laporan pendahuluan kolestasis

31
LAPORAN PENDAHULUAN KOLESTASIS RUANG NICU DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN DISUSUN OLEH: SUTISNA NIM: 111220064 STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROGRAM NERS 1

Upload: utiiizz

Post on 10-Apr-2016

260 views

Category:

Documents


39 download

DESCRIPTION

KEPERAWATAN ANAK

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN KOLESTASIS RUANG

NICU DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN

DISUSUN OLEH: SUTISNA

NIM: 111220064

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROGRAM NERS

TAHUN 2015

1

LAPORAN PENDAHULUAN KOLESTASIS

A. Definisi

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum

dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-

basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam

duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang

diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol

didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah

terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier (Arief,

2010).

Kolestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran

empedu dari saluran empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada

hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati (Nazer,

2010).

Mitchel (2008) menjelaskan kolestasis neonatal merupakan istilah

nonspesifik untuk kelainan hati dengan banyak etiologi yang mungkin

terdapat pada neonatus. Pada 50% kasus tidak terdapat penyebab yang bisa

diidentifikasi. Pasien penyakit ini ditemukan dengan hiperbilirubinemin

terkonjugasi yang lama (kolestasis neonatal), hepatomegali dan disfungsi hati

dengan derajat yang bervariasi (misalnya hipoprotrombinemia).

B. Etiologi

Penyebab kolestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic kolestasis

dan ekstrahepatic kolestasis.

1. Pada intrahepatic kolestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang

terjadi akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary

cirrhosis primer, virus hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer,

infeksi tbc atau sepsis, obatobatan yang menginduksi kolestasis.

2. Pada extrahepatic kolestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu,

cista, striktur (penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor

pada pankreas, tekanan tumor atau massa sekitar organ, cholangitis

2

sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu penyebab paling umum

dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu Diblokir mungkin juga

hasil dari infeksi, kanker atau jaringan parut internal. Parut dapat

memblokir saluran empedu, yang dapat mengakibatkan kegagalan hati

(Richard, 2002).

C. Patofisiologi

Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan

merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu

mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang

terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubinterkonyugasi. Kolesterol dan

asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin

terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu

adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel

epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal

sedang permukaan apical (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit

adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif

memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi

intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.Salah satu

contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi

(bilirubin indirek).

Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah

oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh

enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang

larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2

merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam

empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu

oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana

aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga

terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi

di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia

3

menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan

penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi (Areif, 2010).

Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan

struktural:

1. Proses transpor hati

Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi

polaritas dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin

terkonyugasi, asam empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma

membran permukaan sinusoid terganggu.

2. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik

Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan

menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi,

sulfasi dan konyugasi akan terganggu.

3. Sintesis protein

Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat

sedang produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.

4. Metabolisme asam empedu dan kolesterol

Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis

asam empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang

tinggi menghambat HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase

menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan

rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan

detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi

di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.

5. Gangguan pada metabolisme logam

Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang

menurun. Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan

hepatosit oleh Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak

toksik.

4

6. Metabolisme cysteinyl leukotrienes

Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif

dimetabolisir dan dieliminasi di hati, pada kolestasis terjadi kegagalan

proses sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema,

vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin

maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.

7. Mekanisme kerusakan hati sekunder

Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan

kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik.

Zat ini akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran

sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang

berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase,

enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu,

sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga

terganggu.Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-

zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin,

Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati

pada kolestasis adalah asam empedu.

8. Proses imunologis

Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara

abnormal pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi

pada saluran empedu sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel

hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier

(Nazer, 2010).

D. Klasifikasi

Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu

ekstrahepatik.

Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat.

Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan

akhirnya pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan

5

saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan

adalah proses imunologis,infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe

3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya

penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan

minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu.

10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia,

malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan

adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-

portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2

bulan.

Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan

atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran

saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung

empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran

empedu ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan

adanya atresi bilier.

Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang

edematus dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan

adanya trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram

intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui

patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai (Anonym, 2010)

2. Kolestasis intrahepatik

a. Saluran Empedu

Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu,

dan (b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis

saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari

saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran

empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya

saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti

ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai

saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus

6

CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian

saluran intra dan ekstra-hepatik.Karena primer tidak menyerang sel

hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi

hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih

dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan

meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran

empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali,

hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal.

Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada

saat neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan

nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran

empedu per portal tract.Contoh dari sindromik adalah sindrom

Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan

haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1.Sindroma ini ditemukan

pada tahun 1975 merupakan penyakit multi organ pada mata

(posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae),

kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang spesifik

(triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan

dagu yang sempit).Nonsindromik adalah paucity saluran empedu

tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu

intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma

hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan

pada saluran empedu (Anonym, 2010).

b. Kelainan hepatosit

Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan

pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai

cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih

prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah

sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab

utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya

7

kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin

yang dihasilkan pada sepsis.

Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari

neonatal hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan

oleh kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin.

Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya

pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan

serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada

hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak

dipakai sebagai diagnose akhir, hanya dipakai apabila penyebab

virus, bakteri, parasit, gangguan metabolic tidak dapat ditemukan

(Reksoprodjo, 1995)

E. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-

keadaan:

1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus

a. Tinja akolis/hipokolis/pucat

b. Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negative

c. Urobilin dalam air seni negative

d. Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak

e. Steatore

f. Hipoprotrombinemia

2. Akumulasi empedu dalam darah

a. Ikterus

b. Gatal-gatal

c. Hiperkolesterolemia

3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu

a. Anatomis

1) Akumulasi pigmen

2) Reaksi peradangan dan nekrosis

8

b. Fungsional

1) Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil

transpeptidase meningkat)

2) Transaminase serum meningkat (ringan)

3) Gangguan ekskresi sulfobromoftalein

4) Asam empedu dalam serum meningkat

Tanda-tanda non-hepatal sering pula membantu dalam diagnosa,

seperti sindroma polisplenia (situs inversus, levocardia, vena cava inferior

tidak ada), sering bersamaan dengan atresia bilier: bentuk muka yang khas,

posterior embriotokson, serta adanya bising pulmunal stenosis perifer, sering

bersamaan dengan “paucity of the intrahepatic bile ductules” (arterio hepatic

displasia/Alagille’s syndrome) nafsu makan yang jelek dengan muntah,

“irritable”, sepsis, sering karena adanya kelainan metabolisme seperti

galaktosemia, intoleransi froktosa herediter, tirosinemia.

Neonatal hepatitis lebih banyak pada anak laki, sedangkan atresia

bilier ekstrahepatal lebih banyak pada anak perempuan. Pertumbuhan pasien

dengan kolestasis intrahepatik menunjukkan perlambatan sejak awal. Pada

pasien dengan kolestasis ekstrahepatik umumnya bertumbuh dengan baik

pada awalnya tetapi kemudian akan mengalami gangguan pertumbuhan

sesuai dengan perkembangan penyakit. Pasien dengan kolestasis perlu

dipantau pertumbuhannya dengan membuat kurva pertumbuhan berat badan

dan tinggi badan bayi/anak.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pada bayi dengan kolestasis harus dibedakan antara kolestasis intra-

atau ekstrahepatal dengan tujuan utama memperbaiki atau mengobati

keadaan-keadaan yang memang dapat diperbaiki/diobati. Sebagai tahap

pertama dalam pendekatan diagnosa, harus dibuktikan apakah ada kelainan

9

hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada tahap ini

adalah:

1. Hapusan darah tepi

2. Bilirubin dalam air seni

3. Sterkobilinogen dalam air seni

4. Tes fungsi hepar yang standar: Heymans vd Bergh, SGOT, SGPT, alkali

fosfatase serta serum protein

Bila dari pemeriksaan tersebut masih meragukan, dilakukan

pemeriksaan lanjutan yang lebih sensitif seprti BSP/kadar asam empedu

dalam serum. Bila fasilitas terbatas dapat hanya dengan melihat

pemerikasaan bilirubin air seni. Hasil positf menunjukkan adanya kelainan

hepatobilier. Bila ada bukti keterlibatan hepar maka dilakukan tahap

berikutnya untuk membuktikan kelainan intra/ekstrahepatal, mencari

kemungkinan etiologi, dan mengidentifikasi kelainan yang dapat

diperbaiki/diobati. Pemeriksaan yang dilakukan adalah:

a. Terhadap infeksi/bahan toksik

b. Terhadap kemungkinan kelainan metabolic

c. Mencari data tentang keadaan saluran empedu

Untuk pemeriksaan terhadap infeksi yang penting adalah:

a. Virus:

