acara 3 telmi revisi

30
ACARA III UJI KERUSAKAN MINYAK A. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum acara uji kerusakan minyak adalah: 1. Mengetahui macam-macam dan penyebab kerusakan minyak/lemak 2. Menentukan angka peroksida 3. Menentukan asam lemak bebas (% FFA) 4. Menentukan bilangan TBA (Thio Barbituric Acid) B. Tinjauan Pustaka Antioksidan dalam lemak dan minyak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi. Antioksidan terdapat secara alamiah dalam lemak nabati dan kadang-kadang sengaja ditambahkan. Ada dua macam antioksidan, yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Antioksidan alami antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol dan asam askorbat. Yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai keaktifan vitamin E dan memiliki banyak ikatan rangkap yang mudah dioksidasi

Upload: ratih-ismawanti

Post on 16-Sep-2015

266 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Kerusakan karena timbulnya aroma tengik disebabkan oleh oksidasi lemak menghasilkan senyawa aldehid dan peroksida. Proses oksidasi tersebut menimbulkan bau serta rasa yang dapat menurunkan mutu dari makanan. Oksidasi yang terjadi dapat diperlambat dengan memberikan penghambat pada produk untuk meminimalisir kontak dengan udara. Kerusakan lemak/minyak yang terjadi pada bahan ditandai dengan timbulnya bau tengik, tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka TBA. Menurut SNI 01-2352-1991, produk dengan kandungan lemak tinggi seperti ikan dikatakan baik apabila memiliki nilai TBA kurang dari 3 mg malonaldehid/kg sampel

TRANSCRIPT

ACARA IIIUJI KERUSAKAN MINYAK

A. Tujuan PraktikumTujuan dari praktikum acara uji kerusakan minyak adalah:1. Mengetahui macam-macam dan penyebab kerusakan minyak/lemak2. Menentukan angka peroksida3. Menentukan asam lemak bebas (% FFA)4. Menentukan bilangan TBA (Thio Barbituric Acid)

