skenario a 14
TRANSCRIPT
LAPORAN PBL SKENARIO A
BLOK 14
Disusun Oleh:
Kelompok V
Tutor : dr.Yenni
Rizki Nandasari Sulbahri 04081001009
Etika Rahmi 04081001012
Anita Revera Sari 04081001018
Umaimah Adilah 04081001033
Surya Gunawan 04081001040
Eka Sulastri 04081001041
Darmawati sahafi 04081001049
Sardimon 04081001070
Nia Savitri Tamzil 04081001098
Andana Haris R 04081001109
Alfi fadilah 040810010
Ibrahim Muhammad 04081001115
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
laporan tugas tutorial skenario A ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.
Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun
lakukan.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
1. Halaman Judul
2. Kata Pengantar……………………………..…………………....i
3. Daftar Isi………………………………………………...............ii
4. Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri :
I. Klarifikasi Istilah……………………….……………….1
II. Identifikasi Masalah…………………..…………………1
III. Analisis Masalah dan Jawaban………….………………3
IV. Hipotesis…………………………………….…………..4
V. Sintesis………………………………………………….5
Daftar Pustaka………………………………………………...………...44
ii
Skenario A blok 14
Case History
A 5 years old boy came to the hospital with complaint of pale and abdominal
distention. He lives in Muara Enim. He has already been hospitalized three times
before (2008, 2009) in Muara Enim General Hospital and alwas got blood
transfusion. His younger brother, 3 years old, looks taller than him. His uncle died
when he was 14 years old due to the similar disease like him.
Physical examination
Compos mentis, anemis (+), wide epicanthus prominent upper-jaw
HR: 94 x/mnt, RR 27x/min, TD: 100/70 mmHg, Temp. 36,7˚C
Heart and lung: within normal limit
Abdomen: hepatic enlargement ¼ x ¼, spleen: schoeffner II
Extremities: pallor palm of hand.
Others: normal
Laboratory
Hb: 6 gr/dl, Ret: 2,4 %, leucocyte: 8x109/lt, thrombocyte: 220x109/lt,
diff. count: 0/0/36/48/14/2
Blood film: anisocytosis, poikilocytosis, hypochrome, target cell (+)
MCV: 60 fl, MCH 27,4 pg, MCHC 28 gr/dl, SI within normal limit, TIBC within
normal limit, Serum Ferritin within normal limit.
I. Klarifikasi Istilah
1. Pale : Pucat
2. Abdominal disention : Peregangan rongga abdomen
akibat suatu masa, akumulasi
gas dan cairan
3. Blood transfusion : Proses pemindahan darah atau
komponennya dari donor ke
resipien
4. Epicanthus prominent upper-jaw : Lipatan vertical yangmelebar
apda sisi nasal; penonjolan
tulang maksila
5. Schoeffner : Garis khayal yang digunakan
untuk mengukur pembesaran
limpa
6. Pallor of palm of hand : Pucat pada telapak tangan
7. Anisocytosis : Adanya eritrosit dalam bentuk
yang abnormal
8. Poikilocytosis : Adanya eritrosit dalam bentuk
yang abnormal
9. Hypochrome : Pewarnaan pada eritrosit yang
lebih pucat dari normal
10. Target cell : Sentral eritrosit nampak lebih
terang
11. Kompos mentis Kejernian pikiran atar
sepenuhnya sadar
12. Anemis Penurunan d bawah normal
dalam jumlah eritrosit,
banyaknya hemoglobin , atau
volume sel darah merah dalam
darah
13. MCV Ukuran rata-rata sel darah
merah
14. MCH Kandungan hemoglobin eritrosit
rata-rta
15. MCHC Konsentrasi hemoglobin rata-
rata dalam eritrosit
II. Identifikasi Masalah
1. A,anak laki-laki 5 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan pucat dan
distensi abdomen.
2. Dia tinggal di Muara Enim A pernah tiga kali dirawat di RSUD Muara
Enim dan selalu mendapat transfusi darah (2008,2009).
3. Adik laki-lakinya terlih lebih tinggi darinya , dan Paman A meninggal
pada usia 14 tahun karena penyakit yang sama dengan A.
4. Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Compos mentis, anemis (+), wide epicanthus prominent upper-jaw
HR: 94 x/mnt, RR 27x/min, TD: 100/70 mmHg, Temp. 36,7˚C
Heart and lung: within normal limit
Abdomen: hepatic enlargement ¼ x ¼, spleen: schoeffner II
Extremities: pallor palm of hand.
Others: normal
5. Pada pemeriksaan lab didapatkan:
Hb: 6 gr/dl, Ret: 2,4 %, leucocyte: 8x109/lt, thrombocyte: 220x109/lt, diff.
count: 0/0/36/48/14/2
Blood film: anisocytosis, poikilocytosis, hypochrome, target cell (+)
MCV: 60 fl, MCH 27,4 pg, MCHC 28 gr/dl,
III.Analisis Masalah
1. Apa penyebab dan mekanisme pucat dan distensi Abdomen ?
2. Bagaimana hubungan factor tempat tinggal dengan penyakit yang
diderita ?
3. Mengapa A selalu mendapat tranfusi darah setiap kali masuk rumah sakit ?
4. Bagaimana pengaruh tranfusi darah terhadap kesehatan A ?
5. Bagaimana hubungan tumbuh kembang dengan penyakit yang diderita A ?
6. Bagaimana factor genetic dari kasus ini ?
7. Bagaiman interpretasi pemeriksaan fisik?
8. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium ?
9. Apa Diagnosis Banding dari penyakit yang dialami ?
10. WD dan HTD ?
11. bagaimana metabolisme Hb ?
12. Apa Etiologi, Epideiologi dan factor resiko ?
13. Bagaimana patogenesis, patofisiologi dan manifestasi klinisnya ?
14. Bagaiman penatalaksanaan , pencegahan, dan follow-up ?
15. Prognosis, komplikasi dan KDU ?
IV. Hipotesis
A laki-laki 5 tahun,Masuk Rumah sakit dengan keluhan pucat dan distensi
abdomen karena menderita anemia hemolitik et causa Thalasemia Beta mayor
V Sisntesis
Sintesis dan Fungsi Fisiologis Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) terbentuk dari heme dan globin. Rantai globin terdiri atas 4
rantai polipeptida (tetramer). Orang dewasa normal membentuk HbA dengan
kadar 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari HbA2 yang kadarnya
tidak lebih dari 4% dan HbF (foetus) dengan kadar yang senantiasa menurun
sampai usia 6 bulan hingga hanya mencapai kadar kurang dari 1%. Tetramer
globin HbA terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta (aa/ßß), HbA2 terdiri dari 2
rantai alfa dan 2 rantai delta (aa/dd), dan HbF terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai
gamma (aa/??). (AV Hoffbrand, 1987). Di sisi lain, sintesis heme terjadi dalam
mitokondria yang dimulai dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A di
bawah aksi enzim kunci delta-amino laevulinic acid (ALA)-sintetase yang
membatasi kecepatan reaksi. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah koenzim untuk
reaksi ini. Pada akhirnya, protoporfirin yang terbentuk bergabung dengan besi
untuk membentuk heme yang masing-masing molekulnya bergabung dengan
rantai globin. Tetramer 4 rantai globin dengan gugus heme-nya membangun
molekul hemoglobin. (Daryl K. Granner, 2003). Setiap atom besi dapat berikatan
secara reversibel dengan 1 molekul O2 ; dengan demikian, setiap molekul Hb
dapat mengangkut empat O2. Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat
berikatan dengan zat-zat lain, seperti karbondioksida serta ion hydrogen asam
(H+) dari asam karbonat yang terionisasi (reaksi penyangga). Dengan demikian,
Hb berperan penting dalam pengangkutan O2 sekaligus ikut serta dalam
pengangkutan CO2 dan menentukan kapasitas penyangga dari darah. (Lauralee
Sherwood, 2001).
