skripsi bab ii baru buevi

31
BAB II PERTAMINA dan PENGUSAHA SPBU di INDONESIA A. Perjanjian Pengusahaan SPBU Pertamina terjadi karena, didasari dengan adanya perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU antara PT.Pertamina (PERSERO) dengan pengusaha SPBU. Perjanjian kerjasama tersebut melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak, dan tentunya para pihak haruslah memenuhi prestasi dari perjanjian tersebut. Terlaksananya kerjasama tidak terlepas dari perjanjian atau yang lebih dikenal sebagai Perjanjian yang mendasari kerjasama tersebut. Perjanjian sering disebut sebagai kontrak dalam pergaulan bisnis sehari-hari diliputi oleh berbagai istilah yang bagi banyak pihak dapat menimbulkan 18

Upload: eni-sofianti

Post on 29-Dec-2015

169 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

BNNHGHJ

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Bab II Baru Buevi

BAB II

PERTAMINA dan PENGUSAHA SPBU

di INDONESIA

A. Perjanjian

Pengusahaan SPBU Pertamina terjadi karena, didasari dengan adanya

perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU antara PT.Pertamina (PERSERO) dengan

pengusaha SPBU. Perjanjian kerjasama tersebut melahirkan hak dan kewajiban bagi

para pihak, dan tentunya para pihak haruslah memenuhi prestasi dari perjanjian

tersebut. Terlaksananya kerjasama tidak terlepas dari perjanjian atau yang lebih

dikenal sebagai Perjanjian yang mendasari kerjasama tersebut.

Perjanjian sering disebut sebagai kontrak dalam pergaulan bisnis sehari-hari

diliputi oleh berbagai istilah yang bagi banyak pihak dapat menimbulkan

kebingungan atau malah dianggap sama, padahal hakekatnya berbeda. Maka dari itu,

sebagai langkah awal ada baiknya diperkenalkan dahulu perbedaan istilah yang ada

dalam hukum perjanjian yang diuraikan berikut ini.45

Kata perjanjian dan kata perikatan merupakan istilah yang telah dikenal dalam

Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPdt).  Pada dasarnya KUHPdt tidak

45 Agustinus Dawarja, S.H.  &  Aksioma Lase, S.H. Pengertian Pokok perjanjian dan Teknik

Perancangannya (http://www.lexregis.com/?menu=legal_article&id_la=11) tanggal 14 agustus 2010 

18

Page 2: Skripsi Bab II Baru Buevi

secara tegas memberikan definisi dari perikatan, akan tetapi pendekatan terhadap

pengertian perikatan dapat diketahui dari pengertian perjanjian dalam Pasal 1313

KUHPdt yang didefinisikan sebagai suatu perbuatan hukum dengan mana salah satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Sekalipun dalam KUHPdt definisi dari perikatan tidak dipaparkan secara

tegas, akan tetapi dalam pasal 1233 KUHPdt ditegaskan bahwa perikatan selain dari

Undang-undang, perikatan dapat juga dilahirkan dari perjanjian. Dengan demikian

suatu perikatan belum tentu merupakan perjanjian sedangkan perjanjian merupakan

perikatan. Dengan kalimat lain, bila definisi dari pasal 1313 KUHPdt tersebut

dihubungkan dengan maksud dari pasal 1233 KUHPdt, maka terlihat bahwa

pengertian dari perikatan, karena perikatan tersebut dapat lahir dari perjanjian itu

sendiri.

Sebagai bahan perbandingan untuk membantu memahami perbedaan dua

istilah tersebut, perlu dikutip pendapat Prof Subekti dalam bukunya Hukum

Perjanjian mengenai perbedaan pengertian dari perikatan dengan perjanjian. Beliau

memberikan definisi dari perikatan sebagai berikut:

“Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua

pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.”

Sedangkan perjanjian didefinisikan sebagai berikut:

19

Page 3: Skripsi Bab II Baru Buevi

“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada

seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal.”

