blok 25 niken

27
Sefal Hematom pada NCB-BMK Isabella Regina Nikenshi Ganggut 102012417 Kelompok E5 Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no. 10 [email protected] Pendahuluan Dalam membantu proses persalinan, dapat terjadi yang dinamakan trauma atau jejas lahir. Jejas ini dapat merupakan akibat dari keterampilan atau perhatian medis yang tidak tepat atau kurang, atau jejas dapat terjadi walaupun terdapat keterampilan dan kemampuan untuk melakukan perawatan obstetrik, tidak bergantung pada suatu tindakan atau kelalaian. Dalam konteks ini akan dibahas lebih lanjut dan lebih difokuskan mengenai trauma ekstrakranial yang cukup sering terjadi pada neonatus yaitu sefal hematoma. Seringkali penggunaan alat bantu persalinan seperti vakum atau forsep cukup berpengaruh dalam terjadinya trauma.

Upload: hirumacool

Post on 11-Dec-2015

247 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

xdg

TRANSCRIPT

Page 1: Blok 25 Niken

Sefal Hematom pada NCB-BMK

Isabella Regina Nikenshi Ganggut

102012417

Kelompok E5

Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no. 10

[email protected]

Pendahuluan

Dalam membantu proses persalinan, dapat terjadi yang dinamakan trauma atau jejas

lahir. Jejas ini dapat merupakan akibat dari keterampilan atau perhatian medis yang tidak

tepat atau kurang, atau jejas dapat terjadi walaupun terdapat keterampilan dan kemampuan

untuk melakukan perawatan obstetrik, tidak bergantung pada suatu tindakan atau kelalaian.

Dalam konteks ini akan dibahas lebih lanjut dan lebih difokuskan mengenai trauma

ekstrakranial yang cukup sering terjadi pada neonatus yaitu sefal hematoma. Seringkali

penggunaan alat bantu persalinan seperti vakum atau forsep cukup berpengaruh dalam

terjadinya trauma.

Cephal hematoma biasanya disebabkan oleh cedera pada periosteum tengkorak

selama persalianan dan kelahiran, meskipun dapat juga timbul tanpa trauma lahir. Cephal

hematola terjadi sangat lambat. Insidennya adalah 2,5 %. Sefal hematoma timbul beberapa

jam setelah lahir, sering tumbuh semakin besar dan lenyap hanya setelah beberapa minggu

atau beberapa bulan.1

Page 2: Blok 25 Niken

Pembahasan

Anamnesis

Identitas pasien

Keluhan utama

Riwayat penyakit sekarang

Sejak kapan timbul benjolan tersebut?

Ukuran benjolan?

Apakah benjolannya nyeri, kemerahan, lunak atau keras, dan lain-lain?

Apakah benjolan semakin membesar?

Riwayat haid ibu

Kapan hari pertama haid terakhir?

Menarche umur berapa?

Apakah haid teratur?

Siklus haid?

Berapa lama haidnya?

Nyeri haid?

Perdarahan antara haid?

Riwayat kehamilan ibu

Kehamilan yang ke berapa?

Riwayat kehamilan terdahulu?

Penyakit yang pernah diderita selama hamil dan upaya yang dilakukan untuk

mengatasinya, berapa kali ibu melakukan kunjungan antenatal dan kepada siapa

kunjungan antenatal tersebut (dokter umum atau spesialis, bidan, dukun)?

Obat-obat yang diminum selama hamil?

Kebiasaan ibu seperti merokok atau minum minuman keras?

Riwayat persalinan

Berapa kali bersalin?

Bagaimana persalinan terdahulu?dibantu oleh siapa dan dimana?

Adakah komplikasi persalinan?

Berapa berat badan bayi waktu lahir?

Persalinan normal atau sectio caesarea? Kalau caesarea, apa alasannya?

Page 3: Blok 25 Niken

Apakah pernah mengalami abortus?

Riwayat penyakit keluarga (RPK)

Riwayat social: kebiasaan merokok atau minum alkohol?

Pemeriksaan fisik

Skor Apgar

Virginia apgar menemukan sistem pengukuran yang sederhana dan handal untuk derajar

stres intrapartum saat lahir. Kegunaan utama sistem skor ini adalah untuk memaksa

pemeriksaan memeriksa anak secara sistematis dan untuk mengevaluasi berbagai faktor yang

memungkinkan berkaitan dengan masalah kardiopulmonal. Skor 0, 1, atau 2 diberikan pada

masing-masing dari kelima variabel, 1 dan 5 menit setelah lahir. Skor 10 berarti bahwa

seluruh tubuh bayi berwarna merah muda dan memiliki tanda vital normal, sedangkan skor 0

berarti bahwa bayi apnea dan tidak memiliki denyut jantung. Terdapat hubungan terbalik

antara skor Apgar dengan derajat asidosis serta hipoksia. Skor 4 atau kurang pada usia 1

menit berhubungan dengan peningkatann insidensi asidosis, sedangkan skor 8-10 biasanya

berhubungan dengan ketahanan hidup yang normal. Skor 4 atau kurang pada 5 menit

berhubungan dengan peningkatan insiden asidosis, distres pernapasan, serta kematian.

