bab 1 (revisi)

26
HUBUNGAN USIA, JENIS KELAMIN, LAMA PERAWATAN DENGAN VENTILATOR TERHADAP HOSPITAL –ACQUIRED PNEUMONIA DI RUANG INTENSIF CARE UNIT RSUD CIBINONG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2014 S K R I P S I Diajukan ke Fakultas Kedokteran UPN ‘’Veteran” Jakarta Sebagai pemenuhan salah satu syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran EVA TAMI HANDARI 111.0211.017 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

Upload: ibnu-yazid

Post on 07-Sep-2015

226 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

fdgd

TRANSCRIPT

HUBUNGAN USIA, JENIS KELAMIN, LAMA PERAWATAN DENGAN VENTILATOR TERHADAP HOSPITAL ACQUIRED PNEUMONIA DI RUANG INTENSIF CARE UNIT RSUD CIBINONG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2014

S K R I P S I

Diajukan ke Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta

Sebagai pemenuhan salah satu syarat

Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran

EVA TAMI HANDARI

111.0211.017

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

JAKARTA

2014

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumonia nosokomial atau Hospital acquaired pneumonia ( HAP ) didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. Hospital-acquired penumonia mengenai 1 dari 10 pasien yang dirawat di rumah sakit. Rata-rata, pasien dengan infeksi yang didapat di rumah sakit menghabiskan 2,5 kali lebih lama di rumah sakit.

Hospital Acquired Pneumonia ini menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika Serikat dan hal ini berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian serta biaya perawatan di rumah sakit, beberapa penelitian menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan pasien tanpa pneumonia, hal ini tentu akan meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa lama perawatan bertambah rata-rata 7-9 hari dan sering diasosiasikan dengan peningkatan biaya pelayanan kesehatan .

Angka kejadian pneumonia nosokomial di Jepang adalah 5 10 per 1000 kasus yang dirawat. Kejadian tersebut meningkat menjadi 6-20x pada pasien yang memakai alat bantu napas mekanis sedangkan angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-50%.

Faktor resiko yang umum pada pasien yang mengidap human acquired pneumonia mencakup usia lebih dari 70 tahun, pasien yang menderita penyakit parah atau pasca operasi, malnutrisi, penurunan kesadaran, masa rawat inap yang lama, dan penyakit paru obstruksi kronis

Hospital acquired pneumonia adalah infeksi umum yang terjadi di intensive care unit (ICU) dan terhitung hampir 25% dari semua infeksi nosokomial pada pasien ICU, dengan tingkat insidensi berkisar antara 6% sampai 52%. Peningkatan presentase ini disebabkan karena pasien di ICU lebih sering mendapat penanganan ventilator mekanik, penggunaan ventilator mekanik merupakan salah satu faktor resiko terjadinya hospital acquired pneumonia sehingga pasien yang menggunakan ventilator mekanik di ruang ICU berkemungkinan 6 sampai 21 kali lebih tinggi terkena hospital acquired pneumonia dari pada pasien yang tidak memakai ventilator mekanik . Unit perawatan intensif (ICU) memiliki prevalensi tertinggi infeksi didapat di rumah sakit di rumah sakit. Prevalensi Eropa Infeksi pada Study Intensive Care (EPIC), yang melibatkan lebih dari 4500 pasien, menunjukkan bahwa tingkat prevalensi infeksi nosokomial di ICU adalah 20,6% , pasien ICU sangat beresiko dari infeksi nosokomial akibat ventilasi mekanik, penggunaan prosedur invasif dan status immunocompromised mereka (Oxford JournalsMedicineBJA: CEACCPVolume 5,Issue 1Pp.14-17).

Ventilator mekanik sering diasosiasikan dengan peningkatan kemungkinan Hospital- acquired pneumonia karena biasanya pasien terhubung dengan ventilator melalui tabung yang disebut endotracheal tube sehingga membuat jalan pintas yang melintasi pertahanan saluran pernafasan atas yang dapat mempermudah terjadinya infeksi . perkembangan pasien dengan ventilasi mempunyai prognosis yang tidak baik dengan angka kematian 2 sampai 10 kali lebih banyak daripada pasien dengan ventilasi tanpa Hospital-acquired pneumonia .

