bab 1, 2, 3 revisi

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah sayuran. Seperti yang kita ketahui sayuran dan buah- buahan merupakan salah satu sumber pangan yang begitu penting untuk dikonsumsi oleh masyarakat, karena kandungan gizi pada sayuran dan buah-buahan sendiri sudah terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh. Makanan yang kita konsumsi harus mengandung zat gizi, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Zat gizi vitamin dan mineral banyak dikandung oleh sayuran dan buah-buahan. Selain kandungan vitamin dan mineralnya, buah juga banyak mengandung serat yang melancarkan pencernaan (Novary, 1997). Buah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah waluh atau disebut juga labu kuning. Penyebaran labu kuning telah merata di Indonesia, hampir di semua kepulauan Nusantara terdapat tanaman buah labu 1

Upload: tia-riesta

Post on 23-Dec-2015

54 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

bab

TRANSCRIPT

Page 1: bab 1, 2, 3 revisi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam.

Salah satu hasilnya adalah sayuran. Seperti yang kita ketahui sayuran dan buah-

buahan merupakan salah satu sumber pangan yang begitu penting untuk dikonsumsi

oleh masyarakat, karena kandungan gizi pada sayuran dan buah-buahan sendiri sudah

terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh. Makanan yang kita

konsumsi harus mengandung zat gizi, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin,

dan mineral. Zat gizi vitamin dan mineral banyak dikandung oleh sayuran dan buah-

buahan. Selain kandungan vitamin dan mineralnya, buah juga banyak mengandung

serat yang melancarkan pencernaan (Novary, 1997).

Buah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah waluh

atau disebut juga labu kuning. Penyebaran labu kuning telah merata di Indonesia,

hampir di semua kepulauan Nusantara terdapat tanaman buah labu kuning. Cara

penanaman dan pemeliharaan pun mudah, yang mana penanamannya tidak sulit, baik

pembibitannya, perawatannya, hasilnya pun cukup memberikan nilai ekonomis untuk

Masyarakat. Tanaman ini dapat ditanam di lahan pertanian, halaman rumah atau

tanah pekarangan yang kosong dapat kita manfaatkan. Intinya tanaman ini dapat

ditanam di daerah Tropis maupun Subtropis. Labu kuning dapat menjadi sumber

pangan yang dapat diandalkan (Anonim, 2010).

Waluh sangat bagus untuk dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki

kandungan gizi yang baik untuk kesehatan tubuh. Apalagi dengan harganya yang

1

Page 2: bab 1, 2, 3 revisi

terjangkau dan mudah didapat  sehingga memudahkan masyarakat untuk

mengkonsumsinya. Jumlah produksi labu kuning cukup melimpah setiap tahunnya,

labu kuning mudah dijumpai baik di pasar tradisional maupun modern. Didorong

oleh beberapa faktor antara lain tanaman labu kuning dapat tumbuh dengan mudah,

bahkan di lahan kering sekalipun dan tanpa memerlukan perawatan yang khusus

(Rahmat, 1998).

Inflamasi atau radang merupkan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh

masyarakat. Inflamasi memiliki angka kejadiaan yang cukup tinggi, dimana

inflamasi dapat disebabkan oleh trauma fisik, infeksi ataupun reaksi antigen dari

penyakit : seperti terpukul benda tumpul dan infekasi bakteri pada luka terbuka

(timbulnya nanah pada luka) yang dapat menimbulkan nyeri dan dapat menganggu

aktivitas (Yulianti, 2010).

Berdasarkan uraian diatas, akan diteliti ekstrak etanol daging buah labu kuning

sebagai antiinflamasi, di dalam labu kuning ini mengandung flavonoid yang diduga

memiliki kemampuan dalam menurunkan edema.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui efek ekstrak etanol daging buah labu kuning terhadap

edema pada telapak kaki tikus.

2. Untuk mengetahui dosis ekstrak etanol daging buah labu kuning yang dapat

menunjukan khasiat sebagai antiinflamasi.

2

Page 3: bab 1, 2, 3 revisi

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai manfaat daging buah labu kuning sebagai antiinflamasi.

1.4 Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan secara laboratorium eksperimental, melalui tahap kerja

sebagai berikut :

1. Pengumpulan bahan berupa labu kuning yang didapat dari perkebunan Desa

Sadapaingan Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis.

2. Determinasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Jatinangor Laboratorium

Taksonomi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Padjadjaran.

3. Ekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan etanol.

4. Skrining Fitokimia.

5. Pembuatan sediaan uji dengan berbagai dosis.

6. Penyiapan hewan percobaan.

7. Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode maserasi dengan ekstrak etanol .