Meskipun demikian, banyak neonatus yang lahir dengan skor Apgar rendah ternyata

asidotik. Pada beberapa kasus asfiksia terjadi sedemikian akitnya sampai tidak dicerminkan

dalam pH darah. Selain itu, proses lain selain asfiksia (prematuritas ekstrem sendiri, anestesi

atau sedasi ibu, dan patlogi sistem saraf pusat) dapat menghasilkan skor yang rendah.

Terlepas dari faktor penyebabnya, skor apgar yang tetap rendah memerlukan resusitasi.

Penentuan skor Apgar harus diteruskan setiap 5 menit, sampai mencapai nilai 7.

Tabel 1. Evaluasi Apgar pada Bayi Baru Lahir1

Skor 0 1 2

Detak jantung Hilang < 100/menit > 100/menit atau lebih

Usaha bernapas Tidak ada Lambat, tidak teratur Teratur, dengan tangisan

Tonus otot Lemas Terasa ada di lengan/tungkai Bergerak aktif

Iritabilitas refleks Tidak ada Hanya di wajah Menangis

Warna Pucat Tubuh membiru Berwarna kemerahan

Frekuensi Denyut Jantung (Pulse).

Page 4: Blok 25 Niken

Frekuensi jantung normal saat lahir antara 120 dan 160 denyut per menit. Denyutan di

atas 100 per menit biasanya menunjukkan asfiksia dan penurunan curah jantung

Upaya Bernapas (Respiration)

Upaya bernapas bayi normal akan megap-megap saat lahir, menciptakan upaya

bernapas dapa 30 detik, dan mencapai pernapasan yang menetap pada frekuensi 30-60 kali

menit pada usia 2 sampai 3 menit. Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak teratur

terjadi oleh berbagai sebab, termasuk asidosis berat, asfiksia, infeksi janin, kerusakan sistem

saraf pusat, atau pemberian obat pada ibu (barbuturat, narkotik, dan trankuilizer).

Tonus Otot (Activity/Muscle Tone).

Semua bayi normal menggerak-gerakkan semua anggota tubuhnya secara aktif segera

setelah lahir. Bayi yang tidak dapat melakukan hal tersebut atau bayi dengan tonus otot yang

lemah biasanya asfiksia, mengalami depresi akibat obat, atau menderita kerusakan sistem

saraf pusat.

Kepekaan Refleks (Grimace/Reflex Irritability)

Respon normal pada pemasukan kateter ke dalam faring posterior melalui lubang

hidung adalah menyeringai, batuk, atau bersin.

Warna Kulit (Appearance/Skin Color).

Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir. Mereka berubah menjadi merah muda

setelah tercapai ventilasi yang efektif. Hampir semua bayi memiliki tubuh serta bibir yang

berwarna merah muda tetapi sianotik pada tangan serta kakinya (akrosianosis) 90 detik

setelah lahir. Sianosis menyeluruh setelah 90 detik terjadi pada curah jantung yang rendah,

methemoglobinemia, polisitemia, penyakit jantung kongenital jenis sianotik, pendarahan

intrakranial, penyakit membran hialin, aspirasi darah atau mekonium, obstruksi jalan napas,

paru-paru hipoplastik, hernia diafgragmatika, dan hipertensi pulmonal persistem.

Kebanyakan bayi yang pucat saat lahir mengalami vasokonstriksi perifer. Vasokonstriksi

biasanya disebabkan oleh asfiksia, hipovolemia, atau asidosis berat. Alkalosis respiratorik

(misal, akibat ventilasi bantuan yang terlalu kuat), penghangatan berlebihan.

Hipermagnesemia, atau konsumsi alkohol akut pada ibu dapat menyebabkan vasodilatasi

nyata serta pletora perifer yang mencolok. Pletorasi juga terjadi bila bayi menerika transfusi

farah per plasenta dalam jumlah besar dan hipervolemik.2,3

Maturity Index (Ballard Score)

Page 5: Blok 25 Niken

Sistem penilaian ini dikembangkan oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD untuk

menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular dan fisik. Pada

prosedur ini penggunaan kriteria neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi yang tenang

dan beristirahat, sehingga lebih dapat diandalkan selama beberapa jam pertama kehidupan.

