bab ii baru
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ascaris lumbricoides Linn
1. Taksonomi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Subkelas : Secernentea
Bangsa : Ascaridida
Superfamili : Ascaridoidea
Family : Ascarididae
Marga : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides Linn21
2. Morfologi
Famili Ascarididae merupakan nematoda yang berukuran
paling besar, beberapa spesies diantaranya dapat mencapai panjang
45 cm atau lebih. Salah satu spesies tertua yang telah diketahui
berhubungan dengan manusia adalah Ascaris lumbricoides. Cacing
jantan memiliki panjang 15 – 30 cm dan diameter 2 – 4 mm pada
bagian tubuh yang paling lebar. Mempunyai 3 bibir pada ujung
anterior kepala dan mempunyai gigi-gigi kecil atau dentikel
dipinggirnya. Cacing jantan mempunyai 2 buah spikulum yang
dapat keluar dari kloaka. Cacing betina memiliki panjang 20 – 49
cm dan diameter 3 – 6 mm. Memiliki vulva pada sepertiga anterior
panjang tubuh dan ovarium yang luas. Uterusnya dapat berisi
sampai 27 juta telur pada satu waktu, dengan 200.000 butir telur
yangdapat dihasilkannya setiap hari.22
Terdapat 2 macam telur yang dihasilkan, yaitu telur yang
dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Telur yang dibuahi dihasilkan
oleh cacing betina setelah kopulasi, dan jumlahnya sekitar 200.000
per hari, sedangkan telur yang tidak dibuahi dihasilkan oleh betina
yang tidak berkopulasi dengan jantan. Telur yang dibuahi
berbentuk oval pendek dengan panjang 50 – 70 μm dan lebar 40 –
50 μm.
Lapisan terluar berupa protein, dan lapisan di bagian
dalamnya dapat dibedakan menjadi kulit telur yang transparan dan
membran vitelinus yang bergelombang. Telur yang terdapat pada
feces biasanya berwarna kuning kecoklatan, karena lapisan protein
menyerap zat warna empedu. Terkadang, jika telur kehilangan
lapisan proteinnya, identifikasi terhadap telur cacing menjadi lebih
sulit. Hal ini disebabkan karena lapisan protein tersebut tidak
berwarna, sehingga jika lapisan proteinnya hilang, maka telur
cacing tersebut menjadi tidak berwarn.23 Telur yang tidak dibuahi
lebih bervariasi dalam bentuk dan ukuran, dengan panjang 60 –
100 μm dan lebar 40 – 60 μm. Memiliki lapisan protein dan kulit
telur yng lebih tipis, dan berisi granula-granula dengan berbagai
ukuran.23
3. Habitat dan Daur Hidup
Ascaris lumbricoides tidak membutuhkan hospes perantara.
Hospes
utamanya adalah manusia, tetapi juga dapat hidup di babi, babi
hutan liar, simpanse, gorila, orangutan, siamang, dan lain-lain.23
Infeksi pada manusia terjadi karena menelan telur cacing yang
dibuahi (infektif), yang berasal dari tanah yang terkontaminasi.
Pada saluran pencernaan, telur menempel pada lambung dan usus,
dan kemudian menetas menjadi larva. Larva ini kemudian
melakukan penetrasi ke dinding saluran cerna, masuk pembuluh
porta lalu dibawa ke jantung, dan dari sini kemudian larva dibawa
ke sirkulasi pulmonal menuju paru-paru. Larva di paru menembus
kapiler paru, dan setelah 10 hari berada di paru larva menembus
dinding alveoli, migrasi ke bronki lalu mencapai trakhea dan
pharynx, kemudian tertelan. Larva kemudian berubah menjadi
cacing dewasa di saluran cerna, yang akhirnya menghasilkan telur
yang akan keluar lewat feces. Keseluruhan proses daur hidup
cacing mulai dari telur tertelan sampai cacing dewasa bertelur
membutuhkan waktu 8 – 12 minggu. Selama hidupnya, cacing
betina dewasa mampu menghasilkan lebih dari 60.000.000 telur.24
Tabel 2.1. Karakteristik Ascaris lumbricoides.25
Karakteristik
- Ukuran cacing dewasaJantan - Panjang 15 – 30 cm,
Lebar 0,2 – 0,4 cmBetina - Panjang 20 – 35 cm
Lebar 0,3 – 0,6 cm
- Ukuran cacing dewasa - 1 – 2 tahun- Lokasi cacing dewasa - Usus halus
- Ukuran telur - Panjang 60 – 70 µm Lebar 40 – 50 µm
- Jumlah telur/cacingbetina/hari - ± 200 000 telur
4. Penyebab
Penyebab ascariasis adalah cacing Ascaris suum dari babi,
yang mempunyai morfologi mirip Ascaris lumbricoides pada
manusia.3
5. Sumber Penular
Sumber penular ascariasis adalah ternak babi. Telur cacing
penyebab ascariasis dikeluarkan oleh babi kemudian mencemari
tanah, air sumur, sayur atau buah.3
6. Patologi dan Gambaran Klinis
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh
cacing maupun larvanya.26 Patogenesis yang disebabkan oleh
Ascariasis berhubungan dengan (a) respon imun hospes, (b) efek
dari migrasi larva, (c) efek mekanis dari cacing dewasa, dan (d)
defisiensi nutrisi akibat keberadaan cacing dewasa.24 Ketika larva
cacing menembus kapiler paru dan sampai ke saluran pernapasan,
dapat terjadi perdarahan kecil di berbagai tempat yang dilaluinya.
