bab ii responsi kolestasis

Upload: iga-pt-ratih-pradnyandari

Post on 08-Jul-2015

1.354 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN Kolestasis didefinisikan sebagai hambatan aliran empedu, dengan manifestasi sebagai conjugated hyperbilirubinemia disertai hambatan bahan-bahan (seperti bilirubin, asam empedu dan kolesterol) dan secara histopatologis terlihat penumpukan empedu di dalam hepatosit dan bilier. Kadar bilirubin direk > 1 mg/dl pada bilirubin total < 5 mg/dl atau bilirubin direk > 20% kadar bilirubin total bila kadar bilirubin total > 5 mg/dl.1,2 Akibat penumpukan empedu di sel hati, bayi terlihat ikterik, urin berwarna lebih gelap dan tinja berwarna lebih pucat sampai seperti dempul. Kolestasis harus dipikirkan sebagai salah satu penyebab ikterus pada bayi baru lahir bila, ikterus menetap setelah bayi berusia 2 minggu.1 Penyebab kolestasis pada bayi ini sangat beragam, berupa penyakit atau kelainan fungsional. Diantaranya adalah infeksi, kelainan genetik, kelainan metabolik yang menimbulkan kolestasis intrahepatik yang disebut kolestasis hepatoseluler atau berbagai kelainan yang mempengaruhi saluran bilier ekstrahepatik yang disebut juga kolestasis obstruktif yang dapat berupa kolestasis obstruktif intrahepatik atau kolestsis obstruktif ekstrahepatik. Lebih dari 90% penyebab kolestasis obstruktif adalah atresia bilier yang memerlukan tindakan operasi dini.2 Kolestasis menunjukan suatu keadaan yang patologis pada hepatobilier, betapapun ringannya ikterus tersebut. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan intensif sedini mungkin agar dapat mencegah kerusakan hati yang permanen dan progresif. Pada atresia bilier bila intervensi bedah dilakukan kurang dari 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 80% sedangkan pembedahan yang dilakukan pada usia lebih dari 12 minggu angka keberhasilanya hanya 20%. Tanpa intervensi bedah, rata-rata usia kematian adalah 12 bulan. Pada saat ini dengan intervensi bedah dini sejumlah 36-56% pasien hidup sampai usia 5 tahun. Bila pasca operasi, aliran empedu hanya mengalami perbaikan parsial, paling tidak anak mendapat kesempatan tumbuh dan berkembang sebaik mungkin sebelum diputuskan perlu tidaknya dilakukan transplantasi hati.3

1

Dari data yang dihimpun bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sebagian besar kolestasis pada bayi adalah jenis kolestasis intrahepatik, yaitu sebesar 60%. Mayoritas kolestasis intrahepatik disebabkan oleh infeksi pada masa prenatal. Terdapat kasus kolestasis intrahepatik akibat infeksi virus yang sembuh dengan sendirinya. Namun jika disebabkan oleh infeksi kuman yang berat (sepsis) maka diperlukan terapi antibiotika yang tepat. Ada pula kasus kolestasis intrahepatik yang disebabkan oleh gangguan metabolisme yakni metabolisme karbohidrat, protein, lemak atau asam empedu. Sedangkan kasus kolestasis ekstrahepatik pada bayi-bayi Asia sebagian besar disebabkan oleh atresia bilier, yaitu gangguan pada saluran empedu, dimana saluran itu tidak dapat dipakai mengeluarkan bahan-bahan yang seharusnya dibuang ke tinja. Bisa juga diakibatkan oleh kista saluran empedu yang memicu berbagai komplikasi termasuk pecahnya kista dan kematian.3 Penanganan bayi kolestasis merupakan suatu masalah yang cukup pelik karena penyebabnya sangat bervariasi dan sebagian besar masih belum jelas patogenesisnya. Oleh karena itu tugas klinisi dalam menghadapi kolestasis adalah menegakkan kolestasis sedini mungkin, melakukan evaluasi diagnostik sedini mungkin untuk mengetahui penyebabnya (intra atau ekstrahepatik), intervensi dini untuk mencegah skuele jangka panjang.3

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hati dan Empedu Hati merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hati pada manusia terletak pada cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram atau 2% berat badan orang dewasa normal.4,5 Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :4,5 Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat (KH) Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu asam piruvat (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs). Glukoneogenesis dalam hati juga penting untuk mempertahankan konsentrasi normal glukosa darah, karena gluconeogenesis hanya terjadi secara bermakna apabila konsentrasi glukosa darah mulai menurun di bawah normal. Pada keasaan demikian, sejumlah besar asam amino dan gliserol dari trigliserida diubah menjadi glukosa, dengan demikian membantu mempertahankan konsentrasi glukosa darah yang relative normal. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

