patofisiologi sirosis hati

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketifa pada pasien yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis serta Hepatosellular carsinoma. Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi. Penyebab paling umum penyakit sirosis adalah kebiasaan meminum alkohol dan infeksi virus hepatitis C. Sel-sel hati berfungsi mengurai alkohol, tetapi terlalu banyak alkohol dapat merusak sel-sel hati. Infeksi kronis virus hepatitis C menyebabkan peradangan jangka panjang dalam hati yang dapat

Upload: mawar-putri-julica

Post on 04-Aug-2015

1.804 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: Patofisiologi Sirosis Hati

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketifa

pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).

Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar

25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan

penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam.

Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi

berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas,

koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis

serta Hepatosellular carsinoma.

Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai

dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka

kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh

populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan

ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.

Penyebab paling umum penyakit sirosis adalah kebiasaan meminum alkohol

dan infeksi virus hepatitis C. Sel-sel hati berfungsi mengurai alkohol, tetapi terlalu

banyak alkohol dapat merusak sel-sel hati. Infeksi kronis virus hepatitis C

menyebabkan peradangan jangka panjang dalam hati yang dapat mengakibatkan

sirosis. Berdasarkan penelitian, 1 dari 5 penderita hepatitis C kronis dapat

berkembang menjadi sirosis.

Keadaan rongga mulut pasien dengan sirosis hati dapat terpengaruh dari

keadaan sistemik. Pada pasien dengan kelainan hati yang paling sering ditemukan

adalah jaundice pada membran mukosa. Kesehatan rongga mulut juga memiliki kaitan

erat dengan bagaimana pasien dapat menjaga kesehatan rongga mulutnya. Beberapa

penyakit dalam rongga mulut yang disebabkan oleh sistemik dapat diperbarah oleh

factor lokal yang ada dalam rongga mulut seperti bakteri dan plak. Usaha pencegahan

dapat dilakukan dengan melakukan tindakan pembersihan rongga mulut yang baik.

Pada beberapa pasien dengan kelainan sirosis hati beberapa mengalami

penurunan kebersihan mulut karena terbatasnya kemampuan untuk beraktivitas.

Kondisi sirosis juga perlu menjadi perhatian yang lebih bagi dokter gigi dalam

Page 2: Patofisiologi Sirosis Hati

melaksanakan tindakan dental baik invasive maupun non invasif. Perlu dilakukan

kerjasama dengan dokter penyakit dalam dalam penentuan status kesehatan dan

cabang lain agar tindakan dapat berjalan dengan lancar.

Page 3: Patofisiologi Sirosis Hati

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketifa

pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).

Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar

25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.

Sirosis adalah proses difus yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan struktur

hepar yang normal menjadi nodula- nodula yang abnormal. Hasil akhirnya adalah

destruksi hepatosit dan digantikan oleh jaringan fibrin serta gangguan atau kerusakan

vaskular (Dipiro et al, 2006). Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai

dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan,

laporan di negara maju, maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya

kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya

ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan

saat atopsi. Progevisitas sirosis akan mengarah pada kondisi hipertensi portal yang

bertanggung jawab terhadap banyak komplikasi dari perkembangan penyakit sirosis

ini. Komplikasi ini meliputi spontaneous bacterial peritonitis (SBP), hepatic

encephalophaty dan pecahnya varises esophagus yang mengakibatkan perdarahan

(hematemesis dan atau melena) (Seaseet al, 2008). Pada sirosis hepatis, jaringan hati

yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses

bertahap. Jaringan parut ini mempengaruhi struktur normal dan regenerasi sel-sel hati.

Sel-sel hati menjadi rusak dan mati sehingga hati secara bertahap kehilangan

fungsinya. Hati (liver) sebagaimana diketahui adalah organ di bagian kanan atas perut

yang memiliki banyak fungsi, di antaranya:

Menyimpan glikogen (bahan bakar untuk tubuh) yang terbuat dari gula. Bila

diperlukan, glikogen dipecah menjadi glukosa yang dilepaskan ke dalam

aliran darah.

