sirosis hati css

27
SIROSIS HATI Definisi Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung secara progresif dan ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif yang terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim hati. 1 Klasifikasi Sirosis secara klinik dapat dibagi menjadi 1) sirosis hati kompensata yang berarti belum ada gejala klinis yang nyata, dan 2) sirosis hati dekompensata yang ditandai dengan gejala-gejala klinis yang jelas misalnya: ascites, edema dan ikterus. 1,2 Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis dan hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati. 1 Secara konvensional, berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu: 1) macronoduler (besar nodul > 3mm), 2) mikronoduler (besar nodul < 3mm), atau 3) campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular). 2 Sebagian besar sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi: 1) alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, 4) kardiak, dan 5) metabolil, keturunan, dan terkait obat. 1 Etiologi & Epidemiologi Etiologi dari sirosis dapat dilihat pada tabel dibawah: 1 Tabel 1: Sebab-sebab Sirosis dan/atau Penyakit Hati Kronik Penyakit infeksi Bruselosis Skistosomiasis Ekinokokkus Toksoplasmosis Virus hepatitis (sering di Indonesia adalah Hep. B (40-50%) dan Hep. C (30-40%) Sitomegelovirus

Upload: lukman-hidayat

Post on 06-Aug-2015

159 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sirosis Hati Css

SIROSIS HATI

DefinisiSirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik

yang berlangsung secara progresif dan ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif yang terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim hati.1

KlasifikasiSirosis secara klinik dapat dibagi menjadi 1) sirosis hati kompensata yang berarti belum ada

gejala klinis yang nyata, dan 2) sirosis hati dekompensata yang ditandai dengan gejala-gejala klinis yang jelas misalnya: ascites, edema dan ikterus.1,2 Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis dan hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.1

Secara konvensional, berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu: 1) macronoduler (besar nodul > 3mm), 2) mikronoduler (besar nodul < 3mm), atau 3) campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular).2

Sebagian besar sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi: 1) alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, 4) kardiak, dan 5) metabolil, keturunan, dan terkait obat.1

Etiologi & EpidemiologiEtiologi dari sirosis dapat dilihat pada tabel dibawah:1

Tabel 1: Sebab-sebab Sirosis dan/atau Penyakit Hati KronikPenyakit infeksi Bruselosis

Skistosomiasis Ekinokokkus Toksoplasmosis Virus hepatitis (sering di Indonesia adalah Hep. B (40-50%) dan

Hep. C (30-40%) Sitomegelovirus

Penyakit keturunan dan metabolik

Defisiensi Α-1 Antitripsin Penyakit Gaucher Intoleransi Fruktosa Herediter Sindrom Fanconi Penyakit Simpanan Glikogen Tirosinemia Herediter Galaktosemia Hemokromatosis Penyakit Wilson’s

Obat dan toksin Alkohol Obstruksi Bilier Kolangitis Sklerosis Primer Amiodaron

Page 2: Sirosis Hati Css

Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik Arsenik Sirosis Bilier Primer

Penyebab lain / tidak terbukti

Penyakit Usus Inflamasi Kronik Pintas Jejunoileal Fibrosis Kistik Sarkoidosis

Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimptomatis. Di Negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Di Amerika, keseluruhan insiden diperkirakan sekitar 360 per 100,000 penduduk tetapi di Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.Sardijo Yogyakarta, diperkirakan jumlah pasien sirosis hati berkisar sekitar 4.1% pertahun (2004) dan di Medan diperkikaran sekitar 4% adalah pasien sirosis dari seluruh pasien yang dirawat di bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 4 tahun.1

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkandengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 - 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.2

Patogenesis & Patologi

Alkoholik Sirosis alkoholik ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difud. Kehilangan sel-sel

hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Tiga lesi hati utama akibat induksi alkohol adalah: 1) perlemakan hati alkoholik, 2) hepatitis alkoholik, 3) sirosis alkoholik. Pada perlemakan hati atau steatosis, hepatosit teregang oleh vacuola lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membran sel. Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan mekanisme adalah sebagai berikut: 1) Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular. Ini akan menyebabkan hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (perisentral); 2) Hepatosit yang memetabolismekan etanol dapat melepaskan kemoatraktan neutrofil (intermediate oxygen reaktif, protease dan sitokin) dan menyebabkan infiltrasi. Aktivitas neutrofil dan kemoatraktan tersebut dapat menyebabkan cedera pada sel hati; 3) Formasi asetaldehid-protein adducts menyebabkan pembentukan neoantigen. Hasilnya limfosit yang tersensitasi dan antibodi yang menyerang hepatosit pembawa antigen; 4) Pembentukan radikal bebas untuk jalur alternatif dari metabolisme etanol.1

Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)Hati akan mengkerut, bentuk tidak teratur dan nodulasi sel hati dipisahkan oleh pita fibrosis

yang padat dan lebar. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang sususannya tidak teratur.