Jika infeksi berat, akan menyebabkan akumulasi darah, yang akan
menginisiasi edema dan akhirnya terjadi sumbatan pada jalan
napas. Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam
waktu 3 minggu. Keadaan tersebut disebut sindrom Loeffler.25
Kongesti ini ditambah dengan akumulasi sel darah putih
dan sel epithel mati, disebut dengan Ascaris pneumonitis atau
Loeffler’s pneumonia.22 Ascaris pneumonitis ini biasanya disertai
dengan reaksi alergi yang terdiri dari dyspnea, batuk kering
maupun batuk produktif, wheezing, demam (39,9 – 40oC), dan
eosinophilia. Migrasi cacing dewasa mengakibatkan terjadinya
sumbatan saluran cerna, yang kemudian dapat masuk ke saluran
empedu, saluran pankreas, atau masuk ke dalam hati dan cavum
peritoneal. Cacing dewasa ini juga dapat migrasi keluar lewat anus,
mulut, atau hidung.24 Pada anak-anak, dapat terjadi malnutrisi,
pertumbuhan yang tidak sempurna, dan ketidakseimbangan
kemampuan kognitif, jika infeksinya berat.22
7. Distribusi Geografik
Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survey yang dilakukan di
beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi A.
lumbricoides masih cukup tinggi sekitar 60 – 90%.25
8. Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan
pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja
memastikan diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis dapat dibuat
bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung
karena muntah maupun melalui tinja.25
9. Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara
masal. Untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat,
misalnya piperasin, pirantel pamoat 10 mg/kg berat badan, dosis
tunggal mebendazol 500 mg atau albendazol 400 mg.
Pengobatan masal dilakukan oleh pemerintah pada anak
sekolah dasar dengan pemberian albendazol 400 mg 2 kali
setahun.25
10. Prognosis
Pada umumnya ascariasis mempunyai prognosis baik.
Tanpa pengobatan, penyakit dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5
tahun. Dengan pengobtan, angka kesembuhan 70 – 99%.25
B. Ascaris suum Goeze
1. Taksonomi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Subkelas : Secernentea
Bangsa : Ascaridida
Superfamili : Ascaridoidea
Famili : Ascarididae
Marga : Ascaris
Spesies : Ascaris suum Goeze.21
2. Deskripsi Cacing
Spesies ini pertama kali ditemukan dalam tubuh babi dan
dinamai sebagai spesies yang terpisah dari Ascaris lumbricoides.
Morfologi dari Ascaris suum hampir sama dengan Ascaris
lumbricoides, mulai dari telur sampai cacing dewasa, dan
perbedaan diantara keduanya tidak dapat diamati dengan
mikroskop cahaya biasa. Sampai saat ini, banyak penelitian telah
dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara A. lumbricoides dan
A. suum secara jelas. Penelitian dengan menggunakan mikroskop
elektron menunjukkan sedikit perbedaan diantara keduanya pada
geligi dan bibir. Adanya beberapa pola ikatan molekul protein yang
sama antara A. lumbricoides dan A. suum mencerminkan hubungan
genetik yang cukup dekat, sekaligus menunjukkan adanya
kemungkinan terjadinya hibridisasi antara A. lumbricoides dan A.
