pkm revisi 3

49
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologis spesifik. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Mortalitas dan morbiditas berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas sentral. Obesitas sentral yaitu distribusi lemak regional pada daerah perut. Lingkar perut dan rasio lingkar perut dengan lingkar pinggul berhubungan dengan besarnya risiko untuk terjadinya gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan disini meliputi berbagai macam penyakit seperti sindroma metabolic, resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas trigliserida dan hemostasis, disfungsi endotel dan hipertensi yang kesemuanya merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya atherosclerosis dengan manifestasi penyakit jantung koroner dan/atau strok 1 . Saat ini diperkirakan jumlah orang di seluruh dunia dengan IMT 30 kg/m 2 melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7% dari populasi orang dewasa di dunia. Prevalensi obesitas meliputi hampir semua spectrum,

Upload: mirzania-mahya-fathia

Post on 26-Jul-2015

116 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PKM Revisi 3

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan

metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologis spesifik.

Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi

lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat

mengganggu kesehatan. Mortalitas dan morbiditas berkaitan dengan obesitas,

terutama obesitas sentral. Obesitas sentral yaitu distribusi lemak regional pada

daerah perut. Lingkar perut dan rasio lingkar perut dengan lingkar pinggul

berhubungan dengan besarnya risiko untuk terjadinya gangguan kesehatan.

Gangguan kesehatan disini meliputi berbagai macam penyakit seperti sindroma

metabolic, resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas trigliserida

dan hemostasis, disfungsi endotel dan hipertensi yang kesemuanya merupakan

faktor risiko utama untuk terjadinya atherosclerosis dengan manifestasi penyakit

jantung koroner dan/atau strok1.

Saat ini diperkirakan jumlah orang di seluruh dunia dengan IMT 30 kg/m2

melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7% dari populasi orang dewasa di dunia.

Prevalensi obesitas meliputi hampir semua spectrum, dari <5% di China, Jepang,

dan negara-negara Afrika tertentu sampai lebih dari 75% di daerah urban Samoa.

Angka obesitas tertinggi di dunia berada di Kepulauan Pasifik pada populasi

Melanesia, Polinesia dan Mikronesia. Di Indonesia data yang ada saat ini

menunjukkan terjadinya pertambahan jumlah penduduk dengan obesitas,

khususnya di kota-kota besar. Penelitian epidemiologi yang dilakukan di daerah

sub urban di daerah Koja, Jakarta Utara, pada tahub 1982, mendapatkan

prevalensi obesitas sebesar 4,2%; di daerah Kayu Putih, Jakarta Pusat sepuluh

tahun kemudian yaitu pada tahun 1992, prevalensi obesitas sudah mencapai

17,1%, dimana ditemukan prevalensi obesitas pada laki-laki dan perempuan

masing-masing 10,9% dan 24,1%. Pada populasi obesitas ini, dislipidemia

terdapat pada 19% laki-laki dan 10,8% perempuan, dan hipertrigliseridemia pada

16,6% laki-laki. Pada penelitian epidemiologi di daerah Depok pada tahun 2001

Page 2: PKM Revisi 3

2

didapatkan 48,6% , pada tahun 2002 didapatkan 45% dan 2003 didapat 44% orang

dengan berat badan lebih dan obes; sedang IMT pada tahun 2001 adalah 25,1

kg/m2, tahun 2002;24,8 kg/m2 dan tahun 2003;24,3 kg/m2. Tetapi walaupun IMT

kurang dari 25 kg/m2, obesitas sentral dapat saja terjadi, sehingga penyesuaian

IMT pada keadaan obesitas perlu diperhatikan, terutama bila IMT diantara 22-29

kg/m2 1. Melihat hal ini, maka obesitas sentral merupakan salah satu penyebab

masalah kesehatan besar.

Obesitas sentral memerlukan penanganan yang efektif untuk menurunkan

lemak tubuh bahkan mencegahnya. Saat ini penanganan masalah obesitas sentral

penyakit makin banyak dan beragam. Salah satu obat yang sering digunakan

untuk mengatasi obesitas dengan menurunkan berat badan yaitu orlistat2. Efek

samping yang dapat terjadi adalah bercak berminyak keluar dari anus, flatus

(buang angin), fekal urgensi, kotoran berminya atau berlemak, meningkatkan

buang air besar, dan inkontinensia alvi. Harga pengobatan yang mahal dan efek

samping yang merugikan akibat konsumsi obat menjadikan masyarakat perlu

mencari alternatif pengobatan yang alami3.

Salah satu bahan alami untuk mencegah berbagai penyakit yang

disebabkan oleh obesitas adalah dengan kedelai. Bahan ekstrak kedelai yang

digunakan dalam penelitian mengandung berbagai zat yang penting untuk tubuh.

Kandungan tersebut diantaranya protein, lemak nabati, karbohidrat, serat, vitamin

A, vitamin B1, vitamin E, mineral, polisakarida, dan isoflavon. Kedelai berperan

penting dalam menurunkan resiko terkena berbagai penyakit degeneratif. Hal

tersebut karena adanya salah satu zat yang dikandung dalam kedelai yaitu

isoflavon. Isoflavon merupakan faktor kunci dalam kedelai sehingga kedelai

memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan3.

Kedelai dapat dikemas dalam berbagai sediaan, salah satunya adalah mi.

Lebih jauh lagi, pengembangan kedelai yang dikemas dalam bentuk mi

memberikan prospek cerah dalam strategi terapi obesitas sentral sebagai faktor

risiko terjadinya berbagai penyakit degeneratif.

Page 3: PKM Revisi 3

3

Rumusan Masalah

Adapun masalah yang dikaji dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana mekanisme kedelai sebagai antiobesitas dalam strategi terapi

obesitas sentral sebagai faktor risiko terjadinya berbagai penyakit degeneratif?

2. Bagaimana peranan dan penerapan pemakaian mi kedelai sebagai antiobesitas

dalam strategi terapi obesitas sentral sebagai faktor risiko terjadinya berbagai

penyakit degeneratif?

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:

1. Mengenalkan potensi lain kedelai yang belum banyak diketahui.

2. Memberikan solusi alternatif untuk terapi obesitas sentral yang lebih alami,

aman, dan terjangkau.

Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari tujuan penulisan karya tulis (PKM-GT) ini adalah:

1. Manfaat bagi mahasiswa

a. Menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa.

b. Media pengembangan serta penerapan ilmu dan teknologi dari disiplin ilmu

yang telah diperoleh.

2. Manfaat bagi masyarakat

a. Memberi pengetahuan tentang khasiat kedelai sebagai alternatif terapi bagi

penderita obesitas sentral dengan pendekatan herbal.

b. Menambah wawasan bagi masyarakat mengenai potensi tanaman obat.

3. Manfaat bagi universitas

a. Meningkatkan citra positif perguruan tinggi sebagai salah satu pencetak

generasi perubahan yang positif bagi bangsa dan negara.

b. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan

oleh perguruan tinggi.

Page 4: PKM Revisi 3

4

TELAAH PUSTAKA

Obesitas Sentral

Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit dimana terjadi penurunan

fungsi atau struktur dari jaringan atau organ seiring bertambahnya usia4. Obesitas

berarti terlalu banyak lemak dalam tubuh atau penimbuan lemak yang berlebihan

di dalam tubuh5. Obesitas terjadi bila seseorang mengkonsumsi lebih banyak

kalori daripada yang ia digunakan. Keseimbangan antara asupan kalori dan

penggunaan kalori tiap orang berbeda. Faktor yang mempengaruhinya antara lain

adalah genetik, asupan makanan berlebih, konsumsi makanan berlemak, dan

kurang aktifitas fisik. obesitas meningkatkan resiko terserang penyakit diabetes,

penyakit jantung, stroke, arthritis, dan beberapa kanker5.

Gambar 1. Penderita Obesitas

Berdasarkan distribusi lemaknya obesitas dibagi menjadi dua, yaitu

obesitas umum dan obesitas sentral. Dikatakan obesitas umum Indeks Massa

Tubuh (IMT) > 25, dan obesitas sentral berdasarkan Lingkar Perut (LP), > 90cm

pada laki-laki dan > 80 cm pada perempuan6. Klasifikasi lain dari National

Institutes of Health tentang obesitas terdapat pada table 17.

