur yang mendalam.

Imidazole dan triazoles adalah agen antijamur kimia yang sintetis. Ketokonazol dan

flukonazol dosis tinggi telah ditunjukkan dalam studi hewan. Karena penetrasi yang

sangat baik dalam jaringan okular, obat-obat ini, diberikan secara sistemik yang

merupakan pengobatan pilihan dari keratitis yang disebabkan oleh jamur berfilamen

dan ragi.

Page 31: Laporan Ske n3

Dosis dewasa adalah 200-400 mg ketokonazol / hari, yang dapat ditingkatkan sampai

800 mg / hari. Namun, karena efek sekunder, meningkatkan dosis harus dilakukan

dengan hati-hati. Ginekomastia, oligospermia, dan penurunan libido telah dilaporkan

pada 5-15% dari pasien yang telah mencoba 400 mg / hari untuk jangka waktu yang

lama.

Peran potensial dari itrakonazol dalam pengobatan keratitis jamur masih belum jelas.

Namun, mungkin menjadi agen adjunctive membantu dalam keratitis jamur.

Pirimidin terfluorinasi, seperti flusitosin, adalah agen antijamur lainnya. Flusitosin

diubah menjadi analog timidin yang menghalangi sintesis timidin jamur. Ini biasanya

diberikan dalam kombinasi dengan azole atau amfoterisin B. Jika tidak, jika flusitosin

hanya digunakan dalam terapi untuk infeksi kandida, munculnya resistensi cepat

berkembang. Oleh karena itu, flusitosin tidak boleh digunakan sendiri.

Suntikan subconjunctival dapat digunakan pada pasien dengan keratitis berat atau

keratoscleritis. Obat tersebut juga dapat digunakan ketika kepatuhan pasien miskin

ada.

Sebuah antijamur oral (misalnya, ketoconazole, fluconazole) harus dipertimbangkan

untuk pasien dengan infeksi stroma yang mendalam. Terapi antijamur biasanya

dipertahankan selama 12 minggu, dan pasien dipantau secara ketat.

Flukonazol telah ditunjukkan untuk menembus lebih baik ke kornea setelah

pemberian sistemik dibandingkan dengan azoles lain dan mungkin berhubungan

dengan efek samping lebih sedikit.

Sebuah studi oleh Matsumoto et al telah menunjukkan bahwa topikal 0,1%

micafungin tetes mata dapat dibandingkan dengan flukonazol 0,2% dalam pengobatan

keratitis jamur tidak memmedulikan usia pasien, jenis kelamin, atau ukuran ulkus.

Sensitivitas antijamur in vitro sering dilakukan untuk menilai pola resistensi dari

jamur isolat. Namun, dalam pengujian in vitro kerentanan mungkin tidak sesuai

dengan respon klinis in vivo karena faktor host, penetrasi kornea dari antijamur, dan

kesulitan dalam standarisasi sensitivitas antijamur. Oleh karena itu, harus dilakukan

dengan metode standar di laboratorium rujukan.

Peningkatan pertumbuhan jamur dengan pengobatan kortikosteroid diketahui dengan

baik, sehingga tetes kortikosteroid tidak boleh digunakan dalam pengobatan keratitis

jamur sampai setelah 2 minggu pengobatan antijamur dan bukti klinis yang jelas dari

pengendalian infeksi. Steroid seharusnya hanya digunakan ketika peradangan aktif

Page 32: Laporan Ske n3

yang diyakini menyebabkan kerusakan yang signifikan terhadap struktur dan kornea.

Steroid selalu digunakan dalam hubungannya dengan antijamur topikal.

Komplikasi

Keratitis jamur dapat menyebabkan infeksi mata yang parah melibatkan setiap

struktur intraokular dan dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan yang parah atau

bahkan kehilangan mata.

Prognosa

Prognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk tingkat keterlibatan kornea pada

presentasi, status kesehatan pasien (misalnya, immunocompromised), dan waktu

menetapkan diagnosis klinis dikonfirmasi oleh budaya di laboratorium.

