bab iii dasar-dasar logika-revisi - buku 1

Upload: josua-christanto

Post on 07-Aug-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    1/94

    39

    BAB III

    DASAR-DASAR LOGIKA

    Bagus Takwin

    1.  Apakah Logika Itu?

    Secara umum, logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang

    menempatkannya sebagai cabang matematika. Kedua bidang kajian ini menempatkan logika

    sebagai dasar berpikir dalam memperoleh, mencermati dan menguji pengetahuan. Logika

    dapat diartikan sebagai kajian tentang prinsip, hukum, metode, dan cara berpikir yang benar

    untuk memperoleh pengetahuan yang benar.

    Jika ditempatkan sebagai cabang filsafat, logika dapat diartikan sebagai cabang dari

    filsafat yang mengkaji prinsip, hukum dan metode berpikir yang benar, tepat dan lurus. Jika

    ditempatkan sebagai matematika maka logika merupakan cabang matematika yang mengkaji

    seluk-beluk perumusan pernyataan atau persamaan yang benar, khususnya pernyataan yang

    menggunakan bahasa formal. Bahasa formal adalah bahasa buatan yang dibedakan dari

     bahasa alamiah. Bahasa formal di sini merujuk kepada rangkaian simbol matematis seperti

    yang biasa kita jumpai dalam literatur matematika. Sedangkan bahasa alamiah, atau bahasa

    non-formal, adalah bahasa yang umumnya kita gunakan sehari-hari dalam berkomunikasi.

    Dari sejarah filsafat kita mengenal Aristoteles sebagai filsuf yang pertama kali

    membeberkan hal-ihwal logika secara komprehensif. Sebelumnya ada beberapa filsuf Yunani

    Kuno yang sudah mengemukakan prinsip-prinsip berpikir dan pemerolehan pengetahuan

    seperti Parmenides, Zeno, dan Pythagoras. Tetapi penjelasan khusus dan menyeluruh tentang

     bagaimana pikiran manusia bekerja dan dapat memperoleh pengetahuan yang benar baru

    ditulis secara sistematis oleh Aristoteles.

    Penggunaan istilah logika untuk menyebut cabang filsafat yang mengkaji prinsip,

    aturan, dan metode berpikir yang benar bukan berasal dari Aristoteles melainkan dari

    Alexander Aphrodisias sekitar permulaan abad ke-3 M. Sebelumnya istilah logika dipakai

    oleh Cicero (abad ke-1 M) yang menggunakan kata logika  dalam arti „seni berdebat‟.

    Aristoteles sendiri menggunakan istilah analitika untuk merujuk kepada penyelidikan

    terhadap argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang sudahdipastikan kebenarannya, serta dialektika untuk penyelidikan terhadap argumentasi-

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    2/94

    40

    argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang belum pasti kebenarannya

    (Bertens, 1999).

    Dalam matematika, logika dikaji dalam kaitannya dengan upaya menyusun bahasa

    matematika yang formal, baku, dan jernih maknanya, serta dalam kajian tentang penyimpulan

    dan pembuatan pernyataan yang benar. Tradisi penggunaan dan pengkajian logika dalam

    matematika sudah sangat lama dilakukan sehingga matematika tak dapat dipisahkan dari

    logika, dan keduanya saling melengkapi. Bertrand Russell dan Alfred North Whitehead

     bahkan menyatakan bahwa matematika adalah logika murni. Istilah logika klasik (classical

    logic,  classical elementary logic,  atau classical first-order logic) merujuk kepada kajian

    tentang logika dalam matematika. Kata klasik   di situ mengindikasikan betapa sudah

    menyatunya logika dan matematika, yang sudah dianggap sebagai dua sisi dari satu keping

    mata uang.

    Terlepas dari latar belakang kajian dan penemuannya serta klasifikasinya dalam

     penggolongan ilmu, logika merupakan alat yang dibutuhkan dalam kajian berbagai ilmu

     pengetahuan dan juga dalam kehidupan sehari-hari. Logika, di samping etika, dapat dipahami

    sebagai asas pengaturan alam dan isinya yang dikembangkan manusia. Alam yang pada

    awalnya tampil di hadapan manusia sebagai sesuatu yang tak termaknai dan sebagai

    ketidakteraturan mendorong manusia untuk memaknainya dan untuk memberikan arti kepada

    unsur-unsurnya dan penjelasan kepada dinamikanya. Alam, yang awalnya tak terpahami dan

    terkesan tak teratur, pelan-pelan namun pasti mulai terpahamkan. Pemaknaan dan pengaturan

    itu dari waktu ke waktu berkembang semakin sistematis dan komprehensif. Logika berperan

    di sana, mulai dari penamaan benda-benda berdasarkan prinsip identitas (X = X) hingga

     penemuan beragam hubungan antara unsur alam melalui penalaran analogis, deduktif, dan

    induktif. Logika memungkinkan manusia memahami seluk-beluk dan dinamika alam berserta

    isinya, menerangkan, meramal, dan menata alam. Berbagai persoalan manusia terselesaikan

    dengan bantuan logika. Meskipun belum semua persoalan selesai sementara berbagai

     persoalan baru sudah muncul — termasuk persoalan yang disebabkan oleh penggunaan (dan

     penyalahgunaan) logika — tak dapat dimungkiri bahwa logika sudah membantu manusia

    meningkatkan kualitas hidupnya dan mengembangkan peradabannya seperti yang kita

    saksikan sekarang. Sebagai asas pengaturan, logika menjelaskan bahwa alam yang awalnya

    tampak sebagai kekacau-balauan (chaos) sebenarnya merupakan jagat raya (cosmos) yang

    teratur. 

    Kembali lagi ke logika sebagai cabang filsafat. Secara filosofis, logika adalah kajian

    tentang berpikir atau penalaran yang benar. Penalaran merupakan aktivitas mental yang

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    3/94

    41

     bertujuan memperoleh pengetahuan; dengan kata lain, penalaran merupakan aktivitas

    epistemik. Penalaran adalah proses penarikan kesimpulan berdasarkan alasan yang relevan.

    Dalam logika dikaji bagaimana berlangsungnya proses penarikan kesimpulan yang mencakup

    unsur-unsur dari proses, langkah-langkah, serta hukum, prinsip dan aturan-aturannya.

    Untuk dapat menjelaskan karakteristik penaralan yang benar serta mengapa dan

     bagaimana itu dapat dihasilkan, logika menggunakan pemahaman tentang standar kebenaran

    yang diperoleh dari epistemologi yang merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat

     pengetahuan. Di samping itu, sebagai bagian dari epistemologi dalam arti luas, logika juga

    memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang dikaji oleh epistemologi, yang mencakup segi-

    segi sumber pengetahuan, batas pengetahuan, struktur pengetahuan, dan keabsahan

     pengetahuan. Sebuah sistem logika didasari oleh asumsi tentang sumber pengetahuan, apakah

     pengetahuan itu dianggap bersumber dari pikiran, pengalaman atau dari hal-hal lain. Dalam

    sistem logika yang komprehensif juga ditentukan batas-batas kemampuan manusia untuk

    mengetahui, jenis pengetahuan yang dapat diperoleh, dan syarat-syarat dari pengetahuan

    sehingga dapat dipahami manusia. Struktur pengetahuan yang berkaitan dengan bagaimana

     pengetahuan terkumpul, tersusun, dan tertata sedemikian rupa dalam diri manusia juga

    mendasari sebuah sistem logika. Lalu, untuk menentukan benar atau tidaknya sebuah

     penalaran sebuah sistem logika perlu didasari oleh syarat-syarat dari keabsahan pengetahuan.

    Dapat dikatakan bahwa logika merupakan dasar filosofis dari matematika. Ini

    disebabkan oleh asas epistemologis matematika yang berakar pada filsafat. Belakangan,

    mereka yang membahas matematika kebanyakan adalah filsuf, seperti Bertrand Russell,

    Alfred North Whitehead dan Gottlob Frege. Di sisi lain, matematika juga banyak memberi

    masukan kepada logika, bahkan dianggap sebagai logika murni oleh Russell dan Whitehead

    dalam buku mereka yang berjudul  Principia Mathematica (1925). Dalam pengertiannya

    sebagai kajian tentang penalaran yang benar, logika memunculkan pertanyaan-pertanyaan

    yang relevan dengan aspek matematis dari logika. Dua di antaranya ialah bagaimana

     pembuatan kesimpulan dari prinsip-prinsip umum yang sudah ada dan validitasnya

     berhubungan dengan penalaran yang benar? Dan bagaimana matematika sebagai proses

     pembuatan kesimpulan khusus berdasarkan hukum-hukum umum dapat dipahami dari segi

    logis; dan, sebaliknya, bagaimana logika dipahami dari sudut pandang matematika?

    Sebagai kajian tentang penalaran, logika juga berhubungan erat dengan bahasa

    alamiah yang sehari-hari dipakai oleh manusia. Untuk berkomunikasi, orang bernalar dengan

    menggunakan bahasa alamiah. Ini juga berkaitan dengan matematika. Hal ini menimbulkan

    sejumlah pertanyaan: bagaimana matematika dapat diterapkan di dalam kenyataan non-

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    4/94

    42

    matematik? Bagaimana matematika dapat menjelaskan realitas sehari-hari? Bagaimana

    matematika dapat digunakan untuk melakukan penalaran yang benar? Apa dasar

    epistemologis dari matematika sehingga dapat digunakan untuk membuat penalaran yang

     benar?

    Buku ini tidak akan menjelaskan bagaimana logika dan matematika saling

     berhubungan, dan juga tidak menjelaskan secara khusus dan rinci hubungan antara bahasa

    dan penalaran sehari-hari dengan logika. Uraian tadi hanya sekadar menunjukkan secara

    singkat bahwa logika berkaitan erat dengan matematika sehingga beberapa simbol

    matematika digunakan di dalam logika. Logika juga berkaitan dengan pemahaman manusia

    dalam kesehariannya karena sama-sama menggunakan bahasa sebagai medianya.

    Di atas sudah dibahas secara umum tentang dua pengertian logika, yakni sebagai

    cabang filsafat dan sebagai cabang matematika. Sebelum pembahasan lebih khusus tentang

    logika, di sini dikemukakan dua pengertian lain dari logika, yakni logika sebagai kajian

    tentang kebenaran khusus atau fakta dan logika sebagai kajian ciri-ciri atau bentuk umum

    dari putusan (bahasa Inggris:  judgment ). Sebagai kajian tentang kebenaran khusus, logika

    merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menjelaskan kebenaran atau fakta tertentu,

    sama halnya dengan ilmu pengetahuan lain yang bertujuan menjelaskan kebenaran lainnya.

    Kebenaran logis dapat dipahami sebagai kebenaran paling umum, satu kebenaran yang

    dikandung oleh semua kumpulan kebenaran lain yang hendak dijelaskan oleh ilmu

     pengetahuan. Dalam pengertian ini logika berbeda dari biologi karena logika lebih umum;

    tetapi, di pihak lain, sama dengan biologi, yaitu sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan

    mencapai kebenaran tertentu. Pengertian logika ini sering kali diasosiasikan dengan Gottlob

    Frege (1848-1925), ahli matematika dan filsuf dari Jerman. Konsepsi logika ini secara dekat

    diasosiasikan dengan satu pernyataan yang diperoleh dengan menggunakan logika secara

    fundamental tentang kesimpulan-kesimpulan tertentu dan tentang semua konsekuensi logis

    dari tiap kesimpulan itu. Pengertian logika di sini dapat dipulangkan kepada asal katanya,

    logos,  dari Herakleitos yang berarti „aturan‟, „prinsip‟, atau „kata-kata yang menjelaskan

    realitas‟. 

    Kebenaran logis dalam pengertian ini merupakan satu kebenaran yang diungkapkan

    dengan representasi yang secara logis tidak mengikuti asumsi apa pun. Kebenaran logis ini

    dapat dipahami juga sebagai asumsi dasar atau postulat atau prinsip pertama yang mencukupi

    dirinya sendiri ( self-sufficient reason). Dalam pengertian lain, kebenaran logis adalah satu

     pernyataan yang kebenarannya dijamin sejauh makna dari konstanta logisnya tetap, terlepas

    dari apa makna bagian lain yang menyertainya.