Hakekat antara perikatan dan perjanjian pada dasarnya sama, yaitu merupakan

hubungan hukum antara pihak-pihak yang diikat didalamnya, namun pengertian

perikatan lebih luas dari perjanjian, sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan

munculnya tidak hanya dari perjanjian tetapi juga dari aturan perundang-undangan.

Hal lain yang membedakan keduanya adalah bahwa perjanjian pada hakekatnya

merupakan hasil kesepakatan para pihak, jadi sumbernya benar-benar kebebasan

pihak-pihak yang ada untuk diikat dengan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal

1338 KUHPdt. Sedangkan perikatan selain mengikat karena adanya kesepakatan juga

mengikat karena diwajibkan oleh undang undang, contohnya perikatan antara

orangtua dengan anaknya muncul bukan karena adanya kesepakatan dalam perjanjian

diantara ayah dan anak tetapi karena perintah undang-undang.46

Selain itu, perbedaan antara perikatan dan perjanjian juga terletak pada

konsekuensi hukumnya. Pada perikatan masing-masing pihak mempunyai hak hukum

untuk menuntut pelaksanaan prestasi dari masing-masing pihak yang telah terikat.

Sementara pada perjanjian tidak ditegaskan tentang hak hukum yang dimiliki oleh

masing-masing pihak yang berjanji apabila salah satu dari pihak yang berjanji

tersebut ternyata ingkar janji, terlebih karena pengertian perjanjian dalam Pasal 1313

KUHPdt menimbulkan kesan seolah-olah hanya merupakan perjanjian sepihak saja.

46 Agustinus Dawarja, S.H.  &  Aksioma Lase, Ibid .,

20

Page 4: Skripsi Bab II Baru Buevi

Definisi dalam pasal tersebut menggambarkan bahwa tindakan dari satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, tidak hanya merupakan

suatu perbuatan hukum yang mengikat tetapi dapat pula merupakan perbuatan tanpa

konsekuensi hukum.

Konsekuensi hukum lain yang muncul dari dua pengertian itu adalah bahwa

oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak, maka tidak dipenuhinya

prestasi dalam perjanjian menimbulkan ingkar janji (wanprestasi), sedangkan tidak

dipenuhinya suatu prestasi dalam perikatan menimbulkan konsekuensi hukum

sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).  

Berdasarkan pemahaman tersebut jelaslah bahwa adanya perbedaan

pengertian antara perjanjian dan perikatan hanyalah didasarkan karena lebih luasnya

pengertian perikatan dibandingkan perjanjian. Artinya didalam hal pengertian

perjanjian sebagai bagian dari perikatan, maka perikatan akan mempunyai arti

sebagai hubungan hukum atau perbuatan hukum yang mengikat antara dua orang atau

lebih, yang salah satu pihak mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut.

Bila salah satu pihak yang melakukan perikatan tersebut tidak melaksanakan atau

terlambat melaksanakan prestasi, pihak yang dirugikan akibat dari perbuatan

melawan hukum tersebut berhak untuk menuntut pemenuhan prestasi atau

penggantian kerugian dalam bentuk biaya, ganti rugi dan bunga.

Uraian diatas memperlihatkan bahwa perikatan dapat meliputi dua arti, yaitu

pada satu sisi sebagai perjanjian yang memang konsekuensi hukumnya sangat

tergantung pada pihak-pihak yang terikat didalamnya, dan pada sisi lain merupakan

21

Page 5: Skripsi Bab II Baru Buevi

perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang jelas. Sekalipun perjanjian

sebagai suatu perikatan muncul bukan dari undang-udang tetapi memiliki kekuatan

hukum yang sama dengan perikatan yang muncul dari undang-undang, yaitu berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang diikat didalamnya.47

Perjanjian didalam KUHPerdata juga diatur tentang syarat sahnya perjajian

( Pasal 1320 KUHPerdata) syaratnya yaitu :