Page 5: PKM Revisi 3

5

Tabel 1. Classification of Overweight and Obesity by Percentage of Body Fat,

Body Mass Index, Waist Circumference, and Associated Disease Risk

Disease Risk* Relative to Normal

Weight and Waist Circumference

Body Mass

Index kg/m2

Men, < 102 cm;

Women, < 88 cm

Men, > 102 cm

Women, > 88 cm

Underweight < 18,5 - -

Normal 18,5 – 24,9 - -

Overweight 25,0 – 29,9 Increased High

Obesity, class

I 30,0 – 34,9 High Very high

II 35,0 – 39,9 Very high Very high

III (extreme

obesity)

>40 Extremely high Extremely high

Disease risk for type 2 diabetes, hypertension, and cardiovascular

disease.

Patogenesis obesitas sering dikaitkan dengan disfungsi penyimpanan

energi yang berhubungan dengan resistensi insulin. Dalam hal ini, resistensi

insulin muncul dari proses dan penyimpanan asam lemak dan trigliserid yang

abnormal, dimana asam lemak dan trigliserid ini merupakan molekul utama dalam

penggunaan dan penyimpanan energi tubuh. Terlalu banyak trigliserid atau biasa

disebut sebagai lemak tubuh inilah yang disebut obesitas. Fungsi dari jaringan

lemak ini adalah sebagai penyimpanan energi: mengambil kalori saat dan setelah

makan, menyimpan kalori dalam bentuk trigliserid, dan mengeluarkannya dalam

bentuk asam lemak jika dibutuhkan. Kondisi ini aman untuk tubuh jika trigliserid

disimpan dalam small peripheral adipocytes. Jika penyimpanan dalam adiposit ini

melebihi kapasitas, maka trigliserid akan disimpan di hepatosit, myosit skeletal,

dan adiposit viseral8.

Adiposit mempunyai peran utama dalam homeostasis lipid dalam

mempertahankan keseimbangan energi di organisme vertebrata. Sel ini

menyimpan energi dalam bentuk trigliserid ketika terdapat nutrisi dalam jumlah

Page 6: PKM Revisi 3

6

yang berlebih dan mengeluarkannya dalam bentuk asam lemak bebas ketika tubuh

kekurangan nutrisi. Terdapat dua tipe penyimpanan lemak: jaringan lemak coklat

atau brown adipose tissue (BAT) dan jaringan lemak putih atau white adipose

tissue (WAT); hanya WAT yang penting dalam obesitas. Konsumsi lemak

berlebih dapat menstimulasi pembesaran adiposit (adipocyte hypertrophy) dan

menginduksi differensiasi dari preadiposit di jaringan lemak menjadi adiposit

matur (adipocyte hyperplasia) untuk mengakomodasi tuntutan dari pemintaan

ekstra9. Beberapa faktor transkripsi tercatat sebagai regulator penting dalam pola

diferensiasi dari ekspresi gen dan kandungan lipid dalam sel lemak. Hormon,

termasuk estrogen, growth hormone, thyroid hormone, glucocorti-coids,

catecholamines, glucagons, insulin, and insulin-like growth factor merupakan

regulators dari adipogenesis (Hausman et al, 2001). 17β-Estradiol (E2), estrogen

yang paling banyak keberadaanya, merupakan regulator utama dari perkembangan

adiposit dan jumlah adiposit di wanita dan laki-laki10. E2 dibiosintesis oleh

cytochrome P450 enzyme complex yaitu aromatase dan berperan melalui dua inti

ERs, yaitu ERα and ERβ, yang merupakan ligand-inducible transcription

factors11. Terikatnya E2 ke ERs menghambat lipogenesis dengan menurunkan

aktifitas dari lipoprotein lipase (LPL), suatu enzim yang mengatur pengambilan

lipid oleh adiposit.12 Penurunan LPL mRNA di jaringan lemak akan berjalan

seiring dengan penurunan pengisian lemak di adiposit.13,14

Obesitas memainkan suatu peranan dalam perkembangan diabetes klinis.

Salah satu alasan adalah bahwa obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin di

dalam sel target insulin di seluruh tubuh, jadi membuat jumlah insulin yang

tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik insulin yang biasa.15

Namun, obesitas sentral lebih berperan sebagai faktor risiko terjadinya diabetes

mellitus daripada obesitas umum.6 Obesitas sentral juga meningkatkan resiko

untuk terjadinya hipertensi, penyakit kandung empedu, dan kematian.16

Obesitas juga merupakan salah satu faktor risiko terjadi sindrom metabolik

yang akan mendorong terjadinya gangguan kardiovaskuler.6 Salah satu contohnya

adalah penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik merupakan akibat dari

insufisiensi aliran darah koroner yang diakibatkan karena penyumbatan coroner

Page 7: PKM Revisi 3

7

akut. Penyebab paling sering dari pengurangan aliran darah coroner ini adalah

karena plak aterosklerosis.15

Sumbatan plak aterosklerotik juga dapat terjadi pada satu atau lebih arteri

yang memberi makanan ke otak. Plak biasanya mengaktifkan mekanisme

pembekuan darah, dan menghasilkna bekuan untuk membentuk dan menghambat

arteri, dengan demikian menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut pada area

yang terlokalisasi. Kondisi gangguan fungsi otak ini disebut stroke. Atau pada

seperempat penderita stroke, penyebabnya adalah tekanan darah tinggi yang

membuat salah satu pembuluh darah pecah; terjadi perdarahan, yang

mengkompresi jaringan otak setempat.15

Kedelai dan Isoflavon

Menurut Sharma (1993)17, tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angispermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Polypetales

Family : Leguminosae

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.)

Gambar 2. Kedelai (Glycine max)

Page 8: PKM Revisi 3

8

Berbagai macam kandungan kedelai sebagai berikut :

1. Protein, tersusun oleh sejumlah asam amino (lesitin/ HDL, arginin, lisin,

glisin, niasin, leusin, isoleusin, treonin, triptofan, asam glutamine, fenilalanin).

Protein yang terkandung dalam kedelai diketahui kaya akan asam amino asam

glutamin sebesar 9,106g/100g18. Glutamin adalah asam amino yang banyak

beredar di dalam darah, berfungsi mencegah kerusakan mukosa dan

memperbaiki kebocoran usus (leaky gut). Walaupun glutamin mudah didapat

dari makanan dan disintesa oleh tubuh, tetapi pada kasus tertentu masih

dibutuhkan suplementasi. Misalnya pada penyembuhan kerusakan usus yang

serius, setelah pembedahan besar, dan luka bakar parah18. Pada kedelai

kandungan argini juga tergolong tinggi sebesar 3,647gram19. Arginin adalah

asam amino esensial yang diperlukan tubuh untuk pembuatan cairan seminal,

dan memperkuat system imun18.

2. Lemak nabati

Kedelai selain mengandung asam amino yang relatif lebih lengkap, juga

mengandung asam lemak tidak jenuh tinggi. Asam lemak tak jenuh ini

mempunyai efek menguntungkan dalam sistem vaskular, yaitu memberikan

efek perlindungan terhadap penyakit jantung koroner dengan menurunkan

total kolesterol dalam darah20.

3. Karbohidrat, sebagai sumber energi atau tenaga didalam tubuh. Digunakan

dalam bentuk gula, bersama dengan oksigen menghasilkan energy dalam

ukuran satuan kalori. Untuk satu gram karbohidrat dihasilkan sebesar 4 kkal

(kilo kalori). Anjuran WHO (1990) untuk konsumsi karbohidrat adalah sekitar

55-75 persen dari total kebutuhan energy. Dengan lebih banyak asupan

karbohidrat, kita dapat menggemat penggunaan protein sebagai sumber

energi18.