Produksi, Maturasi, dan Destruksi Eritrosit
Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoiesis. Sel induk unipotensial
pembentuk eritrosit termuda yang dapat diidentifikasi secara morfologis dengan
pewarnaan sitokimia adalah sel proeritroblas. Sel berinti ini biasanya tampak
berkelompok dan tidak masuk ke dalam sinusoid. Barulah pada tahap retikulosit
(tak berinti), sel-sel ini menjadi lebih bebas satu sama lain dan dapat masuk ke
dalam sinusoid untuk terus masuk ke dalam aliran darah. (A. Harryanto
Reksodiputro, 1994). Sel induk unipotensial mulai bermitosis sambil
berdiferensiasi menjadi sel eritrosit bila mendapat rangsangan eritropoetin. Selain
merangsang proliferasi, eritropoetin juga merangsang mitosis lebih lanjut sel
proeritroblas, eritroblas basofilik, dan eritroblas polikromatofilik. Biasanya
diperlukan 3-5 kali mitosis untuk mengubah proeritroblas hingga mencapai tahap
akhir dari sistem eritropoiesis dan berakhir dengan terbentuknya eritrosit yang
mature. ((Iman Supandiman, 2003).
Eritrosit rata-rata bertahan selama 120 hari. Seiring dengan penuaan
eritrosit, membran plasmanya menjadi rapuh dan rentan mengalami ruptur ketika
sel masuk ke dalam bagian-bagian sistem pembuluh yang sempit. Sebagian besar
eritrosit mengakhiri hidup di limpa, karena jaringan kapiler dari organ ini sempit
dan berbelit-belit, sehingga sel-sel eritrosit yang rapuh akan terjepit dan
mengalami destruksi. (A. Muhammad, 2005).
Tahapan Perkembangan Hemoglobin Manusia
Hemoglobin pada manusia berkembang seiring bertambahnya umur. Pada masa
embrional, Hb yang aktif adalah Hb Gower 1 (?2e2), Hb Gower 2 (a2e2), dan Hb
Portland (?2?2). Pada masa foetus, hemoglobin manusia yang dominan adalah
HbF (a2?2). HbF memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen. Keberadaan HbF
dengan kadar yang tinggi pada manusia dewasa menyebabkan terjadinya hypoxia
jaringan karena oksigen terikat kuat pada haemoglobin dan tidak dialirkan ke
jaringan. Setelah lahir, HbF pada manusia secara berangsur-angsur kadarnya
berkurang dan digantikan oleh HbA (a2ß2) dan HbA2 (a2d2). Adapun pada
manusia dewasa, 96-98 % dari Hb total adalah HbA, 1,5-3 % adalah HbA2, dan
0,5-1 % adalah HbF. (Isselbacher, 2000)
Sintesis Hemoglobin dan Katabolisme Hemoglobin
Hemoglobin terdiri dari ikatan heme-globin. Sintesis heme terutama
terjadi di mitokondria. Bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil ko-A untuk
kerja enzim kunci asam d-aminolevulinat /ALA (enzim yang mengatur kecepatan
produlsi hemoglobin) dengan koenzimnya adalah Piridoksal Fosfat (vitamin B12)
yang dirangsang oleh eritropoetin. Yang kemudian membentuk profobilinogen.
Selanjutnya profobilinogen akan menjadi uroporfirinogen III (yang akan menjadi
uroporfirin III) dan uroporfirin I (yang akan menjadi uroporfirin I).
Uroporfirinogen III akan mengalami konversi menjadi koproporfirinogen III
(menjadi koproporfirin III). Koproporfirinogen III akan membentuk protoporfirin
IX yang kemudian menjadi pirol. Protoporfirin bergabung dengan besi dalam
bentuk ferro (Fe2+) untuk membentuk heme. Masing-masing molekul heme akan
bergabung dengan 1 rantai globin yang dibuat pada ribosom, membentuk suatu
subunit Hemoglobin yang disebut rantai Hb. Empat dari rantai Hb tersebut
selanjutnya akan berikatan satu sama lain secara longgar untuk membentuk
molekul Hemoglobin yang lebih lengkap.
Penghancuran sel darah merah terjadi dalam sistem retikuloendotelial yaitu dalam
hati dan limpa. Hemoglobin bebas dipecah menjadi heme (persenyawaan Fr-
protoporfirin) dan globin. Persenyawaan Fe-protoporfirin kemudian menjadi
hematin. Rantai porfirin dipecah oleh suatu oksidasi pada jembatan a-metan, Fe
tetap terikat pada persenyawaan ikatan globin pun tetep tidak terputus.
Persenyawaan tersebut dinamakan verdo-hemoglobin. Kemudian Fe dan globin
lepas dan terbentuk biliverdin. Biliverdin selanjutnya akan menjadi bilirubin. Fe
yang dilepaskan itu diikat oleh protein dalam jaringan dan melalui plasma
diangkut ke sumsum tulang untuk dipergunakan pada pembentukan heme,
sedangkan globin yang dilepaskan akan dipecah menjadi asam amino lagi yang
kemudia disintesis menjadi protein.
Bilirubin yang dibentuk (tidak larut dalam air) diikat oleh albumin dan
diangkut dalam plasma dari tempat pemnghancuran itu ke hati. Dalam hati
bilirubin ini bersenyawa dengan asam glukoronat dengan bantuan enzim
glukoronil transverase. Persenyawaan ini larut dalam air dan menyebabkan reaksi
Hijmans van den Bergh positif. Bilirubin yang belum bersenyawa dengan asam
glukoronat akan bereaksi indirek dengan reagensia Hijmans van den Bergh.
Persenyawaan bilirubin-glukoronid ini akan keluar dari hati dan masuk ke dalam
saluran pencernaan. Oleh bakteri yang ada pada usus, persenyawaan ini akan
diubah menjadi urobilin yang akan dilkeluarkan bersama-sama tinja. Sebagian
urobilinogen yang terdapat dalam usus akan diserap kembali melalui plasma,
sebagian kembali ke hati dan sebagian lagi dikeluarkan melalui ginjal.
Fungsi Hemoglibin
- Fungsi Hemoglobin Hb berikatan secara longgar dan reversibel dengan oksigen
- Fungsi utamanya bergantung pada kemampuannya bergabung dengan O2 dalam
paru-paru dan melepaskan O2 dalam kapiler jaringan dimana tekanan gas O2 jauh
lebih kecil daripada paru-paru
- Oksigen diangkut ke jaringan sebagai oksigen molekular dan dilepaskan ke
dalam cairan jaringan dalam bentuk oksigen molekuler terlarut
- Proses pengikatan O2 oleh Hb :
àEritrosit dalam darah arteri sistemik mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan
dan kembali dalam darah vena dengan membawa CO2 dari paru-paru
Pada saat molekul Hb mengangkut dan melepas O2, masing-masing rantai globin
dalam molekul Hb bergerak satu sama lain
Pada waktu O2 dilepaskan, rantai-rantai ß tarik terpisah, sehingga memungkinkan
masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) yang menyebabkan makin
rendahnya afinitas molekul Hb terhadap O2.
