dasar dasar logika 2

88
Dasar-dasar Dasar-dasar Logika Logika 1. 1. Logika Logika Pengertian Logika menurut : Pengertian Logika menurut : A. Prent C.M.J. Adisubrata, dan A. Prent C.M.J. Adisubrata, dan W.J.S. Purwadarminta (1969), adalah W.J.S. Purwadarminta (1969), adalah bahasa bahasa Latin Latin berasal dari kata “Logos” berasal dari kata “Logos” yang berarti yang berarti perkataan perkataan atau atau sabda sabda . .

Upload: aldy-deathcoredeathnote

Post on 01-Sep-2015

181 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

dasar dasar logika

TRANSCRIPT

  • Dasar-dasar LogikaLogikaPengertian Logika menurut :A. Prent C.M.J. Adisubrata, dan W.J.S. Purwadarminta (1969), adalah bahasa Latin berasal dari kata Logos yang berarti perkataan atau sabda.

  • Pengertian Logika menurut :Ahmad Warsan Munawir (1984), menyatakan bahwa : Istilah lain yang digunakan sebagai gantinya adalah Mantiq kata Arab yang diambil dari kata kerja Nataga yang berarti berkata atau bersabda.

  • Pengertian Logika menurut :Drs. Mundiri (1994) menyatakan bahwa : dalam bahasa sehari-hari kita sering mendengar ungkapan : alasannya tidak logis, argumentasinya logis, karena itu tidak logis. Yang dimaksud dengan logis adalah masuk akal dan tidak logis sebaliknya.

  • Pengertian Logika menurut :Dalam buku Logic and Language of Education (1966) mantiq disebut sebagai penyelidikan tentang dasar-dasar dan metode-metode berfikir benar, sedangkan dalam kamus munjid (1973) di sebut sebagai hukum yang memelihara hati nurani dari kesalahan dalam berfikir.

  • Pengertian Logika menurut :Prof. Thaib Thahir A. Muin (1966) membatasi dengan ilmu untuk menggerakkan pikiran kepada jalan yang lurus dalam memperoleh suatu kebenaran.

  • Pengertian Logika menurut :Irving M. Copi menyatakan bahwa : Logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah.

  • Pengertian Logika menurut :R.G. Soekadijo (1994) menyatakan : dalam percakapan sehari-hari diartikan sebagai menurut akal dalam ucapan sehari-hari kita sering mendengar Langkah yang diambilnya itu logis atau menurut logikanya ia harus marah.

  • Namun logika sebagai istilah berarti suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan atau penalaran. Oleh karana itu untuk memahami apakah logika itu, orang harus mempelajari pengertian yang jelas tentang penalaran. Penalaran adalah suatu bentuk pemikiran. Bentuk-bentuk pemikiran lainnya misalnya pengertian atau konsep, proposisi atau pernyataan dan penalaran.

  • Pengertian Logika menurut :Prof. IP. Poedjawiyatna (1992) menyatakan bahwa ; Logika dalam pengertian Indonesia Filsafat berfikir yang berfikir itu manusia dan berfikir merupakan tindakan manusia. Tindakan ini mempunyai tujuan, yaitu untuk tahu. Oleh karena itu manusia mempergunakan alat tersebut.

  • Dari beberapa pengertian diatas jelaslah bahwa logika dapat disimpulkan : sebagai alat berfikir kearah kebenaran sesuai akal sehat dan hati nurani yang terdalam dari seseorang.

  • Logika Membantu manusia berpikir lurus, efesien, tepat dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Logika menyampaikan kepada berpikir benar, lepas dari pelbagai prasangka emosi dan keyakinan seseorang. Karena itu ia mendidik manusia bersikap obyektif, tegas dan berani".

  • Guna dan Manfaat LogikaAda beberapa kegunaan, yaitu dengan belajar logika dapat :1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berfikir secara rasional, kritis, lurus, tepat, tertib, metodis, dan koheren.2. Meningkatkan kemampuan berfikir secara abstrak, cermat dan obyektif.

  • 3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berfikir secara tajam dan mandiri.4. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.

  • Disamping kegunaan diatas, logika juga dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis. Dari segi kemanfaatan teoritis, logika sebagai ilmu banyak menyajikan dalil-dalil, hukum berfikir logis, dengan demikian logika mengajarkan tentang berfikir yang seharusnya. Dalam arti ini, logika adalah ilmu normatif, karena logika membicarakan tentang berfikir sebagai mana adanya dalam ilmu-ilmu positif, seperti fisika, psikologi, dan sebagainya.