Membantu proses pencernaan lemak dan protein.

Membuat protein yang penting bagi pembekuan darah.

Mengolah berbagai obat

Membantu membuang racun dari tubuh.

Sirosis merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena mengganggu fungsi-fungsi

di atas. Selain itu, sirosis juga berisiko menjadi kanker hati (hepatocellular

Page 4: Patofisiologi Sirosis Hati

carcinoma). Risiko terbesar sirosis yang disebabkan oleh infeksi hepatitis C dan B,

diikuti dengan sirosis yang disebabkan oleh hemokromatosis (Sutadi, 2003).

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika

dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak

antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 449 tahun

(Sutadi, 2003).

A. ETIOLOGI

Etiologi sirosis dapat diidentifikasi dengan riwayat pasien yang

dikombinasikan dengan evaluasi serologis dan histologis. Alkoholic liver disease dan

hepatitis C merupakan penyebab utama pada negara-negara Barat, sedangkan hepatitis

B merupakan penyebab utama pada wilayah Asia dan sub-sahara Afrika. Etiologi

sirosis penting untuk diketahui, karena hal tersebut dapat memprediksi komplikasi

dan pemilihan treatment. Selain itu pengetahuan tentang etiologi juga bermanfaat

dalam tindakan preventif. Berbagai faktor etiologi dapat berakibat pada sirosis hati,

diantaranya konsumsi alkohol, umur diatas 50 tahun, dan jenis kelamin pria

merupakan faktor resiko hepatitis C kronis. Obesitas pada usia tua, resistensi

insulin/DM tipe 2, hipertensi dan hiperlipidemia merupakan faktor resiko NASH

(nonalcoholic steatohepatitits) (Schuppan dan Afdhal, 2008). Selain itu Etiologi

sirosis hati dapat disebabkan oleh:

1. Virus hepatitis (B,C,dan D)

2. Alkohol

3. Kelainan metabolic :

a. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)

b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)

c. Defisiensi Alphal-antitripsin

d. Glikonosis type-IV

e. Galaktosemia

f. Tirosinemia

4. Kolestasis

Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus,

dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis

terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary

atresia. Pada penyakit ini empedu memenuhi hati karena saluran empedu tidak

berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit

Page 5: Patofisiologi Sirosis Hati

kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan

untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi

transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati

stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami

peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary

Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai

komplikasi dari pembedahan saluran empedu.

5. Sumbatan saluran vena hepatica

- Sindroma Budd-Chiari

- Payah jantung

6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)

7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan lainlain)

8. Operasi pintas usus pada obesitas

9. Kriptogenik

10. Malnutrisi

11. Indian Childhood Cirrhosis

(Sutadi, 2003)

B. GEJALA KLINIS

Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang

tersebut di bawah ini :

1. Kegagalan Prekim hati

2. Hipertensi portal

3. Asites

4. Ensefalophati hepatitis

Keluhan dari sirosis hati dapat berupa :

a. Merasa kemampuan jasmani menurun

b. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan

c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap

d. Pembesaran perut dan kaki bengkak

e. Perdarahan saluran cerna bagian atas

f. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic

Enchephalopathy

g. Perasaan gatal yang hebat

(Sutadi, 2003)

Page 6: Patofisiologi Sirosis Hati

C. PATOFISIOLOGI SIROSIS HATI

Fibrosis merupakan enkapsulasi atau penggantian jaringan yang rusak oleh

jaringan kolagen. Fibrosis hati merupakan hasil perpanjangan respon penyembuhan

luka normal yang mengakibatkan abnormalitas proses fibrogenesis (produksi dan

deposisi jaringan ikat). Fibrosis berlangsung dalam berbagai tahap, tergantung pada

penyebab kerusakan, lingkungan, dan faktor host. Sirosis hati merupakan tahapan

lanjut dari fibrosis hati, yang juga disertai dengan kerusakan pembuluh darah. Sirosis