suum. Dan adanya beberapa pola ikatan protein yang berbeda
menunjukkan bahwa A. lumbricoides dan A. suum adalah spesies
yang benar-benar berbeda.27
Gambar 2.1. Cacing Ascaris suum Goeze28
3. Daur Hidup
Daur hidup dan perjalanan infeksi antara A. lumbricoides
dan A. suum juga hampir sama, dengan sedikit perbedaan.23 Cacing
dewasa Ascaris suum memproduksi telur setelah 2 – 3 bulan. Telur
ini kemudian tertelan sampai pada saluran cerna dan menetas
menjadi larva. Larva cacing ini tidak melakukan penetrasi langsung
setelah menempel pada dinding saluran cerna, tetapi hanya transit
sebentar pada usus halus dan melakukan penetrasi pada mukosa
caecum dan kolon bagian atas. Kemudian cacing ini terakumulasi
di hati sampai 48 jam.22 Dari sini larva masuk ke pembuluh porta,
bermigrasi mengikuti aliran darah sampai ke bronkus paru.
Larva kemudian tertelan, menetap di usus halus, dan
menjadi paten dalam waktu 6 sampai 8 minggu, dan selanjutnya
dapat memulai siklus baru dengan penetasan telur oleh cacing
dewasa yang dikeluarkan melalui feces.29 Hospes utama A. suum
adalah babi, meskipun dapat pula menjadi parasit pada tubuh
manusia, sapi, kambing, domba, anjing, dan lain-lain, dengan
distribusi yang luas di seluruh dunia. Untuk menghindari infeksi
pada manusia, babi harus dalam kondisi higienis sebelum
dikonsumsi.23
Gambar 2.2. Daur hidup cacing Ascaris suum Goeze.29
4. Penularan
Telur A. suum umumnya mengalami perkembangan
embrional di tanah selama 3 – 4 minggu. Telur juga dapat terbawa
oleh angin bersamaan dengan debu. Setelah telur menetas, larva
cacing dapat bertahan selama beberapa bulan. Apabila tertelan oleh
manusia, telur akan menetas menjadi larva I di usus halus dan
berkembang menjadi larva II. Larva tahap II menembus dinding usus
dan dapat mencapai hati, jantung bagian kanan, dan paru-paru lewat
sistem limfatik atau peredaran darah. Larva dapat menyerang alveoli
dan migrasi sampai bronchus, trachea, melampaui epiglottis dan
tertelan, berdiam di dalam usus halus, dan berkembang menjadi
cacing dewasa.
Daur kehidupan cacing A. suum dan A. lumbricoides pada
manusia sangat mirip, namun pada A. suum perkembangan menjadi
cacing dewasa lebih sering tertahan dibandingkan dengan pada A.
lumbricoides.3
5. Gejala Klinis
a) Hewan
Cacing dewasa A. suum merupakan cacing dengan
ukuran palin besar, yakni dapat mencapai panjang 25 – 40
cm (betina) dan 15 – 25 cm (jantan), tinggal dalam usus
halus. Cacing betina dapat menghasilkan telur cacing
sampai 2 juta butir per hari. Setelah telur cacing tertelan
babi, telur akan berkembang di dalam usus halus menjadi
larva I, kemudian larva II. Larva II migrasi ke hati dan
paru-paru dan mengalami 2 kali moulting. Migrasi larva
dapat menimbulkan kerusakan yang serius pada pembuluh
darah kapiler di alveoli saat terjadi moulting.
Cacing dewasa tidak mengisap darah, tetap hidup dari tinja.
Meskipun demikian, cacing dewasa dalam jumlah banyak
dapat menimbulkan obstruksi saluran usus atau
mempengaruhi saluran pencernaan dan penyerapan protein.3
b) Manusia
Manifestasi klinik dibagi menjadi dua, yakni
ascariasis larva, dan ascariasis intestinal. Pada infestasi
cacing dewasa dalam jumlah relative kecil kadang-kadang
tidak terlihat gejala klinik (asimptomatik). Cacing dewasa
dapat ditemukan keluar dari anus, mulut, atau lubang
hidung. Pada beberapa kasus ditemukan gangguan abdomen
dan diare.
Infestasi cacing yang berat dapat menimbulkan
nausea, muntah, nyeri abdominal, obstruksi usus, perforasi
usus, atau apendisitis.
Migrasi cacing dapat menyumbat saluran empedu
atau hati menimbulkan abses hati. Mirasi larva dapat
menimbulkan batuk kerin, dispnoea parah, sianosis, suara
pernafasan seperti penderita asma (wheezing), pneumonia,
dan hemoptisis. Pada individu yang peka dapat terjadi
reaksi alergi. Infestasi cacing yang berat umumnya terjadi
pada anak-anak kecil di daerah tropik yang mengabaikan
kebersihan.