  • Hubungan Logika dengan PsikologiDalam psikologi membicarakan perkembangan pikiran tentang pengalaman melalui proses subjektif di dalam jiwa. Dengan demikian, psikologi memberikan keterangan mengenai sejarah perkembangan berfikir. Logika sebagai cabang filsafat bertujuan membimbing akal untuk berfikir (bagaimana seharusnya)

  • Untuk dapat berfikir bagaimana seharusnya, kita terlebih dahuluharus mengetahui tentang bagaimana manusia itu berfikir. Disinilah letak hubungan antara psikologi dan logika.

  • Logika dan BahasaBahasa adalah alat untuk menyampaikan isi hati/pikiran seseorang sehingga dengan bahasa, orang lain dapat mengerti tentang isi hati atau pikiran yang disampaikan , misalnya melalui bahasa isyarat, tertulis atau lisan. Jadi bahasa adalah alat komunikasi. Komunikasi dapat lancar apabila permasalahannya disusun ke dalam

  • bentuk kaidah bahasa yang baik dan benar. Ini dipelajari dalam ilmu bahasa (gramatika).Ilmu bahasa menyajikan kaidah penyusunan bahasa yang baik dan benar, dan logika menyajikan tata cara dan kaidah berfikir secara lurus dan benar. Oleh karena itu keduanya saling mengisi. Bahasa yang baik dan benar dalam praktek kehidupan sehari - hari

  • hanya dapat tercipta apabila ada kebiasaan atau kemampuan dasar setiap orang berfikir logis. Sebaliknya, suatu kemampuan berfikir logis tanpa memiliki pengetahuan bahasa yang baik maka ia tidak akan dapat menyampaikan isi pikiran itu kepada orang lain, oleh sebab itu logika berhubungan erat dengan bahasa.

  • Logika dan Metafisika.Meta fisika adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat realitas. Hakikat realitas dapat dicari dan ditemukan di balik sesuatu yang tampak atau nyata. Oleh sebab itu, metafisika selalu mencari kebenaran / hakikat realitas dibalik yang tampak dan nyata.

  • Sikap seperti itu adalah kritis, yaitu suatu sikap yang selalu ingin tahu dan membuktikan tentang sesuatu yang sudah atau serba dianggap benar. Teori dalam metafisika bahwa kenyataan, kebenaran / hakikat realitas bukanlah apa yang tampak, tetapi apa yang berada dibalik yang tampak.

  • Dalil-dalil, hukum-hukum dalam logika bagi metafisika bukan apa yang telah dirumuskan yang menjadi hakikat kebenaran, tetapi apa yang ada dibalik rumusan tersebut. Dengan demikian bagi logika, metafisika merupakan kritik terhadap dalil dan hukum-hukumnya.

  • Semakin erat hubungan metafisika dengan logika, kebenaran logis semakin dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, kebenaran logis mendekat pada hakikat realitas. Semakin mampu berfikir logis, orang tidak mudah tertipu oleh kebenaran yang tampak.

  • Pembagian Logika menurut (The Liang Gie) :1. Logika Makna Luas dan Logika Makna Sempit2. Logika Deduktif dan Logika Induktif3. Logika Formal dan Logika Material4. Logika Murni dan Logika Terapan5. Logika Filsafat dan Logika Matematik

  • ad.1. Logika Makna Luas dan Logika Makna Sempit, membagi logika dalam arti luas dan sempit. Dalam arti sempit, istilah dimaksud dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal, sedangkan dalam arti yang lebih luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan dari pelbagai bukti dan bagaimana sistem-sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.

  • Dalam arti luas, logika juga dapat dipakai untuk menyebut tiga cabang filsafat sekaligus, seperti pernah dilakukan oleh Piper dan Ward sebagai berikut :a. Asas paling umum mengenai pembentukan pengertian, inferensi, dan tatanan (logika formal/logika simbolis).b. Sifat dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan obyek yang diketahui, ukuran kebenaran, dan kaidah-kaidah pembuktian (epistemologi).c. Metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah (metodologi)

  • ad.2 Logika Deduktif dan Logika InduktifLogika deduktif : adalah ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkankesimpulan sebagai keharusan dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betul menurut bentuknya saja. Dalam logika jenis ini yang terutama ditelaah, yaitu bentuk dari bekerjanya akal, keruntutannya, serta kesesuaiannya dengan langkah-langkah dan aturan yang berlaku sehingga penalaran yang terjadi adalah tepat dan sah.

  • Logika Induktif :Adalah Merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas penalaran yang betul dari sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Penalaran yang demikian ini digolongkan sebagai induksi. Induksi adalah bentuk penalaran atau penyimpulan

  • yang berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah kecil hal, atau anggota sesuatu himpunan, untuk tiba pada suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku umum untuk semua hal, atau seluruh anggota himpunan itu, tetapi yang kesimpulan sesungguhnya hanya bersifat boleh jadi saja.