Sepakat mereka yang mengikatkan diri / toesteming

Cakap untuk membuat perjajian / bekwaamheid

Mengenai suatu hal tertentu / bepaald onderwerd

Suatu sebab yang halal / geoorlofde orzaak

Syarat pertama dan kedua menyangkut subjeknya, sedangkan syarat ketiga

dan keempat mengenai objeknya. Apabila terdapat cacat kehendak (keliru, paksan,

penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan mengakibatkan dapat

dibatalkannya suatu persetujuan. Jika objeknya tidak tertentu atau causanya tidak

halal persetujuannya akan batal menurut hukum.48

Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakan dasar

kehendak pihak-pihak untuk mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut adalah

sebagaimana diuraikan berikut ini:49

Asas Kebebasan berkontrak

47 Agustinus Dawarja, S.H.  &  Aksioma Lase, Ibid ., 48 R.Setiawan, Op. cit., hal 5749 H.S. Salim, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Cet Ketiga (Jakarta: Sinar Grafika:2004), hal 25-30

22

Page 6: Skripsi Bab II Baru Buevi

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan

kebebasan kepada para pihak untuk:

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian;

b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun;

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;

d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan

Asas Konsualisme

Asas konsensualisme berhubungan dengan saat lahirnya suatu

perjanjian yang mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak

saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok

perjanjian, mengenai saat terjadinya kesepakatan dalam suatu

perjanjian, yaitu antara lain:

a. Teori Pernyataan (Utingstheorie), kesepakatan (toesteming)

terjadi pada saat yang menerima penawaran menyatakan bahwa

ia menerima penawaran itu. Jadi dilihat dari pihak yang

menerima, yaitu pada saat menjatuhkan ballpoint untuk

menyatakan menerima, kesepakatan sudah terjadi. Kelemahan

23

Page 7: Skripsi Bab II Baru Buevi

teori ini adalah sangat teoritis karena dianggap kesepakatan

terjadi secara otomatis.

b. Teori Pengiriman (Verzendtheorie), kesepakatan terjadi apabila

pihak yang menerima penawaran mengirimkan telegram.

c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie), kesepakatan terjadi

apabila yang menawarkan itu mengetahui adanya penerimaan,

tetapi penerimaan itu belum diterimanya (tidak diketahui

secara langsung).

d. Teori Penerimaan (Ontvangstheorie), kesepakatan terjadi pada

saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari

pihak lawan.

Asas Pacta sunt servanda

Pasal 1338 Ayat (1) KUHPdt, yang menyatakan bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya. Artinya bahwa kedua belah pihak wajib

mentaati dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati

sebagaimana mentaati undang-undang. Oleh karena itu, akibat dari

asas pacta sunt servanda adalah perjanjian itu tidak dapat ditarik

kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam

24

Page 8: Skripsi Bab II Baru Buevi

Pasal 1338 Ayat (2) KUHPdt yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik

kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-

alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Asas Itikad Baik

Di dalam hukum perjanjian itikad baik itu mempunyai dua pengertian

yaitu:

1. Itikad baik dalam arti subyektif, yaitu kejujuran seseorang

dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang

terletak pada sikap batin seseorang pada waktu diadakan

perbuatan hukum. Itikad baik dalam arti subyektif ini diatur

dalam Pasal 531 Buku II KUHPerdata.

2. Itikad baik dalam arti obyektif, yaitu Pelaksanaan suatu

perjanjian harus didasarkan pada norma kepatutan dalam

masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 Ayat (3)

KUHPdt, dimana hakim diberikan suatu kekuasaan untuk

mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai

pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan

dan keadilan. Kepatutan dimaksudkan agar jangan sampai

pemenuhan kepentingan salah satu pihak terdesak, harus

adanya keseimbangan. Keadilan artinya bahwa kepastian untuk

25

Page 9: Skripsi Bab II Baru Buevi

mendapatkan apa yang telah diperjanjikan dengan

memperhatikan norma-norma yang berlaku.