Hemoglobin Patologis
o HbC
Terdapat pada 2% kalangan kulit hitam Amerika. Pada keadaan heterozigot (Hgb
AC) tidak ditemukan anemia atau penyakit, tetapi ditemukan peningkatan jumlah
sel target dalam darah tepi. Pada orang-orang homozigot (penyakit Hgb CC) dapat
ditemukan anemia hemolitik dengan derajat sedang dan kadar Hb 8-11 g/dL,
retikulositosis 5-10% dan splenomegali. Darah tepi mengandung sel target dan
sferosit dalam jumlah banyak
o Hb D
Dalam Hb Ds termasuk beberapa varietas Hb abnormal dengan mobilitas
elektroforesis serupa dengan Hgb S, tetapi dengan sifat biokimia dan fisik yang
berbeda. Sikling tidak terjadi pada sindroma Hgb D. Keadaan homozigot (Hgb
DD) ditandai dengan anemia hemolitis ringan dan splenomegali.
o Hb E
Hb E prevalen pada orang-orang dari Asia tenggara terutama Thailand. Penyakit
Hgb E homozigot ditandai dengna anemia hemolitis ringan dengan sel target
nyata serta mikrositosis dengan splenomegali sedang hingga berat. Temuan-
temuan klinis dan hematologis mirip dengan Hgb C.
o Penyakit Hb SC
Jika kedua gen Hgb S dan Hgb C ditemukan pada orang yang sama, akan terjadi
suatu anemia dengan derajat sedang disertai splenomegali. Ditemukan episode
vaso-oklusi tetapi biasanya jarang dan ringan dibandingkan pada penyakit sel
sabit. Nekrosis apseptik dari kaput femoris kadang-kadang merupakan penyulit
dan ditemukan kerusakan retina berat. Kadar Hb rata-rata 9-10 g/dL. Sel target
banyak, tetapi sel sabit yang ireversibel jarang ditemuui dalam darah tapi. Pada
elektroforesis Hb menunjukkan campuran sama Hgb S dan Hgb C dengan sedikit
peningkatan Hgb F. Penyakt Hgb SC biasanya tidka mempengaruhi pertumbuhan
dan berhubungan dengan daya tahan yang berlanjut hingga dewasa. Krisis aplastis
dan sekuestrasi merupakan ancaman terhadap hidup.
Tahap Perkembangan Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) adalah suatu protein protein tetramerik (protein yang
terdiri dari 4 rantai polipeptida yang terbentuk dari heme dan globin. Pada
manusia dewasa Hb utama (mayor) disebut Hb A (Adult=A1), yang terdiri dari 2
rantai a dan 2 rantai ß (a2 ß2). Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh
Hb. Selain Hb A, pada manusia dewasa terdapat hemoglobin pendamping (minor)
yang disebut Hb A2, terdiri dari 2 rantai a dan 2 rantai d (a2 d2). Kadar Hb A2
pada orang dewasa adalah ± 2%.
Pada bayi (neonatus) dan janin (embrio) terdapat bentuk Hb lain, yaitu Hb F (Hb
fetal) dan Hb embrional : Hb Gowers 1, Hb Gowers 2, dan Hb Fortland.
Komposisi masing-masing Hb tersebut adalah sebagai berikut :
Hb F : alfa2 gamma2 = a2?2
Hb Gowers 1 : alfa2 epsilon2 = a2 e2
Hb Gowers 2 : zeta2 epsilon2 = ?2 e2
Hb Portland : zeta2 gamma2 = ?2 ?2
Hb F bertahan sampai bayi berumur 20 minggu post partum. Setelah lahir, kadar
Hb menurun dan pada usia 6 bulan ke atas mencapai kadar seperti pada orang
dewasa, yaitu tidak lebih dari 4% pada keadaan normal. Pada manusia dewasa
normal Hb F masih ditemukan walaupun dalam jumlahnya yang sangat kecil
(kurang dari 1%). Hb embrional hanya bertahan sampai umur janin 10 minggu
saja. Disamping Hb “normal” ditemukan pula Hb abnormal yaitu Hb H (ß4) dan
Hb Bart’s (?4) yang ditemukan pada Thalassemia a serta merupakan tanda khas
dari penyakit ini.
Penyebab dan mekanisme pucat
Warna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin yang
terdapat di dalam sel darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi dan protein
yang dibentuk oleh rantai globin alpha dan rantai globin beta.
Pada penderita thalassemia beta, produksi rantai globin beta tidak ada atau
berkurang. Sehingga hemoglobin total yang dibentuk berkurang terutama HbA
(α2β2) yang merupakan Hb dewasa penyusun 96% dari Hb total.
Selain itu berkurangnya rantai globin beta mengakitbatkan rantai globin alfa
berlebihan dan rantai ini akan mengendap di eritrosit, berkumpul membentuk
suatu agregat yang tidak larut di eritrosit yang menyebabkan eritrosit mudah rusak
atau permeabilitasnya terganggu (eritrosit mudah rapuh) sehingga rentan untuk
dilakukan fagositosis. Eritrosit yang rusak ini akan mengalami destruksi di limpa
dan hati.
Berkurangnya produksi hemoglobin secara keseluruhan dan mudah
rusaknya sel darah merah (mengalami lisis) mengakibatkan penderita anemia
sehingga kulit tampak pucat
Mekanismenya :
Kelainan genetik (delesi pada gen yang mengkode protein globin di kromosom
11 atau 16) Tidak terbentuknya salah satu atau kedua rantai globin Rantai β
tidak terbentuk peningkatan relative rantai α rantai α berikatan dengan
rantai γ membentuk HbF (α2γ2) peningkatan HbF mengendap di membran
(Heinz bodies) RBC mudah dihancurkan Penurunan jumlah hemoglobin
(oksigenasi ke perifer berkurang) pucat
Penyebab dan mekanisme distensi abdomen
Distensi abdomen terjadi karena adanya penumpukan cairan, udara atau
karena ada massa dan organomegaly (hepatosplenomegali) pada rongga abdomen.
Pada penderita thalassemia, distensi abdomen terjadi karena pembesaran hati dan
limpa (hepatosplenomegaly).
Limpa berfungsi membersihkan sel darah yang sudah rusak. Pada penderita
thalassemia, sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga kerja limpa
sangat berat. Akibatnya limpa menjadi membengkak. Selain itu tugas limpa lebih
diperberat untuk memproduksi sel darah merah lebih banyak.
Pada kasus ini, secara umum dapat dilihat mekanisme distensi abdomen sebagai
berikut:
Kelainan genetik (delesi pada gen yang mengkode protein globin di
kromosom 11 atau 16) Tidak terbentuknya salah satu atau kedua rantai globin
Rantai β tidak terbentuk peningkatan relative rantai α rantai α yang tak
ada pasangan ini akan mengendap di eritrosit, berkumpul membentuk suatu
agregat yang tidak larut di eritrosit yang menyebabkan eritrosit mudah rusak atau
permeabilitasnya terganggu (eritrosit mudah rapuh) sehingga rentan untuk
dilakukan fagositosis RBC mudah dihancurkan/ didestruksi (di hati, limpa, dan
sistem retikuloendotelial lain) peningkatan kerja hati dan limpa
hepatosplenomegali distensi abdomen
Anemia hemolitik
Gejala-gejala anemia (pucat dan gejala lainnya)
Hepatosplenomegali
Berkurangnya suplai oksigen ke jaringan
Peningkatan pemecahan eritrosit di RES (termasuk limpa dan hati)
Berkurangnya jumlah eritrosit di sirkulasi
Pemendekkan waktu hidup (life span) eritrosit serta destruksi eritrosit secara intra dan ekstravaskuler
Hubungan usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal dengan penyakit
Secara umum, tidak ada hubungan antara usia dengan gejala-gejala yang
dialami A, karena si A menderita thalassemia yang merupakan kelainan yang
diturunkan, sehingga kelainan ini sudah terjadi sejak awal pembuahan. Jenis
kelamin juga tidak memengaruhi kelainan yang di derita, karena laki-laki dan
perempuan mempunyai prevalensi yang sama untuk menderita kelainan ini.
Tempat tinggal mempunyai pengaruh yang cukup besar pada kejadian
thalassemia. Daerah endemi malaria cenderung memiliki angka prevalensi
thalssemia yang lebih tinggi, karena penderita thalassemia resisten terhadap
infeksi malaria. Di Indonesia sendiri prevalensi thalassemia cukup tinggi di daerah
Sumatera Selatan.
Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 5-6% dari
jumlah populasi. Palembang; 10%, Makassar; 7,8%, Ambon; 5,8%, Jawa; 3-4%,
Sumatera Utara;1-1,5%.