Secara normalnya hati mempunyai sel stellata yang berperan dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degeneratif sel . Oleh karena hepar terpapar dengan faktor-faktor tertentu yang berlangsung secara terus-menerus (eg: Hepatitis dan bahan-bahan hepatotoksik) menyebabkan hepatosis dan sel Kuppfer melepaskan sitokin seperti TGF-β. Ini akan mengaktivasikan sel-sel Stellata menyebabkan terjadi miofibroblast-like conformation yang menghasilkan pembentukan fibril kolagen Tipe-1 yang berdeposit di sinusoid-sinusoid dan keadaan

Page 3: Sirosis Hati Css

ini akan menyebabkan fibrosis hepar. Sel-sel hepatosit disekitarnya pula mengalami regenerasi sedangkan dikelilingnya telah mengalami kekakuan dan ini membentuk nodul-nodul keras pada permukaan hati.1

Biliaris Sirosis biliaris dikarenakan adanya cedera atau sumbatan berpanjangan secara sistem biliari

intrahepatik atau ekstrahepatik. Penyakit hati kolestatik dapat disebabkan dari lesi necroinflammatory, proses congenital atau metabolic, atau penekanan external bile duct.3

Kardiak:Pasien dengan long-standing right-sided Congestive Heart Failure akan menyebabkan

kecederaan hepar kronik dan sirosis kardiak tetapi sekarang sudah jarang karena dengan kemajuan dalam penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung.

Dalam kasus long-standing right-sided CHF, terdapat peningkatan tekanan vena yg disalurkan melalui vena kava dan vena hepatikum kepada sinusoid hepar, dimana akan terjadi dilatasi dan penyumbatan darah. Hepar akan membesar dan membengkak, dan lama kelamaan akan terjadi relatif iskemi disebabkankan kurangnya sirkulasi, hepatosit sentrilobular akan menjadi nekrotik dan menjadi fibrosis.3

Patofisiologi & Manifestasi Klinis

Gambar 1: Manifestasi Klinis Mengikut Tahap Keparahan

Page 4: Sirosis Hati Css

Pada peringkat inflamasi hepar, pasien hanya akan mengalami keadaan nyeri, demam, mual, muntah, anoreksia, dan lelah yang disebabkan oleh sitokin-sitokin yang dilepaskan sel-sel inflamasi yang bersirkulasi di dalam darah. 4

Pada peringkat nekrosis hepar, akan terjadi keadaan-keadaan seperti berikut: Penurunan metabolisme bilirubin menyebabkan penumpukan birirubin (hiperbilirubinemia)

dan menyebabkan jaundis, Penurunan bile dalam feses akan menyebabkan warna feses menjadi cerah, Penurunan absorbsi vitamin K akan menyebabkan mudah terjadi perdarahan, Penurunan urobilinogen akan menyebabkan warna urin menjadi gelap, Penurunan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak akan menyebabkan kondisi

hipergikemi, Penurunan plasma protein akan menyebabkan terjadinya asites dan edema, Terjadinya perubahan biokimia tubuh di mana terjadinya peningkatan enzim AST dan ALT,

peningkatan bilirubin serum, serum albumin yang rendah dan pemanjangan masa protrombin serta peningkatan enzim Alkalin Fosfatase.4 Pada peringkat fibrosis dan scarring hepar, akan terjadi asites (gambar 2), edema,

splenomegali (anemia, trombositopenia dan leukopenia) dan varises. Varises terjadi pada anostomoses dari systemic portal (gambar 3). Terdapat 4 tempat dari portosystemic anostomoses yang akan menyebabkan vsarises yaitu: a) rectal varises/hemorrhoid/ambient, b)ileocaecal varises, c) umbilical varises (caput medusa), d) gastroesophageal varises. Varises yang sering terjadi pendarahan adalah pada gastro-esophageal junction karena ia melewati tekanan gradient tertiggi dari tekanan negatif di thorax dan positif di rongga abdomen.