B. Tinjauan PustakaAntioksidan dalam lemak dan minyak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi. Antioksidan terdapat secara alamiah dalam lemak nabati dan kadang-kadang sengaja ditambahkan. Ada dua macam antioksidan, yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Antioksidan alami antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol dan asam askorbat. Yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai keaktifan vitamin E dan memiliki banyak ikatan rangkap yang mudah dioksidasi sehingga akan melindungi lemak dari oksidasi. Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat digolongkan sebagai sinergik (Winarno, 2004).Kerusakan karena timbulnya aroma tengik disebabkan oleh oksidasi lemak menghasilkan senyawa aldehid dan peroksida. Proses oksidasi tersebut menimbulkan bau serta rasa yang dapat menurunkan mutu dari makanan. Oksidasi yang terjadi dapat diperlambat dengan memberikan penghambat pada produk untuk meminimalisir kontak dengan udara. Kerusakan lemak/minyak yang terjadi pada bahan ditandai dengan timbulnya bau tengik, tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka TBA. Menurut SNI 01-2352-1991, produk dengan kandungan lemak tinggi seperti ikan dikatakan baik apabila memiliki nilai TBA kurang dari 3 mg malonaldehid/kg sampel (Triwarsita, 2013). Kemiri merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Sumatera Utara maupun di daerah lainnya di Indonesia. Dari buahnya dapat diperoleh minyak kemiri yang kaya akan kandungan asam lemak tak jenuh yaitu C18:1, C18:2 dan C18:3 sebagai trigliserida. Hasil pengujian bilangan peroksida, bilangan asam dan asam Lemak Bebas (%) hasil ekstraksi minyak kemiri masing-masing adalah 1,245; 6,3-8,0 dan 1,273. Selanjutnya hasil analisis kromatografi gas terhadap MEAL (metil ester asam lemak) minyak kemiri memberikan kromatogram dengan komposisi asam lemak yang terdiri dari C8:0 = 0,34%, C10:0 =0,30%, C12;0 = 2,46 %, C14:0 = 1,04%, C16:0= 6,98%, C18:0=2,85%, C18:1 =22,73%, C18:2 = 38,83% dan C18:3 =24,23% (Ginting, 2008).Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya, sebaliknya jika angka asamnya rendah maka kualitas minyak tersebut bagus dan layak untuk dikonsumsi. Parameter yang penting untuk mengetahui kualitas minyak adalah dari angka asam. Penentuan angka asam dilakukan penambahan alkohol penambahan alkohol ini bertujuan untuk melarutkan asam lemak. Standar angka asam minyak goreng menurut SNI adalah max 2 mg KOH/g. Bilangan peroksida merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Adanya peroksida menunjukkan telah terjadinya proses oksidasi pada minyak tersebut. Semakin tinggi kadar peroksida di dalam minyak, semakin luas proses oksidasi yang terjadi, artinya kerusakan minyak semakin berlanjut dan minyak akan semakin berbau tengik. Standar bilangan peroksida minyak goreng menurut SNI adalah max 2 mg eq/gram (Wijayanti, 2012).Ketengikan terjadi karena adanya kandungan lemak yang tinggi pada produk, sehingga terjadi kerusakan yang diantaranya dapat disebabkan oleh absorbsi bau oleh lemak, aksi oleh enzim dalam jaringan bahan yang mengandung lemak, aksi mikroba dan oksidasi oleh oksigen udara atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab kerusakan tersebut. Atau mungkin disebabkan oleh kandungan vitamin E yang terdapat dalam bahan yang merupakan antioksidan ternyata belum mampu secara aktif menghambat terbentuknya radikal bebas yang menyebabkan timbulnya bau tengik. Peningkatan angka TBA juga dimungkinkan disebabkan oleh sudah rusaknya vitamin E dalam bahan, dimana selama penyimpanan vitamin E yang ditambahkan mengalami oksidasi sehingga aktivitas untuk menghambat proses oksidasi menjadi berkurang. Vitamin E tahan oleh suhu tinggi dan asam, tapi karena bersifat antioksidan maka vitamin E mudah teroksidasi terutama bila ada lemak tengik. Perhitungan angka TBA sesuai rumus: Angka TBA = (3 x A528 x 7,8)/(Berat sampel (g)) (Kusrahayu, 2009). Berdasarkan kromatogram sampel lemak sapi dan lemak ayam diperoleh kandungan asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan komposisi yang relatif berbeda untuk kedua sampel. Dapat terlihat bahwa kandungan asam lemak rantai pendek C8 C12 tidak terdeteksi pada kedua sampel. Berbeda dengan asam lemak jenuh rantai panjang (C16:0, C18:0 dan C20:0), pada lemak sapi kandungannya jauh lebih besar dibanding lemak ayam. Yang paling menonjol adalah kandungan asam linoleat (C18:2) untuk sampel lemak sapi jauh lebih rendah dibandingkan lemak ayam, bahkan untuk asam arakidonat (C20:4) pada sampel lemak sapi tidak terdeteksi. Perbedaan komposisi asam lemak jenuh (SFA), asam