3

1. Senyawa 4 karbon keton bodies 2. Senyawa 2 karbon active acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol) 3. Pembentukan kolesterol 4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kolesterol. Dimana serum kolesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid. Hati bersama-sama dengan ginjal memecahkan asam lemak berantai panjang menjadi benda-benda keton. Benda keton ini akan banyak dihasilkan oleh tubuh pada masa kelaparan. Benda keton akan dikeluarkan bersama air kemih. Kira-kira 80% kolesterol yang disintesis di dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya diangkut dalam lipoprotein dan dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Fungsi hati sebagai metabolisme protein Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Gamma-globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung 584 asam amino dengan berat molekul 66.000. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsik, bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer agar pembekuannya kuat dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vitamin K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

4

Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K. Fungsi hati sebagai detoksikasi Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis. Fungsi hemodinamik Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam arteri hepatica 25% dan di dalam vena porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hati dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu olahraga, terik matahari, syok. Hati merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah. 2.2 Empedu a. Anatomi Sekresi Empedu Empedu yang diproduksi oleh sel-sel hati memasuki kanalikuli empedu yang kemudian menjadi duktus hepatika kanan dan kiri. Duktus hepatika menyatu untuk membentuk duktus hepatik komunis yang kemudian menyatu dengan duktus sistikus dari kantung empedu dan keluar dari hati sebagai duktus biliaris komunis. Duktus empedu komunis, bersama dengan duktus pankreas, bermuara di duodenum atau dialihkan untuk penyimpanan di kantung empedu.4,5 b. Komposisi Empedu Empedu adalah cairan berwarna kuning kehijauan yang terdiri dari 97% air, garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, asam lemak, lesitin dan elektrolit (Na+, K+, Ca2+, Cl-, HCO3-). Garam-garam empedu terbentuk dari asam empedu yang berikatan dengan kolesterol dan asam amino. Pigmen empedu terdiri dari biliverdin (hijau) dan bilirubin (kuning).

5

c. Metabolisme Empedu Tahapan metabolisme bilirubin berlangsung dalam 3 fase yaitu fase prehepatik, intrahepatik dan ekstrahepatik. Fase Prehepatik Bilirubin merupakan hasil pemecahan hemoglobin. Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera difagosit oleh jaringan makrofag (sistem retikuloendotelial) di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-sel kupffer), limpa, sumsum tulang. Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin yang mana globin akan didegradasi menjadi asam amino dan akan kembali ke sirkulasi, sedangkan heme akan dioksidasi oleh heme oksigenase menjadi biliverdin, Fe dan karbon monoksida. Kemudian biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin indirek/tak terkonjugasi oleh enzim biliverdin reduktase. Semua proses tersebut terjadi di limpa. Bilirubin indirek kemudian dibawa ke hati melalui aliran darah. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka dibutuhkan ikatan dengan albumin plasma dan di transport dalam kombinasi ini melalui darah dan cairan interstisial. Bilirubin ini mempunyai daya larut yang tinggi terhadap lemak dan kecil sekali terhadap air, sehingga pada reaksi van den Bergh, zat ini harus dilarutkan dahulu dalam akselerator seperti methanol atau etanol, oleh karena itu disebut bilirubin indirek. Zat ini sangat toksik terutama untuk otak. Pengikatan dengan albumin merupakan upaya tubuh untuk menyingkirkan bilirubin indirek dari tubuh dengan segera. Daya ikat albuminbilirubin (kapasitas ikat total) berkisar 3-4 mg/dl. Obat seperti asetil salisilat, tiroksin dan sulfonamid dapat mengadakan kompetisi terhadap ikatan ini. Fase Intrahepatik Dalam beberapa jam, bilirubin indirek diabsorpsi melalui membran sel hati. Bilirubin indirek mudah memasuki hepatosit berkat adanya protein akseptor sitoplasmik Y dan Z hepatosit. Proses tersebut dapat dihambat oleh anion organik seperti asam flavasidik, beberapa bahan kolestogarafik. Sewaktu memasuki sel hati, bilirubin dilepaskan dari albumin plasma dan segera setelah itu kira-kira 80% dikonjugasi dengan asam glukoronat yang berasal dari asam uridin diposfoglukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transferase. Hasil gabungan ini larut dalam air, sehingga disebut bilirubin direk atau bilirubin terikat (bilirubin