Mengapa A selalu mendapat transfusi darah?
Transfusi darah teratur yang perlu dilakukan untuk mempertahankan Hb di
atas 10 gr/dl tiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2-3 unit tiap 4-6 minggu.
Darah segar, yang telah disaring untuk memisahkan leukosit, menghasilkan
eritrosit dengan ketahanan yang terbaik dan reaksi paling sedikit. Pasien harus
diperiksa genotipnya pada permulaan program transfuse untuk mengantisipasi bila
timbul antibody eritrosit terhadap eritrosit yang ditransfusikan.
Indikasi transfusi darah
Transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari
seseorang (donor) kepada orang lain (resipien).
Indikasi transfusi darah dan komponen-konponennya adalah :
1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume
dengan cairan.
2. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.
3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.
4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan
plasma subtitute atau larutan albumin.
5. Penurunan kadar Hb disertai gangguan hemodinamik
Jenis-jenis transfusi darah
a. Darah lengkap (whole blood)
Berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume
plasma dalam waktu yang bersamaan, misal pada perdarahan aktif
dengan kehilangan darah lebih dari 25 -35 % volume darah total.
b. Sel darah merah pekat (packed red cell)
Digunakan untuk meningkatkkan sel darh merah pada pasien yang
menunjukkan gejala anemia, misal pada pasien gagal ginjal dan
keganasan.
c. Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood cell
leucocyte reduced)
Digunakan untuk meningkatkan jumlah RBC pada pasien yang sering
mendapat/tergantung pada transfusi darah dan pada mereka yang
mendapat reaksi transfusi panas dan reaksi alergi yang berulang.
d. Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed)
Pada orang dewasa komponen ini dipakai untuk mencegah reaksi alergi
yang berat atau alergi yang berulang.
e. Sel darah merah pekat beku yang dicuci (packed red blood cell frozen)
Hanya digunakan untuk menyaimpan darah langka.
f. Trombosit pekat (concentrate platelets)
Diindikasikan pada kasus perdarahan karena trombositopenia atau
trombositopati congenital/didapat. Juga diindikasikan untuk mereka
selama operasi atau prosedur invasive dengan trombosit < 50.000/Ul
g. Trombosit dengan sedikit leukosit (platelets leukocytes reduced)
Digunakan untuk pencegahan terjadinya alloimunisasi terhadap HLA,
terutama pada pasien yang menerima kemotrrapi jangka panjang.
h. Plasma segar beku (fresh frozen plasma)
Dipakai untuk pasien denagn gangguan proses pembekuan pembekuan
bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat atau kriopresipitat, misalnya
pada defisiensi faktor pembekuan multiple.
Manfaat dan dampak dari tranfusi darah
Manfaat transfusi darah:
- mengganti cairan plasma yang hilang karena perdarahan akut
- mengatasi anemia
- mempertahankan kadar Hb tidak turun di bawah 10 gr% pada pasien
thalassemia.
- meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
- memperbaiki volume darah tubuh
- memperbaiki kekebalan
- memperbaiki masalah pembekuan.
Dampak transfusi darah:
a. Komplikasi dini
1) Reaksi hemolitik
Reaksi ini terjadi karena destruksi sel darah merah yang
inkompatibel. Reaksi hemoliik juga dapat terjadi karena transfusi
eritrosit yang rusak akibat paparan dekstrose 5%, injeksi air ke
sirkulasi, transfuse darah yang lisis, transfuse darah dengan
pemanasan berlebihan, transfuse darah beku, transfuse denagn
darah yang terinfeksi, transfuse darah dengan tekanan tinggi.
2) Reaksi alergi terhadap leukosit, trombosit, atau protein
Renjatan anafilaktik terjadi 1 pada 20.000 transfusi. Reaksi
alergi ringan yang menyerupai urtikaria timbul pada 3% transfusi.
Reaksi anafilaktik yang berat terjadi akibat interaksi antara IgA
pada darah donor dengan anti-IgA spesifik pada plasma resipien.
3) Reaksi pirogenik
Peningkatan suhu tubuh dapat disebabkan oleh antibody
leukosit, antibodi trombosit, atau senyawa pirogen.
4) Kelebihan beban sirkulasi
5) Emboli udara
6) Hiperkalemia
7) Kelainan pembekuan
8) Cedera paru akut yang berhubungan dengan transfusi (transfusion
related acute lung injury, TRALI)
Kondisi ini adalah suatu diagnosis klinik berupa manifestasi hipoksemia
akut dan edema pulmoner, bilateral yang terjadi 6 jam setelah transfuse.
Manifestasi klinis yang ditemui adalah dispnea, takipnea, demam, takikardi, dan
leucopenia akut sementara. Angka kejadiannya adalah sekitar 1 dari 1.200-25.000
transfusi.
b. Komplikasi lanjut
1) Transmisi penyakit
Virus (Hepatitis A, B, C, HIV, CMV)
Bakteri (Treponema pallidum, Brucella, Salmonella)
Parasit (malaria, toxoplasma, mikrofilaria)
2) Kelebihan timbunan besi akibat transfuse
3) Sensitisasi imun
Dampak penyakit yang diderita A terhadap tumbuh kembangnya
Pada thalassemia β absorpsi Fe pada usus meningkat ditambah lagi hal ini
diperberat karena si A mendapat transfusi darah. Besi yang berlebihan ini akan
terdeposit salah satunya di organ endokrin, hal ini bisa menyebabkan failure to
thrive
Meskipun pada kasus kadar serum ferritin normal, kadar tersebut tidak bisa
mewakili kadar besi pada organ2, selain itu juga terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi kadar serum ferritin
Hambatan pertumbuhan terjadi akibat:
a. Pada pasien thalasemia, terjadi destruksi dini eritrosit sehingga
sumsum tulang merah berkompensasi dengan cara meningkatkan
eritropoiesis. Sumsum tulang merah terdapat di tulang pipih seperti os
maxilla, os frontal, dan os parietal. Hal ini mengakibatkan tulang-
tulang tersebut mengalami penonjolan dan pelebaran. Namun,
destruksi dini sel darah merah terus berlanjut sehingga sumsum tulang
putih yang normalnya berfungsi untuk membangun bentuk tubuh dan
pertumbuhan berubah fungsi menjadi sumsum tulang merah yang
menghasilkan eritrosit. Sumsum tulang putih terdapat pada tulang-
tulang panjang seperti os tibia, os fibula, os femur, os radius, dan os
ulna. Perubahan fungsi tulang-tulang ini dari pembangun tubuh
menjadi pembentuk eritrosit mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan A.
b. Massa jaringan eritropetik yang membesar tetapi inefektif bisa
menghabiskan nutrient sehingga menyebabkan retardasi pertumbuhan
(Patologi Robbins-Kumar volume 2 hal. 454).
c. Penimbunan besi pada pasien thalassemia dapat merusak organ
endokrin sehingga terjadi kegagalan pertumbuhan dan gangguan
pubertas.
Riwayat Keluarga
Thalasemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan, yaitu
merupakan suatu penyakit autosomal resesif dengan delesi di kromosom 11
(Thalassemia β) atau 16 (Thalassemia α) sehingga kemungkinan paman A juga
menderita thalasemia.
Gejala pada A cocok dengan gejala thalasemia B mayor yang dapat mematikan
bila tidak ditangani dengan benar (diberikan transfusi darah secara rutin, atau
dilakukan transplantasi sumsum tulang). Dalam kasus thalasemia mayor, kematian
terjadi pada dekade kedua atau ketiga, biasanya akibat gagal jantung kongestif
atau aritmia jantung.