1. Virus hepatotropik: HAV, HBV, non A non B, virus delta

2. TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, Herpes)

3. Virus lain: EBV, Coxsackie’s B, varisela-zoster

b. Bakteri: terutama bila klinis mencurigakan infeksi kuman leptospira,

abses piogenik

1. Parasit: toksoplasma, amuba, leismania, penyakit hidatid

2. Bahan toksik, terutama obat/makanan hepatotoksik

c. Pemeriksaan kelainan metabolik yang penting:

1. Galaktosemia, fruktosemia

2. Tirosinosis: asam amino dalam air seni

3. Fibrosis kistik

10

4. Penyakit Wilson

5. Defisiensi alfa-1 antitripsin

Data tentang saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan Rose

Bengal Excretion (RBE), Hida Scan, USG atau Biopsi hepar. Bila dicurigai

ada suatu kelainan saluran empedu dilakukan pemeriksaan kolangiografi.

G. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran

empedu ke dalam usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang

menjadi pedoman dalam penatalaksanaannya, yaitu:

1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan

aliran empedu

2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis

3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya

keadaan fatal yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar

4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan

pertumbuhan

5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat

mengganggu/merusak hepar

Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu:

1. Tindakan medis

a. Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin,

ursodioxy cholic acid (UDCA).

b. Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium

chain triglyceride) karena malabsorbsi lemak.

c. Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)

2. Tindakan bedah

Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap

kelainan saluran empedu yang ada. Operasi Kasai

(hepatoportoenterostomy procedure) diperlukan untuk mengalirkan

empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan usus halus langsung

dari hati untuk menggantikan saluran empedu (lihat gambar di bawah).

11

Untuk mencegah terjadinya komplikasi cirrhosis, prosedur ini

dianjurkan untuk dilakukan sesegera mungkin, diupayakan sebelum anak

berumur 90 hari. Perlu diketahui bahwa operasi Kasai bukanlah

tatalaksana definitif dari atresia biliaris, namun setidaknya tindakan ini

dapat memperbaiki prognosis anak dan memperlambat perjalanan

menuju kerusakan hati (Nezer, 2010).

3. Terapi suportif

a. Asam ursodeoksikolat 10-20 mg/kg dalam 2-3 dosis

b. Kebutuhan kalori mencapai 130-150% kebutuhan bayi normal dan

mengandung lemak rantai sedang (Medium chain trigliseride-

MCT), misalnya panenteral, progrestimil

c. Vitamin yang larut dalam lemak

1) A : 5000-25.000 IU

2) D : calcitriol 0,05-0,2 ug/kg/hari

3) E : 25-200 IU/kk/hari

4) K1 : 2,5-5 mg : 2-7 x/ minggu

d. Mineral dan trace element : Ca, P, Mn, Zn, Se,Fe

e. Terapi komplikasi lain: misalnya hiperlipidemia/xantelasma: Obat

HMG-coA reductase inhibitor contohnya kolestipol, simvastatin

f. Pruritus :

1) Atihistamin : difenhidramin 5-10 mg/kg/hati, hidroksisin 2-5

mg/kg/hati

2) Rifampisin : 10 mg/kg/hari

3) Kolestiramin : 0,25-0,5g/kg/hari

H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Anamnesis

Riwayat kehamilan dan kelahiran: infeksi ibu pada saat hamil atau

melahirkan, berat lahir, lingkar kepala, pertumbuhan janin (kolestasis

intrahepatik umumnya berat lahirnya < 3000 g dan pertumbuhan janin

terganggu). Riwayat keluarga : riwayat kuning, tumor hati, hepatitis B,

hepatitis C, hemokro-matosis, perkawinan antar keluarga. Resiko

12

hepatitis virus B/C (transfusi darah, operasi, dll) paparan terhadap

toksin/obat-obat.