Disamping perubahan tersebut di atas dapat pula
ditemukan alergi terhadap ascaris (cacing dewasa maupun
telur). Hal ini dapat terjadi pada dokter hewan, prtugas
laboratorium parasitologi, atau pekerja rumah potong babi.
Gejala yang ditemukan berupa pruritus, dermatitis kontak,
asma dan bersin-bersin.3
6. Diagnosis
Pada masa lampau, A. lumbricoides dan A. suum dianggap
sama, namun saat ini diketahui berbeda. Antara kedua jenis cacing
tersebut dapat terjadi infestasi silang, yakni A. suum menulari
manusia dan A. lumbricoides menulari babi.
Cara diagnosis yang mudah adalah melalui identifikasi telur
dalam tinja. Larva cacing amat jarang dikeluarkan melalui batuk.3
7. Pencegahan dan Pengobatan
Penanganan limbah dari peternakan babi harus dilakukan
sebaik mungkin, agar tidak mencemari air sumur, sayur-sayuran,
atau buah-buahan. Pembuatan kompos dari tinja babi dapat
mematikan telur cacing apabila kompos tersebut mencapai suhu
50oC atau lebih tinggi lagi. Buah-buah yang jatuh di tanah harus
dicuci lebih dahulu untuk menghindari pencemaran telur cacing.
Pengobatan untuk kedua jenis cacing tersebut dapat
dilakukan menggunakan garam piperazine. Penderita tidak perlu
diisolasi. Untuk pencegahan, anak-anak dianjurkan tidak bermain
di tempat yang banyak mengandung tinja babi.3
C. Biji pepaya (Carica papaya Linn)
1. Taksonomi
Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya dapat di
klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiosperma
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Caricales
Famili : Caricaceae
Spesies : Carica papaya L.30
Buah pepaya memang tergolong buah yang popular, yang dikenal
dan digemari oleh hampir seluruh penduduk dunia. Daging buah pepaya
memiliki rasa manis, enak, dan menyegarkan, serta dapat melegakan
dahaga. Warna daging buah bervariasi, ada yang berwarna merah, ada
juga yang kuning, lunak, dan banyak mengandung air. Nilai gizi pepaya
cukup tinggi karena banyak mengandung pro-vitamin A, vitamin C, dan
mineral kalsium.31
Selain dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, buah
pepaya juga mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Dengan
semakin bertambahnya jumlah penduduk yang disertai dengan
peningkatan taraf penghasilan kesadaran masyarakat akan gizi dapat
berdampak positif terhadap kebutuhan buah-buahan, termasuk buah
pepaya.31 Di berbagai daerah tanaman pepaya mempunyai sebutan nama
yaitu, pente, kalikih, pertek (Sumatera), gedang, kates (Jawa), papaya,
unti jawa (Sulawesi).32
Gambar 2.3. Buah Pepaya (Carica papaya linn)
Getah pepaya berguna untuk menghilangkan bintik-bintik, kulit
pohonnya digunakan sebagai tali, sedangkan daun pepaya digunakan
untuk bahan substitusi sabun dan penghilang noda, bahkan di pulau Jawa
biasa dimakan. Buah dan biji pepaya biasa digunakan sebagai
antimikroba dan anthelmintika.33
2. Morfologi
Berdasarkan bentuk dan susunan tubuh bagian luarnya, tanaman
papaya termasuk tanaman perdu. Namun apabila di tinjau dari umur
hingga sampai saat berbunganya, dapat dikategorikan sebagai tanaman
buah musim, walaupun pada kenyataannya, dapat hidup selama 2 tahun
atau bahkan lebih.
1) Jenis bunga
Berdasarkan jenis bunga yang dimiliki, tanaman pepaya
dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut :
a) Tanaman pepaya betina
b) Tanaman pepaya jantan
c) Tanaman pepaya sempurna.
2) Sistem Perakaran
Tanaman pepaya memiliki system perakaran yang berupa
akar tunggang dan akar cabang yang tumbuh mendatar ke semua
arah pada kedalaman 1 m atau lebih dan menyebar sekitar 60 – 150
cm atau lebih kurang dari pusat batang.
3) Batang
Batang tanaman pepaya berbentuk bulat lurus, berbuku-
buku (beruas-ruas), berongga di bagian tengahnya, dan tidak
berkayu.