8. Analisis data secara statistik dengan uji Analisis Varian (ANAVA) dan diteruskan

dengan uji lanjutan Least Significant Differences (LSD).

1.5 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai Februari sampai Mei 2014 di laboratorium

Farmakologi Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya.

3

Page 4: bab 1, 2, 3 revisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Labu Kuning ( Cucurbita Moschata D. )

Gambar 2.1 Labu Kuning

Labu kuning berasal dari Benua Amerika terutama di Negara Peru dan

Meksiko. Di Benua Amerika labu kuning menyebar di setiap penjuru dunia, kini labu

kuning banyak dijumapai di Negara tropis seperti Filipina, Malaysia dan beberapa

negara tropis di Afrika seperti Karibia, di Indonesia disebut Waluh (Endrah, 2010).

2.1.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi  : Angiospermae

Kelas  : Dicotyledonae

Ordo : Cucurbitales

Famila  : Cucurbitaceae

Genus         : Cucurbita

Spesies       : Cucurbita moschata D. (Hutapea, J.R, et al., 1994)

4

Page 5: bab 1, 2, 3 revisi

2.1.2 Morfologi Tumbuhan

Tanaman ini tumbuh merambat dengan daun yang berukuran besar dan

berbulu. Terdapat lima spesies labu kuning yang umum dikenal, yaitu Cucurbita

maxima Duchenes, Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata

Duchenes, dan Cucurbita pipo L (Brotodjojo, 2010).

Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang dengan banyak

alur (15-30 alur). Buahnya besar dan warnanya hijau apabila masih muda, sedangkan

yang lebih tua berwarna kuning orange sampai kuning kecokelatan. Daging buah

tebalnya sekitar 3 cm dan rasanya agak manis. Bobot buah rata-rata 3-5 kg bahkan

sampai 15 kg (Brotodjojo, 2010).

2.1.3 Khasiat Tumbuhan

Menurut para ahli penelitian labu kuning dapat mencegah penyakit degeneratif

seperti diabetes mellitus (kencing manis),arterosklerosis (penyempitan pembuluh

darah), jantung koroner, tekanan darah tinggi, bahkan bisa pula mencegah kanker.

Pada buah labu kuning terdapat kandungan kimia seperti saponin, flavanoid dan

tanin. Kandungan kimia pada waluh inilah yang akan berfungsi untuk mengurangi

kadar gula dalam darah, menjadi sumber anti-bakteri dan anti- virus, meningkatkan

sistem kekebalan tubuh, meningkatkan vitalitas, mengurangi terjadinya

penggumpalan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan aktifitas vitamin C sebagai

antioksidan mencegah oksidasi LDL kolesterol (Bahar, 2006).

5

Page 6: bab 1, 2, 3 revisi

2.1.4 Kandungan Kimia

Waluh/labu kuning juga sarat gizi, memiliki kandungan serat, vitamin dan

karbohidrat yang tinggi. Selain itu, didalam waluh juga terkandung 34 kalori, lemak

0.8, 45 mg kalsium, dan mineral 0.8 sehingga labu kuning sangat baik dikonsumsi

oleh anak-anak maupun orang tua, karena kandungan gizi yang terdapat didalamnya

sangat baik untuk kesehatan tubuh. Pada anak-anak dapat digunakan untuk

menambah nafsu makan dan sebagai obat cacingan (Hidayah, 2010).

Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin A, B dan

C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung antioksidan sebagai

penangkal pelbagai jenis kanker. Sifat labu yang lunak dan mudah dicerna serta

mengandung karoten (pro vitamin A) cukup tinggi, serta dapat menambah warna

menarik dalam olahan pangan lainnya. Tetapi, sejauh ini pemanfaatannya belum

optimal. Labu kuning mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi.

Secara lengkap labu kuning mempunyai kandungan gizi sebagai berikut :

Komponen JumlahKalori (kal.) 29Protein (g) 1,1Lemak (g) 0,3

Karbohidrat (g) 6,3Kalsium (mg) 45Fosfor (mg) 64Besi (mg) 1,4Vit. A (S1) 180

Vit. B1 (mg) 0,8Vit.C (mg) 52

Air (g) 91,2b.d.d (%) 77

Sumber : Departemen Kesehatan RI., (1996).

6

Page 7: bab 1, 2, 3 revisi

2.2 Inflamasi / Peradangan

Peradangan dapat didefinisikan sebagai reaksi jaringan terhadap cedera, yang

secara khas terdiri atas respon vascular dan selular, yang bersama-sama berusaha

menghancurkan substansi yang dikenali sebagai asing untuk tubuh. Jaringan itu

kemudian dipulihkan sediakala atau diperbaiki sedemikian rupa agar jaringan atau

organ itu dapat tetap bertahan. (Tamanyong, 2000).