Keadaan fibrosis ini juga akan meyebabkan kegagalan hepar dan akan terjadinya kegagalan hepatorenal, hepatik ensefalopati, hepatik koma dan menyebabkan kematian.4

Gambar 2: Mekanisme Terjadinya Asites Pada Sirosis3

Page 5: Sirosis Hati Css

Gambar 3: Pendarahan Portal dan Anastomoses Portal Sistemik

Gejala-gejala sirosis:Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien

melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasan mudah lelah dan lemas, turun berat badan, mual, perasaan perut kembung dan penurunan selera makan, pada laki-laki, impotensi, penurunan dorongan seksual, testis atrofi dan ginekomastia.1

Bila sudah lanjut akan terlihat gejala dekompensata yaitu: Kegagalan hati dan hipertensi portal, hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam yang tidak terlalu tinggi, gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi dan epistaksis, gangguan siklus haid, ikterik, urin seperti teh pekat dan muntah darah dan/atau melena, sert perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.1

Page 6: Sirosis Hati Css

Temuan klinis:

Gambar 4: Temuan Klinis Pada Sirosis

Tabel 2: Kelainan Pada Organ Dan PenyebabnyaOrgan Kelainan Kepala Allopesia

Pembengkakan kelenjar lakrimalPembengkakan kelenjar parotid

Terutamanya pada pasien alkoholik akibat infiltrasi sekunder lemak, mengalami fibrosis dan edema

Thorax Spider Nevi Merupakan lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil, terutamanya

di bahu, muka dan lengan atas. Akibat daripada peningkatan rasio estradiol: testosteron bebas.

Tetapi ianya tidak spesifik karena ditemukan juga pada wanita hamil, malnutrisi berat dan pada orang yang sehat.

IkterusGinekomastia

karena peningkatan androstenedionHilangnya rambut pada dada dan aksila pada laki-laki → Feminisme

Abdomen Cembung, ukuran hepar bisa normal, membesar atau mengecilHepar terasa keras dan nodularSplenomegali pada pasien non-alkoholik

Akibat dari hipertensi portal menyebabkan kongesti pada pulpa merah lien

Page 7: Sirosis Hati Css

menyebabkan pembesaran lien.Ascites

karena hipertensi portal dan hipoalbuminemiaKaput Medusa

karena hipertensi portal yang menyebabkan umbilical varices

Genitalia Atrofi testis (hipogonadisme)ImpotensiRambut pada pubis jarang atau tidak ada sama sekali

Ekstremitas Eritema palmar disebabkan oleh peningkatan estrogen yang menyebabkan vasodilatasi ciri ini tidak khas karena ditemukan juga pada kehamilan, Reumatik

Artritis, Hipertiroidisme dan keganasan hematoma.Liver nails, Muehrcke line

Pita putih horisontal dipisahkan dengan warna kuku normal. Tiada lanula pada proksimal kuku (karena hipoalbuminemia)

Keadaan ini ditemukan juga pada kasus sindroma nefrotikEdema tungkai

hipoalbuminemiaFlapping tremorAsterixis

Keadaan berupa gerakan mengepak tangan, dorsofleksi tangan. Terjadi bilateral tetapi tidak sinkron.

Kontraktur Dupuytren terjadi karena fibrosis fascia palmaris menyebabkan kontraktur fleksi jari-

jari terutamanya jari ke-empat dan ke-lima. Terjadi pada pasien alkoholik dan tidak spesifik pada sirosis karena bisa

terjadi juga pada pasien Diabetes, Distrofi Refleks Simpatetis, perokok dan peminum alkohol.

Lebam-lebam pada ekstremitas Akibat trombositopenia & penurunan vit K

Lain-lain Kulit dan membran mukosa mengalami ikterusFetor Hepatikum

Akibat peningkatan konsentrasi dimetil sulfid karena pintasan porto sistemik yang berat.

Hepatik Ensefalopati Disebabkan oleh toxic metabolites yang biasanya di detoksifikasi di hepar,

bersirkulasi di dalam darah dan melewati sawar otak Ammonia hasil dari pemecahan protein memain peranan yang besar

Hepatorenal Syndrome Diduga disebabkan oleh penurunan volume intravascular, aktivasi dari

system rennin angiotensin, dan vasokonstriksi dari arteri afferent dari renal, dan menyebabkan penurunan GFR.