6

konjugasi). Selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentuk ikatan monglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. Bilirubin konjugasi dikeluarkan melalui proses yang tergantung dari energi ke dalam sistem bilier. Bilirubin yang diekskresikan ke dalam usus akan dirubah menjadi sterkobilin. Enzim glukoronil transferase diinduksi oleh fenobarbital. Fenobarbital juga menambah protein akseptor Y. Estrogen dan progestin yang berasal dari ibu dan steroid dapat menghambat konjugasi bilirubin dalam hati. Bilirubin direk atau bilirubin konjugasi dikeluarkan melalui membran kanalikuli ke saluran empedu proses traspor aktif. Obat seperti klorpromazin dapat memblokade proses ini demikian juga adanya bendungan ekstrahepatal dan kerusakan sel hati. Bila terjadi blokade, maka bilirubin direk akan mengalami regurgitasi sehingga kembali ke dalam plasma. Bilirubin direk ditampung dalam kantong empedu yang kemudian dikeluarkan ke dalam saluran pencernaan.4 Fase Ekstrahepatik Sekali berada didalam usus, kira-kira setengah dari bilirubin direk akan direduksi oleh bakteri menjadi urobilinogen, yang mudah larut. Sebagian besar diekskresikan kembali oleh hati ke dalam usus, masuk ke dalam darah, dan kirakira 5% diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin. Bilirubin direk sebagian besar diserap oleh ileum terminal secara aktif, sebagian kecil yang tidak diserap masuk ke dalam kolon, dirusak oleh bakteri usus manjadi bilirubin indirek. Sebagian dari bilirubin ini diserap secara pasif oleh kolon melalui vena porta bilirubin ini memasuki hati dan dikeluarkan lagi ke dalam sistem bilier (sirkulasi enterohepatik).4 c. Kendali pada sekresi dan aliran empedu Sekresi empedu diatur oleh faktor saraf (impuls parasimpatis) dan hormon (sekretin dan kolesistokinin) yang sama dengan yang mengatur sekresi cairan pankreas. Saat asam lemak dan asam amino mencapai usus halus, kolesistokinin dilepas untuk menkontraksi otot kandung empedu dan merelaksasi sfingter Oddie. Cairan empedu kemudian didorong ke dalam duodenum.

7

2.3 Definisi Kolestasis Kolestasis adalah hambatan sekresi dan atau aliran empedu sehingga terjadi akumulasi, retensi serta regurgitasi bahan bahan yang diekskresikan oleh empedu antara lain bilirubin, asam empedu, kolesterol dengan gejala klinis yang terdiri dari ikterus, urin berwarna tua, tinja dempul dan gambaran laboratorium kada bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl bila bilirubin total kurang dari 5mg/dl; sedangkan bila bilirubin total lebih dari 5mg/dl kadar bilirubin direk adalah 20% dari bilirubin total.1,3 Pada pemeriksaan histopatologis terlihat penumpukan empedu di dalam hepatosit dan sistem bilier. Penumpukan bahan tersebut akan merusak sel hati dengan berbagai tingkat gejala klinis yang mungkin terjadi, serta pengaruhnya terhadap organ sistemik lainnya, tergantung dari lamanya kolestasis berlangsung.2,3 2.4 Epidemiologi Kolestasis pada bayi terjadi pada kurang lebih 1/3 dari 400 kelahiran hidup dan sepertiga diantaranya disebabkan oleh atresia bilier. Dari 4 penyebab utama kolestasis, insiden atresia bilier adalah 1:10.000 sampai 1:14.000 kelahiran hidup. Hepatitis neonatal 1:4000, dan defisiensi -1-antitripsin 1:30.000.1,2 Rasio atersia bilier pada anak permpuan dan anak laki-laki adalah 3 : 1, sedangkan pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik. Belum terbukti adanya predileksi rasial atau familial.3 Di lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar selama periode Januari 1992 sampai November 1993 tercatat 34 kasus kolestasis, terdiri dari 26 kasus atau 76,5 % kasus kolestasis intrahepatik dan 8 kasus atau 23,5% kasus kolestasis ekstrahepatik. Berdasarkan jenis kelamin terdapat 22 kasus atau 64,7% kasus pada laki-laki dan 12 kasus atau 35,2% kasus perempuan. Dari segi usia, usia kurang dari 3 bulan sebanyak 28 kasus atau mencapai 82,4%. Usia 3-6 bulan sebayak 4 kasus atau 11,8 % dan usia lebih dari 6 bulan sebanyak 2 kasus atau 5,8%. Usia termuda adalah 9 hari dan tertua adalah 8 bulan.1,2,3