Penyebab-penyebab peradangan banyak dan berfariasi, dan penting untuk

memahami bahwa peradangan dan infeksi tidak sinonim dengan demikian infeksi

(adanya mikroorganisme hidup di dalam jaringan) hanya merupakan salah satu

penyebab peradangan. Perdangan dapat terjadi dengan mudah dalam keadaan yang

benar-benar steril. Karena banyaknya keadaan yang mengakibatkan peradangan.

Radang dapat dibagi 3 yaitu : Radang akut, Radang sub akut, Radang kronik (Price

dan Wilson, 2005).

2.2.1 Tanda – Tanda Peradangan

Gambaran makroskopik peradangan akut, tanda-tanda pokok peradangan

mencakup kemerahan (Rubor), panas (kalor), nyeri (dolor), bengkak (tumor), dan

gangguan fungsi (fungsio laesa).

a.      Rubor (kemerahan)

Biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami

peradangan. Sering dengan munculnya reaksi peradangan, arterior yang memasok

darah tersebut berdilatasi sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir

kedalam mikrosirkulasi darah lokal.

7

Page 8: bab 1, 2, 3 revisi

b.      Kolor (panas)

Kolor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi peradangan

akut. Daerah peradangan dikulit menjadi lebih hangat dibanding dengan

sekelilingnya karena lebih banyak darah (pada suhu 370 C) dialirkan dari dalam

tubuh kepermukaan daerah yang terkena dibandingkan dengan daerah yang normal.

c.      Dolor (nyeri)

Pada suatu nyeri peradangan tampaknya ditimbulkan dalam berbagai cara.

Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-

ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan zat-zat kimia bioaktif lain dapat merangsang

saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan

tekanan lokal yang tidak diragukan lagi dapat menimbulkan nyeri.

d.     Tumor (pembengkakan)

Pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah

dari aliran darah kejaringan intestisial. Campuran cairan dan sel-sel ini yang

tertimbun didaerah peradangan disebit eksudat.

e.     Fungsio laesa (perubahan fungsi)

Perubahn fungsi merupaka bagian yang lazim pada reaksi peradangan. Sepintas

mudah dimengerti, bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi abnormal dan

lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, seharusnya berfugsi secara abnormal.

Penyebab-penyebab peradangan meliputi agen-agen fisik, kimia, reaksi imunologik,

dan infeksi oleh organism-organisme patogenik. Infeksi tidak sama dengan

peradangan dan infeksi hanya merupakan salah satu penyebab peradangan. (Price

dan Wilson, 2005).

8

Page 9: bab 1, 2, 3 revisi

2.2.2 Mekanisme Inflamasi

Proses inflamasi di mulai daari stimulus yang akan mengakibatkan kerusakan

sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel, maka sel tersebut akan melepaskan

beberapa fosfolipid yang diantaranya adalah asam arakhidonat. Setelah asam

arakhidonat tersebut bebas akan diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya

siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut mengubah asam arakhidonat ke

dalam bentuk yang tidak stabil (hidroporeksid dan endoporeksid) yang selanjutnya

dimetabolisme menjadi leukotrin, prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan.

Bagian prostaglandin dan leukotrin bertanggung jawab terhadap gejala-gejala

peradangan (Katzung, 2002).

2.3 Obat Antiinflamasi

Obat-obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan

atau menekan peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu

menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi sel-

sel leukosit ke daerah radang, menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel

tempat pembentuknya. Berdasarkan mekanisme kerjannya, obat-obat antiinflamasi

dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu : obat antiinflamasi golongan steroid dan

obat antiinflamasi golongan non steroid (Katzung, 2002).

Obat antiinflamasi non steroid merupkan obat seperti aspirin yang menghambat

sintesa prostaglandin. Obat-obat ini mempunyai efek analgetik dan antipiretik yang

berbeda-beda tetapi terutama dipakai sebagai agen atiradang untuk meredakan

9

Page 10: bab 1, 2, 3 revisi

radang dan nyeri. Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak

pada enzim lipooksigenase sehingga konversi asam arachidonat menjadi terganggu

yang mengakibatkan terhambatnya pelepasan mediator nyeri seperti prostaglandin,

tromboksan. Ketika memberikan AINS untuk mengatasi nyeri, biasanya dosis lebih

tinggi dari pada untuk pengobatan radang. Kecuali spirin, preparat-preparat tidak

dianjurkan pemakaiannya untuk meredekan sakit kepala yang ringan atau demam.

Oleh karena itu AINS lebih cocok untuk mengurangi pembengkakkan, nyeri dan

kekakuan sendi-sendi (Kee dan Evely, 1996).