Diagnosis

Page 8: Sirosis Hati Css

Satu atau multi faktor penyebab gangguan pada liver dapat berujung pada sirosis, dengan yang paling umum adalah konsumsi alkohol, hepatitis kronik C dan B, obesitas dengan perlemakan hati non alkoholik. (APF Part 1) Untuk itu, untuk menetukan diagnosis sirosis dan penyebabnya harus mengevaluasi mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya yang dibutuhkan.3

Gambar 5. Algoritma diagnosis sirosis dan gagal hati kronis.5

a. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Banyak dari pasien sirosis yang tetap asimtomatik sampai tahap dekompesasi terjadi. Faktor-faktor yang mempredisposisi terjadinya sirosis seperti kuantitas dan durasi alkohol, faktor resiko untuk terjadinya transmisi hepatitis B dan C (area endemis, riwayat seksual beresiko, penggunaan obat intravena, tato, dll), riwayat penyakit kuning atau penyakit liver di keluarga, semua nya harus ditanyakan. Tahap awal kompensasi sirosis dapat bermanifestasi sebagai anoreksia, turun berat badan, lemah badan, dan bahkan osteoporosis. Pada tahap dekompensasi sudah dapat mulai terjadi komplikasi lebih lanjut dan mulai timbul ikterik, gatal-gatal, manifestasi perdarahan gastrointestinal, meningkatnya lingkar abdomen dan perubahan mental. Semua nya merupakan hasil dari terganggunya fungsi hepatoseluler.5

Pemeriksaan fisik pasien dengan sirosis dapat memperlihatkan berbagai temuan seperti yang ada di tabel 3.

Tabel 3. Temuan umum pemeriksaan fisik pada pasien dengan sirosis.5

Page 9: Sirosis Hati Css

Abdominal wall vascular collaterals (caput medusa)

Ascites

Asterixis

Clubbing and hypertrophic osteoarthropathy

Constitutional symptoms, including anorexia, fatigue, weakness, and weight loss

Cruveilhier-Baumgarten murmur—a venous hum in patients with portal hypertension

Dupuytren’s contracture

Fetor hepaticus—a sweet, pungent breath odor

Gynecomastia

Hepatomegaly

Jaundice

Kayser-Fleischer ring—brown-green ring of copper deposit around the cornea, pathognomonic for Wilson’s disease

Nail changes:

Muehrcke’s nails—paired horizontal white bands separated by normal color

Terry’s nails—proximal two thirds of nail plate appears white, whereas the distal one third is red

Palmar erythema

Scleral icterus

Vascular spiders (spider telangiectasias, spider angiomata)

Splenomegaly

Testicular atrophy

b. Evaluasi Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pasien dengan sirosis tidak hanya mengevaluasi fungsi liver, tetapi juga menilai fungsi renal dan sirkulasi (Tabel 2). Idealnya, pasien harus dievaluasi saat tidak sedang mengonsumsi agen diuretika, karena fungsi renal dapat dipengaruhi oleh obat-obatan tersebut. Bila pasien mengalami asites, maka cairan juga harus diperiksa untuk melihat apakah pasien mengalami peritonitis bakteri spontan.6

Page 10: Sirosis Hati Css

Tabel 4. Evaluasi pasien dengan sirosis dan asites.6

Selain itu, hasil dari pemeriksaan laboratorium tersebut dapat menjadi petunjuk untuk mencari etiologi sirosis pada pasien (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil laboratorium dan etiologi penyebab penyakit liver kronis.5

Etiology Laboratory tests and results

Alcoholic liver disease AST:ALT ratio > 2*

Elevated GGT

α1-Antitrypsin deficiency Decreased serum α1-antitrypsin

Genetic screening recommended in equivocal cases

Page 11: Sirosis Hati Css

Etiology Laboratory tests and results

Autoimmune hepatitis (type 1)

Positive ANA and/or ASMA in high titer

Chronic hepatitis B Positive HBsAg and HBeAg qualitative assays

Once HBeAg is negative and HBeAb is positive, HBsAg should be monitored periodically to determine viral clearance.

Hepatitis B virus DNA quantification used to document viral clearance

Elevated AST and/or ALT*

Chronic hepatitis C Positive hepatitis C virus antibody qualitative assay

HCV RNA quantification used to document viral clearance

HCV viral genotype to determine potential response to antiretroviral therapy

Elevated AST and/or ALT*

Hepatocellular carcinoma Elevated alpha fetoprotein, AST, and/or ALT*

Elevated ALP with obstruction or cholestasis

Hereditary hemochromatosis

Elevated fasting transferrin saturation, unsaturated iron-binding capacity, or ferritin. A transferrin saturation ≥45 percent or an unsaturated iron-binding capacity 155 mcg per dL (27.7 μmol per L) should be followed by analysis for HFE (hemochromatosis) gene mutations.

Nonalcoholic fatty liver disease

Elevated AST and/or ALT*

Ultrasonography or biopsy necessary to establish diagnosis.