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    5/94

    43

    Dalam arti kajian ciri-ciri atau bentuk umum dari putusan atau bentuk pikiran dari

     putusan, logika dapat dipahami sebagai kajian yang mempelajari unsur-unsur putusan dan

    susunannya dengan tujuan untuk memperoleh pola atau bentuk umum dari proses pembuatan

     putusan. Satu contoh bentuk kegiatan dari logika ini adalah penyelidikan tentang struktur

    hubungan antara subjek dan predikat dari berbagai putusan yang ada; penelitian tentang jenis

     putusan, dan bagaimana pikiran manusia menggunakan bentuk-bentuk pernyataan tertentu

    untuk membuat kesimpulan. Fokus kajian dari logika ini adalah pikiran, representasi

    linguistik, meskipun pikiran dan bahasa saling terkait erat. (Putusan terdapat dalam pikiran

    dan diungkapkan dengan tanda-tanda konvensional yang dapat diinderai.) Kajian ini

     berurusan dengan berbagai bentuk putusan, bukan bentuk kalimat seperti yang dipelajari oleh

    linguistik meskipun dalam praktiknya keduanya mirip karena sama-sama menggunakan

     bahasa sebagai alat ekspresi utamanya. Berbeda dengan bentuk dari bahasa sebagai

    representasi linguistik yang konstan terlepas dari apa pun isinya, bentuk pikiran diperoleh

    melalui abstraksi dari isi pikiran.

    2. Kategori

    Manusia berpikir dengan menggunakan kategori. Contohnya, kita mengenal kursi

    sebagai perabot, kucing sebagai makhluk hidup, mobil sebagai kendaraan, dan rumah sebagai

    tempat tinggal. Perabot, makhluk hidup, kendaraan, dan tempat tinggal adalah contoh

    kategori yang digunakan untuk mengenali dan mengelompokkan benda-benda. Sejak anak

    dapat mengenali dunia, kategori digunakan untuk mengenali obyek-obyek di dunia.

    Pada awalnya kategori yang digunakan sangat sederhana dan umum seperti lebih

     besar dan lebih kecil, atau lebih jauh dan lebih dekat, atau lebih keras atau lebih lembut.

    Kemudian kategori yang lebih kompleks dikemba ngkan, seperti makhluk hidup

    yang bernafas dengan paru-paru, tempat tinggal yang layak huni dan nyaman, dan

    sebagainya.

    Selain itu, ada hierarki kategori, baik berdasarkan sifat umum atau khusus, maupun

    sifat kompleks atau simpleks. Makhluk hidup, contohnya, merupakan kategori yang lebih

    umum dari hewan yang didefinisikan sebagai makhluk hidup yang berindera. Contoh lain, zat

    merupakan kategori yang lebih umum dari zat cair dan zat padat. Dilihat dari

    kompleksitasnya, hotel lebih adalah kategori yang lebih kompleks daripada rumah karena

     pada hotel ada karakteristik yang lebih banyak daripada pada rumah, seperti memiliki

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    6/94

    44

    fasilitas ruang tidur yang dapat disewakan, ruang makan bersama, lobi, tempat parkir,

     pegawai hotel, tarif menginap, dan lain-lain.

    Para filsuf membantu kita untuk mengenali benda-benda secara lebih sistematis dan

    koheren dengan mengajukan kategori-kategori dasar dari semua yang ada dan mungkin ada di

    dunia. Aristoteles adalah filsuf pertama yang menggunakan istilah kategori dalam filsafat dan

    mengajukan jenis-jenis kategori yang menurutnya dapat diterapkan pada semua benda yang

    ada di dunia. Untuk memahami secara lengkap apa yang dimaksud dengan kategori oleh

    Aristoteles kita perlu membaca dua kutipan berikut ini.

    “We should distinguish the kinds of predication (ta genê tôn katêgoriôn) in which the four

     predications mentioned are found. These are ten in number: what-it-is, quantity, quality,

    relative, where, when, being-in-a-position, having, doing, undergoing. An accident, a

     genus, a peculiar property and a definition will always be in one of these categories.”

    (Topics I.9, 103b20-25 dalam Owen (ed.), 1968; Smith, 2000)

    “Of things said without any combination, each signifies either substance or quantity or

    quality or a relative or where or when or being-in-a-position or having or doing or

    undergoing. To give a rough idea, examples of substance are man, horse; of quantity:

     four-foot, five-foot; of quality: white, literate; of a relative: double, half, larger; of where:

    in the Lyceum, in the market-place; of when: yesterday, last year; of being-in-a-position:

    is-lying, is-sitting; of having: has-shoes-on, has-armor-on; of doing: cutting, burning; of

    undergoing: being-cut, being-burned.” (Categories 4, 1b25-2a4, tr. Ackrill, 1961)

    Dari dua kutipan tersebut, diketahui bahwa Aristoteles membagi segala sesuatu dalam

    sepuluh kategori mencakup (1) substansi‟ (2) kualitas, (3) kuantitas atau ukuran, (4) relasi(relatio), (5) aksi (actio), (6) reaksi atau terkena aksi (pasif, menderita,  pasio), (7) waktu

    (kapan), (8) lokasi (dimana), (9) posisi (dalam arti posisi fisik atau  posture,  silus) dan (10)

    memiliki atau mengenakan (habitus).

    Bagi Aristoteles, ke-10 kategori yang diajukannya bukan hanya berkaitan dengan

    logika tetapi lebih jauh lagi berkaitan dengan segala hal yang ada dan mungkin ada di dunia

    ini. Penentuan kesepuluh kategori itu berangkat dari penggolongan dari seluruh „ada‟ (being ).

    Ia membagi „ada‟ menjadi „ada bagi diri sendiri‟ dan „ada bagi yang lain‟. Dari dua jenis ada

    ini lalu diturunkan lagi hingga diperoleh sepuluh kategori tempat setiap hal dapat dimasukkan

    ke dalam salah satu kategori itu (lihat gambar 3. Skema kategori menurut Aristoteles dalam

    Bittle, 1950: 55). Dari sini dapat dipahami bahwa dasar dari kategori adalah pengetahuan

    tentang ada yang menjadi pembahasan utama dalam metafisika dan ontologi. Dengan

     penentuan sepuluh kategori, Aristoteles telah mengklaim bahwa ia memahami segala hal

    sebagai „ada‟ (being ). 

    Filsuf setelah Aristoteles yang mengemukakan pemikiran mengenai kategori adalah

    Immanuel Kant. Kant (dalam Takwin, 2005) memandang manusia sebagai agen aktif dengan

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    7/94

    45

     pikiran sebagai pusat aktivitasnya. Menurut Kant pikiran manusia sudah memiliki

     pengetahuan bawaan dalam bentuk kategori-kategori.

    Pengetahuan bawaan yang secara tegas tak dapat ditolak keberadaannya adalah

    kerangka pemahaman ruang dan waktu. Menurut Kant, setiap pemahaman tentang sesuatu

    selalu dalam kerangka ruang dan waktu. Pengetahuan apa pun selalu terkait dengan kualitas-

    kualitas serta kuantitas-kuantitas ruang dan waktu. Sejauh berkaitan dengan pengalaman,

    manusia selalu berpikir dalam kerangka ruang dan waktu. Setiap benda yang diperoleh dari

     pencerapan indrawi selalu dipahami dalam kerangka ruang dan waktu. Benda-benda sendiri

     pada dirinya tidak mengandung kualitas dan kuantitas ruang dan waktu. Manusialah yang

    menempatkan mereka dalam kerangka ruang dan waktu. Dengan demikian dapat disimpulkan

     bahwa pemahaman tentang ruang dan waktu tidak diperoleh dari pengalaman. Pengetahuan

    tentang ruang dan waktu sudah ada pada diri manusia, dibawanya sejak lahir. Pemahaman

    tentang ruang dan waktu sudah ada dalam pikiran manusia sebagai pengetahuan bawaan.

    Selain ruang dan waktu, menurut Kant, manusia juga memiliki pengetahuan bawaan

     berupa kategori-kategori. Dari analisis dan abstraksinya terhadap berbagai macam putusan

    dan bentuk-bentuk intelektualnya, Kant menemukan bahwa fungsi berpikir manusia yang

    tetuang dalam putusan-putusan dapat dikategorikan dalam empat kelompok besar, kuantitas

    (quantity), kualitas (quality), relasi (relation) dan modalitas (modality). Masing kelompok

    terdiri dari tiga momenta yang biasa disebut sebagai kategori. Kuantitas mencakup kategori

    universal, partikular dan singular. Kualitas mencakup kategori afirmatif, negatif dan infinit.

    Relasi mencakup kategori kategorikal, hipotetikal dan disjunktif. Modalitas mencakup

    kategori problematik ( problematical ), asertorik (assertorical ) dan apodeiktik (apodeictical ).

    Dari segi kuantitasnya, setiap pernyataan atau putusan selalu dapat digolongkan

    sebagai universal atau partikular. Kuantitas universal atau partikular dari sebuah pernyataan

    ditentukan oleh ekstension (keluasan) dari term (istilah) subjek pernyataan. Jika ekstension

    term subjek mencakup keseluruhan individu yang diwakili oleh term itu maka pernyataan

    yang menyertakan term subjek ini adalah universal. Jika ekstension term subjek hanya

    mencakup sebagian individu yang diwakili oleh term itu maka pernyataan yang menyertakan

    term subjek ini adalah partikular. Contoh: „Semua manusia adalah makhluk hidup.‟

    Pernyataan ini adalah pernyataan universal karena term manusia yang dalam pernyataan ini

    merupakan subjek memiliki ekstension yang mencakup semua individu yang tergolong

    sebagai manusia. Contoh lain: „Beberapa filsuf adalah rasionalis.‟ Pernyataan in adalah

     pernyataan partikular karena term filsuf yang dalam pernyataan ini merupakan subjek

    memiliki ekstension yang hanya mencakup sebagain filsuf. Jika term subjek memiliki

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    8/94

    46

    ekstension yang hanya mencakup satu saja maka term ini adalah term ini masuk dalam

    kategori singular. Dalam logika umum ( general logic) ketika term singular digunakan dalam

     pernyataan maka pernyataan itu adalah pernyataan universal. Namun bagi Kant pernyataan

    dengan term subjek singular perlu dibedakan dari pernyataan universal dan pernyataan

     partikular. Contoh: pernyataan „Tuhan mendasari hukum moral.‟ Term „Tuhan‟ dalam

     pernyataan ini adalah term singular karena merujuk hanya pada satu hal saja, Tuhan. Dengan

    memahami bahwa term „Tuhan‟ sebagai term singular, bahwa hukum moral yang dimaksud

    dalam pernyataan tersebut adalah hukum moral tertentu dan bukan hukum moral yang lain.

    Dari segi kualitasnya, setiap pernyataan dapat dibedakan apakah itu afirmatif, negatif

    atau infinit. Sebuah pernyataan memiliki kualitas afirmatif jika itu mengafirmasi atau

    mengiyakan suatu hal. Contoh: „Hari ini hujan.‟ Sebuah pernyataan memiliki kualitas negatif

     jika itu menegasi atau menidakkan/membukankan suatu hal. Contoh: „Hari ini tidak hujan.‟

    Sebuah pernyataan memiliki kualitas infinit jika pernyataan itu mengungkapkan sesuatu yang

    tak terbatas. Contoh: „Jiwa manusia abadi.‟ Dari segi waktu, keberadaan jiwa manusia tak

    terbatas. Perlu dipahami di sini bahwa dalam logika umum pernyataan infinit ini digolongkan

    sebagai pernyataan afirmatif karena secara logis itu mengafirmasi sesuatu, misalnya

    mengafirmasi bahwa jiwa adalah abadi. Pernyataan „jiwa manusia abadi‟ secara logis

    memiliki pengertian yang definit karena dapat dibedakan dengan pernyataan-pernyataan lain

    yang mengungkap hal-hal yang terbatas seperti „Daya ingat manusia terbatas.‟ Namun Kant

    membedakan pernyataan-pernyataan infinit dari pernyataan afirmatif untuk memahami

     pernyataan-pernyataan a priori sintetik. Sesuatu yang infinit, tak terbatas ruang dan waktu,

     perlu diandaikan ada untuk kepentingan praktis menjaga keteraturan dunia.