Mekanisme kerja NSAID didasarkan atas penghambtan isoenzim COX-1

(cycloaxygenase-1) dan COX-2 (cycloaxygenase-2). Enzim cycloaxygenase ini

berperan dalam memacu pembentukan postaglandin dan tromboksan dari asam

arakhidonat. Prostaglandin merupakan molekul pembawa pesan pada proses

inflamasi (Anonim, 2010).

NSAID merupakan golongan obat yang relatif aman, namun ada 2 macam efek

samping utama yang ditimbulkannya, yaitu efek samping pada saluran pencernaan

(mual, muntah, diare, pendarahan lambung dan dispepsia) serta efek samping pada

ginjal (penahanan garam dan cairan dan hipertensi). Efek samping ini tergantung

pada dosis yang digunakan (Anonim, 2010).

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiataan penariakan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI,

2000).

10

Page 11: bab 1, 2, 3 revisi

Ekastrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang esuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersiasa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. (FI

edisi 4 : 1995).

2.4.1 Ekstraksi Dingin (Maserasi)

Proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa

kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Penyarian zat-

zat berkhasiat dari simplisia, baik simplisia dengan zat khasiat yang tidak tahan

pemanasan maupun yang tahan pemanasan (Depkes RI, 2000).

Sampel biasanya direndam selama 3-5 hari, sambil diaduk sesekali untuk

mempercepat proses pelarutan komponen kimia yang terdaapat dalam sampel.

Maserasi dilakukan daalam botol yang berwarna gelap dan ditempatkan pada tempat

yang terlindung cahaya. Ekstraksi dilakukan berulang-ulang kali sehingga sampel

terekstraksi secara sempurna yang ditandai dengan pelarut pada sampel berwarna

bening. Sampel yang direndam dengan pelarut tadi disaring dengan kertas saring

untuk mendapat maseratnya. Maseratnya dibebaskan dari pelarut dengan

menguapkan yaitu dengan rotary evaporator. Keuntungan dari metode ini adalah

peralatannya sederhana dan dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan

pemanasan. Sedangkan kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk

mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak,

tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur kertas seperti

benzoin, tiraks dan lilin (Murtala, 2011).

11

Page 12: bab 1, 2, 3 revisi

2.5 Pengujian Edema

Ada 3 cara yang dilakukan untuk mengukur besar edema antara lain menghitung

panjang keliling telapak kaki tikus, menghitung besar edema dengan menggunkan

kapiler dan menghitung besar edema dengan menggunkaan plestismometer.

Plestismometer sering digunakan pada uji antiinflamsi karena pengukurannya tepat,

cepat dan akurat dibandingkan dengan alat yang lain. Alat ini memiliki 2 tabung

yang saling berhubungan dan berisi cairan. Tabung A berdiameter lebih besar dari

pada tabung B. Prinsip kerja dari alat ini adalah perpindahan cairan dari tabung A ke

tabung B. Perpindahan cairan yang terjadi dengan cara menenggelamkan kaki

binatang percobaan ke dalam tabung A, direfleksikan ke tabung B yang memiliki

transduser. Transduser terhubung pada suatu alat pembaca sehingga hasilnya dapat

diketahui, pengukuran dilakukan setiap 1 jam selama 6 jam (Winter, 2000).

2.6 Karagenan

Karegenan merupakan senyawa yang termasuk kelompok polisakarida

galaktosa hasil ekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karagenan mengandung

natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari

galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa. Karagenan banyak digunakan pada

sediaan makanan, sediaan farmasi dan kosmetik sebagai bahan pembuat gel,

pengental atau penstabil.

Di alam ini, terdapat 3 jenis karegenan yang dapat ditemukan secara luas di

berabagai perairan dunia. Ketiga jenis karagenan ini adalah kappa, iota dan lambda.

12

Page 13: bab 1, 2, 3 revisi

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat Dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penilitian : blender, oven, alat-alat gelas (gelas

piala pyrex 500 ml, erlenmeyer pyrex 250 ml, labu ukur pyrex 1 liter, dan lainnya),

timbangan, toples, disposible 3 ml, plestimometer dan pengukur waktu (stopwacth).

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian : daging buah labu kuning 300

gram, karagenan, tablet piroksikam, aquadest, etanol 95%, CMC 1%.

3.2 Sampel Penelitian

Bahan tumbuhan yang dipergunakan dalam penelitian ini, berupa daging buah

labu kuning (Cucurbita moschata D.) yang diperoleh dari perkebunan Desa

Sadapaingan Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis. Dan telah dideterminasi

tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Jatinangor Laboratorium Taksonomi Jurusan

Biologi FMIPA Universitas Padjadjaran, Bandung.