lemak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak jenuh ganda (PUFA) menunjukkan bahwa kandungan asam lemak jenuh untuk lemak sapi jauh lebih besar (68%) dibandingkan lemak ayam (33%). Sedangkan komposisi MUFA lemak ayam relatif lebih besar dibanding lemak sapi (Hermanto, 2009).Deep frying adalah penyebab utama dehidrasi, yang berarti bahwa air dan substansi berair terambil dari produk selama penggorengan dan dipindahkan ke minyak yang dimasak. Pada saat yang sama, produk yang digoreng menyerap lemak sekitarnya. Jika produk yang akan digoreng ditempatkan dalam lemak panas, air di permukaan menguap dan air bergerak dari bagian dalam produk yang digoreng menuju lapisan luar, untuk mengurangi hilangnya air di permukaan. Sebagian air yang dikeluarkan tidak mudah bergerak dari permukaan hidrofilik makanan ke hidrofobik minyak, lapisan tipis bentuk uap antara lemak dan produk yang digoreng. Kualitas produk yang dimasak tergantung pada kondisi berikut, proses (temperatur, waktu penggorengan, jenis penggoreng), minyak goreng (sifat dari minyak-kimia dan fisik dan aditif, kontaminan) dan makanan (sifat makanan-kimia dan fisik, persiapan, bahan pertukaran dengan minyak). Menggoreng biasanya dilakukan pada suhu tinggi (antara 160 C dan 180 C) dan dengan adanya udara dan kelembaban, minyak ini menggoreng dan minyak akan mengalami kerusakan fisik dan kimia yang akan mempengaruhi kinerja mereka menggoreng dan stabilitas penyimpanan produk goreng (Abiona, 2011).Perubahan oksidatif tergantung pada tingkat kejenuhan minyak. Degradasi oksidatif lemak dan minyak selama pemanasan tergantung pada kandungan asam polyenoic dan antioksidan alami. Sedangkan dilihat dari komposisi asam lemak tak jenuh, lemak babi itu sangat jenuh, mengandung asam oleat sebagai asam lemak tak jenuh yang besar, dan hanya 6% asam linoleat, asam-satunya polyenoic. Minyak nabati mengandung asam lonoleat yang lebih tinggi (dan sejumlah kecil asam linolenat dalam studi minyak lobak) dibanding lemak babi, yang meningkat sensitivitas mereka terhadap degradasi oksidatif (Dostlov, 2009). Menggoreng adalah proses yang menyebabkan banyak bahan kimia reaksi dalam medium menggoreng menghasilkan sejumlah besar bahan kimia senyawa. Selama penggorengan dan pemanasan, oksidasi, polimerisasi, isomerisasi (baik penggorengan dan pemanasan) dan hidrolisis (hanya selama penggorengan) terjadi pada minyak akan mengakibatkan munculnya berbagai produk sampingan. Diantara produk ini, produk berbobot molekul lebih tinggi lebih banyak dibandingkan dengan trigliserida yang dihasilkan berasal dari reaksi polimerisasi dan oksidasi. Dalam mempresentasikan hasil kerja dan demi kesederhanaan semua senyawa ini akan disebut polimer. Polimer dikaitkan sebelumnya untuk peningkatan kepadatan minyak (Kalogianni, 2011). Semakin lama dan semakin besar kontak antara minyak dengan oksigen, maka akan terjadi peningkatan peroksida minyak. Perubahan asam lemak bebas selama proses disebabkan adanya peristiwa hidrolisis baik enzimatis maupun non enzimatis terhadap lemak yang dikandung. Proses hidrolisis lemak atau minyak yang dapat menghasilkan asam-asam lemak bebas disebabkan oleh adanya air dalam jaringan pangan yang mengandung lemak atau minyak. Standar angka asam lemak bebas maksimal yang diperkenankan oleh Codex Stan 19-1981 (rev. 2-1999) adalah sebesar 0.5% sedangkan berdasarkan SNI 3741-1995, asam lemak bebas yang diperbolehkan dalam minyak goreng maksimum 0,3%. (Mulyadi, 2011).Sifat fisika lemak antara lain: tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organik misalnya, eter, aseton, kloroform, benzena yang sering disebut pelarut lemak; ada hubungan dengan asam-asam lemak atau esternya; mempunyai kemungkinan digunakan oleh makhluk hidup. Lemak dan gliserida asam lemak pendek dapat larut dalam air, sedangkan gliserida asam lemak panjang tidak larut. Semua gliserida larut dalam ester, kloroform atau benzene. Alkohol panas adalah pelarut lemak yang baik. Ester asam lemak dengan monohidroksi alkohol yang mempunyai rantai karbon panjang, antara 14 sampai 34 atom karbon. Lilin tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut lemak. Lilin tidak mudah terhidrolisis seperti lemak dan tidak dapat diuraikan oleh enzim yang menguraikan lemak (Poedjiadi, 2009).Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan reaktif akibat hilangnya satu atom hidrogen. Tahap propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi. Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru.Inisiasi : RH R* + H*Propagasi : R* + O2 ROO* : ROO* + RH ROOH + R*Terminasi : ROO* + ROO* : R* + ROO* : R* + R* (Effendi, 2009)