  • ad.3 Logika Formal dan Logika MaterialMellone menyatakan bahwa logika deduktif disebut juga logika formal, sedangkan logika induktif kadang-kadang disebut logika material. Pernyataan ini tidak sepenuhnya tepat karena menurut Fist, logika formal hanyalah suatu bagian dari logika deduktif, yakni bagian yang bertalian dengan perbincangan-perbincangan yang sah menurut bentuknya bukan menurut isinya.

  • Logika Formal mempelajari asas, aturan atau hukum-hukum berfikir yang harus ditaati, agar orang dapat berfikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber-sumber dan asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan,

  • proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu. Logika formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material dinamakan orang logika mayor. Apa yang sekarang disebut logika formal adalah ilmu yang mengandung kumpulan kaidah-kaidah cara berfikir untuk mencapai kebenaran.

  • ad.4 Logika Murni dan Logika TerapanMenurut Leonard, logika murni (pure logic) adalah ilmu tentang efek terhadap arti dari pernyataan dan sebagai akibatnya terhadap kesahan dari pembuktian tentang semua bagian dan segi dari pernyataan dan pembuktian kecuali arti-arti tertentu dari istilah yang termuat didalamnya. Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.

  • Logika terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu, bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-hari. Apabila sesuatu ilmu mengenakan azas dan aturan logika bagi istilah dan ungkapan yang mempunyai pengertian khusus dalam bidangnya sendiri, ilmu tersebut sebenarnya telah mempergunakan sesuatu logika terapan dari ilmu yang bersangkutan, seperti logika ilmu hayat bagi biologi dan logika sosiologi bagi sosiologi.

  • ad. 5 Logika filsafat dan Logika matematikLogika filsafat dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, misalnya logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika,

  • adapun logika matematik merupakan suatu ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa.

  • BAB. VII : LOGIKA INDUKTIFA. InduksiDalam karangan singkat yang terkenal, karena jelasnya dan sederhananya, berjudul The Method of Science , Thomas Henry Huxley (1825-1895) menerangkan Induksi dengan contoh sebagai berikut :) Anggaplah kita mengunjungi warung buah-buahan karena ingin membeli apel. Kita ambil sebuah, dan ketika mencicipinya, terbukti masam

  • Kita perhatikan apel itu dan terbukti bahwa apel itu keras dan hijau, kita ambil sebuah yang lain. Itu pun keras, hijau dan masam. Si pedagang menawarkan apel ketiga. Akan tetapi sebelum mencicipinya, kita memperhatikannya dan terbukti yang itu pun adalah keras dan dan seketika itu kita beritahukan, bahwa kita tidak menghendakinnya, karena yang itu pun pasti masam, seperti lain-lainnya yang sudah kita cicipi.

  • Jalan fikiran si calon pembeli sehingga ia sampai pada kesimpulan untuk tidak membeli apel, ialah sebuah induksi. Huxley menjelaskan proses induksi itu sebagai berikut :Pertama-tama, kita telah melakukan kegiatan yang disebut induksi. Kita telah menemukan bahwa dalam dua kali pengalaman sifat keras dan hijau pada apel itu selalu bersama-sama dengan sifat masam. Demikianlah pada peristiwa yang pertama, dan itu diperkuat dalam peristiwa kedua. Memang itu dasar yang amat sempit,

  • akan tetapi sudah cukup untuk dijadikan dasar induksi : kedua fakta itu kita generalisasikan dan kita percaya akan berjumpa dengan rasa asam pada apel, bila kita temui sifat keras dan hijau. Dan ini suatu induksi yang tepat.Menurut Huxley untuk sampai kepada kesimpulan penolakan apel ketiga, penalaran induktif itu diikuti oleh penalaran deduktif :nah , sesudah itu kita menemukan hukum alam,kita ditawari apel lain yang terbukti keras dan hijau

  • kita berkata : semua apel yang keras dan hijau itu masam : apel ini keras dan hijau, jadi apel ini masam. Jalan fikiran inilah yang oleh ahli logika disebut silogisme.Kalau dirumuskan secara formal, penalaran diatas menurut Huxley adalah demikian :Induksi :Apel 1 keras dan hijau adalah masamApel 2 keras dan hijau adalah masamJadi semua apel keras dan hijau adalah masam.

