laporan tutor sirosis hati

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati diikuti dengan ploriferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit kanker). Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, spontaneous bacterial peritonitis serta hepatosellular carcinoma. 1

Upload: puterinugraha-wanca-apatya

Post on 11-Sep-2015

261 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Laporan Tutor Sirosis Hati

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati diikuti dengan ploriferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien yang berusia 45 46 tahun setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit kanker). Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, spontaneous bacterial peritonitis serta hepatosellular carcinoma.

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana konsep pada Sirosis hepatis?2. Bagaimana asuhan keperawatan pada Sirosis hepatis?

1.3 Tujuan Penulisan1. Tujuan UmumMahasiswa mampu menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada Sirosis hepatis .2. Tujuan KhususMahasiswa mampu memperoleh gambaran tentang : Definis dari Sirosis hepatis. Klasifikasi dari Sirosis hepatis. Etiologi dari Sirosis hepatis. Patifisiologi dari Sirosis hepatis Manifestasi klinis dari Sirosis hepatis. Komplikasi yang terjadi pada Sirosis hepatis. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada Sirosis hepatis. Penatalaksanaan dan asuhan keperawatan pada klien dengan Sirosis hepatis.

1.4 Manfaata. Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Sirosis hepatis sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah pencernaan.b. Mahasiswa mwngetahui asuhan keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiSirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Price & Willson, 2005, hal : 493).Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).2.2 KlasifikasiSecara klinis Sirosis Hepatis dibagi menjadi:1. Sirosis Hepatis kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata2. Sirosis Hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Sirosis Hepatis kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis Hepatis bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu:1. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)2. Mikronoduler (reguler, monolobuler)3. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:1. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau subcute yellow,atrophy chirrosisyang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.2. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis alkoholik, Laennecs cirrhosis ataufatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.3. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut darihepatitisvirus akut yang terjadi sebelumnya.3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.2.3 EtiologiSirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi peradangan yang di timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis dan obstruksi saluran empedu yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan ruptur kanalikulus, atau cedera hepatosit akibat toksin (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).Penyebab lain dari sirosis hepatis, yaitu:1. Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di daerah Barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu darihati berlemakyang sederhana dan tidak rumit(steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan(steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.2. Sirosis kriptogenik, disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi, misalnya untuk pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik dapat menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan dapat pula menjurus pada kanker hati.3. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang abnormal(hemochromatosis)atau tembaga(penyakit Wilson). Pada hemochromatosis, pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan.4. Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar wanita. Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus serta produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin (bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua).5. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali ditemukan pada pasien denganradang usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis.6. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati(hepatocytes)yang progresif dan akhirnya menjurus pada sirosis.7. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).8. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak umum pada beberapa obat-obatan dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga gagal jantung kronis(cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit(schistosomiasis)adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).2.4 PatofisiologiHati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hal ini kemudian membauat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati (Sujono, 2002).Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis (Sujono, 2002).Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua factor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada system portal. Pembebasan system portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatic (variseses) (Sujono, 2002).Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravascular sehingga perfusi ginjal pun mneurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan lama-lama menyebabkan asites dan juga edema (Sujono, 2002).Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul (Sujono, 2002).2.5 Manifestasi Klinis1. GejalaGejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas).Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.2. Manifestasi klinisa. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakitb. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosisKetika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.c. Hati yang membesarPembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.d. Hipertensi portalHipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.2.6 KomplikasiBila penyakit sirosis hati berlanjut progresif, maka gambaran klinis, prognosis, dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar komplikasi :1. Kegagalan hati (hepatoseluler) : timbul spider nevi, eritema Palmaris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll.2. Hipertensi portal : dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena esophagus/cardia, caput medusa, hemoroid, vena kolateral dinding perut.Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi dan berupa1. Asites.2. Ensefalopati.3. Peritonitis bacterial spontan.4. Sindrom hepatorenal.5. Transformasi kea rah kanker hati primer (hepatoma).2.7 Pemeriksaan penunjang1. Pemeriksaan LaboratoriumA. Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister, hipokrom mikrosister/hipokrom makrosister.B. Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan billirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.C. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.D. Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan menunjukkan prognosis jelek.E. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.F. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah keganasan.2. Pemeriksaan Penunjang LainnyaA. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esophagus untuk konfirmasi hipertensi portal.B. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal.C. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.2.8 Penatalaksanaan MedisPenatalaksanaan asitesis dan edema adalah :1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 4 hari tidak terdapat perubahan.3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat mencetuskan ensefalopati hepaticPenatalaksanaan medis (Diane, C, 2000 dan engram 1998)1. pemberian antasida, vitamin, dan suplemen nutrisi serta menghindari konsumsi alcohol2. kolkisin untuk sirosis ringan sampai sedang3. diet rendah protein diet hati III dengan protein 1 g/KgBB, 55g protein, 200 kalori). Jika ada asites diet rendah garam II (600-800 mg) atau diet rendah garam III ( 1000-2000mg). bila proses tidak aktif dapat diberikan diet tinggi kalori (2000-3000) dan tinggi protein (80-125 g/ hari)4. untuk asites diberikan diuretic, parasentesis abdominal atau pembedahan5. perdarahan varises esophagus terhadap hipertensi portal dapat diberikan transfuse darah, lavasaline es, IV dari vasopressin atau propanolol, sklerosis endoskopi atau pembedahan6. untuk infeksi berikan antibiotic7. untuk memperbaiki keadaan gizi pakai asam amino essensialberantai cabang dan glukosa8. pemberian robboransia9. untuk sindrom hepatorenal penggantian cairan bila dehidrasi10. untuk hepatic encephalopathy berikan laktosa atau neomisin sukfat dan transplantasi hepar.