Berdasarkan uraian di atas, maka apabila syarat sah perjanjian telah ada dan

disepakati oleh para pihak maka akan terjadi pelaksanaan perjanjian. Pelaksanaan

perjanjian adalah perbuatan merealisasikan atau memenuhi kewajiban dan

memperoleh hak yang telah disepakati oleh para pihak sehingga tercapai tujuan

mereka. Masing-masing pihak melaksanakan perjanjian dengan sempurna dengan

itikad baik sesuai dengan persetujuan yang telah dicapai.50

Itikad baik (te goeder trouw, in good faith) dalam Pasal 1338 KUHPdt adalah

ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakah pelaksanaan perjanjian

itu mengindahkankan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta apakah

pelaksanaan perjanjian itu telah berjalan diatas rel yang benar. Persoalan apakah

suatu pelaksanaan perjanjian bertentangan dengan itikad baik adalah persoalan

yuridis yang tunduk pada kasasi.51 Mahkamah Agung RI pernah memutus perkara

pada tanggal 11 Mei 1955 tentang penggunaan itikad baik dalam pelaksanaan

perjanjian menurut suasana hukum adat. Dalam putusan tersebut Mahkmah Agung

mempertimbangkan bahwa :

Adalah pantas dan sesuai dengan rasa keadilan apabila dalam hal

menggadai tanah keduabelah pihak masing-masing memikul separuh dari 50 Prof.Abdulkadir Muhammad, S.H., Hukum Perdata Indonesia (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010) hal. 307.51 Prof.Abdulkadir Muhammad, S.H., Ibid ., hal 307.

26

Page 10: Skripsi Bab II Baru Buevi

resiko kemungkinan perubahan harga nilai uang rupiah diukur dari

perbedaan harga emas pada waktu menggadaikan dan waktu menebus tanah

itu.

Sawah yang sebelum perang digadaikan Rp 50,00 (lima puluh rupiah) oleh

Mahkamah Agung ditetapkan harus ditebus dengan nilai 15 x 50 rupiah atau

Rp 750,00 (tujuh ratus lima puluh rupiah) karena harga emas naik 30 kali

lipat.

B. Pertamina

PT. Pertamina (Persero) (dahulu bernama Perusahaan Pertambangan Minyak

dan Gas Bumi Negara) adalah sebuah BUMN yang bertugas mengelola penambangan

minyak dan gas bumi di Indonesia. Sejarah Pertamina tidak bisa dilepaskan dari

perjalanan panjang perburuan minyak di Indonesia yang dimulai sejak awal abad 19.

Pada tahun 1871 hingga tahun 1885 merupakan masa-masa awal pencarian hingga

penemuan minyak di Indonesia, yang waktu itu masih dalam kependudukan Belanda.

Menyusul pengeboran pertama pada tahun 1883 di Telaga Tiga, pangkalan Brandan,

Sumatera Utara maka pada tahun 1885 berdirilah Royal Dutch Company di

pangkalan Brandan. Sejak itulah ekspolitasi minyak dari perut Bumi Nusantara

dimulai.52

52 Pertamina EP, Sejarah Pendirian Pertamina( http://www.pertamina-ep.com/id/tentang-pep/sejarah-kami) 21 juli 2010

27

Page 11: Skripsi Bab II Baru Buevi

Ketika pecah Perang Asia Timur Raya, produksi minyak mengalami

gangguan. Pada masa kependudukan Jepang, usaha yang dilakukan hanyalah

merehabilitasi lapangan dan sumur yang rusak akibat bumi hangus atau pengeboman.