    Dari segi relasi, pernyataan-pernyataan yang ada dapat digolongkan sebagai

    kategorikal, hipotetikal atau disjunktif. Sebuah pernyataan termasuk dalam kategori

    kategorikal jika pernyataan itu dapat langsung dinilai benar salahnya tanpa tergantung pada

    kondisi dan situasi tertentu, juga tidak tergantung pada tempat dan waktu. Contoh: „Makhluk

    hidup bernafas.‟ Sejauh sesuatu itu adalah makhluk hidup, maka di mana pun dan kapan pun,

    dalam keadaan bangun atau tidur, ia pasti bernafas, tidak mungkin tidak. Sebuah pernyataan

    termasuk kategori hipotetikal jika benar atau salahnya tergantung pada kondisi atau situasi

    tertentu. Contoh: „Jika hari ini turun hujan maka jalan basah.‟ Basah tidaknya jalan

    ditentukan oleh hujan-tidaknya hari ini. Penyataaan disjunktif ditentukan berdasarkan

    hubungan oposisi logis yang saling meng-ekslusi atau saling meniadakan antara satu dan

    lainnya. Contoh: „Dunia terjadi kalau tidak karena kebetulan semata atau karena ada yang

    menciptakan.‟ Pernyataan ini mengandung dua kemungkinan yang satu sama lain saling

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    9/94

    47

    meniadakan yaitu „kebetulan belaka‟ dan „ada yang menciptakan.‟ Tidak mungkin keduanya

    sekaligus benar, salah satu pasti salah. Jika yang satu benar maka yang lain salah. Pernyataan

    disjunktif mengandung seluruh hubungan yang ada dalam ruang-lingkup pikiran karena

    setiap kemungkinan yang ada dalam ruang-lingkup pikiran dapat dinyatakan dengan

     pernyataan disjunktif lepas dari apakah kemungkinan-kemungkinan itu secara logis

     berhubungan satu sama lain atau tidak. Semua hal yang tak dapat diungkapkan baik secara

    kategorikal maupun hipotetikal dapat diungkapkan secara disjunktif.

    Dari segi modalitas, setiap pernyataan dapat digolongkan sebagai pernyataan

     problematik, asertorik atau apodeiktik. Sebuah pernyataan adalah problematik jika apa yang

    diungkap dengan pernyataan itu masih berupa kemungkinan. Contoh: „Manusia dapat hidup

    di bulan.‟ Apa yang dikemukakan pernyataan ini masih berupa kemungkinan. Sejauh ini

    manusia belum dpaat hidup di bulan tetapi hal itu mungkin karena sudah ada manusia yang

    mendarat di bulan. Sebuah pernyataan adalah asertorik jika apa yang diungkap dengan

     pernyataan itu nyata dan sudah terjadi. Contoh: „Manusia mampu membuat pesawat ulang-

    alik.‟ Sebuah pernyataan adalah apodeiktik jika apa yang diungkap dengan pernyataan itu

    merupakan sesuatu yang pasti terjadi, dengan kata lain apa yang diungkapkan oleh

     pernyataan itu merupakan keharusan atau keniscayaan. Contoh: „Manusia harus makan agar

    dapat bertahan hidup.‟ 

    Dalam pandangan Kant, kategori-kategori yang sudah diuraikan di atas merupakan

    ide bawaan. Kategori-kategori itu terkandung dalam pikiran manusia dan menjadi kerangka

     bagi rasionalitas manusia.

    Filsuf berikutnya yang mengemukakan mengenai kategori adalah Georg Wilhelm

    Friedrich Hegel. Hegel (Takwin, 2005) mengartikan kategori sebagai ide-ide yang

    menjelaskan realitas. Ia menggunakan skema triadik sebagai prinsip bagi penentuan kategori

    dan menemukan sekitar 272 kategori. Berbeda dari Aristoteles dan Kant, Hegel menyatakan

     bahwa jenis-jenis kategori dan jumlahnya yang tepat tidak dapat ditentukan sebelum sistem

    realitas dijelaskan secara lengkap. Ia lalu mengubah arti kategori menjadi sekedar pernyataan,

    konsep atau prinsip dasar dalam sistem filsafat.

    Di awal abad ke-20, kita temukan Charles Sanders Pierce (10 September 1839-19

    April 1914) memahami kategori sebagai istilah-istilah paling umum yang dapat digunakan

    untuk membagi-bagi atau menggolong-golongkan pengalaman. Kategori-kategori, dalam

     pandangan Pierce (Takwin, 2005), mencerminkan tiga predikat atau hubungan. Tiga kategori

    utama menurutnya adalah (1)  firstness; (2)  secondness; dan (3) thirdness. Masing-masing

    kategori ini berperan dalam pola pemaknaan monadic, dyadic  dan  polyadic. Whitehead

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    10/94

    48

    menggunakan pernyataan tradisional tentang kategori dan mengelaborasi satu set kategori

    yang berisi 37 kategori yang menjadi dasar bagi penjelasan semua pengalaman.

    Pendapat tentang kategori yang mengkritik penggolongan kategori dari filsuf-filsuf

    sebelumnya dikemukakan oleh Gilbert Ryle. Ryle (1949) berpendapat bahwa kategori

     berjumlah tak terhingga dan tak teratur. Totalitas dari kategori tidak terletak pada prinsip

    yang menentukan hirarki dari jenis-jenis hal yang tak terbatas. Totalitas kategori tidak dapat

    ditentukan polanya. Jumlah kategori yang tak terhingga dan sifatnya yang tak beraturan

    menjadikan mereka tak terangkum dalam satu prinsip. Dengan ketidakteraturannya itu, maka

    secara tegas kesalahan kategori terutama bukan terletak pada ketidaktepatan menempatkan

    suatu hal dalam kategori tertentu tetapi lebih pada memaksakan sesuatu dalam kategori

    tertentu. Kesalahan kategorikal bagi Ryle dimulai dari penentuan sejumlah kategori yang

    diklaim sebagai fundamental, dasar dan mutlak. Dari sini kesalahan-kesalahan pemahaman

    selanjutnya terjadi. Bagi Ryle, siapa pun dapat menentukan kategori apa pun tetapi tak ada

    yang berhak mengklaim satu sistem kategori sebagai benar dan mutlak sementara sistem yang

    lain salah. Saat ini kata „kategori‟ digunakan kebanyakan filsuf untuk merujuk pada jenis -

     jenis fundamental tanpa menentukan apa saja jenis-jenis itu. Padahal kategori-kategori yang

    ada, menurut Ryle, tidak terbatas pada apa yang dirumuskan oleh filsuf-filsuf itu dan tidak

    terbatas pula jumlahnya.

    Pada dasarnya, pemikiran mengenai kategori dari berbagai filsuf memberi pelajaran

    kepada kita bahwa dalam mengenali dan memahami benda-benda, kita perlu cermat dan hati-

    hati. Kita tidak dapat sembarangan mengartikan satu hal dan tidak dapat mencampuradukan

    kategori yang satu dengan kategori yang lain. Meski, seperti yang dinyatakan oleh Ryle, jenis

    kategori tak terbatas, kita perlu tetap menggunakan aturan dan disiplin dalam menggunakan

    kategori. Kita dapat menggunakan kategori yang kita anggap sesuai dengan kebutuhan kita

    dalam mencari pengetahuan, tetapi kita harus konsisten dan koheren dalam menggunakannya.

    3. Term, Definisi dan Divisi1 

    3.1 Term

    Setiap hal yang diinderai dan dipersepsi dibentuk oleh pikiran menjadi ide. Hasil dari

     pembentukan ini adalah konsep. Setiap konsep ditandakan dalam bentuk term. Rangkaian

    term yang bermakna adalah pernyataan. Term dan pernyataan merupakan bagian dari bahasa.

    1 Sebagian dari pasal yang menjelaskan term, definisi dan divisi disadur dari C.N. Bittle, The Science of Correct

    Thinking: Logic (Milwaukee, 1950).

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    11/94

    49

    Bahasa adalah sarana bagi manusia untuk menyampaikan kepada orang lain dan menerima

    ide dari orang lain.

    Term merupakan tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat diinderai ( sensible)

    sesuai dengan pakat (conventional ). Tanda itu dapat bersifat formal dan instrumental. Tanda

    formal digunakan berdasarkan kesamaan antara tanda dan yang ditandai seperti gambar,

     potret, film, dan huruf hieroglif. Tanda instrumental digolongkan atas dua, yakni tanda

    alamiah dan tanda konvensional. Tanda alamiah digunakan berdasarkan kaitan alamiah antara

    tanda dan yang ditandai, misalnya asap menandai api, rasa sakit menandai gangguan pada

    tubuh, dan tangis menandai kesedihan. Tanda konvensional digunakan berdasarkan

    kesepakatan sejumlah orang tertentu pada waktu tertentu, misalnya sandi Morse, tanda lalu-

    lintas, dan bahasa.

    Secara umum term adalah tanda yang didasarkan pada kelaziman, bukan tanda alamiah.

    Hal ini terlihat dari adanya berbagai bahasa di dunia. Jika semua term bersifat alamiah maka

    akan terdapat hanya satu bahasa di dunia. Tetapi kita melihat bahwa untuk hal yang sama,

     bahasa-bahasa menggunakan term-termnya sendiri. Sebagai contoh, untuk term „kursi‟

     bahasa Indonesia memakai kursi, bahasa Inggris chair, dan bahasa Belanda stuhl. 

    Suatu term sering kali mempunyai bermacam-macam arti. Jika dikelompokkan,

    setidaknya ada tiga jenis makna term dan penggabungannya dalam kalimat, yakni makna

    denotatif, makna kesan ( sense), dan makna emotif. Makna denotatif merujuk kepada satu arti

    yang tertera dalam kamus; sering disebut makna sesungguhnya, namun penentuan „makna

    sesungguhnya‟ ini dilakukan berdasarkan kesepakatan. Makna kesan ( sense)  ialah makna

    term berdasarkan penggabungannya dengan kata lain; dalam hal ini term dapat memiliki

    makna lain, misalnya penggunaan term hati  pada kalimat “Saya sakit hati” berbeda dengan

    “Semur hati itu enak sekali”. Makna emotif ialah makna term yang didasarkan pada perasaan

    atau emosi, sikap--baik secara tersurat maupun secara tersirat. Term keras hati  secara

    denotatif memiliki makna yang sama dengan keras kepala, namun keras hati  sering kali

    diartikan sebagai „teguh‟ atau „tahan godaan‟, sedangkan keras kepala  sering diartikan

    sebagai „tidak mau mengalah‟ atau „tidak mau mendengarkan orang lain‟. 

    3.2 Defi nisi

    Untuk menyamakan pengertian dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap term

    diperlukan definisi. Di samping itu, definisi juga diperlukan untuk dapat memahami sebuah

    kalimat secara jelas dan sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan. Definisi adalah

     pernyataan yang menerangkan hakikat suatu hal. Definisi menjawab pertanyaan, “Apakah

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    12/94

    50

    itu?” Untuk dapat mendefinisikan suatu term kita harus tahu persis tentang hal yang

    didefinisikan.

    Kendala yang sering muncul dalam pembuatan definisi adalah keterbatasan

     pengetahuan dan keterbatasan term. Keterbatasan pengetahuan sering menghasilkan definisi

    yang terlalu luas. Keterbatasan term memungkinkan penggunaan term yang sama untuk

    mewakili hal yang berbeda. Kedua kendala ini menyebabkan sulit dicapai definisi yang

    100% menjelaskan hal yang hendak didefinisikan.