Menurut perhimpunan dokter paru indonesia tahun 2003, Angka kematian pasien pada pneumonia yang dirawat di instalansi perawatan intensif (IPI) meningkat 3-10x dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia, kurang lebih 10% pasien yang dirawat di IPI akan berkembang menjadi pneumonia. Angka kejadian dan angka kematian pada umumnya lebih tinggi di rumah sakit yang besar, angka kematian ini meningkat juga pada pneumonia yang disebabkan P.aeruginosa atau yang mengalami bakteremia sekunder. Studi teersebut telah memperkirakan bahwa antara sepertiga satu setengah dari semua kematian HAP adalah akibat langsung dari infeksi , tetapi kematian disebabkan oleh bakteremia. Etiologi bakteremia tersering adalah Pseudomonas aeruginosa atau Spesies Acinerobacter. Jenis bakteri berbeda beda antara negara yang satu dengan negara lain, antara satu daerah dengan daerah yang lain dalam suatu negara, di dalam rumah sakit dengan di luar rumah sakit, rumah sakit besar maupun rumah sakit kecil, karena itu perlu diketahui dengan baik pola kuman di suatu tempat. Seperti contoh di RSCM tahun 2006-2007 yang melakukan studi lokal pada pasien VAP (Ventilator Associated Pneumonia) di temukan beberapa jenis kuman yaitu acinatorbacter anitratus, pseudomonas aeruginosa, klebsiella pneumonia,staphylococcus epidermidis, Methicilin resistant staphylococcus aureus (MRSA) .

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan usia, gender, lama dirawat, penyebab dirawat, status gizi serta penggunaan ventilator terhadap pasien rawat inap di RSUD Cibinong, periode april 2014.

Beberapa penelitian serupa telah dilakukan oleh peneliti terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh El Sohl et al. (2005) melakukan sebuah penelitian yang berjudul Nosocomial Pneumonia In The Elderly Patients Following Cardiac Surgery. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risiko pneumonia nosokomial yang bisa dimodifikasi pada pasien lansia pasca operasi jantung. Desain penelitian yang digunakan adalah case control study bertempat pada Intensive Care Unit (ICU) pasca bedah jantung. Semua pasien yang menjadi responden penelitian adalah semua pasien yang berusia 65 tahun dan menjalani CABG, dan operasi penggantian katup, atau keduanya. Dengan kriteria ekslusi yaitu yang telah menajalani transplantasi jantung, menerima agen imunosupresif, menjalani operasi jantung bypass cardiopulmonary, hanya dirawat selama 48 jam dan yang telah teridentifikasi infeksi sebelum operasi. Diperoleh hasil kejadian pneumonia nosokomial pada lansia pasca operasi jantung sebesar 8,3%. Tiga variabel yang ditemukan secara signifikan terkait dengan perkembangan pneumonia nosokomial yang dianalisis dengan analisis multivariat, Charlson Indeks 42, dengan interval kepercayaan 95% adalah: (1) reintubation (AOR 6.2 ,95% CI, 1,1-36,1, P 00:04), (2) unit transfusi X4 PRBC (AOR 2,8, 95% CI,1,2-6,3, P 00:01), dan (3) dosis harian rata-rata setara dengan morfin (AOR 4,6,95% CI, 1,4-14,6, P 00:01). Perbedaanya adalah terletak pada subjek penelitian,variabel penelitian, dan metode penelitian. Pada penelitian ini subjek penelitian adalah lansia yang berumur 65 tahun atau lebih, variabel penelitian yang berbedaadalah tindakan operasi jantung dan metodologi yang digunakan adalah case control study

Wijaya, yandra (2010) telah melakukan penelitian yang berjudul hubungan usia, gender, lama dirawat, dan penyebab di rawat dengan Hospital Acquired Pneumonia di RSUD bakti yudha. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan usia, gender, lama dirawat, dan penyebab di rawat dengan Hospital Acquired Pneumonia. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional . populasi kelompok kasus adalah semua pasien rawat inap RSU Bhakti Yudha depok periode desember 2009 sebanyak 615 orang, dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 244 orang. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu pemilihan sample yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata (jenjang) dimana elemen populasi berpeluang sama untuk menjadi elemen sampel. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Chi-Square dengan kemaknaan (p50 tahun

Ordinal

3.

Jenis kelamin

Adalah perbedaan jenis kelamin pasien rawat inap yang tercatat dibagian rekam medik RSUD Cibinong periode april 2014

Rekam medik

1. Laki laki

2. perempuan

Nominal

4.

Penggunaan ventilator

Pasien yang menggunakan alat bantu pernafasan diruang rawar inap berdasarkan rekam medik di RSUD Cibinong

Rekam medik

1. Menggunakan ventilator mekanik

2. Tidak menggunakan ventilator mekanik

Nominal

6.