Penilaian menurut Ballard adalah dengan menggabungkan hasil penilaian maturitas

neuromuskuler dan maturitas fisik. Kriteria pemeriksaan maturitas neuromuskuler diberi

skor, demikian pula kriteria pemeriksaan maturitas fisik. Jumlah skor pemeriksaan maturitas

neuromuskuler dan maturitas fisik digabungkan, kemudian dengan menggunakan tabel nilai

kematangan dicari masa gestasinya.

Maturitas Neuromuskuler

1) Postur (Posture)

Tonus otot tubuh tercermin dalam postur bayi saat istirahat dan adanya

tahanan otot saat diregangkan. Ketika pematangan berlangsung, berangsur-angsur

janin mengalami peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, di mana

ekstremitas bawah sedikit lebih awal daripada ekstremitas atas. Pada awal kehamilan

hanya pergelangan kaki yang fleksi. Lutut mulai fleksi bersamaan dengan

pergelangan tangan. Pinggul mulai fleksi, kemudian diikuti dengan abduksi siku lalu

fleksi bahu. Pada bayi prematur, tonus pasif ekstensor tidak mendapat perlawanan,

sedangkan pada bayi yang mendekati matur menunjukkan perlawanan tonus fleksi

pasif yang progresif.

Untuk mengamati postur, bayi ditempatkan telentang dan pemeriksa

menunggu sampai bayi menjadi tenang pada posisi nyamannya. Jika bayi ditemuka

telentang, dapat dilakukan manipulasi ringan dari ekstremitas dengan memfleksikan

jika ekstensi atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan bayi menemukan posisi

dasar kenyamanannya. Fleksi panggul tanpa abduksi memberikan gambaran seperti

posisi kaki kodok.

2) Jendela Pergelangan Tangan (Square Window/Wrist)

Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap peregangan

ekstensor memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan tangan. Pemeriksa

meluruskan jari-jari bayi dan menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari dengan

lembut. Hasil sudut antara telapak tangan dan lengan bawah bayi dari preterm hingga

posterm diperkirakan berturut-turut > 90˚, 90˚, 60˚, 45˚, 30˚, dan 0˚.

3) Gerakan Lengan Membalik (Arm Recoil)

Page 6: Blok 25 Niken

Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan

mengukur sudut mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan ekstensikan. Arm

recoil dilakukan dengan cara evaluasi saat bayi telentang. Pegang kedua tangan bayi,

fleksikan lengan bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua

lengan dan lepaskan. Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan tetap

terentang/gerakan acak; skor 1: fleksi parsial 140-180˚; skor 2: fleksi parsial 110-

140˚; skor 3: fleksi parsial 90-100˚; dan skor 4: kembali ke fleksi penuh.

4) Sudut Popliteal (Popliteal Angle)

Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut dengan

menguji resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi berbaring

telentang, dan tanpa popok, paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut

tertekuk penuh. Setelah bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu

sisi dengan lembut dengan satu tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan

yang lain. Jangan memberikan tekanan pada paha belakang, karena hal ini dapat

mengganggu interpretasi.

Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur

sudut yang terbentuk antara paha dan betis di daerah popliteal. Perlu diingat bahwa

pemeriksa harus menunggu sampai bayi berhenti menendang secara aktif sebelum

melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan mengganggu manuver ini

untuk 24-48 jam pertama karena usia bayi mengalami kelelahan fleksor

berkepanjangan intrauterine. Tes harus diulang setelah pemulihan terjadi.

5) Tanda Selendang (Scarf Sign)

Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi berbaring

telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengan tubuh dan mendorong

tangan bayi melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi

lain pemeriksa diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu diangkat melewati

badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala tetap

lurus dan amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada lembar

kerja, yakni pernuh pada tingkat leher (-1); garis aksila kontralateral (0); kontralateral

baris puting (1); prosesus xyphoid (2); garis puting ipsilateral (3); dan garis aksila

ipsilateral (4).

6) Tumit ke Telinga (Heel to Ear)

Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan

memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor pinggul.

Page 7: Blok 25 Niken

Dengan posisi bayi terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik

sedekat mungkin dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada

permukaan meja, periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi

lutut. Catat lokasi di mana resistensi signifikan dirasakan. Hasil dicatat sebagai

resistensi tumit ketika berada pada atau dekat: telinga (-1); hidung (0); dagu (1);

puting baris (2); daerah pusar (3); dan lipatan femoralis (4).

Maturitas Fisik

1) Kulit

Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur intrinsiknya,

bersamaan dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan pelindung yaitu vernix

caseosa. Oleh karena itu kulit menebal, mengering, dan menjadi keriput dan/atau

mengelupa dan dapat timbul ruam selama pematangan janin. Fenomena ini bisa

terjadi dengan kecepatan berbeda-beda pada masing-masing janin tergantung pada

kondisi ibu dan lingkungan intrauterin.

Sebelum perkembangan lapisan epidermis dengan stratum korneumnya, kulit

agak transparan dan lengket ke jari pemeriksa. Pada usia perkembangan selanjutnya

kulit menjadi lebih halus, menebal, dan menghasilkan pelumas, yaitu vernix, yang

menghilang mejelang akhir kehamilan. Pada keadaan matur dan pos matur, janin

dapat mengeluarkan mekonium dalam cairan ketuban. Hal ini dapat mempercepat

proses pengeringan kulit, menyebabkan mengelupas, pecah-pecah, dehidrasi.

2) Lanugo

Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada extreme

prematurity, kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo mulai tumbuh pada

usia gestasi 24-25 minggu dan biasanya sangat banyak terutama di bahu dan

punggung atas ketika memasuki minggu ke-28.

Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah. Daerah yang

tidak ditutupi lanugo meluas sejalan dengan maturitasnya dan biasanya yang paling

luas terdapat di daerah lumbosakral. Pada punggung bayi matur biasanya sudah tidak

ditutupi lanugo. Variasi jumlah dan lokasi lanugo pada masing-masing usia gestasi

tergantung pada genetik, kebangsaan, keadaan hormonal, metabolik, serta pengaruh

gizi. Sebagai contoh bayi dari ibu dengan diabetes mempunyai lanugo yang sangat

banyak. Pada melakukan skoring, pemeriksa hendaknya menilai pada daerah yang

Page 8: Blok 25 Niken

mewakili jumlah relatif lanugo bayi yakni pada daerah atas dan bawah dari punggung

bayi.

3) Permukaan Plantar

Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini kemungkinan

berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan. Bayi dari ras selain kulit

putih mempunyai garis telapak kaki lebih sedikit saat lahir. Di sisi lain pada bayi kulit

hitam dilaporkan terdapat percepatan maturitas neuromuskular sehingga timbulnya

garis pada telapak kaki tidak mengalami penurunan. Namun demikian penilaian ini

tidak didasarkan atas ras atau etnis tertentu.

Bayi very premature dan extremely immature tidak mempunyai garis pada

telapak kaki. Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi tersebut berdasarkan

permukaan plantar maka dipakai ukuran panjang dari ujung jari hingga tumin. Untuk

jarak kurang dari 40 mm diberikan skor -1. Hasil pemeriksaan disesuaikan dengan

skor di gambar.

4) Payudara

Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh akibat stimulasi

estrogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung dari nutrisi yang diterima janin.

Pemeriksa menilai ukuran areola dan menilai ada atau tidaknya bintik-bintik akibat

pertumbuhan papilla Montgomery. Kemudian dilakukan palpasi jaringan mammae di

bawah areola dengan ibu jari dan telunjuk untuk mengukur diameternya dalam

milimeter.

5) Mata/Telinga

Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring

perkembangannya menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri atas palpasi

ketebalan kartilago kemudian pemeriksa melipat daun telinga ke arah wajah kemudian

lepaskan dan pemeriksa mengamati kecepatan kembalinya daun telinga ketika

dilepaskan ke posisi semulanya.

Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap terlipat ketika dilepaskan.

Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan berdasarkan perkembangan

palpebra. Pemeriksa berusaha membuka dan memisahkan palpebra superior dan

inferior dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Pada bayi extremely

premature, palpebra akan menempel erat satu sama lain. Dengan bertambahnya

maturistas palpebra kemudian bisa dipisahkan walaupun hanya satu sisi dan

meninggalkan sisi lain tetap pada posisinya.

Page 9: Blok 25 Niken

Hasil pemeriksaan kemudian disesuaikan dengan skor dalam tabel. Perlu

diingat bahwa banyak terdapat variasi kematangan palpebra pada individu dengan

usia gestasi yang sama. Hal ini dikarenakan terdapat faktor seperti stres intrauterin

dan faktor humoral yang mempengaruhi perkembangan kematangan palpebra.

6) Genital (Pria)

Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam scrotum kurang

lebih pada minggu ke-30 gestasi, testis kiri turun mendahului testis kanan yakni pada

sekitar minggu ke-32. Kedua testis biasanya sudah dapat diraba di canalis inguinalis

bagian atas atau bawah pada minggu ke-33 hingga 34 kehamilan. Bersamaan dengan

itu, kulit skrotum menjadi lebih tebal dan membentuk rugae.

Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona

berugae. Pada neonatus extremely premature, scrotum datar, lembut, dan kadang

belum bisa dibedakan jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada neonatus matur hingga

postmatur, scrotum biasanya seperti pendulum dan dapat menyentuh kasur ketika

berbaring.

Pada cryptorchidismus scrotum pada sisi yang terkena kosong, hipoplastik,

dengan rugae yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan sisi yang sehat atau sesuai

dengan usia kehamilan yang sama.

7) Genital (Wanita)

Untuk memeriksa genitalia neonatus perempuan maka neonatus harus

diposisikan telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45˚ dari garis horisontal.

Abduksi yang berlebihan dapat menyebabkan labia minora dan klitoris tampak lebih

menonjol sedangkan aduksi menyebabkan keduanya tertutupi oleh labia majora.

Pada neonatus extremely premature, labia datar dan klitoris dangat menonjol

dan penyerupai penis. Sejalan dengan berkembanganya maturitas fisik, klitoris

menjadi tidak begitu menonkol dan labia minora menjadi lebih menonjol. Mendekati

usia kehamilan matur labia minora dan klitoris menyusut dan cenderung tertutupi oleh

labia majora yang membesar.

Labia majora tersusun atas lemak dan ketebalannya bergantung pada nutrisi

intrauterin. Nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan labia majora menjadi lebih

besar pada awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang kurang menyebabkan labia majora

cenderung kecil meskipun pada usia kehamilan matur atau posmatur dan labia minora

serta klitoris cenderung lebih menonjol.

Page 10: Blok 25 Niken

Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuskular maupun fisik disesuaikan

dengan skor di dalam tabel dan dijumlahkan hasilnya. 4

Gambar 2. Maturity Index (Ballard Score).

Sumber: uichildrens.org

Klasifikasi Berat Lahir (Lubchenco Chart)

Page 11: Blok 25 Niken

Setelah didapatkan jumlah skor dari pemeriksaan neuromuskuler dan maturasi fisik,

maka kedua skor itu dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut dicocokkan dengan tabel nilai

kematangan, sehingga didapatkan usia kehamilan dalam minggu. Kemudian, dengan

menggunakan kurva Lubchenco (Battaglia F dan Lubchenco) diharapkan dapat menunjukkan

titik perpotongan antara umur kehamilan dengan berat badan bayi (pertumbuhan janin),

sehingga didapat interpretasi apakah bayi tersebut Besar Masa Kehamilan (BMK), Sesuai

Masa Kehamilan (SMK), atau Kecil Masa Kehamilan (KMK). 3, 5

Gambar 3. Lubchenco Curve.

Sumber: Mercks.

Berdasarkan skenarion, bayi 40 minggu lahir via vacuum dari seorang ibu yang

menderita DM gestasional dengan berat 4000gr, bayi ini termasuk neonates cukup bulan

dengan besar masa kehamilan (NCB-BMK).

Diagnosis kerja

Sefalhematoma

Sefalhematoma adalah perdarahan subperiosteum akibat persalinan, sering

berhubungan dengan persalinan dengan forsep dan ekstraksi vakum. karenanya selalu

terbatas pada satu permukaan tulang kranium. Tidak ada perubahan warna pada kulit kepala

Page 12: Blok 25 Niken

yang menutupi, dan pembengkakan biasanya tidak terlihat sampai beberapa jam sesudah

lahir, karena perdarahan subperiosteum prosesnya lambat. Sefalhematom berbatas tegas dan

tidak melewati sutura (tidak melebar sampai batas tulang). Kebanyakan sefalhematom

diserap dalam 2 minggu sampai 3 bulan, bergantung pada ukurannya. Sefalhematom ini dapat

mulai mengalami kalsifikasi pada akhir minggu ke-2. Ada sebagian kalsifikasi sefalhematom

yang menetap selama bertahun-tahun sebagai protuberantia tulang dan dapat dideteksi melalu

rontgen sebagai pelebaran celah diploid. Meskipun ada sisanya, sefalhematom tidak perlu

pengobatan lebih lanjut, walaupun fototerapi mungkin diperlukan untuk perbaikan

hiperbilirubinemia yang dapat terjadi selama resolusi hematoma (jarang terjadi, apabila

perdarahan masif).

Insisi dan drainase merupakan kontraindikasi karena adanya risiko terkena infeksi.