Pada masa perang kemerdekaan, produksi minyak terhenti. Namun ketika perang usai

dan bangsa ini mulai menjalankan pemerintahan yang teratur, ternyata penguasaan

atas usaha minyak di Indonesia menjadi tidak jelas. Banyak perusahaan-perusahaan

kecil bermunculan untuk memanfaatkan rezeki minyak ini sehingga memicu

terjadinya sengketa di sana-sini. Akhirnya, untuk meredam semua itu, penguasaan

atas tambang-tambang minyak tersebut diserahkan kepada Angkatan Darat.53

Untuk menanganinya, pemerintah  mendirikan sebuah maskapai minyak

nasional pada 10 Desember 1957 dengan nama PT. Perusahaan Minyak Nasional,

disingkat PERMINA. Perusahaan itu lalu bergabung dengan PERTAMIN menjadi

PERTAMINA pada 1968. Untuk memperkokoh perusahaan yang masih  muda ini,

Pemerintah menerbitkan UU No. 8 pada 1971, yang menempatkan  PERTAMINA

sebagai perusahaan minyak dan gas bumi milik negara. Berdasarkan undang-undang

ini, semua perusahaan minyak yang hendak menjalankan usaha di Indonesia wajib

bekerja sama dengan PERTAMINA. Karena itu, PERTAMINA bertindak sebagai

regulator bagi mitra yang menjalin kerja sama melalui mekanisme Kontrak Kerja

Sama (KKS) di wilayah kerja (WK) PERTAMINA. Disisi lain PERTAMINA juga

53 Pertamina EP, Ibid.,

28

Page 12: Skripsi Bab II Baru Buevi

bertindak sebagai operator karena juga menggarap sendiri sebagian wilayah

kerjanya54.  

Sejalan dengan dinamika industri migas dunia, pemerintah menerbitkan

Undang-Undang No. 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi Sebagai

konsekuensi penerapan Undang-Undang Migas tersebut, Pertamina beralih bentuk

menjadi PT. Pertamina (Persero), dan hanya bertindak sebagai operator yang

menjalin kontrak kerja sama dengan pemerintah yang diwakili oleh BPMigas.

Sekaligus Undang-Undang itu juga mewajibkan  PT. Pertamina (Persero) untuk

mendirikan anak perusahaan guna mengelola usaha eksplorasi, eksploitasi dan

produksi minyak dan gas, sebagai konsekuensi pemisahan usaha hulu dengan hilir.55

Jadi kegiatan Pertamina dalam menyelenggarakan usaha di bidang energi dan

petrokimia, terbagi ke dalam sektor Hulu dan Hilir, serta ditunjang oleh kegiatan

anak-anak perusahaan.

Dengan melihat hal-hal tersebut diatas, maka Pertamina mempunyai visi dan

misi sebagai berikut : Visinya adalah Menjadi perusahaan minyak nasional kelas

dunia, sedangkan misinya adalah menjalankan usaha inti minyak, gas dan bahan

bakar nabati secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsim komersial yang kuat.

Dalam mencapai visi dan misinya, Pertamina berkomitmen untuk menerapkan tata

nilai sebagai berikut:56

54 Pertamina EP, Ibid.,55 Pertamina EP, Ibid.,56 Nandang Suherlan, visi dan misi Pertamina (Jakarta: Media Bulanan Pertamina No.51 Tahun XLV 21 Desember 2009), hal 1.

29

Page 13: Skripsi Bab II Baru Buevi

Clean (Bersih)

Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak

menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan intergritas.

Berpedoman pada asas-asas tata kelola koorporasi yang baik

Competitive (Kompetitif)

Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional,

mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar

biaya dan menghargai kinerja.

Confident (Percaya Diri)

Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor

dalam reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa.

Costumer Focused (Fokus pada Pelanggan)

Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk

memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

Commercial (Komersial)

Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil

keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang kuat.

Capable (Berkemampuan)

Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki

talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun

kemampuan riset dan pengembangannya.

30

Page 14: Skripsi Bab II Baru Buevi

C. SPBU

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Untuk Umum selanjutnya disebut (SPBU)

adalah sebidang tanah dan fasilitas SPBU yang dimiliki atau dikuasai secara sah oleh

PIHAK KEDUA berbentuk (PT,koperasi,Badan Usaha/CV dan perorangan)

berdasarkan rancangan, desain dan spesifikasi teknis yang telah disetujui oleh PIHAK

PERTAMA (Pertamina) yang digunakan untuk menyalurkan dan memasarkan BBM

dan/atau BBK dan/atau produk lain dengan menggunakan merek dagang Pertamina

atau merek dagang PIHAK PERTAMA lainnya serta dapat digunakan untuk

pengelolaan bisnis Non Fuel Retail (NFR).57

Bisnis Non Fuel Retail (NFR) adalah usaha yang beroprasi dan menjual

produk dan atau jasa selain BBM dan/atau BBK didalam area SPBU.58 Dimana para

pengusaha SPBU dapat menjual produk-produk milik PT.Pertamina (PERSERO).