hati menyebabkan suplai darah dari arteri yang menuju hati, berbalik ke pembuluh

vena, merusak pertukaran antara hepatik sinusoid dan jaringan parenkim yang

berdekatan, contohnya hepatosit. Hepatik sinusoid dilapisi oleh endotel berfenestrasi

yang berada pada lapisan jaringan ikat permeabel (ruang Disse) yang mengandung sel

stelat hepatik (HSC) dan beberapa sel mononuklear. Bagian lain dari ruang Disse

dilapisi oleh hepatosit yang menjalankan sebagian besar fungsi hati. Pada kondisi

sirosis, ruang Disse terisi oleh jaringan parut dan fenestrasi endotel menghilang,

proses ini disebut kapilarisasi sinusoidal. Secara histologis, sirosis dicirikan oleh septa

fibrotik tervaskularisasi yang menghubungkan portal tract satu dengan yang lainnya

dan dengan vena sentral, membentuk pulau hepatosit yang dikelilingi oleh septa

fibrotik yang tidak memiliki vena sentral. Akibat klinis yang utama dari sirosis adalah

terganggunya fungsi hati, meningkatnya resistensi intrahepatik (portal hipertensi) dan

perkembangan yang mengarah pada hepatoselular karsinoma (HCC). Abnormalitas

sirkulasi general yang terjadi pada sirosis (splachnic vasodilatation, vasokonstriksi

dan hiperfusi ginjal, retensi air dan garam, meningkatnya output kardiak) sangar erat

kaitannya dengan perubahan vaskularisasi hati dan portal hipertensi. Sirosis dan

gangguan vaskular yang diakibatkannya bersifat irreversibel, namun penyembuhan

sirosis masih mungkin terjadi (Schuppan dan Afdhal, 2008).

(Sutadi, 2003)

Page 7: Patofisiologi Sirosis Hati

D. MANIFESTASI ORAL

Rongga mulut dapat menunjukkan disfungsi hati dalam bentuk:

jaundice pada membran mukosa

gingivitis

perdarahan gingiva

foetor hepaticus (bau karakteristik penyakit hati yang parah)

cheilitis

lidah atropik dan halus

xerostomia

bruxism

perioral rash,

periodontitis kronis

Pasien dengan sirosis hati memiliki oral higien yang buruk, terutama pada

kasus dimana kerusakan hati disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan (Pamplona

dkk., 2011).

E. MANAJEMEN PERAWATAN DENTAL

Manajemen perawatan dental pada pasien dengan sirosis hati, secara umum meliputi:

1. Minimalisasi perdarahan

2. Penggunaan suction yang adekuat karena apabila pasien menelan darah, dapat

menimbulkan encephalopathy

(Ganda, 2007)

3. Interkonsultasi dengan dokter pasien atau dokter spesialis untuk dapat

mengetahui kondisi medis pasien

4. Pada pasien dengan hepatitis fase akut, yang boleh dilakukan hanya perawatan

emergensi.

5. Untuk perawatan yang invasif, harus dilakukan pemeriksaan laboratorium

untuk koagulasi dan hemotasis darah, seperti pemeriksaan darah lengkap,

bleeding time, prothrombin time, thrombin time, thromboplastine time, dan

biokimia hati (GOT, GPT, dan GGT)

6. Dari pemeriksaan lab, pada perawatan yang invasif dapat diberikan agen

hemostatik lokal seperti asam tranexamat, fresh plasma, platelet, dan vitamin

K

Page 8: Patofisiologi Sirosis Hati

7. Diresepkan antibiotik profilaksis karena disfungsi hati berhubungan dengan

penurunan kemampuan imun.

(Cruz-Pamplona, dkk., 2011)

Penanganan pasien dengan hepatitis atau sirosis hati harus memperhatikan faktor

penularan. Perlu diketahui bahwa virus hepatitis dapat tetap stabil lebih dari 5 hari.