C. Metodologi1. Alat a. Timbangan analitikb. Erlenmeyer 250 mlc. Pipet ukurd. Burete. Statiff. Pipet tetesg. Gelas ukurh. Hot plate2. Bahan a. Minyak kelapa b. Minyak kacang tanahc. Minyak sapid. Minyak ayame. Asam asetat-cloroform (3:2)f. KI jenuhg. Aquadesth. Na2S2O3 0,1 Ni. Larutan pati 1%j. Alkohol netralk. Indikator phenolphtaleinl. NaOH 0,1 N3. Cara kerjaa. Penentuan angka peroksida

Ditimbang 5 gr sampel dalam erlenmeyer tertutup, ditambah 30 ml asam asetat-kloroform (3:2), digoyangkan sampai semua bahan larut, dan ditambah 0,5 ml KI jenuhDidiamkan 1 menit sambil digoyang, ditambah 30 ml aquadestDitambah 0,5 ml larutan amilum 1% kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilangDicatat volume titran yang digunakan dan dihitung angka peroksidanya

b. Penentuan asam lemak bebas (FFA)

Ditimbang 20 gr sampel, ditambah 50 ml alkohol netral panas, dan ditambah 3 tetes indikator ppDititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah jambu dan tidak hilang selama 30 detikDicatat volume NaOH yang digunakan, dan dihitung asam lemak bebas yang dinyatakan sebagai % FFA atau sebagai angka asam

c. Penentuan bilangan TBA

Destilat yang diperoleh diaduk merata, dipipet 5 ml ke dalam tabung reaksi tertutupDitambahkan 5 ml pereaksi TBA, ditutup, dicampur merata, kemudian dipanaskan selama 30 menit dalam air mendidihBlanko dibuat dengan menggunakan 5 ml aquades daan 5 ml pereaksi, dilakukan seperti penetapan sampelTabung reaksi didinginkan dengan air pendingin selama + 10 menit, diukur adsorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nolDihitung bilangan TBAnya, dinyatakan dalam mg malonaldehid per kg sampel. Bilangan TBA = 7,8 DDitimbang bahan sebanyak 10 gram, dimasukkan ke waring blender, ditambahkan 50 ml aquades, dan dihancurkan selama 2 menitDipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5 ml aquadesDitambahkan + 2,5 ml HCl 4 MDitambahkan batu didih dan pencegah buih secukupnya dan labu destilasi dipasang pada alat destilasiDestilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 destilat selama 10 menit

D. Hasil dan Pembahasan1. Penentuan Angka PeroksidaTabel 3.1 Penentuan Angka PeroksidaKelSampelBerat Sampel (gr)Na2S2O3N Na2S2O3Angka Peroksida (MeQ)