Berikut adalah asumsi pedigree pada kasus pasien A ini:
K eterangan pedigree:
Thalassemia”Autosomal Resesif”
Bila, ayah normal-ibu carrier
Persentase F1: 50% normal
50% carrier
Bila, ayah carrier-ibu carrier
Persentase F1: 25% normal
50% carrier
25% thalassemia
Keterangan:
Laki-laki normal
Wanita normal
Laki-laki carier
Wanita Carier
Laki-laki thalasemia
Interpretasi
Hasil
Pemeriksaan
Fisik dan
Laboratoris
pada anak ini
Bagaimana
interpretasi
pemeriksaan fisik :
Interpretasi Pemeriksaan FisikPemeriksaan Kasus Nilai Normal InterpretasiKeadaan umum:- Kesadaran
- Anemis
- Morfologi wajah
Compos mentis
+
Wide epicanthus prominent upper-jaw
Compos mentis
-
Normal
Normal
Pucat
Ekspansi massif sumsum tulang wajah
Vital sign:- HR
- RR
- TD
- Temp
92 x/menit
26 x/menit
100/80 mm/Hg
36,8˚C
65-110
20-25
95-110/60-75
36,5-37,5
Normal
meningkat
Normal
NormalHeart and lung Within normal
limitNormal Normal
Abdomen:- Hepar
- Spleen
Enlargement ¼ x ¼
Schoeffner II
-
-
Hepatomegali
SplenomegaliEkstremitas:- Telapak
tanganPucat Kemerahan Anemia
Keadaan umum anemis:
AgeHeart Rate (beats/min)
Blood Pressure (mm Hg)
Respiratory Rate (breaths/min)
Premature 120-170 * 55-75/35-45† 40-70‡0-3 mo 100-150 * 65-85/45-55 35-553-6 mo 90-120 70-90/50-65 30-456-12 mo 80-120 80-100/55-65 25-401-3 yr 70-110 90-105/55-70 20-303-6 yr 65-110 95-110/60-75 20-256-12 yr 60-95 100-120/60/75 14/2212 * yr 55-85 110-135/65/85 12-18
Berkurangnya rantai globin beta mengakitbatkan rantai globin alfa berlebihan rantai ini akan mengendap di eritrosit, berkumpul membentuk suatu agregat yang tidak larut di eritrosit yang menyebabkan eritrosit mudah rusak atau permeabilitasnya terganggu (eritrosit lebih rapuh) rentan untuk dilakukan fagositosis Eritrosit yang rusak ini akan mengalami destruksi di limpa dan hati Berkurangnya produksi hemoglobin secara keseluruhan dan mudah rusaknya sel darah merah (mengalami lisis) penderita anemia
Wide epicanthus lipatan vertical pada sisi nasal yang melebarProminent upper jaw penonjolan rahang atasMekanismenya: Anemia hemolitik produksi eritrosit (eritropoesis) ditingkatkan eritropoesis terjadi di sum-sum tulang ekspansi masiv ke sum-sum tulang wajah dan tengkorak hiperplasia sumsum tulang wajah dan tengkorak bentuk tulang berubah tampak tampilan facies cooley/ facies thalasemia
Hepatic enlargement ¼ x ¼ dan spleen schoeffner II
Mekanismenya:Rantai globin alfa berlebih membentuk agregat tak larut di sitoplasma eritrosit permeabilitas membran eritrosit terganggu eritrosit menjadi lebih rapuh rentan difagositosis hemolisis meningkat eritrosit didestruksi oleh limpa dan hati dan organ retikuloendotelial lain hepatosplenomegali
Mekanisme pemeriksaan fisik (hubungan dengan gejala pasien)
Keadaan umum anemis:
defek gen produksi globin terganggu hemoglobin ↓ eritropoiesis
berjalan tidak efektif eritrosit lebih rapuh-usia memendek hemolitik
dari eritosit jumlah eritrosit ↓ suplai ke perifer menurun anemia
Wide epicanthus lipatan vertical pada sisi nasal yang melebar
Prominent upper jaw penonjolan rahang atas
Mekanismenya:
Anemia hemolitik produksi eritrosit ditingkatkan tulang wajah,
tulang panjang kembali memproduksi sel darah merah hiperplasia
sumsum tulang bentuk tulang berubah
Hepatic enlargement ¼ x ¼ dan spleen schoeffner II
Mekanismenya:
Eritrosit abnormal membran eritrosit lebih rapuh hemolisis
meningkat hemoglobin bebas yang meningkat diambil oleh hati dan
limpa hepatosplenomegali distensi abdomen
Pemeriksaan Darah
Tepi
Hb : 6 gr/dl
Ret : 2,4%
Leukosit :
8000/mm3
Trombosit :
200.000/mm3
Diff.count :
0/0/36/48/14/
10-16 gr/dl
0,2-2,0%
7000-10.000/
mm3
anemia
retikulositosis
normal
Karna adanya
destruksi eritrosit
abnormal dan waktu
hidup eritrosit yang
lebih pendek
Akibat hiperplasia eritroid
dengan produksi eritrosit
yang dipercepat
Menunjukkan
belum terjadinya
hipersplenisme
2 150-400.000/
mm3
- 0-1
- 1-3
- 2-6
- 50-70
- 20-40
- 2-8
normal
shift to the left
neutrofilia
limfopenia
Adanya kerusakan
jaringan atau
inflamasi akut
Karna ada
peningkatan
sekuestrasi di RES
sehingga
penghancuran
limfosit ikut terjadi
Pewarnaan apusan
Anisositosis
Poikilositosis
Hipokrom
Isositosis
Isositosis
Anemia berat
Peningkatan
eritropoiesis
Rendahnya Hb
Terdapat gambaran
sel-sel eritrosit
yang bervariasi
ukurannya
Gambaran sel-sel
eritrosit dengan bentuk
yang beragam
Warna pucat pada
bagian tengah eritrosit
Sel target (+)
Normokrom
(-)
dalam darah
↑ resistensi
osmotik
membran
eritrosit
yang lebih besar dari biasa
Adanya
peningkatan
eritropoiesis tetapi
tidak efektif
sehingga
menghasilkan sel-
sel eritrosit
abnormal dan
retikulosit berinti
Pemeriksaan index
eritrosit
MCV : 60 fl
MCH : 27,4
pg
MCHC :
28gr/dl
77-93 fl
27-32 pg
32-36 gr/dl
Mikrositik
Normokrom
Hipokrom
Karna adanya
hemolisis
intravaskuler dan
pemendekkan
waktu hidup
eritrosit
Nilai hemoglobin
pada darah tepi
dalam keadaan
normal
Nilai hemoglobin
dalam eritrosit
menurun karna
adanya hemolisis
intravaskuler
Keterangan tambahan :
Hasil Hb pasien : 6 gr/dl
Interpretasi : ↓
Penurunan Hb terdapat pada penderita anemia, Ca, penyakit ginjal, pemberian
cairan IV berlebihan dan penyakit Hodkins. Dapat juga diakibatkan karena obat-
obatan ; Ab, aspirin, antineoplastik, indometasin, sulfonamide, primaquin,
rifampin dan trimetadin.
Hasil MCV : 60 (fl)
Interpretasi : ↓
Penurunan MCV terdapat pada pasien anemia mikrositik def besi,
keganasan, RA, Talasemia, anemia sel sabit, HbC, keracunan timah dan
radiasi.
Hasil MCHC : 28 (gr/dl)
Interpretasi : ↓
Penurunan MCHC terdapat pada penderita anemia hipokromik dan
talasemia.
Hasil Retikulosit : 2,4 %
Interpretasi : ↑
Peningkatan retikulosit terjadi pada anemia hemolitik, sel sabit, talasemia
major, leukemia, eritoblastosis fetalis, Hb C dan D positif, kehamilan dan
kondisi pasca perdarahan akut.
Gambaran Sel target
Suatu gambaran khas untuk talasemia.