2. Data subjektif

a. Bagaimana nafsu makan klien

b. Berapa kali makan dalam sehari

c. Banyaknya makan dalam satu kali makan

d. Apakah ada mual muntah

e. Bagaimana pola eliminasinya

f. Apakah ada anoreksia

g. Apakah ada rasa nyeri pada daerah hepar

h. Apakah ada gatal-gatal pada seluruh tubuh (pruritus)

i. Bagaimanakah warna fesesnya

j. Bagaimanakah warna urinnya

3. Data Objektif

a. Bagaimana nafsu makan klien

b. Berapa kali makan dalam sehari

c. Banyaknya makan dalam satu kali makan

d. Apakah ada mual muntah

e. Bagaimana pola eliminasinya

f. Apakah ada anoreksia

g. Apakah ada rasa nyeri pada daerah hepar

h. Apakah ada gatal-gatal pada seluruh tubuh (pruritus)

i. Bagaimanakah warna fesesnya

j. Bagaimanakah warna urinnya

4. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah ada tanda-tanda infeksi dahulu pada ibu, apakah ibu pernah

mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus pada

bayi.

13

b. Riwayat kesehatan sekarang

Pada umumnya bayi masuk rumah sakit dengan keluhan tubuh bayi

berwarna kuning dan ada rasa gatal-gatal dari tubuh bayi.

c. Riwayat keluarga

Adanya riwayat keluarga yang menderita kolestasis, maka

kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik.

d. Pengkajian fisik

Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan

komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan

hubungan anggota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang

dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit

klien dan lain-lain. Pengkajian secara umum dilakukan dengan

metode head to toe yang meliputi: keadaan umum dan status

kesadaran, tandatanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen,

eksteremitas, dan genita-urinaria.

1) Pemeriksaan fisik abdomen antaralain:

a) Inspeksi

- Lihat keadaan klien apakah kurus, ada edema pada muka

atau kaki

- Lihat warna rambut, kering dan mudah dicabut

- Mata cekung dan pucat

- Lihat warna kulit pasien ada warna kuning atau tida

- Lihat seluruh tubuh pasien ada bekas garukan karena

gatal-gatal atau tidak

b) Auskultasi

- Dengar denyut jantung apakah terdengar bunyi S1, S2, S3

serta S4

- Dengarkan bunyi peristaltik usus

- Dengarkan bunyi paru – paru terutama weezing dan

ronchi

14

c) Perkusi

- Perut apakah terdengar adanya shitting duilnees

- Bagaimana bunyinya pada waktu melakukan perkusi

d) Palpasi

- Hati: bagaimana konsistensinya, kenyal, licin dan tajam

pada permukaannya, berapa besarnya dan apakah ada

nyeri tekan

- limpa : apakah terjadi pembesaran limpa

- tungkai : apakah ada pembesaran pada tungkai

2) Pertumbuhan (berat badan, lingkar kepala)

3) Kulit : ikterus, spider angiomata, eritema palmaris, edema

4) Mata : ikterik

5. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan factor biologi ditandai dengan klien tampak kurus, nafsu

makan menurun, klien dikeluhkan muntah.

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi

ditandai dengan kulit klien tampak kuning, terdapat bekas garukan,

kulit klien tampak bersisik.

c. Risiko keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan nutrisi

tidak adekuat.

6. Perencanaan

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan faktor biologi ditandai dengan klien tampak kurus, nafsu

makan menurun, klien dikeluhkan muntah.

1) Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam

diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil :

a) Status nutrisi:

- Masukan nutrisi adekuat (skala 5 = no deviation from

normal range)

15

- Masukan makanan dalam batas normal (skala 5 = no

deviation from normal range)

b) Status nutrisi : masukan nutrisi:

- Masukan kalori dalam batas normal (skala 5 = totally

adekuat)

- Nutrisi dalam makanan cukup mengandung protein, lemak,

karbohidrat, serat, vitamin, mineral, ion, kalsium, sodium

(skala 5 = totally adekuat)

c) Status nutrisi : hitung biokimia

- Serum albumin dalam batas normal (3,4-4,8 gr/dl) (skala 5

= no deviation from normal range)

2) Intervensi :

a) Nutrition therapy

- Mengindikasikan pemberian terapi nutrisi parenteral

(NGT).

Rasional : Membantu pemenuhan asupan nutrisi yang

adekuat.

- Monitor makanan/cairan yang dimakan dan hitung asupan

kalori tiap hari dengan tepat.