Pengusahaan SPBU ini adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh badan hukum

atau badan usaha, atau perorangan yang memiliki dan mengelola bisnis di SPBU.59

Pengelolaan SPBU ini didasari oleh bentuk kerjasama yang dituangkan dalam bentuk

perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU antara PT.Pertamina (PERSERO) dengan

badan hukum atau badan usaha, atau perorangan.

57 Perjanjian Kerjasama Atara pengusaha SPBU dengan PT.Pertamina (Persero) Kontrak Pengusahaan SPBU DODO Pasal 1 Angka 658Ibid ., Pasal 1 Angka 1559Ibid ., Pasal 1 Angka 18

31

Page 15: Skripsi Bab II Baru Buevi

Harga jual BBM,BBK serta produk lain kepada konsumen/pengguna akhir

yang disediakan oleh PT.Pertamina (PERSERO) di SPBU ditetapkan oleh Pemerintah

atau PT.Pertamina (PERSERO). Para penguaha SPBU pertamina diberikan margin

terhadap harga BBM,BBK dan produk lain, yang besarnya ditetapkan oleh

PT.Pertamina (Persero) dari waktu ke waktu.60

Ada tiga bentuk perjanjian kerjasama dalam pengusahaan SPBU :

1. SPBU COCO (Company Owned, Company Operated)

Yaitu Suatu SPBU Pertamina yang didirikan oleh pertamina atau anak

perusahaan dari pertamina dan dikelola oleh anak perusahaan dari

PT.Pertamina (PERSERO).

2. SPBU DODO (Dealer Owned, Dealer Operated)

Yaitu SPBU DODO Pertamina adalah SPBU milik swasta, baik lahan,

investasi, maupun operasionalnya. Penulis akan membahas lebih lanjut

tentang SPBU DODO (Dealer Owned,Dealer Operated).

3. SPBU CODO (Company Owned, Dealer Operated)

SPBU CODO Pertamina merupakan SPBU sebagai bentuk kerjasama

antara Pertamina dengan pihak-pihak tertentu antara lain, kerjasama

pemanfaatan lahan milik perusahaan ataupun individu untuk di bangun SPBU

Pertamina.60Ibid .,Pasal 3.

32

Page 16: Skripsi Bab II Baru Buevi

SPBU merupakan prasarana umum yang disediakan oleh PT. Pertamina

(PERSERO) untuk masyarakat luas guna memenuhi kebutuhan bahan bakar. Pada

umumnya SPBU menjual bahan bakar sejenis premium, solar, pertamax dan

pertamax plus.61 Bahan bakar minyak jenis tersebut adalah bahan bakar minyak yang

diproduksi atau disediakan oleh PT.Pertamina (PERSERO) yang digunakan oleh

konsumen, khususnya kendaraan bermotor dan harga jualnya ditentukan oleh

pemerintah.62

Bila dilihat dari visi dan misinya Pertamina yaitu Menjadi perusahaan minyak

nasional kelas dunia, sedangkan misinya adalah menjalankan usaha inti minyak, gas

dan bahan bakar nabati secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial

yang kuat. Maka Pertamina mempunyai dua program yang baik yaitu bisa dilihat dari

adanya program Pertamina way dan Pertamina pas.

Pertamina Way

61 Pertamina, SPBU ( http://sppbe.pertamina.com/off/spbu.aspx) 21 juli 201062 Opcit., Pasal 1 angka 1

33

Page 17: Skripsi Bab II Baru Buevi

Pertamina way adalah program yang diluncurkan oleh PT. Pertamina

dengan penerapan standar pelayanan yang terdiri dari 5 (lima) elemen,

yaitu : 63

1. pelayanan staff yang terlatih dan bermotivasi.