Dicirikan dengan adanya gambaran eritrosit yang mikrositik (kecil),
leptocytic (lonjong) dan polycythemic (banyak)
Merupakan suatu kelainan dari membran eritrosit yang menunjukkan
meningkatnya resistensi osmotik dari membran tersebut. Hal ini hal ini
akan merugikan karna Na+ dapat keluar menembus membran dan akan
menyebabkan sel kurang plastis dan waktu hidup (life span) nya lebih
pendek.
Terjadi karna adanya presipitasi dari sisa rantai yang terdapat dalam Hb
dan berkumpul di bagian tengahnya, sehingga terlihat sebagai eritrsit
berinti.
Mekanisme hasil Pemeriksaan Laboratoris
DIAGNOSIS BANDINGAnemia
Defisiensi Besi
Thallasemia -
Mayor
Anemia
Sideroblastik
1. Derajat Anemia Ringan-Berat Berat Ringan-Berat
2. MCV ↓ ↓ N/↓
3. MCH ↓ ↓ N/↓
4. Besi Serum ↓ <30 N/↑ N/↑
5. TIBC ↑ >360 N/↓ N/↓
6. Saturasi
Transferin
↓<15% ↑ >20% ↑ >20%
7. Besi Sumsum (-) (+) (+) dengan ring
hipokrom
Hb 6 gr/ dl
Reticulocyt 2,4 %Anisositosis
Poikilositosis
MCV 60 fl MCH 27,4 (pg)
MCHC 28
(gr/dl)
mikrositik
Rasio luas permukaan yang relative besar
dibandingkan dengan volume
Hb berkumpul membentuk “genangan” ditengah saat
SDM disebarlkan di object glass
Target cell
Gangguan sintesis rantai α atau β
Sel darah merah abnormal
Terjadi eritroblas abnormal
Thalassemia
Tulang sideroblast
8. Protoporfirin
eritrosit
↑ N N
9. Ferritin serum ↓<20 ↑ >50 ↑ >50
10. Apusan darah:
sel target
(-) (+) (-)
Penegakkan diagnosis :
Anamnesis :
Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan
tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada
umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan.
1. Riwayat keluarga
2. Riwayat transfuse
3. Tempat tinggal
4. Riwayat pertumbuhan
5. Riwayat pengangkatan limpa
Pemeriksaan Fisik :
1. Perawakan pendek
2. Pigmentasi kulit
3. Pucat
4. Ikterus ringan mungkin ada
5. Hepatosplenomegali
6. Cardiomegali
Pemeriksaan penunjang :
1. Hb : 3-9 g/dl
2. Eritrosit : anisositosis, poikilositosis, dan hipokromia berat.
3. Sering dijumpai sel target dan tear drop cell.
4. Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai terutama pasca splenektomi
5. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif.
6. Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis
hemoglobin, dimana pada talassemia α ditemukan Hb Bart’s dan HbH,
sedangkan pada talassemia β kadar HbF bervariasi antara 10-90%.
7. Pemeriksaan khusus : Analisis globin chain synthesis.
Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit,
polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis
dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari
jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb
total).
4. Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum
tulang sehingga trabekula tampak jelas.
7. Iron studies
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek penggunaan dan
penyimpanan zat besi dalam tubuh. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
membedakan apakah penyakit disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau
talasemia.
8. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif hemoglobin
yang ada dalam darah (HbA, HbF, dan HbA2).
9. Analisis DNA
Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang
memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan tes yang paling
efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada talasemia.
Pemeriksaan sitogenetik
Merupakan pemeriksaan komposisi kromosom sel, fungsi normal, dan setiap
deviasi dari yang normal. Analisis sitogenetik bisa dilakukan pada jaringan yang
diambil aspirasi dan biopsi sumsum tulang pada darah tepi jika jumlahnya
meningkat, dan pada kelenjar getah bening, hati, limpa, serta cairan amnion.
Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medulla yang lebar, korteks
tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak
besar kadang-kadang terlihat brush appearance. Sering pula ditemukan gangguan
pneumatisasi rongga sinus paranasalis.
Pemeriksaan auditorik dan funduskopi
secara teratur apabila telah dilakukan program transfusi darah untuk menghindari
terjadinya komplikasi akibat efek samping obat desferioksamin diantaranya tuli
nada tinggi dan kerusakan retina.
Dari hasil pemeriksaan hasil menunjukan A menderita Thalasemia Beta mayor
THALASEMIA.
Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis
hemoglobin yang ditandai dengan tidak adanya sintesis rantai globin. Thalasemia
bersifat kodominan autosomal; dengan gen heterozigot memunculkan talasemia
minor atau sifat talasemia, dan gen homozigot memunculkan talasemia mayor
yang ditandai dengan anemia hemolitik yang berat.
Klasifikasi Thalasemia.
Terdapat 2 tipe utama, yaitu :
1. Thalasemia Alfa : dimana terjadi penurunan sintesis rantai alfa akibat
terjadi mutasi pada gen yang mengkode rantai alfa globin yaitu kromosom
11.
2. Thalasemia Beta : dimana terjadi penurunan atau tidak dihasilkannya
rantai beta akibat terjadi mutasi pada gen yang mengkode rantai beta
globin yaitu kromosom 16.
Mutasi-mutasi yang terjadi biasanya akibat perubahan basa. Macam-macam
mutasi yang terjadi pada thalasemia beta yaitu :
1. Regio promotor yang merupakan unit yang mengendalikan inisiasi dan
kecepatan transkripsi, yang jika terjadi mutasi pada sekuensing promotor
akan menyebabkan penurunan transkripsi gen globin. Oleh karena itu
apabila terjadi mutasi pada region promotor maka akan mnyebabkan
terjadinya thalasemia β+.
2. Jika mutasi terjadi pada sekuensi pengkode akan menyebabkan perubahan
nukleotida pada salah satu ekson sehingga terbentuk kodon stop yang akan
berakibat pada penghentian translasi mRNA beta globin. Oleh karena
terjadi pengehentian ini maka bentuk beta globin pun punting dan non
fungsional, hal ini akan menghasilkan terjadinya thalasemia β0.
3. Mutasi yang menyebabkan kelainan pemrosesan mRNA merupakan
penyebab tersering thalasemia β. Mutasi ini sebagian besar mengenai
intron, tapi sebagian ada juga yang mengenai dalam ekson.
Epidemiologi.
1. Thalasemia beta.
Dilihat dari distribusigeografiknya maka thalasemia beta banyak dijumpai
di daerah mediteranean, timur tengah, india/Pakistan dan asia. Di siprus
dan yunani lebih banyak dijumpai varian β+, sedangkan di Asia tenggara
lebih banyak varian β0.
Italia : 10%, Yunani : 5-10%, Cina : 2%, India : 1-5%, Negro : 1%, Asia
Tenggara : 5%. Jika dilukiskan pada peta dunia, seolah-olah membentuk
sebuah sabuk, dimana Indonesia termasuk di dalamnya.
2. Thalasemia alfa.
Sering dijumpai di daerah Asia Tenggara, lebih sering dari thalasemia
beta.
Di Indonesia, jumlah pembawa sifat thalasemia berjumlah sekitar 5-6%.
Palembang : 10%, Makassar : 7-8%, Ambon : 5-8%, Jawa : 3-4%, Sumatera Utara
: 1-1,5%.
Faktor Resiko.
1. Anak dengan orang tua punya gen thalasemia.
2. Anak dengan salah satu orang tua thalasemia minor.
3. Anak dengan salah satu orang tua thalasemia.
4. Resiko laki-laki dan perempuan sama.
5. Penyakit ini terkait ras, karena gen mutan banyak terdapat pada daerah
mediteranian, afrika, dan asia.
Patogenesis
Hemoglobin dewasa atau HbA mengandung dua rantai α dan dua rantai .