    3.2.1 Penggolongan definisi

    Menurut kesesuaiannya dengan hal atau kenyataan yang diwakilinya ada dua jenis

    definisi, yakni definisi nominal (definisi sinonim) dan definisi real (definisi analitik). Definisi

    nominal ialah definisi yang menerangkan makna kata seperti yang dimuat dalam kamus,

    misalnya introspeksi  berarti „menilai diri sendiri‟, inspeksi  „memeriksa‟, dan kursi  „tempat

    duduk‟. Definisi real  adalah definisi yang menerangkan arti hal itu sendiri. Pembuatannya

    menuntut dilakukannya analisis terhadap hal yang akan didefinisikan terlebih dahulu. Sebagai

    contoh,  sikap  adalah „kecenderung memberikan tanggapan secara positif atau negatif

    terhadap ob jek tertentu‟ dan HP  adalah „daya gerak yang ada dalam mesin yang dinyatakan

    dengan daya gerak seekor kuda‟. 

    Definisi real dibedakan atas dua, yakni definisi esensial dan definisi deskriptif. Definisi

    esensial menerangkan inti (esensi) dari suatu hal dengan menyebutkan  genus dan diferentia-

    nya. Genus  adalah kelompok besar atau kelas dari hal yang akan dijelaskan, sedangkan 

    diferentia adalah ciri khas yang hanya ada pada hal yang didefinisikan. Ciri khas inilah yang

    membedakan suatu hal dengan hal lain dalam  genus atau kelompok yang sama. Sebagai

    contoh, dalam “ Manusia adalah makhluk rasional ”, makhluk  adalah genusnya dan rasional  

    adalah diferentia  spesifiknya. Definisi ini adalah definisi yang ideal dan mendekati

     pengertian hal yang hendak didefinisikan.

    Definisi deskriptif mengemukakan segi-segi yang positif tetapi belum tentu esensial

    mengenai suatu hal. Definisi deskriptif dibedakan atas empat, yakni definisi distingtif,

    definisi genetik, definisi kausal, dan definisi aksidental. Definisi distingtif menunjukkan

     properti, misalnya “Oksigen adalah gas yang tak berwarna, tak berbau, tak mempunyai rasa,

    1105 kali dari berat udara, dan mencair pada suhu di bawah -115 derajat C ”. Definisi

    genetik menyebutkan asal mula atau proses terjadinya suatu hal, misalnya “Air adalah zat

     yang terjadi dari gabungan 2 atom Hidrogen dan 1 atom oksigen,” dan “ Lingkaran adalah

    bentuk geometris yang terdiri dari garis-garis lurus yang sama panjang yang terletak pada

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    13/94

    51

    bidang datar dan berawal dari satu titik pusat ”. Definisi kausal menunjukkan penyebab atau

    akibat dari sesuatu hal, misalnya “ Lukisan adalah gambar yang dibuat oleh seorang

     seniman”, dan “ Arloji adalah alat penunjuk waktu”. Definisi aksidental tidak mengandung

    hal-hal yang esensial dari suatu hal, misalnya “ Dijual rumah. Luas tanah 170 m2. Bangunan

    bertingkat dan pekarangan tertata rapi. Lokasi: Jln. Macan No. 30 Jakarta Pusat.

     Dilengkapi telepon dan AC. Lingkungan nyaman, aman, dan tentram”. 

    Definisi real jarang dapat tercapai sepenuhnya karena sering kali ada karakteristik yang

    tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Kadang-kadang perumusannya terkendala karena

    kurangnya pengetahuan si pembuat definisi. Ada term yang tidak dapat didefinisikan karena

     berhubungan langsung dengan indera, misalnya manis,  pahit , dan sakit . Ada juga term yang

    sulit didefinisikan karena sangat umum, misalnya ada  (hanya dapat didefinisikan dengan

    cara membandingkannya dengan tidak ada  yang merupakan term di luar term yang

    didefinisikan). Contoh lain ialah satu, benda, dan hal .

    Di samping definisi yang telah diuraikan di atas, ada juga definisi yang dibuat dengan

    menggunakan contoh, misalnya “Minuman yang sehat itu, di antaranya ialah air dan hasil

     perasan buah segar”. Pernyataan seperti ini sebenarnya kurang memadai sebagai definisi

    karena tidak mencakup keseluruhan ide yang terkandung dalam term atau hal yang

    didefinisikan.

    3.2.2 Aturan membuat definisi

    Pembuatan definisi yang memadai untuk digunakan dalam pemikiran logis harus

    mengikuti aturan-aturan berikut ini. Pertama, definisi harus lebih jelas dari yang

    didefinisikan; jika tidak, maka definisi akan kehilangan fungsinya. Untuk itu harus

    diperhatikan catatan-catatan berikut ini. Term-term yang muluk seperti contoh berikut,

    “Manusia adalah alam semesta yang mengejawantah” dan “Kewibawaan adalah pancaran

    nurani dan kedigjayaan manusia”  harus dihindari. Demikian pula term-term yang sulit

    dimengerti (tidak lazim), misalnya definisi pemimpin berikut ini yang diberikan kepada orang

    yang  bukan penutur bahasa Jawa, “ Pemimpin adalah orang yang bersifat   ing ngarso sung

    tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani”. 

    Kedua, definisi tidak boleh mengandung ide atau term dari yang didefinisikan seperti

     pada contoh “Binatang adalah hewan yang mempunyai indera” dan “Emosi adalah ge jolak

     perasaan”. Definisi semacam ini disebut definisi sirkular (circular definition).

    Ketiga, definisi dan yang didefinisikan harus dapat dibolak-balik dengan pas, misalnya“Buku adalah sejumlah kertas yang terjilid”. Kalau dibalik, “Sejumlah kertas yan g terjilid

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    14/94

    52

    adalah buku”. Contoh yang salah ialah “Kecap adalah penyedap masakan”. Jika urutannya

    dibalik menjadi, “Penyedap masakan adalah kecap” maka pernyataan itu menjadi salah

    karena penyedap makanan belum tentu kecap.

    Keempat, definisi harus dinyatakan dalam kalimat positif. Kalimat ingkar atau negatif

    seperti “Gembira adalah keadaan tidak sedih”  atau “Manusia bukan binatang”  tidak

    memenuhi syarat definisi.

    Dalam tulisan jenis sastra ada kekecualian dalam pembuatan definisi karena

     pendefinisian di situ umumnya bukan dalam rangka menjelaskan hal tertentu secara harafiah,

    melainkan untuk memberi kesan tertentu. Sastra juga memakai teknik gaya bahasa yang tidak

    harus mengikuti tata cara pembuatan definisi tersebut di atas. Tulisan-tulisan retorika yang

    mementingkan makna  sense  dan pengaruh tulisan terhadap pembaca atau pendengar juga

    tidak harus mengikuti tata cara pembuatan definisi itu.

    3.3 Di visi

    Selain dapat dijelaskan apa artinya, term juga dapat diuraikan dengan kriteria tertentu

    menjadi bagian-bagian. Penguraian term itu biasa disebut divisi. Divisi adalah uraian suatu

    keseluruhan ke dalam bagian-bagian berdasarkan satu kesamaan karakteristik tertentu.

    Pembagian dalam bentuk divisi merupakan upaya lain untuk menjelaskan term. Ada beberapa

     jenis divisi, yakni divisi real (atau aktual) dan divisi logis.

    3.3.1 Divisi real atau aktual

    Penguraian dengan divisi real atau aktual dilakukan berdasarkan bagian-bagian yang

    ada pada objek itu sendiri —  baik fisik maupun metafisik  — terlepas dari aktivitas mental

    manusia. Divisi berdasarkan bagian fisik dilakukan berdasarkan faktor-faktor fisik yang dapat

    dipisahkan, satu dari yang lain. Bagian itu dapat berupa bagian yang esensial atau bagian

    yang integral. Bagian-bagian yang essensial ialah bagian-bagian yang harus lengkap. Jika

    salah satu di antaranya hilang maka hilang pula eksistensi keseluruhannya, misalnya

    “ Manusia terdiri dari badan dan jiwa”, “air terdiri dari oksigen dan hidrogen”, “ garam

    dapur terdiri dari sodium dan klorin”, dan “mobil terdiri dari mesin dan „tubuh‟”. Bagian-

     bagian yang integral ialah bagian-bagian yang tidak harus lengkap. Jika salah satu

    anggotanya hilang, hal itu tidak mlenyapkan eksistensi atau esensi halnya. Bagian yang

    integral terbagi atas dua, yakni yang homogen dan yang heterogen. Bagian-bagian yang

    homogen ialah segolongan unsur yang menjadi bagian dari sesuatu hal, misalnya “ Air terdiridari titik-titik ”, “ Api terdiri dari percikan-percikan”, dan “ Pasir terdiri dari butir-butir ”.

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    15/94

    53

    Sementara itu, bagian-bagian yang heterogen ialah bagian-bagian — yang tidak segolongan — 

    dari sesuatu hal, misalnya “ Manusia terdiri dari kaki, tangan, dan mata”, dan “ Masyarakat

    terdiri dari golongan kaya dan miskin”. 

    Divisi berdasarkan bagian metafisik dilakukan berdasarkan bagian-bagian yang

    merupakan esensi dari sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena dalam

    kenyataannya bagian- bagian itu merupakan ketunggalan, misalnya “ Manusia terdiri dari

    rasio, indera, nyawa, dan tubuh”. Bagian-bagian ini tidak terpisahkan. Dalam pembuatan

    divisi real sebaiknya dilakukan observasi, analisis, dan abstraksi terhadap hal yang akan

    diuraikan. Observasi, analisis, dan abstraksi ini diperlukan untuk memahami hal yang akan

    diuraikan sehingga penguraiannya tidak bertentangan dengan kenyataan dari hal itu.

    3.3.2 Divisi Logis

    Dalam divisi logis mental manusialah yang membagi keseluruhan hal menjadi bagian-

     bagian. Kita menambahkan unsur-unsur tertentu kepada suatu hal untuk menjadikannya kelas

    atau sub-kelas, misalnya “ Hal ”, “ Hal yang hidup”, “ Hal hidup yang berindera (= hewan)”,

    “ Hal hidup yang berindera dan berakal (= manusia)”. Kegiatan menambahkan elemen-

    elemen ini, yang merupakan kegiatan dari divisi logis, disebut sintesis.

    3.3.3 Aturan Pembuatan Divisi

    Divisi harus dibuat memadai; artinya, jumlah semua bagian harus sama dengan keseluruhan.

    Ada sejumlah aturan yang harus diikuti dalam pembuatan divisi.

    1) Tidak boleh ada bagian yang terlewati.

    2) Bagian tidak boleh melebihi keseluruhan.

    3) 

    Tidak boleh ada bagian yang meliputi bagian yang lain.

    4) Divisi harus jelas dan teratur.

    5) 

    Jumlah bagian harus terbatas; kalau kebanyakan akan kacau. Jika diperlukan, dibuat sub-

     bagian.

    Berikut adalah contoh divisi yang salah, “ Pengguna terminal terdiri dari pengendara

    kendaraan bermotor, supir kendaraan umum, pengendara kendaraan tak bermotor,

    mahasiswa/pelajar, pedagang kaki lima, ibu rumah tangga, pejalan kaki, penumpang

    kendaraan umum, dan karyawan.” Pembagian divisi ini salah karena hal-hal berikut ini.

    Pertama, ada bagian yang terlewati ( petugas terminal   juga menggunakan terminal sebagai

    tempat kerjanya). Kedua, ada bagian yang meliputi bagian yang lain (mahasiswa  bisa saja

    sekaligus pengendara kendaraan bermotor  atau tak bermotor ; penumpang kendaraan umum 

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    16/94

    54

     bisa saja sekaligus mahasiswa/pelajar , ibu rumah tangga, dan karyawan). Ketiga, dasar

     pembagiannya tidak jelas (apakah berdasarkan jenis pekerjaan, lama atau sebentarnya di

     jalan, atau penggunaan kendaraan?). Keempat, jumlah bagian terlalu banyak.