1Minyak Kelapa Parut BasahSetelah Penggorengan51,10,122

7Sebelum Penggorengan5-0,1-

2Minyak Kelapa Parut KeringSetelah Penggorengan50,90,118

8Sebelum Penggorengan5-0,1-

3Minyak Kacang TanahSetelah Penggorengan50,30,16

9Sebelum Penggorengan52,30,146

4Minyak KemiriSetelah Penggorengan50,20,14

10Sebelum Penggorengan5-0,1-

5Lemak AyamSetelah Penggorengan510,120

11Sebelum Penggorengan51,50,130

6Lemak SapiSetelah Penggorengan50,20,14

12Sebelum Penggorengan5-0,1-

Sumber: Laporan SementaraPada praktikum Acara III Uji Kerusakan Minyak ini sampel didapat dari ekstraksi minyak praktikum sebelumnya. Penentuan angka peroksida pada praktikum ini dilakukan dengan metode titrasi. Metode titrasi tersebut menggunakan larutan Na2S2O3. Penentuan angka peroksida ini dilakukan dengan menambahkan 5 gram sampel minyak dengan 30 ml asam asetat-kloroform (3:2), 0,5 ml larutan KI jenuh dan 30 ml aquades, kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai warna kuning hampir hilang dan ditambah dengan larutan pati 1% lalu titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang. Terbentuknya warna biru setelah penambahan amilum dikarenakan struktur molekul amilum yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul iodin maka terbentuklah warna biru. Tujuan pengujian bilangan peroksida adalah untuk menentukan nilai peroksida lemak dan minyak yang biasa digunakan sebagai indikator ketengikan oksidatif. Bilangan peroksida didefinisikan sebagai miliekuivalen peroksida per kilogram lemak yang ditentukan melalui prosedur titrasi untuk mengukur jumlah peroksida atau kelompok hidroperoksida dalam lemak dan minyak. Untuk mengetahui jumlah lemak atau minyak, kelebihan kalium iodida ditambahkan, yang kemudian akan bereaksi dengan peroksida dalam sampel. Iodin yang dibebaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat standar menggunakan indikator pati. Perhitungan jumlah kalium iodida yang diperlukan untuk bereaksi dengan peroksida digunakan untuk menentukan nilai peroksida (Nielsen, 2010).Peroksida terbentuk dikarenakan adanya proses oksidasi lemak dan minyak yang terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan reaktif akibat hilangnya satu atom hidrogen. Tahap propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksida. Radikal peroksida lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (Effendi, 2009).Berdasarkan data praktikum, seluruh sampel mengalami kerusakan dengan adanya angka peroksida kecuali minyak sebelum penggorengan dari minyak kelapa parut basah, minyak kelapa parut kering, minyak kemiri dan lemak sapi. Sedangkan urutan angka peroksida dari yang tertinggi hingga terendah adalah minyak kacang tanah sebelum penggorengan, lemak ayam sebelum penggorengan, minyak kelapa parut basah setelah penggorengan, lemak ayam setelah penggorengan, minyak kelapa parut kering setelah penggorengan, minyak kacang tanah setelah penggorengan, lemak sapi setelah penggorengan dan minyak kemiri setelah penggorengan. Penyimpangan terjadi pada sampel minyak kacang tanah dan lemak ayam sebelum penggorengan lebih tinggi angka peroksidanya dibanding setelah penggorengan. Penyimpangan mungkin disebabkan pada saat setelah ditetesi larutan amilum, penggojogan sampel kurang kuat dan sampel terpapar oksigen sehingga mempercepat terjadinya oksidasi. Selain itu angka peroksida pada sampel lemak ayam setelah penggorengan lebih besar daripada sampel minyak kelapa parut kering, minyak kacang tanah, minyak kemiri setelah penggorengan. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam pengujian, lemak ayam berwujud semi padat sehingga diperlukan pemanasan setiap proses uji. Akibatnya lemak ayam menjadi cepat rusak bila dibandingkan sampel lain. Standar bilangan peroksida maksimal yang diperkenankan oleh Codex Stan 19-1981 (rev. 2-1999) adalah sebesar 3 mek/kg minyak VCO (Mulyadi, 2011). Sedangkan menurut standar bilangan peroksida minyak goreng di Indonesia adalah max 2 mg eq/gram (SNI 01-3741-2002 Standar Mutu Minyak Goreng). Maka seluruh sampel yang digunakan dalam praktikum tidak memenuhi standar kecuali minyak sebelum penggorengan dari minyak kelapa parut basah, minyak kelapa parut kering, minyak kemiri dan lemak sapi. Disarankan agar tidak digunakan karena kandunga peroksida yang sangat tinggi dapat mengganggu kesehatan konsumen.Tingginya angka/jumlah peroksida dipengaruhi oleh kandungan asam lemak dalam lemak atau minyak. Asam lemak tidak jenuh lebih mudah mengalami oksidasi dibanding asam lemak jenuh sehingga menghasilkan senyawa peroksida yang lebih tinggi. Pada sampel minyak nabati, terdapat banyak ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap yang terdapat pada suatu asam lemak, maka stabilitas oksidatif asam lemaknya semakin rendah. Asam lemak yang terdapat dalam minyak nabati didominasi asam lemak tak jenuh yang mudah teroksidasi menimbulkan bau tengik sehingga masa simpannya pendek (Muhammad, 2011). Minyak kelapa parut didominasi asam laurat yang merupakan asam lemak jenuh (Suarsana, 2012). Minyak kacang tanah didominasi asam oleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (Andaka, 2009). Minyak kemiri didominasi asam linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (Ginting, 2008). Lemak ayam didominasi asam oleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (Hermanto, 2007). Lemak sapi didominasi asam oleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (Witradharma, 2012). Kandungan peroksida yang telah ada dalam sampel dapat mempercepat reaksi oksidasi sampel dan menaikkan angka peroksida. Maka semakin banyak kandungan asam lemak tidak jenuh akan menaikkan angka peroksida.Hubungan antara angka peroksida dan kerusakan minyak adalah berbanding lurus. Semakin besar bilangan peroksida maka semakin besar pula kerusakan minyak, dan sebaliknya. Faktor yang mempengaruhi kerusakan minyak antara lain adanya pemanasan, antioksidan dan prooksidan, adanya kandungan logam, asal minyak, cara ekstraksi minyak.2. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)Tabel 3.2 Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)KelSampelBerat Sampel (gr)NaOH (ml)% FFAAngka Asam