13

Page 14: bab 1, 2, 3 revisi

3.3 Perhitungan Dosis

Perhitungan dosis piroxicam

Rata-rata 1 tablet : 10 mg

Dosis Manusia : 100 mg

Dosis Tikus : 0,018 x 100 mg = 1,8 mg /200 g BB tikus

Pembuatan piroxicam : 1,8 x10 mg = 0,1 mg

Perhitungan dosis ekstrak etanol daging buah labu kuning yaitu sebanyak

670 gram sampel kering, setelah diayak 580 gram serbuk simplisia.

Dosis manusia = 580 gram

Dosis tikus = 0,018 x 580 gram = 10,44 gram

Volume ekstrak = 50 ml

Perhitungan dosis pada tikus

Dosis II (empiris ) = 10,44 gram / 580 gram x 50 ml = 0,9 ml

Dosis I = ½ x 0,9 = 0,45 ml

Dosis III = 2 x 0,45 = 0,9 ml

14

Page 15: bab 1, 2, 3 revisi

3.4 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih

jantan galur wistar (Rattus novergicus) yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan

100-200 gram dengan jumlah 15 ekor. Tikus dikatakan sehat bila selama masa

karantina bobot badannya bertambah atau tetap.

3.5 Metode Penelitian

3.5.1 Pembuatan Simplisia Daging Buah Labu Kuning

Labu kuning (Cucurbita moschata D.) disiapkan, dibersihkan diambil buahnya

lalu diiris tipis. Kemudian dicuci bersih di bawah air mengalir dan tiriskan, kemudian

dengan cara di oven pada suhu 40oC selama 3 hari. Daging buah labu kuning yang

sudah kering kemudian dihaluskan menggunakan blender, lalu diayak dengan

menggunkan ayakan 65 mesh. Dan menghasilkan simplisia sebanyak 300 g.

3.5.2 Pembuatan Ekstrak Etanol Daging Buah Labu Kuning

Menurut jurnal hasil penelitian Merry Senewe, Fakultas Farmasi, FMIPA

UNSRAT Manado. Ekstrak dibuat dengan metode maserasi, diambil serbuk simplisia

sebanyak 300 gram dengan menggunkan etanol 95%. Tempatkan simplisia dalam

wadah, kemudian rendaman tersebut disaring dengan kertas saring (filtrat 1) dan

sisanya di ekstrak kembali dengan etanol 95% sebanyak 750 selama 2 hari lalu

disaring (filtrat 2). Filtrat 1 dan filtrat 2 digabung kemudian diuapkan dengan rotary

evaporator pada suhu 60o C sampai menjadi endapan yang tidak terlalu kental dan

dilanjutkan dengan penguapan dengan menggunkan waterbath pada suhu 40o C

sampai menjadi ekstrak kental. Dari ekstrak kental yang dibuat, didapat sebanyak

15

Page 16: bab 1, 2, 3 revisi

41,864 gram. Penelitian ini menggunkan 3 variasi ekstrak etanol daging buah labu

kuning yaitu 15,3 g/Kg BB(dosis 1), 30,6 g/Kg BB (dosis II) dan 61,2 g/Kg BB

(dosis III).

3.6 Penapisan Fitokimia

3.6.1 Alkaloid

Simplisia dibasakan dengan amonia encer dan tambahkan beberapa mililiter

kloroform, kemudian dipisahkan lapisan kloroform dan ke dalamnya tambahkan

asam klorida 2 N. Campuran dikocok kuat-kuat hingga terdapat 2 lapisan. Lapisan

asam dipipet, kemudian dibagi 3 bagian :

a. Bagian 1 ditambahkan preaksi Mayer. Terjadinya endapan warna putih

menandakan adanya alkaloid.

b. Bagian 2 ditambahkan preaksi Dragondroff. Terjadinya endapan warna jingga

kuning menandakan adannya alkaloid.

c. Bagian 3 ditambahkan preaksi Bouchardat. Terjadinya endapan warna ungu

menandakan adannya alkaloid.

3.6.2 Flavonoid

Simplisia dipanaskan dengan campuran logam Mg dan HCl 5N, kemudian

disaring. Adanya flavonoid akan menyebabkan filtrat berwarna merah yang dapat

ditarik oleh amil alkohol.

16

Page 17: bab 1, 2, 3 revisi

3.6.3 Polifenolat Dan Tanin

Simplisia digerus dan dipanaskan dengan air di atas tangas air, kemudian

disaring. Sebagian filtrat ditetesi dengan FeCl3. Terbentuknya warna biru-hitam

menunjukan adanya polifenolat alam. Sebagian filtrat diuji ulang dengan

penambahan larutan gelatin 1%. Adanya endapan putih menunjukan adanya tanin.