Primary biliary cirrhosis and primary sclerosing cholangitis

Diagnosis made via contrast cholangiography, can be supported clinically by positive antimitochondrial antibody (primary biliary cirrhosis) or antineutrophil cytoplasmic antibody (primary sclerosing cholangitis) in high titers.

Elevated AST, ALT, and ALP common

Wilson’s disease Serum ceruloplasmin < 20 mg per dL (200 mg per L) (normal: 20 to 60 mg per dL [200 to 600 mg per L]), or low serum copper level (normal: 80 to 160 mcg per dL [12.6 to 25.1 μmol per L])

Basal 24-hour urinary copper excretion > 100 mcg (1.57 μmol) (normal: 10 to 80 mcg [0.16 to 1.26 μmol])

Page 12: Sirosis Hati Css

Etiology Laboratory tests and results

Genetic screening recommended in equivocal cases, but must be able to detect multiple mutations in Wilson’s disease gene.

AST = aspartate transaminase; ALT = alanine transaminase; GGT = γ-glutamyltransferase; ANA = antinuclear antibody; ASMA = anti–smooth muscle antibody; HBsAg = hepatitis B surface antigen; HBeAg = hepatitis B e antigen; HBeAb = hepatitis B e antibody; HCV = hepatitis C virus; ALP = alkaline phosphatase.

Page 13: Sirosis Hati Css

c. Evaluasi Radiologi dan Penunjang lain

Sekalipun banyak pemeriksaan radiology yang dapat memperlihatkan bukti adanya sirosis, namun tidak ada tes yang dijadikan standar diagnosa. Penggunaan utama tes radiology adalah untuk mendeteksi adanya asites, hepatosplenomegali, trombosis vena hepar atau karsinoma hepatoseluler.5

Ultrasonografi (USG) abdomen dengan Doppler sebaiknya menjadi tes radiografi pertama yang dilakukan dalam mengevaluasi sirosis karena tidak invasif, tidak mahal dan tidak mempunyai resiko paparan radiasi atau memakai kontras intravena seperti pada skan computed tomography (CT). Hasil USG yang khas pada sirosis adalah nodularitas, iregularitas, hiper echo, dan atrofi dari liver. Pada tahap lanjut, aliran Doppler di sirkulasi portal dapat menurun secara signifikan.5

CT dan magnetic resonance imaging (MRI) secara umum kemampuannya rendah dalam mendeteksi perubahan morfologis pada tahap awal sirosis, tetapi keduanya dapat mendemonstrasian nodularitas dan atrofi lobular secara akurat. MRI paling baik digunakan untuk follow-up perubahan pada bentuk dan ukuran hepar. CT dapat digunakan untuk menilai patensi vena portal.5

Pertimbangan untuk melakukan biopsi liver dapat dipertimbangkan setelah tes serologis dan radiografi gagal untuk mengkonfirmasi diagnosis sirosis, dan keuntungan biopsy yang akan dilakukan harus melebihi resikonya. Sensitivitas dan spesifitas keakuratan diagnosis sirosis dan etiologinya berkisar dari 80 hingga 100 persen, tergantung dari jumlah dan ukuran sample histology dan metode pengambilannya.5

Prevensi

Pasien dengan sirosis dan asites berada pada resio yang tinggi untuk terjadinya berbagai komplikasi sirosis. Maka langkah-langkah preventif harus dilakukan agar dapat mengurangi morbiditas pasien. Komplikasi yang dapat dicegah secara efektif termasuk pendarahan gastrointestinal karena varises gastrointestinal, peritonitis bakteri spontan, dan sindrom hepatorenal. (Tabel 6) 6

Tabel 6. Intervensi Efektif Untuk Mencegah Komplikasi Pada Pasien Dengan Sirosis6

Page 14: Sirosis Hati Css

Terapi

Terapi pada pasien sirosis biasanya ditujukan pada komplikasi yang terjadi, seperti asites, peritonitis bacterial spontan, encephalopati hepar, hipertensi portal, pendarahan varises dan sindrom hepatorenal.7