  • Deduksi : Semua apel keras dan hijau adalah masam.Apel 3 adalah keras dan hijau.Apel 3 adalah masam. Induksi seperti diatas sesuai dengan definisi Aristoteles, yaitu proses peningkatan dari hal-hal yang bersifat individual kepada yang bersifat universal ( a passage from individuals to universals ). Di situ premisnya berupa proposisi-proposisi singular, sedang konklusinya, sebuah

  • proposisi universal, yang berlaku secara umum. Maka induksi dalam bentuk ini disebut generalisasi.Akan tetapi penalaran calon pembeli itu juga dapat dirumuskan dalam bentuk lain sebagai berikut :Induksi :Apel 1 keras dan hijau adalah masamApel 2 Keras dan hijau adalah masamApel 3 adalah keras dan hijau

  • Apel 3 adalah masam.Bentuk penalaran diatas juga suatu induksi, namanya analogi induktif. Untuk analogi induktif ini mungkin batasan Aristoteles kurang mengena. Meskipun benar bahwa tidak mungkin apel 3 itu masam kalau tidak semua apel keras dan hijau itu masam, akan tetapi konklusi penalaran diatas bukan suatu proposisi universal, melainkan suatu proposisi singular. John Stuart Mill (1806-1873) salah seorang tokoh terpenting yang mengembangkan logika induktif, mendefinisikan

  • Induksi sebagai :Kegiatan Budi, di mana kita menyimpulkan apa yang kita ketahui benar untuk kasus-kasus khusus, juga akan benar untuk semua kasus yang serupa dengan yang tersebut tadi dalam hal-hal tertentu (..that operation of the mind, by which we infer that what we know to be true in partikular case or cases, will be true in all cases which resemble the former in certain assignable respects.)

  • Dari contoh dua jenis induksi diatas dapat diketahui ciri-ciri dari induksi,Pertama, premis-premis dari induksi ialah proposisi empirik yang langsung kembali kepada suatu observasi indera atau proposisi dasar (basic statement). Seperti sudah diterangkan di depan, proposisi dasar menunjuk kepada fakta, yaitu observasi yang dapat di uji ke cocokannya dengan tangkapan indera. Pikiran tidak dapat mempersoalkan benar-tidaknya fakta, akan tetapi hanya dapat menerimanya. Bahwa apel 1 itu keras

  • hijau, dan masam, hanya inderalah yang dapat menangkapnya. Sekali indera mengatakan demikian, pikiran tinggal menerimanya.Kedua, konklusi penalaran induktif itu lebih luas dari pada apa yang dinyatakan didalam premis-premisnya. Premis-premisnya hanya mengatakan bahwa apel yang keras, hijau dan masam itu hanya dua, apel 1 dan 2, itulah yang diobservasi dan itulah yang dirumuskan di dalam premis-premis itu. Kalau dikatakan, bahwa juga apel 3 itu masam, hal itu tidak didukung oleh

  • Premis-premis penalaran. Menurut kaidah-kaidah logika, penalaran itu tidak sahih, pikiran tidak terikat untuk menerima kebenaran konklusinya.Ketiga, meskipun konklusi itu tidak mengikat, akan tetapi manusia yang normal akan menerimanya, kecuali kalau ada alasan untuk menolaknya. Jadi konklusi penalaran induktif itu oleh pikiran dapat dipercaya kebenarannya atau dengan rasional disebut probabilitas. Probabilitas itu di dukung oleh pengalaman, artinya konklusi induksi itu menurut pengalaman biasanya cocok dengan observasi

    .

  • indera, tidak mesti harus cocok.Kecuali kedua jenis diatas masih ada induksi-induksi jenis lain, yang akan dibahas dalam bab ini. Mengingat pentingnya induksi dalam metode keilmuan dewasa ini, terlebih dahulu kita sisipkan sedikit penjelasan tentang kedudukan logika dalam metode keilmuan.

    .

  • B. LOGIKA DALAM METODE ILMU PENGETAHUAN Dalam Th. H. Huxley menulis tentang hal ini : Metode penelitian ilmu pengetahuan tidak lain dari pada rumusan cara kerja yang mutlak dari budi manusia. Metode itu hanya cara biasa untuk menelaah semua fenomena. Yang telah ditingkatkan, sehingga menjadi tepat dan tegas. Perbedaannya tidak lebih dari itu, akan tetapi justru di situ ada perbedaan semacam yang terdapat diantara apa yang dikerjakan oleh

    .

  • seorang ilmuan dan orang biasa, seperti diantara pekerjaan dan cara-cara tukang roti atau seorang jagal, yang menimbang bahan-bahannya dengan menggunakan timbangan biasa dan pekerjaan seorang ahli kimia, yang mengadakan analisa yang sukar dan kompleks dengan menggunakan balans dan bobot-bobot terperinci dengan sangat teliti. Soalnya bukan karena cara kerjanya timbangan dan balans itu berbeda prinsip konstruksi dan prinsip kerjanya, akan tetapi yang satu bahunya dipasang di atas as yang jauh lebih

    .