4) Daun
Daun pepaya bertulang menjalar (palmineus) dengan warna
hijau tua pada bagian atasnya dan hijau muda pada bagian
bawahnya.
5) Bunga
Tanaman pepaya memiliki tiga jenis bunga sebagai berikut:
a) Bunga Betina (Pestitate)
Bunga betina tidak memiliki benang sari sehingga hanya dapat
menjadi buah apabila diserbuk oleh bunga jantan dari tanaman lain.
Bentuk buah yang dihasilkan bulat atau bulat telur dengan tepi
yang tidak rata.
b) Bunga Jantan
Bunga jantan tidak dapat menghasilkan buah sendiri. Dengan
demikian, keberadaannya hanya berguna bagi bunga betina yang
tumbuh di pohon yang lain.
c) Bunga Sempurna (Hermaprodite)
Dalam tiap kuntum bunga sempurna terdapat putik, bakal buah,
dan benang sari. Bentuk buah yang dihasilkan pada umumnya bulat
panjang/lonjong.
3. kandungan gizi
Buah pepaya baik yang dalam kondisi mentah/muda (biasa
difungsikan sebagai bahan sayuran) maupun yang secara fisiologis
sudah matang, masing-masing memiliki kandungan unsur gizi dan
kalori yang cukup dapat diandalkan. Adapun gizi dan beberapa
unsur penting lain yang terkandung di dalam pepaya dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 2.2. Kandungan gizi pepaya mentah dan pepaya matang
No. Unsur Gizi
Kadar/100 g Bahan
Papaya MentahPapaya
Matang
1. Energi (kal) 26 46
2. Protein (g) 2,1 0,5
3. Lemak (g) 0,1 -
4. Karbohidrat (g) 4,9 12,2
5. Kalsium (mg) 50 23
6. Fosfor (mg) 16 12
7. Besi (mg) 0,4 1,7
8. Vitamin A (SI) 50 365
9. Vitamin B (mg) 0,02 0,04
10. Vitamin C (mg) 19 78
11. Air (g) 92,3 86,7
Di samping unsur gizi tersebut, dalam buah papaya juga
terkandung enzim papain dan pektin yang sangat diperlukan dalam
industri pengelolaan makanan dan minuman sehingga bernilai ekonomi
tinggi.30
Tabel 2.3. Kandungan Biji Pepaya34
Zat Jumlah (per 100 gram)
Protein 24.3 gr
Lemak 25.3 gr
Lemak Jenuh 16.97 %
Lemak tak jenuh 78.63 %
Karbohidrat 32.5 gr
Serat Kasar 17.0 gr
Abu 8.8 gr
Minyak Atsiri (Volatil oil) 0.09 %
Glycosida, Caricin
Enzyme myrosin
Carpasemine 660 – 760 %
BITC
Sumber : Sharma dan Ogbeide (1991)
4. Pemanfaatan
1. Bidang Kesehatan
Tanaman pepaya mengandung unsure-unsur yang sangat
dibutuhkan bagi kesehatan. Adapun manfaatnya secara resmi
dalam bidang kesehatan adalah sebgai berikut :
a. Akar
Sudah sejak zaman dahulu, akar pepaya sering
dimanfaatkan sebagai obat cacing, ginjal, kandung kemih,
sakit persendian, dan pegal-pegal.
b. Batang
Bagian dalam batang pepaya sering dimanfaatkan sebagai
ternak, terutama kuda penarik.
c. Daun
Air perasan daun pepaya muda dapat digunakan sebagai
obat malaria, kejang perut, beri-beri, dan sakit panas.
d. Bunga
Air rebusan bunga pepaya jantan berkhasiat untuk
meningkatkan nafsu makan, membersihkan darah, dan obat
sakit kuning.
e. Buah Muda
Olahan buah pepaya muda berkhasiat melancarkan ASI
(Air Susu Ibu). Bahkan pakar kesehatan Filipina, Herminia
de Guzman Ladion, menjulukinya sebagai tanaman obat
penyembuh ajaib karena buah pepaya muda dapat
digunakan sebagai obat cystitis (radang kandung kemih),
cacingan, gangguan pencernaan, jerawat, dan sembelit.
f. Buah Matang
Kandunan vitamin A dan C dalam buah pepaya sangat
mendukung proses pertumbuhan badan, menjaa kesehatan
selaput lender pada alat-alat pernapasan, menghindari
penyakit rabun ayam, memelihara kekokohan sel-sel tubuh,
melawan infeksi, dan mencegah penyakit sariawan.
g. Biji
Biji pepaya dapat digunakan sebagai obat cacing.30
Kandungan aktif biji pepaya
Apabila dikaitkan dengan senyawa aktif dari tanaman ini ternyata
banyak diantaranya mengandung alkaloid yaitu papain dan carpain yang
mempunyai efek antelmintik. Papain ialah enzim hidrolase sistein
protease yang terdapat pada pepaya (Carica papaya L.). papain terdiri
atas 212 asam amino yang distabilkan oleh 3 jembatan disulfide.