Tabel 7. Terapi dari komplikasi sirosis 7

Complication Treatment Dosage

Ascites Sodium restriction Maximum 2,000 mg per day3 Spironolactone (Aldactone) Start 100 mg orally per day; maximum 400

mg orally per day3 Furosemide (Lasix) Start 40 mg orally per day; maximum 160

mg orally per day3Albumin 8 to 10 g IV per liter of fluid (if greater than

5 L) removed for paracenteses3 Fluid restriction Recommended if serum sodium is less than

120 to 125 mEq per L (120 to 125 mmol per L)3

Spontaneous bacterial peritonitis*†

Cefotaxime (Claforan) 2 g IV every eight hours3 Albumin 1.5 g per kg IV within six hours of detection

and 1 g per kg IV on day 33 Norfloxacin (Noroxin)† 400 mg orally two times per day for

treatment3 400 mg orally two times per day for seven days with gastrointestinal hemorrhage3400 mg orally per day for prophylaxis3

Trimethoprim/sulfamethoxazole 1 single-strength tablet orally per day for prophylaxis3

(Bactrim, Septra)† 1 single-strength tablet orally two times per day for seven days with gastrointestinal hemorrhage3

Hepatic encephalopathy

Lactulose 30 to 45 mL syrup orally titrated up to three or four times per day or 300 mL retention enema until two to four bowel movements per day and mental status improvement7

Neomycin 4 to 12 g orally per day divided every six to eight hours; can be added to lactulose in patients who are refractory to lactulose alone7,8

Portal hypertension and variceal bleeding

Propranolol (Inderal) 40 to 80 mg orally two times per day9 Isosorbide mononitrate (Ismo) 20 mg orally two times per day9

Hepatorenal Midodrine (ProAmatine) and Dosed orally (midodrine) and IV (octreotide)

Page 15: Sirosis Hati Css

Complication Treatment Dosage

syndrome octreotide (Sandostatin) to obtain a stable increase of at least 15 mm Hg mean arterial pressure10

Dopamine 2 to 4 mcg per kg per minute IV (nonpressor dosing to produce renal vasodilatation)10

IV = intravenously; PMNL = polymorphonuclear leukocyte.

*—Patients with ascitic fluid PMNL counts greater than or equal to 250 cells per mm3 should receive empiric antibiotic therapy; patients with ascitic fluid PMNL counts less than 250 cells per mm3 and signs and symptoms of infection should receive empiric antibiotic therapy while awaiting culture results.

†—Patients who survive an episode of spontaneous bacterial peritonitis should receive long-term prophylaxis with norfloxacin or trimethoprim/sulfamethoxazole.

Terapi Asites

Asites didefinisikan sebagai akumulasi patologis cairan dalam rongga peritoneal. Sekitar 85 % pasien dengan asites memiliki sirosis, dan 15% sisanya disebabkan retensi cairan non hepar. Pemeriksaan laboratorium awal untuk cairan asites yang diambil dengan parasentesis termasuk hitung diferensial leukosit, total level protein dan gradient albumin serum-asites/ serum-ascites albumin gradient (SAAG). SAAG merupakan salah satu cara yang berguna untuk menentukan prognosis tekanan portal, caranya dengan mengurangi konsentrasi albumin asites dari konsentrasi albumin serum yang diambil pada hari yang sama. Jika SAAG nya 1.1 g/dL (11 g per L) atau lebih, maka ada kemungkinan besar terjadi hipertensi portal; jika kurang dari 1.1 g/dL, penyebab asites lain nya harus diselidiki, seperti peritoneal carcinomatosis, tuberculous peritonitis dan pancreatic ascites.7

Terapi first-line dari pasien dengan sirosis termasuk restriksi natrium (tidak lebih dari 2,000 mg per hari) dan diuretika (contoh: oral spironolactone [Aldactone], furosemide [Lasix]), dan juga abstinen total dari alkohol. Restriksi cairan tidak perlu kecuali kadar natrium serum kurang dari 120 to 125 mmol/L. Infus albumin setelah parasentesis tidak dianggap perlu untuk parasentesis yang hanya dilakukan sekali dan kurang dari 4-5 L, tetapi infus albumin 8-10 gr/liter cairan yang diambil perlu dipertimbangkan untuk parasentesis dalam skala besar.7

Peritonitis Bakteri Spontan

Pasien dengan jumlah leukosit PMN pada cairan asites 250 sel/mm3 atau lebih sudah harus mulai menerima terapi antibiotic empiris (contoh: cefotaxime [Claforan] 2 g intravena setiap delapan jam) dan albumin (1.5 g/kg BB dalam waktu enam jam sejak deteksi dan 1 gr/kg di hari ke 3) untuk mencegah terjadinya peritonitis bakterial. Pasien yang berhasil melewati episode peritonitis bakteri spontan harus menerima profilaksis jangka panjang dengan norfloxacin (Noroxin) atau trimethoprim/sulfamethoxazole (Bactrim, Septra). 7

Hepatoensefalopati

Hepatoensefalopati menggambarkan sudah terjadinya penurunan pada fungsi neuropsikiatri disebabkan penyakit liver akut dan kronis, yang sering muncul pada pasien dengan hipertensi portal. Onset nya seringkali tiba-tiba dan dikarakterisasi oleh perubahan yang tidak terlalu tampak dan intermiten pada memori, personalitas, konsetrasi dan waktu reaksi. Hepatoensefalopati merupakan

Page 16: Sirosis Hati Css

diagnosis eksklusi, sehingga semua etiologi dari perubahan status mental harus jelas disingkirkan sebelumnya.