  • halus dari pada yang lain, dan dengan sendirinya bergerak kalau ditambah bobot yang jauh lebih kecil .Mengingat bahwa penalaran ilmiah itu sebenarnya juga penalaran biasa yang disempurnakan, maka penalaran si calon pembeli apel di warung buah-buahan itupun dasar-dasarnya sama dengan penalaran ilmiah. Menurut rekonstruksi formal Huxley, penalaran itu terdiri atas dua tahap : tahap induksi berdasarkan observasi dua apel keras, hijau, dan masam

    .

  • dengan kesimpulan bahwa semua apel keras dan hijau itu masam. Hal yang sama terjadi dalam proses ilmu pengetahuan, tetapi observasinya dengan teliti sekali. Dalam ilmu pengetahuan alam, misalnya dengan menggunakan alat seperti mikroskop, timbangan dan takaran yang teliti, dalam ilmu sosial dengan menggunakan daftar pertanyaan, menentukan kondisi setiap orang yang ditanyai ( responden ) umurnya, pekerjaannya, agamanya, dan sebagainya. Melalui induksi, kesimpulannya dapat berupa

    .

  • hukum, kalau diperkirakan tidak akan pernah terbantah oleh observasi lain, atau teori kalau kiranya berlakunya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Kalau dasar observasi dianggap masih kurang kuat, konklusinya dapat disebut hipotesa.Tahap kedua dalam rekonstruksi penalaran calon pembeli apel menurut Huxley ialah, penerapan hukum alam (bahwa semua apel keras dan hijau itu masam) pada suatu keadaan tertentu, yaitu apel 3 yang keras dan hijau. Penalaran ini suatu deduksi.

    .

  • Hal yang sama terjadi dalam proses ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan meramalkan atau membuat prediksi, bahwa hukum, teori, atau hipotesa itu akan berlaku untuk semua kondisi yang sama seperti yang di observasi terlebih dahulu dan menghasilkan hukum, teori atau hipotesa itu. Ini penalaran deduktif.Konklusi dari deduksi itu dalam ilmu pengetahuan diteliti lagi. Melalui observasi yang cermat dikumpulkan fakta-fakta seperti yang dimaksudkan. Berdasarkan fakta-fakta itu ditarik

    .

  • kesimpulannya melalui induksi lagi, seperti pada tahap pertama. Konklusinya Tidak boleh bertentangan dengan konklusi tahap pertama. Dalam ilmu pengetahuan ini disebut verifikasi atau lebih tepat koroborasi.Karena ilmu pengetahuan (empirik) bermaksudmengumpulkan pengetahuan tentang fakta atau observasi yang dapat dibenarkan dengan pengamatan indera (empirically veriafiable observation), maka jelaslah bahwa, sekali observasinya tepat, benar-tidaknya hasil

  • pengetahuan ilmiah itu tergantung dari tepat tidaknya penalaran yang disusun berdasarkan fakta itu. Meskipun baik induksi maupun deduksi itu mutlak diperlukan dalam proses ilmu pengetahuan, peranan induksi kelihatan lebih menonjol, karena dalam ilmu pengetahuan akhirnya faktalah yang menentukan benar tidaknya pengetahuan. Usaha mengumpulkan pengetahuan inilah yang disebut penelitian (ilmiah).

  • C. GENERALISASI INDUKTIF1. Syarat-syarat generalisasiSudah diketahui bahwa penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari premis-premis yang berupa proposisi empirik itu disebut generalisasi. Prinsip yang menjadi dasar penalaran generalisasi itu dapat dirumuskan demikian : yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu, dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi.

  • Dua kali kita jumpai apel yang masam dalam kondisi keras dan hijau, maka ketika melihat apel ketiga memenuhi kondisi keras dan hijau, kita menyimpulkan, bahwa dapat diharapkan apel itupun akan masam rasanya. Kesimpulan itu hanya suatu harapan, suatu kepercayaan, karena seperti dikatakan diatas, konklusi penalaran induktif tidak mengandung nilai kebenaran yang pasti, tetapi hanya berupa suatu probabilitas , suatu peluang.hasil penalaran generalisasi induktif itu sendiri

  • juga disebut generalisasi dalam arti ini berupa suatu proposisi universal, seperti : semua apel yang keras dan hijau rasanya masam, semua logam yang dipanasi memuai.Generalisasi yang sebenarnya harus memenuhi tiga syarat sebagai berikut :1. Generalisasi harus tidak terbatas secara numerik. Artinya, generalisasi tidak boleh kepada jumlah tertentu. Kalau dikatakan bahwa Semua A adalah B, maka proposisi

  • itu harus benar, berapapun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua subyek yang memenuhi kondisi A.2. Generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-temporal, artinya tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi harus berlaku di mana saja dan kapan saja. 3. Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian. Yang dimaksud dengan dasar pengandaian disini ialah : dasar yang disebut

  • itu harus benar, berapapun jumlah A. Proposisi contrary-to-facts conditionals atau unfulfilled conditionals. Contohnya yang jelas sebagai berikut : Faktanya x, y dan z itu masing-masing bukan B, ada generalisasi : Semua A adalah B.Pengandaiannya : Andaikata x, y, dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata-kata lain : andaikata x,y, dan z itu masingmasing memenuhi kondisi A, maka pastilah x, y dan z itu masing-masing sama dengan B.