3.6.4 Saponin

Simplisia dimasukan ke dalam tabung reaksi dan dicampur dengan air,

panaskan di atas tangas air, kemudian disaring. Setelah dingin, filtrat dalam tabung

reaksi dikocok kuat-kuat selama 30 detik. Pembentukan busa dan tinggi sekurang-

kurangnya 1 cm dan persisten dalam beberapa menit serta tidak hilang pada

penambahan 1 tetes HCl encer menunjukan bahwa dalam simplisia terdapat saponin.

3.6.5 Monoterpenoid Dan Seskuiterpenoid

Simplisia disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga kering. Pada

residu diteteskan vanilin-asam sulfat. Terbentuknya warna-warna menunjukan

adanya senyawa monoterpenoid dan seskuiterpenoid.

3.6.6 Steroid dan Triterpenoid

Simplisia disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga kering. Pada

residu diteteskan preaksi Liebermann-Burchard. Terbentuknya warna ungu

menunjukkan dalam rebusan terkandung kelompok senyawa triterpenoid, sedangkan

bila terbentuk hijau-biru menunjukkan daalam rebusan terkandung kelompok

senyawa steroid.

17

Page 18: bab 1, 2, 3 revisi

3.6.7 Kuinon

Simplisia digerus dan dipanaskan dengan air, kemudian disaring, filtrat ditetesi

larutan NaOH, terbentuknya warna kuning jingga merah menunjukan adanya

senyawa kuinon.

3.7 Pengujian Efek Antiinflamasi

Pengujian aktivitas antiinflamasi menggunakan metode induksi karagenan

dengan variasi tiga dosis. Pengujian dilakukan dengan cara menyuntikan suspensi

karagenan 1 % secara intraplanar pada telapak kaki tikus putih jantan.

Tahap – tahap yang dilakukan untuk pengujian aktivitas antiinflamasi adalah

sebagai berikut :

1. tikus dipuasakan ± 18 jam sebelum pengujian tetapi minum tetap diberikan

2. pada hari pengujian, tikus ditimbang bobotnnya dan dikelompokan menjadi :

a. Kelompok kontrol negatif yang hanya diberi zat pembawa, yaitu suspensi

CMC 1%

b. Kelompok uji 1, tikus diberi ekstrak etanol daging buah labu kuning dengan

dosis sebesar 15,3 g/Kg BB.

c. Kelompok uji 2, tikus diberi ekstrak etanol daging buah labu kuning dengan

dosis sebesar 30,6 g /Kg BB.

d. Kelompok uji 3, tikus diberi ekstrak etanol daging buah labu kuning dengan

dosis sebesar 61,2 g/Kg BB.

e. Kelompok kontrol positif (pembanding) yang diberi suspensi piroxsikam

dengan dosis 0,45 mg / Kg BB.

18

Page 19: bab 1, 2, 3 revisi

3. Kaki kiri belakang tikus ditandai dengan spidol (melingkar).

4. Satu jam sebelum induksi masing-masing kelompok diberi obat secara oral.

5. Tiap kelompok diinduksi dengan suspensi karagenan yang disuntikan secara

intraplanar pada kaki kiri sebanyak 0,05 ml.

6. Volume kaki kiri diukur dengan cara mencelupkan ke dalam alat plestismometer

sampai pada batas yang ditandai (tanda pada kaki harus sama).

7. Semua data dicatat dan ditabulasi serta dibuat rata-rata perkelompok.

8. Volume telapak kaki tikus kontrol dan kelompok uji dibandingkan secara

statistik.

9. Cara evaluasi : rata-rata % reduksi radang dihitung dengan rumus :

% reduksi radang a−b

a100 %

Dimana : a = volume rata-rata telapak kaki kelompok kontrol

b = volume rata-rata telapak kaki uji

(Erlina,2007)

3.8 Analisis Data Statistik

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunkan program

statistika metode SPSS untuk mengetahui ada tidaknya efek antar perlakuan diuji

dengan oneway ANOVA (Analisis of Variance), kemudian dilanjutkan dengan uji

LSD untuk melihat perbedaan yang nyata antar perlakuan.