Ditandai oleh dua gen globin yang bertempat pada masing-masing dari dua
kromosom nomor 11. Dan, dua pasang gen α-globin yang fungsional berada pada
setiap kromosom nomor 16. Struktur dasar gen α-globin dan , begitu juga
langkah-langkah yang terlibat dalam biosintesis rantai globin adalah sama. Setiap
gen globin memiliki tiga rangkaian pengkodean (ekson) yang diganggu oleh dua
rangkaina peratara (intron). Pengapitan sisi 5’ gen globin merupakan serentetan
“rangkaian promoter” yang tidak dapat diterjemahkan, yang diperlukan untuk
inisiasi sintesis mRNA -globin.
Seperti pada semua gen eukariotik, biosintesis rantai globin mulai dengan
transkripsi gen globin di dalam nucleus. Transkripsi mRNA awal mengandung
suatu salinan seluruh gen, termasuk semua ekson dan intron. Precursor mRNA
yang besar ini mengalami beberapa modifikasi pascatranskripsi (proses) sebelum
diubah menjadi mRNA sitoplasma dewasa yang siap untuk translasi yaitu
penyambungan dua intron dan mengikat kembali ekson. mRNa dewasa yang
terbentuk meninggalkan nucleus dan menjadi terkait ribosom pada tempat
translasi berlaku. Jalur ekspresi gen α-globin sangat serupa.
(Buku Ajar Patologi II, Robbins & Kumar – Jakarta :EGC, 1995)
Thalassemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang
mengakibatkan berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai
globin (Weatherall and Clegg, 1981). Abnormalitas dapat terjadi pada setiap gen
yang menyandi sintesis rantai polipeptid globin, tetapi yang mempunyai arti klinis
hanya gen-β dan gen-α. Karena ada 2 pasang gen-α, maka dalam pewarisannya
akan terjadi kombinasi gen yang sangat bervariasi. Bila terdapat kelainan pada
keempat gen-α maka akan timbul manifestasi klinis dan masalah.
Adanya kelainan gen-α lebih kompleks dibandingan dengan kelainan gen-
β yang hanya terdapat satu pasang.Gangguan pada sintesis rantai-α dikenal
dengan penyakit thalassemia-α, sedangkan gangguan pada sintesis rantai-β disebut
thalassemia-β. Kelainan klinis pada sintesis rantai globin-alfa dan beta dapat
terjadi, sebagai berikut:
1. Silent carrier yang hanya mengalami kerusakan 1 gen, sehingga pada
kasus ini tidak terjadi kelainan hematologis. Identifikasi hanya dapat
dilakukan dengan analisis molekular menggunakan RFLP atau
sekuensing.
2. Bila terjadi kerusakan pada 2 gen-α atau thalassemia-α minor atau
carrier thalassemia-α menyebabkan kelainan hematologis.
3. Bila terjadi kerusakan 3 gen-α yaitu pada penyakit HbH secara klinis
termasuk thalassemia intermedia.
4. Pada Hb-Bart’s hydrop fetalis disebabkan oleh kerusakan keempat gen
globin-alfa dan bayi terlahir sebagai Hb-Bart’s hydrop fetalis akan
mengalami oedema dan asites karena penumpukan cairan dalam
jaringan fetus akibat anemia berat.
5. Pada thalassemia-β mayor bentuk homozigot (β0) dan thalassemia-β
minor (β+) bentuk heterozigot yang tidak menunjukkan gejala klinis
yang berat.
Gangguan yang terjadi pada sintesis rantai globin-α ataupun-β jika terjadi
pada satu atau dua gen saja tidak menimbulkan masalah yang serius hanya sebatas
pengemban sifat (trait atau carrier). Thalassemia trait disebut uga thalassemia
minor tidak menunjukkan gejala klinis yang berarti sama alnya seperti orang
normal kalaupun ada hanya berupa anemia ringan. Kadar Hb normal aki-laki: 13,5
– 17,5 g/dl dan pada wanita: 12
- 14 g/dl. Namun emikian nilai indeks hematologis, yaitu nilai MCV dan MCH
berada di bawah ilai rentang normal. Rentang normal MCV: 80 – 100 g/dl, MCH:
27 – 34 g/dl.
Thalassemia α : ↙ atau tidak ada sintesis rantai αThalassemia β : ↙ atau tidak ada sintesis rantai β
Mudah terjadi presipitasi pada rantai yang berlebihan dan tidak memiliki pasangan
Persipitasi pada eritrosit Presipitasi intramedulerHemolisis Eritropoesis inefektifANEMIA Absorpsi Fe↗
Hipoksia jaringanTelapak tangan pucat
Eritropoetin meningkat
Hemopoesis intrameduler
Hiperplasia sumsum tulang
Wide epicanthus prominent upper jaw - Retikulosit meningkat
Hemopoesis ekstrameduler
Berdasarkan patogenesis -talasemi di atas, dasar molekul α-talasemi sangat
berbeda. α-talasemi disebabkan oleh penghapusan lokus gen α-globin. Karena ada
empat gen α-globin yang berfungsi, maka terdapat empat kemungkinan keparahan
α-talasemi berdasarkan hilangnya satu sampai keempat gen α-globin pada
kromosom-kromosom tersebut. Hilangnya suatu gen α-globin tunggal berkaitan
dengan status pembawa penyakit tersembunyi, sedangkan hilangnya keempat gen
Deposit Fe dalam jaringan ↗
Transfusi
Gangguan fungsi endokrin
A lebih pendek dari adiknya
HepatomegaliSplenomegali
Hepatic enlargement ¼ x ¼
Schoeffner II
Abdominal distention
Hb : 6 gr/dl
α-globin berkaitan dengan kematian janin dalam uterus, karena tidak ada daya
dukung oksigen. Dasar hemolisis sama dengan yang terdapat pada -talasemi.
Dengan hilangnya tiga gen -globin relative berlebihan, yang membentuk
tetramer tak larut dalam sel darah merah, sehingga sel peka terhadap fagositosi
dan kerusakan.
(Buku Ajar Patologi II, Robbins & Kumar – Jakarta :EGC, 1995)
Manifestasi klinis
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang
telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan
pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat
hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut
tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.
Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6 bulan.
Pembesaran limpa dan hati terjadi karena destruksi eritrosit yang
berlebihan, hemopoesis ekstramedula, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi.
Limpa yang besar meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan volume
plasma dan meningkatkan destruksi eritrosit dan cadangan eritrosit.
Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hyperplasia sumsum tulang yang
hebat yang menyebabkan terjadinya fasies thalasemia dan penipisan korteks di
banyak tulang dengan suatu kecenderungan terjadinya fraktur dan penonjolan
tengkorak dengan suatu gambaran rambut berdiri (hair-on-end) pada foto
roentgen.
Penumpukan besi akibat transfuse darah menyebabkan kerusakan organ
endokrin (dengan kegagalan pertumbuhan, pubertas yang terlambat atau tidak
terjadi), miokardium.
Infeksi dapat terjadi. Anak yang melakukan transfusi darah rentan
terhadap infeksi bakteri.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pasien dengan talasemia mayor diantaranya transfusi darah, chelation, splenectomy dan transplantasi sum2tulang alogenik
1. transfusi darahuntuk mempertahankan Hb pasien pada kadar 9-10 g/dl
2. khelasi besidiberikan jika kadar feritin serum>1000 ng/mL atau setelah pemberian transfusi 10-15 U pada bayi
DeferoxamineDiberikan melalui infus subkutan dengan pompa portable. Kira-kira 8mg
besi diikat oleh 100mg deferoxamine, diksresi di feces dan urine. Jika diberikan bersama vit.C meningkatkan efektivitas kerjanya20-40 mg/kg/d SC lewat infus selma 8-12 h; boleh diberikan IV/IM jika dibutuhkan
Deferasirox Khelasi besi oral suspensi yang digunakan unutk mengurangi konsentrasi besi hati
pada dewasa dan anak yang mendapat transfusi RBC berulang. Mengikat besi
dengan afinitas 2:1. Telah disetujui untuk menatalaksana kelebihan besi kronik
yang disebabkan transfusi darah yang berlebihan.