Target terapi dari Hepatoensefalopati termasuk perawatan suportif, identifikasi dan eliminasi faktor etiologi dan optimisasi dari terapi jangka panjang. Terapi harus diarahkan langsung kepada perbaikan status mental pasien melalui pembersihan usus dengan laktosa secara oral atau dengan enema.

Tabel 8. Terapi Hepatoensefalopati7

Identify and correct the precipitating causes:1. Assess vital signs and volume status.2. Evaluate for gastrointestinal bleeding.3. Eliminate sedatives or tranquilizers.4. Screen for hypoxia, hypoglycemia, anemia, hypokalemia, metabolic alkalosis, and other potential metabolic or endocrine factors; correct as indicated.Initiate ammonia-lowering therapy:1. Use nasogastric lavage, lactulose, and/or other cathartics or enemas to remove source of ammonia from colon.2. Initiate treatment with lactulose or lacitol to produce two to four bowel movements per day.3. Consider oral nonabsorbable antibiotics to reduce intestinal bacterial counts.4. Consider treatment with flumazenil (Romazicon) or another benzodiazepine receptor antagonist.Minimize potential complications of cirrhosis and depressed consciousness:1. Provide supportive care with attention to airway, hemodynamic, and metabolic statuses.

Adapted with permission from Fitz JG. Hepatic encephalopathy, hepatopulmonary syndromes, hepatorenal syndrome, coagulopathy, and endocrine complications of liver disease. In: Feldman M, Friedman LS, Sleisenger MH, eds. Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease: Pathophysiology, Diagnosis, Management. 7th ed. Philadelphia, Pa.: Saunders, 2002:1548.

Hipertensi Portal dan Pendarahan varises

Target terapi pendarahan varises akut adalah resusitasi hemodinamik, terapi pendarahan aktif dan pencegahan pendarahan ulang. Ligasi Band merupakan standar untuk control pendarahan varises. Setelah perdarahan aktif berhenti, maka enam minggu selanjutnya masih terdapat resiko yang tinggi untuk terjadinya perdarahan kembali. Resiko paling besar terjadinya pendarahan ulang adalah 48 sampai 72 jam pertama, dengan lebih dari 50% muncul pada 10 hari pertama. Faktor resiko untuk pendarahan ulang awal termasuk usia yang lebih tua dari 60 tahun, gagal ginjal, varises yang besar dan pendarahan pertama yang parah (contoh: hemoglobin < 8 g/dL).7

Sindrom Hepatorenal

Sindrom hepatorenal didefinisikan sebagai gagal ginjal fungsional pada pasien sirosis dengan absennya penyakit renal intrisik. Sindrom ini bercirikan adanya retensi air dan natrium pada pasien dengan vasokonstriksi renal, sehingga terjadi penurunan output urin, aliran darah renal, laju filtrasi glomerular yang berkontribusi pada azotemia. (Tabel 9)

Page 17: Sirosis Hati Css

Tabel 9. Kriteria Diagnostik untuk Sindrom Hepatorenal 7

Major criteria

Chronic or acute liver disease with advanced hepatic failure and portal hypertensionLow glomerular filtration rate, indicated by serum creatinine level > 1.5 mg per dL (130 μmol per L) or creatinine clearance < 40 mL per minute (0.67 mL per second)Absence of treatment with nephrotoxic drugs, shock, infection, or significant recent fluid lossesNo sustained improvement in renal function after diuretic withdrawal and volume expansion with 1.5 L isotonic salineProteinuria < 0.5 g per dL (5 g per L) and no ultrasonographic evidence of obstruction or parenchymal renal diseaseAdditional criteriaUrine volume < 500 mL per dayUrine sodium < 10 mEq per L (10 mmol per L)Urine osmolality greater than plasma osmolalityUrine red blood cells < 50 per high-power fieldSerum sodium concentration < 130 mEq per L (130 mmol per L)

Adapted with permission from Fitz JG. Hepatic encephalopathy, hepatopulmonary syndromes, hepatorenal syndrome, coagulopathy, and endocrine complications of liver disease. In Feldman M, Friedman LS, Sleisenger MH, eds. Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease: Pathophysiology, Diagnosis, Management, 7th ed. Philadelphia, Pa.: Saunders, 2002:1556.