19

Page 20: bab 1, 2, 3 revisi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tumbuhan

Dari hasil determinasi yang telah dilakukan di Herbarium Jatinangor

Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA Universitas

Padjadjaran, Bandung menunjukan bahwa tumbuhan yang di identifikasi adalah labu

kuning. Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Penapisan Fitokimia

Hasil penapisan fitokimia menunjukan bahwa ekstrak etanol daging buah labu

kuning mengandung senyawa metabolit sekunder golongan alkoloid, flavonoid,

saponin dan tanin. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia Daging Buah Labu Kuning

No. Nama Senyawa Hasil Ket.1. Alkaloid + Jingga coklat2. Flavonoid + Kuning3. Polifenolat dan Tanin - -4. Saponin + Pembentukan busa5. Monoterpen dan - -6. Seskieterpen - -7. Tanin + Biru hitam

Keterangan : (+) Terdeteksi

(-) Tidak Terdeteksi

20

Page 21: bab 1, 2, 3 revisi

4.3 Uji Aktivitas Antiinflamasi

Pengujian aktivitas antiinflamasi dilakukan dengan menggunakan alat

pletismometer. Induksi radang dilakukan secara kimia menggunakan larutan

karagenan 1 % (b/v) yang disuntikan secara intraplantar pada telapak kaki tikus

sebanyak 0,05 ml. Diikuti dengan pemberian kontrol negatif (CMC), kontrol positif

(piroksikam), dan ekstrak labu kuning 3 variasi yaitu 15,3 g/Kg BB(dosis 1), 30,6

g/Kg BB (dosis II) dan 61,2 g/Kg BB (dosis III).

Pembentukan radang oleh karagenan menghasilkan peradangan akut dan tidak

menyebabkan kerusakan jaringan. Karagenan sebagai penyebab radang dapat

dipengaruhi oleh obat antiradang. Responnya terhadap obat antiinflamasi lebih peka

dibandingkan dengan iritan lainnya (Juheini, 1990).

Adanya kontrol positif dan kontrol negatif bertujuan untuk membandingkan

hasil peroleh dari dosis 1 dosis 2 dan dosis 3 dalam menurunkan peradangan pada

telapak kaki tikus. Kemudian pengukuran dilakukan dengan cara mengukur

pengukuran ekstrak etanol daging buah labu kuning dalam mengurangi pembekakan

pada telapak kaki tikus. Semua kelompok perlakuan menyebabkan penurunan edema.

Data di analisis dengan metode ANAVA ( Analisis Variansi ) menggunakan program

SPSS versi 18. Analisis dilakukan terhadap hasil perubahan volume kaki tikus

dimulai dari 15 menit sampai 180 menit setelah penyuntikan karagenan. Data

perubahan volume kaki tikus dari masing-masing kelompok uji dapat dilihat pada

Lampiran 7.

21

Page 22: bab 1, 2, 3 revisi

Dari perubahan volume kaki tikus dapat dihitung persen kadar pada kaki tikus

yang selanjutnya dapat dibuat diagram perubahan persen radang rata-rata dan

diagram perubahan persen inhibisi radang rata-rata kaki tikus. Kelompok persen

radang kaki tikus yang lebih kecil dari kelompok kontrol positif menunjukan bahwa

bahan uji kecuali kontrol negatif mampu menekan radang yang disebabkan oleh

karagenan. Hasil pengukuran persen radang rata – rata dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 4.2 Persen radang rata – rata kaki kiri tikus

Perlakuan Persen radang rata-rata (%)

Kontrol (-) 64,13Positif (+) 2,04Dosis 1 20,00Dosis 2 11,66Dosis 3 3,33

Keterangan : Kontrol (-) : CMC 1 %Kontrol (+) : Diberi suspensi Piroksikam 0,45 mg/Kg BBDosis 1 : Dosis 1 diberi ekstrak etanol daging buah labu kuning 15,3 g/ Kg BBDosis 2 : Dosis 2 diberi ekstrak etanol daging buah labu kuning 30,2 g/Kg BBDosis 3 : Dosis 3 diberi ekstrak etanol daging buah labu kuning 61,2 g/Kg BB

Kontrol (-) Positif (+) Dosis 1 Dosis 2 Dosis 30

10

20

30

40

50

60

70

Grafik 4.1 Grafik persen radang rata-rata telapak kaki kiri tikus

22

Page 23: bab 1, 2, 3 revisi

Dilihat dari gambar 4.1 bahwa kontrol positif memiliki persen radang rata-rata

yang lebih kecil dari pada dosis I, dosis II, dosis III, untuk ekstrak etanol daging

buah labu kuning dosis III memiliki persen rata-rata yang lebih kecil dari pada

ekstrak etanol daging buah labu kuning dosis 1 dan dosis II. Kontrol negatif

menunjukan persen yang paling tinggi karena hanya diberi CMC 1 % yang tidak

memiliki efek untuk menurunkan radang.