8

Kolestasis bisa terjadi pada semua kelompok umur. Namun diketahui bahwa neonatus dan bayi lebih sering menderita penyakit ini sebagai konsekuensi belum matangnya fungsi hati.6 2.5 Patofisiologi Kolestasis Secara umum mekanisme terjadinya kolestasis dapat dibagi menjadi 2 jenis yakni gangguan hepatoseluler, dimana terjadi gangguan pembentukan empedu, dan obstruktif dimana terjadinya hambatan pada pengaliran empedu setelah selesai terbentuk. Gambaran histolpatologis untuk kolestasis hepatoseluler adalah menunjukan adanya empedu didalam hepatosit dan kanalikuli. Sedangkan untuk kolestasis tipe obstruktif maka akan ditemukan sumbatan pada saluran empedu interlobuler, ekspansi portal, proliferasi dari saluran empedu dan jejas dari kolat sentrilobularis.6 Kolestasis tipe obstruktif biasanya disebabkan oleh karena obstruksi dari sistem bilier pada tingkat saluran empedu ekstrahepatik yang mana sering disebabkan oleh batu ataupun tumor. Sumbatan pada tingkat sekecil apapun dapat mengakibatkan onstruksi pada keseluruhan sistem empedu. Retensi dari garam empedu akan mengakibatkan jejas pada membran biologis di seluruh tubuh terutama pada hati. Selain itu retensi juga akan mengakibatkan gangguan pada fungsi dan fluiditas dari membran.6 Retensi dari bilirubin terkonjugasi dan regurgitasi ke dalam serum6 Ekskresi dari bilirubin terkonjugasi adalah langkah pembatasan dari pembersihan bilirubin. Ketika kolestasis terjadi konjugasi dari bilirubin terus berlanjut sedangkan ekskresinya berkurang. Mekanisme yang mana menyebabkan bilirubin terkonjugasi teregurgitasi kedalam serum kurang jelas dipahami. Diduga pada kolestasis tipe hepatoseluler pembentukan dari bilirubin terkonjugasi akan ter efflux langsung dari hepatosit melalui proses difusi atau eksositosis dari vesikuler. Sedangkan pada kolestasis tipe obstruktif bilirubin terkonjugasi memasuki daerah kanalikuler melalui tight junction yang melemah. Tingkat dari bilirubin terkonjugasi dipengaruhi oleh pembentukan bilirubin, derajat dari kolestasis dan juga eliminasi terutama eliminasi melalui

9

ginjal. Tingkat kenaikan dari bilirubi terkonjugasi tidaklah signifikan secara klinis karena tidak menunjukan tipe ataupun derajat dari kolestasis. Tingkat kenaikan dari bilirubin yang tidak terkonjugasi6 Kenaikan konsentrasi serum dapat ditemukan pada semua pasien yang mengalami kolestasis. Jumlah dari bilirubin yang terkonjugasi mungkin akan berkurang sebagai akibat dari inhibisi produk akhir ataupun sebagai akibat dari jejas pada hepatosit. Tingkat produksi bilirubin mungkin juga meningkat sebagai akibat dari hemolisis yang biasanya menyertai kolestasis. 2.6 Manifestasi klinis Tanpa memandang etiologinya, gejala klinik utama pada kolestasis pada bayi adalah ikterus, tinja berwarna lebih pucat sampai dempul (akolik), dan urin yang berwarna kuning tua seperti teh. Selanjutnya akan muncul manifestasi klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin.3,4 Adapun manifestasi klinis utama terjadinya kelainan yang menyebabkan kolestasis adalah : 1. Peningkatan kadar bilirubin direk serum > 1 mg/dl pada bilirubin total < 5 mg/dl atau bilirubin direk > 20% kadar bilirubin total bila kadar bilirubin total > 5 mg/dl. 2. Peningkatan asam empedu serum (>10 mmol/L) 3. Warna tinja akolik (seperti dempul) dengan variasinya. 4. Urin warna kuning tua seperti teh. 5. Hepatomegali Secara klinis, kolestasis dihubungkan dengan gejala ikterik serta pruritus berdasarkan peningkatan kadar bilirubin direk, -glutamil transferase, alkalifosfatase dan malabsorpsi lemak. Perubahan warna tinja serta urobilinogen urin sejalan dengan jenis serta beratnya hambatan empedu tersebut dan berkorelasi pula dengan lamanya kolestasis berlangsung. Pada kolestsis kronik, anak akan mengalami malnutrisi dan retardasi dalam pertumbuhan serta gejala defisiensi vitamin yang larut dalam lemak, yaitu terjadi penebalan kulit, rabun senja, osteopenia, degenerasi neuromuskular, anemia hemolitik, hipoprotrombinemia