BAB IIITINJAUAN KASUSTn. A umur 45 tahun dibawa ke RS oleh keluarganya karena tidak sadarkan diri GSC (Eye 2, Verbal 3, Motorik 4). Keluarga mengatakan bahwa sebelumnya Tn. A mengeluh merasa kemampuan jasmani menurun, nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan (BB sebelum sakit 60 kg) saat ini BB 45 kg, mata bewarna kuning dan buang air kecil bewarna gelap, perut dan kaki bengkak dan mengeluh gatal hebat. Selain itu Tn. A mengalami hipertensi portal. Hasil lab:1. Menunjukkan bilirubin 2 (mg%), albumin 2,8 (mg%), prothombin time 40 (quick %)2. Urine: dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin ekresi natrium kurang dari 3 mEq3. Tinja: terdpat kenaikkan sterkobilinogen4. Darah:5. Terdapat hipokromik anemia, trombositopenia, waktu protombin memanjang dan tidak kembali normal walaupun telah diberi pengobatan vit. K

3.2 PengkajianA. IDENTITAS1. Nama: Tn. A2. Umur: 45 tahun3. Jenis kelamin: Laki-lakiB. KELUHAN UTAMAKeluhan utama saat masuk RS adalah Tidak sadarkan diri GCS 9 (Eye 2, Verbal 3, Motorik 4)C. RIWAYAT1. Riwayat sekarang: Keluarga mengatakan bahwa sebelumnya Tn.A mengeluh merasa kemampuan jasmani menurun, nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan ( BB sebelum sakit 60 kg) saat ini BB 45 kg. Tn.A mempunyai riwayat sering mengkonsumsi minuman beralkohol2. Riwayat dahulu: -3. Riwayat keluarga: -D. PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan umum: GCS 92. Tanda-tanda vital: -3. S. Kadiovaskular : hipertensi portal, hipokronik anemia, trombositopeni, PTT memanjang dan tidak kembali normal walaupun tleah diberikan vit.K, E. PEMERIKSAAN PENUNJANGPTT40 (quick%)

Albumin2,8 (mg %)

Bilirubin2 (mg %)

UrinTerdapat urobilinogen, terdapat bilirubin

TinjaKenaikan sterkobilinogen

3.3 Analisa DataNoDataEtiologiMasalah Keperawatan

1.DS:Mengeluh nauseaMengeluh nafsu makan menurunDO:Penurunan BBKetidakadekuatan asupan makananKetidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

2.DS:Mengeluh gatal yang hebatDO:Mata bewarna kuningPerut dan kaki bengkakGangguan sirkulasi dan status metabolicResiko kerusakan Integritas kulit

3.DS:DO:Perut dan kaki bengkakPenimbunan cairan di peritonealKelebihan volume cairan

3.4 Diagnosa Keperawatan1. Nutrisi, Ketidakseimbangan, Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan asupan makanan2. Kerusakan integritas kulit, Resiko berhubungan dengan gangguan sirkulasi dan status metabolic3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penimbunan cairan di peritoneal

3.5 Asuhan Keperawatan Sirosis HatiNoDiagnosaTujuan/KHIntervensi

1.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai oleh:Mengeluh nauseaMengeluh nafsu makan menurunPenurunan BBSetelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, diharapkan terjadi perbaikan status nutrisi dengan kriteria hasil:Memperlihatkan status makanan yang tinggi kalori dan tinggi proteinBertambah berat tanpa memperlihatkan penambahan edema dan asitesMelaporkan peningkatan selera makan1. Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori2. Timbang sesuai indikasi, bandingkan perubahan status cairan, riwayat BB, ukuran kulit trisep3. Bantu dan dorong pasien untuk makan4. Berikan makanan sedikit dan sering5. Berikan makanan halus, hindari makanan kasar, sesuai indikasi6. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan, khususnya sebelum makan7. KolaborasiAwasi pemeriksaan lab (misal: albumin, total protein, ammonia)