Efek antiinflamasi dapat dilihat dari besarnya persen hambat radang ( inhibisi

radang ) rata – rata ekstrak etanol daging buah labu kuning pada kaki tikus yang

ditunjukan pada tabel berikut :

Tabel 4.3 Persen hambat radang rata – rata ekstrak etanol daging buah labu kuning pada telapak kaki kiri tikus

Perlakuan Persen Hambat Radang (%)Kontrol (+) 96,81

Dosis I 68,81Dosis II 81,80Dosis III 94,80

Keterangan : Kontrol (-) : CMC 1 %Kontrol (+) : Diberi Suspensi Piroksikam 0,45 mg/Kg BB Dosis 1 : Dosis 1 diberi ekstrak etanol daging buah labu kuning 15,3 g/Kg BBDosis 2 : Dosis 2 diberi ekstrak etanol daging buah labu kuning 30,2 g/Kg BBDosis 3 : Dosis 3 diberi ekstrak etanol daging buah labu kuning 61,2 g/Kg BB

Kontrol (+) Dosis I Dosis II Dosis III0

20

40

60

80

100

120

Grafik 4.2 Grafik persen hambat radang rata-rata ekstrak etanol daging buah labu kuning pada telapak kaki kiri tikus

23

Page 24: bab 1, 2, 3 revisi

Dapat dilihat dari gambar 4.2 bahwa infusa ekstrak etanol daging buah labu

kuning dosis 1 memiliki persen hambat radang yang lebih kecil dari pada dosis III,

dosis II dan dengan kontrol posotif. Ekstrak etanol daging buah labu kuning dosis II

memiliki persen hambat radang rata-rata yang lebih kecil dari pada dosis III dan

dengan kontrol positif, dan dosis III mempunyai mempunyai persen hambat radang

yang lebih rendah dari pada kontrol positif. Kontrol posotif atau obat pembanding

yang dipakai dalam penelitian ini adalah piroksikam yang mana mekanisme kerjanya

adalah menghambat enzim siklooksigenase yang berperan dalam pembentukan

prostaglandin.

Senyawa metabolit sekunder yang diduga sebagai antiinflamasi dalam daging

buah labu kuning adalah flavonoid yang dalam tubuh mekanisme kerjannya sama

dengan mekanisme kerja piroksikam yaitu bertindak menghambat enzim

siklooksigenase yang berperan dalam biosintesis prostaglandin.

Berdasarkan uji normalitas kolmogorov-smirnov terlihat bahwa sampel

terdistribusi normal (0,410>0,05) sehingga Ho diterima, artinya kelima kelompok

perlakuan diambil dari populsi yang terdistribusi normal. Berdasarkan uji Levene

menunjukan bahwa 0,53 > 0,05 sehingga Ho diterima, artinya semua variasi

homogen. Karena sampel terdistribusi normal dan semua variasi homogen, maka

selanjutnya uji ANAVA.

Berdasarkan uji ANAVA, terlihat bahwa data berbeda secara signifikan (0,000 <

0,05) sehingga Ho ditolak, artinya bahwa terdapat perbedaan aktivits di setiap

kelompok. Kemudian dilakukan uji lanjutan LSD untuk melihat efek terkecil sampai

24

Page 25: bab 1, 2, 3 revisi

dengan terbesar antara yang satu dengan yang lain sehingga diperoleh susunan

kelompok yang berbeda.

Hasil uji lanjutan LSD menunjukan bahwa kontrol positif, ekstrak etanol daging

buah labu kuning dosis I, dosis II dan dosis III adanya perbedaan yang bermakna

pada tingkat kepercayaan 95 % bila dibandingkan dengan kontrol negatif. Tetapi

kontrol positif bila dibandingkan dengan dosis I, dosis II, dosis III aktifitas

antiinflamsinya lebih rendah, ini berarti seolah-olah ekstrak etanol daging buah labu

kuning memiliki aktivitas antiinflamasi lebih kuat dari pada kontrol positif atau

pembnding. Namun, itu hanya perbandingan saja untuk mengetahui benar atau

tidaknya bahwa setiap kelompok uji mempunyai aktivitas antiinflamasi yang berbeda

setelah uji ANAVA, karena dapat dilihat lagi pada gambar 4.2 bahwa persen hambat

rata-rata ekstrak etanol daging buah labu kuning masih di bawah persen hambat

rata – rata kontrol positif. Hal ini kelompok kontrol positif atau piroksikam aktivitas

antiinflamasinya lebih kuat.

25

Page 26: bab 1, 2, 3 revisi

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian aktivitas antiinflamasi, ekstrak etanol daging buah labu

kuning memiliki aktivitas sebgai antiinflamasi dengan dosis yang paling efektif

menurunkan radang adalah dosis 61,2 g / Kg BB.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menguji aktivitas ekstrak etanol

daging buah labu kuning sebagai antiinflamasi dengan metode lain dan perlu

dilakukan pengujian toksisitas sehingga dapat dinyatakan bahwa ekstrak etanol

daging buah labu kuning aman untuk digunakan sebagai obat.

26