Cara pencegahan penularan hepatitis pada klinik, yaitu:

- Sebagai dokter gigi, harus menerima anti-hepatitis B immunoglobulin sebagai

pencegahan

- Anamnesis yang baik untuk mengetahui resiko yang dapat terjadi

- Sterilisasi alat dengan metode konvensional pun dapat mengeliminasi protein

dan asam nukelat pada DNA hepatitis B serta RNA hepatitis C.

- Apabila operator tertusuk dengan instrumen atau jarum, cuci luka dengan air

mengalir dan sabun atau dengan disinfektan (iod atau chlorine), jangan diusap

karena dapat menginokulasi virus ke jaringan yang lebih dalam.

- Apabila kontagion mengenai membran mukosa, harus diirigasi dengan air

mengalir, saline steril, atau air steril selama beberapa menit.

(Cruz-Pamplona, dkk., 2011)

Untuk anestesi pada pasien dengan hepatitis atau sirosis hati, harus

diperhatikan apabila menggunakan anestesi golongan amida, seperti lidokain dan

mepivacaine (Balatandayoudam, dkk., 2012). Apabila menggunakan lidokain

maksimal 2 ampul (pada pasien dengan hepatitis) dan kontraindikasi pada pasien

dengan sirosis hati. Untuk anestesi general seperti halothane dan thiopentone

merupakan kontraindikasi (Cruz-Pamplona, dkk., 2011).

Untuk peresepan obat pada pasien dengan kelainan hati harus

diperhatikan untuk tidak meresepkan obat yang hepatotoksik. Panduan untuk

peresepannya, yaitu:

Golongan Obat Pemakaian Keterangan

Analgesik Aspirin and NSAIDs Kontraindikasi Pada orang dengan kelainan hati, terjadi penurunan level serum protein sehingga konsumsi obat yang bekerja dengan pengikatan protein akan mengakibatkan molekul obat bebas karena tidak terikat protein toksisitas

Meperidine Kontraindikasi Dimetabolisme terutama di hatiIndomethacin Kontraindikasi Dimetabolisme terutama di hati

Page 9: Patofisiologi Sirosis Hati

Codeine Dengan modifikasi Secara cepat terdistribusi ke hati, ginjal, dan limfa. Interval pemberian harus diperpanjang. Dosis: pada pasien sirosis: acetaminophen 300mg + codeine 7.5mg; pada pasien hepatitis: acetaminophen 300mg + codeine 30mg

Acetaminophen

Dianjurkan Pasien dengan sirosis <1-1.5g/hari pemakaian sprn; pasien dengan hepatitis 2-2.5g/hari pemakaian sprn, peresepan maksimal 2 minggu

Antiinflamasi

Prednisone KontraindikasiNSAID KontraindikasiPrednisolone Dianjurkan

Antibiotik Erythromycin Kontraindikasi

Paruh waktu obat ini meningkat pada pasien dengan disfungsi hati

Clindamycin Kontraindikasi Menyebabkan kerusakan lebih parah pada hati

Azithromycin

Kontraindikasi Metabolisme utamanya dihati

Tetracycline HCl Kontraindikasi Metabolisme utamanya dihati

Clarithromycin

Dengan modifikasi

Metronidazole Dengan modifikasi Dosisnya 500 mg, diberikan tiap 12 jam

Doxycycline Dengan modifikasi Pada hepatitis dosis normal tapi pada pasien dengan sirosis dosis dikurangi 50%

Antibiotik gol. beta lactam (peni/amoxi/ampi-cilin, cephalexin, cefazolin)

Dianjurkan Dosis dikurangi dan intervalnya juga diperpanjang

Sedatif Diazepam Kontraindikasi Menghasilkan metabolit aktifBarbiturat, opioid KontraindikasiAlprazolam, lorazepam Dengan modifikasi Tidak menghasilkan metabolit aktifBenzodiazepines Dianjurkan

Antifungal Ketoconazole, fluconazole

Kontraindikasi

(Cruz-Pamplona, dkk., 2011; Balatandayoudam, dkk., 2012; Ganda, 2007)

Page 10: Patofisiologi Sirosis Hati

BAB III

PEMBAHASAN

A. LAPORAN KASUS

Chief Complain :

Pasien mengeluhkan giginya yang tinggal akar dan goyang

Present Illness :

Awalnya gigi tidak pernah dirasa berlubang tetapi tiba-tiba gigi pecah sendiri,

lepas sedikit demi sedikit dan sekarang tinggal akarnya. Akar gigi tersebut

dirasa goyang sejak 1 bulan lalu

Past Dental History :

Pasien pernah dicabut di puskesmas tanpa komplikasi. Gigi pasien banyak

yang pecah sendiri kemudian lepas sendiri tanpa dirasa berlubang atau sakit

terlebih dahulu.