Pasien dengan infeksi ringan dan diagnosis mikrobiologis dini memiliki prognosis

yang baik, namun, mengendalikan atau memberantas infeksi yang menyebar ke sclera

atau struktur intraokular sangat sulit.

Sekitar sepertiga dari hasil infeksi jamur merupaka kegagalan pengobatan medis atau

perforasi kornea.

H. Gloukoma Akut

Glaukoma akut sudut tertutup adalah suatu kondisi di mana iris tersebut melekat ke

trabecula meshwork di sudut bilik mata depan mata. Ketika iris didorong atau ditarik

anterior untuk menghalangi trabecula meshwork , arus cairan yang keluar dari mata

diblokir, yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular (TIO). Jika penutupan

sudut terjadi tiba-tiba dapat terjadi gejala yang parah dan dramatis. Pengobatan

langsung sangat penting untuk mencegah kerusakan pada saraf optik dan kehilangan

penglihatan. Jika penutupan terjadi sebentar-sebentar atau secara bertahap, ACG

mungkin sulit dibedakan dengan kronis glaukoma sudut terbuka.

Patofisiologi

Penutupan sudut dapat terjadi melalui 2 mekanisme. Iris dapat didorong ke depan ke

dalam kontak dengan trabecular meshwork, seperti di blok pupil atau plateau iris, atau

mungkin ditarik anterior, seperti yang terjadi dengan kondisi inflamasi lainnya. Dalam

kedua kasus, posisi iris menyebabkan sudut ruang biasanya terbuka untuk menutup.

Page 33: Laporan Ske n3

Aqueous humor yang seharusnya mengalir keluar dari bilik mata depan yang

terperangkap di dalam mata. Nyeri, penglihatan kabur, dan mual dapat terjadi jika

kenaikan tekanan berikutnya yang tiba-tiba. Kerusakan glaukoma pada saraf optik

juga dapat terjadi karena TIO meningkat, baik dalam serangan mendadak atau dalam

episode intermiten selama jangka waktu yang panjang.

Peningkatan ketebalan iris, yang diukur dengan segmen anterior tomografi koherensi

optik , merupakan faktor risiko untuk sudut tertutup glaukoma pada populasi Asia.

Glaukoma Akut

a. Etiologi

Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa

sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai

akibat penyakit mata lain. yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer,

menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.

b. Faktor predisposisi

Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan

midriatik, berdiam lama di tempat yang gelap, dan gangguan emosional. Bentuk

sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen

atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau

pasca bedah intraokular.

c. Manifestasi Klinis

Rasa sakit hebat yang menjalar ke kepalaa disertai mual dan muntah, mata merah

dan bengkak, tajam penglihatan sangat menurun, dan melihat lingkaran-lingkaran

seperti pelangi.

Pada pemeriksaan dengan lampu senter terlihat injeksi konjungtiva, injeksi

siliar, kornea suram karena sembab, reaksi pupil hilang atau melambat, kadang

pupil midriasis, kedua bilik mata depan tampak dangkal pada bentuk primer,

sedangkan pada bentuk sekunder dijumpai penyakit penyebabnya.

Funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media refraksi.

Pada perabaan, bola mata yang sakit teraba lebih keras dibanding sebelahnya.

d. Pemeriksaan Penunjang

Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.

Perimetri, gonioskopi, dan tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.

e. Komplikasi

Page 34: Laporan Ske n3

Kebutaan

f. Penatalaksanaan

Tekanan intraokular harus diturunkan secepatnya dengan memberikan

asetazolamid 500 mg dilanjutkan 4x250 mg solusio gliserin 50% 4x 100-150 ml

dalam air jeruk, penghambat beta adrenergik 0,25-0,5% 2x1 dan KCl 3 x 0,5 g.

Diberikan pula tetes mata kortikosteroid dan antibiotik untuk mengurangi reaksi

inflamasi.