4. Serat / fiber, berguna untuk memperlancar sistem pencernaan dalam tubuh3.

5. Vitamin A, pada biji kedelai berasal dari karoten, yang merupakan bahan

dasar vitamin A, membantu kelancaran fungsi organ penglihatan dan

pertumbuhan tulang3.

Page 9: PKM Revisi 3

9

6. Vitamin B1, disebut juga tianin, zat yang berperan dalam reaksi-reaksi dalam

tubuh yang menghasilkan energi. Vitamin B1 berfungsi sebagai koenzim

(membantu kerja enzim) penting dalam system metabolism tubuh untuk

menghasilkan energy dari karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, vitamin

B1 yang dikenal pula sebagai morale vitamine karena mempunyai efek yang

menguntungkan pada system saraf pusat serta sikap mental, juga membantu

fungsi normal saraf pinggir, otot, dan jantung18.

7. Vitamin B2, disebut juguflavin, merupakan pigmen yang banyak terdapat

pada susu, baik susu sapi, susu manusia maupun susu kedelai3.

8. Vitamin E, disebut juga tekoferol, merupakan antioksida inttraseluler yang

kuat. Vitamin E melindungi limfosit dan monosit dari gangguan radikal bebas

pada DNA, karena itu vitamin ini bermanfaat dalam memperlambat proses

penuaan18. Selain itu dapat melancarkan proses reproduksi dan proses

menstruasi , mencegah impotensi, keguguran, dan penyakit jantung

kardiovaskuler, dan meningkatkan produksi air susu3.

9. Mineral, berfungsi dalam menambah kekuatan struktur tulang, gigi, dan kuku,

serta dapat menambah daya tahan tubuh. Unsur mineral tertinggi pada kedelai

menurut National Nutrient Database adalah potassium sebesar 2384mg/100g.

Potasium atau kalium merupakan mineral utama yang dibutuhkan dalam

kegiatan metabolism tubuh bersama dengan natrium. Kalium berfungsi

menjaga tekanan osmotic cairan dalam sel, menjaga keseimbagan air tubuh,

mengatur pesan saraf ke otot, menurunkan tekanan darah, mengirim oksigen

ke otak, dan membantu aktivasi reaksi enzim. Selain itu mineral yang terdapat

pada kedelai adalah selenium. Selenium adalah elemen penting dalam proses

pertumbuhan dan kesuburan. Tingkat selenium yang rendah berhubungan

dengan pertumbuhan kanker dan kerusakan kardiovaskuler, pembengkakan,

dan kondisi lainnya yang berhubungan dengan meningkatnya kerusakan akibat

radikal bebas, termasuk penuaan dan pembentukan katarak18.

10. Polisakarida, yang mampu menekan kadar glukosa dan trigliserida

postpandrial, serta menurunkan rasio insulin-glukosapostpandrial (setelah

makan)3.

Page 10: PKM Revisi 3

10

11. Isoflavon, ikatan sejumlah asam amino dengan vitamin dan beberapa zat gizi

lainnya dalam biji kedelai ada yang membentuk flavonoid3. Isoflavon adalah

senyawa yang termasuk kelompok flavonoid dan merupakan estrogen dari

tumbuh-tumbuhan atau disebut fitoestrogen. Disebut fitoestrogen karena

merupakan sumber estrogen alami yang terdistribusi secara luas pada berbagai

bagian tanaman, baik pada bagian akar, batang, daun, maupun buah21.

Terdapat dua belas macam isoflavon, yaitu daidzein dengan tiga glukosida

konjugasinya antara lain daidzin, asetidaidzin, dan malonildaidzin, genistein

dengan tiga glukosida konjugasinya, antara lain genistin, asetilgenistin, dan

malonilgenistin; dan glisitein dengan tiga glikosida konjugasinya, yaitu glisitin,

asetilglisitin, dan malonilglisitin. Walaupun secara umum memiliki nilai nutrisi

rendah, bersifat inert, dan tidak begitu esensial bagi kesehatan, akan tetapi

strukturnya yang hampir sama dengan estrogen menempatkan zat ini sebagai

estrogen-like yang potensinya sangat baik, sama seperti estrogen tubuh. Dari dua

belas macam isoflavon yang ada pada kedelai, terdapat tiga macam isoflavon yang

pada olahan kedelai non-fermentasi umumnya berada dalam bentuk glikosida

yaitu genistin, daidzin, dan glisetin22.

Struktur kimia esoflavon memiliki kemiripan dengan estrogen pada

mamalia. Isoflavon merupakan senyawa polifenol yang kadang berubah menjadi

flavonoid. Apabila struktur equol sebagai metabolit isoflavon ditumpangkan pada

struktur estradiol, maka jarak antara gugus hidroksil keduanya sangat identik, oleh

sebab itu tidak mengherankan jika isoflavon mempu berikatan dengan reseptor

estrogen (RE)23.

Isoflavon selain dikenal sebagai antioksidan, juga diketahui bersifat

estrogenik, antiosteoporosis, dan antiatheroskerosis. Isoflavon mampu menurunan

kadar kolesterol darah. Diyakini bahwa isoflavon memiliki kemampuan untuk

mencegah terjadinya oksidasi LDL, yang merupakan pemicu terjadinya

atherosclerosis yaitu dengan meningkatkan fungsi dinding pembuluh darah supaya

tidak dilekati oleh ateroma. Protein kedelai telah terbukti mempunyai efek

menurunkan kolesterol dan LDL plasma, serta berefek positif bagi penderita

obesitas3.

Page 11: PKM Revisi 3

11

Gambar 3. Struktur Isoflavon Kedelai Aglycones dan Glukosides22

Tabel 2. Kandungan Gizi Pada Kedelai19

Kandungan Kedelai(100g) Unit Kedelai Segar

(defatted)

Kedelai dalam tepung

Kedelai dalam snacks (chips)

Kedelai dalam

sirup dan permen

Water G 7.25 4.61 8.50 17.17Energy Kcal 330 375 385 714Energy kJ 1379 1567 1610 2989Protein G 47.01 45.51 26.50 0.18Total lipid (fat) G 1.22 8.90 7.35 80.00Ash G 6.15 6.04 4.50 1.94Carbohydrate, by difference

G 38.37 34.93 53.15 0.71

Fiber, total dietary G 17.5 16.0 3.5 0.0Sugars, total G 18.88 10.53 1.80 0.00

Page 12: PKM Revisi 3

12

Minerals Minerals Minerals Minerals Minerals MineralsCalcium, Ca Mg 241 285 171 3Iron, Fe Mg 9.24 8.20 5.20 0.12Magnesium, Mg Mg 290 285 170 1Phosphorus, P Mg 674 675 7 5Potassium, K Mg 2384 2090 7 18Sodium, Na Mg 20 9 842 886Zinc, Zn Mg 2.46 4.10 1.50 0.11Vitamins Vitamins Vitamins Vitamins Vitamins VitaminsThiamin Mg 0.698 1.088 0.333 0.012Riboflavin Mg 0.253 0.280 0.349 0.000Niacin Mg 2.612 2.950 2.978 0.003Pantothenic acid Mg 1.995 1.550 1.395 0.000Vitamin B-6 Mg 0.574 1.050 0.513 0.000Folate, total µg 305 289 240 1Folic acid µg 0 0 0 0Folate, food µg 305 289 240 1Folate, DFE mcg_DF

E305 289 240 1

Choline, total Mg 11.3 191.7 110.9Vitamin B-12 µg 0.00 2.8 0.00 0.21Vitamin A, RAE mcg_RA

E2 0.00 0

Retinol µg 0 2 0Carotene, beta µg 24 0 0Carotene, alpha µg 0 24 0Cryptoxanthin, beta µg 0 0 0Vitamin A, IU IU 40 0 0Lycopene µg 0 40 0Lutein + zeaxanthin µg 0 0 0Vitamin E (alpha-tocopherol)

Mg 0.12 0 1.01

Vitamin D IU 0 0.05 0.07Vitamin K (phylloquinone) µg 4.1 6.03 11,9 75.0Lipids Lipids Lipids Lipids Lipids LipidsFatty acids, total saturated G 0.136 1.290 0.000 16.321Cholesterol Mg 0 0.000 0.000 0Amino Acids Amino