Rasional : Mengetahui perkembangan makan/minum klien

sesuai kebutuhan.

- Monitor ketepatan diet order yang sesuai dengan kebutuhan

nutrisi klien.

Rasional : Mencegah klien mendapat asupan yang tidak

sesuai dengan prosedur.

- Jaga kebersihan mulut.

Rasional : Menjaga kebersihan mulut dapat meningkatkan

nafsu makan

- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah

kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi.

16

Rasional :Untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi

yang sesuai dengan kebutuhan klien

b) Fluid/ electrolyte management

- Monitor abnormal serum elektrolit klien.

Rasional : Membantu memberikan terapi yang tepat sesuai

kebutuhan.

- Berikan intravenous infusion sesuai indikasi.

Rasional : Membantu menambah cairan/elektrolit tubuh

bila asupan oral tidak memenuhi kebutuhan.

c) Penanganan berat badan:

- Timbang berat badan klien secara teratur.

Rasional : Dengan memantau berat badan klien dengan

teratur dapat mengetahui kenaikan ataupun penurunan

status gizi.

- Pantau konsumsi kalori harian.

Rasional : membantu mengetahui masukan kalori harian

klien disesuaikan dengan kebutuhan kalori sesuai usia.

- Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin,

dan elektrolit.

Rasional : kadar albumin dan elektrolit yang normal

menunjukkan status nutrisi baik. Sajikan makanan dengan

menarik.

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi

ditandai dengan kulit klien tampak kuning, terdapat bekas garukan,

kulit klien tampak bersisik.

1) Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam

diharapkan kerusakan integritas kulit klien berkurang bahkan hilang

dengan kiteria hasil :

a) Respon alergi local

- Tidak ada kemerahan di kulit

17

- Tidak ada rasa gatal di kulit

- Tidak ada ruam di kulit

b) Integritas kulit

- Tidak ada lesi di kulit

- Tidak ada pengelupasan kulit

2) Intervensi

a) Skin surveillance

- Inspeksi kulit klien untuk melihat adanya kemerahan dan

lesi.

Rasional : Inspeksi merupakan pengkajian awal mengenai

tingkat kerusakan integritas kulit pada klien.

- Monitor kulit klien terhadap kekeringan dan kelembaban

yang berlebihan.

Rasional : Kekeringan dan kelembaban berlebihan dapat

memperberat gejala pruritus klien.

- Monitor adanya lesiserosi kulit lebih lanjut.

Rasional : Membantu melihat perkembangan integritas kulit

klien, adanya erosi dan lesi lanjut menunjukkan gejala yang

lebih berat.

b) Perawatan kulit

- Hindari penggunaan bed tekstur kasar.

Rasional : Mengurangi terjadinya gesekan yang

memperberat pruritus klien.

- Anjurkan klien mandi dengan sabun antiseptic, bukan

sabun biasa.

Rasional : Sabun biasa mengandung deterjen yang dapat

menjadi faktor pencetus alergi lebih lanjut.

- Jaga tempat tidur agar tetap bersih, kering, dan bebas

lipatan.

Rasional : Mengurangi terjadi gesekan kulit dan bed yang

dapat memperberat rasa gatal.

18

- Sarankan pasien menggunakan pakaian yang tidak terlalu

ketat dan menyerap kering.

Rasional : Pakaian ketat dapat menimbulkan gesekan

sedangkan pakaian menyerap keringat dapat menurunkan

risiko meningkatnya kelembaban kulit yang dapat

memperberat pruritus.

- Kolaborasi : Kortikosteroid topical,antihistamin oral.

Rasional : Membantu menagatasi pruritus klien.

c) Managemen nutrisi

- Kaji adanya alergi makanan tertentu pada klien.

Rasional ; Mencegah pemberian nutrisi yang memperberat

gejala.

- Berikan diet makanan sesuai kebutuhan klien; Tinggi

Kalori Rendah Protein

Rasional : Tinggi kalori membantu memenuhi kebutuhan

kalori klien sedangkan rendah protein membantu

menurunkan respon alergi, jika pruritus disebabkan alergi.

19

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian

Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya.

Mansjoer A. et al, 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal. Jakarta:

Media Aesculapius, FKUI.

Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan.

Kuliah Ilmu Bedah, Jakarta: Bina Rupa Aksara.