    4. Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi2 

    4.1. Pengertian Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi

    Perhatikanlah kalimat-kalimat berikut. (1) “Hari ini cuaca cerah.” (2) “Apakah kamu

    sudah sarapan tadi pagi?” (3) “Jawab pertanyaan saya.” Kalimat-kalimat itu merupakan tiga

    kalimat yang berbeda. Kalimat (1) adalah kalimat berita, yaitu kalimat yang memberitakan

    hal tertentu. Kalimat (2) adalah kalimat tanya; isinya merupakan pertanyaan tentang hal

    tertentu. Kalimat (3) adalah kalimat perintah yang isinya menyerukan atau memerintahkan

    orang untuk melakukan hal tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari, untuk berkomunikasi kita

    menggunakan kalimat, baik kalimat berita, kalimat perintah, maupun kalimat tanya. Secara

    umum,  kalimat  didefinisikan sebagai: serangkaian kata yang disusun berdasarkan aturan-

    aturan tata bahasa dalam suatu bahasa, dan dapat digunakan untuk tujuan menyatakan,

    menanyakan, atau memerintahkan sesuatu hal.

    Benar atau salahnya struktur suatu kalimat ditentukan berdasarkan kaidah atau aturan

    tata bahasa suatu bahasa. Penilaian terhadap kalimat terutama dalam hal apakah susunan atau

     bangunan kata yang membentuk kalimat tepat atau tidak. Secara umum, struktur kalimat

     berita terdiri dari subjek-predikat-objek, misalnya, “Saya memakai baju”. Dalam kalimat itu,

     saya  adalah subjek, memakai  predikat, dan baju  objek. Kalimat tanya umumnya dibuat

    dengan menggunakan kata yang dilengkapi dengan bentuk akhir -kah, seperti apakah,

    adakah,  sudahkah,  pernahkah, dan maukah. Bisa juga kalimat tanya hanya terdiri dari satu

    kata, seperti “ Mau?” atau “ Ada?” Dalam bahasa lisan kalimat tanya ditandai dengan intonasi

    tertentu; dalam bahasa tulis ditandai dengan tanda tanya [?]. Kalimat perintah umumnyadimulai dengan kata kerja, seperti “ Pergi kau!”, atau dengan kata larangan seperti “ Jangan

    datang lagi.” Kalimat perintah bisa saja hanya terdiri dari satu kata. Dalam bahasa lisan,

    kalimat perintah dengan satu kata ditandai dengan intonasi yang menunjukkan ketegasan,

    sedang dalam bahasa tulisan kalimat ini diakhiri dengan tanda titik [.] dan kadang-kadang

    dengan tanda seru [!].

    2

     Sebagian dari pasal yang membahas kalimat, pernyataan, dan proposisi ini disadur dari buku A. K.Biermandan R. N. Assali, The Critical Thinking Handbook  (New Jersey, 1994). Penyaduran itu dilakukan dengan

     bantuan dari Judithia A. Wirawan.

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    17/94

    55

    Salah satu jenis kalimat adalah pernyataan (bahasa Inggris  statement ) yang dalam

     praktiknya sama dengan kalimat berita. Tetapi, pernyataan memiliki pengertian yang lebih

    khusus. Pernyataan adalah kalimat yang digunakan untuk membuat suatu klaim atau

    menyampaikan sesuatu yang bisa benar atau salah. 

    Kalimat yang berupa pertanyaan atau perintah berbeda dari pernyataan karena

     pertanyaan dan perintah tidak bisa benar dan sekaligus salah. Pernyataan memiliki nilai

    kebenaran (truth value). Artinya, suatu pernyataan bisa dinilai benar atau salah, misalnya

     pernyataan “ Hari ini hujan turun” benar jika sesuai dengan kenyataan bahwa hari ini

    memang hujan. Tetapi jika kenyataan menunjukkan bahwa hari ini tidak hujan, maka

     pernyataan itu salah. Suatu pernyataan tidak bisa benar dan salah sekaligus. Jika ada

     pernyataan yang mengandung benar dan salah sekaligus, maka itu adalah paradoks yang

    merupakan satu bentuk kesalahan dalam berpikir.

    Dalam literatur logika dan ilmu pengetahuan, kita juga menemukan term  proposisi 

    (dari kata bahasa Inggris  proposition). Proposisi ialah makna yang diungkapkan melalui

     pernyataan, atau dengan kata lain arti atau interpretasi dari suatu pernyataan. Sebagai analogi,

     jika kata mengungkapkan konsep atau ide (konsep/ide = makna kata), maka pernyataan

    mengungkapkan proposisi (proposisi = makna pernyataan). Proposisi juga dapat dipahami

    sebagai makna dari kalimat berita, mengingat bahwa pernyataan merupakan kalimat berita

    yang dapat dinilai benar atau salah.

    Berikut ialah tiga hal yang menjadi konsekuensi dari definisi kalimat, pernyataan dan

     proposisi tersebut. Pertama, kalimat yang tidak bermakna atau tidak koheren tidak

    mengungkapkan proposisi apa pun. Misalnya, deretan kata  penerangan tapi kecepatan

    membaca  tidak mengungkapkan proposisi apa pun karena  penerangan  dan kecepatan 

    membaca  di sini tidak mempunyai hubungan yang jelas dan penggunaan kata tapi  di sini

    tidak tepat. Kedua, pernyataan atau kalimat yang berbeda dapat mengungkapkan proposisi

    yang sama, misalnya, “ Rina adalah adik Yanto” merupakan proposisi yang sama dengan

    “Yanto adalah kakak Rina.” Ketiga, kalimat atau pernyataan yang sama dapat

    mengungkapkan proposisi yang berbeda, misalnya, “ Masyarakat Jakarta adalah masyarakat

     yang majemuk ” dapat mengungkapkan proposisi yang berbeda- beda, antara lain “ Masyarakat

     Jakarta terdiri dari banyak etnis” atau “ Masyarakat Jakarta terdiri dari banyak agama” dan

    “ Masyarakat Jakarta merupakan keturunan dari perpaduan suku tertentu.” Lalu, bagaimana

    kita dapat mengetahui apa proposisi yang ingin diungkapkan suatu kalimat atau pernyataan?

    Kita dapat memastikannya melalui pencermatan terhadap informasi non-bahasa atau konteks

    atau dengan menggunakan kalimat lain yang lebih jelas dan khusus.

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    18/94

    56

    Kalimat atau pernyataan yang boleh ditafsirkan lebih dari satu makna (multi-tafsir)

    dapat menyebabkan kita salah dalam memahami dan menanggapinya. Jika kita menggunakan

    hasil pemaknaan itu dalam pembuatan keputusan, maka kita pun bisa salah membuat

    keputusan dan menanggung kerugian akibat kesalahan itu. Oleh karena itu, perlu dihindari

     penggunaan kalimat atau pernyataan yang multi-tafsir dengan membuat pernyataan yang

     baik, yang jelas maknanya. Untuk membuat suatu pernyataan yang baik, perlu dilakukan hal-

    hal berikut. Pertama, membangun suatu kalimat yang mengungkapkan suatu proposisi.

    Kedua, mengusahakan supaya proposisi yang ingin diungkapkan menjadi jelas. Akhirnya,

    membuat pernyataan mengenai nilai kebenaran kalimat itu.

    Biasanya langkah-langkah itu tidak disadari ketika seseorang menyusun suatu

     pernyataan. Oleh karena itu orang perlu berlatih membuat pernyataan yang baik agar terbiasa.

    Tanpa latihan, orang cenderung membuat kalimat yang multi-tafsir atau tidak jelas

    maknanya. Bahkan orang bisa saja membuat kalimat atau pernyataan yang tidak koheren

    sehingga sama sekali tidak dapat dimaknai.

    Kesalahan yang mungkin terjadi dalam pembuatan kalimat atau pernyataan adalah

    yang berikut. 1) Kalimatnya tidak koheren sehingga tidak dapat dimaknai oleh pendengar

    atau pembaca. 2) Kalimatnya sudah koheren tetapi proposisi apa yang dimaksudkan tidak

     jelas sehingga dapat menyebabkan salah tafsir. 3) Tidak menunjukkan dengan jelas bahwa

    kita sedang menyatakan nilai kebenaran dari kalimat kita (dan bukannya sedang bertanya,

    mencoba sound system, berspekulasi, atau berlatih drama). Dalam bahasa lisan, kesalahan ini

    seringkali disebabkan oleh salah intonasi. Dalam bahasa tulis, hal ini seringkali timbul karena

    kesalahan penggunaan tanda baca. 

    4.2 Pernyataan Sederhana dan Pernyataan Kompleks

    Secara umum, berdasarkan proposisi yang dikandung, ada dua jenis pernyataan, yaitu

     pernyataan sederhana dan pernyataan kompleks. Pernyataan sederhana adalah pernyataan

    yang hanya mengandung satu proposisi, misalnya, “ Anak itu menangis”. Pernyataan

    kompleks adalah pernyaataan yang mengandung lebih dari satu proposisi, misalnya, “Selain

     gemar membaca buku, Adi juga senang menulis cerita pendek ”.  Pernyataan ini mengandung

    dua proposisi, yaitu “ Adi gemar membaca buku” dan “ Adi senang menulis cerita pendek ”. 

    Proposisi yang dikandung oleh suatu pernyataan juga disebut komponen logika dari

     pernyataan. Komponen logika adalah komponen yang turut menentukan benar atau salahnya

    suatu pernyataan. Oleh karena sebuah pernyataan ditentukan benar-salahnya berdasarkan

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    19/94

    57

    makna yang diungkapkannya atau proposisinya, maka komponen logika suatu pernyataan

    dapat dipahami dari proposisi pernyataan itu.

    Tidak semua kalimat kompleks (kalimat yang mengandung lebih dari satu komponen)

    merupakan pernyataan kompleks, karena komponen itu belum tentu merupakan komponen

    logika. Sebagai contoh, “Saya harap kamu belajar giat ” memang merupakan kalimat

    kompleks tetapi termasuk jenis pernyataan sederhana karena hanya mengandung satu

     proposisi atau satu komponen logika. Yang menentukan benar atau tidaknya pernyataan itu

    adalah “ saya harap”. Jika kenyataannya saya berharap kamu belajar giat maka pernyataan

    itu benar. Tetapi jika kenyataannya  saya tidak berharap kamu belajar giat maka pernyataan

    itu salah.

    Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.

    (1) 

    Tidak benar bahwa anak itu nakal.

    (2) 

     Rani pikir anak itu nakal.

    Pernyataan yang dikandung dalam kalimat (1) adalah „[Hal] itu (anak itu nakal ) tidak

    benar ‟ dan “ Anak itu nakal ”. Dalam pernyataan pertama, anak itu nakal merupakan

    komponen logika karena benar atau salahnya komponen itu turut menentukan benar atau

    salahnya pernyataan itu: jika kenyataannya benar bahwa anak itu nakal, maka pernyataan itu

    adalah salah, sedangkan jika kenyataannya tidak benar bahwa anak itu nakal, maka

     pernyataan itu adalah benar. Kalimat ini mengandung dua proposisi.

    Pernyataan yang terkandung dalam k alimat (2) adalah „ Rani pikir  [x]‟ dan „ Anak itu

    nakal .‟ Dalam pernyataan itu, anak itu nakal   bukan komponen logika karena benar atau

    salahnya hal itu tidak menentukan benar atau salahnya pernyataan: apakah kenyataan anak

    itu nakal atau tidak nakal, tidak menentukan apakah benar bahwa Rani berpikir anak itu

    nakal. Nilai kebenaran pernyataan kedua ada pada: apakah benar bahwa Rani pikir anak itu

    nakal, ataukah Rani tidak berpikir bahwa anak itu nakal. Kalimat ini hanya mengandung satu

     proposisi. Demikianlah anak itu nakal  merupakan komponen logika dalam kalimat (1), tetapi

     bukan komponen logika dalam kalimat (2). Jadi, kalimat (1) merupakan pernyataan

    kompleks, sedangkan kalimat (2) merupakan pernyataan sederhana.

    Biasanya, komponen yang mengikuti kata-kata yang menunjukkan sikap atau

     pendapat pribadi, seperti  pikir , harap, kira, dan percaya bukan merupakan komponen logika.