  • Generalisasi yang dapat dijadikan dasar untuk pengendalian seperti itulah kondisi yang memenuhi syarat.2. Bentuk Generalisasi InduktifLogika menganalisa dan merekonstruksikan penalaran. Dalam logika deduktif hasil usaha itu berupa ketentuan-ketentuan mengenai deduksi yang sahih, yaitu bentuk deduksi, yang kalau premis-premisnya benar, konklusinya tentu juga benar.

  • Dalam logika Induktif, tidak ada konklusi yang mempunyai nilai kebenaran yang pasti. Yang ada hanya konklusi dengan probabilitas rendah atau tinggi. Maka hasil usaha analisa dan rekonstruksi penalaran induktif itu hanya berupa ketentuan-ketentuan mengenai bentuk induksi yang menjamin konklusi dengan probabilitas yang yang setinggi tingginya.Tinggi rendahnya probabilitas konklusi itu dipengaruhi oleh sejumlah faktor-faktor yang di sebut faktor-faktor Probabilitas.

  • Untuk jelasnya, kita lihat faktor-faktor probabilitas yang berhubungan dengan generalisasi Induktif. Kita bandingkan bentuk-bentuk generalisasi induktif di bawah ini :1. Apel ini keras, hijau, dan rasanya masam* Semua apel yang keras & hijau rasanya masam`2. Apel 1 keras, hijau, dan rasanya masam Apel 2 idem Apel 3 idem* Semua apel keras dan hijau, rasanya masam

  • 3. Apel 1 keras, hijau, dan rasanya masamApel 2 idem s/d 15 idem* Semua apel yang keras dan hijau, rasanya asam4. Apel 1 keras, hijau, kecil, benjol, dan masamApel 2 idemApel 3 idem* Semua apel keras dan hijau, rasnya masam5. Apel 1 keras, hijau, kecil, benjol, dan masam.Apel 2 keras, hijau, dari baru, baru saja dipetikdan masam

  • Apel 3 keras, hijau, besar, dari korea, sudah disimpan sebulan, dan masam.* Semua apel keras dan hijau, rasanya masam.6. Apel 1 keras, hijau, benjol, rasanya masam Apel 2 keras, hijau, besar, rasanya masam Apel 3 keras, hijau, kecil, rasanya masam* Semua apel keras dan hijau rasanya masam.Semua enam penalaran generalisasi induktiif di atas konklusinya sama, yaitu : semua apel keras dan hijau itu rasanya masam. Akan tetapi jelaslah

  • bahwa pikiran kita lebih mudah mengakui kebenaran konklusi penalaran yang satu dari pada kebenaran konklusi yang lain. Dengan lain perkataan : konklusi-konklusi itu berbeda-beda kredibilitasnya rasionalnya atau probabilitasnya. Apa yang menyebabkan perbedaan probalbilitas itu ialah faktor-faktor probabilitasnya.Kalau konklusi dari induksi (3) dibandingkan dengan konklusi (2), maka jelas konklusi induksi (3) lebih tinggi probabilitasnya. Kita lebih dapat

  • menerima kebenarannya dari pada kebenaran konklusi induksi (2) kalau kita cari sebabnya mengapa pikiran kita lebih dapat menerima konklusi induksi (3) sebab yang dapat ditunjuk ialah : karena induksi (3) premis-premisnya menunjuk 15 fakta, sedang induksi (2) hanya 3 fakta. Induksi (1) premisnya hanya mengenai satu fakta saja dan kita cenderung untuk meragukan kebenaran konklusinya, artinya : probabilitasnya amat rendah.

  • Dari perbandingan-perbandingan di atas kita menemukan : faktor probabilitas yang pertama, yaitu : jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif dan kaidahnya yang dapat dirumuskan demikian : makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif, makin tinggi probabilitas konklusinya, dan sebaliknya.Kaidah inilah yang menjadi dasar maka dalam usaha untuk menambah pengetahuan ilmiah, yaitu dalam penelitian, harus digunakan sebanyak mungkin fakta sebagai dasar penalarannya.