AcidsAmino Acids

Amino Acids

Tryptophan G 0.683 0.376Threonine G 2.042 1.125Isoleucine G 2.281 1.262Leucine G 3.828Lysine G 3.129Methionine G 0.634

Page 13: PKM Revisi 3

13

Cystine G 0.757Phenylalanine G 2.453Tyrosine G 1.778Valine G 2.346Arginine G 3.647Histidine G 1.268Alanine G 2.215Aspartic acid G 5.911Glutamic acid G 9.106Glycine G 2.174Proline G 2.750Serine G 2.725Other Other Other OtherAlcohol, ethyl G 0.0 0Caffeine Mg 0 0

Tabel 3. Kandungan Isoflavon dalam Kedelai22Kandungan Isoflavon dalam kedelai (mg)

Kedelai mentah Kedelai rebus

Daidzein 20.34 7.41Genistein 22.57 7.06 Glycitein 7.57 4.60Total 48.95 17.92

Mi

Mi adalah bahan makanan dari tepung terigu, bentuknya seperti tali,

biasanya dimasak dengan cara digoreng atau direbus, diberi daging, udang,

sayuran, bumbu, dan sebagainya24. Mi adalah makanan sekunder yang biasa

dikonsumsi masyarakat yang bentuknya seperti pasta tipis dan panjang, biasanya

dibuat dengan bahan dasar tepung terigu yang dicampur dengan tepung tapioca

yang diolah dengan aram dapur, sodium karbonat dan sodium tripolifosfat yang

membentuk suatu adonan. Adonan yang telah ditekan keluar dari semacam

pemotong sesuai dengan cetakan (keriting, lonjong, dan lebar). Bentuk tersebut

dimasak dengan suhu tertentu dalam waktu tertentu.

Page 14: PKM Revisi 3

14

Setelah dimasak, bentukan mi dicetak sesuai dengan kemasan yang

dijemur beberapa saat sampai kering. Secara umum, pengertian mi adalah bahan

pangan bentuk pipih dengan diameter 0,07 – 0,125 inchi, dibuat dari tepung terigu

dengan penambahan air, telur, dan air abu melalui proses ekstrusi basah. Mi

basah adalah mi yang berkadar air 25 – 35%25. Mi basah adalah produk makanan

yang terbuat dari terigu baik dengan atau tanpa penambahan bahan baku lain, dan

bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk mi yang tidak kering, serta

mempunyai kadar air maksimal 35%26. Mi di Asia dijual dalam bentuk mentah,

basah, kering, atau instan. Warna, sifat pemasakan, tekstur dan rasa merupakan

faktor penting yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap mutu mi di

Asia27,28.

Mi atau mi adalah adonan tipis dan panjang yang telah digulung,

dikeringkan, dan dimasak dalam air mendidih. Istilah ini juga merujuk kepada mi

kering yang harus dimasak kembali dengan dicelupkan dalam air. Orang Italia,

Tionghoa, dan Arab telah mengklaim bangsa mereka sebagai pencipta mi,

meskipun tulisan tertua mengenai mi berasal dari Dinasti Han Timur, antara tahun

25 dan 220 Masehi. Pada Oktober 2005, mi tertua yang diperkirakan berusia

4.000 tahun ditemukan di Qinghai, Tiongkok. Mi memiliki berbagai jenis

tergantung dari bentuk, bahan dan jenis pengolahannya. Secara umum, mi

digolongkan menjadi dua, yaitu mi kering dan mi basah. Sedangkan berdasarkan

bahan dasarnya, mi terbagi menjadi tepung terigu (gandum), tepung beras, tepung

kanji, sampai tepung kacang hijau.  Di pasaran, mi dikenal berdasarkan tingkat

kematangannya29.

Gambar 4. Mi

Page 15: PKM Revisi 3

15

Mi segar

Mi segar atau mi mentah adalah mi yang tidak perlu diolah lebih lanjut

dan tidak bertahan lama. Jenis mi ini biasanya memiliki kandungan air yang

sangat tinggi, yaitu sekitar 35%. Untuk pengolahannya, mi jenis ini tidak perlu

dikukus, direbus atau digoreng sebelumnya dan biasanya hanya dapat bertahan

satu hari. Umumnya mi jenis ini digunakan sebagai bahan baku untuk mi ayam.

Mi basah

Sesuai dengan namanya, mi basah adalah mi yang dijual dalam keadaan

basah. Seperti mi segar, mi ini tidak dapat bertahan lama, yaitu hanya sekitar 40

jam karena memiliki kandungan air sekitar 52% yang menyebabkannya mudah

rusak. Mi jenis ini dibuat dengan teknik perebusan, yaitu mi direbus setelah

dicetak, kemudian didinginkan, dikemas dan dipasarkan langsung.

Mi kering

Mi kering adalah mi yang dipasarkan dalam bentuk kering dan memiliki

kandungan air rendah, yaitu hanya sekitar 13%. Mi jenis ini juga disebut dengan

mi telur, karena salah satu bahan baku mi jenis ini adalah telur segar dan tepung

terigu. Mi yang biasanya berwarna kuning ini diolah dengan proses pengeringan

menggunakan oven atau dijemur terlebih dahulu hingga kering sebelum akhirnya

dikemas dan dipasarkan. Biasanya, mi jenis ini dikonsumsi sebagai bahan baku mi

rebus atau mi goreng.

Mi instant

Mi jenis ini adalah mi paling praktis dan paling populer dibandingkan

jenis mi lainnya. Kandungan airnya yang sangat rendah, yaitu hanya 5-8%

membuat mi jenis ini dapat bertahan lama. Untuk dapat dikonsumsi, mi jenis ini

perlu pengolahan lebih lanjut, yaitu dengan cara dimasukkan ke dalam air

mendidih terlebih dahulu (sekitar 4 menit). Namun sebenarnya mi instant adalah

mi yang sudah matang, karena mi jenis ini dibuat dengan cara dibentuk, lalu

setelah matang dikeringkan dengan cara digoreng atau dipanaskan.

Page 16: PKM Revisi 3

16

METODE PENULISAN

Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode literatur. Metode

literatur dilakukan dengan cara pencarian data, pengolahan data, dan penyusunan

kerangka pemikiran.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengkajian bahan-bahan bacaan

dalam buku, skripsi, jurnal, jurnal elektronik, dan literatur-literatur lainnya yang

berkaitan dengan obesitas sentral dan penyakit turunannya, potensi antiobesitas

pada kedelai, dan teknologi pembuatan mi.Hal ini dimaksudkan untuk

mempermudah dalam memahami permasalahan yang diungkapkan dalam karya

tulis ilmiah ini.

Pengolahan Data

Melalui bahan-bahan bacaan di atas, dilakukan pengkajian, penyeleksian,

dan pencarian solusi atas masalah yang dihadapi, serta penarikan kesimpulan,

sehingga kesimpulan akhir yang didapat relevan dengan masalah di lapangan dan

benar-benar telah melalui penyusunan secara komprehensif berdasarkan data

akurat yang dianalisis secara runtut dan tajam.

Kerangka PemikiranBerdasarkan kedua hal di atas, maka kerangka pemikiran dikembangkan

dengan menganalisis tingginya angka kejadian obesitas sentral yang merupakan

faktor risiko berbagai penyakit degeneratif. Salah satu cara penanggulangannya

adalah dengan menggunakan obat antiobesitas. Penggunaan obat antiobesitas pun

kerap dilakukan. Namun, penobatab ini mempunyai kekurangan. Untuk menjawab

permasalahan ini, maka dibutuhkan suatu solusi alternatif untuk menemukan cara

penggunaan antiobesitas yang aman, efisien, nyaman, dan mudah diaplikasikan

dalam masyarakat. Solusi tersebut adalah dengan menggunaan kedelai sebagai

Page 17: PKM Revisi 3

17

antiobesitas sentral yang dikemas dalam bentuk mi. Secara runtut, kerangka

pemikiran yang kami gunakan dapat dilihat dalam diagram alir berikut.