    Dalam percakapan sehari-hari, komponen-komponen dalam pernyataan kompleks sering kali

    tidak diungkapkan secara lengkap, seperti diperlihatkan oleh contoh-contoh berikut.

    (1) 

     Kalau kamu tidak mau pergi, tidak usah. (Lengkapnya: Kalau kamu tidak mau pergi,kamu tidak usah pergi.)

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    20/94

    58

    (2)  Mengingat kamu punya kehendak sendiri, kamu boleh memilih untuk ikut atau tidak. 

    (Lengkapnya: Kamu punya kehendak sendiri, jadi kamu boleh memilih untuk ikut atau

    kamu boleh memilih untuk tidak ikut.)

    (3)  Kuda tidak satu spesies dengan keledai. (Lengkapnya: Tidak benar bahwa kuda satu

     spesies dengan keledai.)

    4.3 Jenis-jenis Pernyataan Kompleks

    Hubungan di antara proposisi atau pernyataan sederhana dalam pernyataan kompleks

    ditunjukkan oleh penggunaan kata penghubung seperti tidak , dan, atau, jika, dan maka. Kata-

    kata yang menghubungkan pernyataan-pernyataan sederhana — sehingga terbentuk satu

     pernyataan kompleks — dan menjelaskan hubungan-hubungan yang terdapat di antara

     pernyataan-pernyataan sederhana itu disebut kata penghubung logis atau kata penghubungkalimat. Kata penghubung itu digunakan untuk membangun struktur logika dari pernyataan

    kompleks.

    Berdasarkan hubungan di antara proposisi-proposisi yang terkandung dalam

     pernyataan kompleks, ada empat jenis pernyataan kompleks, yaitu:

    1)  Negasi (bukan P)

    2) Konjungsi (P dan Q), dan

    3) 

    Disjungsi (P atau Q)4) Kondisional (Jika P maka Q)

    Secara umum struktur logika terdiri atas empat jenis seperti yang sudah disebutkan di atas.

    Dalam praktiknya, tidak mudah menemukan struktur logika suatu pernyataan atau

    suatu argumen. Hal itu dapat terjadi karena 1) ada lebih dari satu cara untuk mengungkapkan

    keempat jenis pernyataan kompleks tersebut di atas, dan 2) struktur logika suatu pernyataan

    sering kali tersembunyi. Untuk dapat menemukan struktur logika dari pernyataan-pernyataan,

    kita perlu mempelajari struktur logika dari keempat pernyataan kompleks itu.

    4.3.1 Negasi

     Negasi dari suatu pernyataan sederhana adalah pengingkaran atas pernyataan itu. Jika

    A adalah suatu pernyataan, negasinya adalah “Tidak benar bahwa A”. Ini disingkat menjadi

    “ Bukan-A” atau “ Bukan (A).” Suatu pernyataan dan negasinya tidak mungkin benar kedua-

    duanya, atau salah kedua-duanya. Benar atau salahnya (nilai kebenaran) suatu negasi

    tergantung pada nilai kebenaran komponen logikanya. Karena itu, negasi termasuk

     pernyataan kompleks, bukan pernyataan sederhana.

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    21/94

    59

    Dalam percakapan sehari-hari, kita jarang menyatakan negasi dalam kalimat, “Tidak

     benar bahwa…” melainkan kita cukup menyingkatnya dengan kata tidak , misalnya:

    (1) 

    Orang jujur tidak bisa berbohong . („Tidak benar bahwa orang jujur bisa berbohong ‟.)

    (2)  Kamu tidak pernah mengajak saya makan-makan. („Tidak benar bahwa kamu mengajak

     saya makan-makan‟.)

    Perhatikan bahwa penafsiran dari contoh (2) sebenarnya agak kurang tepat. Untuk

    menafsirkan “ Kamu tidak pernah mengajak saya jalan-jalan” diperlukan teknik logika lebih

    lanjut, yang akan dijelaskan kemudian.

    Kata-kata yang maknanya berlawanan (antonim) tidak berarti bahwa kata-kata saling

    menegasikan. Misalnya, “ Brian membenci Ratih,” bukan negasi dari “ Brian mencintai

     Ratih.” Negasi dari “ Brian membenci Ratih” adalah “ Brian tidak membenci Ratih”. Bisa saja

    terjadi bahwa Brian tidak mencintai Ratih tetapi juga tidak membenci Ratih. Umpamanya,

     jika Brian tidak mengenal Ratih sama sekali, atau Brian dan Ratih berteman, maka mereka

    tidak saling mencintai dan juga tidak saling membenci. Dengan kata lain, “ Brian membenci

     Ratih” menunjukkan bahwa Brian mempunyai sikap negatif terhadap Ratih. Sementara itu,

    “ Brian tidak mencintai Ratih” hanya menunjukkan bahwa Brian tidak mempunyai afeksi

     positif terhadap Ratih, namun itu tidak harus berarti Brian membenci Ratih. “ Brian membenci

     Ratih” merupakan suatu pernyataan sederhana.

     Negatif ganda pada umumnya membentuk pernyataan positif seperti pada contoh-

    contoh berikut.

    (1) 

     Pikiran manusia tidak tak terbatas. (Pikiran manusia terbatas.)

    (2)  Jangan sekali-sekali tidak membayar pajak . (Bayarlah pajak.)

    4.3.2 Konjungsi

    Suatu pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata dan 

    disebut konjungsi atau kalimat konjungtif. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan

    komponen, bentuk standar dari konjungsi adalah  P dan Q. Komponen-komponennya

    (masing-masing P dan Q) disebut konjung. Sebagai contoh, pernyataan kompleks “ Indonesia

    dan Malaysia berasaskan demokrasi” terbentuk dari dua pernyataan sederhana, masing-

    masing “ Indonesia berasaskan demokrasi” dan “ Malaysia berasaskan demokrasi”. 

    Jumlah konjung dalam suatu kalimat konjungsi tidak harus dua, tapi bisa juga lebih,

    misalnya, “ Indonesia, Malaysia dan Australia berasaskan demokrasi”. Pernyataan kompleks

    ini terdiri dari tiga pernyataan sederhana, yaitu “ Indonesia berasaskan demokrasi”,

    “ Malaysia berasaskan demokrasi”, dan “ Australia berasaskan demokrasi”. 

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    22/94

    60

    Suatu konjungsi benar bila semua konjungnya benar, dan salah jika salah satu

    konjungnya salah. Sebagai contoh, pernyataan “ Indonesia dan Malaysia berasaskan

    demokrasi” benar jika dalam kenyataannya memang “ Indonesia berasaskan demokrasi” dan

    “ Malaysia berasaskan demokrasi”. Jika semua salah atau salah satu pun konjungnya salah,

    maka konjungsi salah. Pernyataan “ Manusia dan burung adalah makhluk rasional ” salah

    karena pernyataan “ Burung adalah makhluk rasional ” salah. 

    Ada kata lain di samping dan  yang fungsinya kurang lebih sama. Perhatikanlah

    contoh-contoh berikut.

    (1) Saya mau nasi dan daging, tetapi sayur tidak . (Saya mau nasi, dan saya mau daging, tapi

    saya tidak mau sayur.)

    (2) Walaupun miskin, dia bahagia. (Dia miskin dan dia bahagia.)

    (3) 

     Anto datang ke rapat itu, begitu pula Yana. (Anto datang ke rapat itu dan Yana datang ke

    rapat itu.)

    (4)  Kami berhasil; namun demikian, kami menyadari kekurangan kami. (Kami berhasil, dan

    kami menyadari kekurangan kami.)

    Penggunaan tapi, walaupun, dan lain-lain itu mengandung arti lebih dari sekadar dan.

    Tetapi, secara logis, nilai kebenaran “ Dia miskin dan dia bahagia” sama dengan nilai

    kebenaran “Walaupun dia miskin, dia bahagia”. Artinya, jika “ Dia miskin dan dia bahagia”

     benar, maka “Walaupun dia miskin, dia bahagia” juga benar. Sebaliknya, jika “ Dia miskin

    dan dia bahagia” salah, maka “Walaupun dia miskin, dia bahagia” juga salah. 

    Penggunaan kata dan kadang-kadang taksa atau ambigu (ambiguous). Contohnya,

    “ Joko dan Patmo memenangkan perlombaan maraton.” Pernyataan ini dapat

    diinterpretasikan menjadi:

    1) 

     Joko memenangkan perlombaan maraton dan Patmo memenangkan perlombaan maraton

    (konjungsi), atau

    2) 

     Pasangan Joko dan Patmo memenangkan perlombaan maraton (pernyataan sederhana).

    Untuk mengetahui interpretasi mana yang benar, digunakan konteks atau informasi lain

    yang tersedia. Jika kita yang menyampaikan pernyataan itu, sebaiknya kita menggunakan

     pernyataan yang lebih lengkap dan jelas. Meskipun ada konteks, kemungkinan salah tafsir

    tetap besar. Oleh sebab itu, penggunaan pernyataan yang taksa atau bertafsir ganda harus

    dihindari.

    Menurut logika, urutan konjungsi boleh dibolak-balik tanpa mempengaruhi nilai

    kebenarannya, misalnya “Saya ingin makan nasi dan minum teh” dapat dibalik men jadi

    “Saya ingin minum teh dan makan nasi.” Kedua pernyataan ini sama saja arti dan nilai

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    23/94

    61

    kebenarannya. Namun, dalam kasus-kasus tertentu, urutannya tidak dapat dibalik. Sebagai

    contoh, pernyataan “ Made meninggal dunia dan dibakar ” berbeda maknanya dengan “ Made

    dibakar dan meninggal dunia” karena urutannya berbeda. 

    4.3.3 Disjungsi

    Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata atau 

    disebut disjungsi atau pernyataan disjungtif. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan

    komponen pernyataan kompleks, bentuk standar dari disjungsi adalah  P atau Q, misalnya

    “ Joko atau Padmo yang memenangkan pertandingan bulu tangkis”. Komponen-

    komponennya (masing-masing P dan Q) disebut disjung. Jumlah disjung dalam suatu

    disjungsi tidak harus dua, tetapi bisa juga lebih, misalnya, “ Joko atau Padmo atau Riski yang

    memenangkan pertandingan bulu tangkis”. Urutan disjung dalam suatu disjungsi tidak

    mempengaruhi nilai kebenarannya.  A atau B  secara logis ekuivalen dengan  B atau A.

    Umpamanya, “ Joko atau Padmo yang memenangkan pertandingan bulu tangkis” sama

    maknanya dengan “ Padmo atau Joko yang memenangkan pertandingan bulu tangkis”. 

    Suatu disjungsi benar bila paling sedikit salah satu disjungnya benar, dan salah jika

    semua disjungnya salah. Jadi,  A atau B  benar jika A benar, B benar, atau A dan B benar.

    Sedangkan A atau B salah jika A dan B salah. Disjungsi “ Joko atau Padmo yang

    memenangkan pertandingan bulu tangkis” benar jika salah satu konjungnya benar, misalnya

    “ Joko yang memenangkan pertandingan bulu tangkis.” Disjungsi “ Joko atau Padmo yang

    memenangkan pertandingan bulu tangkis” salah jika baik pernyataan “ Joko yang

    memenangkan pertandingan bulu tangkis” maupun “ Padmo yang memenangkan

     pertandingan bulu tangkis” salah. Penggunaan kata atau seperti ini disebut atau-inklusif.

    Dalam percakapan sehari-hari, kadang-kadang kata atau digunakan sebagai atau-

    eksklusif , yang berarti bahwa hanya salah satu dari disjungnya yang benar, misalnya “ Anto

    ada di Jakarta atau di Bandung ” (tidak mungkin kedua disjungnya benar). Dalam teori-teori

    logika, yang dipakai adalah atau-inklusif. Jika dalam teori logika, kita ingin mengungkapkan

    suatu hubungan atau -eksklusif, maka struktur logikanya menjadi  A atau B dan bukan ( A

    dan B), misalnya “ Anto ada di Jakarta atau dia ada di Bandung dan tidak benar bahwa dia

    ada di Jakarta sekaligus dia ada di Bandung ”. 