Untuk bentuk yang primer, diberikan tetes mata pilokarpin 2% tiap ½ - 1 jam

pada mata yang mendapat serangan dan 3 x 1 tetes pada mata sebelahnya. Bila

perlu diberikan anagesik dan antiemetik.

Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi TIO dan

keadaan matanya. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya

diberikan infus manito 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Bila jelas menurun,

operasi ditunda sampai mata lebi tenang dengan tetap memantau TIO. Jenis

operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan

gonioskopi setelah pengobatan medikamentosa. Sebagai pencegahan juga

dilakukan iridektomi pada masa sebelahnya. (Mansjoer et al, 2005)

Syarat Donor Kornea

Mayat yang meninggal bukan karena :

Leukemia

Sepsis

Infeksi: hepatitis, HIV/AIDS

Tumor pada mata

Jika akan mendoronrkan mata:

Sebaiknya segera dienukleasi dalam 1 jam postmortal

5jam postmortal jika matanya dikompres es

Idealnya transplantasi dilakukan segerasetelah kornea diangkat, tetapi dg

adanyabank mata, kornea donor dpt disimpan lebihlama (24-48 jam) pada suhu

40C

Jangan melipat kornea selama penyimpanan

Bank Mata

Page 35: Laporan Ske n3

Bank mata yaitu lembaga yang menghimpun kornea mata yang disumbangkan

guna kepentingan kemanusiaan bagi mereka yang memerlukan penggantian kornea

mata akibat suatu penyakit atau kecelakaan. (KBBI, 2008)

Page 36: Laporan Ske n3

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien pada skenario yang dibahas adalah laki-laki usia 34 tahun dengan

keluhan mata kiri merah sejak satu hari yang lalu, dengan demikian pasien menderita

suatu penyakit mata akut dengan mata merah (mata meradang). Pasien juga

merasakan nyeri dan cekot-cekot. Rasa nyeri dan cekot-cekot dapat berasal dari

berbagai kondisi patologis pada mata. Penyakit pada kornea biasanya menimbulkan

rasa nyeri karena kornea memiliki banyak serat nyeri yang berasal dari cabang

pertama (ophtalmicus) nervus cranialis V (trigeminus). Rasa nyeri ini pun dapat

diperberat oleh gerakan palpebra saat berkedip.

Pasien juga mengeluhkan pandangan kabur dan silau. Pandangan kabur bisa

disebabkan oleh adanya kelainan refraksi, kelainan pada media refrakta, dan

gangguan pada jalur saraf penglihatan. Pandangan kabur adalah gejala yang selalu

muncul saat terdapat lesi pada kornea. Penyebabnya berdasar pada fungsi kornea yang

merupakan jalan masuknya cahaya dan media refrakta terkuat. Apabila kornea

mengalami gangguan, maka proses pembiasan dan pemfokusan cahaya menuju retina

pun terganggu, sehingga bayangan yang terbentuk di retina tidak akan fokus dan jelas.

Pada glaukoma akut, pandangan yang kabur disebabkan oleh adanya neuropati optik

dan disertai pengecilan lapang pandang. Silau, atau fotofobia pada penyakit kornea

dan uveitis disebabkan oleh kontraksi iris yang dalam kondisi meradang yang nyeri,

sedangkan pada glaukoma akut iris dilatasi sedang dan terfiksasi. Hal ini

mengakibatkan fungsi iris yang normal (mengatur diameter pupil, midriasis atau

miosis) tidak dapat berjalan dengan baik. Sehingga, pada kondisi cahaya yang banyak,

pupil tidak dapat miosis sehingga cahaya yang masuk terlalu banyak sehingga

menimbulkan fotofobia.

Pemeriksaan visus pada ocular sinistra didapatkan hasil 5/60 (visus menurun),

didapat dari pemeriksaan hitung jari, pasien dapat menyebutkan jumlah jari yang

benar hingga jarak 5 meter. Uji pinhole merupakan uji lubang kecil yang digunakan

untuk mengetahui apakah tajam penglihatan yang berkurang terjadi akibat kelainan

refraksi atau kelainan organik media penglihatan/media refrakta. Uji pinhole tidak

Page 37: Laporan Ske n3

maju menunjukkan bahwa visus yang menurun bukan disebabkan oleh kelainan

refraksi.