2.Resiko Kerusakan Integritas kulit b.d perubahan status cairan ditandai oleh: Mengeluh gatal yang hebatMata bewarna kuningPerut dan kaki bengkak

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam klien menunjukkan tidak ada gangguan integritas kulit dengan kriteria hasil: klien memiliki suhu tubuh normal, mendemonstrasi-kan perawatan kulit rutin yang efektif1. Kaji adanya factor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit (harus terbaring di tempat tidur atau kursi, ketidakmampuan untuk bergerak, dll)

2. Inspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan lain saat mengubah posisi atau minimal setiap hari 3. Pantau kulit terhadap: ruam dan lecet, warna dan suhu, kelembapan dan kekeringan berlebihan, area kemerahan dan rusak.

4. Gunakan kasur penurun tekanan

5. Hindari masase diatas penonjolan tulang

6. Pertahankan tempat tidur bersih, kering dan bebas kerutan

3.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang tidak adekuat ditandai oleh:Perut dan kaki bengkakSetelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam nutrisi terpenuhi dengan criteria hasil: Klien menunjukan peningkatan nafsu makan, Berat badan klien normal1. Berikan makan dalam keadaan hangat2. Berikan klien makan dalam porsi kecil tapi sering3. Berikan informasi yang akurat tentang pentingnya nutrisi4. Motivasi klien untuk menghabiskan makanannya5. Timbang berat badan setiap hari4. Pertahankan kebersihan mulut yang baik sebelum dan sesudah makan5. Hindarkan klien dari rangsangan yang membuat klien mual dan muntahKolaborasi Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasienKolaborasi dengan dokter untuk pemberian multivitamin penambah nafsu makan

BAB IVPENUTUP4.1 KesimpulanSirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson,2001:445).Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot.Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma.

4.2 SaranDari kasus diatas yaitu sirosis hepatis merupakan suatu keadaan masalah kesehatan yang sangat kompleks. Oleh sebab itu diharapkan perawat mampu menerapkan pola suhan keperawatan yang tepat dari pengkajian hingga intervensi yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.

LAMPIRANA. Data Tutorial

Pembimbing Tutuorial:Ns. Kamariyah M.kepKetua:Myrna PusparaniSekretaris :Putrinugraha Wanca ApatyaHari,Tanggal:Rabu, 1 Juli 2015

B. Seven JumpSTEP 1 (Klarifikasi Istilah)1. NauseaSensasi tidak menyenangkan pada epigastrium abdomen.2. SterkobilinogenPigmen kuning-coklat yang memberi warna pada feses, metabolic bilirubin perkusor bagi sterkobilinogen, terbentuk melalui reduksi urobilinogen.3. UrobilinogenSenyawa tidak bewarna dari reduksi bilirubin di usus.4. Hipertensi portalTekanan darah yang tinggi pada vena portal (vena besar yang membawa darah dari usus kehati)5. Hipokromik anemiaTurunnya hemoglobin secara abnormal dalam eritrosit yang lebih cepat daripada kemampuan sumsum tulang belakang untuk menggantinya kembali6. TrombositopeniJumlah trombosit dalam darah dibawah batas normal.7. PotrombineProtein yang tidak stabil yang dibentuk dihati dan dapat diubah menjadi senyawa yang lebih kecil.

STEP 2 (Identifikasi Masalah)1. Mengapa pasien mengalami trombositopeni?2. Mengapa pasien mengalami nafsu makan yang menurun, dan BB yang menurun?3. Mengapa mata pasien bewarna kuning dan buang asir kecil bewarna gelap?4. Mengapa pasien mengalami gatal yang hebat?5. Mengapa setelah dberikan vit. K PTT memanjang dan tidak kembali normal?6. Hubungan hipertensi portal dan hipokromik anemia?7. Mengapa urin terdapat urobilinogen dan pada tinaj terdapat kenaikan sterkobilinogen?8. Mengapa perut dan kaki bengkak?9. Diagnose keperawatan yang mengancam pasien, data yang menunjang!10. Mengapa pasien tidak sadarkan diri?11. Kadar normal hasil lab?12. Fungsi bilirubin!