Lama dirawat

Berapa lama seseorang di rawat inap berdasarkan rekam medik di RSUD Cibinong

Rekam medik

3. 2-7 hari

4. 8-12 hari

5. >12 hari

Nominal

J. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan data penelitian. Instrumen dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Ruang Rekam Medik RSUD Cibinong. Submber data penelitian ini berupa :

1. Data Rekam Medik pasien rawat inap ruang Intensif Care Unit RSUD Cibinong tahun 2014.

K. protokol penelitian ( Cara Kerja Penelitian Dengan Pendekatan Cross Sectional)

Identifikasi dan perumusan masalah

Menentukan definisi oprasinonal

Menentukan tujuan penelitian

Menentukan lokasi dan populasi

Menentukan cara dan besar sampel

Menentukan variabel yang akan diukur

Menyusun instrumen pengumpulan data

Rancangan analisis

Gambar 3. Cara Kerja Penelitian

1. Identifikasi dan perumusan masalah

Masalah yang akan diteliti harus diidentifikasi dan dirumuskan dengan jelas agar dapat ditentukan tujuan penenlitian dengan jelas. Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan mengadakan penelaahan terhadap insiden dan prevalensi berdasarkan catatan yang lalu untuk mengetahui secara jelas bahwa masalah yang sedang dihadapimerupakan masalah yang penting untuk diatasi melalui suatu penelitian.

2. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian harus dinyatakan denggan jelas agar orang dapat mengetahui apa yang akan dicari, dimana akan dicari, sasaran, berapa banyak, dan kapan dilakukan serta siapa yang melaksanakannya.

3. Menentukan lokasi dan populasi

Dari tujuan penelitian dapat diketahui lokasi penelitian dan ditentukan pula populasinya.

4. Menentukan cara dan besar sampel

Setlah lokasi dan populasi diketahui, selanjutnya dapat menentukan cara dan besar sampel, pada penelitian ini digunakan rumus slovin untuk menentukan jumlah sampel.

5. Menentukan definisi oprasional variabel

Memberikan (mendeskripsikan) variabel penelitian sedemikian rupa sehingga bersifat spesifik ( tidak berinterpretasi ganda ) dan terukur.

6. Menentukan variabel yang akan diukur

Variabel yang sudah ditetapkan dan di definisi oprasionalkan, kemudian diukur dengan skala pengukuran (skala nominal, ordinal, interval, dan rasio).

7. Rancangan penelitian

Analisis data yang diperoleh harus sudah direncanakan sebelum penelitian dilaksanakan agar diketahui perhitungan yang akan digunakan.

L. Analisis Data

Meliputi analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran masing-masing distribusi variabel, yaitu : usia, gender, status gizi, lama di rawat, penyebab dirawat, dan penggunaan ventilator, sedangkan analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dan terikat dengan uji statistik yang disesuaikan dengan skala data yang ada. Pada penelitian ini digunakan uji statistik chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan data kategori (nominal dan ordinal).

Rumus chi Square (X2)

Keterangan :

X2 : Chi Square (Kai Kuadrat)

f0 : Nilai Observasi

fe : Nilai Harapan

Df : Degree of freedom ( Derajat kebebasan )

k : Jumlah kolom

b : Jumlah baris

keputusan Chi Square, H0 ditolak apabila p < (0,05), artinya ada hubungan antara variabel dependent dengan variabel independent. H0 gagal ditolak/ diterima apabila p > (0,05), artinya tidak ada hubungan antara variabel dependent dengan variabel independent.

Pembacaan nilai p pada uji chi square harus mengikuti aturan aturan yang berlaku dalam uji chi square, yaitu :

1. Bila pada tabel 2x2 dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka yang digunakan adalah Fisher Exact Test .

2. Bila pada tabel 2x2 dan tidak dijumpai nilai expected ( harapan) kurang dari 5, maka uji yang dipakai ssebaiknya Continuity Correction.

3. Bila tabelnya lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 3x3 dan sebagainya, maka digunakan uji Pearson Chi Square .

4. Uji Likelihood Ratio dan Linear-by-Linear Association . Biasanya digunakan untuk keperluan lebih spesifik, misalnya analisis stratifikasi pada bidang epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linear dua variabel kategorik, sehingga kedua jenis ini jarang digunakan.

I. Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul selanjutnya diolah dengan menggunakan software SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 17,0. SPSS merupakan paket program statistik yang berguna untuk mengolah dan menganalisis data penelitian. Dengan SPSS kebutuhan pengolahan dan analisis data dapat diselsaikan dengan mudah dan cepat (Sutanto, 2001). Dalam prosesnya meliputi beberapa tahap sebagai berikut :

1. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengencekan isi kuesioner apakah kuesioner sudah diisi dengan lengkap, jelas jawaban dari responden, relevan jawaban dengan pertanyaan.

2. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk bilangan. Kegunaan koding adalah mempermudah peneliti pada saat analisis data dan juga saat entry data.

3. Processing

Setelah data dikoding maka langkah selanjutnya adlah melkukan entry data dari kuesioner kedalam program komputer, salah satu paket program yang digunakan adalah SPSS for Window.

4. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry .