makalah pribadi blok 25

29
1 Makalah Pribadi Sistem REPRODUKSI Perdarahan pada Kehamilan Muda *Daniel France Risa Harahap *Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana email: [email protected] PENDAHULUAN Perdarahan pada kehamilan muda adalah salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan. Perdarahan dapat terjadi setiap usia kehamilan. Perdarahan yang terjadi setelah usia kehamilan 22 minggu disebut perdarahan Antepartum (PAP). Perdarahan pada kasus masih 7 minggu, maka masih disebut perdarahan pada kehamilan Muda. ANAMNESIS Anamnesis yang dilakukan adalah anamnesis kehamilan dengan indikasi asuhan antenatal, deteksi dini suatu kondisi patologik dalam kehamilan, merencanakan persalinan, persiapan penyelesaian kehamilan, dan kemajuan perkembangan kehamilan. Langkah Klinik: A. Menanyakan Identitas (nama, umur, status perkawinan, pekerjaan, alamat, dan tanggal masuk RS sebelumnya) B. Menanyakan Keluhan Utama C. Menanyakan Keluhan tambahan, yang menanyakan tentang: Perdarahan pada Kehamilan Muda

Upload: danielz-france

Post on 24-Jul-2015

209 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pribadi Blok 25

1

Makalah Pribadi Sistem REPRODUKSI

Perdarahan pada Kehamilan Muda

*Daniel France Risa Harahap

*Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

email: [email protected]

PENDAHULUAN

Perdarahan pada kehamilan muda adalah salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan.

Perdarahan dapat terjadi setiap usia kehamilan. Perdarahan yang terjadi setelah usia kehamilan 22

minggu disebut perdarahan Antepartum (PAP). Perdarahan pada kasus masih 7 minggu, maka masih

disebut perdarahan pada kehamilan Muda.

ANAMNESIS

Anamnesis yang dilakukan adalah anamnesis kehamilan dengan indikasi asuhan antenatal,

deteksi dini suatu kondisi patologik dalam kehamilan, merencanakan persalinan, persiapan

penyelesaian kehamilan, dan kemajuan perkembangan kehamilan.

Langkah Klinik:

A. Menanyakan Identitas (nama, umur, status perkawinan, pekerjaan, alamat, dan tanggal masuk RS

sebelumnya)

B. Menanyakan Keluhan Utama

C. Menanyakan Keluhan tambahan, yang menanyakan tentang:

1. Riwayat Perkawinan

2. Riwayat Haid (apakah nyeri), hari pertama haid terakhir

3. Riwayat Penyakit Ibu dan Keluarga (yang berkaitan dengan masalah kehamilan)

4. Kebiasaan (merokok, obat dan jamu, hewan peliharaan)

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 2: Makalah Pribadi Blok 25

1

5. Riwayat Persalinan

6. Menentukan usia kehamilan menurut anamnesis haid dan buat taksiran persalinan.

D. Menanyakan Riwayat Penyakit Dahulu

- Apakah ada riwayat pemakaian kontrasepsi?

- Apakah pasien mengidap penyakit Diabetes Melitus?

- Apakah pasien mengidap penyakit hipertensi Kronis?

- Apakah pasien mengalami asma?

- Apakah pasien mengalami penyakit pada tiroid?

- Bagaimana dengan riwayat BAB dan BAK dari pasien?

E. Riwayat Penyakit Keluarga.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik pada kasus ini dapat dilakukan dengan Pemeriksaan Tanda Vital,

pemeriksaan nadi, dan Pernafasan. Pemeriksaan fisik pada Perdarahan kehamilan muda bisa

dilakukan dengan pemeriksaan fisik Gynecologi dengan inspekulo dan bimanual.

Pemeriksaan Luar : Tonus Abdomen, palpasi uteri, massa? Nyeri tekan? Cairan bebas?

Inspekulo : 1. Dinding vagina (N/ Peradangan/ Pembengkakan)

2. Lumen vagina (N/ fluor albus/ Darah dan bekuan)

3. Forniks (N/ Laserasi/ Cavum Douglas menonjol)

4. Serviks (N/ Livide/ Sekret/ Erosi)

Bimanual : 1. Vagina (N/ Pembengkakan/ Nyeri/ Darah dan bekuan/ Kista)

2. forniks (N/ Teraba masa pelvic)

3. Serviks (Kenyal/Lunak/ Licin/ Nyeri Goyang/ Secret)

4. Korpus Uteri (Anteversio/ Retroversio/ Lunak/ Besar dan sesuai dengan

kehamilan ..... minggu

5. Parametrium (Normal/ Massa padat/ Batas tegas/ Nyeri tekan/ Massa

kistik)

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 3: Makalah Pribadi Blok 25

1

6. Cavum Douglas (Menonjol?)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada Perdarahan kehamilan muda adalah dengan:

o Pemeriksaan Darah Tepi

Pada pemeriksaan darah tepi, yang paling penting pada pemeriksaan ini adalah mengetahui

kadar Hb dan Hematokrit. Karena terjadi perdarahan, dapat juga dilakukan pemeriksaan waktu

pembekuan, waktu perdarahan(BT), dan trombosit.

o Human Chorionik Gonadotropin (HCG)

-hCG diproduksi oleh sinsitiotrofoblas selama kehamilan, juga dibuat oleh jaringan

trofoblastik jenis lain, termasuk yang berasal dari chorioadenoma destruens, choriocarcinoma, dan

mola hidatidosa. Titer normal HCG adalah 20-30 mIU/ml. Pada penyakit mola hidatidosa dapat

meningkat sampai >100.000 IU/ pada urin 24 jam atau sekitar >40.000 mIU/ml.

o Pemeriksaan USG

Pemeriksaan USG trimester pertama ditujukan untuk menentukan lokasi kehamilan, usia

gestasi, jumlah janin, penapisan cacat bawaan pertama, kelainan yang mungkin terjadi pada trimester

pertama, dan patologi pelvik. Pemeriksaan USG transvaginal merupakan pilihan pertama pada

pemeriksaan USG trimester pertama. Pemeriksaan sonografis pada embrio usia 7 minggu yaitu

embrio tampak terpisah dari Yolk sac dan dihubungkan melalui ductus vitellinus, berbentuk seperti

huruf “C” denganb agian kepala tampak dominan. Pada saat ini dapat dilihat tonjolan bakal

ekstremitas pada sisi lateral tubuh janin. CRL (Crown rump length) panjangnya sekitar 11-16 mm.

Pada CRL 12 mm sudah dapat dibedakan struktur kepala dari bagian tubuh janin. Didaerah oksipital

tampak struktur kistik yang disebut rhombensefalon. Vertebra juga mulai dapat dikenali sebagai dua

garis echogenic yang berjalan sejajar dengan punggung janin. Selaput dan rongga amnion sudah

tampakm umbilikus juga dapat dikenali. Pada mola hidatidosa akan terlihat gambaran seperti badai

salju dan tidak terlihat janin (snow flake pattern)1

o Uji Sonde

: Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis

dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada

tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 4: Makalah Pribadi Blok 25

1

o Pemeriksaan Histopatologik.

DIAGNOSIS KERJA

-

DIAGNOSIS BANDING

1. ABORTUS IMMINENS

ETIOLOGI

Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh faktor

ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12 minggu). Dibawah ini yang merupakan etiologi

dari abortus imminens(spontan):

1. Faktor genetik.

Sebagian besar abortus spontan, termasuk abortus inkompletus disebabkan oleh kelainan

kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan

sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi

autosom. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah

1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat

setelah usia 35 tahun.

Selain itu abortus berulang biasa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang abnormal,

dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang

pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka

kehamilan berikutnya juga berisiko abortus.

2. Kelainan kongenital uterus

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik. Insiden kelainan

bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan dengan riwayat abortus, dimana ditemukan

anomaly uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus

adalah septum uterus (40 - 80%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 -

30%). Mioma uteri juga bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya

10 - 30% pada perempuan usia reproduksi.

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 5: Makalah Pribadi Blok 25

1

Selain itu Sindroma Asherman bias menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan

darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25 – 80%, bergantung pada berat

ringannya gangguan.

3. Penyebab Infeksi

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika

DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang

ternyata terpapar brucellosis. Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi

terhadap risiko abortus, diantaraya sebagai berikut.

a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung pada janin

atau unit fetoplasenta.

b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan

hidup.

c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bias berlanjut kematian janin.

d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang bias mengganggu proses

implantasi.

4. Faktor Hematologik

Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan efek plesentasi dan adanya mikrotrombi

pada pembuluh darah plasenta. Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering

didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan

dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan

pada usia kehamilan 4 – 6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8 – 11

minggu. Hiperhomosisteinemi, bisa congenital ataupun akuisita juga berhubungan dengan thrombosis

dan penyakit vascular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21% abortus berulang.

5. Faktor Lingkungan

Diperkirakan 1 – 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi

dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan

tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah

diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 6: Makalah Pribadi Blok 25

1

monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan

adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang

berakibat terjadinya abortus.

6. Faktor Hormonal

Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik sistem

pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap sistem hormon

secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesterone.

Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama , risiko abortus

meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya

peluang 2 – 3 kali lipat mengalami abortus.

Pada tahun 1929, allen dan Corner mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus luteum,

dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus.

Sedangkan pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama dengan

3 kali, didapatkan 17% kejadian defek fase luteal. Dan, 50% perempuan dengan histologi defek fase

luteal punya gambaran progesterone yang normal. 2

EPIDEMIOLOGI

Insiden aborsi dipengaruhi oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti kelahiran normal

sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan anak memiliki kelainan genetik.

Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15% dari semua kehamilan. Namun, frekuensi angka

kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi lagi karena banyak kejadian yang tak dilaporkan, kecuali

apabila terjadi komplikasi; juga karena abortus spontan hanya disertai gejala ringan, sehingga tidak

memerlukan pertolongan medis dan kejadian ini hanya dianggap sebagai haid yang terlambat.

Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia kehamilan 12 minggu. Hal ini banyak

disebabkan oleh kelainan kromosom.

Dari 1.000 kejadian abortus spontan, setengahnya merupakan blighted ovum dan 50-60%

dikarenakan abnormalitas kromosom. Disamping kelainan kromosom abortus spontan juga

disebabkan oleh penggunaan obat dan faktor lingkungan seperti konsumsi kafein selama kehamilan.

PATOFISIOLOGI

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 7: Makalah Pribadi Blok 25

1

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti dengan adanya

nekrosis jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap sebagai benda asing di

dalam uterus, kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada

kehamilan, 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum

menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8-14 minggu villi korialis menembus desidua

secara mendalam, sehingga umumnya placenta tidak dapat dikeluarkan dengan sempurna dan

perdarahan lebih banyak. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu biasanya abortus didahului dengan

ketuban pecah, diikuti dengan keluarnya hasil konsepsi, kemudian disusul dengan placenta.

MANIFESTASI KLINIS

Abortus imminens dianggap ketika terdapat darah keluar dari vagina berupa bercak darah atau

perdarahan vaginal selama separuh masa kehamilan pertama. Biasanya aborsi imminens dijumpai

bersamaan dengan rasa mulas sedikit atau juga sakit punggung. Perdarahan pervaginam yang dialami

biasanya dianggap biasa atau dianggap siklus menstruasi yang biasa, namun perdarahan

tetap/persisten berlangsung selama beberapa hari atau minggu.

Gambar 1. Ostium uteri yang

masih tertutup.

TATALAKSANA

Jika perdarahan (pervaginam) sudah sampai menimbulkan gejala klinis syok, tindakan

pertama ditujukan untuk perbaikan keadaan umum. Tindakan selanjutnya adalah untuk menghentikan

sumber perdarahan.

Tahap Pertama :

Tujuan dari penanganan tahap pertama adalah, agar penderita tidak jatuh ke tingkat syok yang lebih

berat, dan keadaan umumnya ditingkatkan menuju keadaan yang lebih balk. Dengan keadaan umum

yang lebih baik (stabil), tindakan tahap ke dua umumnya akan berjalan dengan baik pula.

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 8: Makalah Pribadi Blok 25

1

Pada penanganan tahap pertama dilakukan berbagai kegiatan, berupa :

a. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut nadi, frekuensi pernafasan,

dan suhu badan).

b. Pengawasan pernafasan (Jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti adanya takipnu,

sianosis, saluran nafas harus bebas dari hambatan. Dan diberi oksigen melalui kateter nasal).

c. Selama beberapa menit pertama, penderita dibaringkan dengan posisi Trendelenburg.

d. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5% dengan NaCl 0,9%, Ringer

laktat).

e. Pengawasan jantung (Fungsi jantung dapat dipantau dengan elektrokardiografi dan dengan

pengukuran tekanan vena sentral).

f. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, jenis Rhesus, Tes

kesesuaian darah penderita dengan darah donor, pemeriksaan pH darah, pO2, pCO2 darah arterial.

Jika dari pemeriksaan ini dijumpai tanda-tanda anemia sedang sampai berat, infus cairan diganti

dengan transfusi darah atau infus cairan bersamaan dengan transfusi darah. Darah yang diberikan

dapat berupa eritrosit, jika sudah timbul gangguan pembekuan darah, sebaiknya diberi darah segar.

Jika sudah timbul tanda-tanda asidosis harus segera dikoreksi.

Yang terpenting penanganan dari abortus imminens adalah:

Istirahat tirah baring, tujuannya agar aliran darah ke uterus lebih lancar dan berkurangnya

rangsangan mekanik sehimgga perdarahan berhenti, dilarang untuk koitus selama 2 minggu .

Pemberian sedatif dan analgesia-Asetaminofen juga bisa diberikan, dan tidak melakukan aktifitas fisik

yang berlebihan.

Pemberian progesteron IntraMuskular pada abortus sebagai tindakan preventif, namun belum

diketahui pasti mekanismenya.

PROGNOSIS

Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan kehamilan.

Prognosisnya menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama, mules – mules disertai dengan

perdarahan dan pembukaan serviks. Jika kehamilan terus berlanjut, maka sering diikuti dengan

persalinan preterm, plasenta previa, dan IUGR.

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 9: Makalah Pribadi Blok 25

1

KOMPLIKASI

Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah :

1. Perdarahan masif

Dapat diatasi dengan membersihkan uterus dari sisa – sisa hasil konsepsi dan jika perlu

pemberian transfusi darah

2. Perforasi

Perforasi uterus dapat terjadi terutama pada uterus dalam hiperetrofleksi . Jika ditemukan

tanda – tanda abdomen akut perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung luas dan bentuk

perforasi, penjahitan luka operasi atau perlu dilakukan histerektomi.

3. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada abortus.

Dapat menyebar ke miometrium, tuba, parametrium dan peritonium. Apabila terjadi

peritonitis umum atau sepsis dapat disertai dengan terjadinya syok. Penanganan bisa diberikan

antibiotik pilihan dan dilakukan laparotomi.

4. Syok

Syok pada abortus biasanya bisa terjadi karena perdarahan ( syok hemoragik ) dan karena

infeksi berat ( syok septik)

2. KEHAMILAN EKTOPIK

DEFINISI

Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar

endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena

kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas

bersifat ektopik. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi

pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 10: Makalah Pribadi Blok 25

1

pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis

tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars ampularis tuba dan kehamilan infundibulum tuba.

ETIOLOGI

Sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Faktor-faktor yang memegang peranan dalam

hal ini ialah :

1. Faktor dalam lumen tuba :

a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau

membentuk kantong buntu.

b) Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk-lekeuk dan hal ini sering disertai gangguan

fungsi silia endosalping akibat infeksi dan menyebabkan implantasi di tuba.

c) Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit

2. Faktor pada dinding tuba :

a) Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba

b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat

itu

3. Faktor di luar dinding tuba :

a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur

b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba

4. Faktor lain :

a) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri-atau sebaliknya

(kontralateral)– dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus; pertumbuhan telur

yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur

b) Fertilisasi in vitro

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 11: Makalah Pribadi Blok 25

1

c) Pemakaian kontrasepsi dan IUD. Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih

menggunakan kontrasepsi spiral (3 – 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga

meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut

silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.

d) Merokok. Kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali dibandingkan wanita yang tidak

merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya telur

dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan

tubuh.

ECTOPIC PREGNANCY

EPIDEMIOLOGI

Frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik

terganggu yang dini tidak selalu jelas, sehingga tidak dibuat diagnosisnya. Tidak semua kehamilan

ektopik berakhir dengan abortus dalam tuba atau ruptur tuba. Sebagian hasil konsepsi mati dan pada

umur muda kehamilan diresorbsi. Di RSCM pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara

4007 persalinan. Dalam kepustakaan frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan anatara 1 : 28 sampai 1 :

329 tiap kehamilan.

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun

dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar

antara 0%-14,6%.

PATOLOGI

Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk rposes

nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 12: Makalah Pribadi Blok 25

1

seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk

pertumbuhan embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam

bentuk ini:

Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi.

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan

dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya

haidnya terlambat untuk beberapa hari.

Abortus kedalam lumen tuba.

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding

tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan

robeknya pseudocapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada

derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan

dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba pars abdominalis. Frekuensi

abortus dalam tuba bergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering

terjadi pada kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis kearah

peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan oleh lumen pars

ampularis yang lebih luas sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika

dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.

Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplintasi pada isthmus dan biasanya pada kehamilan muda.

Sebaliknya, ruptur pada pars interstitialis terjadi pada kehamilan lebih lanjut. Faktor utama yang

menyebabkan ruptur adalah penembusan vili korialis kedalam lapisan muskularis tuba terus ke

peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan

pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang

sedikit, kadang-kadang banyak sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut

pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir kedalam rongga perut

melalui ostium tuba abdominal.

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 13: Makalah Pribadi Blok 25

1

Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini

dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba.

Kadang-kadang ruptur terjadi diarah ligamentum itu. Jika janin hidup terus maka terdapat kehamilan

intraligamenter.

Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil,

perdatahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Perdarahan dapat berlangsung terus

sehingga penderita akan cepat jatuh dalam keadaan anemia dan syok oleh karena hemorrhagia. Darah

tertampung pada rongga perut akan mengalir ke kavum Douglas yang makin lama makin banyak dan

akhirnya memenuhi rongga abdomen. Bila penderita tidak dioperasi dan tidak meninggal karena

perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin

mati dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya; bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion.

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi kantung amnion dan plasenta yang masih

utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal

sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan

implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke bagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul

dan usus.

MANIFESTASI KLINIS

Wanita dengan kehamilan tuba mempunyai bermacam-macam manifestasi klinis yang

bergantung pada keadaan ruptur. Diagnosis Teknologi yang tepat dapat diidentifikasi sebelum ruptur.

Secara khas, perempuan tidak curiga akan kehamilan tuba dan berpendapat bahwa ia memiliki

kehamilan yang normal, atau merasa keguguran. Gejala dan tanda pada KET seringkali hampir tidak

kentara atau bahkan tidak ada.

Tanpa diagnosis yang cepat, dengan karakteristik kasus menstruasi yang terlambat,

perdarahan vagina yang sedikit atau titik-titik. Dengan ruptur, biasanya menyebabkan sakit perut

abdomen bagian bawah dan nyeri pelvis yang runcing, tajam dan seperti menyobek. Gangguan

vasomotor yang ikut terlibat yaitu vertigo sampai pingsan, palpasi lembek pada abdomen, dan pada

pemeriksaan pelvis, khususnya terdapat “nyeri goyang (+)”. Demikian pula kavum Douglas menonjol

dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah. Gejala pada diafragma yang teriritasi, sesuai

dengan nyeri pada leher atau bahu, khususnya sewaktu inspirasi, mungkin pengaruh dari perdarahan

intrapreitoneum.

Gejala dan Tanda:

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 14: Makalah Pribadi Blok 25

1

Nyeri. Pelvis dan nyeri Abdomen dilaporkan sekitar 95% pada kehamilan tuba. Dengan masa gestasi

yang terus maju, Dorfman dkk (1984) melaporkan bahwa gejala GastroIntestin (80%) dan kepusingan

kepala (58%) biasanya. Dengan ruptur, nyeri tidak terlokalisir di abdomen.

Perdarahan abnormal. Amenorrhea dengan beberapa spot vagina atau perdarahan dilaporkan oleh

60%-80% wanita dengan kehamilan tuba. Mendekati kebenaran seperti menstruasi yang benar.

Walaupun sedalam-dalamnya perdarahan vagina itu menunjukkan akan terjadi aborsi inkomplete,

seperti perdarahan berkala yang terlihat dengan masa gestasi tuba.

Abdomen dan kelembutan pelvis. Pada kehamilan ektopik non ruptur, kelembutan tidak biasa terjadi.

Pada ruptur, kelembutan abdomen sangat mencolok dan pemeriksaan vagina, khususnya dnegna nyeri

goyang, itu mampu menunjukkan lebih dari kehamilan yang keempat.

Perubahan uterin. Walaupun minimal didiagnosa cepat, kemudian uterus mungkin didorong ke satu

sisi oleh masa ektopik. Uterus juga akan membesar karena stimulasi hormonal. Lambat laun

endometrium akan berubah menjadi desidua yang variable. Desidua uterus tanpa trofoblas

menandakan KEHAMILAN ECTOPIC, tetapi kehadiran dari pembuluh darah desidua bukan

termasuk tanda.

Tanda Vital. Umumnya normal sebelum ruptur, respon pada perdarahan yang cukup tidak mengubah

tanda vital atau hanya sedikit meningkatkan Tekanan Darah, atau vasovagal respon dengan bradikardi

dan hipotensi. Birkhahn dkk (2003) mencarar pada 25 wanita dengan ruptur kehamilan ektopik,

mayoritas memperlihatkan curah jantung yang berkurang dari 100 denyut per menit dan tekanan darah

sistoliknya lebih besar 100mmHg. Tekanan Darah akan menurun dan detak jantung akan meingkat

seiring dengan lanjutan dari perdarahan dan hipovolemia menjadi berarti.

TATALAKSANA

Tatalaksana pada kehamilan tuba seringkali dilakukan salpingectomi untuk menghilamgkan

sampai menghancurkan, perdarahan oviduct dengan atau tanpa ipsilateral oophorectomy. Tujuan

pengobatan adalah meningkatkan kualitas hidup dari wanita. Pengobatan konservatif dilakukan

dengan diagnosis yang cepat pada ektopik pregnansi memakai USG dan penentuan serum -HCG.

Dahulu dilakukan dengan pembedahan secara radikal, kemudian diikuti dengan teknik yang modern

unutk mengobatan konservatif fungsi tuba.

i. Laparaskopi

Adalah pengobatan yang lebih disukai pada tatalaksana kehamilan ektopik kecuali

jika pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik. Sampai sekarang hanya sedikit belajar cara

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 15: Makalah Pribadi Blok 25

1

melakukan bedah laparatomi. Hajenius dkk menunjukkan Cochrane Database dan meringkasnya:

- Tidak ada tanda-tanda yang berarti secara keseluruhan operasi tuba dilakukan dengan

laparoskopi kemudian salpingostony.

- Hasil Laparoskopi lebih sedikit waktu dalam operasinya, lebih sedikit kehilangan darah,

sedikit analgesik yang diperlukan, dan hanya sebentar di rumah sakit.

- Laparoskopi bedah sangat sedikit tetapi secara significant sedikit berhasil memecahkan

kehamilan tuba

- Biayanya sangat murah, walaupun beberapa pendapat mengatakan sama dengan laparatomy.

Melalui pengalaman yang ada, kasus sebelumnya ditangani dengan laparotomi-sebagai

contoh kehamilan tuba atau kehamilan interstitial- dapat ditangani dengan laparoskopi.

Pembedahan tuba dianggap konsevatif karena menyelamatkan tuba. Radical surgery

ditunjukkan oleh salpingectomy. Pembedahan konsevatif dengan tetap memelihara fungsi trofoblas.

ii. Salpingotomy

Jarang dilakukan pada saat ini, salpingotomy mempunyai kesamaan cara dengan

salpingostomy kecuali jika terdapat penundaan jahitan absorben. Menurut Tulandi dan Saleh (1999),

tak ada perbedaan prognosis dengan atau tanpa jahitan.

iii. Salpingectomy

Reseksi tuba dilakukan untuk kehamilan ektopik ruptur dan tak ruptur. Ketika menghilangkan

oviduk, harus dipertimbangkan untuk eksisi atau menghilangkan irisan ketiga sebelah luar pada portio

tuba. Ini disebut reseksi kornu, mampu meminimalisir kekambuhan kehamilan di ujung tuba.

Walaupun dengan reseksi kornu, bagaimanapun juga, kekambuhan kehamilan berikutnya tak dapat

dicegah.3

Tatalaksana dengan Methotrexate

Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan

multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan

menghentikan proliferasi trofoblas.

Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal dengan panduan USG

atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan

menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi

hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 16: Makalah Pribadi Blok 25

1

menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang

sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau

citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat

reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX

pada sel-sel tersebut.

Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX 50 mg/m2 luas

permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin,

golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila

kadar hCG

berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka mTX tidak diberikan lagi

dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan

menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya

meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka

diberikan MTX 50 mg/m2 kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda

ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis

atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.

Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar

yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen, FHB (+).

KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin terjadi :

1. Pada pengobatan konservatif, yaitu rupture tuba telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi

perdarahan berulang

2. Infeksi

3. Sub ileus karena massa pelvis

4. Sterilitas

PROGNOSIS

Kematian karena KET cenderung menurun dengan diagnosis dan fasilitas daerah yang cukup,

ada yang menyebutkan 30%. Hanya 60% dari wanita yang pernah KET hamil lagi. Angka kehamilan

ektopik berulang dilaporkan 0-14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan sekitar 50%.

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 17: Makalah Pribadi Blok 25

1

3. MOLA HIDATIDOSA

DEFINISI

Mola hidatidiform diartikan sebagai suatu kehamilan yang tak berkembang wajar dimana

tidak diketemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi

hidropik. Secar amakroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu gelembung-gelembung putih,

tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau

2 cm.

MOLA HIDATIDOSA

ETIOLOGI

Penyebab bagi mola hidatidosa sampai sekarang masih belum diketahui. Diperkirakan

bahawa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu dan kelainan rahim

berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita dengan usia di bawah 20 tahun atau di

atas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat dan

karoten juga meningkatkan risiko terjadinya mola walaupun patofisiologinya tidak sepenuhnya

difahami.

EPIDEMIOLOGY

Frekuensi mola hidatidosa dilaporkan sangat bervariasi. Beberapa variabilitas ini dapat

dijelaskan oleh perbedaan dalam metodologi (misalnya rumah sakit vs studi populasi). Di Amerika

Serikat, mola hidatidosa terjadi dalam 1 dari 1200 kehamilan. Di Indonesia, menurut Guru Besar

Tetap Obstetri-Ginekologi FK Universitas Indonesia, Profesor DR. dr. Andrijono SpOG (K),

peristiwa hamil anggur ini terjadi berkisar 1 dari 40 sampai 400 kehamilan. Angka ini didapatkan saat

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 18: Makalah Pribadi Blok 25

1

melakukan penelitian mengenai “Peningkatan Status Gizi Khususnya Vitamin A, Merupakan Salah

Satu Upaya Peningkatan Kesehatan Reproduksi Melalui Upaya Pencegahan Primer, Sekunder dan

Tersier Mola Hidatidosa” yang dijalankan selama 16 tahun mulai tahun 1990 sampai 2006

Mola ini dapat terjadi pada setiap usia selama usia subur, tetapi risikonya lebih tinggi pada

wanita hamil yang berusia belasan atau antara 40 dan 50 tahun. Karena alasan yang belum jelas,

insidennya bervariasi secara significant di berbagai belahan dunia; 1 dari 1000 kehamilan di AS,

tetapi 10 dari 1000 di Indonesia.

PATOGENESIS

Kira-kira 1 diantara 10 kehamilan berakhir dengan abortus spontan dan pada separuh abortus

ini terdapat perkembangan ovum atau fetus yang patologis atau blighted.

Pada blighted ovum tampak jaringan plasenta mengalami berbagai tingkat degenerasi

hidropik dan pada pemeriksaan mikroskopik villus tersebut tidak diketemukan sirkulasi fetal atau

perkembangannya tidak sempurna.

Akibat gangguan sirkulasi tersebut, terjadi edema. Cairan yang tidak dapat diserap

mengakibatkan pembengkakakn.

Jadi vilus-vilus yang mengalami degenerasi hidropik merupakan tanda adanya blighted ovum.

Mola hydatidosa merupakan lanjutan degenerasi hidropik pada blighted ovum. Abortus akibat

blighted ovum biasanya keluar 3 bulan pertama, sedangkan gelembung-gelembung mola baru

dikeluarkan pada kehamilan 4-5 bulan. Umumnya mola ditemukan dalam uterus, tetapi dapat juga

ditemukan pada tempat ektopik. Bila diketahui, biasanya setelah kehamilan 4-5 bulan, uterus lebih

besar daripada umur kehamilan.

Uterus berisi kelompok-kelompok jaringan seperti buah anggur, kistik, berdinding tipis dan

mudah pecah dengan keluarnya cairan jernih. Kelompok jaringan seperti ini diikat oleh jaringan

fibrotik yang halus. Gambaran mikroskopik menunjukkan:

Vilus-vilus yang membesar

Stroma menunjukkan edema

Stroma yang tidak mengandung pembuluh darah atau jumlahnya berkurang

Hiperplasi dan anaplasi epitel chorion, yaitu sitotrophoblast (sel Langhans) dan

synsitiotrophoblast.4

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 19: Makalah Pribadi Blok 25

1

Karena proliferasi epitel chorion ini, maka produksi HCG bertambah 10x lipat.

Gambar 2.Fotomikrograf mola hidatidiform yang

memperlihatkan pembengkakan vilus dan sedikit hiperplasia trofoblast permukaan. 5

GEJALA KLINIS

Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa,

yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering hebat. Selanjutnya

perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan.

Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sam besar walaupun jaringannya belum

dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu

dipikirkan adanya jenis dying mole.

Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang

menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan

pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisas intermitten, sedikit-

sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini

umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia.

Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan preeklampsia

(eklampsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeklampsia pada mola terjadinya lebih muda

daripada kehmilan biasan. Penyulit lain yang akhir akhir ini banyak dipermasalahkan adalah

tirotoksikosis. Maka, Martadisoebrata menganjurkan agar stiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-

tanda tirotoksikosis secara aktif seperti kita selalu mencari tanda tanda preeklampsia pada kehamilan

biasa. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.

TATALAKSANA

Tatalaksana Mola hidatidiform terdiri dari 4 tahap berikut:

1. Perbaikan Keadaan Umum

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 20: Makalah Pribadi Blok 25

1

Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok atau

anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia atau tirotoksikosis.

2. Pengeluaran Jaringan Mola

Ada 2 cara, yaitu:

a) Vakum kuretase

Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk

memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan kuretase

dengan menggunakan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan 1 kali saja,

asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi.

b) Histerektomi

Tindakan ini dilakukan pada perempuany ang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak.

Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor

predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dnegan anak

hidup tiga.

c) Pemeriksaan tindak lanjut

Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola hidatidosa.

Tes hCG harus mencapai nilai NORMAL setelah 8 minggu evakuasi. Lama pengawasan berkisar satu

tahun. Selama periode 8 minggu dianjurkan tidak menggunakan kondom, diafragma, dll.

KOMPLIKASI

Choriocarcinoma gestational

Merupakan neoplasma ganas epitel sel trophoblastik yang berasal dari segala bentuk

kehamilan normal atau abnormal sebelumnya. Biasa didapatkan mola komplet yang memperlihatkan

pembengkakan hidropik sebagian besar villus korion sementara vaskularisasi vilus hampir tidak ada

sama sekali atau kurang adekuat. Mola komplet yang lanjut memperlihatkan spektrum klasik

pembengkakan villus difus dan ekstravillus yang konsentrik dan ekstensif yang dapat menyebabkan

Choriocarcinoma.

PROGNOSIS

Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung atau

tirotoksikosis. Dinegara maju kematian karena mola hampir tidak ada lagi. Di negara berkembang,

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 21: Makalah Pribadi Blok 25

1

masih cukup tinggi, berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian besar pasien mola akan segera sehat

setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada juga yang menderita akibat keganasan menjadi

koriokarsinoma. Presentasi keganasan berkisat antara 55,6%.

KESIMPULAN

Perdarahan pada kehamilan muda pada kasus tidak dapat didiagnosa kerja karena mempunyai

manifestasi klinis yang hampir sama, yaitu perdarahan yang keluar dari vagina. Maka, dari itu dapat

digunakan diagnosis banding yang mungkin pada kasus. Dalam hal ini, diagnosis juga ditetapkan

dengan pemeriksaan lebih lanjut/ pemeriksaan penunjang yang memadai.

DAFTAR PUSTAKA

1. Endjun JJ. Ultrasonografi Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. 2007. H 70-

8.

2. Saiffuddin BA. Perdarahan pada kehamilan muda. Dalam: Ilmu Kebidanan. Ed 4. Jakarta: Penerbit PT

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011.h 460-7.

3. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Ectopic Pregnancy. In William Obstetric 20 th Ed. Appleton

Lange, 1997, p 511-26.

4. Mangunkusumo RR. Alat Kelamin Wanita dan Payudara. Dalam : Staf Pengajar FK UI. Patologi Umum.

Edisi Revisi. 1990. h 324-8.

5. Robbins & Contran. Dasar Patologis Penyakit. Ed 7. Jakarta: EGC Kedokteran. 2009. h. 1134.

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Page 22: Makalah Pribadi Blok 25

1Perdarahan pada Kehamilan Muda