Uji pinhole maju menandakan penurunan visus terjadi karena terdapat

kelainan refraksi. Tetapi pada uji pinhole tidak maju seperti pada skenario

menandakan bahwa penurunan visus terjadi karena adanya kelainan organik yang

mungkin saja dapat diakibatkan oleh kekeruhan kornea, katarak, kekeruhan badan

kaca, dan kelainan makula lutea.

Injeksi konjungtiva bulbi merupakan pelebaran pembuluh darah konjungtiva

posterior akibat pengaruh mekanis, alergi, ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva.

Warna merah pada injeksi konjungtiva bulbi mengarah pada merah segar, yang perlu

dibedakan dari injeksi siliar/perikornea yang berwarna ungu dan injeksi episklera

yang berwarna merah gelap. Injeksi konjungtiva bulbi didapatkan pada beberapa

kelainan mata seperti konjungtivitis, keratitis dan glaukoma sudut tertutup. Tetapi

pada keratitis, injeksi konjungtiva timbul pada keratitis yang berat dan didahului oleh

adanya injeksi perikornea. Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup, tidak hanya

terdapat injeksi konjungtiva tetapi juga terdapat injeksi siliar.

Permeabilitas kornea ditentukan oleh epitel dan endotel, yang merupakan

membrane yang permeable. Lapisan ini sangat penting untuk mempertahankan

kejernihan kornea. Apabila terdapat kerusakan epitel dan endotel, maka air dapat

masuk ke dalam jaringan kornea dan menyebabkan edema kornea dan kornea menjadi

keruh, sehingga pembentukan bayangan di retina terganggu , menyebabkan gangguan

ketajaman penglihatan dan menyebabkan pandangan menjadi kabur. hampir seluruh

peradangan di kornea disertai dengan edema kornea seperti pada keratitits. Edema

kornea terdapat juga pada glaukoma akut karena cairan terkumpul di bawah epitel.

Penyakit kornea dapat berasal dari 3 arah, yaitu eksogen, endogen dan

kelanjutan dari penyakit di jaringan mata yang lain. Penyakit kornea yang berasal dari

penyakit di jaringan mata yang lain disebabkan karena kornea berhubungan dengan

jaringan mata yang lain, yaitu stroma kornea kelanjutan dari stroma sklera, epitel

kornea kelanjutan dari epitel konjungtiva dan endotel kornea kelanjutan dari endotel

iris. Jadi saat terjadi kelainan di konjungtiva, skera dan iris dapat berlanjut pada

kornea, begitu juga sebaliknya. Pada jalur endogen, penyakit kornea terjadi karena

penyakit sistemik seperti sifilis dan TBC. Sedangkan pada jalur eksogen biasanya

dipicu oleh adanya trauma pada epitel. Dimana epitel kornea merupakan suatu pagar

pertahanan bagi kornea, sehingga saat terdapat mikroorganisme, serangan tersebut

Page 38: Laporan Ske n3

tidak dapat langsung menginfeksi kornea, hal ini membutuhkan adanya trauma

terlebih dahulu sehingga mikroorganisme dapat melakukan invasi. Tetapi, keaadaan

ini tidak berpengaruh pada kuman difteri dan gonococcus karena kedua kuman ini

memiliki enzim proteolitik. Hal ini menjelaskan mengapa pada keratitis, biasanya

terjadi unilateral, berbeda dengan konjungtiva yang terjadi bilateral.

Kelopak mata bengkak dapat disebabkan oleh radang pada mata, glaukoma

akut dan non radang seperti gigitan serangga, alergi dan kelainan sistemik.

Kelopak mata spasme atau yang dikenal sebagai blefarospasme merupakan

spasme dari m. orbikularis okuli. Hal ini menyebabkan palpebra tertutup erat-erat.