1Minyak Kelapa Parut BasahSetelah Digoreng203,20,320,896

7Sebelum Digoreng201,80,130,504

2Minyak Kelapa Parut KeringSetelah Digoreng204,40,441,232

8Sebelum Digoreng203,50,350,980

3Minyak Kacang TanahSetelah Digoreng202,50,350,701

9Sebelum Digoreng205,50,781,543

4Minyak KemiriSetelah Digoreng2037,255,1810,482

10Sebelum Digoreng2039,055,4511,129

5Lemak AyamSetelah Digoreng202,50,350,701

11Sebelum Digoreng203,70,521,038

6Lemak SapiSetelah Digoreng2037,255,180,336

12Sebelum Digoreng2040,400,796

Sumber: Laporan SementaraPenentuan asam lemak bebas pada praktikum ini dengan metode titrasi. Sampel tersebut dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N. Sebelum di lakukan titrasi, 20 gram sampel minyak ditambah dengan 50 ml etanol dan 3 tetes indikator phenolphthalein (pp) untuk menandai perubahan warna pada saat titrasi. Titrasi minyak dengan larutan NaOH diakhiri setelah terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang selama 30 detik. Penambahan etanol berfungsi mengoptimalkan pelarutan minyak, pewarna merah dengan alkali dan phenolphthalein agar terjadi reaksi esterifikasi supaya menjadi lilin sehingga tidak larut di lemak. Lemak dan minyak tidak larut air tetapi larut dalam pelarut organik seperti etanol. Etanol bersifat polar akan lebih mudah melarutkan asam lemak bebas yang bersifat non polar dan larut dalam minyak dapat larut pada fase yang sama dengan NaOH. Larutan NaOH ini bersifat polar, sehingga pada saat titrasi asam lemak bebas dengan NaOH dapat berinteraksi, karena etanol ini gugus OH sifatnya hidrofil (suka air) dan rantai karbon CH3CH2 bersifat hidrofob.Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Angka asam menjadi parameter penting dalam penentuan kualitas minyak dan lemak dengan menunjukkan kadar asam lemak bebas. Asam lemak bebas dapat berasal dari reaksi hidrolisa, reaksi kimia, pemanasan, proses fisika atau reaksi enzimatis ataupun karena proses pengolahan minyak dan lemak yang kurang baik. Maka semakin tinggi angka asam menunjukkan semakin tingginya minyak atau lemak yang terhidrolisis atau mengalami kerusakan.Hubungan antara angka asam dan kadar asam lemak bebas (FFA) berbanding lurus. Nilai FFA menunjukkan korelasi antara angka asam dibandingkan dengan faktor konversi yang sesuai dengan asam lemak dominan pada minyak atau lemk. Standar angka asam minyak goreng menurut SNI adalah max 2 mg KOH/g.Sampel minyak yang berbeda berpengaruh terhadap angka asam. Sebelum menentukan besarnya angka asam setiap sampel minyak, dihitung % FFA masing-masing sampel terlebih dulu. Setelah itu, angka asam minyak dihitung cara mengalikan % FFA dengan faktor konversi. Faktor konversi untuk minyak berbeda-beda tergantung asam lemak penyusunnya yang dominan. Faktor konversi untuk asam oleat adalah 1,99; faktor konversi untuk asam laurat adalah 2,80; dan faktor konversi untuk asam linoleat adalah 2,01. Minyak kelapa parut didominasi asam laurat. Minyak kacang tanah, lemak ayam dan lemak sapi didominasi asam oleat. Minyak kemiri didominasi asam linoleat. Sama seperti di atas, minyak atau lemak yang mengandung asam lemak tidak jenuh lebih mudah mengalami kerusakan dibanding asam lemak jenuh menghasilkan asam lemak bebas yang lebih besar.Berdasarkan data praktikum, urutan asam lemak bebas (%FFA) dari tertinggi hingga terendah adalah minyak kemiri sebelum digoreng, minyak kemiri setelah digoreng, lemak sapi setelah digoreng, minyak kacang tanah sebelum digoreng, lemak ayam sebelum digoreng, minyak kelapa parut kering setelah digoreng, lemak sapi sebelum digoreng, minyak kelapa parut kering sebelum digoreng, minyak kacang tanah setelah digoreng, lemak ayam setelah digoreng, minyak kelapa parut basah setelah digoreng dan minyak kelapa parut basah sebelum digoreng. Keberadaan asam lemak bebas dalam lemak/minyak biasanya dijadikan indikator awal terjadinya kerusakan lemak/minyak karena proses hidrolisis. Berdasarkan SNI 3741-1995 standar mutu minyak goreng dengan persyaratan asam lemak bebas sebesar maksimal 0,3%. Maka minyak atau lemak yang tidak memenuhi standar adalah semua sampel minyak atau lemak kecuali minyak kelapa parut basah sebelum digoreng.Sedangkan urutan angka asam dari tertinggi hingga terendah adalah minyak kemiri sebelum digoreng, minyak kemiri setelah digoreng, minyak kacang tanah sebelum digoreng, minyak kelapa parut kering setelah digoreng, lemak ayam sebelum digoreng, minyak kelapa parut kering sebelum digoreng, minyak kelapa parut basah setelah digoreng, lemak sapi sebelum digoreng, minyak kacang tanah setelah digoreng, lemak ayam setelah digoreng, minyak kelapa parut basah sebelum digoreng dan lemak sapi setelah digoreng. Menurut SNI 3741-2002, bilangan asam pada mutu I maksimal 0,6 mg KOH/g dan mutu II maksimal 2 mg KOH/g. Maka minyak atau lemak yang tidak memenuhi standar mutu I adalah minyak kelapa parut basah sebelum digoreng dan lemak sapi setelah digoreng. Sedangkan yang memenuhi standar mutu II adalah minyak kacang tanah sebelum dan setelah digoreng, minyak kelapa parut kering sebelum dan setelah digoreng, lemak ayam sebelum dan setelah digoreng, minyak kelapa parut basah setelah digoreng dan lemak sapi sebelum digoreng. Sedangkan sampel yang tidak memenuhi standar adalah minyak kemiri sebelum dan setelah digoreng.Ada banyak penyimpangan yang terjadi selama praktikum seperti %FFA yang lebih besar antara sampel sebelum penggorengan dibanding setelah penggorengan pada sampel kacang tanah, kemiri dan lemak ayam atau lebih besar lemak sapi yang lebih tinggi dibanding sampel nabati. Hal ini mungkin disebabkan pada saat titrasi, larutan belum mencapai perubahan warna yang semestinya sehingga mempengaruhi perhitungan angka asam serta sampel yang sama berasal dari sumber yang berbeda. Faktor yang mempengaruhi besar angka asam adalah besar kerusakan pada minyak, besar normalitas dan volume NaOH yang digunakan saat titrasi dan berat molekul asam lemak.3. Penentuan Bilangan TBATabel 3.3 Penentuan Bilangan TBAKelSampelAbsorbansiRata-rata AbsorbansiTBA