Sefalhematom masif mungkin jarang mengakibatkan kehilangan darah cukup berat yang

sampai memerlukan transfusi. Sefalhematom ini dapat juga disertai dengan fraktur tengkorak,

koagulopati, dan perdarahan intrakranial. Lesi yang menyebabkan kehilangan darah hebat ke

daerah tersebut atau yang melibatkan fraktur tulang di bawahnya perlu evaluasi lebih lanjut.6

Diagnosis banding

Kaput Suksedaneum

Lesi kulit kepala yang paling sering ditemukan adalah kaput suksedaneum, suatu

daerah jaringan edema dengan batas tidak tegas yang terletak di daerah kulit kepala yang

merupakan bagian terbawah pada kelahiran puncak kepala. Pembengkakan tersusun atas

serum atau darah, atau keduanya, terkumpul di jaringan di atas tulang, dan sering menyebar

sampai ke batas tulang. Pembengkakan bisa berhubungan dengan ptekie atau ekimosis di

atasnya.

Tidak diperlukan penanganan khusus dan pembengkakan akan menghilang dalam

beberapa hari.6

Perdarahan Subgaleal

Perdarahan subgaleal adalah perdarahan ke dalam kompartemen subgaleal.

Kompartemen subgaleal adalah ruang potensial yang berisi jaringan ikat tersusun longgar;

terletak di bawah galea aponeurosis, suatu selubung tendo yang menghubungkan otot frontal

dan oksipital dan membentuk permukaan dalam kulit kepala.

Page 13: Blok 25 Niken

Cedera terjadi karena gaya yang menekan, kemudian menarik kepala dari pelvic

outlet. Ada beberapa laporan mengenai kekhawatiran terhadap penggunaan ekstraktor vakum

pada kelahiran dan hubungannya dengan perdarahan subgaleal. Perdarahan bisa melewati

batas tulang, sering sampai ke posterior ke leher, dan berlanjut setelah kelahiran, dengan

potensial komplikasi serius.

Deteksi dini adanya perdarahan sangan vital; inspeksi dan pengukuran lingkar kepala

berkala untuk mengetahui perkembangan edema dan massa keras sangat penting. CT-scan

dan MRI berguna untuk konfirmasi diagnosis. Penggantian darah dan faktor pembekuan

darah yang hilang diperlukan pada kasus perdarahan alkut. Tanda awalnya perdarahan

subgaleal adalah posisi telinga bayi yang maju dan ke lateral akibat hematoma yang terbentuk

di daerah belakang. Pemantauan bayi terkait perubahan tingkat kesadarannya juga merupakan

kunci untuk temuan dan penatalaksanaan awal. Peningkatan bilirubin serum bisa terjadi

sebagai akibat degradasi sel darah dalam hematoma.6

Etiologi

1. Persalinan lama

Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis ibu

terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah.

2. Tarikan vakum atau cunam

Persalinan yang dibantu dengan vacum atau cunam yang kuat dapat menyebabakan

penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke

jaringan periosteum.

3. Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.6

Patofisiologi

Bagian kepala yang hematoma bisanya berwarna merah akibat adanya penumpukan

daerah yang perdarahan sub periosteum. Pada partus lama (kala I lama, kala II lama),

kelahiran janin dibantu dengan menggunakan vacum ekstraksi atau forseps yang sangat sulit.

Sehingga moulage berlebihan dan menyebabkan trauma kepala dan selaput tengkorak

rupture. Sehingga menyebabkan pendarahan sub periosteum dan terjadi penumpukan darah

sehingga terjadi Cephal Hematoma. Bayi baru lahir sering mengalami sephalohematoma,

terdapat kumpulan darah di antara periosteum dan tulang tengkorak, dan oleh karena itu

penyebarannya terhambat sehingga tidak melewati garis tengah. Cedera jenis ini sering

Page 14: Blok 25 Niken

dijumpai pada trauma jalan lahir. Sebaliknya, “pembengkakan” post partum dikepala pada

anak yang lebih tua biasanya mencerminkan hematoma subgaleal.

Pada kelahiran spontan (kepala bayi besar) terjadi penekanan pada tulang panggul ibu.

Sehingga moulage terlalu keras atau berlebihan dan menyebabkan trauma kepala dan selaput

tengkorak rupture. Sehingga menyebabkan pendarahan sub periosteum dan terjadi

penumpukan darah sehingga terjadi Cephal Hematoma. Karena adanya tekanan yang

berlebihan, maka akan menyerap dan terabsorbsi keluar sehingga oudema.7

Epidemiologi

Insiden jejas lahir diperkirakan 2-7/1000 kelahiran hidup. Faktor-faktor

predisposisisnya meliputi makrosomia, prematuritas, disproporsi kepala terhadap panggul,

distosia, kelahiran yang lama, dan presentasi bokong. Secara keseluruhan, 5-8/100.000 bayi

meninggal karena trauma lahir, dan 25/100.000 meninggal oleh karena jejas anoksik; jejas

demikian mewakili 2-3% kematian bayi. Bahkan jejas sementara yang mudah dilihat oleh

orang tuanya menimbulkan kecemasan dan pertanyaan yang memerlukan nasehat suportif

dan informatif. Pada mulanya beberapa jejas mungkin laten; tetapi kemudian menyebabkan

penyakit atau skuele yang berat.8

Gejala klinis

1. Adanya fluktuasi

2. Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 6 – 8 jam setelah bayi lahir