Tabel 4. Alir Kerangka Pikiran

Tahapan PenulisanSetelah merumuskan hal-hal di atas, kami pun memulai tahapan penulisan

seperti yang digambarkan diagram berikut.

Tabel 5. Alir Tahapan Penulisan

Tingginya angka kejadian obesitas

Solusi: Penggunaan obat antiobesitas

Kelemahan:Mahalnya harga obat dan adanya efek samping

Solusi alternatif:Penggunaan mi kedelai

sebagai antiobesitas sentral

Teori Gagasan

Pengumpulan data

Analisis dan sintesis data

Pengambilan kesimpulan dan saran

Perumusan solusi

Page 18: PKM Revisi 3

18

ANALISIS DAN SINTESIS

Analisis

Lemak tubuh total dan lemak tubuh sentral akan meningkat setelah

menopause30,31,32. Sementara pada beberapa penelitian regulasi glukosa termasuk

sekresi insulin dan sensitifitas insulin cenderung turun33,34, walaupun tidak

semuanya32.

Kedelai merupakan tanaman yang mengandung protein kedelai dan

beberapa komponen bioaktif: isoflavones (dengan struktur yang mirip dengan

17β-estradiol -- genistein, daidzein, glycitein), peptides, globulins, saponins,

phytic acid, and protease inhibitors (Bhathena et al, 2002)35. Isoflavon berikatan

dengan estrogen reseptor alpha (ERα) dan estrogen reseptor beta (ERβ), dengan

daya ikat yang lebih tinggi pada ERβ36. Baik ERα dan ERβ terdapat pada jaringan

adiposa37,38 dan ERα juga terdapat di otot skelet39. Reseptor atipik untuk estradiol

juga ada di membrane sel islet pancreas40. Sehingga, isoflavon dapat berperan

dalam regulasi lemak dan metabolism glukosa via mekanisme estrogen receptor-

dependent41.

Adiposit mempunyai peran utama dalam homeostasis lipid dalam

mempertahankan keseimbangan energi di organisme vertebrata. Sel ini

menyimpan energi dalam bentuk trigliserid ketika terdapat nutrisi dalam jumlah

yang berlebih dan mengeluarkannya dalam bentuk asam lemak bebas ketika tubuh

kekurangan nutrisi. Terdapat dua tipe penyimpanan lemak: jaringan lemak coklat

atau brown adipose tissue (BAT) dan jaringan lemak putih atau white adipose

tissue (WAT); hanya WAT yang penting dalam obesitas. Konsumsi lemak

berlebih dapat menstimulasi pembesaran adiposit (adipocyte hypertrophy) dan

menginduksi differensiasi dari preadiposit di jaringan lemak menjadi adiposit

matur (adipocyte hyperplasia) untuk mengakomodasi tuntutan dari pemintaan

ekstra42. Beberapa factor transkripsi tercatat sebagai regulator penting dalam pola

diferensiasi dari ekspresi gen dn kandungan lipid dalam sel lemak. Hormon,

termasuk estrogen, growth hormone, thyroid hormone, glucocorti-coids,

catecholamines, glucagons, insulin, and insulin-like growth factor merupakan

Page 19: PKM Revisi 3

19

regulators dari adipogenesis43. 17β-Estradiol (E2), estrogen yang paling banyak

keberadaanya, merupakan regulator utama dari perkembangan adiposit dan jumlah

adiposit di wanita dan laki-laki10. Isoflavon kedelai merupakan suatu nonsteroidal,

senyawa diphenolic dengan struktur mirip steroid struktur dari E2. Aktifitas

biologis dari isoflavon di hewan dan manusia dianggap berasal dari kemiripan

antara isoflavon dan E2. E2 dibiosintesis oleh cytochrome P450 enzyme complex

yaitu aromatase dan berperan melalui dua inti ERs, yaitu ERα and ERβ, yang

merupakan ligand-inducible transcription factors11. Terikatnya E2 ke ERs

menghambat lipogenesis dengan menurunkan aktifitas dari lipoprotein lipase

(LPL), suatu enzim yang mengatur pengambilan lipid oleh adiposit12 dan

isoflavon genistein telah terbukti menyebabkan penurunan dalam LPL mRNA di

jaringan lemak seiring dengan penurunan pengisian lemak di adiposit13,14.

Adiposit selain berperan sebagai tempat penyimpanan energi juga

berfungsi sebagai organ endokrin44. Hal ini terbukti dengan ditemukannya struktur

protein spesifik yang disekresikan oleh adiposit ke sirkulasi darah. Beberapa

substansi seperti leptin, adipsin, tumor necrosis factor-alfa (TNF α), transforming

growth factor-beta (TGF ß), interleukin-6 (IL-6), angiotensinogen,

apolipoprotein-E, plasminogen activator inhibitor type-1 (PAI-1), tissue factor

(TF), adiponectin, peroxisome proliferators activated receptor gamma (PPAR-ϒ),

resistin, metallothionein; prostaglandin F-2 alpha(PGF2α), insulin like factoe- 1

(IGF-1), macrophage inhibitory factor (MIF), nitric oxide (NO) serta beberapa

senyawa bioaktif lain diketahui berasal dari jaringan adiposa, khususnya pada

visera abdomen. Masing-masing senyawa bertanggung jawab terhadap

patofisiologi konsekuensi atau komorbid obesitas seperti diuraikan sebelumnya,

baik spektrum metabolik maupun kardiovaskular45,46,47,48.

Selain itu, diketahui bahwa peran protein kedelai dalam homeostasis kadar

kolesterol adalah melalui pengaruhnya terhadap absorbsi asam empedu selain

pengaruh fitoestrogen di dalamnya. Anderson et al. 1995 dan Ridges et al. 2001

mendapatkaan manfaat penambahan kacang kedelai sebagai sumber isoflavon

pada makanan yang diperkaya dengan jenis biji-bijian (linseed) untuk perbaikan

lipid plasma pada subjek pascamenopause dengan hiperkolesterolemia49,50.

Page 20: PKM Revisi 3

20

Genistein isoflavon adalah fitoestrogen yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi

pada kedelai dan produknya, bekerja pada enzim tirosin protein kinase, pengaruh

apoptosis, proliferasi sel-sel, angiogenesis dan kemudiannya dapat mempengaruhi

jaringan adiposa melalui mekanisme ini. Penjelasan hal ini adalah bahwa genistein

dapat menghambat TNF alpha yang menginduksi pembentukan PAI-1. Efek

genistein sendiri telah terbukti sebagai penghambat tirosin kinase yang kuat, yaitu

enzim yang berperan pada kaskade pembentukan trombin serta gangguan yang

ditimbulkannya51,52 selain potensinya menurunkan sintesis PAI-1 dalam tubuh53,54.

Dalam hal ini fosforilasi tirosin sangat mungkin berperan pada mekanisme

transformasi dan proliferasi sel55. Analisis kimiawi lebih lanjut dari protein

kedelai menunjukkan bahwa selain genistein, juga didapati bahan alamiah lain

yang termasuk pada golongan isoflavon yaitu daidzein dan glycetin. Unsur

Genistein yang pada awalnya diketahui dapat mengurangi induksi transkripsi PAI-

1 oleh TNFα, ternyata mampu mendorong lipolisis dan menghambat adipogenesis

baik pada kultur sel maupun invivo sehingga berpotensi mengurangi lemak

tubuh53,56. Penelitian selanjutnya mengemukakan bahwa genistein juga berperan

sebagai inhibitor ekstraseluler adipogenesis dan dapat menghambat proses

diferensiasi adiposit melalui aktivasi adenosine monophosphate activated protein

kinase (AMPK)42,57.