123

1Minyak Kelapa Parut BasahSebelum Digoreng0,15830,15940,15950,15830,370

7Setelah Digoreng0,05210,05360,05370,05310,124

2Minyak Kelapa Parut KeringSebelum Digoreng0,32070,32090,32080,32080,751

8Setelah Digoreng0,01680,01780,01970,01810,042

3Minyak Kacang TanahSebelum Digoreng0,31780,31780,31780,31780,744

9Setelah Digoreng0,11280,11300,11320,11300,264

4Minyak KemiriSebelum Digoreng0,78040,78170,7820,78141,828

10Setelah Digoreng0,11280,11300,11320,11300,264

5Minyak AyamSebelum Digoreng0,39450,39450,39450,39450,876

11Setelah Digoreng0,24230,24230,24230,24230,577

6Minyak SapiSebelum Digoreng0,17080,17080,17080,17080,4

12Setelah Digoreng0,07980,07980,07980,07980,187

Sumber: Laporan SementaraUji Thio Barbituric Acid (TBA) dipakai untuk menentukan adanya ketengikan. Lemak yang tengik akan bereaksi dengan Thio Barbituric Acid menghasilkan warna merah. Intensitas warna menunjukkan derajat ketengikan (Winarno, 2004). Semakin tinggi bilangan TBA maka tingkat oksidasi lemak/minyak semakin tinggi, maka kerusakan minyak pun semakain besar. Pada reaksi oksidasi lemak, komponen hasil dekomposisi lemak yang terbentuk adalah malonaldehid, yang merupakan senyawa turunan aldehid. Adanya malonaldehid pada sampel minyak menunjukkan bahwa sampel telah mengalami oksidasi lanjut. Senyawa malonaldehid yang terbentuk akan bereaksi dengan pereaksi TBA dan menghasilkan pigmen warna merah. Intensitas warna merah ini kemudian diukur secara spektroskopis pada panjang gelombang 528 nm. Hasil pengukuran yang didapat dinyatakan sebagai bilangan TBA yang nilainya setara dengan jumlah malonaldehid pada sampel. Berdasarkan data praktikum, urutan sampel yang memiliki bilangan TBA dari tertinggi hingga terendah adalah minyak kemiri setelah digoreng, lemak ayam setelah digoreng, minyak kelapa parut kering setelah digoreng, minyak kacang tanah setelah digoreng, lemak ayam sebelum digoreng, lemak sapi setelah digoreng, minyak kelapa parut basah setelah digoreng, minyak kacang tanah sebelum digoreng, minyak kemiri sebelum digoreng, lemak sapi sebelum digoreng, minyak kelapa parut basah sebelum digoreng dan minyak kelapa parut kering sebelum digoreng. Pada semua sampel menunjukkan nilai TBA setelah penggorengan lebih tinggi daripada sebelum penggorengan. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori karena minyak setelah diberi perlakuan penggorengan akan mengalami kerusakan yang lebih besar.Perhitungan angka TBA sesuai rumus:

Angka TBA = (3 x A528 x 7,8)/(Berat sampel (g)).Menurut SNI 01-2352-1991, produk dengan kandungan lemak tinggi dikatakan baik apabila memiliki nilai TBA kurang dari 3 mg malonaldehid/kg sampel. Minyak kelapa parut didominasi asam laurat. Minyak kacang tanah, lemak ayam dan lemak sapi didominasi asam oleat. Minyak kemiri didominasi asam linoleat. Sama seperti di atas, minyak atau lemak yang mengandung asam lemak tidak jenuh lebih mudah mengalami kerusakan dibanding asam lemak jenuh menghasilkan senyawa malonaldehid yang lebih besar.