Medical History :

Pasien didiagnosa sirosis hati child B, hepatitis C, dan anemia. Pasien

didiagnosa right heart failure sejak tahun 2006. Pasien juga menderita

hipertensi tahap 2

B. REKAM MEDIS

Keluhan Utama :

Perut membesar, mbeseseg (+), nafsu makan turun, mual (-), muntah (-), BAB

hitam (-), terbangun malam hari karena sesak (-), kaki bengkak (+)

Medical History :

Pasien ada riwayat hepatitis C, riwayat mondok berulang dengan keluhan

perut besar, dilakukan penarikan cairan. Pasien mempunyai riwayat penyakit

jantung sejak 2006 dengan diagnosa RHF ec ph severe

Vital sign :

Tekanan darah 170 mmHg

Nadi 92x/menit

Respirasi 26x/menit

Suhu afebris

Child Pugh

Encephalopaty (-) 1

Page 11: Patofisiologi Sirosis Hati

Ascites permagna 3

Alb 1,52 3

Bilirubin 0,25 (<2) 1

INR 1,0 1

Total nilainya 9, termasuk child pugh B

Diagnosa:

CH child B

Hepatitis C

RHF ec PH severe

Hipertensi stage II

Anemia normositik normositer et causa on chronic disease

Pengobatan:

- Diet hepar II

- Infus IV 0,5% aminolebam 1:120 ppm

- Transfusi albumin sampai kadar albumin pasien >2,5

- Spironolakton 2x100 mg

- Propanolol 2x10mg

- Dorner 3x1

- Injeksi furosemid

Pengobatan yang sudah diberikan di UGD

- Punksi asites ±3 liter cairan serous kekuningan

- Analisa cairan asites

- Transfusi albumin 1 kolf

- O2 31 p,

- Captopril 25 mg 1 tablet

C. PEMERIKSAAN OBYEKTIF DENTAL

Page 12: Patofisiologi Sirosis Hati

Pemeriksaan Obyektif

Jaringan Keras

1. Gigi yang sudah hilang 17, 16, 15, 24, 27, 28, 38, 37, 36, 48

2. Radix 36 dan 37 (goyang derajat 2)

3. Resesi

- 35, 34, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44, 45 (lingual 4 mm, bukal 2 mm)

- 18, 14, 23, 24 (palatal dan bukal 1 mm)

OHI : Sedang

Jaringan Lunak

- Palatum : torus tipe spindle, makula

- Mukosa bukal : makula

- Lidah : coated tongue

D. DIAGNOSIS ORAL

1. Gangren radiks 36 dan 37 dengan derajat 2

2. Periodontitis 14, 18, 23, 24, 31, 32, 33, 34, 35, 41, 42, 43, 44, 45

3. Macula

4. Coated tongue

5. Torus palatines tipe spindle

E. RENCANA PERAWATAN

1. Dental Health Education

2. Scalling USS

3. Ekstraksi dengan tindakan preoperative khusus

4. Kontrol dan evaluasi

Page 13: Patofisiologi Sirosis Hati

F. REKOMENDASI ORAL

Salah satu malfungsi dari sirosis hati adalah ketidakmampuan hati untuk

memproduksi semua faktor pembekuan darah kecuali faktor VIII, faktor XI dan faktor

XIII. Vitamin K membantu hati dalam mempertahankan kadar normal atau sintesis

faktor protrombin (faktor II, VII, IX, dan X) (Sylvia A. Price, dkk .2005). Hal ini

mengakibatkan pasien sirosis hati mengalami kesukaran dalam pembekuan darah

ketika terjadi luka.