2. Jaminan kualitas dan kuantitas,

3. fasilitas dan peralatan yang terawat dengan baik,

4. memiliki format fisik yang konsisten,

5. Mempunyai penawaran produk dan pelayanan bernilai tambah dengan

operator yang selalu menerapkan 3S (Salam, Senyum, Sapa)

Pertamina Pasti Pas

Pasti Pas adalah SPBU yang telah mendapatkan sertifikat Pasti Pas!

dari auditor independen dengan jaminan pelayanan terbaik yang

memenuhi standar kelas dunia. Konsumen akan mendapatkan kualitas dan

kuantitas BBM yang terjamin, pelayanan yang ramah, serta fasilitas yang

nyaman.64

63 Pertamina , Pendirian SPBU (http://sppbe.pertamina.com/off/spbu.aspx) 21 juli 201064 Pertamina, Ibid.,

34

Page 18: Skripsi Bab II Baru Buevi

Dua program ini sangat patut dijalankan guna tercapainya visi dan misi

pertamina tersebut dan agar dapat bersaing dengan pengusahaan dari SPBU asing,

Seperti Shell dan Petronas. Selain bahan bakar, ada pula SPBU yang juga

menyediakan fasilitas pompa angin, ada pula yang menyediakan fasilitas pencucian

mobil. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, SPBU dijaga oleh petugas-petugas

yang mengisikan bahan bakar kepada pelanggan. Pelanggan kemudian membayarkan

biaya pengisian kepada petugas. Di negara-negara lainnya, misalnya di Amerika

Serikat atau Eropa, pompa-pompa bensin tidak dijaga oleh petugas; pelanggan

mengisi bahan bakar sendiri dan kemudian membayarnya kepada petugas di sebuah

loket/counter.

D.Kompensasi

Dalam kasus yang diambil oleh penulis tentang perlindungan hukum yang

diberikan PT.Pertamina (PERSERO) kepada para pengusaha SPBU Pertamina

terhadap penurunan harga BBM jenis premium. Didapati bahwa Pertamina

memberikan kompensasi yaitu sebesar Rp 80,00 (delapan puluh rupiah) jadi

contohnya : apabila para pengusaha SPBU pertamina membeli Premium kepada PT.

Pertamina (PERSERO) dengan cara jual putus,yaitu sebanyak 1.500 KL Premium

kepada PT.Pertamina (PERSERO). Pada saat itu premium harganya Rp.5500,00

(lima ribu lima ratus rupiah) untuk dijual ke konsumen terhitung tanggal 1 Desember

2008, namun para pengusaha harus menebus dengan harga Rp.6000 (enam ribu

35

Page 19: Skripsi Bab II Baru Buevi

rupiah) jadi banyaklah pengusaha SPBU yang mengalami kerugian oleh karena hal

ini maka PT.Pertamina (PERSERO) memberikan kompensasi kepada para pengusaha

SPBU Pertamina

Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh

keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang

lainnya.65

Contoh: A berhutang Rp 1000,00 dari B dan sebaliknya B berhutang Rp 600,00 pada

A. Kedua hutang tersebut di kompensasikan untuk Rp 600,00 Sehingga A

masih mempunyai hutang Rp 400,00 kepada B .

Menurut Pasal 1426 KUHPerdata jika syarat-syarat untuk kompensasi telah ada,

maka kompensasi terjadi demi hukum. Selanjutnya dalam Pasal 1426 BW “

Perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan dengan setidak tahunya orang-orang yang

berhutang, dan kedua hutang itu yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya

saat hutang-hutang itu bersama-sama ada,bertimbal balik untuk suatu jumlah yang

sama”. Pendukung ajaran ini adalah Pothier dan Domat. Kompensasi dapat juga

terjadi dengan persetujuan. Syarat-syarat untuk terjadinya kompensasi menurut

undang-undang, adalah bahwa:66

65 R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan (Bandung : PT. Binacipta, 1987), hal 119.66 R.Setiawan, Ibid ., hal 120.

36

Page 20: Skripsi Bab II Baru Buevi

1. Dua orang secara timbal balik merupakan debitur satu daripada yang lain;

2. Objek perikatan berupa sejumlah uang, atau barang yang sejenis yang dapat

dipakai habis;

3. Piutang-piutangnya sudah dapat ditagih;

4. Piutang-piutangnya dapat diperhitungkan dengan segera.

 

37