E. Kesimpulan Berdasarkan praktikum Acara III. Uji Kerusakan Minyak yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan:1. Kerusakan minyak dapat diketahui dengan menghitung angka peroksida, angka asam dan bilangan TBA.2. Standar bilangan peroksida menurut Codex Stan adalah maksimal 3 mek/kg, sedangkan menurut SNI adalah maksimal 2 mg eq/gram3. Hubungan antara angka peroksida terhadap kerusakan minyak adalah berbanding lurus.4. Standar %FFA menurut SNI adalah maksimal 0,3%, sedangkan standar angka asam mutu I maksimal 0,6 mg KOH/g dan mutu II maksimal 2 mg KOH/g.5. Hubungan antara angka asam dan kadar asam lemak bebas (%FFA) terhadap kerusakan berbanding lurus.6. Standar bilangan TBA menurut SNI adalah kurang dari 3 mg malonaldehid/kg sampel.7. Hubungan antara bilangan TBA terhadap kerusakan berbanding lurus.

DAFTAR PUSTAKA

Abiona, O.O. 2011. Comparative Study on Effect of Frying Process on The Fatty Acid Profile of Vegetable Oil and Palm Oil. E-International Scientific Research Journal, ISSN: 2094-1749 Volume: 3 Issue: 3, 2011. Andaka, G. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi Minyak Kacang Tanah dengan Pelarut N-Heksana. Jurnal Teknologi, Volume 2 Nomor 1 , Juni 2009, 80-88.Dostlov, J. 2009. Oxidative Changes of Vegetable Oils during Microwave Heating. Czech Journal Food Science, Vol. 23, No. 6: 230239.Effendi, M. S. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung.Ginting, M. 2008. Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Polihidroksi yang Diperoleh Melalui Epoksidasi Minyak Kemiri. Jurnal Penelitian MIPA, Volume 2, Nomor 1 Juni 2008.Hermanto, S. 2009. Profil dan Karakteristik Lemak Hewani (Ayam, Sapi dan Babi) Hasil Analisa FTIR dan GCMS. Jurnal Teknologi Pangan, Vol. 21, No. 8, 2009.Kalogianni, E.P. 2011. Effect of Repeated Frying on The Viscosity, Density and Dynamic Interfacial Tension of Palm and Olive Oil. Journal of Food Engineering 105 (2011) 169179.Kusrahayu. 2009. Pengaruh Lama Penyimpanan Krim Susu yang Ditambah Ekstrak Kecambah Kacang Hijau terhadap Angka Thiobarbituric Acid (TBA), Kadar Lemak dan Kadar Protein. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan Semarang, 20 Mei 2009.Mulyadi, A. F. 2011. Perancangan Unit Pengolahan Virgin Coconut Oil (VCO) Skala Industri Kecil: Kajian Lokasi Tanam dan Lama Waktu Tunda Kelapa Sebelum Proses. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 12 No. 3 [Desember 2011] 193-200.Nielsen, S. S. 2010. Food Analysis Laboratory Manual. Springer Science+Business Media. New York.Suarsana, M. 2012. Pemanfaatan Biji Labu dalam Pembuatan Minyak Kelapa secara Fermentatif. WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 11, No.3 April 2012.Triwarsita, W. S. A. 2013. Pengaruh Penggunaan Edible Coating Pati Sukun (Artocarpus Altilis) dengan Variasi Konsentrasi Gliserol sebagai Plasticizer terhadap Kualitas Jenang Dodol Selama Penyimpanan. Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013.Wijayanti, H. 2012. Pemanfaatan Arang Aktif dari Serbuk Gergaji Kayu Ulin untuk Meningkatkan Kualitas Minyak Goreng Bekas. Konversi, Volume 1 No.1, Oktober 2012.Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Witradharma, T. W. 2012. Pengaruh Konsumsi Berbagai Jenis Asam Lemak terhadap Indikator Kejadian Aterogenesis pada Tikus Jantan Strain Wistar. Jurnal Teknologi Pangan Vol. 7, No. 12 Mei 2012.

LAMPIRAN

Perhitungan:1. Penentuan Angka Peroksida = -2. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)

2,80 = x = X = 200,36

= 0,35%Angka Asam = faktor x %FFA = 2,08 x 0,35% = 0,983. Penentuan Bilangan TBABilangan TBA = = = 0,042