1. DENTAL HEALTH EDUCATION

Setelah menentukan diagnosis, maka yang perlu dilakukan adalah memberikan

edukasi kepada pasien dengan mengkomunikasikan kelaianan yang ada di mulut dan

bagaimana cara penatalaksanaannya. Diketahui bahwa pasien memiliki beberapa

kelainan, yang pertama dilakukan setelah mengkonsultasikan tingkat perdarahan

pasien maka dapat dilakukan scalling untuk menghilangkan kalkulus dan memberikan

terapi tahap 1 pada periodontitis. Untuk pencabutan akan dilakukan tindakan

preoperative untuk meminimalisir terjadinya komplikasi paska pencabutan.

Instruksi untuk menjaga kesehatan gigi merupakan edukasi yang perlu

ditekankan. Karena pada banyak kasus pasien dengan sirosis hati ditemukan

penurunan OHI diakibatkan keterbatasan pasien untuk bergerak. Keluarga pasien

harus dapat diajak bekerjasama untuk membantu pasien dalam melakukan aktivitas

menjaga kesehatan mulut secara teratur, untuk menurunkan resiko terjadinya

manifestasi penyakit sistemik dalam mulut.

2. EKSTRASI

Penderita sirosis hati memerlukan perlakuan khusus dalam manajemen perawatan

gigi dan mulut terutama dalam tindakan pencabutan gigi agar tidak terjadi komplikasi

perdarahan.

Tindakan manajemen ekstraksi gigi pada penderita sirosis hati meliputi:

Tindakan pre-operatif diawali dengan anamnesa yang mendalam. Anamnesa yang

baik dapat membantu dokter gigi untuk menegakkan diagnosis dan rencana perawatan

dengan pendekatan yang paling baik. Pemeriksaan fisik juga penting untuk

mengetahui ciri fisik dari pasien sirosis hati. Pasien sirosis hati memiliki ciri fisik

yang khas yaitu: jari tabu, asites, ikterus, hiperpigmentasi, eritema, dan spider nevi.

Page 14: Patofisiologi Sirosis Hati

Pada intraoral ditemukan pembesaran gingiva, perdarahan gingiva, dan hipersalivasi.

Pasien perlu dilakukan uji Prothrombin time (PT) dan Activated partial

thromboplastin time (APTT) untuk memastikan waktu perdarahan pasien dalam

kondisi normal. Nilai normal PT adalah 11-13 detik, APTT adalah 24-37 detik

(Schafer, 2007).

Tindakan premedikasi pada pasien sirosis hati perlu dipertimbangkan karena

biasanya pasien mengalami inflamasi gingiva. Tindakan ini berupa pemberian obat

anti-inflamasi golongan steroid seperti dexametasone, methylprednisolone, dan

prednisone. Pemilihan obat ini dikarenakan obat ini tidak dimetabolisme dalam hati

sehingga tidak memperberat fungsi hati. Selain itu, pemberian premedikasi berupa

vitamin K yang dapat membantu aktivasi faktor pembekuan darah. Sehingga dapat

meminimalisasi perdarahan hebat saat prosedur ekstraksi.

Tindakan operatif diawali dengan pemilihan obat anestesi lokal. Anestesi yang

sesuai dengan kondisi pasien sirosis hati adalah obat anestesi golongan ester seperti

prokain dan kloroprokain, karena obat golongan ini dimetabolisme di plasma. Setelah

obat anestesi diberikan, baru dapat dilakukan tindakan ekstraksi dengan

memperhatikan perdarahan yang terjadi.

Tindakan post-ekstraksi dilakukan untuk menangani perdarahan yang terjadi

setelah ekstraksi. Tindakan yang dilakukan berupa kompresi dengan pemakaian

tampon. Apabila terjadi perdarahan lebih lanjut, dapat diberikan rFVIIa yang cocok

untuk mengatasi perdarahan akut pada pembedahan. Pemberian rFVIIa dosis tinggi

dapat membuat ledakan trombin sehingga mengakibatkan pencapaian pembekuan

darah dan mencegah fibrinolisis Selain itu, dapat juga diberikan obat koagulan.