    Perhatikan penulisan struktur logika, jika kita menggunakan bentuk negasi tanpa

    tanda kurung, maka hasilnya menjadi ambigu seperti ini: A atau B dan bukan -A dan B.

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    24/94

    62

    4.3.4  Kondisional

    Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan  jika…, maka…

    disebut pernyataan kondisional atau hipotetisis. Jika P dan Q adalah pernyataan yang

    merupakan komponen, bentuk standar dari konjungsi adalah  Jika P maka Q. Pernyataan

    dalam anak kalimat yang mengandung kata  jika  disebut anteseden, dan pernyataan dalam

    anak kalimat yang mengandung kata maka disebut konsekuen.

     Nilai kebenaran suatu pernyataan kondisional agak rumit penentuannya. Hal ini

    menyebabkan timbulnya pandangan yang berbeda-beda. Salah satu di antaranya (yang dianut

    oleh para ahli logika formal) ialah pandangan kondisional material, yang menyatakan bahwa

    suatu pernyataan kondisional dianggap salah hanya jika antesedennya benar dan

    konsekuennya salah. Perhatikan pernyataan hari hujan dan tanah basah yang masing-masing

     benar. Menurut syarat kondisional material, hal itu berarti bahwa jika hari hujan maka tanah

    basah adalah benar, semrntara jika hari hujan maka tanah kering  salah; jika hari cerah, maka

    tanah basah  adalah benar, dan  jika hari cerah maka tanah kering   benar. Nilai kebenaran

    kondisional material tidak tergantung pada hubungan antara komponen-komponennya karena

    kondisional material tidak melihat isi dari pernyataan yang menjadi komponennya.

    Dalam kehidupan sehari-hari, kita menggunakan pernyataan kondisional untuk

    menggambarkan hubungan antara komponen-komponennya, misalnya  jika Maulana minum

    alkohol 1 liter, maka ia akan mabuk  untuk menunjukkan hubungan kausal;  jika binatang itu

    termasuk mamalia, maka dia pasti menyusui untuk menunjukkan hubungan konseptual; dan

     jika seseorang termasuk mahasiswa, maka dia pasti terdaftar secara resmi sebagai orang

     yang belajar di perguruan tinggi  untuk menunjukkan hubungan definisional. Kebenaran

     pernyataan-pernyataan itu tergantung pada hubungan antara anteseden dengan konsekuennya

     juga. Tetapi dari sudut pandang logika murni, maka yang dianut adalah kondisional material.

    Secara logika, jika A, maka B ekuivalen dengan jika tidak B, maka tidak A. Kedua bentuk ini

    disebut kontrapositif.

    Pernyataan kondisional yang mempunyai anteseden yang salah disebut kondisional

    yang berlawanan dengan kenyataan. Dari sudut pandang kondisional material, nilai

    kebenaran kondisional seperti ini adalah benar.

    Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang orang menggunakan bentuk kondisional

     bukan untuk menggambarkan hubungan kondisional, misalnya  jika saya jadi kamu, saya

    akan minta melamar   (kamu sebaiknya melamar); di gudang ada payung, kalau kamu mau 

    (kamu boleh ambil payung di gudang); kalau laki-laki itu kamu bilang ganteng, maka saya

    adalah Arjuna (laki-laki itu tidak ganteng). Untuk membedakan mana pernyataan kondisional

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    25/94

    63

    yang sesungguhnya dan mana yang bukan, digunakan akal sehat dan ingatan tentang

    kenyataan-kenyataan yang dirujuk dalam pernyataan.

    Ada banyak cara untuk mengungkapkan pernyataan kondisional, yang semuanya

    dapat dikembalikan ke bentuk standar  Jika A, maka B. Kadang-kadang jika suatu bentuk

    kondisional yang tidak standar diterjemahkan ke bentuk standar, maka artinya berubah,

    misalnya “Saya senang hanya jika saya berhasil menjadi juara 1”. Jika diubah ke bentuk

    standar menjadi “ Jika saya senang, maka saya berhasil menjadi juara 1”, maka artinya pun

     berubah jika kita menerjemahkan „ Kesenangan saya menyebabkan saya menang ‟ke dalam

     bentuk kontra positifnya menjadi “ Jika saya tidak menang, maka saya tidak senang ” maka

    artinya menjadi lebih masuk akal. Oleh sebab itu, dalam mengubah suatu bentuk kondisional

    menjadi bentuk standarnya, kita harus melihat apakah bentuk standar ataukah bentuk

    kontrapositifnya yang lebih dapat “menangkap” arti sesungguhnya dari pernyataan asalnya.

    (Periksa Tabel 2.1.)

    Tabel 2.1: Pernyataan Kondisional dan Bentuk Standarnya

    Pernyataan Kondisional Bentuk Standar

     Hanya manusia yang dapat menggunakan

     simbol.

     Jika suatu makhluk menggunakan simbol,

    maka makhluk itu adalah manusia.

    Jika MS, maka M. Di mana ada api, di situ ada oksigen. Jika ada api, maka ada oksigen.

    Jika A, maka O.

    Saya tidak mau pergi kecuali dibiayai. Jika saya tidak dibiayai, saya tidak mau

     pergi.

    Jika tidak D, tidak P.

     Kamu boleh menyetir mobil hanya jika

    kamu sudah punya SIM A.

     Jika kamu belum punya SIM A, kamu tidak

    boleh menyetir mobil.

    Jika tidak SA, tidak MM.

    Tidak mungkin kamu datang ke rapat itu

    tapi tidak melihat aku.

     Jika kamu pergi ke rapat itu, maka kamu

    melihat aku.

    Jika R, maka M.

    Syarat untuk hidup sejahtera adalah sehat. Jika tidak sehat, maka tidak bisa hidup

     sejahtera.

    Jika tidak S, maka tidak S.

    Pengenalan terhadap kontrapositif dari suatu pernyataan akan berguna pada saat kita

     berusaha mengenal struktur logika dari suatu pernyataan atau argumen yang rumit. Ada

    aturan informal yang mengatakan bahwa kita boleh mengganti kata kecuali dengan jika tidak .

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    26/94

    64

     Namun karena mengandung negasi, maka kalimat yang baru bisa jadi sangat rumit. Sebagai

    contoh, jika kalimat “ Dodo tidak akan mengaku kecuali tidak ada sanksi atas perbuatannya”

    kita ubah sesuai dengan aturan informal itu, maka kita akan memperoleh “ Dodo tidak akan

    mengaku jika tidak ada sanksi atas perbuatannya”. Kemudian, kalimat yang baru itu dibalik

    susunannya menjadi bentuk standar, “ Jika tidak tidak ada sanksi atas perbuatannya, Dodo

    tidak akan mengaku”, sehingga kita memperoleh dua bentuk negasi (tidak  [ada...] dan tidak  

    [akan  ...]). Jika kedua negasi itu diubah menjadi positif, maka pernyataan itu menjadi “ Jika

    ada sanksi atas perbuatannya, Dodo tidak akan mengaku”. Demikian pula, jika kita mau,

    kita dapat mengubahnya menjadi kontrapositifnya, “ Jika Dodo mengaku, maka [itu berarti] 

    tidak ada sanksi atas perbuatannya”. 

    4.3.5 Hubungan Kondisional: Kondisi Niscaya dan Kondisi yang Mencukupi

    Ada dua kondisi yang merupakan bentuk khusus dari hubungan kondisional, yaitu

    yang mencukupi ( sufficient condition, S ) dan kondisi niscaya (necessary condition, N ). Hanya

     jika pernyataan kondisional Jika S maka N  adalah benar. Contoh:

    1.  Menghasilkan sperma merupakan kondisi yang mencukupi untuk membuktikan bahwa

     seseorang adalah laki-laki.

    2. 

     Jenis kelamin laki-laki merupakan kondisi niscaya untuk menghasilkan sperma.

    3. 

     Jika seseorang menghasilkan sperma, maka dia laki-laki.

    Oleh karena pernyataan kondisional digunakan untuk menggambarkan hubungan

    tertentu antara komponennya, maka kondisi yang mencukupi dan niscaya juga demikian. Ada

    lima jenis hubungan itu, yang berikut ini didaftarkan beserta contohnya.

    1) 

     Kausal

    a.   Mencabut jantung Dul merupakan kondisi yang mencukupi untuk membunuhnya.

    b. 

     Jika kita mencabut jantung Dul, maka kita membunuhnya.

    2)  Konseptual

    a. 

     Kondisi niscaya untuk tergolong manusia adalah mampu menggunakan simbol.

    b.  (i) Jika B adalah manusia, maka dia pasti mampu menggunakan simbol.

    c. 

    (ii) Jika B tidak mampu menggunakan simbol, maka dia pasti bukan manusia.

    3)   Definisional

    a. 

     Kondisi niscaya dan mencukupi untuk disebut mahasiswa adalah orang yangterdaftar secara resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi.

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    27/94

    65

    b.   Jika seseorang adalah mahasiswa, maka dia adalah orang yang terdaftar secara

    resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi, dan  jika ia adalah orang yang terdafatar

     secara resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi maka ia adalah seorang

    mahasiswa. Seseorang adalah mahasiswa jika dan hanya jika dia adalah orang yang

    terdafatar secara resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi.

    4)  Regulatori

    a.   Lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi merupakan kondisi niscaya untuk kuliah di

    universitas negeri.

    b. 

    (i) Jika seseorang dapat kuliah di universitas negeri secara sah, maka ia lulus Ujian

     Masuk Perguruan Tinggi.

    c.  (ii) Jika seseorang tidak lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi, maka dia tidak dapat

    kuliah di universitas negeri secara sah.

    5)  Logis

    a.   Menjadi kucing hitam adalah kondisi niscaya untuk berwarna hitam.

    b.   Jika seekor binatang adalah kucing hitam, maka warnanya hitam.

    Ada kondisi yang niscaya sekaligus mencukupi untuk suatu situasi. Kondisi ini

    diungkapkan dalam bentuk  X jika dan hanya jika Y , misalnya, “ Makhluk hidup jika dan

    hanya jika bernafas”. Ini bisa dibalik menjadi, “ Bernafas jika dan hanya jika makhluk

    hidup”. Contoh lain, “ Mahkluk adalah manusia jika dan hanya jika makhluk itu adalah

    makhluk rasional .” Ada juga kondisi niscaya dan mencukupi yang berlaku hanya dalam

    konteks tertentu. Umpamanya, dalam suatu ruangan yang penuh oksigen dan hidrogen,

    menyalakan korek api merupakan kondisi yang mencukupi untuk terjadinya ledakan, namun

    tidak dalam konteks lain.

    4.4 Hubungan Antar-pernyataan

    Ada pengetahuan tertentu yang dapat langsung disimpulkan dari suatu pernyataan.

    Oleh para ahli logika, ini disebut hubungan langsung. Misalnya, jika benar bahwa semua

    manusia pasti akan mati maka dapat disimpulkan bahwa Sokrates, seorang manusia, pasti

    akan mati. Ada beberapa jenis hubungan seperti itu yang masing-masing diterapkan di bawah

    ini.

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    28/94

    66

    4.4.1 Kesimpulan Langsung: Oposisi dari Proposisi

    Pernyataan kategorikal adalah pernyataan yang terdiri dari subjek dan predikat yang

    membenarkan atau menidakkan bahwa individu adalah anggota suatu kelompok. Ada empat

     jenis pernyataan kategorikal, yakni yang berikut.

    A: Semua S adalah P.  (Universal-afirmatif)

    E: Tidak ada S yang P.  (Universal-negatif)

    I:  Beberapa S adalah P. (Partikular-afirmatif)

    O:  Beberapa S bukan P.  (Partikular-negatif)

    Hubungan antara keempat jenis pernyataan kategorikal dapat digambarkan dalam

    segi-empat oposisi  pada Bagan 2.1.

     Bagan 2.1: Segiempat Oposisi

    A: Semua S adalah P.  Kontrari E: Tidak ada S yang P. 

    I: Beberapa S adalah P.  Subkontrari O: Beberapa S bukan P. 