  • Yang ideal ialah kalau semua fakta dapat dirumuskan sebagai premis. Jumlah dari semua subyek yang ditunjuk oleh konklusi yang berupa generalisasi dan berbentuk proposisi universal itu dalam rangka penelitian disebut populasi. Penelitian yang menggunakan penalaran yang jumlah fakta yang dijadikan dasar premis- premisnya sama besarnya denga populasi subyek yang diteliti ialah metode sensus, berlainan dengan metode sampling, yang menggunakan penalaran yang premis-premisnya menunjuk

  • kepada sebagian saja dari populasi yang bersangkutan. Konklusi metode sampling ialah suatu probabilitas atau peluang, karena penalarannya ialah penalaran induktif. Akan tetapi konklusi metode sensus adalah suatu kepastian. Kalau jumlah fakte yang disebut oleh premis-premis sama besarnya dengan jumlah subyek yang dimaksud oleh generalisasi konklusinya, itu berarti bahwa generalisasi konklusi itu tidak memenuhi syarat secara numerik tidak terbatas, disini generalisasi itu berarti jumlah tertentu.

  • Faktor probabilitas (yang kedua). Kaidahnya dapat dirumuskan demikian : makin besar jumlah faktor analogi didalam premis, makin rendah probabilitas konklusinya dan sebaliknya. Jadi setiap generalisasi induktif hanya berlaku untuk populasi yang dimaksud oleh premis-premisnya.Faktor probabilitas ketiga ialah jumlah faktor disanalogi. Kaidahnya: Makin besar jumlah faktor disanaloginya didalam premis, makin tinggi probabilitas konklusinya dan sebaliknya. Ini terbukti kalau kita membandingkan penalaran (4)

  • dan (6) Premis-premis penalaran (6) masing-masing mengandung sebuah faktor yang berbeda di antara premis yang satu dengan yang lain, yaitu benjol, besar, dan kecil. Faktor yang menyebabkan perbedaan ini disebut faktor disanalogi. Karena adanya faktor disanalogi ini konklusi penalaran (6) lebih tinggi probabilitasnya dari pada konklusi penalaran (4). Sebaliknya konklusi penalaran (5) lebih tinggi probabilitasnya dari pada penalaran (6), karena jumlah faktor disanaloginya lebih besar. Konklusi (4) belum

  • tentu akan benar kalau diterapkan kepada apel keras, hijau, dan berasal dari Korea, serta sudah disimpan sebulan, sedang konklusi penalaran (5) akan tetap saja probabilitasnya. Meskipun konklusi penalaran (6) dapat diterapkan untuk semua apel keras, hijau, benjol, besar dan kecil, akan tetapi premis-premisnya tidak mengatakan apa-apa andaikata apel itu dari Korea dan sudah disimpan satu bulan.Hubungan antara faktor analogi dan disanalogi itu secara umum dapat dikatakan demikian :

  • populasi yang ditunjuk oleh generalisasi tidak boleh memiliki anggota yang tidak sesuai dengan adanya faktor analogi dan disanalogi di dalam premis. Dari sini dapat disimpulkan faktor probabilitas keempat, yaitu : luasnya konklusi. Kaidahnya : Semakin luas konklusinya semakin rendah probabilitasnya dan sebaliknya.Sebuah generalisasi atau proposisi pada umumnya itu semakin luas semakin besar populasi yang ditunjuknya. Dan semakin sedikit faktor analogi yang terdapat dalam generalisasi

  • atau proposisi pada umumnya semakin besar populasi yang ditunjuknya. Semakin sedikit faktor analogi didalam generalisasi atau proposisi, semakin besar kemungkinannya generalisasi atau proposisi itu tidak sesuai lagi kalau anggotanya ada yang memiliki faktor analogi lebih dari pada yang disebut didalam generalisasi atau proposisi itu.

  • D. ANALOGI INDUKTIF1. Analogi sebagai dasar induksiAnalogi dalam bahasa Indonesia ialah kias (Arab: qasa = mengukur, membandingkan). Berbicara tentang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu bukan yang lain, dan dua hal yang berlainan itu dibandingkan yang satu dengan yang lain. Dalam mengadakan perbandingkan, orang mencari persamaan dan perbedaan diantara hal-hal yang diperbandingkan. Kalau lembu dibandingkan

  • dengan kerbau, maka kedua-duanya adalah binatang, akan tetapi yang satu berbeda dengan yang lain mengenai besarnya, warnanya dan sebagainya. Sarno dan Sarni kedua-duanya adalah anak pak Sastro, akan tetapi Sarno laki-laki, Sarni perempuan, berumur 15 tahun, Sarni 10 tahun dan seterusnya. Kalu dalam perbandingan itu orang hanya memperhatikan persamaannya saja, tanpa melihat perbedaannya, timbullah analogi, persamaan diantara dua hal yang berbeda.