Pemberian obat antibiotik dan analgetik pada penderita sirosis hati harus

mempertimbangkan beberapa prinsip umum pemberian obat pada pasien penyakit

hati. Beberapa prinsip tersebut diantaranya (Mansjoer, 2001):

a. Sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasi utamanya melalui ekskresi

ginjal.

b. Hindarkan penggunaan: obat-obat yang mendepresi susunan saraf pusat

(morfin), diuretik tiazid dan diuretik kuat, obat-obat yang menyebabkan

konstipasi, antikoagulan oral, kontrasepsi oral dan obat-obat hepatotoksik.

C.Gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama obat-obat yang

eleminasi utamanya melalui metabolisme hati. Tidak ada pedoman umum

untuk menghitung berapa besar dosis yang harus di turunkan, maka gunakan

Page 15: Patofisiologi Sirosis Hati

educated guess atau bila ada, ikuti petunjuk dari pabrik obat yang

bersangkutan. Kemudian monitor respons klinik pasien, dan bila perlu monitor

kadar obat dalam plasma, serta uji fungsi hati pada pasien dengan fungsi hati

yang berfluksuasi.

Berikut pilihan obat yang tepat untuk penderita sirosis hepatis:

Tabel 1: Pilihan obat antibiotik

Antibiotik keterangan

Amoxicillin

Doxycycline

Gol. Aminoglikosida

Gol. Flourokiunolon

Aman.

Dosis tetap pada

penderita hepatitis,

50% pada sirosis.

Vancomycin

Gentamycin

Kanamycin

Amikacin

Kecuali

Moxifloxacin,

sparfloxacin, dan

trovafloxacin.

Page 16: Patofisiologi Sirosis Hati

BAB V

KESIMPULAN

Pada penderita sirosis hati dapat dilakukan tindakan pembedahan minor

temasuk ekstraksi gigi dengan syarat telah mendapatkan izin dari dokter ahli Penyakit

Dalam dan dalam kondisi indiksi perdarahan yang normal agar meminimalisirkan

terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan

dalam ektraksi gigi pada pasien sirosis hati adalah anamnesa yang mendalam,

pemilihan obat yang tepat dan penatalaksanaan komplikasi yang baik. Pemilihan obat

yang diberikan adalah obat-obatan yang tidak dimetabolisme di hati.

Page 17: Patofisiologi Sirosis Hati

DAFTAR PUSTAKA

Balatandayoudam, A., Karthigeyan, R., Sathyanarayanan, R., Kumar, B.S., Selvakumar, R., 2012, Dental Considerations for Patients with Hepatic Dysfunction, Jident:1(1):1-7.

Cruz-Pamplona, M., Margaix-Munoz, Sarrion-Perez, 2011, Dental Considerations in Patients with Liver Disease, J Clin Exp Dent: 3(2):127-134

Ganda, K., 2007, Management of the Medically Compromised Dental Patient Part III, Tufts University

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.

Sylvia, P, A. Dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta : EGC.

Schafer Al. 2007. Approach to the patient with bleeding and thrombosis. In: Goldman L, Ausiello D, eds. Cecil Medicine. 23rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.

Sease, J.M., Timm, E.G., and Stragano, J.J., 2008. Portal hypertension and cirrhosis. In: J.T. Dipiro, R.L. Talbert, G.C Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and L.M. Posey (Eds.).Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Ed. 7th, New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Schuppan D., dan Afdhal N.H., 2008, Liver Cirrhosis, The Lancet, 371(9615), h.838-51

Sutadi, S.M., 2003, Sirosis Hepatitis, diunduh dari: http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf , diakses pada : 10 November 2012

Pamplona M.C., Munoz M.M., Perez M.G.S., 2011, Dental Considerations in Patient with Liver Disease, J Clin Exp Dent, 3(2), h.127-34