Diketahui pula bahwa pengaruh isoflavon protein kedelai pada konsentrasi

lipid (kecuali HDL kolesterol) adalah menyerupai efek estrogen; sekaligus juga

mempengaruhi sekresi hormonal pada wanita pramenopause49. Isoflavon kedelai

(genistein) yang mempunyai struktur mirip estrogen akan berinteraksi dengan

reseptor estrogen sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol melalui mekanisme

yang sama, walau potensinya lebih kecil (10-3– 10-5) dibanding estrogen

sintetis49,58. Selain efek langsung penurunan LPL di hati, estrogen juga dapat

mempengaruhi jaringan adiposa secara tidak langsung dengan mempengaruhi

selera makan maupun total energy expenditure13,59. Pengaruh protein kedelai pada

konsentrasi lipoprotein juga dilaporkan peneliti lainnya51,60,50. Di mana secara

khusus dikemukakan efek genistein kedelai yang mendorong lipolisis serta

menghambat adipogenesis42,56. Selain itu genistein juga mempengaruhi protein

Page 21: PKM Revisi 3

21

tyrosin kinase, apoptosis, proliferasi sel dan angiogenesis; di mana mekanisme ini

berpotensi pada perubahan jaringan adiposa13. Penelitian biomolekular

menunjukkan aktivitas genistein sebagai tyrosine kinase inhibitor, yang

menghambat diferensiasi 3T3-L1 pada 72 jam adipogenesis. Telah ditemukan

bahwa target dari genistein adalah menghalangi ikatan DNA aktivitas transkripsi

CCAAT/enhancer binding protein ß (C/EBPß) selama diferensiasi, dengan

mendorong ekspresi C/EBP protein homolog (CHOP). Hilangnya aktivitas

C/EBPß diperlihatkan dengan hilangnya diiferensiasi yang menginduksi C/EBPα

ekspresi protein peroxisome proliferatoractivated receptor gamma (PPARY) dan

berkurangnya akumulasi lipid secara dramatis61.

Kedelai dapat dikemas dalam berbagai sediaan, salah satunya adalah mi.

Pada pembuatan mi kali ini menggunakan campuran tepung terigu dan tepung

kedelai. Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai memiliki prospek yang baik

untuk dikembangkan karena mengandung protein yang tinggi (35-38%). Selain

itu, kandungan lemak pada kedelai juga cukup tinggi (± 20%). Dari jumlah ini

sekitar 85% merupakan asam lemak esensial (linoleat dan linolenat). Disamping

memiliki protein tinggi, kedelai mengandung serat atau dietary fiber, vitamin dan

mineral. Selain kandungan protein yang tinggi, secara kualitatif protein kedelai

tersusun dari asam-asam amino esensial yang lengkap dan baik mutunya kecuali

asam amino bersulfur yang merupakan faktor pembatas pada kedelai62. Bila

dibandingkan dengan serealia, kedelai memiliki kelebihan karena kandungan

asam amino lisin (sebagai asam amino esensial) yang tinggi dan melebihi

persyaratan FAO. Bila dinyatakan dalam persentase terhadap persyaratan FAO,

maka asam amino lisin pada beras dan gandum hanya mencapai masing-masing

94 dan 67% sedangkan kedelai mengandung lisin 154% dari persyaratan FAO.

Begitu pula kandungan asam amino sulfur pada kedelai terdapat dalam jumlah

yang lebih rendah dibandingkan dengan serealia. Menurut Ferrier dan Lopez

(1979) dalam Afandi (2001), pencampuran ini akan bersifat komplementer.

Kedelai juga mengandung 1,5-3,0% lesitin yang sangat berguna baik dalam

industry pangan maupun non pangan62. Hal ini menurut Tsen et al., (1973)

disebabkan oleh adanya “natural emulsifier” pada tepung kedelai berlemak utuh,

Page 22: PKM Revisi 3

22

yaitu lesitin, yang pada tepung kedelai bebas lemak ikut terekstrak bersama

lemak. Selain itu protein kedelai memiliki sifat fungsional antara lain sifat

pengikatan air dan lemak, sifat mengemulsi dan mengentalkan serta membentuk

lapisan tipis63. Sifat-sifat fungsional ini dapat dimanipulasi untuk memperoleh

sistem pangan yang dikehendaki.

Dari beberapa studi diketahui pula pemanfaatan tempe kedelai sebagai

sumber makanan rendah indeks glikemik (glycemic index <55), rendah lemak

jenuh, bebas kolesterol, mudah dicerna, sumber utama mineral, efek antibiotik dan

stimulasi pertumbuhan, bebas toksin kimia, dan relatif terjangkau dari segi

pembiayaan64,65. Penelitian lanjut terhadap kedelai semakin menguatkan pengaruh

positifnya terutama berkaitan dengan masalah kardiovaskular, seperti

dikemukakan oleh AHA (American Heart Association)51 bahwa mengonsumsi

protein kedelai yang mengandung isoflavon dianjurkan bagi populasi yang

memiliki risiko tinggi, seperti peningkatan kadar kolesterol-total dan LDL

kolesterol60. US Food and Drug Association (FDA) telah menyepakati bahwa

penambahan 25 gram protein kedelai sehari pada diet rendah lemak jenuh dan

rendah kolesterol dapat mengurangi risiko penyakit jantung49.

Sintesis

Dalam pembuatan mi kali ini selain menggunakan tepung kedelai juga

menggunakan tepung terigu dimana tepung terigu memiliki kadar karbohidrat

yang lebih rendah (tiap 100 gram), yaitu 77,3 gram dibanding dengnan beras yang

memiliki kadar karbohidrat 78,9 gram. Sedangkan untuk kandungan protein

sendiri, tepung terigu memiliki kadar protein 8,9 gram. Jumlah ini lebih banyak

jika dibanding dengan beras yang memiliki kandungan protein 6,8 gram66. Dengan

menggunakan campuran tepung kedelai dan tepung terigu dalam pembuatan mi,

maka disini mi digunakan sebagai salah satu makanan pengganti untuk konsumsi

penderita obesitas.

Mengetahui khasiat dari kedelai, maka gagasan kali ini adalah

memproduksi mi mengunakan campuran tepung terigu dengan tepung kedelai.

Adapun prosedur pembuatannya adalah sebagai berikut :

Page 23: PKM Revisi 3

23

Bahan:

250 gr tepung kedelai

750 gr tepung terigu

2 butir telur ayam

1 sdt soda kue

1 sdt garam

Air (secukupnya)

Peralatan:

Timbangan

Mixer

Pencetak mi

Roller nodler

Pengukus

Pisau/gunting

Kompor

Baskom 

Oven

C ara Kerja

1. Pembuatan Tepung kedelai

Pertama-tama biji kedelai direndam dalam air semalam lalu

dikupas dan kemudian direbus dalam air mendidih sampai matang,

selanjutnya dikeringkan. Setelah kering, digiling dengan dengan

penggiling untuk tepung. Alat – alat yang digunakan dalam pembuatan

tepung kedelai ini antara lain baskom, pengering cabinet, dan penggiling67.

2. Pembuatan Mi68

a. Timbang bahan sesuai formula.

b. Campurkan bahan telur, soda kue, garam, tepung jagung, tepung

kedelai, tambahkan air sedikit demi sedikit hingga terbentuk adonan

sambil di mixer. Pengadukan dilakukan hingga terbentuk adonan yang

tepat (tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek).

Page 24: PKM Revisi 3

24

c. Cetak adonan menjadi lembaran-lembaran menggunakan roller nodler,

ulang beberapa kali.

d. Pembentukan untaian mi.

e. Taburi untaian mi dengan tepung terigu dan minyak goreng.

f. Pengukusan dilakukan selama 10 menit.

g. Pengovenan mi basah pada suhu 60o selama 80 menit.

Adapun kelebihan dari pemilihan sediaan mi ini adalah karena mi digemari

oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya konsumsi mi

dari tahun 1999 sampai 200569 dan meningkatnya alokasi pengeluaran untuk mie

dari tahun 1999 sampai 200570. Hasil analisis Martianto dan Ariani (2005) juga

menyebutkan bahwa telah terjadi pergeseran pola konsumsi pangan pokok

khususnya di wilayah perkotaan dan masyarakat berpendapatan sedang dan tinggi

dimana peran jagung dan umbi-umbian sebagai pangan pokok kedua setelah beras

digantikan oleh mie71.