Hemodialisis seringkali digunakan untuk mengontrol azotemia dan mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit. Obat NSAID dan obat lain yang berpotensi nephrotoksik harus dihindari.7

Transplantasi Liver

Indikasi

Kandidat potensial untuk transplantasi liver adalah pasien dengan gagal hepar fulminan, cirosis dekompensata (termasuk sindrom hepatorenal), atau karsinoma hepatoseluler dengan lesi single lebih besar dari 5 cm atau tidak lebih dari tiga lesi dengan yang terbesar 3 cm atau lebih kecil. Sistem klasifikasi skor Child-Turcotte-Pugh (CTP) berguna untuk menilai keparahan penyakit liver pada pasien yang sudah terdiagnosa sirosis. (Tabel 10) Pada penelitian retrospektif melibatkan 92 pasien dengan sirosis yang telah menjalani pembedahan abdominal, angka mortalitas pasien CTP kelas A adalah 10%, 30% untuk pasien kelas B dan 82% untuk kelas C. Klasifikasi CTP juga berkolerasi dengan frekuensi dari komplikasi paska operasi termasuk gagal ginjal, hepatoensefalopati, perdarahan, infeksi, asites dan perburukan gagal hati.7

Page 18: Sirosis Hati Css

Tabel 10. Child-Turcotte-Pugh Scoring System7

Points scored for increased abnormalityClinical and laboratory

measurements1 2 3

Encephalopathy (grade) None 1 to 2 3 to 4

Ascites NoneMild (or controlled by

diuretics)At least moderate despite

diuretic treatment

Prothrombin time (seconds prolonged)

< 4 4 to 6 > 6

or

INR < 1.7 1.7 to 2.3 > 2.3

Albumin (g per dL) > 3.5 2.8 to 3.5 < 2.8

Bilirubin (mg per dL) < 2 2 to 3 > 3

A score of 5 to 6 = grade A; 7 to 9 = grade B; 10 to 15 = grade C.

INR = International Normalized

Ratio.Adapted with permission from Davern TJ, Scharschmidt BF. Biochemical liver tests. In Feldman M, Friedman LS, Sleisenger MH, eds. Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease: Pathophysiology, Diagnosis, Management. 7th ed. Philadelphia, Pa.: Saunders, 2002: 1236.

Kontraindikasi

Kontraindikasi absolute untuk transplantasi liver meliputi kondisi klinis dimana hasil dari transplantasi liver sangat jelek. Contohnya adalah gagal organ berbagai system, infeksi atau malignansi ektrahepatik atau ekstrabilier, penyakit pulmonal atau jantung tahap akhir, infeksi HIV dan penyalahgunaan alcohol atau zat-zat lain. Kontraindikasi relatif termasuk komorbiditas yang mempunyai potensial untuk mengurangi angka survival tetapi masih ada pilihan untuk transplantasi. Contohnya adalah insufisiensi renal, keganasan hepatobilier > 5 cm, hemokromatosis, peritonitis bacterial, usia > 65 tahun dan ketidakmampuan untuk menahan obat imunosupresan.7

Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.

Klasifikasi Clild-Pulg, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut, 100, 80, & 45%.

Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.

Page 19: Sirosis Hati Css

DAFTAR PUSTAKA

1) Siti Nurdjanah. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. 101:445 – 48

2) Siti Maryani Sutadi. Sirosis Hepatitis. Fakultas Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. USU Digital Library. 2003. 1 - 7

3) Bacon, R.B. Cirrhosis and Its Complications. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008. 302: 1971-83.

4) Heuther, S.E. Cirrhosis. Understanding Pathophysiology, 3rd Edition. Mosby,Inc. 2004. 34: 1008-10

5) Heidelbaugh J.J, Bruderly M. Cirrhosis and Chronic Liver Failure: Diagnosis and Evaluation. American Family Physician. 2006 Sept. 74(5):756-762.

6) Gines P, Andreas C, et al. Management of Cirrhosis and Ascites. New England Journal Medicine. 2004 April. 350: 1646-54.

7) Heidelbaugh J.J, Bruderly M. Cirrhosis and Chronic Liver Failure: Complications and Treatment. American Family Physician. 2006 Sept.. 74(5):767-776