3. Kepala tampak bengkak dan berwarna merah

4. Tampak benjolan dengan batas yang tegas dan tidak melampaui tulang tengkorak

(tidak melewati sutura).

5. Pada perabaan terasa mula – mula keras kemudian menjadi lunak.6

Penatalaksanaan

Cephal hematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus. Biasanya akan

mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya

benjolan. Namun apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama menghilang

(1-3 bulan) dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain 8

1. Cegah infeksi bila ada permukan yang mengalami luka maka jaga agar tetap kering dan

bersih.

Page 15: Blok 25 Niken

2. Tidak boleh melakukan massase luka/benjolan Cephal hematoma

3. Pemberian vitamin K

4. Pemeriksaan radiologi, bila ada indikasi gangguan nafas, benjolan terlalu besar observasi

ketat untuk mendeteksi perkembangan

5. Pantau hematokrit

6. Rujuk, bila ada fraktur tulang tengkorak, cephal hematoma yang terlalu besar.

Edukasi

Pada penderita cephal hematoma, bidan bisa menjelaskan kepada ibu dan keluarga

bayi bahwa tidak diperlukan tindakan atau penanganan khusus bila tanpa komplikasi. Salah

satu penyebab cephal hematom adalah trauma lahir, karena itu untuk mencegah terjadinya

cephal hematoma bisa dilakukan dengan memimpin persalinan yang aman dan tepat.8

Prognosis

Sebagian besar trauma lahir termasuk sefalhematom, caput succadeneum dll dapat

sembuh sendiri dan prognosisnya baik.8

Komplikasi

a) Infeksi

Infeksi pada caput succedanum bisa terjadi karena kulit kepala luka.

b) Ikterus

Pada bayi yang terkena caput succedanium dapat menyebabkan ikterus karena

inkompatibiliatas faktor rh atau golongan darah A,B,O antara ibu dan bayi

c) Anemia

Bisa terjadi pada bayai yang terkena caput succedanum karena pada benjolan terjadi

pendarahan hebatatau pendarahan hebat.

d) Kalsifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun

Gejala lanjut yang mungkin terjadi yaitu anemia dan hiperbilirubinemia. Jarang

menimbulkan perdarahan yang memerlukan transfusi, kecuali bayi yang mempunyai

gangguan pembekuan Kadang-kadang disertai dengan fraktur tulang tengkorak di

bawahnya atau perdarahan intra kranial.6

Page 16: Blok 25 Niken

Newborn Care

Kebutuhan dasar bayi baru lahir adalah dibantu segera pada saat lahir bila diperlukan,

terutama untuk membuka pernapasan dan selanjutnya dibantu untuk memperoleh nutrisi yang

cukup dalam mempertahankan suhu tubuh normal dan dalam menghindari kontak dengan

infeksi. Bagi perawat dan staf medis harus memperhatikan untuk menjaga waktu pemisahan

antara ibu dan bayi yang seminim mungkin. Masalah yang harus diantisipasi sesudah

persalinan janin normal meliputi apnea, hipoventilasi, perdarahan, hipoksia, bradikardi,

hipotermi, hipoglikemi, hipovolemi, hipotensi dan anomali yang tidak diharapkan.

Bayi berisiko rendah harus ditempatkan dengan kepala ke bawah segera sesudah

persalinan supaya mulut faring dan hidungnya bersih dari cairan, mukus, darah, dan puing-

puing amnion melalui gravitasi; pengisapan secara halus dengan balon pengisap atau kateter

karet yang lunak juga dapat membantu dalam mengeluarkan bahan-bahan ini. Jika bayi

tampak ada dalam keadaan yang memuaskan, bayi dapat diberikan pada ibunya untuk dirawat

gabung dan disusui. Setelah itu yang perlu dilakukan adalah menilai keadaan fisik neonatus

dengan skor APGAR, skor Ballard, dan grafik Lubchenco seperti yang telah dibahas pada

bagian sebelumnya.