Blefarospasme terdapat 2 macam yaitu blefarospasme tonis yaitu berupa mata tertutup

yang disebabkan karena peradangan mata, adanya korpus alienum di mata, glaukoma

akut dan histeria, sedangkan blefarospasme klonis terdapat kedipan fibriler, dimana

terjadi sebentar-sebentar terutama di palpebra inferior yang disebabkan karena

kelainan refraksi yang tidak dikoreksi, memakai kacamata yang salah, kecapaian,

senilitas. Hal ini perlu dibedakan dari blefaroptosis yaitu berupa penurunan palpebra

superior, akibat pertumbuhan yang tidak baik atau paralise dari M. levator palpebra.

Blefaroptosis bilateral disbabkan karena kongenital, yaitu terdapat gangguan

pembentukan M. levator palpebra. Sedangkan blefaroptosis unilateral diakibatkan

oleh paralise N. occulomotorius yang menginervasi M. levator palpebra dan sindroma

Horner, oleh karena paralise dari saraf simpatis yang mengurus M. Muller, ditemukan

pada Sifilis.

Setelah diperiksa, pasien tersebut diberikan terapi pendahuluan. Hal tersebut

dilakukan karena jika penyakit yang diderita adalah glaukoma, terapi ini betujuan

untuk mengurangi tekanan intra okuler dan rasa nyeri yang diderita pasien. Sedangkan

bila yang diderita pasien adalah uveitis, maka terapi pendahuluan bertujuan untuk

mencegah kebutaan. Terapi pendahuluan untuk glaukoma:

1. Topikal: Pilokarpin 2 %/menit selama 5 menit. Dilanjutkan pilokarpin

2%/jam selama 1 hari.

Pilokarpin merupakan alkaloid tumbuhan parasimpatomimetik yang

menyebabkan meiosis padamata.

2. Sistemik: Asetazolamid 500mg/IV (karena penderita glaukoma sering muntah

maka diberikan IV). Jika sudah tidak muntah diberikan Asetazolamid 250 mg

tablet tiap 4 jam.

3. β Blocker untuk mengurangi produksi aqueous humor.

Page 39: Laporan Ske n3

4. Gliserol dalam peros 1 gr/kg bb dalam larutan 50 %.

Gliserol merupakan diuretik osmotik yang membuat tekanan osmotik

meningkat. Perbedaan derajat tekanan osmotik tersebut membuat aquous

humor berdifusi kembali ke plasma, sehingga tekanan intra okuler akan

menurun.

5. Anestesi retro bulbar xylocain 2% yang mengurangi produksi aquos humor

dan rasa nyeri.

6. Morfin 50 mg subkutis yang mengurangi rasa nyeri yang sangat.

Terapi pendahuluan untuk uveitis anterior untuk mencegah kebutaan:

1. Dexamethason fosfat 0,1% tetes pagi siang.

2. Dexamethason fosfat 0,05% salep malam hari.

Dexamethason merupakan steroid yang bekerja sebagai anti inflamasi.

3. Steroid sistemik jika perlu (Prednison 30mg/hari dengan dosis terbagi)

4. Sikloplegik untuk mengurangi rasa sakit, melepas sinekia dan beriistirahat

pada iris yang meradang.

Pada keratitis harus diketahui penyebabnya dulu baru dapat dilakukan terapi.

Terapi mungkin dapat diberikan untuk mengurangi gejala yang ada dan dapat

diberikan antibiotik spektrum luas sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan.

Pemeriksaan tambahan yang diperlukan: Jika curiga erosi atau ulkus pada

kornea dan keratitis maka dilihat dengan pemeriksaan uji fluoresensi dan uji placido.

Uji fluoresensi menggunakan kertas yang mengandung fluor kemudian bila disinari

gelombang biru akan terlihat warna hijau pada daerah yang mengalami erosi. Uji

placido melihat dengan papan placido untuk melihat keutuhan dari kornea. Jika curiga

glaukoma maka dilakukan pemeriksaan tonometri dan gonioskopi. Tonometri dapat

mengetahui tekanan intraokuler, jika lebih dari 20 maka dicurigai terkena glaukoma.