Sedangkan kerugiannya yaitu zat gizi dari kedelai yang berkurang setelah

proses pembuatan mi terutama isoflavon. Pada kedelai segar, isoflavon yang

terkandung yaitu 48,95 mg, sedangkan pada kedelai yang telah direbus,

kandungan isoflavon merosot hingga hanya 17,92 mg22.

Page 25: PKM Revisi 3

25

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Tanaman kedelai (Glycine max) memiliki potensi untuk dimanfaatkan

sebagai antiobesitas sentral dalam strategi pencegahan penyakit degeneratif.

2. Adapun potensi kedelai sebagai alternatif terapi pada penderita obesitas

sentral diperantarai oleh kandungan-kandungan yang ada di dalamnya, salah

satunya yang utama adalah isoflavon.

3. Pengembangan mi kedelai memberikan prospek cerah dalam dunia

kedokteran sebagai salah satu alternatif terapi pada pasien obesitas sentral

yang murah, alami, dan efisien.

Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut terutama untuk mengetahui takaran

dan jumlah porsi per sajian dari mi kedelai sebagai alternatif terapi pada

penderita obesitas sentral.

2. Perlunya sosialisasi kepada pemerintah, tenaga kesehatan, peneliti, dan

industri farmasi dunia mengenai potensi pemanfaatan mi kedelai sebagai

alternatif terapi pada penderita obesitas sentral.

Page 26: PKM Revisi 3

26

DAFTAR PUSTAKA

1Sugondo, Sidartawan. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III.

Interna Publishing: Jakarta.2Badan POM RI. 2006. Sibutramin. Buletin Info POM No. 4 Juli 2006. Diunduh

darihttp://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info

%20POM/0406.pdf. Diakses pada tanggal 13 Juli 2012.3Winarsi,H; D Muchtadi; F Zakaria; B Purwantara. 2004. Respons Hormonal-

imunitas Wanita Premenopouse yang Diintervensi Minuman Fungsional

Berbasis Susu Skim yang Disuplementasi dengan 100 mg Isoflavon

Kedelai dan 8 mg Zn Sulfat. Jurnal teknol Industri Pangan 15 (1):28-34.4National Cancer Institute. 2012. Degenerative disease. Diunduh dari

http://www.cancer.gov/dictionary?cdrid=44138. Diakses pada tanggal 20

Juni 2012.5National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. 2012. Obesity.

Diunduh dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/obesity.html. Diakses

pada tanggal 20 Juni 2012.6Soetiarto, Farida, Roselinda, Suhardi. 2007. Hubungan Diabetes mellitus dengan

Obesitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Pinggang Data

Riskesdas 2007. Dalam Buletin Penelitian Kesehatan Vol 38, No. 1, 2010:

36-42.7National Institues of Health. 1998. Clinical Guidelines on the Identification,

Evaluation, and Treatment of Overweight and Obesity in Adults: The

Evidence Report. Obes Res; Suppl 2:51S-209S.8Miranda, Phillippa J, Ralph A. DeFronzo, Robert M. Califf, John R. Guyton.

2005. Metabolic Syndrome: Definition, Pathophysiology, and Mechanism.

American Heart Journal.9Harp JB. New insights into inhibitors of adipogenesis. Curr Opin

Lipidol 15:303–307, 2004.

Page 27: PKM Revisi 3

27

10Anderson LA, Philip GM. The effects of androgens and estrogens on

preadipocyte proliferation in human adipose tissue: influence of gender

and site. J Clin Endocrinol Metab 86:5045–5051, 2001.11Rosen ED, Walkey CJ, Puigserver P, Spiegelman BM. Transcriptional

regulation of adipogenesis. Genes Dev 14:1293–1307, 2000.12Misso ML, Murata Y, Boon WC, Jones ME, Britt KL, Simpson ER. Cellular and

molecular characterization of the adipose phenotype of the aromatase-

deficient mouse.Endocrinology 144:1474–1480, 2003.13Naaz A, Yellayi S, Zakroczymski MA, Bunick D, Doerge DR, Lubahn DB,

Helferich WG, Cooke PS. The soy isoflavone genistein decreases adipose

deposition in mice.Endocrinology 144:3315–3320, 2003.14Heim M, Frank O, Kampmann G, Sochocky N, Pennimpede T, Fuchs P,

Hunziker W, Weber P, Martin I, Bendik I. The phytoestrogen genistein

enhances osteogenesis and represses adipogenic differentiation of human

primary bone marrow stromal cells. Endocrinology 145:848–859, 2004.15Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC16Bray, G. A., D. S. Gray. Obesity. Diunduh dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1026489/. Diakses pada

tanggal 28 Juni 2012.17P-Sharma, O. 1993. Plant Taxonomy. New Delhi : Tata McGraw Hill Publishing

Company Limited.18Olivia, Femi. 2006. Seluk-Beluk Food Supplement. Gramedia Pustaka Utama :

Jakarta.19National Nutrient Database for Standard Reference. 2012. Tersedia di

http://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/ Release 24   Software v.Release 1.0

3/30/1220Bauerfeind, J Christopher., Lachance, Paul A. 1991. Nutrient Additions to Food.

Food and Nutrition Press Inc : Trumbull Connecticut USA.21Stravic B dan T Matula. 1992. Flavonids in Foods : Their Significance for

Nutrition and Health. Lipid-Soulable Antioxsidant; Biochemistry and

Page 28: PKM Revisi 3

28

Clinical Applications. ASH Ong and. Packer (Eds). Birkhauser Verlag.

Basel/Switzerland.22King, Roger A. 2002. Soy Isoflavones in Foods: Processing Effects and

Metabolism. ASA Technical Bulletin Vol.HN3623Schmidl, M dan T Labuza. 2000. Essentials of Functional Foods. Aspen

Publisher, Inc. Gaithersburg. Maryland.24Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. KBBI Daring. Tersedia di

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. Diakses Juni 2012.25Yustiareni, Elis. 2000. Kajian substitusi terigu oleh tepung garut dan

penambahan tepung kedelai dalam pembuatan mi kering. Skripsi. Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 63 halaman26Anonymous. 1992. SNI-01-2987-1992. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

3 halaman.27Moss, H.J. 1971. The quality of noodles prepared from the flour of some

Australian wheats. Aust. J. Exp. Agric. Anim. Hus. (AJEAAH). 11:243-

247.28Nagao, S., Ishibashi, S., Imai, S., Sato, T., Kanbe, T., Kanbe, Y., and Otsubo, H.

1977. Quality characteristics of soft wheats and their utilization in Japan.

II. Evaluation of wheats from the United States, Australia, France, and

Japan. Cereal Chem. 54: 198-20429Bogasari. 2011. Sekilas Tentang Mi.Available at http://www.bogasari.com/zona-

konsumen/baca-tips bogasari.aspx?t=sekilas-tentang-mi30Ley CJ, Lees B, Stevenson JC. Sex- and menopause-associated changes in body

fat distribution. Am J Clin Nutr. 1992;55:950–54. 31Svendsen OL, Hassager C, Christiansen C. Age- and menopause-associated

variations in body composition and fat distribution in healthy women as

measured by dual-energy x-ray absorptiometry.Metabolism. 1995;44:369–

73. 32Toth MJ, Tchernof A, Sites CK, Poehlman ET. Effect of menopausal status on

body composition and abdominal fat distribution. Int J

Obesity. 2000;24:226–31,801-806.

Page 29: PKM Revisi 3

29

33Walton C, Godsland IF, Proudler AJ, Wynn V, Stevenson JC. The effects of the

menopause on insulin sensitivity, secretion and elimination in non-obese,

healthy women. Eur J Clin Invest. 1993;8:466–73.34Wu SI, Chou P, Tsai ST. The impact of years since menopause on the

development of impaired glucose tolerance. J Clin

Epidemiol. 2001;54:117–20. 35Bhathena SJ, Velasquez MT. Beneficial role of dietary phytoestrogens in obesity

and diabetes. Am J Clin Nutr. 2002;76:1191–01.36Kuiper GGJM, Lemmen JG, Carlsson B, Corton JC, Safe SH, vanderSaag PT, et

al. Interaction of estrogen chemicals and phytoestrogens with estrogen

receptor β Endocrinology. 1998;139:4252–63.37Pedersen SB, Hansen PS, Lund S, Andersen PH, Odgaard A, Richelsen B.

Identification of oestrogen receptors and oestrogen receptor mRNA in

human adipose tissue. Eur J Clin Invest. 1996;4:262–9.38Anwar A, McTernan PG, Anderson LA, Askaa J, Moody CG, Barnett AH, et al.

Site-specific regulation of oestrogen receptor-alpha and – beta by

oestradiol in human adipose tissue. Diabetes Obes Metab. 2001;5:338–49.39Lemoine S, Granier P, Tiffoche C, Rannou-Bekono F, Thieulant ML,

Delamarche P. Estrogen receptor alpha mRNA in human skeletal

muscles. Med Sci Sports Exerc. 2003;35:439–43.40Nadal A, Rovira JM, Laribi O, Leon-quinto T, Andreu E, Ripoll C, et al. Rapid

insulinotropic effect of 17beta-estradiol via a plasma membrane

receptor. FASEB J. 1998;12:1341–8. 41Sites, Cynthia K, Brian C. Cooper, Michael J. Toth, Amalia Gastaldelli, Ali

Arabshahi, Stephen Barnes. 2007. Effect of daily Supplement of Soy

Protein on Body Composition and Insulin Secretion in Posmenopausal

Women. Fertil Steril.   2007 December;   88 (6) : 1609–1617 . 42Harp J. B. (2004). ”New Insights into Inhibitors of Adipogenesis”. CurrOpin

15(3): 303-7.43Hausman DB, DiGirolamo M, Bartness TJ, Hausman GJ, Martin RJ. The

biology of white adipocyte proliferation. Obes Rev 2:239–

Page 30: PKM Revisi 3

30

44Permana, Hikmat. 2009. Sel Adiposit Sebagai Organ Endokrin. Diunduh pada

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/09/sel_adiposit_sebagai_organ

_endokrin. Diakses pada 13 Juli 2012.45Kim S. dan Moustaid-Moussa N. (2000). ”Secretory, Endocrine and

Autocrine/paracrine Function of The Adipocyte. Symposium: Adipocyte

Function, Differentiation and Metabolism”. J. Nutr 130: 12.46Trayhurn P., dan Beattie J. H. (2001). ”Physiological Role of Adipose Tissue:

White Adipose Tissue as An Endocrine and Secretory Organ”. Proc Nutr

Soc 60(3): 329-39.47Frühbeck G., Ambrosi J. G., Muruzabal F.J., Burrell M.A. (2001). ”The

Adipocyte: A Model for Integration of Endocrine and Metabolic Signaling

in Energy Metabolism Regulation”. Am J Physiol Endocrinol Metab 280:

E827-E847.48Gong D., Yang R., Munir K., Horenstein R., dan Shuldiner A. (2003). ”New

Progress in Adipocytokine Research”. Current Opinion in Endocrinology

& Diabetes 10(2): 115-21.49 Anderson J. W., Johnstone B. M., dan Newell MEC. (1995). ”Meta analysis of

The Effects of Soy Protein Intake on Serum Lipids”. N Eng J Med 276-82.50Ridges L., Sunderland R., Moerman K., Meyer B., Astheimer L., dan Howe P.

(2001). ”Cholesterol Lowering Benefits of Soy and Linseed Eenriched

Foods. Asia Pasific J Clin Nutr 10(3): 204-211.51Erdman J.W. (2000). ”Soy Protein and Cardiovascular Disease (AHA Science

Advisory)”. Circulation 102: 2555-9.52Messina M. J. (1999). ”Legumes and Soybeans:Overview of Their Nutritional

Profiles and Health Effects”. Am J Clin Nutr 70: 439S–50S.53Van Hinsberg VV. M., Vermeer M., Koolwijk P. et al. (1994). “Genistein

Reduces Tumor Necrosis Factor - Induced Plasminogen Activator

Inhibitor-1 Transcription But not Urokinase”. Blood 84(9), 2984 – 91.54Etherton P. K., Hecker K., dan Taylor D. S. (2001). ”Dietary Macronutrients and

Cardiovascular Risk”. Dalam Coulston A. M., Rock C. L., Monsen E.

Page 31: PKM Revisi 3

31

(eds.). Nutrition in The Prevention and Treatment of Disease. San Diego:

Academic Press, 282-6.55Akiyama T., Ishida J., Nakagawa S., Ogawara H., Watanabe S., Itoh N. et al.

(1987). ”Genistein, A Spesific Inhibitor of Tyrosine-Spesific Protein

Kinase”. J Biol Chem 262:12, 5592-6.56Harmon A. W. dan Harp J. B. (2001). ”Differential effects on flavonoids on

3TE-L1 adipogenesis and lipolisis”. Am J Cell Physiol 280:807-13.57Hwang J. T., Park I. J., Shin J. I., Lee Y. K., Lee S. K., Baik H. W. et al.(2005).

“Genistein, EGCG, and Capsaicin Inhibit Adipocyte Differentiation

Process via Activating AMP-Activated Protein Kinase”. Biochem Biophys

Res Commum. 338(2): 694-9.58Lichtenstein A. H. (1998). ”Soy protein, Isoflavones and Cardiovascular Disease

Risk. J Nutr 128: 1589-92.59 Cooke P. S. dan Naaz A. (2004). ”Role of Estrogens in Adipocyte Development

and Function. Exp Biol Med 229: 1127-35.60Krauss R. M., Eckel R. H., Howard B. et al. (2000). “AHA Dietary Guidelines.

Revision 2000: A Statement for Healthcare Professionals from The

Nutrition Committee of The American Heart Association”. Circulation

102: 2284-99.61Harmon A. W., Patel Y. M. dan Harp J. B. (2002). ”Genistein Inhibits

CCAAT/Enhancer Binding Protein β (C/EBPβ) Activity and 3T3-L1

Adipogenesis by Increasing C/EBP Homologous Protein (CHOP)

Expression”. Biochem J 367: 203-8.62Afandi, S. 2001. Mempelajari Pembuatan Tepung Kedelai (Glycinemax Merr)

Amerika Serikat dan Analisa Mutu Tepung yang Dihasilkan. Skripsi.

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 60 halaman63Wolf, W.J. dan J.C. Cowan. 1975. Soybean as a Food Source. The Chemical

Rubber Co., Cleveland, Ohio64Shurtleff W., dan Aoyagi A. 1979. ”The Book of Tempeh”. New York: Harper &

Row Pub.65 Suprapti M. L. “Pembuatan Tempe.”2003.Jogyakarta:Penerbit Kanisius, 1-64.

Page 32: PKM Revisi 3

32

66Direktorat Gizi. 2010. Prospek Pengembangan Ubi Jalar Diversifikasi Pangan

Dan Ketahanan Pangan. Available at

pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/anjak_2010_10.pdf 67Devi,dkk. 2008. Penelitian : Suplementasi Tepung Kedelai Pada Roti Manis

Sebagai Alternatif Pangan Kaya Protein Dan Berkalori Tinggi. Institut

Pertanian Bogor.568 Tim Pascapanen BPTP Bali. 2012. Pembuatan Mi Tepung Jagung.Diunduh dari

http://bali.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?

option=com_content&view=article&id=162:pembuatan-mi-tepung-

jagung&catid=4:info-aktual&Itemid=569Harianto, Anna Fariyanti, dkk. 2008. Karakteristik dan Arah Perubahan

Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga. Diunduh dari

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/LHP_2008_KONS_HRT.pdf.

Diakses tanggal 13 Juli 201270Salim,Ariningsih. 2009. Perubahan Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga

di Perdesaan:Analisis Data Susenas 1999-2005. Diunduh dari

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/MU_Pros_2_2009.pdf. Diakses

pada tanggal 13 Juli 2012.71Martianto, Ariani. 2005. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi

Pangan Masyarakat Indonesia Dalam Dekade Terakhir. Info Pangan dan

Gizi. Edisi Khusus. Vol XV.No. 2. Direktorat Gizi Masyarakat, Ditjen

Bina Gizi Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan. Jakarta