STEP 3 (Analisa Masalah)1. Trombositopeni pada sirosis hati sering diakibatkan oleh adanya hiperplenisme disfribogemia dan penurunan produksi trombopeiotin oleh hati. 2. Tidak memungkinkan adanya perlintasan darah bebas, maka aliran darah akan kembali ke darah limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif kronis, dengan kata lain kedua organ itu akan dipenuhi oleh darah dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik dan akan menderita dyspepsia kronis atau doare kemudian BB pasien akan mengalami penurunan.3. Pada pasien sirosis hepatis, terjadi peningkatan produksi kadar bilirubin atau akiabta adanya penyumbatan pada kandung empedu sebagai organ yang menyalurkan bilirubin ke usus. Akibatnya terjadi penumpukan bilirubin, hal ini yang membuat wajah, tubuh dan urin berwarna kuning.4. Sirosis hepatis merusak fungsi hati sehingga metabolisme bilirubin terganggu, bilirubin yang tidak terkonjugasi juga mengakiabtakan penumpukan garam empedu dibawah kulit sehingga terjadi pruritus ( gatal), hal ini yang akan menimbulkan kerusakan integritas kulit.5. Pada sirosis hati, fungsi hati terganggu dan terjadi gangguan metabolism protein menyebabkan as.amino relative (albumin dan globulin) sehingga terjadi gangguan sintesis vitamin K. Gangguan sintesis vitamin K mempengaruhi proses/factor pembekuan darah sehingga terganggu dan mengalami perdarahan. Jadi, pemeberian vitamin K sebagai terapi atau pengobatan tidak mempengaruhi factor pembekuan darah dan sintesis dapat terus berjalan. Sehingga mengurangi resiko terjadinya perdarahan. Dan PTT tetap memanjang dan tidak kembali normal.6. Hipertensi portal disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan vena portal yang menetap diatas normal yaitu 6 sampai 12 cmH2O. Mekanismenya adalah terjadi peningkatan resistensi aliran darah melalui hati dan juga terjadi peningkatan aliran artera splangnikus. Anemia terjadi karena adanya gangguan fungsi hati yang menyebabkan sintesis vitamin A, B kompleks, B12 melalui hati menurun akibatnya terjadi penurunan produksi sel darah merah. Tidak ada hubungan.7. Peningkatan sterkobilinogen pada tinja bisa disebabkan karena anemia dan juga berhubungan dengan jumlah HB dalam tubuh.8. Edema disebabkan oleh penurunan konsentrasi albumin plasma sehingga terjadi penumpukan pada bagian kaki. Asites terjadi karena penumpukan cairan di rongga peritoneal abdomen. Penyebab lainnya yaitu, hipoalbuminemia mengakibatkan penurunan osmotic koloid setalah itu terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus ( hipertensi porta) asites.9. Kelebihan volume cairan dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.10. Pada sirosis hepatis sel-sel hati tidak dapat berfungsi secara normal, sehingga zat toksik tidak dapat dikeluarkan oleh hati, sebagai gantinya, zat toksik ini akn berakumulasi dalam darah, maka aliran darah yang menuju otak juga akan mengandung senyawa toksik, hal ini menyebabkan fungsi otak terganggu sehingga terjadi hepatic encephalopathy yang akan membuat pasien mengalami penurunan kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi dengan baik, kehilangan memori dan kebingungan.11. Albumin 3,8 -5,1 gr/dl, PTT 11-15 second, bilirubin total 0,1-1,2 mg/dl, bilirubin direk 0,1- 0,3 mg/dl, bilirubin indirek 0,1-1,0 mg/dl12. Fungsi bilirubin: Bilirubin dibuat oleh aktivitas reduktase biliverdin pada biliverdin , pigmen empedu hijau tetrapyrrolic yang juga merupakan produk katabolisme heme.Bilirubin, ketika teroksidasi, beralih menjadi biliverdin sekali lagi. Siklus ini, selain demonstrasi aktivitas antioksidan ampuh bilirubin, telah menyebabkan hipotesis bahwa peran utama fisiologis bilirubin adalah sebagai antioksidan seluler.STEP 4 (Hipotesis)1. Diagnose medis: Sirosis hepatis2. Diagnosa keperawatana. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhb. Kelebihan volume cairanc. Kerusakan integritas kulitSTEP 5 (Learning Objective)1. Apa definisi, penyebab, patofisiologi, WOC, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, komplikasi dari Sirosis hepatis?2. Bagaimana pengkajian keperawatan pada pasien Sirosis hepatis?3. Bagaimana analisa data pada pasien Sirosis hepatis?4. Bagaimana diagnosa keperawatan pasien dengan Sirosis hepatis?5. Bagaimana asuhan keperawatan Pasien dengan Sirosis hepatis?DAFTAR ISIBAB I1PENDAHULUAN11.1Latar Belakang11.2Rumusan Masalah11.3Tujuan Penulisan11.4 Manfaat2BAB II TINJAUAN PUSTAKA32.1 Definisi32.2 Klasifikasi32.3 Etiologi52.4 Patofisiologi72.5 Manifestasi Klinis82.6 Komplikasi92.7 Pemeriksaan penunjang102.8 Penatalaksanaan Medis11BAB III14TINJAUAN KASUS14BAB IV PENUTUP204.1 Kesimpulan204.2 Saran20LAMPIRAN22

27