Macam macam tonometri yaitu tonometri schiotz, tonometri anaplasi, dan tonometri

digital. Sedangkan gonioskopi dapat melihat keadaan sudut bilik mata yang dapat

menimbulkan glaukoma. Jika dicurigai uveitis anterior maka dilakukan pemeriksaan

infeksi fokal untuk mengetahui apa penyebab infeksi.

Penatalaksanaan pada glaukoma akut sudut tertutup setelah diberi terapi

pendahuluan yaitu bedah iridektomi. Sedangkan pada uveitis setelah diketahui apa

yang menyebabkan infeksi dilanjutkan dengan obat spesifik kuman tertentu. Pada

keratitis dapat diberikan antibiotik, anti-virus, anti-fungi dan sikloplegik.

Page 40: Laporan Ske n3

Prognosis dari penyakit yang diderita pasien baik jika segera dilakukan terapi

pendahuluan lalu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan diagnosis.

Setelah itu, dilanjutkan penatalaksanaan yang sesuai dengan penyakit yang diderita

pasien.

Page 41: Laporan Ske n3

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

1. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada skenario, kami

menarik kesimpulan bahwa diagnosis banding untuk pasien adalah glaukoma

akut, uveitis anterior, dan keratitis. Namun keterangan pada skenario lebih

mengarah kepada glaukoma akut.

2. Terapi pendahuluan pada glaukoma akut adalah dengan pilokarpin,

asetazolamid, β Blocker, gliserol, anestesi retro bulbar xylocain, dan morfin.

Untuk uveitis anterior adalah dexamethason, steroid sistemik bila diperlukan,

dan sikloplegik. Sedangkan untuk keratitis dapat diberikan antibiotic spektrum

luas sembari menunggu hasil pemeriksaan bakteri.

3. Untuk menunjang diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu tonometri dan gonioskopi untuk

glaukoma, pemeriksaan uveitis fokal untuk uveitis anterior, serta uji fluoresensi

dan plasido untuk keratitis.

4. Penatalaksanaan lanjut pada glaukoma adalah dengan bedah iridektomi,

sedangkan pada uveitis adalah antibiotik spesifik kuman tertentu, dan pada

keratitis dapat diberikan antibiotik, anti-virus, anti-fungi dan sikloplegik.

5. Prognosis baik bila segera dilakukan terapi pendahuluan pada pasien.

B. Saran

Semua anggota kelompok sudah berpartisipasi aktif dalam diskusi tutorial

kali ini, diharapkan keaktifan ini tetap dipertahankan dan ditingkatkan pada

diskusi-diskusi tutorial selanjutnya.

Page 42: Laporan Ske n3

DAFTARPUSTAKA

Dahl, Andrew A., MD, FACS . 2012.Corneal Ulcer. Diakses dari

http://www.emedicinehealth.com/corneal_ulcer/page11_em.htm#.

Ilyas, Sidharta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI : Jakarta

Jeng BH, Gritz DC, Kumar AB, et al. 2010. Epidemiology of ulcerative keratitis in

Northern California. Arch Ophthalmol. Aug;128(8):1022-8. [Medline].

Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan. 2005. Kapita

Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I. Editor : Arif Mansjoer, dkk. Jakarta : Media

Aesculapius

Mills, Trevor John. 2011. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency

Medicine Follow-up. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/798100.

Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia. 2002. Ulkus Kornea dalam : Ilmu

Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2.

Jakarta : Penerbit Sagung Seto.

Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. Jakarta : Gramedia

Vaughan, Daniel. 2000. Opthalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika.

Wijaya. N. 1989. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003041.htm

http://www.eyehealthweb.com/problems/photophobia.html

www.medisato.com/id/blefarospasme (diakses pada tanggal 14 Oktober 2012 Pukul

22.00)

http://emedicine.medscape.com/article/1194028-overview

http://emedicine.medscape.com/article/1206956-overview#showall