Mempertahankan panas tubuh. Bila dibandingkan secara relatif terhadap berat

badan, permukaan tubuh bayi baru lahir kira-kira 3 kali permukaan tubuh orang dewasa dan

bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki lapisan pembungkus lemak subkutan

yang lebih tipis sehingga angka kehilangan panas yang diperkirakan pada bayi baru lahir

sekitar 4 kali angka orang dewasa. Pada keadaan kamar bersalin biasa (20-25° C), suhu kulit

bayi turun sekitar 0,3° C per menit dan suhu tubuh bagian dalam sekitar 0,1°C per menit yang

biasanya mengakibatkan kehilangan suhu tubuh bagian dalam (secara kumulatif) sebesar 2-

3°C. Sesudah lahir dan persalinan pervaginam, banyak bayi baru lahir menderita asidosis

metabolik ringan sampai sedang dan mereka mengkompensasinya dengan hiperventilasi.

Namun akan lebih susah pada bayi yang depresi dan terpajan stress dingin dalam suhu kamar

bersalin. Oleh karena itu, lebih baik memastikan bayi kering dan terbungkus dalam selimut

atau ditempatkan pada tempat yang lebih panas sambil mendapat kontak kulit dari ibunya.

Antiseptik kulit dan perawatan tali pusat. Untuk mengurangi insidens infeksi dan

periumbilikus, seluruh kulit dan tali pusat harus dibersihkan dalam kamar bersalin atau pada

Page 17: Blok 25 Niken

saat bayi masuk ke dalam ruang perawatan, yaitu menggunakan kapas steril yang direndam

dalam air hangat atau larutan sabun ringan. Bayi dapat dibilas dengan air yang sesuai dengan

suhu tubuh untuk menghindari menggigil. Untuk mengurangi kolonisasi dengan S. aureus

dengan bakteri patogen lainnya setiap hari tali pusar diobati dengan bahan pewarna 3 kali

yaitu agen bakterisida. Cara lain yaitu tali pusar dicuci dengan klorheksidin, atau terkadang

dilakukan mandi dengan heksaklorofen 1 kali, karena penggunaan heksaklorofen berulang

mungkin neurotoksik sehingga tidak terlalu direkomendasikan.

Mata semua bayi juga harus dilindungi terhadap infeksi gonore dengan meneteskan

perak nitrat tetes 1 %; salep mata steril eritromisin 0,5 % dan tetrasiklin 1 % merupakan

alternatif yang mungkin efektif terhadap konjungtivitis klamidia. Povidone iodine 2,5 % juga

efektif sebagai agen profilaksis sesaat. Walaupun pada bayi baru lahir dapat terjadi karena

faktor lain selain dari defisiensi vitamin K, namun suntikan intramuskular larutan vitamin K

maupun pemberian vitamin K secara oral perlu diberikan sebagai profilaksis.

Disamping itu, skrining neonatus tersedia untuk berbagai penyakit genetik, metabolik,

hematologik, dan endokrin. Uji skrining yang lazim dilakukan berupa sampel darah yang

diambil dari pungsi tumit bayi. 3

Kesimpulan

Bayi 40 minggu dari seorang ibu yang menderita DM gestasional dengan berat 4000

gram dengan bentuk kepala tidak simetris mengalami sefalhematoma yang biasanya berkaitan

dengan makrosomia dan penggunaan vacuum. Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan

lunak yang tidak melewati sutura kranialis. Prognosisnya baik, dapat mulai menghilang

dalam waktu 2-8 minggu.

Daftar pustaka

Page 18: Blok 25 Niken

1. Meadow SR, Newell SJ. Lecture notes on paediatrics. Jakarta: Erlangga; 2003. h. 59-

84.

2. Rudolph. Buku ajar pediatri Rudolph. Edisi ke-XX. Volume 1. Jakarta: EGC; 2006. h.

275-80.

3. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke-XV. Volume 1.

Jakarta: EGC; 2000. h. 535-77.

4. Maryati. Ballard Score. Diunduh darihttp://unpad.ac.id/maryati/files/2011/01/Ballard

Score.pdf, 5 Juni 2013.

5. Manuaba. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC; 2007. h. 421-2.

6. Leveno, Cunningham, Gant, Alexander, Bloom, Casey. Obstetri Williams panduan

ringkas. Edisi ke-XXI. Jakarta: EGC; 2012. h. 317-8.

7. Cunningham G, Brahm U. Obstetri williams. Cedera pada janin dan neonatus. Ed.23.

Jakarta: EGC, 2012.h.662-1

8. Sarwono P. Ilmu Kebidanan. Penyakit dan perlukaan pada bayi baru lahir. Ed.4.

Jakarta: PT Bina Pustaka, 2012.h.720-3.