Dosis
Inisial: 20 mg/kg PO setiap hari 30 min sebelum makan, selanjutnya pertahankan
dosis 5-10mg/kg/d
Note: Larutkan suspensi di air, jus jeruk atau jus apel lalu segera diminum
3. Splenektomi untuk mengurangi kebutuhan darah
4. Transplantasi sum2tulang alogenik
Tingkat kesuksesannya 80%(pasien yang mendapat khelasi baik tanpa
fibrosis hati&splenomegali)
Donor=saudara kandung, anggota keluarga lain/orang lain dengan HLA
yang sesuai
5. Diet
Teh mengurangi absorpsi besi pada usus halus
Vit.C meningkatkan ekskresi besi pada pasien yang mengonsumsi
khelasi besi
6. Aktivitas harus dikurangibisa menyebabkan secondary anemia
Pencegahan
1. Genetic counselingTujuan:Agar orang yang akan menikah mendapat keturunan yang diharapkan, tidak cacat dan tidak mempunyai penyakit keturunan, kalau kemungkinan itu ada maka diberi rekaan kemungkinan atau digagalkan untuk menikah
2. Silsilah keluargamelihat penyakit keturunan
3. Analisa DNA melalui chorionic villi sampling pada 8-10 minggu kehamilan atau amniocentesis pada 14-20 mg kehamilan.Sample Darah fetus untuk melihat sintesis HB pada 18-22 minggu kehamilan
Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk
mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan
keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier)
menghasilkan keturunan: 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier
(heterozigot) dan 25 normal.
Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satunya adalah dengan inseminasi buatan dengan
sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia trait. Diagnosis
prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan
digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat
dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).
Edukasi
- Sampaikan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisinya sekarang.
- Beri saran agar sebelum melakukan pernikahan, cek pasangan untuk
kemungkinan thalasemia.
- Hindari pemakaian obat pencetus hemolitik seperti fenasetin,
klorpromazin (tranquilizer), penisilin, kina, dan sulfonamid.
- Makan-makanan bernutrisi khususnya asupan B12 dan folic acid.
Follow up
Serum ferritin, kimia darah dan fungsi hati harus dimonitorMonitor kemungkinan terjadinya komplikasi jantung(dg EKG/echo) dan organ endokrinKuantitas besi liver dengan biopsi/MRI karena terkadang pada beberapa kasus serum ferritin rendah namun besi liver nya tinggiPeriksa fungsi auditory dan penglihatan untuk pasien yang menerima terapi khelasi besi
Prognosis.
a. Fungsional : malam
b. Vitam: dubia ad bonam
Tidak ada pengobatan untuk Hb Bart’s. Pada umumnya kasus penyakit Hb H
mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfuse darah atau splenektomi
dan dapat hidup biasa. Thalassemia alfa 1 dan thalassemia alfa 2 dengan fenotip
yang normal pada umumnya juga mempunyai prognosis baik dan tidak
memerlukan pengobatan khusus.
Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan alternative
tetapi hingga saat ini belum mendapatkan penyesuaian hasil atau bermanfaat yang
sama di antara berbagai penyelidik secara global.
Thalassemia ß homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang
mencapai usia decade ke 3, walaupun digunakan antibiotic untuk mencegah
infeksi dan pemberian chelating agents (desferal) untuk mengurangi
hemosiderosis (harga umumnya tidak terjangkau oleh penduduk Negara
berkembang). Di Negara maju dengan fasilitas transfuse yang cukup dan
perawatan dengan chelating agents yang baik, usia dapat mencapai decade ke 5
dan kualitas hidup juga lebih baik.
Keadaan anak yang tidak membaik pada saat pemberian obat penambah
darah mengindikasikan bahwa penyakit anak tersebut tidak dikarenakan defisiensi
besi (karena sebagian besar obat penambah darah mengandung Fe atau besi)
sehingga tidak ada gangguan pada heme, namun terdapat gangguan pada rantai
globin. Hal tersebut mengindikasikan adanya thalassemia dimana pada
thalassemia terdapat gangguan pada sintesis rantai globin a atau ß
Berdasarkan patofisiologi dan patogenesis thalassemia, mutasi gen globin à
produksi rantai globin berkurang atau tidak ada à produksi Hb berkurang à
eritrosit mudah rusak/umur lebih pendek dibanding normal (hemolisis) à hati
mengalami hepatomegali karena kerjanya terlalu berat dalam perombakan eritrosit
à limpa menggantikan fungsi hati dalam perombakan eritrosit à kerjanya terlalu
berat à mengalami splenomegali à hepatomegali à karena hepatosplenomegali
menyebabkan perut buncit.
Usaha preventif yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan
konseling pranikah. Umunya, penderita thalassemia ß tidak dapat disembuhkan,
hdapat dijaga kesehatannya dengan transfusi darah, desferal, desferiprone, atau
splenektomi. Sedangkan bagi penderita Hb Bart, sampai sekarang belum
ditemukan obatnya dan hanya dapat dilakukan cara alternatif, yang dalam hal ini
juga belum dapat diyakini kebenarannya, yaitu transplantasi sumsum tulang
alogenik.
Setelah melakukan studi kasus secara keseluruhan pada skenario 2 blok IV,
penulis mendiagnosis bahwa pasien tersebut (anak lakilaki berumur 2 bulan)
positif menderita thalassemia, yang dalam konteks kali ini adalah thalassemia ß
mayor (salah satu jenis hemoglobinopati yang disebabkan kelainan sintesis rantai
globin dan termasuk salah satu dari anemia hemolitik) dilihat dari gejala-gejala
klinis, seperti anemis, hepatomegali, dan splenomegali; dan dipastikan lagi
dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium secara menyeluruh. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan antara lain tes hematologi rutin, indeks eritrosit
(MCV, MCH, MCHC), retikulosit, bilirubin, gambaran darah tepi, elektroforesis
Hb, dan analisis DNA. Penyakit ini bukan hemoglobinopati sturktural
dikarenakan pada hemoglobinopati struktural tidak ditemukan adanya
hepatomegali.
Komplikasi.
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi
darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam
darah tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,
limpa, ku.lit, jantung dan lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi
alat tersebut. Limpa yang besar mudah rupture akibat trauma yang ringan.
Kadang-kadang thalasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia
dan trombopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Kelebihan Fe (khususnya pada pemberian transfusi)
Komplikasi pada jantung, contoh constrictive pericarditis to heart
failure and arrhythmias.
Komplikasi pada hati, contoh hepatomegali sampai cirrhosis.
Komplikasi jangka panjang, contoh HCV.
Komplikasi hematologic, contoh VTE.
Komplikasi pada endokrin, seperti endokrinopati, DM.
Gagal tumbuh karena diversi dari sumber kalori untuk eritropoesis.
Fertil, seperti terjadi hypogonadotrophic hypogonadism dan gangguan
kehamilan.
Kompetensi Dokter Umum. 3A
Mendiagnosis, memberi terapi inisiasi hingga transfusi (bila berada pada
daerah perifer) dan merujuk pada dokter yang lebih ahli, misalnya untuk tindakan
bedah
Daftar Pustaka
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. EGC: Jakarta.
Hoffbrand, A. V. , J.E. Pettit, P. A. H. Moss. Kapita Selekta Hematologi. 2005.
Jakarta: EGC
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. 2005.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Ilmu Penyakit dalam Jakarta: Penerbit Buku Univertas Indonesia
Jones, C.Hughes dkk. Catatan Kuliah Hematologi Edisi 5. EGC: Jakarta.
Robbins, Kumar Cotran. Buku Ajar Patologi Vol.2. 2005. Jakarta: EGC
Sutedjo, AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalaui Hasil Pemeriksaan Lab.
Wahab, A. Samik (editor). IKA Nelson Vol. 2 Ed. 15. 1999. Jakarta: EGC