10

serta kelainan hati menjadi progresif dan selanjutnya terjadi sirosis bilier dengan berbagai komplikasinya.2 2.7 Diagnosis Untuk membedakan antara kolestasis intrahepatal dengan kolestasis ekstrahepatal, dilakukan dengan cara : 1. Anamnesis a. Riwayat keluarga Bila ada saudara kandung pasien yang menderita kolestasis, kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik. Atresia bilier jarang mengenai suadara pasien yang lain. b. Riwayat kehamilan dan kelahiran Riwayat obstetrik ibu (infeksi TORCH, hepatitis B dan infeksi lain), Berat badan lahir, infeksi intrapartum, morbiditas perinatal dan riwayat pemberian nutrisi parenteral. Bayi atresia bilier biasanya lahir dengan berat badan normal, sedangkan bayi dengan kolestasis intrahepatal biasanya lahir dengan berat badan rendah. 2. Klinis Menurut Alagille (1984), bahwa ada 4 keadaan klnis yang dipakai sebagai patokan a. b. c. d. untuk membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dengan intahepatik, yaitu : Berat badan lahir Warna tinja Umur penderita saat tinja mulai akolik Keadaan hati

11

Kriteria klinis untuk membedakan kolestasis Intra/Ekstrahepatal Klinis Warna tinja selama dirawat Pucat /dempul Kuning Ekstrahepatal 79% 21% 3226 45 gram 16 1,5 minggu 13% Intrahepatal 26% 74% 2678 55 gram 30 2 minggu 47%

Berat badan lahir Usia tinja akolik Gambaran klinis hati Hati normal Hepatomegali Konsistensi : Biopsi hati Fibrosis porta Profilerasi duktus Thrombus empedu importal Normal Padat Keras

12% 63% 24% 94% 86% 63%

35% 47% 6% 47% 30% 1%

Kolestasis ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik, maka sebagai upaya pertama untuk membedakan kolestasis intra/ekstrahepatik adalah mengumpulkan tinja 3 porsi dalam wadah berwarna gelap. 1. 2. 3. Porsi I pkl 06.00 15.00 Porsi II pkl 15.00 03.00 Porsi III pkl 03.00 06.00

Pada saat tinja dikumpulkan, pemberian kolestiramin dihentikan. Bila selama beberapa hari ketiga porsi tinja tetap dempul, maka kemungkinan besar diagnosisnya adalah kolestasis ekstrahepatik. Pada kolestasis intrahepatik, umumnya dempul pada pemeriksaan tinja 3 porsi akan berfluktuasi. 3. Pemeriksaan Penunjang 12

a.

Pemeriksaan rutin Pada setiap kasus kolestasis dilakukan pemeriksaan kadar

komponen dari bilirubin untuk membedakanya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Juga dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati termasuk FL. Data laboratorik awal pada bayi kolestasis Bilirubin total Bilirubin direk SGOT ( dari N) SGPT ( dari N) GT ( dari N) b. Pemerksaan khusus Pemeriksaan Uji Aspirasi Duodenum (UAD) jarang dilakukan karena beberapa pernyataan mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan tinja 4 porsi. c. Pencitraan Pencitraan dilakukan untuk mengetahui patensi duktus dan menilai keadaan parenkim hati. Pemeriksaan pencitraan yang dilakukan antara lain: Pemeriksaan USG Theoni (1990) mengemukakan bahwa akurasi diagnostik USG 77% dan dapat ditingkatkan bila pasien dilakukan dalam 2 fase yaitu pada saat puasa (puasa 6-8 jam) dan sesudah minum. Pemeriksaan kolestasis. Skintigrafi hati USG merupakan prosedur yang sederhana dan noninvasif, sehinggga dapat dilakukan terhadap bayi dengan Kolestasis intrahepatik 12,1 9,6 8,0 6,8 >20 x >10 x