    Kontradiksi (A dan O; E dan I )

    Dalam hubungan ini, tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah

    (Salah satu pasti benar). Umpamanya, “ Makhluk hidup bernafas” adalah benar, dan

    “ Beberapa makhluk hidup tidak bernafas” adalah salah. 

    Kontrari (A dan E)

    Dalam hubungan ini tidak mungkin keduanya benar, tapi mungkin saja keduanya salah.

    Sebagai contoh, jika “Semua melati berwarna putih” adalah benar, maka “Tidak ada mawar

    Sub-alternasi Kontradiktori

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    29/94

    67

    berwarna merah” adalah salah. Akan tetapi, apabila “Semua mawar berwarna merah” adalah

    salah, dan “Tiada mawar berwarna merah” juga salah. 

    Subkontrari (I dan E)

    Dalam hubungan ini mungkin saja keduanya benar, tetapi tidak mungkin keduanya salah,

    misalnya “ Beberapa orang sedang sedih” adalah benar, dan “ Beberapa orang tidak sedang

     sedih” juga benar. 

    Subalternasi (A dan I ; E dan O)

    Jika superalternasinya (A atau E) benar, maka subalternasinya (I atau O) benar. Umpamanya,

     jika “Semua manusia bernafas” (A) adalah benar, maka “ Beberapa manusia bernafas” (I)

     juga benar. Jika subalternasinya (I atau O) benar, maka superalternasinya (A atau E) belum

    tentu benar: jika “ Beberapa orang tidak terpelajar ” (O) adalah benar, maka “Semua orang

    tidak terpelajar ” (E) bisa benar, bisa salah. Jika subalternasinya (I atau O) salah, maka

    superalternasinya (A atau E) pasti salah.

    Dalam logika tradisional, yang disebut kontrari adalah pernyataan bentuk A terhadap

     pernyataan bentuk E. Namun, di sini setiap dua pernyataan yang memenuhi definisi di atas

    dapat dianggap sebagai k ontrari. Kontradiksi dan kontrari cukup sering disebut “lawan” dari

    suatu pernyataan, namun keduanya berbeda satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari,

    memang cukup sering orang mengacaukan keduanya. Untuk lebih memahami perbedaan di

    antara keduanya, perhatikanlah contoh pada Tabel 2.2 berikut.

    Tabel 2.2: Perbedaan dan Bentuk Kontrari dengan Kontradiksinya

    Pernyataan Kontrari Kontradiksi

    Semua mawar berwarna

    merah.

    Semua mawar berwarna

    kuning.

     Beberapa mawar tidak

    berwarna merah.

    Semua angsa berwarna

     putih.

    Tiada angsa mawar

    berwarna putih.

     Beberapa angsa tidak berwarna

     putih.

    Tidak ada orang yang

    bermoral.

    Semua orang bermoral. Beberapa orang bermoral.

     Rumah saya hijau. Rumah saya putih. Rumah saya tidak hijau.

     Dia selalu jujur. Dia tidak pernah jujur. Dia kadang-kadang jujur.

     Beratnya lebih dari 50 kg. Beratnya kurang dari 50 kg. Beratnya 50 kg atau kurang.

    Secara logis, kontradiksi suatu pernyataan sama dengan negasi dari pernyataan itu.

    Oleh sebab itu, semua pernyataan yang merupakan kontradiksi dari pernyataan X (misalnya  

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    30/94

    68

    Semua melati berwarna putih), pada dasarnya adalah ekuivalen dari pernyataan bukan-X

    (Tidak benar bahwa semua melati berwarna putih). Sedangkan ada banyak pernyataan yang

    merupakan kontrari dari pernyataan X namun tidak saling ekuivalen, misalnya “Semua melati

    berwarna kuning ”, “Semua melati berwarna hijau”, dan “Tiada melati berwarna putih.” 

    Pernyataan kompleks juga memiliki kontradiksi dan kontrari. Kontradiksi pernyataan

    “ Ia orang yang baik hati dan [ia] orang yang terpelajar ” ialah “ Ia bukan orang yang baik

    hati sekaligus terpelajar ”, yang secara logis ekuivalen dengan “ Ia bukan orang yang baik

    hati atau [ia] bukan orang yang terpelajar .” Sedangkan kontrarinya adalah “ Ia bukan orang

     yang baik hati dan [ia] bukan orang yang terpelajar ”, yang secara logis ekuivalen dengan

    “Tidak benar bahwa ia orang yang baik hati ataupun orang yang terpelajar ”. 

    4.4.2 Konsistensi dan Inkonsistensi

    Dua pernyataan disebut inkonsisten jika, dan hanya jika keduanya tidak mungkin benar pada

    saat yang bersamaan. Pada kondisi yang sebaliknya, dua pernyataan itu disebut konsisten;

    artinya, kedua pernyataan itu mungkin sama-sama benar pada saat bersamaan. Pernyataan

    “Saya adalah laki-laki” dan “Saya bukan laki-laki” merupakan contoh dua pernyataan yang

    inkonsisten dan “Saya adalah laki-laki” dan “Saya adalah dosen” merupakan contoh dua

     pernyataan yang konsisten.Pernyataan yang termasuk inkonsisten adalah kontrari dan

    kontradiksi. (Lihat Tabel 2.3.)

    Tabel 2.3: Pernyataan yang Konsisten dan yang Inkonsisten

    Pernyataan Konsisten Inkonsisten

     Ada anyelir Ada anggrek. Tidak ada anyelir.

     Dia harus belajar. Dia harus belajar logik. Dia tidak boleh belajar.

     Dia X dan Y. Dia X. Dia bukan Y.

     Jika A maka B. Jika B maka A. A dan bukan-B.

    4.4.3 Implikasi, Ekuivalensi, dan Independensi Logis

    Tiga jenis hubungan antar-pernyataan adalah implikasi, ekuivalensi dan independensi

    logis. Ketiga jenis hubungan ini sering muncul dalam keseharian kita dan sering pula

    dipertukarkan pengertiannya; tidak jarang orang memperlakukan hubungan yang satu sebagai

    hubungan yang lain. Misalnya, independensi logis diperlakukan seolah-olah implikasi, dan

    sebaliknya. Untuk memahami ketiga jenis hubungan itu, dan untuk menghindari kesalahan

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    31/94

    69

    dalam penggunaannya, kita perlu memahami pengertian masing-masing dan bagaimana

     penggunaannya.

    Implikasi

     Pernyataan P mengimplikasikan pernyataan Q ketika secara logis tidak mungkin P benar dan

    Q salah pada waktu yang bersamaan. Perhatikan contoh-contoh berikut.

    Pernyataan P mengimplikasikan Pernyataan Q

    Semua melati berwarna putih. Beberapa melati berwarna putih.

     Aten adalah seorang guru. Aten mempunyai murid.

    Saya gemuk dan pendek.

     Joko adalah laki-laki.

    Saya gemuk.

     Joko menghasilkan sperma.

    Ekuivalensi

    Dua pernyataan secara logis ekuivalen bila keduanya saling mengimplikasikan. Jadi

    dua pernyataan yang secara logis ekuivalen memiliki makna yang sama. Begitu pula

    sebaliknya, dua pernyataan yang memiliki makna yang sama berarti secara logis keduanya

    ekuivalen. Berikut ini adalah beberapa pernyataan yang secara logis ekuivalen.

    1.   Negasi dari suatu konjungsi [Bukan (P dan Q)] ekuivalen dengan disjungsi dari negasi

    konjung-konjungnya [Bukan-P atau Bukan-Q], misalnya “ Kita tidak akan pergi ke

     perpustakaan sekaligus ke pertandingan basket ” ekuivalen dengan “ Kita tidak pergi ke

     perpustakaan atau kita tidak pergi ke pertandingan basket ”. 

    2.   Negasi dari suatu disjungsi [Bukan-(P atau Q)] ekuivalen dengan konjungsi dari negasi

    disjung-disjungnya [Bukan-P dan Bukan-Q], misalnya “Tidak benar bahwa Doni atau

    Yanto akan gagal ” ekuivalen dengan “ Doni tidak akan gagal dan Yanto juga tidak akan

     gagal ”. 

    3.  Suatu pernyataan kondisional [Jika P maka Q]  ekuivalen dengan pernyataan yang

    menolak bahwa antesedennya benar dan konsekuennya salah [Bukan-(P dan bukan-Q)],

    misalnya “ Jika orang itu melahirkan anak, maka dia pasti perempuan” ekuivalen dengan

    “Tidak mungkin orang itu melahirkan anak namun bukan perempuan”. 

    4.  Suatu disjungsi [ P atau Q] ekuivalen dengan pernyataan kondisional yang antesedennya

    merupakan negasi dari salah satu disjung dan konsekuennya adalah disjung yang lain

    [ Jika Bukan-P maka Q,  atau  Jika Bukan-Q maka P ], misalnya “ Kita pergi ke Bangkok

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    32/94

    70

    atau ke Bali” ekuivalen dengan “ Jika kita tidak pergi ke Bangkok maka kita pergi ke

     Bali”, atau “ Jika kita tidak pergi ke Bali maka kita pergi Bangkok ”. 

    I ndependensi Logis

    Dua pernyataan disebut secara logis independen jika secara logis tidak berhubungan; jadi,

    kedua pernyataan maupun negasinya tidak saling mengimplikasikan. Umpamanya,

     pernyataan “ Ratno sedang belajar ”  dan “ Anti tahu tempat membeli sepatu yang murah”

    secara logis independen karena keduanya tidak saling berhubungan. Contoh lain, pernyataan

    “ Embun menetes di pagi hari” secara logis independen dengan pernyataan “ Aku sedang

    bersedih”. 

    5. Penalaran

    Penalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan-asalan yang relevan. Alasan-

    alasan itu dapat berupa bukti, data, informasi akurat, atau penjelasan tentang hubungan antara

     beberapa hal. Penalaran berlangsung dalam pikiran. Ungkapan verbal dari penalaran adalah

    argumentasi.

    Dalam pasal ini akan diuraikan dua jenis penalaran, syarat penalaran yang benar, dan

    kesalahan dalam penalaran. Sebelum itu, penyimpulan langsung dan prinsip-prinsip logika

    yang mendasari penalaran akan dijelaskan terlebih dahulu.

    5.1 Penyimpulan Langsung

    Fungsi akal manusia adalah mencapai kebenaran. Proses pencapaian kebenaran dimulai dari

     pengenalan terhadap gejala dan pembentukan ide itu sendiri. Tetapi kebenaran tidak terdapat

    dalam Ide. Kebenaran terdapat dalam putusan ( judgement ). Kalau putusan kita sesuai dengan

    kenyataan, maka kita mencapai kebenaran objektif. Atas dasar kebenaran-kebenaran

    semacam inilah pengetahuan mengalami kemajuan.

    Kebenaran pertama-tama dapat dicapai melalui penyimpulan langsung (immediate

    inference), yaitu penyimpulan yang ditarik sesuai dengan prinsip-prinsip logika. Prinsip-

     prinsip logika terdiri atas prinsip identitas, prinsip kontradiksi, dan prinsip tanpa nilai tengah

    (excluded middle). Prinsip identitas menyatakan bahwa X = X; artinya, sesuatu adalah

    sesuatu itu sendiri. Prinsip kontradiksi menyatakan bahwa jika X = X maka tidak mungkin X

    tidak sama dengan X; artinya, sesuatu adalah dirinya sendiri, tidak mungkin sesuatu itu

    sekaligus bukan dirinya sendiri. Prinsip tanpa nilai tengah menyatakan bahwa untuk proposisi

  • 8/20/2019 BAB III Dasar-dasar Logika-revisi - Buku 1

    33/94

    71

    apa pun, proposisi itu hanya dapat benar atau salah; tidak mungkin diperoleh sebuah

     proposisi yang benar sekaligus salah, atau setengah salah atau setengah benar.

    Penyimpulan langsung dilakukan melalui indera, umpamanya memberikan putusan

     bahwa mawar berwarna merah (putusannya: mawar merah), hari sedang hujan, matah