tinjauan pustaka sirosis hati

8
TINJAUAN PUSTAKA Sirosis Hepatis Definisi 1 Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati. Klasifikasi dan Etiologi 1 Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional namun hal ini juga kurang memuaskan.

Upload: ian-leonard

Post on 26-Sep-2015

15 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Sirosis hati

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKASirosis HepatisDefinisi 1Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.Klasifikasi dan Etiologi1Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional namun hal ini juga kurang memuaskan.Sirosis Hati Pasca Nekrosis1Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau perenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus didalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.Manifestasi Klinis1Gejala-gejala sirosisStadium awal sirosis sering tanpa gejala sshingga kadang ditemukan pada waktu penderita melakukan peemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila tumbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan /atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.Penderita dengan sirosis hepatis biasanya menunjukkan gejala dan tanda dari penyakit hepatitis kronis. Cepat lelah, letih, lesu, nyeri di perut kuadran kanan atas, dan kelainan hasil laboratorium merupakan beberapa tanda yang sering muncul. Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan pemeriksaan laboratorium dan juga serologi untuk hepatitis B.

Komplikasi mayor 1-51. Hipertensi porta Merupakan peningkatan tekanan vena hepatica yang lebih dari 5 mmHg. Hal ini disebabkan dari proses hemodinamik yang terus menerus terjadi.a. Adanya sirosis dan regenerative nodul meningkatkan resistensi aliran darah intrahepatic menuju ke hati.b. Peningkatkan aliran darah splanikusKombinasi kedua faktor yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan berlebihan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises).Penyebab ternjadinya hipertensi portal dibagi menjadi 3, yaitu :a. Prehepatik semua hal yang mempengaruhi system vena porta sebelum memasuki hepar, meliputi thrombosis vena portal dan thrombosis vena lien.b. Intrahepatik 95% penyebab hipertensi portal dan sirosis.c. Posthepatik vena hepatikum dan drainase vena ke jantung. Meliputi BCS, venoocclusive disease dan kongesti jantung kanan kronik. Intrahepatik terbagi lagi menjadi 3 yaitu: presinusoidal, sinusoidal, dan postsinusoidal. Dari ketiga ini, sinusoidal merupakan penyebab yang berhubungan dengan sirosis hepatis.Hipertensi portal merupakan penyebab langsung pada 3 komplikasi yang sering terjadi pada pasien sirosis : perdarahan varises gastroesofagus, asites, dan hipersplenisme. Esophageal varisesSaat ini sangatlah umum 1 dari 3 pasien dengan sirosis memiliki varises esophagus yang harus dicegah terjadinya pendarahan di kemudian hari. Varises hanya dapat diidentifikasi melalui endoskopi. Profilaksis primer, yaitu mencegah perdarahan dengan obat nonselektif beta bloker (propranolol) sebelum maupun sesudah perdarahan, saat perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid. Membutuhkan skrining rutin mengunakkan endoskopi, ligasi (EVL), atau dengan skleroterapi. Pencegahan perdarahan berulang, yaitu dengan ligase berulang. Dalam masa akut dapat mengunakkan stomatostatin / octreotide. Untuk pasien yang membutuhkan terapi endoskopi tetapi belum dapat menjalaninya dapat diberikan balloon tamponade. Apabila perdarahan berasal dari varises lambung maka harus dipikirkan pemasangan transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS). AsitesMerupakan akumulasi cairan di rongga peritoneum. Peningkatan tahanan intrahepatik menyebabkan peningkatan tekanan portal, ditambah dengan adanya vasodilatasi dari sistem arteri splanikus yang menyebabkan peningkatan aliran vena porta sehingga produksi pembuluh limfe splanikus juga meningkat.Perubahan hemodinamik ini menghasilkan keadaan retensi sodium, mengaktivasi RAAS (hiperaldosteronisme). Sehingga terjadi akumulasi sodium dan penambahan volume cairan ekstraselular yang dapat bermanifestasi klinis menjadi edema perifer dan asites.Hipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik plsma berperan juga dalam perpindahan cairan menuju rongga peritoneum. Hipoalbumin sering terjadi pada pasien sirosis, karena penurunan dari fungsi hepar itu sendiri. Saat penderita pertama kali asites, sangat disarankan untuk melakukan parasintesis demi menidentifikasi isi cairan. Cairan harus diperiksa kadar protein dan albuminnya. Pada pasien dengan sirosis, didapatkan hasil konsentrasi protein pada cairan tergolong rendah. Ketika rasio perbedaan serum albumin dengan cairan albumin peritoneal lebih dari 1,1 g/dL kemungkinan besar asites terjadi karena hipertensi portal. Saat rasio kurang dari 1,1 g/dL maka penyebab asites dapat dipikirkan dari infeksi ataupun keganasan.Penderita dengan asites tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Dosis awal spironolakton sebesar 100-200mg/ hari dan juga diberikan furosemide sebesar 40-80mg/hari dengan edema perifer.1Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon maksimal 160 mg/hari. Parasentesis cairan dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. 1Prognosis pasien sirosis hepatis dengan asites buruk. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa < 50% pasien berhasil bertahan hidup 2 tahun setelah asites pertama kali muncul. Maka dianjurkan untuk dilakukan transplantasi hati. HipersplenismePada pasien hipertensi portal sering sekali didapatkan pembesaran limpa pada pemeriksaan fisik, maupun adanya keluhan nyeri pada perut kiri. Splenomegali pada kasus ini tidak diberikan terapi khusus, kecuali pada keadaan yang menganggu maka dapat dipertimbangkan dilakukan splenektomi. Hipersplenisme dengan trombositopenia merupakan keadaan yang biasa ditemukan pada pasien sirosis hepatis dan merupakan indikasi awal dari hipertensi portal.

Daftar Pustaka1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed v. Jakarta : InternaPublishing; p 669-83 2. Dienstag JL, Bacon BR. Harrisons Principles of Internal Medicine. 18thed. McGraw-Hill Companies : United States-America; 2012.p.2568-77, 2594-602.3. Eugene RS, Michael FS, Wills CM. Sciffs Diseases of the Liver. Volume 1. Lippincott Williams & Wilkins : Philadelphia; 2007.p.3-15,715-7,746-86. 4. Goldman L, Ausiello D. Cecil Textbook of Medicine. 22nd ed. Saunders : Philadeplphia ; 2004.p. 911-21.5. Wilkins T, Malcolm JK, Raina D, Schade RR, Am Fam Physician, 2nd ed. Lippincott Williams & Wilkins : Philadelphia; 2007.p.2993-3011.6. Nurdjanah S, Hirlan, Jubir N. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jilid 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI : Jakarta; 2006. Hal.433-51.