Kandungan carpain (C28H50N2O4) yang terdapat dalam biji pepaya,
bercincin laktonat dengan 7 kelompok rantai metilen.karyone -43 Papain yang
terdapat dalam lateks tanaman pepaya bersifat proteolitik yang dapat
memecah jaringan ikat protein tubuh cacing shingga menjadi lunak.
Dalam hal ini, baian pepaya itu bekerja sebagai vermifuga yaitu obat-
obat yan melumpuhkan cacing dalam usus dan cacing yang dikeluarkan
dalam keadaan hidup. Demikian halnya dengan carpain bekerja dengan
cara merusak system saraf pusat sehingga menyebabkan paralisis
cacing.moehd-44
Dalam biji pepaya mengandung senyawa-senyawa steroid, tannin
dan minyak atsiri. Kandungan biji dalam buah pepaya kira-kira 14,3%
dari keseluruhan buah pepaya.37 Kandungannya berupa asam lemak tak
jenuh yang tinggi, yaitu asam oleat dan palmiat.36 Selain mengandung
asam-asam lemak, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain
seperti golongan fenol, terpenoid dan saponin.31 Zat-zat aktif yang
terkandung dalam biji pepaya tersebut bisa berefek sitotoksik, anti
androgen atau berefek estrogonik.37
Gambar 2.4. Biji Pepaya (Carica papaya linn)
Biji pepaya jangan sekali-kali termakan oleh wanita yang sedang
hamil muda, karena dapat mengakibatkan keguguran. Orang yang
keguguran akibat memakan biji pepaya ini biasanya sulit hamil karena
adanya pengeringan rahim akibat masuknya enzim proteolitik seperti
papain, chymopapain A, chymopapain B, dan peptidase pepaya.38
Beriajaya et al. (1996) membuktikan bahwa pemberian serbuk biji
pepaya sampai dosis 30 gr/kg berat badan pada domba yang diinfeksi
Haemonchus contortus mampu meurunkan jumlah telur cacing dalam
tinja, tetapi tidak mengurangi jumlah cacingnya. Sebaliknya Parashar dan
Metha (1996) berhasil mengurangi jumlah cacing Oxyuris sebanyak 32 –
52 % dengan memberikan biji pepaya pada mencit yang terinfeksi cacing
tersebut.
Sumarni (1990) melaporkan bahwa pengobatan Ascariasis pada
anak-anak SD di Yogyakarta menggunakan ekstrak biji pepaya telah
berhasil menurunkan jumlah telur tiap gram tinja sebanyak 48 – 96,4 % .
Kompas (2002) biji pepaya kering berupa serbuk sebanyak 10 gr,
juga bisa memberantas cacingan. Serbuk ini dididihkan bersama air 150
ml, sampai diperoleh larutan sebanyak 75 ml setelah di saring. Hal ini
bisa diminum sekaligus 2 jam sebelum makan malam.
D. Kerangka Teori
Biji Pepaya (carica
papaya linn)
Mengandung Senyawa
Gambar 2.5. Kerangka Teori
Papain Carpain
Fenol Terpenoid Saponin
Anthelmintik Anti androgen
Antimikroba
E. Kerangka Konsep
Gambar 2.6. Kerangka Konsep
Biji Pepaya (Carica papaya Linn)
Ekstraksi dengan metode maserasi
Zat aktif Papain
Memecah jaringan ikat protein tubuh cacing
Merusak sistem saraf pusat
Cacing menjadi lunak Paralisis cacing
Cacing Ascaris suum Goeze
Variabel luar yang terkendali
Ukuran tubuh cacing Konsentrasi larutan uji Suhu percobaan
Variabel luar yang tidak terkendali
Umur cacing Jenis kelamin cacing Kepekaan cacing
Cacing mati
Zat aktif Carpain
F. Hipotesis
Ekstrak biji pepaya (Carica papaya Linn) memiliki efek anthelmintik
terhadap Ascaris suum Goeze secara in-vitro.