  • Sehat adalah kondisi badan yang baik. Jamu adalah sarana untuk memelihara kondisi badan yang baik untuk kesehatan. Maka jamupun disebut sehat, karena adanya persamaan dengan kondisi badan yang baik, meskipun sehatnya badan lain dari pada sehatnya jamu. Disini sehat pada jamu mempunyai arti kiasan. Dikatakan sehat pada jamu analog dengan sehat badan, atau diantara sehatnya jamu dan sehatnya badan analogi.Analogi dapat dimanfaatkan sebagai penjelasanatau sebagai dasar penalaran.

  • Sebagai penjelasan biasanya disebut perumpamaan atau persamaan.Tumbuh-tumbuhan berbunga dan bunga itu merupakan perhiasan baginya. Bangsa itu bukan tumbuh-tumbuhan dan juga tidak berbunga, akan tetapi pejuang yang gugur dalam membela bangsanya, menjadi perhiasan bagi bangsanya, sehingga secara analogi dikatakan bahwa pejuang itu gugur sebagai kusuma bangsa.

  • 2. Bentuk analogi InduktifSeperti dalam hal generalisasi induktif, bentuk penalaran analogi induktif itu ditentukan oleh jumlah fakta yang dijadikan dasar dari konklusinya dan dinyatakan sebagai premis. Seperti dalam hal generalisasi pula, jumlah fakta tersebut merupakan faktor probabilitas yang pertama. Semakin besar jumlah fakta tersebut semakin tinggi probabilitasnya dan sebaliknya. Selain oleh jumlah fakta yang dijadikan dasar penyimpulan, bentuk analogi juga tergantung kepada jumlah

  • faktor-faktor analogi. Jadi lagi-lagi seperti pada generalisasi induktif. Jumlah faktor analogi itu juga merupakan faktor probabilitas. Makin besar jumlah faktor analoginya, makin rendah probabilitasnya.Bentuk penalaran analogi induktif selanjutnya ditentukan oleh jumlah faktor disanalogi. Dan seperti generalisasi induktif pula, faktor disanalogi itu juga merupakan factor probabilitasnya. Semakin besar jumlahnya, semakin tinggi probabilitasnya dan sebaliknya.Akhirnya bentuk analogi induktif juga tergantung

  • dirumuskan menjadi dua bentuk penalaran.Yang pertama dari dua fakta disimpulkan sebuah generalisasi induktif (kemudian dideduksikan suatu konklusi khusus). Yang kedua, dari dua fakta langsung, disimpulkan sebuah konklusi khusus. Bentuk kedua ini adalah suatu analogi induktif, sedang bentuk pertama adalah suatu generalisasi induktif.Dalam metode keilmuan, analogi induktif itu dapat digunakan untuk mendeterminasikan apakah suatu obyek atau fakta itu, dan sifat-sifat

  • apakah yang dapat diharapkan padanya : sedang generalisasi induktif terutama digunakan untuk menemukan hukum, menyusun teori, atau hipotesa.

    3. Kesesatan generalisasi/analogiDisamping faktor-faktor tersebut diatas, yang boleh disebut faktor-faktor obyektif, yang mempengaruhi tinggi rendahnya probabilitas konklusi induksi. Faktor subyektif itu terletak pada diri manusia yang berfikir dan berupa kondisi-

  • kondisi tertentu, yang bersifat pribadi dan tidak disadari. Kalau disadarkan bahwa kondisi dirinya mewarnai konklusi penalarannya, biasanya ia akan segera menerima bahwa penyimpulannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penalaran. Ia akan mengakui kekeliruan atau kesesatannya. Maka penyimpulan yang tidak sesuai dengan kaidah penalaran itu juga disebut kesesatan (fallacy/fallacia). Kesesatan yang berhubungan dengan penelaran induktif, yang terpenting ialah : kesesatan karena tergesa-gesa, yaitu terlalu cepat

  • Menarik konklusi, sedang fakta-fakta yang dijadikan dasarnya tidak cukup mendukung konklusi itu. Jadi jumlah fakta sebagai dasar konklusinya terlalu sedikit. Misalnya : seorang jejaka berjumpa dengan seorang gadis Solo pertama kali di suatu pesta, kemudian berjumpa dengan seorang gadis Solo lain disebuah toko dan untuk ketiga kalinya ia melihat seorang gadis Solo lagi diatas pentas. Ketiga gadis itu sama-sama luwes. Maka tidak dapat ditawar lagi, si jejaka ingin mempersunting seorang gadis Solo. didalam

  • anggapannya : semua gadis Solo itu tentu luwes. Ini suatu kesimpulan tergesa-gesa. Tiga fakta rasanya tidak cukup untuk dijadikan dasar konklusinya.

    *****************************************************